Anda di halaman 1dari 34

MODUL RESMI PRAKTIKUM

ANALISA LUMPUR PEMBORAN

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

LABORATORIUM ANALISA LUMPUR PEMBORAN


JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

Lumpur pemboran merupakan salah satu penunjang yang penting dalam


suatu operasi pemboran minyak, gas dan pans bumi. Kecepatan pemboran,
efisiensi, keselamatan, dan biaya pemboran sangat tergantung dari Lumpur
pemboran yang dipakai.Pada dasarnya fungsi utama Lumpur pemboran adalah
sebagai berikut :
 Mengangkat serbuk bor ke permukaan.
 Mengontrol tekanan formasi.
 Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring.
 Membersihkan dasar lubang bor.
 Membantu dalam evaluasi formasi.
 Melindungi formasi produktif.
 Membantu stabilitas formasi.
Fungsi Lumpur pemboran tersebut diatas ditentukan oleh komposisi kimia
dan sifat fisik Lumpur. Kesalahan dalam mengontrol sifat-sifat fisik Lumpur akan
menyebabkan kegagalan yang pada gilirannya dapat menimbulkan hambatan
pemboran (hole problem) dan akhirnya mengakibatkan kerugian yang sangat
besar.
Penggunaan Lumpur sebagai fluida pemboran didasarkan pada kondisi
sumur yang berbeda-beda, untuk itu diperlukan pengamatan tersendiri terhadap
jenis-jenis Lumpur yang sesuai dengan kondisi pemboran.Misalnya didaerah soft
rock, pengontrolan sifat-sifat Lumpur sangat diperlukan.
Secara umum lumpur pemboran mempunyai empat komponen atau fasa :
1. Fasa cair (cair atau minyak).
2. Reaktif solids, yaitu padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid
(clay).
3. Inert solids (zat padat yang tak bereaksi).
4. Fasa kimia.

1
Sedangkan pengelompokan lumpur bor berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :
1. Lumpur air tawar (Fresh water Mud).
2. Lumpur air asin (Salt water Mud).
3. Oil in water emulsion Mud.
4. Oil base dan Oil base emulsion Mud.
5. Gaseous drilling fluids.
Karena sifat fisik lumpur harus selalu dikontrol, maka jika terjadi
perubahan pada sifat fisiknya, harus segera diatasi,karena itu perlu diketahui
dasar-dasar operasi pemboran khususnya mengenai lumpur pemboran. Untuk
menunjang hal itu, maka diadakan beberapa praktikum mengenai Lumpur
pemboran, diantaranya:
1. Pengukuran densitas, sand content, dan pengukuran kadar minyak dalam
lumpur pemboran.
2. Pengukuran viskositas dan gel strength.
3. Pengukuran tebal mud cake dan filtrasi.
4. Analisa kimia lumpur pemboran.
5. Kontaminasi lumpur pemboran.
6. Pengukuran harga MBT (Methylene Blue Test).

2
BAB II
DENSITAS, SAND CONTENT, DAN PENGUKURAN
KADAR MINYAK DALAM LUMPUR PEMBORAN

2.1 TUJUAN PERCOBAAN


a. Mengenal meterial pembentuk lumpur pemboran serta fungsi-fungsi
utamanya.
b. Menentukan densitas lumpur pemboran dengan menggunakan alat Mud
Balance.
c. Menentukan kandungan pasir dalam lumpur pemboran.
d. Mengetahui besarnya kadar pasir (%) yang terkandung dalam lumpur bor.
e. Menentukan kadar minyak dan padatan yang terdapat dalam lumpur bor
(emulsi).

2.2 DASAR TEORI


2.2.1 Densitas Lumpur
Lumpur sangat besar peranannya dalam menentukan berhasil atau
tidaknya suatu operasi pemboran, sehingga perlu diperhatikan sifat – sifat dari
lumpur tersebut, seperti densitas viscositas, gel strenght, atau filtration loss.
Dalam percobaan ini akan dibahas satu sifatnya saja, yaitu densitas.
Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat
penting, karena peranannya berhubugan langsung dengan fungsi lumpur bor
sebagai penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur bor yang terlalu besar
akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (loss circulation), sedangkan jika
terlalu kecil dapat menyebabkan “kick” (masuknya fluida ke lubang sumur).
Maka densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan
dibor.
Densitas lumpur dapat menggambarkan gradien hidrostatik dari lumpur
bor dalam psi/ft. Tetapi di lapangan biasanya dipakai satuan ppg (pound per
gallon).

3
Asumsi – asumsi :
1. Volume setiap material adalah merupakan additive :
Vs + Vml = Vmb………………………………………………..………...(1)
2. Jumlah berat adalah merupakan additive :
ds x Vs + dml x Vml = dmb x Vmb………………………………………..(2)
Dimana :
Vs : Volume solid, bbl
Vml : Volume lumpur lama, bbl
Vmb : Volume lumpur baru
ds : berat jenis solid, ppg
dml : berat jenis lumpur lama, ppg
dmb : berat jenis lumpur baru, ppg
Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh :
(d mb  d ml ) xVml
Vs = …………………………………………...………(3)
(d s  d mb )
karena zat pemberat (solid) beratnya adalah :
Ws = Vs x ds
bila dimasukkan ke dalam persaman (3)
(d mb  d ml )
Ws = x(d s xVml ) …………………………………………..(4)
(d s  d mn )
% volume solid :
Vs (d  d ml )
x100%  mb x100% ……………………………………..(5)
Vmb (d s  d ml )
% berat solid :
d s xV s d (d  d ml )
x100%  s mb x100% ……………………………..(6)
d mb xVmb d ml (d s  d ml )
maka bila yang digunakan adalah barit dengan SG = 4.3, untuk menaikkan
densitas dari lumpur lama seberat dml ke lumpur baru sebesar dmb setiap bbl
lumpur lama memerlukan berat solid, Ws sebanyak :

4
(d mb  d ml )
Ws = 684 x ………………………………………………..(7)
(35.8  d mb )
Keterangan :
Ws = berat solid / zat pemberat, kg barit/bbl lumpur. Sedangkan jika yang
digunakan sebagai zat pemberat adalah bentonit dengan SG = 2.5, maka untuk
tiap barrel lumpur diperlukan :
(d mb  d ml )
Ws = 398 x ………………………………………………..(8)
(20.8  d mb )
Dimana Ws = kg benonite/bbl lumpur lama.

