Anda di halaman 1dari 17

BAB II

WELL COMPLETION

2.1. TUJUAN
Tujuan dilakukannya well completion suatu sumur adalah untuk
mempersiapkan sumur setelah operasi pemboran dan untuk mempersiapkan
operasi produksi fluida hidrokarbon ke permukaan. Well completion dilakukan
agar pemilihan peralatan produksi baik surface maupun subsurface suatu sumur
dapat optimum.

2.2. DASAR TEORI


Setelah pemboran mencapai target pemboran (formasi produktif), maka
sumur perlu dipersiapkan untuk dikomplesi. Persiapan sumur untuk dikomplesi
bertujuan untuk memproduksikan fluida hidrokarbon ke permukaan. Komplesi
sumur demikian dikenal dengan istilah Well Completion.
Komplesi sumur meliputi bagian tahapan operasi produksi, yaitu :
1. Tahap pemasangan dan penyemenan pipa selubung produksi
(production casing).
2. Tahap perforasi dan atau pemasangan pipa liner.
3. Tahap penimbaan (swabbing) sumur.
2.2.1. Metoda Well Completion
Kriteria umum untuk klasifikasi metode well completion didasarkan pada
beberapa faktor, yaitu:
 Down-hole completion atau formation completion, yaitu membuat
hubungan antar formasi produktif dengan tiga metoda, yaitu :
1) Open-hole completion (komplesi sumur dengan formasi produktif
terbuka).
2) Cased-hole completion atau perforated completion (komplesi sumur
dengan formasi produktif dipasang casing dan diperforasi).
3) Sand exclusion completion (untuk mengatasi problem kepasiran).
 Tubing completion (komplesi pipa produksi) yaitu merencanakan
pemasangan atau pemilihan pipa produksi (tubing), yaitu meliputi metoda
natural flow dan artificial lift.
 Well-head completion yaitu meliputi komplesi X-mastree, casing head,
dan tubing head.
2.2.1.1. Open-hole Completion
Pada metoda ini, pipa selubung produksi hanya dipasang hingga di atas
zona produktif (zona produktif terbuka). Metoda komplesi ini diterapkan jika
formasi produktif kompak, dan keuntungannya adalah didapatkan lubang sumur
secara maksimum, kerusakan atau skin akibat perforasi dapat diminimalisir,
mudah dipasang screen, liner, gravel packing dan mudah diperdalam apabila
diperlukan. Kerugian metoda ini adalah sulit menempatkan casing produksi pada
horizon yang tepat di atas zona produktif, sukarnya pengontrolan bila produksi air
atau gas berlebihan dan sukarnya menentukan zona stimulasi.
2.2.1.2. Conventional Perforated Completion
Pada tipe komplesi ini, casing produksi disemen hingga zona produktif,
kemudian dilakukan perforasi. Komplesi ini sangat umum dipakai, terutama
apabila formasi perlu penahan atau pada formasi yang kurang kompak.
Keuntungan metoda ini, produksi air atau gas yang berlebihan mudah
dikontrol, stimulasi mudah dilakukan, mudah dilakukan penyesuaian untuk
konfigurasi multiple completion jika diperlukan. Kerugian metoda ini, diperlukan
biaya untuk perforasi dan kerusakan (damage) akibat perforasi.
2.2.1.3. Sand Exclusion Types
Akibat telepasnya pasir dari formasi dan terproduksi bersama fluida, dapat
menyebabkan abrasi pada alat-alat produksi dan kerugian lain, maka untuk
mengatasi adanya kepasiran diperlukan cara pencegahan pada sistem
komplesinya, yaitu dengan menggunakan:
1. Slotted atau Screen Liner
Cara ini dapat diterapkan baik pada open-hole maupun cased-hole, yaitu
dengan menempatkan slot atau screen di depan formasi. Terdapat tiga bentuk atau
macam screen:
a. Horizontal slotted screen,
b. Vertical slotted screen,
c. Wire wrapped screen.
Untuk pemasangan liner, mud cake harus dibersihkan terlebih dahulu dari
zona produktif untuk mencegah terjadinya penyumbatan (plugging) dengan
menggunakan fluida bebas clay aktif pada fluida komplesinya atau dengan air
garam.
2. Gravel Packing
Gravel pack juga dapat dikerjakan baik pada open hole maupun pada
cased hole completion. Metoda ini dilakukan baik untuk memperbaiki kegagalan
screen liner maupun sebagai metoda komplesi yang dipilih.
Sebelum menempatkan gravel, lubang harus dibersihkan sehingga ruang
atau gua untuk menempatkan gravel dapat dibuat, kemudian memasukkan screen
liner dan pompakan gravel sampai mengisi seluruh ruang atau gua di muka
