Anda di halaman 1dari 58

BAB II

DENSITAS, SAND CONTENT DAN PENGUKURAN KADAR MINYAK


PADA LUMPUR PEMBORAN

2.1. TUJUAN PERCOBAAN


a. Mengenal material pembentuk lumpur pemboran serta fungsi-fungsi
utamanya.
b. Menentukan densitas lumpur pemboran dengan menggunakan alat Mud
Balance.
c. Menentukan kandungan pasir dalam lumpur pemboran.
d. Mengetahui besarnya kadar pasir (%) yang terkandung dalam lumpur bor.
e. Menentukan kadar minyak dan padatan yang terdapat dalam lumpur bor
(emulsi).

2.2. DASAR TEORI


2.2.1. Densitas lumpur
Lumpur sangat besar peranannya dalam menetukan berhasil
tidaknya suatu operasi pemboran, sehingga perlu diperhatikan sifat-
sifat dari lumpur tersebut, seperti densitas, viscositas, gel strength atau
filtration loss. Dalam percobaan ini akan dibahas salah satu sifat saja
yaitu densitas.
Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang
sangat penting, karena peranannya berhubungan langsung dengan
fungsi lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Adanya densitas
lumpur bor yang terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke
formasi (lost circulation), sedang apabila terlalu kecil akan
menyebabkan “kick” (masuknya fluida formasi ke lubang sumur).
Maka densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi
yang akan dibor.

3
4

Densitas lumpur dapat menggambarkan gradient hidrostatik dari


lumpur bor dalam psi/ft tetapi dilapangan biasanya dipakai satuan ppg
(pound per gallon).
Asumsi-asumsi :
Volume setiap material adalah additive:
Vs + Vml = Vmb...........................................................................(1)
Jumlah berat adalah additive, maka:
ds x Vs + dml x Vml = dmb x Vmb ..................................................(2)
Keterangan :
Vs = Volume solid, bbl
Vml = Volume lumpur lama, bbl
Vmb = Volume lumpur baru, bbl
ds = berat jenis solid, ppg
dml = berat jenis lumpur lama, ppg
dmb = berat jenis lumpur baru, ppg
Dari persamaan (1) dan (2) didapat :

Vs =
d ml - d mb  x Vml ......................................................................(3)
d s - d mb 
Karena zat pemberat (solid) beratnya adalah:
Ws = Vs x ds
Bila dimasukkan kedalam persamaan (3):
d mb - d ml 
Ws = x d s x Vml 
d s - d mb 
.............................................................(4)
% Volume solid:
Vs d - d 
x 100 = mb ml x 100 % ........................................................(5)
Vmb d s - d ml 
% Berat solid :
d s x Vs
x 100 % ............................................................................(6)
d mb x Vmb
5

Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barit dengan


SG = 4,3, untuk menaikkan densitas dari lumpur lama seberat dml ke
lumpur baru sebesar dmb setiap bbl lumpur lama memerlukan berat
solid, Ws sebanyak:

Ws = 684 x
d mb - d ml  ...................................................................(7)
35.8 - d mb 
Keterangan :
Ws = berat solid atau zat pemberat, kg barit/bbl lumpur. Sedangkan
jika yang digunakan sebagai zat pemberat adalah Bentonit dengan SG
= 2,5, maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan:

Ws= 684 x
d mb - d ml  ......................................................................(8)
20.8 - d mb 
Dimana Ws = kg bentonite/bbl lumpur.

2.2.2. Sand content


Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) kedalam
pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran.
Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat
mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini
akan menambah densitas lumpur yang telah mengalami sirkulasi.
Bertambahnya densitas lumpur yang tersirkulasi ke permukaan akan
menambah beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu setalah
lumpur disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan terutama
menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama
sirkulasi, Alat-alat ini, yang biasanya disebut “Conditioning
Equitment “, adalah :
 Shale Shaker
Fungsinya menbersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau
cutting yang berukuran besar.
 Degasser
6

Fungsinya untuk membersihkan lumpur dari gas yang mungkin


masuk ke lumpur pemboran.
 Desander
Fungsinya untuk membersihkan lumpur dari partikel-partikel
padatan yang berukuran kecil yang bisa lolos dari shale shaker.

 Desiliter
Fungsinya sama dengan desander, tetapi desiliter dapat
membersihkan lumpur dari partikel-partikel yand berukuran lebih
kecil.
Penggambaran sand content dari lumpur pemboran adalah
merupakan prosen volume dari partikel-partikel yang diameternya
lebih besar dari 74 mikron. Hal ini dilakukan melalui pengukuran
dengan saringan tertentu. Jadi rumus untuk menentukan kandungan
pasir (sand content) pada lumpur pemboran adalah :
Vs
n= x 100 ....................................................................................(9)
Vm
dimana :
n = kandungan pasir.
Vs = volume pasir dalam lumpur.
Vm = volume lumpur.

2.3. PERALATAN DAN BAHAN


2.3.1. Peralatan:
o Mud balance
o Retort kit
o Multi Mixer
o Wetting agent
o Sand Content set
o Gelas Ukur 500 cc
7

2.3.2. Bahan:
o Gypsum
o Bentonite
o Air Tawar (Aquadest)

1 2 3 4 5 6

Keterangan:
1. Lid 4. Fulcrum
2. Cup 5. Rider
3. Base 6. Balance Arm

Gambar 2.1. Mud Balance2)


8

Keterangan:
1. Cup Mixer
2. Multi Mixer

Gambar 2.2. Multi Mixer2)


9

1 2 3

Keterangan:
1. Kondensor
2. Wetting Agent
3. Insulator Block

Gambar 2.3. Retort Kit2)


10

2.4. PROSEDUR PERCOBAAN


2.4.1. Densitas Lumpur
1. Mengkalibrasi peralatan mud balance sebagai berikut:
o Membersihkan peralatan mud balance.
o Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu ditutup dan
dibersihkan bagian luarnya. Mengeringkan dengan kertas
tissue.
o Meletakkan kembali mud balance pada kedudukannya semula.
o Menempatkan Rider pada skala 8,33 ppg.
o Mencek pada level glass, bila tidak seimbang, atur calibration
srew sampai seimbang.
2. Menimbang beberapa zat yang digunakan, sesuai petunjuk
asisten.
3. Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22,5 gr betonite.
Caranya air dimasukkan kedalam benjana, lalu dipasang pada
multi mixer dan bentonite dimasukkan sedikit demi sedikit setelah
multi mixer dijalankan, selang beberapa menit setelah dicampur,
benjana diambil dan isi cup mud balance dengan lumpur yang
telah dibuat.
4. Menutup cup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar
dan tutup cup dibersihkan sampai bersih.
5. Meletakkan balance arm pada kedudukannya semula, lalu
mengatur rider hingga seimbang. Membaca densitas yang
ditunjukkan oleh skala.
6. Mengulangi Langkah 5 untuk komposisi campuran yang
diberikan oleh asisten.
11

2.4.2. Sand Content


1. Mengisi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai.
Menambahkan air pada batas berikutnya. Menutup mulut tabung
dan kocok dengan kuat.
2. Menuangkan campuran tersebut ke saringan. Membiarkan cairan
mengalir keluar melalui saringan. Mengulangi hingga tabung
menjadi bersih. Mencuci pasir yang tersaring pada saringan untuk
melepaskan dari sisa-sisa lumpur yang melekat.
3. Memasang funnel tersebut pada sisi atas dari sieve. Dengan
perlahan-lahan membalik rangkaian peralatan tersebut dan
memasukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur. Menghanyutkan
pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui
saringan hinnga semua pasir tertampung dalam gelas ukur.
Membiarkan pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung,
membaca prosen volume dari pasir yang mengendap.
4. Mencatat sand content dari lumpur dalam prosen volume.