2.2.2 Sand Content


Tercampurnya serpihan – serpihan formasi (cutting) ke dalam pemboran
akan membawa pengaruh kepada operasi pemboran. Serpihan – serpihan
pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik
lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah densitas lumpur yang
telah mengalami sirkulasi. Bertambahnya densitas lumpur yang tersikulasi ke
permukaan akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu
setelah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan terutama
menghilangkan partikel – partikel yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi.
Alat – alat ini, yang biasanya disebut “Conditioning Equipment”, adalah :
a. Shale Shaker
Fungsinya membersihkan lumpur dari serpihan – serpihan atau cutting
yang berukuran besar.
b. Degasser
Fungsinya untuk membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke
lumpur pemboran.
c. Desander
Fungsinya untuk membersihkan lumpur dari partikel – partikel padatan
yang berukuran kecil yang bisa lolos dari shale shaker.
d. Desilter

5
Fungsinya sama dengan desander, tetapi desilter dapat membersihkan
lumpur dari partikel – partikel yang berukuran lebih kecil.

Penggambaran sand content dari lumpur pemboran adalah merupakan


prosen volume dari partikel – partikel yang diameternya lebih besar dari 74
mikron. Hal ini dilakukan melalui pengukuran dengan saringan tertentu. Jadi
rumus untuk menentukan kandungan pasir atau sand content pada lumpur
pemboran adalah :
Vs
n= x100%
Vm
dimana :
n = kandungan pasir
Vs = volume pasir dalam lumpur
Vm = volume lumpur

2.3 ALAT DAN BAHAN


2.3.1 Alat :
a. Mud Balance
b. Retort Kit
c. Multi Mixer
d. Steel Wall
e. Sand Content Set
f. Gelas Ukur 500 c
2.3.2 Bahan :
a. Barite
b. Bentonite
c. Aquadest
d. Wetting Agent
e. Oil
f. Pasir

6
2.4 PROSEDUR PERCOBAAN
2.4.1. Densitas Lumpur
1. Mengkalibrasi peralatan mud balance sebagai berikut :
a. Membersihkan peralatan mud balance.
b. Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu ditutup dan dibersihkan
bagian luarnya. menegeringkannya dengan kertas tissue.
c. Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula.
d. Rider ditempatkan pada skala 8,33 ppg.
e. Mengecek pada level glass, bila tidak seimbang, mengatur
calibration screw sampai seimibang.
2. Menimbang beberapa zat yang digunakan sesuai dengan petunjuk
asisten.
3. Menakar air 350 cc dan mencampurnya dengan 22,5 gr bentonite.
Caranya memasukkan air ke dalam bejana, lalu memasang bejana pada
multi mixer dan memasukkan bentonite sedikit demi sedikit setelah
mixer dijalankan, selang beberapa menit setelah tercampur, mengambil
bejana dan menuangkan lumpur yang telah dibuat kedalam cup mud
balance.
4. Menutup cup dan membersihkan lumpur yang melekat pada dinding
bagian luar dan penutup cup sampai bersih.
5. Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu mengatur rider
hingga seimbang dan membaca densitas yang ditunjukkan pada skala.
6. Mengulang langkah 5 untuk kompisisi campuran yang diberikan
asisten.

7
2.4.2. Sand Content
1. Mengisi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai.
Menambahkan air pada batas berikutnya. Menutup mulut tabung dan
mengocoknya dengan kuat.
2. Menuangkan campuran tersebut ke dalam saringan. Bairkan cairan
mengalir keluar melalui saringan. Menambahkan air ke dalam tabung,
mengocok dan menuangkan kembali ke dalam saringan. Mengulangi
hingga tabung menjadi bersih. Mencuci pasir yang tersaring untuk
melepaskan sisa – sisa dari lumpur yang masih melekat.
3. Memasang funnel tersebut pada sisi atas sieve. Membalikkan
rangkaian tersebut dengan perlahan – lahan dan memasukkan ujung
funnel ke dalam gelas ukur. Menghanyutkan pasir ke dalam tabung
dengan menyemprotkan air melalui saringan hinggga semua pasir
tertampung ke dalam gelas ukur. Membiarkan pasir mengendap. Dari
skala yang ada dalam tabung, membaca prosen volume dari pasir
yang mengendap.
4. Mencatat sand content dari lumpur dalam prosen volume.

2.4.3. Penentuan Kadar Cairan Tapisan


1. Mengambil himpunan retort keluar dari insulator block,
mengeluarkan mud chamber dari retort.
2. Mengisi upper chamber dengan steel wall.
3. Mengisi mud chamber dengan lumpur dan menempatkan kembali
penutupnya lalu membersihkan lelehan lumpur.
4. Menghubungkan mud chamber dengan upper chamber, kemudian
menempatkan kembali ke dalam insulator.
5. menambahkan setetes wetting agent pada gelas ukur dan
menempatkan di bawah kondensator.
6. Memanaskan lumpur sampai tidak terjadi kondensasi lagi yang
ditandai dengan matinnya lampu indikator.

