Anda di halaman 1dari 38

PERHITUNGAN VOLUME LUMPUR PEMBORAN, PUMP

OUTPUTDAN ESTIMASI WAKTU SIRKULASI PADA TRAYEK 17

PADA SUMUR B LAPANGAN Y PT. PERTAMINA UTC

LAPORAN TUGAS AKHIR

oleh:

Made Dharma Sudhana Putra

111201133

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN

INDRAMAYU

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sistem sirkulasi pemboran adalah sistem yang mengalirkan lumpur pemboran dari

permukaan menuju lubang bor dan sebaliknya untuk mengangkat serpihan cutting yang

tergerus saat pemboran berlangsung.

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pada operasi pemboran, salah satu dari

faktor tersebut adalah hidrolika lumpur pemboran, selama lumpur pemboran melalui

peralatan-peralatan sirkulasi, maka akan terjadi gesekan-gesekan di sepanjang peralatan

yang dilalui tersebut, hal ini akan menyebabkan kehilangan tekanan aliran yang dikenal

dengan pressure loss.

Rate sirkulasi ataupun rate pemompaan lumpur merupakan volume dari lumpur yang

dipompakan atau disirkulasikan persatuan waktu, rate pemompaan lumpur ini tergantung

kepada diameter liner, panjang langkah lumpur, diameter piston, dan stroke per menit dari

pompa lumpur.

Lumpur diisap pompa dari tangki isap dipompakan ke stand pipe kemudian lumpur

naik ke rotary house, masuk ke swivel, dari swivel lumpur turun kedasar lubang melalui

kelly, drill pipe, drill collar, dan annulus drillpipe, lumpur yang sudah di permukaan

dialirkan kembali melalui mud return line.

Di dalam penggunaan lumpur pemboran perlu dilakukan evaluasi, alasannya karena

untuk mengetahui material apa saja yang digunakan sebagai bhan dasar maupun additive

yang digunakan untuk membuat lumpur, dan tentunya material lumpur tersebut harus

sesuai dengan formasi yang akan ditembus. Selain itu, volume lumpur harus dihitung agar

sesuai dengan volume lubang bor.


Tugas akhir ini berisi evaluasi perhitungan volume total lumpur pemboran di sumur

B. Sumur B terdiri dari 3 trayek yaitu, 17 , 12 1/4 dan 8 , namun yang dievaluasi

hanya trayek 17 saja pada tanggal 16 Agustus 2008. Perencanaan yang baik dalam

mendesain lumpur bor khususnya perhitungan total lumpur pemboran, pump output dan

waktu estimasi sirkulasi lumpur akan dapat mengantisipasi beberapa masalah yang terjadi

selama proses pemboran dan masalah yang akan terjadi dikemudian hari. Maka dari itu

dengan mengoptimalkan objek penelitian Tugas Akhir ini diharapkan mampu

meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan operasi pemboran, yang akan

berdampak pada peningkatan keuntungan pada Pertamina UTC.

1.2 TEMA

Perhitungan volume lumpur pemboran, pump out dan estimasi waktu sirkulasi pada

trayek 17 pada sumur B lapangan Y. Pemilihan topik tersebut berdasarkan pada

pentingnya tema dalam job desk seorang Drilling Fluids Engineer.

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk menambah wawasan baru.

2. Mengaplikasikan dilapangan ilmu yang telah didapat di Akademi Minyak dan Gas

Balongan.

3. Mengetahui dan memahami gambaran sistem sirkulasi pemboran langsung

dilapangan pemboran.

4. Untuk memenuhi syarat kelulusan program Diploma III.

5. Untuk terbentuknya pemahaman yang utuh pada mahasiswa tentang proses

pemecahan masalah yang di hadapi di lapangan.


1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui volume lumpur yang keluar dari tangki dan masuk lagi ke tangki

lumpur.

2. Mampu menentukan volume lumpur pemboran pada setiap trayek pemboran.

3. Mengetahui campuran additive apa saja yang digunakan pada lumpur pemboran.

4. Dapat memahami metode penerapan sistem sirkulasi dengan baik serta mengenal

penggunaan alat-alat yang digunakan pada sistem sirkulasi.

5. Mengetahui komponen utama sistem sirkulasi yang digunakan pada perusahan

yang bersangkutan.

1.3.3 Manfaat

1. Menghitung secara akurat jumlah lumpur yang akan disirkulasikan pada lubang

sumur.
2. Mengantisipasi masalah lumpur pemboran yang sedang dihadapi dan masalah

yang akan dihadapi dikemudian hari


3. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan operasi pemboran.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Sistem Sirkulasi

Pada operasi pemboran, peralatan-peralatan yang digunakan dibagi menjadi

beberapa sistem. Rubiandini,2001,Sistem-sistem ini dibagi berdasarkan prinsip kerja


dan fungsi peralatan tersebut. Di industri perminyakan, sistem-sistem tersebut dibagi

menjadi 5 sistem, di antaranya:

Sistem Pengangkatan (Hoisting System)

Sistem Pemutar (Rotating System)

Sistem Sirkulasi (Circulating System)

Sistem Tenaga (Power System )

Sistem Pencegah Semburan Liar (BOP System)

Sistem sirkulasi merupakan salah satu dari komponen rig yang penting, karena

mempunyai tugas utama selama operasi pemboran. Fungsi utama dari sistem sirkulasi

yaitu mengangkat serpihan cutting dari dasar sumur ke permukaan dan membersihkan

dasar lubang.

