Tabel VII-1
Kapasitas tukar kation dari beberapa jenis mineral clay
7.3.2. Bahan
Bentonite
Bentonite Local
Aquadest
H2SO4
Methylene Blue
7.3.3. Gambar Alat
Keterangan:
1. Standart Buret
2. Buret
Bento KTK
Plug Air Bentonite Local
nite
Boyol Meq/10
Pacitan Semarang Jabar Ppb
ali 0g
A 350 22,5 30 11,69
B 350 22,5 8 25 14,03
C 350 22,5 10 35 10,25
D 350 22,5 12 8 25 14,03
E 350 22,5 10 30 10,25
F 350 22,5 12 30 14,03
G 350 22,5 8 30 11,69
H 350 22,5 10 35 10,02
I 350 22,5 12 25 14,03
J 350 22,5 8 20 17,54
K 350 22,5 10 40 8,77
L 350 22,5 12 30 11,69
M 350 22,5 14 25 14,03
7.5.2. Perhitungan
Jml MB x 5 12 x 5
1. BE/MBT = = = 30 ppb
ml Mud 2
100 100
2. CEC = MBT x 0,285 = 30 x 0,285 = 11,69 meg/100gr
7.6. PEMBAHASAN
Dalam percobaan kali ini, kita melakukan analisa terhadap harga kapasitas
tukar kation (KTK) menggunakan Methylene Blue Test (MBT). Harga KTK ini
merupakan kemampuan yang dimiliki mineral clay untuk mempertukarkan kation-
kationnya dari Ca montmorilonite menjadi Na montmorilonite. Kekuatan ikatan
ion-ion tersebut diurutkan dalam deret Alkalinitas, dimana ikatan ion Ca lebih
besar dari Na dilihat dari urutan dalam deret Alkalinitas. Praktikum kali in
bertujuan untuk menentukan kemampuan clay dalam mengikat kation dari suatu
larutan dan untuk menentukan harga CEC suatu sampel bentonite.
Tes dengan menggunakan methyl blue digunakan untuk mengukur total
kapasitas pertukaran kation dari suatu sistem clay, dimana pertukaran kation
tersebut tergantung dari jenis dan kristallinitas mineral, pH larutan, jenis kation
yang dipertukarkan, dan konsentrasi kandungan mineral yang terdapat dalam clay.
Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari kekuatan ikatan
ion – ion berikut ini :
Li+ < Na+ < H+ < K+ < NH4+ < Mg2+ < Ca2+ < Al3+
Jika clay yang kita gunakan (bentonite termasuk jenis clay) banyak
mengandung Ca, maka akan banyak mengembang bila bertemu dengan air, dan
apabila tidak terkontrol maka akan dapat menyebabkan problem pemboran “pipe
sticking“. Tetapi, apabila lumpur pemboran kita menggunakan Na maka
pengembangannya normal.
Dari hasil percobaan untuk Methylene Blue Test pada sampel, didapatkan
harga CEC sebesar 11,69 meq/100 gram untuk Bentonite Semarang. Jika harga
CEC semakin besar maka clay tersebut bersifat inert, sehingga hidrasi yang terjadi
sangat kecil dan hanya bisa membentuk mud cake yang tipis. Sedangkan jika
harga CEC semakin kecil maka clay tersebut bersifat reactive, dimana fasa cair
dari lumpur pemboran akan mudah terhidrasi apabila pemboran menembus
formasi shale dengan jenis mineral berupa Montmorillonite, sehingga akan
menyebabkan bertambahnya volume dari clay (Swelling) dan akan membentuk
mud cake yang tebal. Pada percobaan juga diperoleh harga Bentonite Equivalent
(BE) untuk Bentonite Semarang sebesar 30 ppb. Bentonite Semarang sudah tidak
termasuk kondisi ideal karena harga BE lebih dari 20 ppb. Jika harga BE lebih
dari 20 ppb maka akan berpotensi mengakibatkan terjadinya flokulasi.
Aplikasi lapangannya, karena lumpur kita berbahan dasar clay (bentonite
termasuk jenis clay) maka harus diperhitungkan kestabilannya saat terhidrasi oleh
air, sehingga dengan pengukuran KTK, kita bisa menentukan jenis bahan dasar
yang tepat untuk membuat lumpur yang baik. Apabila KTK kecil maka hidrasi
kecil, maka kita harus mendesain KTK lupur pemboran lebih besar dari KTK
formasi karena apabila KTK formasi lebih besar maka fasa cair yang ada pada
lumpur pemboran akan diserap oleh formasi dan akan menyebabkan formasi
mengembang serta akan menyebabkan lumpur semakin enggan untuk dialirkan.
Menurut API volume MB yang bagus 2–10 ml. Nilai KTK besar bagus untuk
lumpur. Tetapi, jika formasi yang ditembus clay maka cari KTK yang kecil. Sifat
mineral clay itu menyerap air. Bentonite aktif yang bagus < 25 ppb. Bentonite
Semarang berupa cutting dapat bertukar ion 5 meq/100gr. KTK lumpur > KTK
cutting agar volume fasa cair tidak berkurang.
7.7. KESIMPULAN
1. Dari hasil percobaan MBT, didapatkan harga
CEC : Bentonite Semarang = 11,69 meq/100 gr
BE : Bentonite Semarang = 30 ppb
2. Semakin kecil kapasitas tukar kation Bentonite, maka semakin buruk
kemampuan menghidrasi atau bereaksi dengan air, dan sebaliknya.
3. Menurut API volume MB yang bagus 2–10 ml. Nilai KTK besar bagus
untuk lumpur. Tetapi, jika formasi yang ditembus clay maka cari KTK yang
kecil. Sifat mineral clay itu menyerap air. Bentonite aktif yang bagus < 25
ppb. Bentonite Semarang berupa cutting dapat bertukar ion 5 meq/100gr.
KTK lumpur > KTK cutting agar volume fasa cair tidak berkurang.
4. Harga kapasitas tukar kation diperoleh dengan Methylene Blue Test.
5. Aplikasi lapangannya, karena lumpur kita berbahan dasar clay (bentonite
termasuk jenis clay) maka harus diperhitungkan kestabilannya saat
terhidrasi oleh air, sehingga dengan pengukuran KTK, kita bisa menentukan
jenis bahan dasar yang tepat untuk membuat lumpur yang baik. Apabila
KTK kecil maka hidrasi kecil, maka kita harus mendesain KTK lupur
pemboran lebih besar dari KTK formasi karena apabila KTK formasi lebih
besar maka fasa cair yang ada apda lumpur pemboran akan diserap oleh
formasi dan akan menyebabkan formasi mengembang serta akan
menyebabkan lumpur semakin enggan untuk dialirkan.
6. Bentonite yang baik adalah bentonite yang stabilitas clay nya besar, tingkat
hidrasinya besar, serta kerusakan yang ditimbulkan pada formasi seminimal
mungkin.