8
Hal – hal yang perlu dicatat selama pengujian berlangsung, adalah :
1. % volume minyak = ml minyak x 10
2. % volume air = ml air x 10
3. % volume padatan = 100 – (ml minyak + ml air) x 10
4. gram minyak = ml minyak x 0,8
5. gram lumpur = lb/gall lumpur x 1,2
6. gram padatan = gram lumpur – (gram minyak + gram air)
7. ml padatan = 10 – (ml minyak + ml air)
8. specific gravity padatan rata – rata = gram padatan/ml padatan
% berat padatan = (gram padatan/gram lumpur) x 100%.

9
BAB III
PENGUKURAN VISCOSITAS DAN GEL STRENGTH

3.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Menentukan viscositas relatif lumpur pemboran dengan Marsh Funnel.
2. Menentukan viscositas nyata (apparent viscosity), plastic viscosity,
yield point dan gel strength lumpur pemboran dengan menggunakan
Fann VG Meter.
3. Memahami rheologi lumpur pemboran.
4. Mengetahui efek penambahan thinner dan thickener pada lumpur
pemboran.

3.2. DASAR TEORI


Viscositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat
rheologi fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida pemboran
penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung
dari viscositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip sehingga
dapat mencegah cutting mengendap di dasar sumur yang dapat menyebabkan
kesukaran pengeboran selanjutnya. Viscositas dan gel strength merupakan
sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.
Fluida pemboran dalam percobaan ini adalah lumpur pemboran. Lumpur
pemboran ini mengikuti model-model rheologi Bingham Plastic, Power Law.
Diantara keriga model ini, Bingham Plastic merupakan model yang sederhana
untuk fluida Non-Newtonian.
Yang dimaksud fluida non-Newtonian adalah fluida yang mempunyai
harga viscositas tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran (shear rate)
yang terjadi.
Gambar di bawah ini adalah suatu plot pada kertas koordinat rectangular
dari viscositas vs shear rate untuk fluida ini. Pada setiap shear rate tertentu fluida

10
mempunyai viscositas yang disebut apparent viscosity dari fluida pada shear rate
tersebut.
Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viscositas konstan,
fluida Non-Newtonian memperlihatkan suatu yield stress suatu jumlah tertentu
dari tahanan dalam yang harus diberikan agar fluida mengalir seluruhnya.
Dalam percobaan ini pengukuran viscositas yang sederhana dilakukan
dengan menggunakan alat mars funnel. Viscositas ini adalah jumlah detik yang
dibutuhkan lumpur sebanyak 0,9463 liter untuk mengalir keluar dari colong mars
funnel. Bertambahnya viscositas ini direfleksikan dalam bertambahnya apparent
viscosity. Untuk fluida Non-Newtonian, informasi yang didapatkan dengan marsh
funnel memberikan suatu gambaran rheology fluida yang tidak lengkap sehingga
biasa digunakan untuk membandingkan fluida yang baru (awal) dengan kondisi
sekarang.
Viscositas plastik sering kali digambarkan sebagai bagian dari redidtensi
untuk mengalir yang disebabkan oleh fraksi mekanik.
Yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-
menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh muatan-muatan
pada permukaan partikel yang didispersi dalam fasa fluida. Gel strength dan yield
point keduanya merupakan ukuran dari gaya tarik menarik antar partikel. Gaya
tarik menarik dalam suatu sistem lmpur. Bedanya, gel strength merupakan ukuran
gaya tarik menarik yang statik sedangkan yield point merupakan ukuran gaya
tarik menarik yang dinamis.

3.2.1. Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate


Harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan dalam
bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM motor, harus
diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam satuan dyne/cm2 dan
detik-1 agar diperoleh harga viscositas dalam satuan cp (centipoise). Adapun
persamaan tersebut sebagai berikut :
 = 5,077 x C ..........................................................................................(1)

11
 = 1,704 x RPM .....................................................................................(2)
dimana :
 = Shear stress, dyne/cm2
 = Shear rate, detik-1
C = Dial reading, derajat
RPM = Revolution per minute dari rotor

3.2.2. Penentuan Harga Viscositas Nyata (Apparent Viscosity)


Viscositas nyata (a) untuk setiap harga shear rate dihitung berdasarkan
hubungan:
a = / x 100 ........................................................................................(3)
a =(300 x C )/RPM ...............................................................................(4)

3.2.3. Penentuan Plastic Viscosity dan Yield Point.


Untuk menentukan plastic viscosity (p ) dan yield point (Yp) dalam field
unit digunakan persamaan Bingham plastic berikut :
p = (600 - 300)/(600 - 300) .............................................................(5)
Dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) kedalam persamaan (5)
didapat:
p = C600 – C300 ....................................................................................(6)
Yb = C300 – p ........................................................................................(7)
Dimana:
p = Plastic Viscosity, cp
Yp = Yield Point Bingham, lb/100 ft2
C600 = dial reading pada 600 RPM, derajat
C300 = dial reading pada 300 RPM, derajat

3.2.4. Penentuan Harga Gel Strength


Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung dari
pengukuran dengan alat Fann VG Meter. Simpangan skala penunjuk akibat
12
digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung menunjukkan harga gel
strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft2 .

3.3. ALAT DAN BAHAN


3.3.1. Alat
a. Marsh Funnel
b. Timbangan
c. Gelas Ukur 500 ml
d. Fann VG Meter
e. Mud Mixer
f. Cup Mud Funnel

3.3.2. Bahan
a. Bentonite
b. Aquadest
c. CMC dan Spersene

3.4. PROSEDUR PERCOBAAN


3.4.1. Membuat Lumpur
Prosedur pembuatan lumpur sama dengan prosedur pembuatan lumpur
pada Percobaan I. Komposisi lumpur yang akan dibuat ditentukan oleh asisten.