Sistem sirkulasi harus berjalan dengan baik dan benar dalam penggunaannya,

lumpur pemboran harus didesain sesuai tekanan pada formasi yang ditembus.Dalam

sistem sirkulasi, terdapat 4 sub komponen utama yaitu :

1. Fluida Pemboran (Drilling Fluid)

2. Tempat Mempersiapkan Lumpur Pemboran (Preparation Area)

3. Peralatan Sirkulasi Lumpur Pemboran (Circulating Equipment)

4. Tempat Mengkondisikan Lumpur Pemboran (Conditioning Area)


2.2 Susunan Casing Pemboran

1. Conductor Casing

Conductor casing adalah casing yang pertama kali dipasang pada konstruksi sumur.

Casing ini dipasang pada kedalaman yang masih cukup dangkal, biasanya sampai kedalaman

200 ft.

Casing yang digunakan sebagai conductor casing ini umumnya mempunyai diameter yang

cukup besar yaitu sekitar 20 sampai dengan 30, dan biasanya digunakan untuk kondisi

lunak atau mudah gugur.

Adapun fungsi dari conductor casing antara lain :

Khusus di offshore adalah untuk melindungi drillstring dari air laut, dipasang dari

platform hingga dasar laut,

Pada onshore fungsinya yaitu Menutup formasi permukaan yang mudah runtuh,

seperti rawa-rawa, gambut dan sebagainnya,

Mencegah kontaminasi air tawar oleh lumpur pemboran,

Melengkapi sistem pengaliran lumpur untuk trayek pemboran selajutnya.


2. Surface Casing

Surface casing adalah casing yang dipasang setelah conductor casing. Kedalaman surface

casing ditentukan berdasarkan dari unconsolided sand (pasir lepas) serta kedalaman lapisan

air tawar yang dilindungi. Untuk daerah-daerah yang mempunyai lapisan batuan lunak atau

pada sumur-sumur eksplorasi dimana diperkirakan timbul gas bertekanan. Casing ini disemen

hingga kepermukaan.

Adapun fungsi dari surface casing antara lain :

Menghindari gugurnya lubang pengaliran lumpur

Melindungi lapisan air tawar dari pencemaran lumpur pemboran

Menghindari lapisan bertekanan yang akan dijumpai selama pemboran

Melengkapi sistem pengaliran lumpur

Sebagai tempat kedudukan BOP dan well head

Menyangga seluruh berat rangkaian casing berikutnya yang telah dimasukkan

kedalam sumur.

Makin dalam formasi yang ditembus umunya tekanan formasinya makin besar, dan juga

sering dijumpai formasi bertekanan abnormal, dapat menimbulkan kick. Untuk mencegah

agar tidak blow out, maka sumur harus dilengkapi dengan blow out preventer (BOP) yang

dipasang pada ujung atas surface casing.

Gambar surface casing setelah dipasang BOP dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1.

Surface Casing Sebagai Tempat duduk BOP

3. Intermediate Casing

Apabila waktu pemboran ditemukan formasi-formasi yang menimbulkan masalah, maka

diperlukan suatu casing untuk menutup formasi tersebut. Casing yang berfungsi untuk

menutup yang menimbulkan masalah dalam operasi pemboran sering disebut dengan

intermediate casing.

Pada prinsipnya intermediate casing untuk menutup zone-zone yang menimbulkan kesulitan

dalam operasi pemboran antara lain :

Menutup formasi garam, gypsum dan formasi shale yang mudah runtuh

Menutup zone-zone bertekanan tinggi (abnormal), lost circulation dan zone yang

mengandung fluida yang sangat korosif

Menghindari pipa terjepit pada saat pemboran formasi dengan interval yang terlalu

panjangGambar intermediate casing menutup formasi yang menimbulkan kick dapat dilihat

pada gambar berikut.


Gambar 2.

Intermediate Casing Untuk Menutupi Formasi Abnormal

4. Production Casing

Setelah ditemukan formasi yang akan diproduksikan, dan sumur sudah dimaksud untuk

diproduksi ke permukaan, maka dipasang casing. Casing ini menghubungkan formasi

produktif ke permukaan, nama casing ini adalah production casing.

Production casing dipasang sampai diatas lapisan produktif dan ada yang dipasang sampai

menembus lapisan produktif, fungsi dari production casing adalah sebagai berikut :

Menyekat antara lapisan produktif yang satu dengan lapisan produktif yang lainnya

agar tidak saling berhubungan.

Melindungi alat-alat produksi yang terdapat dibawah permukaan seperti pompa dan

sebagainya.
5. Liner

Liner pada pokoknya mempunyai fungsi yang sama dengan production casing, tetapi

tidak dipasang hingga permukaan. Liner merupakan selubung yang digantungkan kepada

casing yang sudah terpasang. Tujuannya adalah untuk menghemat pemakaian casing.

Biasanya dipasang untuk sumur-sumur dalam Apabila pada akhir pemboran diperoleh ukuran

lubang yang sangat kecil sementara itu sumur tidak terlalu dalam maka diperlukan ukuran

casing dengan toleransi yang sangat kecil. Untuk persoalan semacam ini dapat dipergunakan

liner. Alasan yang lain adalah kekuatan menara. Casing yang terlalu panjang mungkin menara

tidak dapat mengangkatnya. Hal ini karena kmampuan menara lebih kecil dari berat

rangkaian casing kalau dipasang dari dasar lubang sampai kepermukaan.Berikut akan tampak

liner pada gambar berikut.

Gambar 3.

Liner

2.3 Fluida Pemboran (Drilling Fluids)

Fluida pemboran merupakan suatu campuran (liquid) yang terdiri dari inert

solid (sand and limestone), reactive solid(tanah liat / clay), liquid phase (air tawar

atau asin,gas, udara, busa, minyak) dan bahan-bahan kimia (chemical additives). Di

lapangan fluida pemboran dikenal sebagai lumpur (mud). Lumpur pemboran

menjadi faktor yang sangat penting dalam pemboran. Kecepatan pemboran, efesiensi,
keselamatan dan biaya pemboran sangat dipengaruhi oleh seberapa baik kinerja

lumpur ini.

