Anda di halaman 1dari 11

BAB VII

PENGUKURAN HARGA MBT


(METHYLENE BLUE TEST)

7.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Untuk menentukan kemampuan clay dalam mengikat kation dari suatu
larutan.
2. Menentukan harga CEC (Cation Exchange Capacity) atau KTK (kapasitas
Tukar Kation) suatu sampel bentonite.

7.2. DASAR TEORI


Seperti kebanyakan metode pertukaran kation, tes dengan menggunakan
methylene blue digunakan untuk mengukur total kapasitas pertukaran kation dari
suatu sistem clay, dimana pertukaran kation tersebut tergantung dari jenis dan
kristal salinitasi mineral, pH larutan, jenis kation yang dipertukarkan dan
konsentrasi kandungan mineral yang terdapat dalam clay.
Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari kekuatan ikatan-
ikatan ion-ion berikut ini:
Li+ < Na+ < H+ < NH4+ < Mg2+ < Ca2+ < Al3+
Harga pertukaran kation yang paling besar dimiliki oleh mineral allogenic
(pecahan batuan induk), sedangkan yang paling kecil dimiliki oleh mineral
authogenic (proses kimia). Kapasitas tukar kation dari beberapa jenis mineral clay
dapat dilihat pada tabel 7-1.
Sedangkan laju reaksi pergantian kation tergantung pada jenis kation yang
dipertukarkan sdan jenis serta kadar mineral clay (konsentrasi kation).
Adapun hal yang menyebabkan mineral clay memiliki kapasitas tukar kation
adalah:
1. Adanya ikatan yang putus disekelilingi sisi unit silika alumina, akan
menimbulkan muatan yang tidak seimbang sehingga agar seimbang
kembali (harus bervalensi rendah) diperlukan penyerap kation.
2. Adanya subtitusi aluminium bervalensi tiga didalam kristal untuk silika
equivalent, serta ion-ion bervalensi rendah terutama magnesium didalam
struktur tetrahedral.
3. Penggantian hidrogen yang muncul dari gugusan hidroksil yang muncul
oleh kation-kation yang dapat ditukar-tukarkan (exchangeable). Untuk
faktor ini masih disangsikan kemungkinannya karena tidak mungkin
terjadi pertukaran hidrogen secara normal.

Tabel VII-1
Kapasitas tukar kation dari beberapa jenis mineral clay

Kapasitas Tukar Kation,


Jenis Mineral Clay
meg./100gram
Kaoline 3-15
Halloysite. 2H2O 5-10
Halloysite. 4H2O 10-40
Montmorillonite 80-150
Illite 10-40
Vermiculite 100-150
Chlorite 10-40
Spiolite-attapulgite 20-30

Reaksi pertukaran kation kadang-kadang bersamaan dengan terjadinya


swelling. Jika permukaan clay kontak langsung dengan air dan menganggap
bahwa suatu plat clay terpisah dari matriksnya, maka ion-ion yang bermuatan
positif (kation) akan meninggalkan plat tersebut. Karena molekul air adalah polar
maka molekul air akan ditarik balik oleh kation yang terlepas maupun oleh plat
clay, dan molekul air yang bermuatan positif akan ditarik oleh plat claynya
sendiri, sehingga keseluruhan clay akan mengembang.
7.3. ALAT DAN BAHAN
7.3.1. Alat
 Timbangan
 Gelas ukur 50 cc
 Labu erlemenyer 250 cc
 Magnetic stir bar
 Heater mantle
 Multi magnetizer
 Pipet
 Buret tritration
 Kertas whatman
 Stop watch