3.4.2. Cara bekerja dengan Marsh Funnel


1. Menutup bagian bawah marsh funnel dengan jari tangan. Menuangkan
lumpur bor melalui saringan sampai lumpur menyinggung bagian
bawah saringan (1500 cc).
2. Setelah menyediakan bejana yang telah tertentu isinya (1 quart = 946
ml). Memulai Pengukuran dengan membuka jari tadi sehingga lumpur
mengalir dan ditampung dalam bejana tadi.

13
3. Mencatat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi bejana
yang tertentu isinya tadi.

3.4.3. Mengukur shear stress dengan Fann VG Meter


1. Mengisi bejana dengan dengan lumpur sampai batas yang telah
ditentukan.
2. Meletakan bejana pada tempatnya, serta mengatur kedudukannya
sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup ke dalam lumpur
menurut batas yang telah ditentukan.
3. Menggerakan rotor pada posisi HIGH dan menepatkan kecepatan putar
rotor pad kedudukan 600 RPM, pemutaran terus di lakukan sehingga
kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Mencatat harga yang
ditunjukan oleh skala penunjuk setelah mencapai keseimbangan,
melanjutkan untuk kecepatan 300, 200, 100 ,6 dan 3 RPM dengan cara
yang sama diatas.

3.4.4. Mengukur Gel Strength dengan Fann VG Meter


1. Setelah selesai mengukur dengan Marsh Funnel, mengaduk lumpur
dengan Fann VG pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.
2. Mematikan Fann VG, kemudian mendiamkan lumpur selama 10 detik.
3. Setelah 10 detik menggerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM.
Membaca simpangan maksimum pada skala penunjuk.
4. Mengaduk kembali lumpur dengan Fann VG pada kecepatan rotor 600
RPM selama 10 detik.
5. Mengulangi kerja diatas untuk gel strength 10 menit. (Untuk gel
strength 10 menit, lama pendiaman lumpur 10 menit ).

14
BAB IV
FILTRASI DAN MUD CAKE

4.1. TUJUAN PERCOBAAN


a. Mempelajari pengaruh komposisi lumpur pemboran terhadap filtration loss
dan mud cake.
b. Mengenal dan memahami alat-alat dan prinsip kerja filter press.

4.2. DASAR TEORI


Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous,
batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan
partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan disebut
‘Filtrat’, sedangkan lapisan partikel-partikel besar tertahan dipermukaan batuan
disebut ‘Filter Cake’. Proses filtrasi diatas hanya terjadi apabila terdapat
perbedaan tekanan positif kearah batuan. Pada dasarnya ada dua jenis filtration
yang terjadi selama operasi pemboran, yaitu ‘Static Filtration’ dan ‘Dynamic
Filtration’. Static filtration terjadi jika lumpur berada dalam keadaan diam dan
dynamic filtration terjadi ketika lumpur disirkulasikan.
Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol, maka
akan timbul berbagai masalah, baik selama operasi pemboran maupun dalam
evaluasi formasi dan tahap produksi. Mud cake yang tipis dan elastis akan
merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang
pemboran. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit
diangkat dan diputar, sedangkan filtratnya akan menyusup ke formasi dan dapat
menimbulkan damage pada formasi.
Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukuran volume filtration loss
dan tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur yang digunakan
adalah APIRP 13B untuk LPLT (Low Pressure Low Temperature). Lumpur
ditempatkan dalam silinder standar yang bagian dasarnya dilengkapi kertas saring

15
dan diberi tekanan sebesar 100 psi dengan lama waktu pengukuran 30 menit.
Volume filtrate ditampung dengan gelas ukur dengan cubic centimeter (cc).
Persamaan untuk volume filtrate yang dihasilkan dapat diturunkan dari
persamaan Darcy, persamaannya adalah sebagai berikut:
1
  Cc  2
 2k  Cm  1 
Vf  A    Pt  ……………………...……………. (1)
  
 
 
di mana:
A = Filtration Area
k = Permeabilitas Cake
Cc = Volume fraksi solid dalam mud cake
Cm = Volume fraksi solid dalam lumpur
P = Tekanan filtrasi
t = Waktu filtrasi = Viskositas filtrat

Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam
pemboran yang berhubungan erat, baik waktu, kejadiannya maupun sebab dan
akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara bersamaan.
Persamaan yang umum digunakan untuk static filtration loss adalah:
0,5
t 
Q 2  Q1   2 
 t1  ……………………………………………. (2)
di mana:
Q1 = Fluid loss pada waktu t1
Q2 = Fluid loss pada waktu t2

4.3. ALAT DAN BAHAN


4.3.1. Alat
a. Filter Press
b. Mud mixer

16
c. Gelas ukur 50 cc
d. Jangka Sorong
e. Filter Paper
f. Stop Watch

4.3.2. Bahan
a. Bentonite 22,5 gr
b. Aquadest 350 cc
c. Additive CMC
d. Additive Spersen 0,5 gr

4.4. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Pembuatan lumpur:
Membuat lumpur standar:
350 cc aquadest + 22,5 gr bentonite
Menambahkan additive sesuai dengan petunjuk asisten. Mengaduk selama
20 menit.
2. Menyiapkan alat filter press dan segera memasang filter paper serapat
mungkin dan meletakkan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung
fluid filtrate.
3. Menuangkan campuran lumpur kedalam silinder dan segera menutup
rapat. Kemudian mengalirkan udara dengan tekanan 100 psi.
4. Segera mencatat volume filtrate sebagai fungsi dari waktu dengan
stopwatch. Interval pengamatan setiap 2 menit pada 20 menit pertama,
kemudian 5 menit untuk 10 menit selanjutnya. Mencatat juga volume
filtrate pada menit ke 7,5.
5. Menghentikan penekanan udara, membuang tekanan udara dalam silinder
(bleed off) dan menuangkan kembali sisa lumpur dalam silinder kedalam
breaker.
6. Menentukan tebal mud cake yang terjadi dan mengukur pHnya.