Lumpur pemboran harus didesain sesuai tekanan pada formasi yang ditembus,

selain itu sifat-sifat lumpur harus diperhatikan karena lapisan-lapisan atau formasi-

formasi yang akan ditembus oleh lumpur bermacam-macam atau berubah-ubah, maka

sifat-sifat lumpur harus mampu mengatasi potensi permasalahan.

2.4 Fungsi Lumpur Pemboran

Fungsi lumpur pemboran di dalam pemboran suatu sumur adalah sebagai

media pembawa, pembentuk dinding pelapis lubang bor, menahan tekanan formasi,

pelumas, pencegah korosi pada bit dan drill pipe, dan sebagai media perantara

evaluasi formasi.

Fungsi-fungsi lumpur pada proses pemboran, yaitu:

1. Mengangkat serbuk bor ke permukaan. Mengangkat serbuk bor tergantung dari:

Kecepatan fluida di annulus

Kapasitas untuk menahan fluida yang merupakan fungsi dari densitas, aliran

(laminer atau turbulen), viskositas. Umumnya kecepatan 100-120 rpm.

2. Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string

Panas dapat timbul akibat gesekan bit dan drill string yang kontak dengan

formasi. Konduksi formasi umumnya kecil, sehingga sukar menghilangkan panas

ini. Tetapi aliran lumpur ini mampu mendinginkan rangkaian pipa dan

melumasinya.

3. Pembentukan mud cake pada dinding sumur


Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan zat padat tipis di permukaan

formasi yang permeable (lulus air). Pembentukan mud cake ini menyebabkan

tertahannya aliran fluida yang masuk ke formasi untuk selanjutnya.

4. Mengontrol tekanan formasi

Tekanan fluida formasi umumnya adalah di sekitar 0,465 psi/ft kedalaman.

Tekanan hidrostatik lumpur harus dapat mengimbangi tekanan formasi, yaitu

dengan persamaan:

Ph = 0.052. . m. D...........................................................................(4.1)

Keterangan :

Ph :Tekanan Hidrostatik Lumpur, psi

m : Densitas Lumpur, ppg

Depth : Kedalaman, ft

5. Membawa cutting dan material-material pemberat dapat menjadi suspensi bila

sirkulasi lumpur dihentikan sementara.

6. Melepaskan pasir dan cutting di permukaan.

Kemampuan lumpur untuk menahan cutting selama sirkulasi dihentikan

terutama tergantung dari gel strength. Bahwa cutting atau pasir harus dibuang dari

aliran lumpur, karena sifatnya yang sangat abrasive (mengikis) pada pompa,

fitting, dan bit. Untuk ini biasanya kadar pasir maksimal boleh ada sebesar 2%.

7. Menahan sebagian berat drill pipe dan casing(bouyancy effect).

8. Mengurangi efek negatif pada formasi.

9. Mendapatkan informasi (mud log, sample log).

Dalam pemboran, lumpur kadang-kadang dianalisa untuk diketahui apakah

mengandung hidrokarbon atau tidak (mud log), sedangkan sample log adalah
menganalisa cutting yang naik ke permukaan, untuk menentukan formasi apa

yang di bor.

10. Media logging

Pada penentuan adanya minyak atau gas serta zona-zona air dan juga

untuk korelasi dan maksud-maksud lain, diadakan logging (pemasukan sejenis

alat, antara lain alat listrik, gammaray, atau neutron), seperti electric logging,

yang mana memerlukan media penghantar arus listrik di lubang bor.

2.5 Jenis-jenis Lumpur Pemboran

Jenis-jenis lumpur yang digunakan pada proses pemboran, di antaranya:

1. Aqueous

Salah satu contoh Aqueous drilling fluid adalah Water Based Mud. Lumpur

jenis ini yang paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah. Lumpur

ini terbagi atas fresh water mud dan salt water mud.

Lumpur air garam (salt water mud) adalah lumpur yang mempunyai

konsentrasi garam (NaCl) di atas 10.000 ppm (1%), konsentrasi garam dapat

mencapai jenuh ( 300.000 ppm ).

2. Nonaqueous

Salah satu contoh Nonaqueous adalah Oil Based Mud / OBM. Lumpur ini

mengandung minyak sebagai fasa terbanyaknya. Relatif lumpur ini tidak sensitif

terhadap contaminant. Tetapi airnya adalah contaminant, karena memberikan efek

negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viskositas, gel strenght,

mengurangi efek kontaminasi air, dan mengurangi filtrate loss, perlu ditambahkan

zat-zat kimia.
Invert Emulsion Terbagi atas oil in water emulsion dan water in

oilemulsion tergantung dari fasa apa yang terdispersi. Fungsi lumpur ini adalah

untuk menambah ROP, mengurangi filtration loss, menambah pelumasan, dan

mengurangi torque, di mana lumpur ini banyak digunakan dalam directional

drilling.

3. Gaseous Drilling Fluid

Lumpur ini bahan dasarnya adalah udara kering dan digunakan pada

formasi kering atau keras. Lumpur bisa juga merupakan aerated drilling mud

artinya pencampuran antara air dan udara/gas.

2.6 Komposisi Lumpur Pemboran

Komposisi dari lumpur pemboran tergantung pada kebutuhan dan kondisi dari

operasi pengeboran. Lubang yang dibor melalui formasi yang berbeda-beda

membutuhkan lumpur yang berlainan juga. Pertimbangan ekonomi, kontaminasi,

jenis air yang tersedia, tekanan dan temperatur merupakan faktor penting dalam

menentukan pemilihan jenis lumpur yang akan dipakai.

Empat macam komposisi atau fasa yang umum digunakan di dalam lumpur

pemboran adalah, sebagai berikut:

Fasa Liquid

Baker Hughes, 1995, Fasa liquid terdiri dari air ( tawar atau asin), minyak (diesel

atau crude) dan mineral oil atau fluida sintetik lainnya. Fasa liquid ini berfungsi

sebagai fasa pelarut bagi padatan yang bersifat reactive dan inert.