formasi produktif, dengan demikian pasir akan tertahan oleh gravel sehingga
fluida produksi bebas dari pasir.
2.2.2. Perforasi
Merupakan pembuatan lubang menembus casing dan semen sehingga
terjadi komunikasi antara formasi dengan sumur yang mengakibatkan fluida
formasi dapat mengalir ke dalam sumur.
2.2.2.1. Perforator
Untuk melakukan perforasi, digunakan perforator yang dibedakan atas
dua tipe perforator:
1. Bullet/Gun Perforator
Komponen utama dari bullet perforator meliputi :
a. Fluid seal disk : pengaman agar fluida sumur tidak masuk ke dalam
alat.
b. Gun barrel.
c. Badan gun dimana disekrupkan untuk menempatkan sumbu (ignitor)
dan propellant (peluru) dengan shear disk didasarnya, untuk
memegang bullet ditempatnya sampai tekanan maksimum dicapai
karena terbakarnya powder.
d. Electric Wire: kawat listrik yang meneruskan arus untuk pengontrolan
pembakaran powder charge.
e. Gun body terdiri dari silinder panjang terbuat dari besi yang
dilengkapi dengan suatu alat kontrol untuk penembakan. Sejumlah
gun/susunan gun ditempatkan dengan interval tertentu dan diturunkan
kedalam sumur dengan menggunakan kawat ( electric wire-line cable)
dimana kerja gun dikontrol dari permukaan melalui wireline untuk
melepaskan peluru (penembakan) baik secara sendiri maupun
serentak.
2. Jet Perforator
Prinsip kerja jet perforator berbeda dengan gun perforator, bukannya gaya
powder yang melepas bullet tetapi powder yang eksplosif diarahkan oleh bentuk
powder chargenya menjadi suatu arus yang berkekuatan tinggi yang dapat
menembus casing, semen, dan formasi.
2.2.2.2. Kondisi kerja perforasi
a. Conventional overbalance
Merupakan kondisi kerja di dalam sumur, dimana tekanan formasi
dikontrol oleh fluida atau lumpur komplesi dengan kata lain bahwa tekanan
hidrostatik lumpur (Ph) lebih besar dibandingkan tekanan formasi (Pf), sehingga
memungkinkan dilakukan perforasi, pemasangan tubing dan perlengkapan sumur
lainnya.
Cara overbalance ini, umumnya digunakan pada :
a. Komplesi multizona.
b. Komplesi gravel-pack (cased-hole).
c. Komplesi dengan menggunakan liner.
d. Komplesi pada casing intermidiate.
Masalah yang sering timbul dengan teknik overbalance ini adalah :
a. Terjadinya kerusakan formasi (damage) yang lebih besar, akibat
reaksi antara lumpur komplesi dengan mineral-mineral batuan
formasi.
b. Penyumbatan oleh bullet atau charge dan runtuhan batuan.
c. Sulit mengontrol terjadinya mud loss dan atau kick.
d. Clean-up sukar dilakukan.
b. Conventional Underbalance
Merupakan kebalikan dari overbalance, dimana tekanan hidrostatik
lumpur komplesi (Ph) lebih kecil dibandingkan tekanan formasi (Pf). Cara ini
sangat cocok digunakan untuk formasi yang sensitif atau reaktif dan umumnya
lebih baik dibandingkan overbalance, karena :
a. Dengan Ph < Pf, memungkinkan terjadinya aliran balik. Yaitu dari formasi ke
sumur, sehingga hancuran hasil perforasi (debris) dapat segera terangkat
menuju permukaan dan tidak menyumbat hasil perforasi.
b. Tidak memungkinkan terjadinya mud loss dan skin akibat reaksi antara lumpur
dengan mineral batuan.
c. Clean-up lebih cepat dan efektif.
2.2.2.3. Teknik atau Cara Perforasi
Berdasarkan cara menurunkan gun ke dalam sumur, ada dua teknik
perforasi, yaitu :
1. Wireline Conveyed Perforation (WCP)
Merupakan teknik perforasi dengan wireline, yang mana pada sistem ini
gun diturunkan ke dalam sumur dengan menggunakan wireline (kawat listrik).
Tipe pada wireline ini dibagi menjadi:
a. Wireline conveyed perforation
Biasanya menggunakan gun berdiameter besar. Kondisi kerja perforasi
dengan teknik ini adalah overbalance, sehingga tidak terjadi aliran setelah
perforasi dan menara pemboran dengan blow out preventer (BOP) masih tetap
terpasang untuk penyelesaian sumur lebih lanjut.
b. Wireline conveyed tubing gun
Gun berdiameter kecil dimasukkan kedalam sumur melalui X-mastree dan
tubing string, setelah tubing dan packer terpasang diatas interval perforasi.
Penyalaan gun dilakukan pada kondisi underbalance dan untuk operasi ini,
umumnya tidak diperlukan menara pemboran tetapi cukup dengan lubricator
(alat kontrol tekanan) atau snubbing unit.