17
BAB V
ANALISA KIMIA LUMPUR BOR

5.1. TUJUAN PERCOBAAN


Tujuan dari percobaan analisa kimia lumpur bor adalah :
1. Memahami prinsip-prinsip dalam analisa kimia dan penerapannya di
lapangan.
2. Mengetahui alat dan bahan yang diperlukan dalam analisa kimia.
3. Menentukan pH, alkalinitas, kasadahan total, dan kandungan ion-ion
yang terdapat dalam lumpur.

5.2. DASAR TEORI


Dalam operasi pemboran, pengontrolan kualitas lumpur pemboran harus
terus menerus dilakukan sehingga lumpur bor tetap berfungsi dengan kondisi yang
ada.
Perubahan kandungan ion-ion tertentu dalam lumpur pemboran akan
berpengaaruh terhadap sifat-sifat fisik lumpur pemboran, oleh karena itu kita
perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan ion-ion tersebut
untuk mengontrol kandungan ion-ion tersebut untuk kemudian dilakukan
tindakan-tindakan yang perlu dalam penanggulangannya.
Dalam percobaan ini, akan dilakukan analisis kimia lumpur bor dan
filtratnya, yaitu : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis
kandungan ion klor, ion kalsium, ion besi, serta pH lumpur bor ( dalam hal ini
filtratnya ).
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi
dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas kita bisa mengetahui konsentrasi
hidroksil, bikarbonat dan karbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ion-ion ini
diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk ke
sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.

18
Analisa kandungan ion klor (Cl-) diperlukan untuk mengetahui
kontaminasi garam yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran
menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air
formasi.
Air yang mengandung sejumlah besar ion Ca+2 dan Mg+2 dikenal sebagai
Hard Water atau air sadah. Ion-ion ini bisa berasal dari lumpur pada waktu
membor formasi gypsum (CaSO 4 .2H2 O).
Analisa kandungan ion besi diperlukan untuk pengontrolan terjadinya
korosi pada peralatan pemboran.
Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur pemboran
adalah titrasi. Titrasi meliputi reaksi dari sample yang diketahui volumenya
dengan sejumlah volume suatu larutan standar yang diketahui konsentrasinya.
Konsentrasi dari ion yang kita analisa dapat ditentukan dari pengetahuan tentang
reaksi yang terjadi pada waktu titrasi.

5.3. ALAT DAN BAHAN


5.3.1. Alat
1. Labu titrasi ukuran 250 dan 100 ml
2. Buret mikro
3. Pengaduk
4. Pipet dan pH paper

5.3.2. Bahan
NaHCO 3 , NaOH, CaCO 3 , serbuk MgO, Kalium, Khromat, Bentonite, Gypsum,
Aquadest, Quobracho.
Larutan H2 SO 4 0.02 N, Larutan EDTA 0.01 M, Larutan AgNO 3 , Larutan KMnO 4
0.1 N.
Indikator EBT, Phenolpthalein, Methyl jingga, Murexid, HCl kosentrat, Hidrogen
Peroxide 3%, Larutan indikator besi, Larutan Buffer besi.

19
5.4. PROSEDUR PERCOBAAN
5.4.1. Analisa Kimia Alkalinitas
Membuat lumpur dengan komposisi sebagai berkut :
350 ml Aquadest + 2.5 gram Bentonite + 0.4 gram NaHCO 3 + 0.4 gram
Aquadest NaOH + 0.2 gram CaCO 3 .
1. Mengambil 3 ml filtrat tersebut, masukkan ke dalam labu titrasi
250 ml, kemudian tambahkan 20 ml Aquadest.
2. Menambahkan 2 tetes indikator phenolphthalein dan titrasi
dengan H2 SO4 standar sampai warna merah tepat hilang. Reaksi
yang terjadi:
OH - + H+  H2 O

CO3 -2 + H+  HCO 3 -
3. Mencatat Volume pemakaian H2 SO4 ( P ml )
4. Kemudian pada larutan hasil titrasi, ditambah 2 tetes indikator
methyl jingga, Lanjutkan titrasi dengan H2 SO 4 standar sampai
terbentuk warna jingga tua.
Reaksi yang terjadi :
HCO 3 - + H+  H2 O + CO 2
5. Mencatat volume pemakaian H2 SO4 total ( M ml )
Catatan :
Jika,
 2P > M menunjukkan adanya gugus ion OH - dan CO 3 -2
 2P = M menunjukkan adanya CO – saja
 2P < M menunjukkan adanya CO 3 - dan HCO 3 -
 P = 0 menunjukkan adanya HCO 3 – saja
 P = M menunjukkan adanya OH - saja

20
Perhitungan :
1. TotalAlkalinity =
M x Normalitas H 2 SO 4 x 1000
= epm total alkalinity
ml filtrat
2. CO3 -2 Alkalinity =
 Jika ada OH – :
( M - P ) x N H 2 SO 4 x 1000 2
ppm CO 3 –2 = x BM CO 3
ml filtrat
 Jika tidak ada OH – :
P x N H 2 SO 4 x 1000 2
ppm CO 3 –2 = x BM CO 3
ml filtrat
3. OH – Alkalinity :
(2P - M) x N H 2 SO 4 x 1000
ppm OH – = x BM OH -
ml filtrat
4. HCO 3 –1 Alkalinity :
(M - 2P) x N H 2 SO 4  1000 
ppm HCO 3 – = x BM HCO 3
ml filtrat