Reactive Solid (Zat Padat yang Bereaksi)

Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam

hal ini clay air tawar seperti bentonite menyerap (absorp) air tawar.
Inert Solid (Zat Padat yang Tidak Bereaksi)

Inert solid adalah padatan yang tidak akan bereaksi dengan air dan dengan

komponen lainnya dalam lumpur. Fungsi utama dari material ini adalah berkaitan

erat dengan densitas lumpur, berguna untuk menambah berat atau berat jenis dari

lumpur, yang bertujuan untuk menahan tekanan dari tekanan formasi dan tidak

banyak pengaruhnya dengan sifat fisik lumpur yang lain. Material inert ini antara

lain adalah barite atau barium sulfate (BaSO4), besi III oksida (Fe2O3), calcite atau

calcium sulfate (CaSO4), dan galena (PbS), di mana kebanyakan dari zat-zat ini ini

berfungsi sebagai material pemberat.

Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa

oleh lumpur seperti chert, pasir, padatan seperti ini bukan disengaja untuk

menaikkan densitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (dapat

menyebabkan abrasi pada sistem sirkulasi).

Fasa Kimia

Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol

sifat-sifat lumpur, bahan bahan tersebut diklasifikasikan misalnya dalam

dispersion(menyebarkan partikel-partikel clay) atau flocculation (pengumpulan

partikel-partikel clay). Efeknya terutama tertuju kepada pengkoloidan clay yang

bersangkutan. Banyak sekali zat kimia yang digunakan untuk menurunkan

viskositas, mengurangi water loss, mengontrol fasa koloid disebut dengan surface

activeagent.

Thinner : Zat-zat kimia yang mendispersi(menurunkan viskositas,

mengencerkan), misalnya:

1. Quobracho (dispersant)

2. Phosphate
3. Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan tannium)

4. Lignosulfonates

5. Lignites

6. Surfactant (surface active agents)

Viscosifiers : Sedangkan zat-zat kimia untuk menaikkan viskositas

misalnya, adalah:

1. C.M.C

2. Starch

3. Attapulgite

4. Bentonite

5. Polymer

Weighting Materials : Zat zat kimia yang bertujuan untuk memberatkan

misalnya, adalah:

1. Barite
2. Calcium Carbonat
3. Hematite
Filtrat Reducers : Zat zat kimia yang bertujuan untuk mengurangi filtrat

misalnya, adalah:
1. Startch
2. CMC
3. Bentonite
4. PAC
5. Acrylate
6. Bentonite
7. Dispersant
Lost Circulation Materials : Zat zat kimia yang bertujuan untuk

mengantisipasi lost circulation di lubang bor misalnya, adalah:


1. Granular
2. Flake
3. Fibrous
4. Slurries
Zat-zat kimia tersebut diatas bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem

lumpur pemboran tersebut misalnya dengan menetralisir muatan-muatan listrik

clay, menyebabkan dispersion, dan lain-lain.

2.7 Sifat-sifat Lumpur Pemboran

Annis, 1974, Dalam mencapai fungsi lumpur pemboran yang disebutkan

diatas maka sifat sifat lumpur pemboran perlu dirancang dan dijaga nilainya sesuai

dengan kondisi lapangan dan ketersediaan bahan. Pengukuran sifat-sifat lumpur

dilakukan diluar lubang bor dan dsimulasikan agar kondisinya menyerupai keadaan

sebenarnya dalam lubang bor. Hal ini bertujuan agar kita dapat memprediksikan sifat

lumpur pada kondisi downhole dengan sifat lumpur pada kondisi permukaan.

Annis,1974, Pengukuran sifat lumpur pemboran dibagi menjadi sifat fisik dan

komposisi. Umumnya fungsi dikendalikan langsung oleh komposisi lumpur dalam arti

lain kita mengkorelasikan sifat fisik dengan mengatur komposisi lumpur tersebut.

Dengan adanya multifungsi lumpur pemboran dalam mengatasi permasalahan

pemboran maka kira perlu kolaborasi antara pengujian fisik dan komposisi. Sifat

lumpur pemboran seharusnya diukur ketika lumpur masuk dan keluar dari flow line.

Berikut adalah sifat-sifat lumpur pemboran antara lain:

1. Densitas (Berat Jenis Lumpur Pemboran)

Densitas lumpur pemboran merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat

penting, karena peranannya berhubungan langsung dengan fungsi lumpur

pemboran sebagai penahan tekanan formasi. Densitas lumpur pemboran yang

terlalu besar dibandingkan tekanan formasi akan berpotensi terjadinya lumpur

hilang ke formasi (lost circulation), sedangkan apabila terlalu kecil dibandingkan


tekanan formasi berpotensi terjadinya kick. Oleh karena itudensitaslumpur bor

harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan di bor.

2. Viskositas (Kekentalan Lumpur Pemboran)

Viskositas adalah tahanan fluida terhadap aliran atau gerakan yang

disebabkan oleh adanya gesekan antara partikel pada fluida yang mengalir, seperti

pergeseran antara partikel-partikel padatan itu sendiri, partikel padatan dengan

molekul zat cair dan molekul-molekul zat cair. Viskositas lumpur bertindak

sebagai tahanan terhadap aliran lumpur disaat melakukan sirkulasi, hal ini dapat

terjadi karena adanya pergeseran antara partikel-partikel dari lumpur bor tersebut.

3. PlasticViscosity

Plastic viscosity adalah suatu tahanan terhadap aliran yang disebabkan

oleh adanya gesekan-gesekan antara padatan di dalam lumpur, padatan cairan dan

gesekan antara lapisan cairan, di mana plastic viscosity merupakan hasil torsi dari

pembacaan pada alat viscometer.