7.3.2. Bahan
 Bentonite
 Bentonite Local
 Aquadest
 H2SO4
 Methylene Blue
7.3.3. Gambar Alat

Keterangan:
1. Standart Buret
2. Buret

Gambar 7.1. Buret


(Laboratorium Analisa Lumpur Pemboran)
Gambar 7.2. Hasil Percobaan MBT (Methylene Blue Test)
(Laboratorium Analisa Lumpur Pemboran)
7.4. PROSEDUR PERCOBAAN
7.4.1. Prosedur Operasi Standar
7.4.1.1. Timbangan Digital
a. Pastikan timbangan digital menunjukkan angka nol
b. Letakkan wadah pengukur di atas timbangan, tekan zero
c. Tambahkan bahan yang akan ditimbang
7.4.1.2. Magnetic Stir Bar dan Multi Magnetizer
a. Masukkan magnet batang ke dalam erlenmeyer
b. Letakkan di atas multi magnetizer.
c. Nyalakan hingga magnet berputar seperti pengaduk
7.4.1.3. Buret
a. Pasang buret pada statip
b. Masukkan Methylene Blue Test ke dalam buret
c. Letakkan labu erlenmeyer di bawahnya.
d. Catat volume awal, buka buret dan biarkan MBT mengalir sebanyak 3
ml.
e. Setelah warna yang ditentukan di dapat, cuci dan bersihkan buret dengan
air.
7.4.1.4. Kertas Whatman
a. Siapkan kertas whatman
b. Teteskan hasil titrasi ke atas kertas whatman menggunakan pipet tetes.
c. Amati warnanya. Apabila warna tetesan pada kertas berupa biru tua di
tengah dan gradasi di tepinya, catat volume MBT yang digunakan
7.4.2. Langkah Percobaan
1. Membuat lumpur dasar dengan bentonite API dan bentonite wyoming.
2. Mengambil 2 ml sampel lumpur dasar.
3. Memasukkan ke dalam erlenmeyer.
4. Menambah 10 ml aquadest.
5. Menambahkan 10 tetes H2SO4.
6. Mengaduk dengan memasukkan magnet batang dan meletakkan
erlenmeyer di atas multi magnetizer.
7. Memanaskan di atas heater mantle selama 10 menit.
8. Biarkan agak dingin.
9. Menitrasi dengan methylene blue (MBT) per 2ml.
10. Meneteskan pada kertas whatman, lalu mencatat pertambahan methylene
blue sampai mendapat warna biru muda di tengah dan biru muda di luar.
11. Cek kembali 2-3 kali percobaan agar hasilnya konsisten gradasi.
12. Menghitung KTK dengan rumus :
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑀𝑒𝑡ℎ𝑦𝑙𝑒𝑛𝑒 𝐵𝑙𝑢𝑒
KTK = , MeQ/100 gram
Volume Lumpur
7.5. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
7.5.1. Hasil Percobaan
Tabel VII-2
Tabulasi Harga KTK Bentonite

Bento KTK
Plug Air Bentonite Local
nite
Boyol Meq/10
Pacitan Semarang Jabar Ppb
ali 0g
A 350 22,5 30 11,69
B 350 22,5 8 25 14,03
C 350 22,5 10 35 10,25
D 350 22,5 12 8 25 14,03
E 350 22,5 10 30 10,25
F 350 22,5 12 30 14,03
G 350 22,5 8 30 11,69
H 350 22,5 10 35 10,02
I 350 22,5 12 25 14,03
J 350 22,5 8 20 17,54
K 350 22,5 10 40 8,77
L 350 22,5 12 30 11,69
M 350 22,5 14 25 14,03