5.4.2. Analisa Kesadahan Total


Membuat lumpur dengan komposisi sebagai berukut :
350 ml Aquadest + 22,5 gr Bentonite + 6 ml lar. Ca +2 + 6 ml lar. Mg +2
1. Mengambil 3 ml filtrat lumpur tersebut, masukkan kedalam labu
titrasi 250 ml.
2. Menambahkan 25 ml Aquadest, 5 ml larutan Buffer pH 10 dan 3
tetes (sedikit) indikator EBT.
3. Mentitrasi dengan EDTA standar sampai terjadi warna biru tua.
4. Mencatat volume pemakaian EDTA. Reaksi yang terjadi :
Ca +2 + H2 Y –2  CaY –2 + 2H +
Mg +2 + H2 Y –2  MgY –2 + 2H +
Perhitungan :
Kesadahan Total =
21
ml EDTA x M EDTA x1000
 epm (Ca  2  Mg 2 )
ml filtrat

5.4.3. Menentukan Kandungan Mg+2 dan Ca+2


1. Mengambil 3 ml filtrat lumpur tersebut, maskkan kedalam labu
titrasi 250 ml.
2. Menambahkan 25 ml Aquadest, 1 ml NaOH 10 N dan 50 mg
Murexid dalam NaCl.
3. Mentitrasi dengan EDTA standar sampai terjadi warna biru.
4. Mencatat volume pemakaian EDTA.

Reaksi yang terjadi :


Ca +2 + H2 Y –2  CaY –2 + 2 H +
Kesadahan Ca +2 :
ml EDTA x M EDTA x1000
epm Ca +2 =
ml filtrat
ppm Ca +2 = epm Ca +2 x BA Ca
Kesadahan Mg +2 ,
ppm Mg +2 = (epm (Ca +2 + Mg +2 ) – epm Ca +2 ) x BA
Mg

5.4.4. Menentukan Kandungan Chlorida


Membuat lumpur dengan komposisi :
350 ml air + 22.5 gram Bentonite + 0,4 gram NaCl.
1. Mengambil 2 ml filtrat lumpur tersebut, masukkan kedalam labu
titrasi 250 ml.
2. Menambahkan 25 ml Aquadest, sedikit serbuk MgO dan 3 tetes
larutan K 2 CrO 4 .
3. Mentitrasi dengan AgNO 3 standar sampai terbentuk warna
endapan jingga.
4. Mencatat volume pemakaian AgNO 3 .
22
Reaksi yang terjadi :
Cl - + Ag +  AgCl (s) (putih)
CrO 4 - + Ag +  Ag2 CrO 4 (s) (merah)
ml AgNO 3 x N AgNO 3 x 1000
ppm Cl - = x BA Cl -1
ml filtrat

5.4.5.1. Menentukan Kandungan Ion Besi ( Metode 1 )


Membuat filtrat lumpur bor dari campuran sebagai berikut :
350 ml Aquadest + 22,5 gram bentonite + 0,1 gram Quobracho
1. Menuangkan 5 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia
kemudian menambahkan 1 tetes sampai 2 tetes asam HCL
konsentrat.
2. Menambahkan 0,5 ml larutan Hidrogen Peroxide sampai
didapat warna kuning muda (end point).
3. Menambahkan 1 ml larutan indicator besi. Timbulnya warna
ungu menunjukkan adanya ion besi dalam filtrat lumpur.
4. Menambahkan 0.5 ml larutan buffer besi. Mengukur harga pH-
nya. Jika terlalu banyak larutan buffer yag ditambahkan maka
akan timbul endapan yang berwarna kecoklatan. Menambahkan
satu tetes atau lebih HCl konsentrat sampai endapan hilang.
5. Mentitrasi dengan larutan KMnO 4 0.1 N seperti langkah 2
(kuning muda).

5.4.5.2. Penentuan Kandungan Ion Besi ( Metode 2 )


Membuat filtrat lumpur bor dari campuran sebagai berikut :
350 ml Aquadest + 22,5 gram Bentonite + 0,1 gram Quarbacho
1. Menuangkan 10 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia dengan
teliti, lalu mengasamkan dengan beberapa tetes HCl pekat.

23
2. Menambahkan larutan SnCl2 setetes demi setetes sampai warna
kuning dari ion Fe+2 . Menambahkan satu tetes SnCl2 berlebih
setelah terjadi perubahan warna tadi.
3. menambahkan 20 ml larutan jenih HgCl2 , semuanya sekaligus.
(harus terbentuk endapan yang warnanya putih murni).
4. Menggoyang-goyangkan sedikit supaya zat-zatnya tercampur
kemudian diamkan selama 2 menit.
5. Menambahkan 200 ml air, 6 tetes indicator diphenylamine, dan
5 ml H3 PO 4 pekat. Lalu mentitrasi dengan larutan K 2 Cr2 O 7 0.1
N sampai timbul pertama kali warna coklat atau ungu.

24
BAB VI
KONTAMINASI LUMPUR BOR

6.1 TUJUAN PERCOBAAN


Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Mempelajari sifat-sifat fisik lumpur akibat kontaminasi garam, Gysum dan
semen.
2. Memahami cara penanggulangan kontaminasi lumpur.