4. ApparentViscosity

Apparent viscosity adalah keadaan di mana fluida Non-Newtonian pada

shear rate tertentu seolah-olah mempunyai viskositas seperti pada fluida

Newtonian, di mana apparent viscosity merupakan hasil torsi pada putaran 600

rpm dibagi dua.

5. Yield Point

Yield point adalah kemampuan fluida untuk mengangkat serbuk bor

kepermukaan. Yield point lebih sering digunakan sebagai indikator kekentalan

lumpur dibanding dengan plastic viscosity. Pada lumpur tanpa pemberat, yield

point dijaga pada level yang cukup untuk pembersih dasar lubang. Pada lumpur

yang diperberat, yield point diperlukan untuk menahan barite.


6. GelStrenght

Gelstrength adalah merupakan suatu harga yang menunjukkan kemampuan

lumpur untuk menahan padatan-padatan. Satuan yield point dan gel strength

adalah lb/100 sqft. Jika yield point dan gel strength terlalu besar, dapat diturunkan

dengan mengurangi kadar padatan atau dengan menggunakan pengencer (thinner).

7. Laju Lapisan (Water Loss)

Kegunaan laju lapisan adalah membentuk mud cake pada dinding lubang

bor. Mud cake yang baik adalah tipis untuk mengurangi kemungkinan terjepitnya

pipa bor dan kuat untuk membantu kestabilan lubang bor, serta padatan agar

filtrate yang masuk ke dalam formasi tidak terlalu berlebihan.

Laju lapisan yang besar dapat menyebabkan terjadinya formation damage

dan lumpur akan kehilangan banyak cairan. Invasion filtrate yang masuk ke dalam

formasi produktif dapat menyebabkan produktifitas menurun. Untuk itu perlu

adanya pengaturan terhadap laju filtrasi, yaitu dengan membatasi cairan yang

masuk ke dalam formasi.

8. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) lumpur pemboran dipakai untuk menentukan

tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur bor. Keasaman (pH) dari lumpur yang

dipakai berkisar antara 8.5 sampai 12, jadi lumpur pemboran yang digunakan

adalah dalam kategori basa. Kalau lumpur bor dalam suasana asam, maka cutting

yang keluar dari lubang bor akan halus atau hancur, sehingga tidak dapat

ditentukan batuan apakah yang ditembus oleh mata bor. Dengan kata lain sulit

untuk mendapatkan informasi dari cutting. Selain itu, peralatan-peralatan yang

dilalui oleh lumpur saat sedang sirkulasi tidak mudah berkarat.

9. Kandungan Garam
Kandungan Cl- ditentukan untuk mengetahui kadar garam dari lumpur.

Kadar garam dari lumpur akan mempengaruhi interpretasi logging listrik. Kadar

garam yang besar akan menyebabkan daya hantarnya besar pula. Pembacaan

resistivity dari cairanformasi akan terpengaruh. Naiknya kadar garam dari lumpur

disebabkan cutting garam yang masuk kedalam lumpur terkontraminasi oleh

garam.

2.8 Skema Sirkulasi lumpur pemboran

2.8.1 Tempat Mempersiapkan Lumpur Pemboran (Preparation Area)

Ditempatkan pada tempat dimulainya sistem sirkulasi. Tempat persiapan

lumpur pemboran terdiri dari peralatan-peralatan yang diatur untuk memberikan

fasilitas persiapan atau treatment lumpur pemboran. Tempat mempersiapkan

lumpur ini, meliputi:

1. Mud House, merupakan gudang untuk menyimpan additives.


2. Steel Mud Pits/Tank, merupakan bak penampung lumpur di permukaan yang

terbuat dari baja.


3. Mixing Hopper, merupakan peralatan yang digunakan untuk menambah

additives ke dalam lumpur.


4. Chemical Mixing Barrel, merupakan peralatan untuk menambahkan bahan-

bahan kimia (chemicals) ke dalam lumpur.


5. Bulk Storage Bin, merupakan bin yang berukuran besar digunakan untuk

menambah additives dalam jumlah banyak.


6. Water Tank, merupakan tangki penyimpan air yang digunakan pada tempat

persiapan lumpur.
7. Reserve Pit, merupakan kolam yang besar digunakan untuk menyimpan

kelebihan lumpur.

2.8.2 Peralatan Sirkulasi Lumpur Pemboran (Circulating Equipment)

Peralatan sirkulasi merupakan komponen utama dalam sistem

sirkulasi. Peralatan ini mengalirkan lumpur pemboran dari peralatan sirkulasi,

turun ke rangkaian pipa bor, dan naik ke annulus mengangkat serbuk bor ke

permukaan menuju tempat perawatan lumpur sebelum kembali ke mud pits

untuk sirkulasi kembali.Peralatan sirkulasi terdiri dari beberapa komponen

khusus, yaitu:

1. Mud Pit, merupakan tangki atau tempat menampung lumpur di permukaan yang siap

untuk disirkulasikan.
2. Mud Pump, merupakan alat yang digunakan memompakan lumpur dari tangki lumpur

ke drill string melalui stand pipe.


3. Discharge and Return Lines, discharge line merupakan pipa yang digunakan untuk

menyalurkan lumpur dari mud pump ke annulus melalui drill string dan return line

merupakan pipa yang digunakan untuk mengalirkan lumpur yang membawa cutting

dari annulus menuju ke shale shaker.


4. Stand Pipe, merupakan pipa baja yang dijepit secara vertikal di sisi samping dari

menara bor dan menghubungkan discharge line dengan rotary house.


5. Rotary House, merupakan selang karet bertulang kawat baja yang

lemas dan sangat kuat, yang menghubungkan stand pipe dengan swivel.