2.4.3. Penentuan Kadar Cairan Tapisan


1. Mengambil himpunan retort keluar dari insulator block,
mengeluarkan mud chamber dari retort.
2. Mengisi upper chamber dengan steel wall.
3. Mengisi mud chamber dengan lumpur dan menempatkan kembali
tutupnya, membersihkan lelehan lumpurnya.
4. Menghubungkan mud chamber dengan upper chamber, kemudian
menempatkan kembali ke dalam insulator.
5. Menambahkan setetes wetting agent pada gelas ukur dan
menempatkan dibawah kondensator.
6. Memanaskan lumpur sampai tak terjadi kondensasi lagi yang
ditandai dengan matinya lampu indikator.
7.
12

Hal-hal yang perlu dicatat selama pengujian berlangsung, adalah :


1. % volume minyak = ml minyak x 10
2. % volume air = ml air x 10
3. % volume padatan = 100 – (ml minyak + ml air) x 10
4. gram minyak = ml minyak x 0,8
5. gram lumpur = lb/gall lumpur x 1,2
6. gram padatan = gram lumpur – (gram minyak + gram air)
7. ml padatan = 10 – (ml minyak + ml air)
8. SG padatan rata-rata = gram padatan /ml padatan
9. %berat padatan = (gram padatan/gram lumpur) x 100 %

2.5. DATA HASIL PERCOBAAN


Bentonite : 22,5 gr Sand contest : 1%
Aquadest : 350 ml Massa lumpur mud balance: 129,91 gr
Nacl : 3 gr Volume lumpur: 130 ml
Pasir : 4 gr Densitas percobaan: 8,6 ppg
Volume minyak : 0,93 ml
Volume air : 6,5 ml

2.6. PERHITUNGAN
 Perhitungan Densitas:
𝑚
p= 𝑣
129,91 𝑔𝑟
= = 0,999 gr/ml = 8,32 ppg
130 𝑚𝑙

1. % volume minyak = 0,93 × 10 = 9,3%


2. % volume air = 6,5 × 10 = 65%
3. % volume padatan = 100 − (0,93 + 6,5) × 10 = 100 − (74,3) × 10
= 25,7 %
4. gram minyak = 0,93 × 0,8 = 0,744 gr
5. gram lumpur = 8,6 × 1,2 = 10,32 gr
6. gram padatan = 10,32 − (0,744 + 6,5) = 3,076 gr
7. ml padatan = 10 − (0,93 + 6,5) = 2,57 ml
3,076
8. SG padatan rata − rata = 10,32 × 100 % = 29,81 %
13

Tabel 2.1.
Tabulasi Pengukuran Densitas, Sand Content Dan Pengukuran Kadar
Minyak Pada Lumpur Pemboran Dari Semua Kelompok
Densitas
Lime Densitas Sand
Aquadest Bentonite Gypsum Barite pd Mud
Kelompok stone Nacl (gr) teoritis Content
(ml) (gr) (gr) (gr) (gr) Balance
(ppg) (%)
(ppg)
1 350 22,5 2,3 8,5 6,5 0,5
2 350 22,5 4,9 8,7 7.472 0,25
3 350 22,5 1,5 8,5 8,33 0,1
4 350 22,5 3 8,6 8,32 1
5 350 22,5 3 8,6 15,6 1
6 350 22,5 8 8,7 8,5 0,5
7 350 22,5 3,5 8,6 8,2 0,3
8 350 22,5 6 8,7 8,371 0,5
9 350 22,5 4 8,7 8,5 2
10 350 22,5 3 8,6 8,41 0,5
11 350 22,5 4,5 8,5 7,6 4,5
12 350 22,5 6 8,7 8,24 0,6

3.5 3
3
2.5
nacl (gram)

2
1.5 1
1
0.5
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
sand content

Gambar 2.4. Grafik Nacl Vs Sand Content


14

0.6
0.5 0.5
0.5

barite (gram)
0.4

0.3 0.25

0.2

0.1

0
0 2 4 6 8 10
sand content

Gambar 2.5. Grafik antara Barite Vs Sand Contant

9 8
8
limestone (gram)

7
6 4.6
5
4 3
3
2
1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
sand content

Gambar 2.6. Grafik antara limestone Vs Sand Content

7 66
6
4.5
gypsum (gram)

5
4 3.5

3
2 1.5
1
0
0 1 2 3 4 5
sand content

Gambar 2.7. Grafik antara Gypsum Vs Sand Content


15

18 15.6
16
14

densitas (ppg)
12
10 8.5
8 6.5
6
4
2
0
0 1 2 3 4 5
barite (gram)

Gambar 2.8. Grafik antara Barite Vs Densitas

8.8
8.6 8.5
8.41
8.4
8.2
densitas (ppg)

8
7.8
7.6 7.472
7.4
0 2 4 6 8 10

limestone (gram)

Gambar 2.9. Grafik antara limestone Vs Densitas

9 8.32
8
7
densitas (ppg)

6
5
4 3
3
2
1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5

nacl (gram)

Gambar 2.10. Grafik antara Nacl Vs Densitas


16

8.5 8.371
8.4 8.33
8.24
8.3 8.2

densitas (ppg)
8.2
8.1
8
7.9
7.8
7.7 7.6
7.6
7.5
0 2 4 6 8
gypsum (gram)

Gambar 2.11. Grafik antara Gypsum Vs Densitas

2.7. PEMBAHASAN
Lumpur sangat berperan besar dalam menentukan berhasil tidaknya suatu
oprasi pemboran, segingga perlu diperhatikan sifat-sifat fisik dari lumpur tersebut
seperti: densitas, viskositas, gelstength,atau filltration lost, sedangkan pada
percobaan ini akan dibahas salah satu sifatnya yaitu densitas. Dalam perencanaan
selalu dibuat densitas lumpur yang akan membuat tekanan hidrostatis lumpur
yang lebih besar dari tekanan formasi yang ditembus. Untuk menaikan densitas
lumpur dapat ditambahkan zat adiktif diantaranya: bentonite, galera, ilmenite, dan
osawasand. Densitas lumpur akan mempengaruhi fungsi lumpur antara lain
mengangkat cuting ke permukaan, mengontrol tekanan formasi, memberi
informasi, dll.
Berdasarkan percobaan ada beberapa adiktif yang ditambahkan yaitu:
bentonite sebesar 22,5gr adiktif ini digunakan untuk menaikan densitas lumpur.
Densitas lumpur yang terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi
(lost Circulation) sedangkan apabila densitas lumpur terlalu kecil akan
mengakibatkan Kick (masuknya fluida formasi ke lubang sumur). Dari data
perhitungan didapatkan pengukuran densitas lumpur digunakan volume air
sebesar 350ml massa bentonite 22,5gr, NaCl 3gr, pasir 4gr, material-material
tersebut digunakan untuk pembuatan lumpur. kemudian menggunakan
mudbalance 𝜌 pembacaan 8,6 ppg. volume lumpur 130 ml dan massa lumpur
17

129,91gr selanjutnya pengukuran 𝜌 dilakukan dengan perhitungan perbandingan


antara berat lumpur dalam mudbalance dengan volume lumpur mudbalance yang
kemudian dikalikan dengan 8,5 (1gr/cc air = 8,33ppg) didapatkan harga
perhitungan 𝜌 lumpur secara manual sebesar 8,32 ppg hal ini jelas terlihat adanya
perbandingan antara perhitungan 𝜌 menggunakan alat mudbalance dengan
perhitungan 𝜌 secara manual yakni 8,32 ppg. Hal ini dikarenakan terjadinya
pertumpahan lumpur pada mudbalance pada saat memindahkannya digelas beker.
Pada percobaan sand konten digunakan lumpur pada percobaan
sebelumnya mengisi tabung gelas ukur dengan lumpur dan ditandai menambahkan
air pada batas berikutnya, menutup mulut tabung dan mengocoknya dengan kuat
dan dibiarkan sampai pasir dalam tabung akan kelihatan pada dasar tabung
kemudian membaca % volume pasir yang mengendap dari skala pasca tabung
didapatkan endapan pasir sebesar 1%.
Sedangkan pada percobaan pengukuran volume tampisan minyak data
yang didapat yakni volume minyak 0,93 ml, volume air 6,5 ml, massa lumpur
129,91 gr kemudian didapatkan hasil dari % volume minyak sebesar 9,3%,
%volume sebesar 65%, %volume padatan sebesar 25,7%, massa minyak sebesar
0,744 gr, massa lumpur 10,32 gr, massa padatan sebesar 3,076 gr, volume padatan
sebesar 2,57 gr dan spesifik gravity padatan rata-rata sebesar 29,81%.
18

