Anda di halaman 1dari 137

DRILLING MUD SYSTEM

1
OPERASI PEMBORAN
Tujuan dari Operasi Pemboran
adalah mengebor, mengevaluasi,
dan menyelesaikan sumur yang akan
menghasilkan minyak dan/atau gas
secara efisien dan aman. Lumpur
Pemboran (drilling Fluid, Drilling
Mud) merupakan salah satu sarana
penting dalam operasi pemboran
sumur-sumur minyak dan gas
bumiuntuk mencapai target yang
direncanakan.
Pada mulanya orang hanya
menggunakan air saja untuk
mengangkat cutting (serpih hasil
pemboran) dan dengan kemajuan
zaman lumpur mulai digunakan

2
Sistim Utama dalam Rig pemboran
Pada operasi pemboran, biasanya peralatan yang dipakai dibagi
ke dalam beberapa sistem. Pembagian sistem-sistem yang
umum dilakukan oleh orang-orang di industri perminyakan
adalah sebagai berikut:

1. Sistem pengangkat (Hoisting System)


2. Sistem pemutar (Rotating System)
3. Sistem sirkulasi (Circulating System)
4. Sistem pencegah sembur liar (BOP System)
5. Sistem daya (Power System)

3
Sistim Utama dalam Rig pemboran
1. Sistim Pengangkatan (Hoisting System)
Sistem Pengangkat (Hoisting System)
adalah salah satu dari antara komponen-
komponen utama dari Rig yang berfungsi
untuk memberikan ruangkerja yang
cukup untuk pengangkatan dan penurunan
drill string dan casing kedalam lubang bor
selama operasi pemboran. Sistem
pengangkatan ini terdiri dari dua sub
komponen utama, yaitu
a. Strukture Penyangga (Supporting
Structure)
• Substructure
• Rig floor
• Drilling tower (derick atau mast)
b. Peralatan pengangkat (Hoisting
equipment)
• Drawwork.
• Overhead tool (crown block, travelling
block, hook, elevatore).
• Drilling line

4
System Utama dalam Rig pemboran
2. Rotating System (Sistim Putar)

Rotating system (Sistem Pemutar) adalah salah satu dari


komponen – komponen utama suatu drilling rig. Tugas
utamanya adalah memutar mata bor, memberi beban mata
bor dan memberi saluran lumpur bertekanan tinggi ke mata
bor untuk mengebor membuat lubang sumur.

System pemutar ini terdiri dari empat sub komponen utama :


1. Swivel (kepala pembasuh)
2. Rotating Assembly (Unit pemutar)
3. Drill Stem (batang bor)
4. Bit (mata bor)

5
System Utama dalam Rig pemboran
3. Circulating System (Sistim Sirkulasi)

Circulating System adalah suatu bagian dari system utama


dalam rig pemboran yang difungsikan untuk mengalirkan lumpur
pemboran, turun melewati rangkaian pipa pemboran dan naik ke
annulus membawa serbuk bor ke permukaan.Aliran lumpur bor
pada saat sirkulasi akan melewati bagian-bagian: a. Mud tank ke
mud pump b. Mud pump ke high pressure surface connection
dan ke drillstring c. Drillstring ke bit d. Bit ke atas melalui annulus
hingga ke permukaan e. Sampai dipermukaan akan melalui solid
control equipment, seperti;
1. Shale Shaker
2. Desander
3. Desilter
4. Centrifuge
Hal ini bertujuan untuk penyaringan cutting dari lumpur bor agar
lumpur yang kembali ke tangki penghisapan (suction pit) kembali
bersih. Dan terus berulang hingga selesai pekerjaan
pengeboran.
Dalam Perjalanan lumpur dari bit ke permukaan akan membawa
banyak informasi di antaranya adalah sample batuan dalam
bentuk cutting, selain itu juga terkadang pada lokasi tertentu
akan membawa gas non hydrocarbon seperti H2S, CO yang
berbahaya bagi makhluk hidup disekitar tempat tersebut.