6.2 DASAR TEORI


Sejak digunakan teknik rotasi drilling dalam operasi pemboran lapangan
minyak, lumpur pemboran menjadi faktor penting. Bahkan lumpur pemboran
menjadi salah satu pertimbangan dalam mengoptimalkan operasi pemboran. Oleh
sebab itu mutlaklah untuk memelihara atau mengontrol sifat-sifat fisik lumpur
pemboran agar sesuai dengan yang diharapkan.
Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur adalah adaya material-
material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk kedalam lumpur pada
saat operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah
sebagai berikut :
1. Kontaminasi Sodium Clorida
Kontaminasi ini sering terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt
dome), lapisan garam, lapisan batuan yang megandung konsentrasi garam
cukup tinggi atau akibat air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk
kedalam sistem lumpur. Akibat adanya kontaminasi ini, akan
mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viscositas, yield point, gel
strength dan filtration loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi
bersamaan dengan kehadiran garam pada sistem lumpur.
2. Komtaminasi Gypsum
Gypsum dapat masuk kedalam lumpur pada saat pemboran menembus
formasi gypsum, lapisan gypsum yang terdapat pada formasi shale atau

25
limestone. Akibat adanya gypsum dalam jumlah yang cukup banyak dalam
lumpur pemboran, maka akan merubah sifat-sifat lumpur tersebut seperti
viscositas plastik, yield point, gel strength dan fluid loss.
3. Kontaminasi Semen
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemenan yang kurang
sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam casing, float collar
dan casing shoe. Kontaminasi semen akan merubah viscositas plasik, gel
strength, fluid loss dan pH lumpur.

Selain dari ketiga kontaminasi diatas , bentuk kontaminasi lain yang dapat
terjadi selama operasi pemboran adalah :
a. Kontaminasi “hard water” atau kontaminasi oleh air yang mengandung
ion calsium dan magnesium cukup tinggi.
b. Kontaminasi carbon diokside.
c. Kontaminasi hydrogen sulfide.
d. Kontaminasi oxigen.
Dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan sifat akibat kontaminasi
yang sering terjadi sekaligus cara penanggulangannya.

6.3 PERALATAN DAN BAHAN


6.3.1 Peralatan:
o Fann VG meter
o Mud mixer
o Stop watch
o Jangkar sorong
o Gelas ukur
o Filter paper

6.3.2 Bahan:
o Aquades

26
o NaCl
o Gypsum
o Semen
o Monosodium phosphate
o Larutan Buffer pH 10
o Asam sulfat
o Bentonite
o Gypsum
o Soda ash
o Caustic Soda

6.4 PROSEDUR PERCOBAAN


6.4.1 Kontaminasi NaCl
Prosedur kerja untuk kontaminasi NaCl adalah :
1. Membuat lumpur standar dengan komposisi 22,5 gr bentonite + 350 cc
aquadest. Mengukur pH, Viscositas, Gel Strength, Fluid loss dan Ketebalan
Mud Cake.
2. Menambahkan NaCl sebanyak 1 gr kedalam lumpur standar. Mengukur pH,
Viscositas, Gel Strength, Fluid Loss dan Ketebalan Mud Cake.
3. Melakukan langkah 2 dengan penambahan NaCl masing masing 3.5 gr, 7.5
gr dan 17.5 gr. Mengukur pH ,Viscositas, Gel Strength, Fluid Loss dan
Ketebalan Mud Cake.
4. Membuat lunpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 7.5 gr NaCl +
0.5 gr NaOH . Mengukur pH, Viscositas, Gel Strength, Fluid Loss dan
Ketebalan Mud Cake.
5. Melakukan langkah 4 dengan penambahan 1 gr NaOH. Ukur pH, Viscositas,
Gel Strength, Fluid Loss dan Ketebalan Mud Cake.

27
6.4.2 Kontaminasi Gypsum
1. Membuat Lumpur standar kemudian mengukur ph, Viscositas, gel Strength,
fluid loss dan ketebalan mud cake.
2. Membuat Lumpur baru dengan komposisi: Lumpur standard + 0,225 gr
gypsum. Kemudian mengukur ph, Viscositas, gel Strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.
3. Melakukan langkah 2 dengan penambahan masing-masing 0,5 gr, 1 gr, 1,5
gr gypsum. Kemudian mengukur ph, Viscositas, gel Strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.
4. Membuat Lumpur baru dengan komposisi: Lumpur standar + 1,5 gr
gypsum, + 0,2 gr soda ash. Kemudian mengukur ph, Viscositas, gel
Strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
5. Melakukan langkah 4 dengan penambahan 1 gr soda ash.

6.4.3 Kontaminasi Semen


1. Membuat lumpur standar Ukur PH,Viscositas, Gel Strength,Fluid Loss dan
ketebalan Mud Cake
2. Membuat lumpur baru dengan komposisi : lumpur standar + 0.225 gr
semen. Ukur PH,Viscositas, Gel Strength,Fluid Loss dan ketebalan Mud
Cake
3. Melakukan langkah 2 dengan penambahan masing masing 0.5 gr ,1,0 gr dan
1,5 gr semen. Ukur PH,Viscositas, Gel Strength, Fluid Loss dan ketebalan
Mud Cake
4. Membuat lumpur baru dengan komposisi : lumpu standar + 1,5 gr seen + 0,2
gr Monosodium Phosphate. Ukur PH,Viscositas, Gel Strength,Fluid Loss
dan ketebalan Mud Cake
5. Melakukan langkah 4 dengan penambahan 1,0 gr Monosodium Phosphate.

28
BAB VII
PENGUKURAN HARGA MBT ( METHYLENE BLUE TEST )

7.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Untuk menentukan kemampuan clay dalam mengikat kation dari suatu
larutan.
2. Menentukan harga CEC (cation exchange capacity) atau KTK (kapisitas
tukar kation) suatu sampel bentonite.