2.8. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
1. Bentonite merupakan salah satu material pembentuk lumpur pemboran
yang digunakan dan berfungsi untuk menaikan densitas lumpur.
2. Densita lumpur yang diperoleh dengan menggunakan mudbalance sebsar
8,6 ppg.
3. Kandungan pasir didalam lumpur pemboran sebesar 1%.
4. Kadar minyak didalam lumpur pemboran sebesar 9,3% sedangkan kadar
atau volume padatan 25,7%.
19

BAB III
PENGUKURAN VISCOSITAS DAN GEL STRENGTH

3.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Menentukan viscositas relatif lumpur pemboran dengan Marsh Funnel.
2. Menentukan viscositas nyata (apparent viscosity), plastic viscosity, yield
point dan gel strength lumpur pemboran dengan menggunakan Fann VG
Meter.
3. Memahami rheologi lumpur pemboran.
4. Mengetahui efek penambahan thinner dan thickener pada lumpur
pemboran.

3.2. DASAR TEORI


Viscositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-
sifat rheologi fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida
pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan
fungsi langsung dari viscositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat
round trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap di dasar sumur yang
dapat menyebabkan kesukaran pengeboran selanjutnya. Viscositas dan gel
strength merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.
Fluida pemboran dalam percobaan ini adalah lumpur pemboran.
Lumpur pemboran ini mengikuti model-model rheologi Bingham Plastic,
Power Law. Diantara keriga model ini, Bingham Plastic merupakan model
yang sederhana untuk fluida Non-Newtonian.
Yang dimaksud fluida non-Newtonian adalah fluida yang mempunyai
harga viscositas tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran (shear rate)
yang terjadi.
Gambar di bawah ini adalah suatu plot pada kertas koordinat rectangular
dari viscositas vs shear rate untuk fluida ini. Pada setiap shear rate tertentu
fluida mempunyai viscositas yang disebut apparent viscosity dari fluida pada
shear rate tersebut.
20

Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viscositas konstan,


fluida Non-Newtonian memperlihatkan suatu yield stress suatu jumlah
tertentu dari tahanan dalam yang harus diberikan agar fluida mengalir
seluruhnya.
Dalam percobaan ini pengukuran viscositas yang sederhana dilakukan
dengan menggunakan alat mars funnel. Viscositas ini adalah jumlah detik
yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0,9463 liter untuk mengalir keluar dari
colong mars funnel. Bertambahnya viscositas ini direfleksikan dalam
bertambahnya apparent viscosity. Untuk fluida Non-Newtonian, informasi
yang didapatkan dengan marsh funnel memberikan suatu gambaran rheology
fluida yang tidak lengkap sehingga biasa digunakan untuk membandingkan
fluida yang baru (awal) dengan kondisi sekarang.
Yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-
menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh muatan-
muatan pada permukaan partikel yang didispersi dalam fasa fluida. Gel
strength dan yield point keduanya merupakan ukuran dari gaya tarik menarik
antar partikel. Gaya tarik menarik dalam suatu sistem lmpur. Bedanya, gel
strength merupakan ukuran gaya tarik menarik yang statik sedangkan yield
point merupakan ukuran gaya tarik menarik yang dinamis.

3.2.1. Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate


Harga shear stress dan shear rate yang masing-masing
dinyatakan dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial
reading) dan RPM motor, harus diubah menjadi harga shear stress
dan shear rate dalam satuan dyne/cm2 dan detik-1 agar diperoleh
harga viscositas dalam satuan cp (centipoise). Adapun persamaan
tersebut sebagai berikut :
 = 5,077 x C....................................................................................(1)
 = 1,704 x RPM...............................................................................(2
dimana :
 = Shear stress, dyne/cm2
21

 = Shear rate, detik-1


C = Dial reading, derajat
RPM = Revolution per minute dari rotor
3.2.2. Penentuan Harga Viscositas Nyata (Apparent Viscosity)
Viscositas nyata (a) untuk setiap harga shear rate
dihitung berdasarkan hubungan:
a = / x 100 .........................................................................(3)
a=(300 x C )/RPM.................................................................(4)
3.2.3. Penentuan Plastic Viscosity dan Yield Point.
Untuk menentukan plastic viscosity (p) dan yield point (Yp)
dalam field unit digunakan persamaan Bingham plastic berikut :
p = (600 - 300)/(600 - 300)............................................(5)
Dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) kedalam
persamaan (5) didapat:
p = C600 – C300 ...............................................................(6)
Yb = C300 – p ....................................................................(7)
Dimana:
p = Plastic Viscosity, cp
Yp = Yield Point Bingham, lb/100 ft2
C600 = dial reading pada 600 RPM, derajat
C300 = dial reading pada 300 RPM, derajat
3.2.4. Penentuan Harga Gel Strength
Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung
dari pengukuran dengan alat Fann VG Meter. Simpangan skala
penunjuk akibat digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung
menunjukkan harga gel strength 10 detik atau 10 menit dalam 100
lb/ft2.

3.3. PERALATAN DAN BAHAN


3.3.1. Peralatan:
22

o Marsh Funnel
o Timbangan
o Gelas Ukur 500 ml
o Fann VG Meter
o Mud Mixer
o Cup Mud Funnel
3.3.2. Bahan:
o Bentonite
o Aquadest
o Gypsum

Keterangan :
1. Mud Mixer
2. Bejana
Gambar 3.1. Mud Mixer2)
23

3 5

Keterangan :
1. Skala
2. Rotor
3. Cup (bejana)
4. Motor
5. Speed Control Switch

Gambar 3.2. Fann VG Meter2)


24

3.4. PROSEDUR PERCOBAAN

3.4.1. Membuat Lumpur


Prosedur pembuatan lumpur sama dengan prosedur pembuatan
lumpur pada percobaan 1. komposisi lumpur yang akan dibuat
ditentukan oleh asisten.
3.4.2. Cara bekerja dengan Marsh Funnel
1. Tutup bagian bawah marsh funnel dengan jari tangan. Tuangkan
lumpur bor melalui saringan sampai lumpur menyinggung bagian
bawah saringan (1500 cc).
2. Setelah disediakan bejana yang telah tertentu isinya (1 quart =
946 ml). Pengukuran dimulai dengan membuka jari tadi sehingga
lumpur mengalir dan ditampung dalam bejana tadi.
3. Catat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi bejana
yang tertentu isinya tadi.