6
System Utama dalam Rig pemboran
4. BOP System (Sistim Pencegahan Sembur Liar)

Merupakan system rig pemboran yang berfungsi :


- Menutup lubang sumur pd keadaan ada pipa atau
tidak ada pipa dlm lubang serta utk pekerjaan
stripping in atau stripping out
- Menahan tekanan sumur yg timbul dan dpt dilalui
semua peralatan yang dipakai utk operasi pemboran /
kerja ulang
- Mengendalikan tekanan sumur & dpt dipakai utk
pekerjaan sirkulasi mematikan kick
- Menggantung (hanging off) dan memotong pipa bor
pd keadaan darurat.
- Memiliki system peralatan cadangan apabila salah
satu rusak, khusus utk sumur bertekanan tinggi.
Peralatan untuk mencegah blowout (meledaknya sumur
di permukaan akibat tekanan tinggi dari dalam sumur).
Yang utama adalah BOP (Blow Out Preventer) yang
tersusun atas berbagai katup (valve) dan dipasang di
kepala sumur (wellhead).

7
8
System Utama dalam Rig pemboran
5. Power System (Sistim Tenaga)
Suatu system dalam rig pemboran dimana
suatu perangkat instalasi pemboran
menadaptkan supply daya untuk menggerakan
system-sytem yang lain. Dalam suatu rig
pemboran terdiri dari power system yaitu
mechanical & Electrical. Sistem tenaga
terutama digunakan sebagai penggerak
drawwork dan pompa lumpur pada rig. Tenaga
tersebut dihasilkan dari prime mover (Internal
combustion engines) de-ngan bahan bakar
minyak diesel

9
LUMPUR PEMBORAN

Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan,


cairan berbusa, gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu
operasi pemboran dengan membersihkan dasar lubang dari serpih bor dan
mengangkatnya kepermukaan, dengan demikian pemboran dapat berjalan
dengan lancar.
Lumpur pemboran merupakan fluida yang bersifat thixotropic yang terdiri
dari campuran solid, liquid, dan aditif yang terus disirkulasikan di wellbore
selama proses pemboran berlangsung.
Dengan berkembangnya teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai
digunakan selain lumpur pemboran berbahan dasar liquid, digunakan pula
gas atau udara sebagai fluida pemboran

10
SISTIM SIRKULASI LUMPUR PEMBORAN

11
Sekema Aliran Lumpur di Permukaan

12
Underbalanced Equipment

13
Fungsi Lumpur Pemboran

Pada awal penggunaan pemboran berputar, fungsi utama fluida pemboran


hanyalah mengangkat serpih dari dasar sumur ke permukaan. Tetapi saat ini fungsi
utama lumpur pemboran adalah:
1. Pengangkatan Serpih Bor (Cutting Removal)
Lumpur yang disirkulasi membawa serpih bor menuju permukaan dengan adanya
pengaruh gravitasi serpih cenderung jatuh, tetapi dapat diatasi oleh kekentalan lumpur
dan daya sirkulasi.
Dalam melakukan pemboran serbuk bor (cutting) dihasilkan dari pengikisan formasi oleh
pahat, harus dikeluarkan dari dalam lubang bor. Hal ini berdasarkan atas keberhasilan
atau tidaknya lumpur untuk mengangkat serbuk bor. Apabila serbuk bor tidak dapat
dikeluarkan maka akan terjadi penumpukan serbuk bor didasar lubang, jika hal ini terjadi
maka akan terjadi masalah seperti terjepitnya pipa oleh serbuk bor.
Serbuk bor dapat diangkat jika lumpur mempunyai kemampuan untuk mengangkatnya.
Kemampuan serbuk bor untuk terangkat hingga kepermukaan tergantung yield point
lumpur itu sendiri. Jika lumpur sudah memiliki yield point yang memadai maka dengan
melakukan sirkulasi serbuk bor dapat terangkat keluar bersama–sama dengan lumpur
untuk dibuang melalui alat pengontrol solid (Solid Control Equipment) berupa shale
shaker, desander, mud cleaner, dan centrifuge.
14
2. Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string.
Karena adanya gesekan pada putaran bit dan pada drill string maka akan timbul panas.
Untuk mengurangi panas ini tidak cukup dengan konduksi formasi. Dengan adanya lumpur
pemboran maka panas akan diserap serta melumasi bit dan drill string. Sehingga gesekan
akan berkurang. Laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan persamaan :

Q = A Kc ( Ts - Tf )

dimana :
A : Luas pemukaan , ft2
Kc : Konduktan konversi thermal
Tf : Temperatur fluida lumpur, (oF)
Ts : Temperatur drill pipe, bit (oF)
Q : Laju panas, kal/ detik

Panas akan mengalir dengan kondisi dari alat kedalam partikel partikel fluida yang paling
dekat dengan drill pipe. Energi panas yang ditransmisikan dan terbawa alliran fluida yang
lebih dingin sehingga akan mengalir.