2. Tubing Conveyed Perforator (TCP)


Gun berdiameter besar dipasang pada ujung bawah tubing atau ujung tail-
pipe yang diturunkan kedalam sumur bersama-sama dengan tubing string. Setelah
pemasangan X-mastree dan packer, perforasi dilakukan secara mekanik dengan
menjatuhkan bar atau go-devil melalui tubing yang akan menghantam firing-head
yang ditempatkan di bagian atas perforator. Perforasi dapat dilakukan baik pada
kondisi overbalance maupun underbalance dan setelah perforasi dilakukan, gun
dibiarkan tetap tergantung atau dijatuhkan ke dasar sumur (rathole).
2.1.3. Swabbing
Swabbing adalah penghisapan fluida sumur atau fluida komplesi setelah
perforasi pada kondisi overbalance dilakukan, sehingga fluida produksi dari
formasi dapat mengalir masuk kedalam sumur yang kemudian dapat
diproduksikan ke permukaan. Ada 2 tipe sistem penghisapan fluida yang berbeda
pada sumur sebelum diproduksikan, yaitu :
1. Penurunan Densitas Cairan
Dengan menginjeksikan lumpur yang mempunyai densitas lebih kecil dari
fluida yang berada di sumur, sehingga densitas lumpur baru akan memperkecil
tekanan hidrostatik (Ph) fluida sumur, yang mana akan terjadi aliran dari formasi
menuju sumur produksi dan dilanjutkan ke permukaan.
2. Penurunan Kolom Cairan
Seperti halnya penurunan densitas, untuk tujuan menurunkan tekanan
hidrostatik fluida dalam sumur agar lebih kecil dari tekanan formasi, dapat
dilakukan dengan dua cara:
a. Pengisapan
Dengan memasukkan karet penghisap (swabb-cup) yang berdiameter sama
persis dengan tubing untuk swabbing. Dengan cara menarik swab-cup ke atas
menuju permukaan, maka tekanan dibawah swab-cup mengecil sehingga akan
terjadi surge dari bawah sumur yang akan mengakibatkan aliran formasi ke
permukaan.

b. Timba
Timba dimasukkan melalui tubing, dimana pada saat timba diturunkan,
katup pada ujung membuka dan bila ditarik katup tersebut akan menutup untuk
menarik fluida sumur sedikit demi sedikit. Dengan cara ini, maka suatu saat
tekanan formasi akan melebihi tekanan hidrostatik kolom lumpur sehingga aliran
formasi ke permukaan akan terjadi.
9

2.3. DESKRIPSI ALAT

Studio Peragaan Peralatan Produksi


2.3.1 Nama Alat : Inflatable Packer
Fungsi:
Menyekat lapisan produktif dengan
lapisan diatas atau dibawahnya.
Cara Pemasangan:
Dipasang pada tubing menjadi satu
rangkaian. Dengan cara diputar pada
Gambar 2.1. Inflatable Packer sambungan tubing.
(Sumber: www.indonetwork.co.id)

Tabel II-1
Spesifikasi Inflatable Packer
(Sumber: www.indonetwork.co.id)