3.4.2. Mengukur Gel Strength dengan Fann VG


1. Setelah selesai pengukuran dengan Marsh Funnel, mengaduk
lumpur dengan Fann VG pada kecepatan 600 RPM selama 10
detik.
2. Matikan Fann VG, kemudian mendiamkan lumpur selama 10
detik.
3. Setelah 10 detik gerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM. Membaca
simpangan maksimum pada skala penunjuk.
4. Aduk kembali lumpur dengan Fann VG pada kecepatan rotor 600
RPM selama 10 detik.
5. Mengulangi kerja diatas untuk gel strength 10 menit. (Untuk gel
strength 10 menit, lama pendiaman lumpur 10 menit ).
25

3.5. DATA HASIL PERCOBAAN


Volume Aquadest : 350 ml
Massa Bentonite : 22.5 gr
Gysum : 4 gr
3.6. PERHITUNGAN
1. Marsh funnel = 38 detik dari 350 cc
2. Fann VG meter : 𝐶600 = 5°
𝐶300 = 3°

3. 𝜇𝑝 = 𝐶600 − 𝐶300 = 5° − 3° = 2 𝑐𝑝
4. 𝑌𝑝 = 𝐶300 − 𝜇𝑝 = 5° − 2 = 3 𝑙𝑏⁄100𝑓𝑡 2
5. Gel strength : 10 detik = 4°
10 menit = 4°

Tabel 3.1
Diel Reading
Speed ( RPM ) Diel Reading (c)
600 5
300 3

Tabel 3.2
Gel strength
Waktu (s) Speed (RPM ) Diel Reading (c) Gel Strength (100lb/ft2
10 detik 600 5 4
10 menit 300 3 4

Tabel 3.3.
26

Tabulasi Pengukuran Viscositas dan Gel Strenght Dari Semua Kelompok

Additive Viskositas
Aquadest Bentonite VP YP GS 10 detik GS 10 menit
Kelompok Relatif
(ml) (gr) NaCl Polymer gypsum Barite (cp) (lb/100ft2) (100 lb/ft2) (100 lb/ft2)
(detik)
1 350 22,5 4 36,71 7 6 3 4
2 350 22,5 4 36,8 2 0 51,9 49,3
3 350 22,5 7 53 13,5 -7 13 14
4 350 22,5 4 38 2 3 4 4
5 350 22,5 5 38,04 2 2,5 2 3,5
6 350 22,5 5 36 8 4 20 12
7 350 22,5 2 39 5 5 11 10
8 350 22,5 5 38,06 2,5 3 23 4
9 350 22,5 7 37,23 17 -9 30 3
10 350 22,5 6 34,95 7,5 -4,5 4 4
11 350 22,5 3 148 21 38 60 15
12 350 22,5 6 28,31 5 0 2,8 7,5

38.2 38.04
38
funnel viscosity (detik)

37.8
37.6
37.4 37.23
37.2
37
36.71
36.8
36.6
0 2 4 6 8
nacl (gram)

Gambar 3.3. Grafik antara NaCl Vs Funnel Viscosity


27

160 148
140

funnel viscosity (detik)


120
100
80
53
60 39
40
20
0
0 2 4 6 8
polymer (gram)

Gambar 3.4. Grafik antara Polymer Vs Funnel Viscosity

45
38 38.06
40
funnel viscosity (detik)

35
28.31
30
25
20
15
10
5
0
0 2 4 6 8
Gypsum (gram)

Gambar 3.5. Grafik antara Gypsum Vs Funnel Viscosity

37 36.8
funnel viscosity (detik)

36.5
36
36

35.5
34.95
35

34.5
0 2 4 6 8
Barite (gram)

Gambar 3.6. Grafik antara Barite Vs Funnel Viscosity


28

18 17
16

viscosity plastic (vp)


14
12
10
7
8
6
4 2
2
0
0 2 4 6 8
nacl (gram

Gambar 3.7. Grafik antara Nacl Vs Viscositas Plastic

25
21
viscosity olastic (vp)

20
13.5
15

10
5
5

0
0 2 4 6 8
polymer (gram)

Gambar 3.8. Grafik antara Polymer Vs Viscositas Plastic

6
5
5
viscosity plastik (vp)

3 2.5
2
2

0
0 2 4 6 8
Gypsum (gram)

Gambar 3.9. Grafik antara Gypsum Vs Viscosity Plastic


29

9 8
7.5
8

viscosity plastic (vp)


7
6
5
4
3 2
2
1
0
0 2 4 6 8
barite (gram)

Gambar 3.10. Grafik antara Barite Vs Viscosity Plastic

8 6
6
4 2.5
Yield point (yp)

2
0
-2 0 2 4 6 8
-4
-6
-9
-8
-10
nacl (gram)

Gambar 3.11. Grafik antara Nacl Vs Yield Point

45
38
40
35
30
yield point (yp)

25
20
15
10 5
5
0
-7
-5 0 2 4 6 8
-10
polymer (gram)

Gambar 3.12. Grafik antara Polymer Vs Yield Point


30

3.5 3 3
3

Yield point (yp)


2.5
2
1.5
1
0.5 0
0
0 2 4 6 8
Gypsum (gram)

Gambar 3.13. Grafik antara Gypsum Vs Yield Point

5 4
4
3
2
yield point (yp)

1 0
0
-1 0 2 4 6 8
-2
-3
-4.5
-4
-5
barite (gram)

Gambar 3.14. Grafik antara Barite Vs Yield Point

35 30
30
gel strength 10 detik

25
20
15
10
3 2
5
0
0 2 4 6 8
Nacl (gram)

Gambar 3.15. Grafik antara NaCl Vs Gel Strenght 10 detik


31

70 60
60

gel strength 10 detik


50
40
30
20 11 13
10
0
0 2 4 6 8
polymer (gram)

Gambar 3.16. Grafik antara Polymer Vs Gel Strenght 10 detik

25 23
gel strength 10 detik

20

15

10
4
5 2.8

0
0 2 4 6 8
gypsum (gram)

Gambar 3.17. Grafik antara Gypsum Vs Gel Strenght 10 detik

60 51.9
50
gel strength 10 detik

40

30
20
20

10 4

0
0 2 4 6 8
Barite (gram)

Gambar 3.18. Grafik antara Barite Vs Gel Strenght 10 detik


32

4.5 4
4 3.5

gel strength 10 menit


3.5 3
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 2 4 6 8
nacl (gram)

Gambar 3.19. Grafik antara Nacl Vs Gel Strenght 10 menit

70 60
60
gel strength 10 menit

50
40
30
20 11 13
10
0
0 2 4 6 8
polymer (gram)

Gambar 3.20. Grafik antara Polymer Vs Gel Strenght 10 menit

8 7.5
7
gel strength 10 menit

6
5 4 4
4
3
2
1
0
0 2 4 6 8
gypsum (gram)

Gambar 3.21. Grafik antara Gypsum Vs Gel Strenght 10 menit


33

60
49.3

gel strength 10 menit


50

40

30

20 12
10 4

0
0 2 4 6 8

barite (gram)

Gambar 3.22. Grafik antara Barite Vs Gel Strenght 10 menit

3.7. PEMBAHASAN
Lumpur bor berpengaruh terhadap kemampuan lapisan produktif berkaitan
dengan produktifitas formasi juga banyak dipengaruhi oleh karakteristik formasi
reservoir suatu lapangan . Viscositas pada lumpur pemboran berpengaruh pada
proses pengangkatan cutting. Viscositas dan gel strength yang rendah akan
memberi persen berat partikel akan cenderung mengendap kembali dibottom hole,
dan viscositas serta gel strength perlu dinaikkan untuk mencegah pengendapan
kembali oleh partikel .
Kontaminasi sodium chlorida (NaCl) terjadi pada saat pemboran menembus
kubah garam (salt dome) lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam
cukup tinggi atau akibat air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk ke
dalam sistem lumpur . Akibat kontaminasi ini, akan mengakibatkan berubahnya
sifat lumpur seperti viscositas, yield point, gel strength , dan filtration loss .
Penurunan pH dapat terjadi bersamaan dengan kehadiran garam pada sistem
lumpur, dapat didekteksi dengan peningkatan klorida . Efek elektrolik cenderung
menggantikan ion hidrogen. Kontaminasi NaCl ditangani dengan menambah
KOH.
Sedangkan kontaminasi Gypsum (CaSO4. 2H2O) dapat masuk ke dalam
lumpur saat menembus formasi Gypsum, lapisan gypsum dalam merubah sifat
fisik lumpur tersebut seperti viscositas plastik, yield point, gel strength, dan fluid
34

loss. Gypsum yang masuk ke dalam sistem lumpur akan membentuk ion sulfat
sehingga dapat menurunkan pH yang akan menyebabkan peningkatan laju kerosin
pada peralatan pemboran. Untuk penanggulangan kontaminasi gypsum yaitu
dengan menambahkan soda ash atau dapat menggunakan barium karbonat . Jadi
pada dasar NaCl apabila penambahan terus dilakukan sampai lewat jenuh , maka
menyebabkan menurunnya kelarutan Ca(OH)2 sehingga terjadi perlambatan
hidrasi. Sedangkan gypsum pada ukuran kritis, hidrasi C7S akan menjadi lebih
cepat. Pilihan yang diambil dalam mengatasi ini dengan mengendapkan ion Ca+2
atau merubah sistem lumpur kapur (dasar kalsium) Gejala mulai dari kontaminasi
gypsum yaitu viscositas tinggi, daya agar tinggi dan laju lapisan bertambah.
35