15
3. Membersihkan Dasar Lubang (Bottom Hole Cleaning)

Ini adalah fungsi yang sangat penting dari lumpur bor, lumpur mengalir melalui
corot pahat (bit nozzles) menimbulkan daya sembur yang kuat sehingga dasar lubang
dan ujung–ujung pahat menjadi bersih dari serpih atau serbuk bor. Ini akan
memperpanjang umur pahat dan akan mempercepat laju pengeboran.
Laju sembur (jet velocity) minimum 250 fps untuk tetap menjaga daya sembur
yang kuat kedasar lubang. Laju sembur yang optimal sebaiknya harus
memperhitungkan kekuatan formasi atau daya kemudahan formasi untuk dibor
(formation drillability). Kalau laju sembur terlalu besar pada formasi yang lunak, dan
akan mengakibatkan pembesaran lubang (hole enlargement) karena kikisan
semburan. Sedangkan pada formasi keras akan terjadi pengikisan pahat dan menyia–
nyiakan horse power

16
4. Melindungi Dinding Lubang Supaya Stabil

Terjadinya kontaminasi pada formasi akan mempersukar pemboran. Untuk ini digunakan
lumpur yang tidak bereaksi dengan batuan formasi. Terutama untuk formasi yang
mempunyai permeabilitas 100 -150 md. Caving terjadi pada formasi shale yang mudah
menghidrasi. Adanya formasi yang berlapis-lapis dapat memungkinkan hal ini terjadi,
dimana formasi akan runtuh. Untuk menghindari hal ini gel strength dan viskositas harus
tinggi.

17
5. Membentuk wall cake yang impermeabel

Pada formasi yang permeabel, air mudah untuk mengalir kedalam formasi sehingga
akibatnya pada lumpur akan tertinggal padatan dan membentuk dinding pada lubang
bor. Wall cake ini apabila terlalu tebal akan mengakibatkan sempitnya lubang bor.
Sedangkan bila lapisan zat padat ini tipis maka akan menahan aliran fluida lumpur
yang masuk kemudian.
Semakin cepat terbentuknya mud cake semakin sedikit partikel yang masuk kedalan
formasi permiable dan semakin imbermiable mud cake akan semakin sedikit filtrate
yang masuk kedalam formasi, sehingga kerusakan formasi akibat lumpur dapat
diminimasi.
Pembentukan wall cake ini dapat diperbaiki dengan :
• Menambah bentonite
• Menambah zat-zat kimia, strach, CMC, PAC, Lignosulfonate untuk memperbaiki
distribusi zat padat dalam lumpur.

18
6. Menjaga atau Mengimbangi Tekanan Formasi

Pada kondisi normal gradien tekanan normal : 0.465/ft, 0.107-ksc/ft. Berat dari kolom
lumpur yang terdiri dari fase air, partikel–partikel padat lainnya cukup memadai untuk
mengimbangi tekanan formasi. Tetapi jika menjumpai daerah yang bertekanan abnormal
dibutuhkan materi pemberat khusus (misal : XCD-polimer) yang mempunyai berat jenis
tinggi untuk menaikkan tekanan hidrostatis dari kolom lumpur agar dapat mengimbangi
dan menjaga tekanan formasi. Besarnya tekanan hidrostatik tergantung dari berat jenis
fluida yang digunakan dan tinggi kolom yang dapat dihitung dengan persamaan :

Hp = 0.052 x Mw (ppg) x D, Psi

dimana :
Hp = Tekanan hidrostatic lumpur, psi.
Mw = Densitas lumpur, ppg
D = Kedalaman, ft.