7.5.2. Perhitungan
Jml MB x 5 12 x 5
1. BE/MBT = = = 30 ppb
ml Mud 2
100 100
2. CEC = MBT x 0,285 = 30 x 0,285 = 11,69 meg/100gr
7.6. PEMBAHASAN
Dalam percobaan kali ini, kita melakukan analisa terhadap harga kapasitas
tukar kation (KTK) menggunakan Methylene Blue Test (MBT). Harga KTK ini
merupakan kemampuan yang dimiliki mineral clay untuk mempertukarkan kation-
kationnya dari Ca montmorilonite menjadi Na montmorilonite. Kekuatan ikatan
ion-ion tersebut diurutkan dalam deret Alkalinitas, dimana ikatan ion Ca lebih
besar dari Na dilihat dari urutan dalam deret Alkalinitas. Praktikum kali in
bertujuan untuk menentukan kemampuan clay dalam mengikat kation dari suatu
larutan dan untuk menentukan harga CEC suatu sampel bentonite.
Tes dengan menggunakan methyl blue digunakan untuk mengukur total
kapasitas pertukaran kation dari suatu sistem clay, dimana pertukaran kation
tersebut tergantung dari jenis dan kristallinitas mineral, pH larutan, jenis kation
yang dipertukarkan, dan konsentrasi kandungan mineral yang terdapat dalam clay.
Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari kekuatan ikatan
ion – ion berikut ini :
Li+ < Na+ < H+ < K+ < NH4+ < Mg2+ < Ca2+ < Al3+
Jika clay yang kita gunakan (bentonite termasuk jenis clay) banyak
mengandung Ca, maka akan banyak mengembang bila bertemu dengan air, dan
apabila tidak terkontrol maka akan dapat menyebabkan problem pemboran “pipe
sticking“. Tetapi, apabila lumpur pemboran kita menggunakan Na maka
pengembangannya normal.
Dari hasil percobaan untuk Methylene Blue Test pada sampel, didapatkan
harga CEC sebesar 11,69 meq/100 gram untuk Bentonite Semarang. Jika harga
CEC semakin besar maka clay tersebut bersifat inert, sehingga hidrasi yang terjadi
sangat kecil dan hanya bisa membentuk mud cake yang tipis. Sedangkan jika
harga CEC semakin kecil maka clay tersebut bersifat reactive, dimana fasa cair
dari lumpur pemboran akan mudah terhidrasi apabila pemboran menembus
formasi shale dengan jenis mineral berupa Montmorillonite, sehingga akan
menyebabkan bertambahnya volume dari clay (Swelling) dan akan membentuk
mud cake yang tebal. Pada percobaan juga diperoleh harga Bentonite Equivalent
(BE) untuk Bentonite Semarang sebesar 30 ppb. Bentonite Semarang sudah tidak
termasuk kondisi ideal karena harga BE lebih dari 20 ppb. Jika harga BE lebih
dari 20 ppb maka akan berpotensi mengakibatkan terjadinya flokulasi.
Aplikasi lapangannya, karena lumpur kita berbahan dasar clay (bentonite
termasuk jenis clay) maka harus diperhitungkan kestabilannya saat terhidrasi oleh
air, sehingga dengan pengukuran KTK, kita bisa menentukan jenis bahan dasar
yang tepat untuk membuat lumpur yang baik. Apabila KTK kecil maka hidrasi
kecil, maka kita harus mendesain KTK lupur pemboran lebih besar dari KTK
formasi karena apabila KTK formasi lebih besar maka fasa cair yang ada pada
lumpur pemboran akan diserap oleh formasi dan akan menyebabkan formasi
mengembang serta akan menyebabkan lumpur semakin enggan untuk dialirkan.
Menurut API volume MB yang bagus 2–10 ml. Nilai KTK besar bagus untuk
lumpur. Tetapi, jika formasi yang ditembus clay maka cari KTK yang kecil. Sifat
mineral clay itu menyerap air. Bentonite aktif yang bagus < 25 ppb. Bentonite
Semarang berupa cutting dapat bertukar ion 5 meq/100gr. KTK lumpur > KTK
cutting agar volume fasa cair tidak berkurang.
7.7. KESIMPULAN
1. Dari hasil percobaan MBT, didapatkan harga
CEC : Bentonite Semarang = 11,69 meq/100 gr
BE : Bentonite Semarang = 30 ppb
2. Semakin kecil kapasitas tukar kation Bentonite, maka semakin buruk
kemampuan menghidrasi atau bereaksi dengan air, dan sebaliknya.
3. Menurut API volume MB yang bagus 2–10 ml. Nilai KTK besar bagus
untuk lumpur. Tetapi, jika formasi yang ditembus clay maka cari KTK yang
kecil. Sifat mineral clay itu menyerap air. Bentonite aktif yang bagus < 25
ppb. Bentonite Semarang berupa cutting dapat bertukar ion 5 meq/100gr.
KTK lumpur > KTK cutting agar volume fasa cair tidak berkurang.
4. Harga kapasitas tukar kation diperoleh dengan Methylene Blue Test.
5. Aplikasi lapangannya, karena lumpur kita berbahan dasar clay (bentonite
termasuk jenis clay) maka harus diperhitungkan kestabilannya saat
terhidrasi oleh air, sehingga dengan pengukuran KTK, kita bisa menentukan
jenis bahan dasar yang tepat untuk membuat lumpur yang baik. Apabila
KTK kecil maka hidrasi kecil, maka kita harus mendesain KTK lupur
pemboran lebih besar dari KTK formasi karena apabila KTK formasi lebih
besar maka fasa cair yang ada apda lumpur pemboran akan diserap oleh
formasi dan akan menyebabkan formasi mengembang serta akan
menyebabkan lumpur semakin enggan untuk dialirkan.
6. Bentonite yang baik adalah bentonite yang stabilitas clay nya besar, tingkat
hidrasinya besar, serta kerusakan yang ditimbulkan pada formasi seminimal
mungkin.

Anda mungkin juga menyukai