3.8. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
1. Lumpur bor berpengaruh terhadap kemampuan lapisan produktif
berkaitan dengan produktifitas formasi, sedangkan produktifitas
formasi dipengaruhi oleh karakteristik formasi reservoir suatu
lapangan .
2. Akibat kontaminasi NaCl mengakibatkan berubah sifat fisik
lumpur seperti viscositas, yield point, gel strength, dan fitration
loss.
3. Sedangkan lapisan gypsum dengan jumlah banyak dalam lumpur
pemboran merubah sifat fisik lumpur seperti plastic viscosity, yield
point, gel strength, dan fluid loss
4. NaCl ditambah terus dilakukan sampai lewat jenuh, maka
menyebabkan menurunnya kelarutan Ca(OH)2 sehinggga terjadi
perlambatan hidrasi.
5. Gypsum pada ukuran kritis, hidrasi C3S menjadi lebihn cepat.
6. Gejala mula dari gypsum yaitu viscositas tinggi daya agak tinggi
dan laju lapisan bertambah.
36

BAB IV
FILTRASI DAN MUD CAKE

4.1. MAKSUD DAN TUJUAN PERCOBAAN


1. Mempelajari pengaruh komposisi lumpur bor terhadap filtration loss dan
mud cake.
2. Mengenal dan memahami alat-alat dan prinsip kerja filter press.

4.2. DASAR TEORI


Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous,
batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida
dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan
disebut “filtrate”, sedangkan lapisan partikel-partikel besar tertahan
dipermukaan batuan disebut “filter cake”. Proses filtrasi diatas hanya terjadi
apabila terdapat perbedaan tekanan positif kearah batuan. Pada dasarnya ada
dua jenis filtration yang terjadi selama operasi pemboran, yaitu static
filtration dan dynamic filtration. Static filtration terjadi jika lumpur berada
dalam keadaan diam dan dynamic filtration terjadi ketika lumpur
disirkulasikan.
Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake, tidak dikontrol, maka
ia akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran
maupun dalam evaluasi formasi dan tahap produksi. Mud cake yang tipis
akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan
lubang bor. Mud cake yang tebal akan terjepit pipa pemboran sehingga sulit
diangkat dan diputar, sedangkan filtratnya akan menyusup ke formasi dan
dapat menimbulkan damage pada formasi.
Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukuran volume filtration loss
dan tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur yang digunakan
adalah APIRP 13B untuk LPLT (low pressure low temperature). Lumpur
ditempatkan dalam silinder standar yang bagian dasarnya dilengkapi kertas
saring dan diberi tekanan sebesar 100 psi dengan lama waktu pengukuran 30
37

menit. Volume filtrate ditampung dengan gelas ukur dengan cubic centimeter
(cc). Persamaan untuk volume filtrate yang dihasilkan dapat diturunkan dari
persamaan Darcy, persamaannya adalah sebagai berikut:
i
  Cc   2
 2k  Cm  1 
  Pt 
Vf = A  ....................................................................(1)
  
 
 
Dimana:
A : Filtration Area
K : Permeabilitas Cake
Cc : Volume fraksi solid dalam mud cake
Cm : Volume fraksi solid dalam lumpur
P : Tekanan filtrasi
t : waktu filtrasi = viskositas filtrat
Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam
pemboran yang berhubungan erat, baik waktu, kejadiannya maupun sebab
dan akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara
bersamaan.
Persamaan yang umum digunakan untuk static filtration loss adalah:
0,5
 t2 
Q2 = Q2 x   ……………………………………(2)
 t1 
Dimana :
Q1 : Fluid loss pada waktu t1
Q2 : Fluid loss pada waktu t2

4.3. PERALAT DAN BAHAN


4.3.1. Peralatan:
o Filter Press
o Mud mixer
o Gelas ukur 50 cc dan 350 cc
38

o Jangka Sorong
o Filter Paper
o Stop Watch
4.3.2. Bahan:
o Bentonite 22,5 gr
o Aquadest 350 cc
o Gypsum 3 gr

1 2

Keterangan :
3. Mud Mixer
4. Bejana

Gambar 4.1 Mud Mixer2)


39

2
3
4 5

7
9

10 8

Keterangan :
6. T-Screw 6. Base Cup
7. Pressure Inlet 7. Support Rod
8. Top Cup 8. Thumb Screw
9. Frame 9. Graduated Cilinder
10. Cell 10. Support

Gambar 4.2 Filter Press2)


40

Gambar 4.3 Jangka Sorong2)

Gambar 4.4 Stopwatch2)


41

4.4. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Pembuatan Lumpur :
Membuat lumpur dasar
350 cc aquadest + 22,5 gr bentonite + 3 gr Gypsum
2. Mencampurkan ketiganya menggunakan mud mixer selama ± 2 menit.
3. Menyiapkan alat filter press dan segera memasang filter paper secepat
mungkin dan meletakan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung
fluid filtrat.
4. Menuangkan campuran lumpur ke dalam silinder dan segera menutup
rapat. Kemudian mengalirkan udara dengan tekanan 100 psi
5. Segera mencatat volume filtrate sebagai fungsi dari waktu dengan stop
watch. Waktu pengukuran yaitu 2 menit, 4 menit, 6 menit, 7,5 menit, 8
menit, 10 menit, dan 15 menit.
6. Menghentikan penekanan udara, membuang tekanan udara dalam silinder
(bleed off) dan menuangkan kembali sisa lumpur dalam silinder ke dalam
breaker.
7. Menentukan tebal mud cake yang terjadi.

4.5. DATA HASIL PERCOBAAN

Tabel 4.1
Data Pengukuran Volume Filtrate

Waktu
(menit) Volume Filtrat
(ml)
2 45
4 50
6 55
7.5 100
30 200

Tebal mud cake = 0,3 mm


pH = 12
Massa Bentonite = 22,5 gr
Aquadest = 350 cc
Additive Limestone = 2,3 gr
42

4.6. PERHITUNGAN

𝑡2 0.5
 𝑇2 = 𝑇1 (𝑡1)

30 0.5
= 100 × (7,5) = 200 ml

Tabel 4.2.
Tabulasi Filtrasi dan Mud Cake Dari Semua Kelompok
Additive Filtration Mud
Aquadest Bentonite
Kelompok loss 30 Cake
(ml) (gr) Gypsum Barite limestone NaCl menit (ml) (mm)
1 350 22,5 2,3 52 0,2
2 350 22,5 2,3 180 0,24
3 350 22,5 2,3 56 0,25
4 350 22,5 2,3 200 0,3
5 350 22,5 3,4 90 0,6
6 350 22,5 3,4 148 1
7 350 22,5 3,4 120 1,8
8 350 22,5 3,4 300 0,4
9 350 22,5 4,5 320 0,5
10 350 22,5 4,5 96 0,2
11 350 22,5 4,5 80 0,53
12 350 22,5 4,5 196 0,4
43

200 180

filtration loss 30 menit (ml)


180
148
160
140
120 96
100
80
60
40
20
0
0 1 2 3 4 5
nacl (gram)

Gambar 4.5. Grafik antara NaCl Vs Filtration Loss/30 menit

350 320
filtration loo 30 menit (ml)