2.8.3 Peralatan untuk mengkodisikan sumur (Conditioning Area)

Ditempatkan di dekatrig. Area ini terdiri dari peralatan-peralatan khusus

yang digunakan untuk clean up (pembersihan) lumpur bor setelah keluar

dari lubang bor. Fungsi utama peralatan-peralatan ini adalah untuk

membersihkan lumpur bor dari serbuk bor (cutting) dan gas-gas yang terbawa

dari dalam lubang sumur.

Peralatan untuk mengkondisikan lumpur, terdiri dari:

1. Settling Tanks, merupakan bak terbuat dari baja

digunakan untuk menampung lumpur bor selama conditioning.


2. Reserve Pits, merupakan kolom besar yang

digunakan untuk menampung cutting dari dalam lubang bor dan kadang-

kadang untuk menampung kelebihan lumpur bor.


3. Mud-Gas Separator,merupakan suatu peralatan

yang memisahkan gas yang terlarut dalam lumpur bor dalam jumlah yang

besar.
4. Shale Shaker, merupakan peralatan yang

memisahkan cutting yang besar-besar dari lumpur bor.


5. Desander, merupakan peralatan yang memisahkan

butir-butir pasir dari lumpur bor.


6. Desilter, merupakan peralatan yang memisahkan

partikel-partikel cutting yang berukuran paling halus dari lumpur bor.


7. Degasser,merupakan peralatan yang secara

kontinyu memisahkan gas terlarut dari lumpur bor.


2.9 Persamaan untuk Perhitungan Volume Lumpur Pemboran

Untuk menentukan Volume yang akan digunakan, harus diketahui diameter

Casing Hole, dan kedalaman akhir pada trayek tersebut. Dalam perhitungan ini,

volume Displacement pipa perlu diperhitungkan karena disini kita menghitung total

volume String. Sedangkan agar sirkulasi berjalan dengan baik, volume lumpur yang

dibutuhkan adalah minimum 2 kali dari volume lumpur yang berada didalam lubang

sumur.

Berikut persamaan yang digunakan :

Metode 1

OH
OH
OH
( 2ID drillpipe section 32 ) x Length section 3
1029.4
Vol. Annulus = ( 2ID 2
drillpipe section 2 )x Length section 2
+
1029.4
( 2ID drillpipe section 12 )x Length section 1
+
1029.4

2
ID drillstring
Vol. dalam drillstring = 1029.4 x panjang drill string

Volume lubang bor = volume annulus + volume dalam drillstring

Total Mud Volume = Volume pit + Volume lubang bor


Metode 2

2
OH
Volume lubang bor tanpa drillstring = x Kedalaman
1029.4

OD drill string 2IDdrill string 2


Volume Drill string displacement = x Panjang Drillpipe
1029.4

ID drill pipe2
Drill string capacity = x Panjang drill pipe
1029.4

In Pits/Pipe out of hole = Volume Mud pit ketika drillstring dicabut dari lubang selama trip

= Mud Pit - Drill string displacement

In Hole / Closed End Pipe / Volume Mud di lubang bor ketika drillstring di bawah / Closed

end

= Vol. lubang bor tanpa drillstring Vol.ds displacement Drill string

capacity

In Pits / Closed End Pipe / Volume Mud pit ketika drillstring di bawah / closed end

= Mud Pit + Drill string displacement + drill string capacity

In Hole / Open Ended Pipe / Volume Mud di lubang ketika drillstring di bawah /open end

Hole vol =HoleVol DS disp


OE O

= Volume lubang bor tanpa drill string Drill string displacement

Total Volume sirkulasi lumpur dengan drillstring di bawah = Hole vol + Mud Pit Vol
OE
2.10 Persamaan untuk Perhitungan Sirkulasi Lumpur Pemboran

1. Pump Out Put

Pump Out Put = 0.000243 x (Diameter Liner)2 x

Panjang Stroke x Efisiensi

Pompa..(4.13)

2. Debit Pompa Setiap 1 Menit

Debit Pompa Setiap 1 Menit = Pump Out Put x Strokeper

Minutes(4.14)

Volume lumpur yang disirkulasikan


3. Waktu untuk mensirkulasikan lumpur = Debitpompatiap1 menit

BAB III

METODOLOGI PELAKSANAAN

1. Melakukan Studi Literature dan Survey Lapangan.

2. Melakukan studi pendahuluan yang meliputi identifikasi permasalahan yang terjadi

terutama yang berkaitan dengan pengaruh karakteristik batuan dan kondisi formasi

pada Sumur B Lapangan Y.

3. Mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan lumpur seperti

sifat-sifat lumpur pemboran.


4. Melakukan pengontrolan dengan melakukan studi tentang perencanaan lumpur yang

akan dipergunakan dengan berdasarkan pada fungsi lumpur pemboran agar dapat

berfungsi dengan baik dan memberikan hasil yang sesuai dengan teori ideal.
5. Melakukan pengaturan meliputi sifat fisik dan sifat kimiawi serta jenis atau tipe lumpur

dengan dianggap sebagai variable yang bisa diubah-ubah agar diperoleh fungsi lumpur

yang sesuai dengan karakter dan kondisi formasi pada Sumur B Lapangan Y.
6. Mempersiapkan fluida pemboran (drilling fluids), tempat untuk mempersiapkan lumpur

pemboran (preparation area), peralatan sirkulasi lumpur pemboran (circulating

equipment), dan tempat untuk mengkondisikan lumpur pemboran (conditioning area).


7. Melakukan proses sirkulasi lumpur pemboran.
8. Melakukan perhitungan untuk menentukan volume lumpur pemboran, meliputi:

Volume dalam Casing, Volume Open Hole, Total Volume tanpa String, Total dalam

Volume String, TotalDisplacement Pipe, dan Total Volume Annulus.