Spesifikasi
MP/ 30-53 30 mm 10 mm 3 / 8 " 500 mm 1000 mm
MP/ 42-79 42 mm 17 mm 1 / 2 " 500 mm 1000 mm
MP/ 42-100 42 mm 17 mm 1 / 2 " 500 mm 1000 mm
Studio Peragaan Peralatan Produksi
2.3.2 Nama Alat : Retrivable Packer
Fungsi:
Untuk menyekat aliran fluida di
annulus casing.
Cara Pemasangan:
Dipasangkan pada tubing

Gambar 2.2. Retrivable Packer


(Sumber:http://i00.i.aliimg.com/photo/
12032417/.jpg)
Tabel II-2
Spesifikasi Retrivable Packer
(Sumber:http://i00.i.aliimg.com/photo/12032417/.jpg)

Technical specifications
Nominal Weight
Size OD ID
lb/ft
7” 26-32 5,954" 2,69"
7-5/8” 33,7-39 6,453" 2,69"
10-3/4" 60,7-65,7 9,375" 3,75"
13-3/8" 80,7-92,0 11,750" 3,75"
14" 82,5-92,68 12,5" 3,75"
.
Studio Peragaan Peralatan Produksi
2.3.3 Nama Alat : Permanent Packer
Fungsi:
Untuk menyekat aliran fluida di
annulus casing.
Cara Pemasangan:
Dipasangkan pada tubing

Gambar 2.3. Permanent Packer


(Sumber:http://www.alibaba.com/
productgs/242306612/G_type.html)

Tabel II-3
Spesifikasi Permanent Packer
(Sumber:http://www.alibaba.com/productgs/242306612/G_type.html

Technical Specification
ID (Inch) OD (Inch) Nominal Weight
(lb/ft)
4-1/2” 4 9,5-11,6
5 4,494 11,5-13
5-1/2” 4,892 13-17
6-5/8 6,135 17
7 6,3 17-23
7-5/8 6,675 24-33
8-5/8 7,825 24-36
9-5/8 8,535 32,3-53,5
Studio Peragaan Peralatan Produksi
2.3.4 Nama Alat : Blast Joint
Fungsi:
Mengatasi masalah abrasi tubing
akibat benturan/jet action dari fluida
formasi.
Cara Pemasangan:
Bagian tubingberdinding tebal (blast
Gambar 2.4. Blast Joint joint) diletakkan melintasi interval
(Sumber: http://4.bp.blogspot.com/)
perforasi dimana pipa produksi harus
lewat.
Tabel II-4
Spesifikasi Blast Joint
(Sumber: https://www.doverals.com)
Technical specifications
Size Nominal Weight lb/ft OD ID
2 3/8" 4.6 2.707" 1.995"
2 3/8" 4.7 3.063" 1.995"
2 7/8" 6.4 3.240" 2.441"
2 7/8" 6.5 3.668" 2.441"
3 1/2" 9.2 3.900" 2.992"
3 1/2" 9.3 4.500" 2.992"
4 1/2" 12.6 4.892" 3.958"
4 1/2" 12.8 5.563" 3.958"
5 1/2" 17 6.050" 4.892"
7" 26 7.658" 6.184"
Studio Peragaan Peralatan Produksi
2.3.5 Nama Alat : Screen
Fungsi:
Mencegah ikut terproduksinya butiran
pasir bersamaan dengan fluida
hidrokarbon dari formasi produktif ke
dalam lubang sumur.
Cara Pemasangan:
Dipasang pada liner lalu liner
Gambar 2.5. Screen digantungkan di liner hanger.
(Sumber: http://4.bp.blogspot.com/)

Tabel II-5
Spesifikasi Screen
(Sumber: huadongscreen.en.alibaba.com)