300
250
196
200
150
90
100 52
50
0
0 1 2 3 4 5

gypsum (gram)

Gambar 4.6. Grafik antara Gypsum Vs Filtration Loss/30 menit

140 120
filtration loss 30 menit (ml)

120
100 80
80
56
60
40
20
0
0 1 2 3 4 5
barite (gram)

Gambar 4.7. Grafik antara Barite Vs Filtration Loss/30 menit


44

350 300

filtration loss 30 menit (ml)


300
250 200
200
150
100
50
0
0 1 2 3 4
limestone (gram)

Gambar 4.8. Grafik antara Limestone Vs Filtration Loss/30 menit


0.7 0.6
0.6 0.5
0.5 0.4
0.4
mud cake (cm)

0.3 0.2
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5
gypsum (gram)

Gambar 4.9. Grafik antara Gypsum Vs Mud Cake

1.2
1
1
mud cake (cm)

0.8

0.6

0.4 0.24 0.2


0.2

0
0 1 2 3 4 5
nacl (gram)

Gambar 4.10. Grafik antara Nacl Vs Mud Cake


45

2 1.8
1.8
1.6

mud cake (cm)


1.4
1.2
1
0.8 0.53
0.6
0.4 0.25
0.2
0
0 1 2 3 4 5
barite (gram)

Gambar 4.11. Grafik antara Barite Vs Mud Cake


0.45 0.4
0.4
0.35 0.3
mud cake (cm)

0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 1 2 3 4
limestone (gram)

Gambar 4.12. Grafik antara Limestone Vs Mud Cake

4.7. PEMBAHASAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pratikan jenis
filtration static dengan nilai filtration loss 200 ml, serta ketebalan mud cake
0,3 mm menggunakan zat additive limestone yang memiliki sifat mud cake
yang tipis dan elastic serta nilsi pH 12 yang bersifat basa.
Untuk menaikkan viscositas lumpur sendiri menggunakan
bentonite yang memiliki kelebihan yaitu: mampu menaikkan viscositas
lumpur dan menurunkan fluid loss, serta cocok digunakan pada lumpur
dasar air tawar. sedangkan kekurangan nya yaitu: tidak cocok digunakan
pada konsentrasi Na, Ca, atau potassium yang tinggi, rentang terhadap
46

kontaminasi garam, atau anhydrite (CaSO4), dan lumpur clay rentang


terhadap temperatur tinggi sedangkan lime memiliki kelebihan untuk
menaikkan viscositas lumpur dan memiliki kekurangan jika terjadi flokulasi
dan akan menyebabkan cutting susah dipisahkan. Awal proses filtrasi ketika
terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous, batuan
tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan
partikel- partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan
disebut filtrat. Mud cake yang tipis merupakan bantalan yang baik antara
pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Bentonite sendiri berperan
mengurangi filtration loss dan menaikkan pH, pH yang bersifat basa pada
dasar nya juga tidak baik karena dapat menaikkan kekentalan dan gel
strength dari lumpur.
Pada pemakaian lumpur akan memperlihatkan mud cake yang tebal
dan filtration loss yang besar jika tidak ditambah organik koloit dan
pembuihan yang terjadi dapat dikurangi dengan penambahan surfactant
kedalam sistem lumpur. Mud cake sendiri berperan penting dalam sistem
pemboran untuk memberi dinding lubang bor. Alat filter press series “387”
yang menghasilkan data akurat dan efisien dalam menentukan mud cake dan
volume filtratnya. Hal ini disebabkan, karena alat tersebut akan menyaring
lumpur akibat dari tekanan hidrostatik, sehingga akan terbentuk mud cake
yang bagus dan volume filtrat yang sedikit keruh. Hanya saja pada saat
pratikum alat yang kita gunakan mengalami kebocoran lumpur yang kami
gunakan dengan komposisi 350 cc air+ 22,5 gr bentonite dan 2,3 gr
limestone, hanya saja mud cake yang dihasilkan 0,3 mm dikarenakan
kurangnya zat additive limestone yang kita gunakan sehingga mud cake
tidak begitu bulat sempurna yang dihasilkan.
Mud cake yang terlalu tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga
sulit diangkat dan diputar, sedangkan filtratnya yang menyusup ke formasi
akan dapat menyebabkan kerusakan formasi. Sedangakn mud cake yang
tipis merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan
lubang bor. Cara mengatasi filtration loss yang tinggi dan untuk menipiskan
47

mud cake, dapat menggunakan bahan-bahan tertentu yang disebut filtration


losss control agent.

4.8 KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Jenis filtration static dengan nilai filtration loss 200 ml , ketebalan mud
cake 0,3 mm menggunakan additive limestone bersifat tipis dan elastic.
2. pH yang terlaru basa pada dasarnya akan menyebabkan kekentalan dan gel
strength dari lumpur.
3. Kurangnya zat additive limestone yang digunakan mengakibatkan mud
ccake tidak begitu membulat didalam alat pada saat filter press dan air
yang dihasilkan sedikit keruh
4. Mud cake adalah lapisan padatan yang melekat pada dinding lubang bor
dan terbentuk dari lumpur pemboran yang memadat akibat adanya filtrasi (
penyaringan ), tekanan hidrostatic lumpur, tekanan reservoir dan suhu.
5. Mud cake yang terlalu tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit
diangkat dan diputar sehingga fitratnya menyusup pada formasi akan
menyebabkan damage pada formasi.
48

BAB V
ANALISA KIMIA LUMPUR BOR

5.1. TUJUAN PERCOBAAN


Tujuan dari percobaan analisa kimia lumpur bor adalah :
1. Memahami prinsip-prinsip dalam analisa kimia dan penerapannya di
lapangan.
2. Mengetahui alat dan bahan yang diperlukan dalam analisa kimia.
3. Menentukan pH, alkalinitas, kasadahan total, dan kandungan ion-ion
yang terdapat dalam lumpur.

5.2. DASAR TEORI


Dalam operasi pemboran, pengontrolan kualitas lumpur pemboran
harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur bor tetap berfungsi dengan
kondisi yang ada.
Perubahan kandungan ion-ion tertentu dalam lumpur pemboran akan
berpengaaruh terhadap sifat-sifat fisik lumpur pemboran, oleh karena itu kita
perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan ion-ion
tersebut untuk mengontrol kandungan ion-ion tersebut untuk kemudian
dilakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam penanggulangannya.
Dalam percobaan ini, akan dilakukan analisis kimia lumpur bor dan
filtratnya, yaitu : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis
kandungan ion klor, ion kalsium, ion besi, serta pH lumpur bor ( dalam hal
ini filtratnya ).
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk
bereaksi dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas kita bisa mengetahui
konsentrasi hidroksil, bikarbonat dan karbonat. Pengetahuan tentang
konsentrasi ion-ion ini diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu
49

kapur yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus


formasi limestone.
Analisa kandungan ion klor (Cl-) diperlukan untuk mengetahui
kontaminasi garam yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran
menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air
formasi.
Air yang mengandung sejumlah besar ion Ca+2 dan Mg+2 dikenal
sebagai Hard Water atau air sadah. Ion-ion ini bisa berasal dari lumpur pada
waktu membor formasi gypsum (CaSO4.2H2O).
Analisa kandungan ion besi diperlukan untuk pengontrolan
terjadinya korosi pada peralatan pemboran.
Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur
pemboran adalah titrasi. Titrasi meliputi reaksi dari sample yang diketahui
volumenya dengan sejumlah volume suatu larutan standar yang diketahui
konsentrasinya. Konsentrasi dari ion yang kita analisa dapat ditentukan dari
pengetahuan tentang reaksi yang terjadi pada waktu titrasi.