9. Melakukan perhitungan Sirkulasi Lumpur Pemboran, meliputi perhitungan Pump Out

Put, Debit Pompa yang dihasilkan setiap 1 menit serta waktu estimasi sirkulasi lumpur

pemboran.
10. Dari perhitungan untuk menentukan Volume Lumpur Pemboran didapatkan kesimpulan

mengenai Volume Lumpur Pemboran yang ada di dalam lubang annulusditambah

dengan volume lumpur pemboran mud pit di pemukaan.


BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan

WELL PROFILE

20"
casing 26" OH

13 3/8"
casing, shoe 17 1/2" OH,
@ 220 m TD @ 220 m

7" x 9 5/8" Top Of


Liner

9 5/8" casing, 12 1/4" OH,


shoe @ 672 m TD @ 672 m
7" liner, shoe 8 1/2" OH, TD @
@ 1195 m 1195 m

Perhitungan total lumpur yang disirkulasikan pada tanggal 16 Agustus 2008 pada

Sumur B

Tabel 1.1 Geometry Daily Mud Report Sumur B

Sumber : Pertamina UTC

Berdasarkan tabel diatas diperoleh data

OD Drillpipe section 1 : 6.5 inch

ID Drillpipe section 1 : 2.25 inch

OD Drillpipe section 2 : 5 inch

ID Drillpipe section 2 : 3 inch

OD Drillpipe section 3 : 5 inch


OH : 17.5 inch

Active Pits : 315 bbl

Hasil Perhitungan

Metode 1 :

OH
OH
OH
( 2ID d rillpipe section 32 ) x Length section 3
1029.4
Vol.Annulus= ( 2ID 2
drillpipe section 2 )x Length section 2
+
1029.4
( 2ID drillpipe section 12 )x Length section 1
+
1029.4

17.5
17.5
17.5
( 252) x 131
1029.4
Volume Annulus = ( 25 2) x 250 = 177.98 bbl
+
1029.4
( 26.5 2) x 288
+
1029.4

ID drillstring 2
Vol. dalam drillstring = 1029.4 x panjang drill string

2.25
3
( 2) x 131
= 1029.4 = 6.717 bbl
2
( 2)x 288 (3.5 ) x 250
+ +
1029.4 1029.4

Volume lubang bor = volume annulus + volume dalam drillstring = 177.98 bbl + 6.717 bbl =

184.7 bbl

Total Mud Volume = Volume pit + Volume lubang bor = 315 bbl + 184.7 bbl = 499.7 bbl

Metode 2:

OH 2 17.52
Volume lubang bor tanpa drillstring = 1029.4 x Kedalaman = 1029.4
x 669 = 199.1 bbl

ODdrill stri ng2ID drill string 2


Volume Drill string displacement = x Panjang Drillpipe
1029.4

(6.522.25 2) x 288 (523.52 )x 250 (524.2762) x 131


= + + =
1029.4 1029.4 1029.4

14.4 bbl

ID drill pi pe2
Drill string capacity = x Panjang drill pipe
1029.4

2.25
3
( 2) x 131
= 1029.4 = 6.717 bbl
( 2)x 288 (3.5 2) x 250
+ +
1029.4 1029.4

In Pits/Pipe out of hole = Volume Mud pit ketika drillstring dicabut dari lubang selama trip

= Mud Pit - Drill string displacement = 315 bbl 14.4 bbl = 300.6 bbl

In Hole/Closed End Pipe = Volume Mud di lubang bor ketika drillstring di bawah/closed

end
= Vol. lubang bor tanpa drillstring Vol.ds displacement Drill string

capacity

=199.1 bbl 14.4 bbl 6.717 bbl = 178 bbl

In Pits/Closed End Pipe = Volume Mud pit ketika drillstring di bawah/ closed end

= Mud Pit + Drill string displacement + drill string capacity

= 315 bbl + 14.4 bbl + 6.717 bbl = 336.1 bbl

In Hole/Open Ended Pipe = Volume Mud di lubang ketika drillstring di bawah/open end

Hole vol =HoleVol DS disp


OE O

= Volume lubang bor tanpa drill string Drill string displacement

= 199.1 bbl- 14.4 bbl = 184.7 bbl

Total Volume sirkulasi lumpur dengan drillstring di bawah = Hole vol + Mud Pit Vol
OE

= 184.7 bbl + 315 bbl = 499.7 bbl\

Pembahasan

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan kedua metode tersebut

didapatkan bahwa perhitungan menunjukkan hasil yang sama dengan perhitungan drilling

engineer di Pertamina, namun perlu adanyan perbandingan hasil perhitungan dengan kondisi

aktual yang ada sumurB. Apa bila hasil perhitungan secara teoritis lebih banyak dari pada

jumlahlumpur pada kondisi aktual yang ada dilapangan maka terjadi indikasi adanya lost

circulation. Untuk menangani masalah tersebut biasa digunakan campuran lumpur baru yang

mengandung lost circulation addictive seperti starch. Jika tidak segera dilakukan penanganan

terhadap lost circulation, maka tekanan hidrostatik lumpur dilubang pemboran akan lebih
rendah dari tekanan formasi / tekanan pori. Penyebab utama terjadinya lost circulation antara

lain tekanan hidrostatik lumpur melampaui tekanan fracture, kondisi batuan yang britle, dan

memiliki heterogenitas porositas batuan yang tinggi dll.

Sebaliknya jika perhitungan secara teoritis kurang dari pada jumlah lumpur pada kondisi

aktual yang ada di lapangan maka terjadi kick. Apabila kick tidak ditangani dengan baik,

maka hal tersebut akan berdampak pada terjadinya blowout. Hal tersebut akan dihindari oleh

perusahaan karena akan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Maka dari pada itu

penangan terhadap kick dilakukan dengan well control, antara lain metode driller, wait on

weight, campuran volumetric method dan bull heading. Pada penanganan kick dengan

metode driller, secara langsung kick di desak oleh densitas lumpur yang sama, sedangkan

metode wait on weight melakukan perhitungan terlebih dahulu untuk menentukaan densitas

lumpur yang baru. Pada metode driller harus dilakukan 2X sirkulasi lumpur, sedangkan wait

on weight hanya melakukan 1X sirkulasi.