Collaps Tensil
O.D Slot Wire
Size Lengt e e Rods
(mm (inch size
(inch) h (m) Strengt Weigh (mm)
) ) (mm)
h (psi) t (ton)
2,3*3, 3,8mm/
4 117 0,04 3 395 6
0 22
2,3*3, 3,8mm/
4 114,3 0,04 3 395 6
0 22
2,3*3, 3,8mm/
6 168,3 0,04 3 252 8
5 32
3,0*5, 3,8mm/
8 219,1 0,01 3 399 01.12
0 48
3,0*5, 3,8mm/
8 219,1 0,02 3 370 01.12
0 48
3,0*5, 3,8mm/
8 219,1 0,04 3 323 01.12
0 48
3,0*5, 3,8mm/
10 273,1 0,01 3 206 11
0 50
3,0*5, 3,8mm/
10 273,1 0,02 3 191 11
0 50
3,0*5, 3,8mm/
10 273,1 0,04 3 167 11
0 50
.
Studio Peragaan Peralatan Produksi
2.3.6 Nama Alat : Gun
Fungsi:
Untuk tempat meletakkan shape
charge.
Cara Pemasangan:
Dirangkai bersama firing head dan
casing collar locator dan dimasukkan
kedalam sumur menggunakan
Gambar 2.6. Gun
(Sumber: cnpscn.en.alibaba.com) wireline.

Tabel II-6
Spesifikasi Gun
(Sumber: cnpscn.en.alibaba.com)
Shot Phase
Size Shot Line
Densit Angle Applicable Scope
(in) Type
y (s/ft) (°)
2-7/8 6 60 Spiral 7″packer or ≤ 5″packer
3-3/8 6 60 Spiral 7″packer or ≤ 5″packer
4 90 Spiral
4 6 60 Spiral ≥5-1/2″ casing
12 60 3 shots/facing
5 60 Spiral
5 12 120 Spiral ≥7″ casing
12 60 3 shots/facing
5-1/2 12 120 Spiral ≥7-5/8″ casing
12 60 3 shots/facing
6 ≥7-5/8″ casing
12 120 Spiral
7 12 120 Spiral ≥9-5/8″ casing
.
Studio Peragaan Peralatan Produksi
2.3.7 Nama Alat : Shape Charge
Fungsi:
Sebagai powder peledak pada proses
perforasi.
Cara Pemasangan:
Dipasang pada lubang gun saat di
permukaan.

Gambar 2.7. Shape Charge


(Sumber:http://
www.builtbyfhe.com/
shaped_charges.html)
Tabel II-7
Spesifikasi Shape Charge
(Sumber: http://www.dynaenergetics.com)
.
Type RDX
Overall Length 44.20 mm
Diameter 37.70
Temperature Resistance per
165 °C / 330 °F
hour
Classification 1.4 D
Quantity per box 50 pcs
Gross weight per box 9.8 kg
Net weight per box 7.7 kg
Product Weight 154 g

Studio Peragaan Peralatan Produksi


2.3.8 Nama Alat : Detonator
Fungsi:
Sebagai pemantik yang dihubungkan
dari control panel di permukaan untuk
menembakkan shape charge pada
proses perforasi
Cara Pemasangan:
Detonator dipasang di dalam firing
head kemudian dirangkaikan pada
Gambar 2.8. Detonator gun.
(Sumber:https://www.sec.gov/
Archives/edgar/data/34067/)

Tabel II-8
Spesifikasi Detonator
(Sumber: http://www.dynaenergetics.com)
.
Type Z 480

Base Charge 1000 mg RDX


Primary Explosive Pb N6
No Fire Current 0.2 A
All Fire Current 0.8 A
Temperature and Pressure 150°C / 1000 bar / 1hr
Resistance 302°F / 14500 psi / 1hr
8.0 - 0.2 mm
Outside Diameter (incl. sleeve)
0.315 - 0.008”
11.0 - 0.5 mm
Overall length (incl. sleeve)
4.370 - 0.02”
Resistance 50 ± 2 ohm
Studio Peragaan Peralatan Produksi
2.3.9 Nama Alat : Booster
Fungsi :
Sebagai pemantik penerus dari
detonator untuk memastikan
peledakan shape charge.

Cara Pemasangan :
Dipasang di dalam gun dan
menghubungkan antara detonator
dengan shape charge
Gambar 2.9. Booster
(Sumber:http://
petoil.blogspot.co.id/2012/03/
perforation2-detonatorsguns.html)
Tabel II-9
Spesifikasi Booster
(Sumber: http://www.dynaenergetics.com)

Explosive HMX
Explosive Charge Weight 600 mg

Length 35-0.5 mm

Outside Diameter 6.17-0.1 mm

Inside Diameter 5.82-0.1 mm

Shell Material Alumunium

Anda mungkin juga menyukai