5.3. ALAT DAN BAHAN


5.3.1. Peralatan :
1. Labu titrasi ukuran 250 dan 100 ml
2. Buret mikro
3. Pengaduk
4. Pipet dan pH paper

5.3.2. Bahan-bahan
NaHCO3, NaOH, CaCO3, serbuk MgO, Kalium, Khromat, Bentonite,
Gypsum, Aquadest, Quobracho.
Larutan H2SO4 0.02 N, Larutan EDTA 0.01 M, Larutan AgNO3,
Larutan KMnO4 0.1 N.
50

Indikator EBT, Phenolpthalein, Methyl jingga, Murexid, HCl


kosentrat, Hidrogen Peroxide 3%, Larutan indikator besi, Larutan
Buffer besi.

5.4. PROSEDUR PERCOBAAN


5.4.1. Analisa Kimia Alkalinitas
Membuat lumpur dengan komposisi sebagai berkut :
350 ml Aquadest + 2.5 gram Bentonite + 0.4 gram NaHCO3 + 0.4
gram Aquadest NaOH + 0.2 gram CaCO3.
1. Mengambil 3 ml filtrat tersebut, masukkan ke dalam labu titrasi
250 ml, kemudian tambahkan 20 ml Aquadest.
2. Menambahkan 2 tetes indikator phenolphthalein dan titrasi
dengan H2SO4 standar sampai warna merah tepat hilang. Reaksi
yang terjadi:
OH - + H+  H2O
CO3 -2 + H+  HCO3 -
3. Mencatat Volume pemakaian H2SO4 ( P ml )
4. Kemudian pada larutan hasil titrasi, ditambah 2 tetes indikator
methyl jingga, Lanjutkan titrasi dengan H2SO4 standar sampai
terbentuk warna jingga tua.
Reaksi yang terjadi :
HCO3 - + H+  H2O + CO2
5. Mencatat volume pemakaian H2SO4 total ( M ml )
Catatan :
Jika,
 2P > M menunjukkan adanya gugus ion OH - dan CO3 -2
 2P = M menunjukkan adanya CO – saja
 2P < M menunjukkan adanya CO3 - dan HCO3-
51

 P = 0 menunjukkan adanya HCO3 – saja


 P = M menunjukkan adanya OH – saja

Perhitungan :
1. TotalAlkalinity =
M x Normalitas H 2 SO 4 x 1000
= epm total alkalinity
ml filtrat
2. CO3 -2 Alkalinity =
 Jika ada OH – :
( M - P ) x N H 2 SO 4 x 1000 2
ppm CO3 –2 = x BM CO 3
ml filtrat
 Jika tidak ada OH – :
P x N H 2 SO 4 x 1000 2
ppm CO3 –2 = x BM CO 3
ml filtrat
3. OH – Alkalinity :
(2P - M) x N H 2 SO 4 x 1000
ppm OH – = x BM OH -
ml filtrat
4. HCO3 –1 Alkalinity :
(M - 2P) x N H 2 SO 4  1000 
ppm HCO3 – = x BM HCO 3
ml filtrat

5.4.2. Analisa Kesadahan Total


Membuat lumpur dengan komposisi sebagai berukut :
350 ml Aquadest + 22,5 gr Bentonite + 6 ml lar. Ca +2 + 6 ml lar. Mg
+2

1. Mengambil 3 ml filtrat lumpur tersebut, masukkan kedalam labu


titrasi 250 ml.
2. Menambahkan 25 ml Aquadest, 5 ml larutan Buffer pH 10 dan 3
tetes (sedikit) indikator EBT.
3. Mentitrasi dengan EDTA standar sampai terjadi warna biru tua.
4. Mencatat volume pemakaian EDTA. Reaksi yang terjadi :
Ca +2 + H2Y –2  CaY –2 + 2H +
52

Mg +2 + H2Y –2  MgY –2 + 2H +

Perhitungan : Kesadahan Total =


ml EDTA x M EDTA x 1000
 epm (Ca  2  Mg  2 )
ml filtrat

5.4.3. Menentukan Kandungan Mg+2 dan Ca+2


1. Mengambil 3 ml filtrat lumpur tersebut, maskkan kedalam labu
titrasi 250 ml.
2. Menambahkan 25 ml Aquadest, 1 ml NaOH 10 N dan 50 mg
Murexid dalam NaCl.
3. Mentitrasi dengan EDTA standar sampai terjadi warna biru.
4. Mencatat volume pemakaian EDTA.

Reaksi yang terjadi :


Ca +2 + H2Y –2  CaY –2 + 2 H +
Kesadahan Ca +2 :
ml EDTA x M EDTA x 1000
epm Ca +2 =
ml filtrat
ppm Ca +2 = epm Ca +2 x BA Ca
Kesadahan Mg +2,
ppm Mg +2
= (epm (Ca +2
+ Mg +2
) – epm Ca +2
) x BA
Mg

5.4.4. Menentukan Kandungan Chlorida


Membuat lumpur dengan komposisi :
350 ml air + 22.5 gram Bentonite + 0,4 gram NaCl.
1. Mengambil 2 ml filtrat lumpur tersebut, masukkan kedalam labu
titrasi 250 ml.
53

2. Menambahkan 25 ml Aquadest, sedikit serbuk MgO dan 3 tetes


larutan K2CrO4.
3. Mentitrasi dengan AgNO3 standar sampai terbentuk warna
endapan jingga.
4. Mencatat volume pemakaian AgNO3.
Reaksi yang terjadi :
Cl - + Ag +  AgCl (s) (putih)
CrO4 - + Ag +  Ag2CrO4 (s) (merah)
ml AgNO 3 x N AgNO 3 x 1000
ppm Cl - = x BA Cl -1
ml filtrat

5.4.5.1. Menentukan Kandungan Ion Besi ( Metode 1 )


Membuat filtrat lumpur bor dari campuran sebagai berikut :
350 ml Aquadest + 22,5 gram bentonite + 0,1 gram Quobracho
1. Menuangkan 5 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia
kemudian menambahkan 1 tetes sampai 2 tetes asam HCL
konsentrat.
2. Menambahkan 0,5 ml larutan Hidrogen Peroxide sampai
didapat warna kuning muda (end point).
3. Menambahkan 1 ml larutan indicator besi. Timbulnya warna
ungu menunjukkan adanya ion besi dalam filtrat lumpur.
4. Menambahkan 0.5 ml larutan buffer besi. Mengukur harga pH-
nya. Jika terlalu banyak larutan buffer yag ditambahkan maka
akan timbul endapan yang berwarna kecoklatan. Menambahkan
satu tetes atau lebih HCl konsentrat sampai endapan hilang.
5. Mentitrasi dengan larutan KMnO4 0.1 N seperti langkah 2
(kuning muda).

5.4.5.2. Penentuan Kandungan Ion


Besi ( Metode 2 )
Membuat filtrat lumpur bor dari campuran sebagai berikut :
54

350 ml Aquadest + 22,5 gram Bentonite + 0,1 gram Quarbacho


1. Menuangkan 10 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia dengan
teliti, lalu mengasamkan dengan beberapa tetes HCl pekat.
2. Menambahkan larutan SnCl2 setetes demi setetes sampai warna
kuning dari ion Fe+2. Menambahkan satu tetes SnCl2 berlebih
setelah terjadi perubahan warna tadi.
3. menambahkan 20 ml larutan jenih HgCl2, semuanya sekaligus.
(harus terbentuk endapan yang warnanya putih murni).
4. Menggoyang-goyangkan sedikit supaya zat-zatnya tercampur
kemudian diamkan selama 2 menit.
5. Menambahkan 200 ml air, 6 tetes indicator diphenylamine, dan
5 ml H3PO4 pekat. Lalu mentitrasi dengan larutan K2Cr2O7 0.1
N sampai timbul pertama kali warna coklat atau ungu.