7.2. DASAR TEORI


Seperti kebanyakan metode pertukaran kation, tes dengan menggunakan
methyl blue digunakan untuk mengukur total kapasitas pertukaran kation dari
suatu sistem clay, dimana pertukaran kation tersebut tergantung dari jenis dan
kristallinitas mineral, pH larutan, jenis kation yang dipertukarkan, dan konsentrasi
kandungan mineral yang terdapat dalam clay.
Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari kekuatan ikatan
ion – ion berikut ini :
Li+  Na+  H+  K+  NH4 +  Mg2+  Ca2+  Al3+
Harga pertukaran kation yang paling besar dimiliki oleh mineral allogenic
( pecahan batuan induk ), sedangkan yang paling kecil dimiliki oleh mineral
authogenic ( proses kimiawi ). Kapasitas tukar kation dari beberapa jenis mineral
clay dapat dilihat pada tabel 7-1.
Sedangkan laju reaksi pergantian kation tergantung pada jenis kation yang
dipertukarkan dan jenis serta kadar mineral clay (konsentrasi kation).
Adapun hal yang menyebabkan mineral clay memiliki kapasitas tukar
kation adalah :
1. Adanya ikatan yang putus disekeliling sisi unit silika alumina, akan
menimbulkan muatan yang tidak seimbang sehingga agar seimbang
kembali (harus bervalensi rendah) diperlukan penyerapan kation.

29
2. Adanya subsitusi alumina bervalensi tiga di dalam kristal untuk silika
equivalent, serta ion – ion bervalensi rendah terutama magnesium di
dalam struktur tetrahedral.
3. Penggantian hidrogen yang muncul dari gugusan hidroksil yang
muncul oleh kation – kation yang dapat ditukar – tukarkan
(exchangeable). Untuk faktor ini masih disangsikan kemungkinannya
karena tidak mungkin terjadi pertukaran hidrogen secara normal.
Tabel 7-1 Kapasitas Tukar Kation Dan Beberapa Jenis Mineral Clay 1,2
Jenis Mineral Clay Kapasitas Tukar Kation, meq./100 gr

Koalinite 3 – 15
Halloysite.2H2 O 5 – 10
Halloysite.4H2 O 10 – 40
Montmorilllonite 80 – 150
Illite 10 – 40
Vermiculite 100 – 150
Chlorite 10 – 40
Spiolite – Attapulgite 20 – 30

Rekasi pertukaran katio kadang – kadang bersamaan dengan terjadi


swelling. Jika permukaan clay kontak langsung dengan air dan menganggap
bahwa satu plat clay terpisah dari matriksnya, maka ion – ion yang bermuatan
positif (kation) akan meninggalkan plat clay tersebut. Karena molekul air adalah
polar maka molekul air akan ditarik balik oleh kation yang terlepas maupun oleh
plat clay, dan molekul air yang bermuatan positif akan ditarik oleh plat claynya
sendiri, sehingga keseluruhan clay akan mengembang.

7.3. PERALATAN DAN BAHAN


7.3.1. Alat
1. Timbangan
2. Gelas Ukur 50 cc

30
3. Gelas Erlenmeyer 250 cc
4. Magnet Batang
5. Hotplate
6. Multimagnetisir
7. Pipet
8. Buret Titrasi
9. Kertas Whatman
10. Stop Watch

7.3.2. Bahan
1. Bentonite
2. Aquadest
3. H2 SO4 5 N
4. Methylene Blue

7.4. PROSEDUR PERCOBAAN


Langkah-langkah dalam mengukur harga MBT adalah :
1. Menimbang 1 gram clay sudah siap untuk dianalisa, mesh 270 ( baik
sesudah teraktifasi maupun sebelum teraktifasi ) ke dalam erlenmeyer
flask 250 cc.
2. Kemudian menambahkan 50 cc Aquadest dan diaduk dengan magnetisir
sambil ditetesi katalisator asam sulfat 5 N sebanyak 10 tetes.
3. Kemudian dididihkan diatas hotplate selama 10 menit sambil diaduk.
4. Sampel tersebut kemudian dititrasi dengan penambahan larutan
methyylene blue setiap 5 cc dan diaduk selama 30 detik dan kemudian
mengambil sample dengan pipet dan teteskan diatas kertas Whatman
sampai terdapat lingkaran dua warna biru yang berbeda ( biru muda dan
biru tua ).

31
5. Setelah terjadi dua warna lingkaran biru tua dan muda selanjutnya
digojok manual lebih kurang 2 menit apakah warna tersebut berubah
atau hilang. Jika tidak ada perubahan berarti titrasi sudah berakhir.
6. Jika setelah digojok 2 menit dua lingkaran tersebut berubah, maka
melakukan kembali langkah nomor 4 dan seterusnya.
7. Kemudian mencatat pertukaran kation dari larutan tersebut yang sama
dengan jumlah cc dari larutan titrasi metyylene blue dalam satuan
meq/100 gram.
vol M B
8. Menghitung KTK = meq/100 gr
vol M ud

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Bambang, T., “Teknik Pemboran I”, HMTM PATRA ITB, Bandung, 1986.

2. Catlin, C., ”Petroleum Engineering-Drilling And Well Completion”,


Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, New York, 1950.

3. Grim, R.E., “Clay Mineralogy”, Mc. Graw Hill Book Co., New York, USA,
1986.

4. Lummus, James L., J.J. Azaz, “Drilling Fluids Optimation. A Practical Field
Approach”, Penn-Well Publishing Co., 1986.

5. Mc. Cray and Cle., “Oil Well Drilling Technology”, University of


Oklahoma Press, Norman, 1960.

6. Monicard, R.P., “Drilling Mud and Cement Slurry Rheology Manual”, Gulf
Publishing Co., Edition Technique, Paris, 1982.

7. Rudi Rubiandini R.S., Diktat Kursus “Mud Design and Problem Solving”,
PT Redekatama Mitra, 1996.

33

Anda mungkin juga menyukai