Berdasarkan penjelasan diatas menunjukan bahwa begitu pentingnya jumlah volume

lumpur yang perlu disirkulasikan pada waktu tertentu hal tersebut dikarenakan perubahan

volume lumpur yang disirkulasikan akan mempengaruhi nilai densitas dari lumpur yang

disirkulasikan. Oleh karena itu dalam mengubah densitas lumpur yang disirkulasikan pada

kondisi tertentu diperlukan waiting agent seperti barite. Selain itu, faktor lain yang digunakan

untuk menyesuaikan kondisi lumpur yang digunakan pada kondisi tertentu diperlukan

addictive lain, seperti Quobracho (dispersant), Phosphate, Sodium Tannate (kombinasi

caustic soda dan tannium), Lignosulfonates (bermacam-macam kayu pulp), Lignites,

Surfactant (surface active agents) C.M.C, Starch dan Beberapa senyawa polimer.

Penentuan Pump Out Put, Debit Pompa dan waktu sirkulasi lumpur
Tabel 1.2 Pumps Daily Mud Report Sumur B

Sumber : Pertamina UTC

Berdasarkan tabel di atas dapat diperoleh data

Pump Model 1

Diameter liner : 6.25 inch

Panjang stroke : 7.75

Effisiensi : 95 %

Hitung Waktu Sirkulasi Lumpur pada Sumur B pada tanggal 16 Agustus 2008!

Hasil Perhitungan

Pump Model 1

Pump Out Put = 0.000243 x (Diameter Liner)2 x Panjang Stroke x Efisiensi Pompa

= 0.000243 x 6.252 x 7.75 x 0.95 = 0.06988623 bbl/stk

Debit Pompa Setiap 1 Menit = Pump Out Put x StrokeperMinutes

= 0.06988623 x 90 =6.28976 bbl/minutes

Waktu untuk mensirkulasikan lumpur =

Volume lumpur yang disirkulasikan 499.7 bbl


=
Debitpompatiap1 menit 6.298976bbl /min

= 79. 44 menit

Pembahasan
Dengan mengetahui nilai pump output, debit pompa, dan volume lumpur yang

disirkulasikan maka dapat diperoleh waktu yang diperlukan untuk mensirkulasikan lumpur

kedalam lubang sumur. Maka dari itu kita dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi waktu

dalam penggunaan lumpur yang akan digunakan untuk sirkulasi saat pemboran berlangsung.

Selain itu hal tersebut berfungsi pada saat kita harus mengubah suatu properties lumpur

pemboran pada interval tertentu, sehingga kita dapat mengurangi non productive time pada

operasi sirkulasi lumpur pemboran.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung total lumpur yang

disirkulasikan, Pump Output serta waktu estimasi sirkulasi pada sumur B lapangan Y

pada trayek 17 pada tanggal 16 Agustus 2008 dengan rincian sebagai berikut :

1. Total lumpur pada sumur B lapangan Y pada trayek 17 adalah 499.7 bbl
2. Pump Output yang diperlukan pada sumur B lapangan Y untuk pump model 1 adalah

0.06988623 bbl/stk
3. Estimasi waku yang diperlukan pada sumur B lapangan Y adalah 79. 44 menit

Penulis menyarankan untuk membandingkan kondisi total lumpur pemboran yang

sebenarnya dengan hasil perhitungan secara teoritis. Dengan menganalisa hal tersebut

dapat diketahui bahwa letak permasalahan yang terjadi di lapangan. Permasalahan bisa

terjadi dari hilangnya lumpur pemboran ke dalam formasi dimana kondisi tersebut terjadi

apabila mud engineer salah menentukan tekanan hidrostatik lumpur sehingga lebih besar

dibandingkan dengan tekanan formasi. Dampak dari hilangnya lumpur pemboran tersebut

dapat berakibat fatal karena volume pemboran otomatis akan berkurang sehingga akan

mengurangi tekanan hidrostatik lumpur sehingga hal ini akan berpotensi untuk

menimbulkan kick dan bila terlambat mengatasi ini akan berujung pada terjadi blowout .
Selain itu, permasalahan dapat terjadi pada kesalahan monitoring atau human

errorakibat kurang memadainya fasilitas pemboran dan lain lain. Kemudian, penulis

menyarankan untuk memberikan faktor koreksi sifat-sifat lumpur pemboran dalam

perhitungan total lumpur pemboran untuk digunakan dalam penelitian berikutnya

sehingga hasil yang diperloh lebih valid dan akurat yang merepresentasikan kondisi

downhole.

Untuk menambah keakuratan data sifat-sifat lumpur pemboran penulis juga

menyarankan untuk selalu mengukur sifat lumpur pemboran ketika suction (lumpur

masuk lubang bor) dan ketika lumpur keluar dari lubang bor. Selain itu, tekanan dan

temperature juga patut dipertimbangkan dalam perhitungan lumpur pemboran.


DAFTAR PUSTAKA

1. Amoco, Drilling Fluids Manual, Amoco Production Company.


2. Annis, Max. R and Smith, Martin. V, Drilling Fluids Technology, July

1974.
3. ASME Shale Shaker Committee, Drilling Fluids Processing Handbook 1 st

Edition, Gulf Professional Publishing, 19th November 2004.


4. Baker Hughes INTEQ, Drilling Engineering Workbook, Houston, Texas

1995.
5. Baroid, Manual Of Drilling Fluids Technology, Houston, Texas 1979.
6. Rubiandini, Rudi, Diktat Pemboran I, 2009.

Anda mungkin juga menyukai