5.5. DATA HASIL PENGAMATAN


1. Komposisi lumpur
Aquadest = 350 ml
Bentonite = 22.5 gram
2. Alkalinitas
Volume filtrat = 5.5 ml
N H2SO4 = 0,02 N
Volume H2SO4 = 0.23 (P ml)
Volume H2SO4 = 4,1 (M ml)
BM CO2- = 60
BM HCO3- = 61
3. Kesadahan total
Volume EDTA = 11 ml
m EDTA = 0.01 ml
4. Kandungan Mg+2 dan Ca+2
ml EDTA = 6,5 ml
M EDTA = 0.035 ml
55

BA Ca = 40.08 ml
BA Mg = 24.31 ml
5. Kandungan Chloride
Volume AgNO3 = 1 ml
N AgNO3 = 0.01 ml
BA Cl- = 35.5 ml
6. Kandungan Ion besi 1
Volume KMnO4 =9
N KMnO4 = 0.02 N
BA Fe = 5,58
7. Kandungan ion besi 2
Volume K2Cr2O4 = 9,4 ml
N K2Cr2O4 = 0.05

5.6. PERHITUNGAN

1 Analisa kimia Alkalinitas

Total Alkalinity =

= = 14,90 epm

CO32- Alkalinity

ppm CO32- = x BM CO32-


= x 60 = 50,18 ppm

HCO3- Alkanility
ppm HCO3- =
x BM HCO3-
=
x 61 = 807,41 ppm

Kesadahan Total =

= = 20 epm
56

2 Menentukan kandungan Mg2+ da Ca 2+

Kesadahan Ca2+
epm Ca2+ =

= = 41,36 epm
ppm Ca2+ =
epm Ca2+ x BA Ca2+
=
41,36 x 40,08
= 1657,71 ppm
Kesadahan Mg2+
ppm Mg2+ = ( epm (Ca2+ + Mg2+ ) – epm Ca2+ ) x BA Mg2+
= ( 20– 41,36 ) x 24,31 = - 985,46 ppm

3 Menentukan Kandungan Klorida


ppm Cl- = x BA Cl-

= x 35,5 = 355 ppm


4 Menentukan kandungan ion Besi
Metode 1
ppm Fe 2+ = x BA Fe2+

= x 5,58 = 182,58ppm
Metode II

ppm Fe 2+ = x BA Fe2+

=
x 5,58= 476,84 ppm

Tabel 5.1.
Tabulasi Analisa Kimia Lumpur BOR Dari Semua Kelompok
Total Kandungan Kandungan
Aquadest Bentonite Kesadahan Kandungan
Kelompok Alkalinity ion besi ion besi
(ml) (gr) Total (epm) chlorida
(epm) (metode 1) (metode 2)

1 350 22,5 10,5 32,5 424,03 209,25 676,58

2 350 22,5 36,7 50 414,17 297,6 930

3 350 22,5 29,33 50 414,17 297,6 930

4 350 22,5 14,9 20 355 182,58 476,84


57

5 350 22,5 18,89 33,3 424,03 268,5 508,796

6 350 22,5 36,67 50 414,17 297,6 930

7 350 22,5 18,89 33,34 424,03 263,5 79825

8 350 22,5 14,909 20 355 182,618 476,836

9 350 22,5 10,5 325 297,875 209,25 676,575

10 350 22,5 29,33 50 414,17 297,6 930

11 350 22,5 12,78 33,33 423,87 263,5 798,25

12 350 22,5 14,9 20 909,45 182,87 476,83

5.7. PEMBAHASAN
Dalam operasi pemboran pengontrolan kualitas lumpur harus
selalu dilakukan sehingga lumpur pemboran tetap berfungsi dengan kondisi
yang ada. Perubahan kandungan ion-ion tertentu dalam lumpur pemboran
akan berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik lumpur pemboran. Karena 2P <
M maka akan menunjukan adanya CO32- dan HCO3- , dari perhitungan di
peroleh CO32- sebesar 50,18 ppm dan HCO3- sebesar 807, 41 ppm.
Pada percobaan ini tidak dilakukan percobaan, namun diberikan
data yang berbeda untuk setiap kelompok. Yang mempengaruhi alkalinitas
dari suatu sampel lumpur adalah nilai dari P dan M (volume H2SO4). P dan
M akan menunjukkan ada tidaknya gugusan ion OH-, CO3-2, CO-, CO3-, dan
HCO3-. Alkalinitas yang tinggi disebabkan oleh adanya bikarbonat dan sisa
–sisa dari karbonat dan hidroksida lumpur, serta akibat adanya perubahan
adanya senyawa garam dan asam lemah. Jika terdapat gas hydogen sulfida
dalam lumpur pemboran, maka perlu untuk menaikan Ph lumpur hingga
diatas 10, sehingga dapat mencegah korosi yang disebabkan oleh gas
hidrogen sulfida tersebut. Jika dengan hadirnya CO3 dalam
mempertahankan ph lumpur tetap tinggi sukar dilakukan, kemungkinan
58

disebabkan karena adanya interaksi antara ion hidroksil dengan ion CO2.
Terdapat korelasi antara sumber alkalinitas di dalam lumpur pemboran
terhadap sifat-sifat lumpur yang bersangkutan yaitu jika sumbernya hanya
berasal dari OH-, menunjukkan lumpur stabil dan kondisinya baik. Jika
sumbernya berasal dari CO32- menunjukkkan lumpur tidak stabil tetapi
masih bisa dikontrol dan jika sumbernya berasal dari HCO-3, menunjukkan
kondisi lumpur sangat jelek dan sulit untuk dikontrol.
Dalam analisa kesadahan total, yang diperhatikan adalah ion Mg+2
dan Ca+2, karena jika kedua ion ini berlebih maka akan membuat lumpur
lebih mudah mengeras. Lumpur yang terlalu sadah disebabkan karena
menembus formasi gypsum. Hal ini menyebabkan terbentuknya kerak pada
dinding pipa dan dihilangkan menggunakan resin pelunak air komersial.
Volume dan molaritas dari Ethylenediaminetetraacetic acid mempengarhui
kesadahaan total dari lumpur pemboran.
Besar kecilnya kandungan ion klorida dalam lumpur pemboran
dipengaruhi oleh volume dan normalitas AgNO3. Penentuan kandungan ion
klorida bertujuan untuk mengetahui kontaminasi garam yang masuk ke
sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi garam ataupun
kontaminasi garam yang berasal dari air formasi. Kandungan garam yang
terlalu tinggi dalam lumpur akan menurunkan viskositas lumpur, dimana
jika viskositas lumpur terlalu kecil maka sulit untuk mengangkat cutting ke
permukaan yang juga berpengaruh terhadap yield poit lumpur tersebut.
Penentuan kandungan ion besi dalam lumpur pemboran juga sangat
penting untuk dilakukan, karena jika kandungan asam dalam lumpur
berlebih maka akan menyebabkan korosi pada peralatan pemboran. Hal ini
tentu akan mengganggu berlangsungnya operasi pemboran. Maka
kandungan ion besi dalam lumpur pemboran bertindak sebagai pengontrol
terjadinya korosi.
59

5.8. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
1. Yang mempengaruhi alkalinitas dari suatu sampel lumpur adalah nilai
dari P dan M (volume H2SO4).
2. Alkalinitas yang tinggi disebabkan oleh adanya bikarbonat dan sisa –
sisa dari karbonat dan hidroksida lumpur, serta akibat adanya perubahan
adanya senyawa garam dan asam lemah.
3. Ion Mg+2 dan Ca+2 jika berlebih maka akan membuat lumpur lebih
mudah mengeras.
4. Kandungan garam yang terlalu tinggi dalam lumpur akan menurunkan
viskositas lumpur, dimana jika viskositas lumpur terlalu kecil maka
sulit untuk mengangkat cutting ke permukaan yang juga berpengaruh
terhadap yield poit lumpur tersebut.
5. Kandungan ion besi dalam lumpur pemboran bertindak sebagai
pengontrol terjadinya korosi.
60

6. Karena 2P < M maka akan menunjukan adanya CO32- dan HCO3- , dari
perhitungan di peroleh CO32- sebesar 50,18 ppm dan HCO3- sebesar 807,
41 ppm.

Anda mungkin juga menyukai