19
Tekanan kolom fluida kadang-kadang juga dapat dinyatakan sebagai gradien
tekanan, yaitu:

Gm = 0.052 x MW
Dimana:
Gm = gradrien tekanan hidrostatik lumpur, psi/ft

Harga gradien tekanan untuk fluida adalah sebesar :


(dP/dD)w = 0.45 psi/ft ................. (water)
(dP/dD)o = 0.35 psi/ft ................. (oil)
(dP/dD)g = 0.08 psi/ft ................. (gas)

20
7. Menahan Serpih / Serbuk Bor dan Padatan Lainnya Jika Sirkulasi
Dihentikan
Kemampuan lumpur bor untuk menahan atau mengapungkan serpih bor pada saat tidak
ada sirkulasi tergantung sekali pada daya agarnya (gel strengt). Daya agar adalah suatu
sifat fluida thixotropic yang mempunyai kemampuan mengental dan mengagar jika
didiamkan (static condition) dan kembali lagi mencair jika diaduk atau digerak–gerakkan.
Sifat pengapungan atau penahan serpih didalam lumpur sangat diinginkan untuk
mencegah turunnya serpih kedasar lubang atau menumpuk di anulus yang akan
memungkinkan terjadinya rangkaian bor terjepit. Tetapi daya agar ini tidak boleh terlalu
tinggi supaya mengalirnya kembali lumpur tidak membutuhkan tekanan awal yang terlalu
besar.

21
8. Sebagai Media Logging
Data-data dari sumur yang diselesaikan sangat penting untuk dasar evaluasi
sumur yang bersangkutan, juga penting untuk dasar pembuatan program dan evaluasi
sumur-sumur yang akan di bor selanjutnya. Data-data tersebut diatas didapat dari
analisa cutting dan pengukuran langsung dengan wire logging. Untuk itu lubang bor
harus bersih dari cutting.

22
9. Menunjang (Support) Berat Dari Rangkaian Bor dan Selubung
Makin dalam pengeboran, maka berarti makin panjang pula rangkain pipa atau
casing, sehingga beban yang harus ditahan menara rig akan bertambah besar,
dengan adanya bouyancy effect dari lumpur akan menyebabkan beban efektif
menjadi lebih kecil sehingga dengan kemampuan yang ada mampu melakukan
pengeboran yang lebih dalam. Faktor yang mempengaruhi dalam hal ini adalah
berat jenis dari lumpur.

Wm = W (1-0,015xMw)

Dimana:
W = berat casing di udara (lbs)
Wm = berat casing dalam lumpur (lbs)
Mw = Density lumpur (ppg)
(1-0,015xBjm) = Bouyancy faktor

Buoyancy Factor using mud weight in ppg


Buoyancy Factor (BF) = (65.5 – mud weight in ppg) ÷ 65.5
Note: 65.5 ppg is density of steel.
23
10. Menghantarkan Daya Hidrolika Kepahat

Lumpur pemboran adalah media untuk menghantarkan daya hidrolika dari permukaan
kedasar lubang. Daya hidrolika lumpur harus ditentukan didalam membuat program
pengeboran sehingga laju sirkulasi lumpur dan tekanan permukaan dihitung sedemikian
agar pendayagunaan tenaga (power) menjadi optimal untuk membersihkan lubang dan
mengangkat serpih bor. Kemampuan untuk membersihkan serbuk bor dari bit itu
didapat karena adanya tenaga hidrolik yang harus disalurkan dari permukaan menuju
bit melalui media lumpur yang disebut sebagai Bit Hydraulic Horsepower

24
12. Mencegah dan Menghambat Laju Korosi

Korosi dapat terjadi karena adanya gas-gas yang terlarut seperti oksigen CO2,
dan H2S. Juga karena pH lumpur yang terlalu rendah atau adanya garam-garam di
dalam. Untuk menghindari hal - hal tersebut diatas, ke dalam lumpur dapat
ditambahkan bahan – bahan pencegah korosi atau diusahakan untuk mencegah
pencemaran yang terjadi.

25
SIFAT-SIFAT PENTING LUMPUR PEMBORAN

Lumpur pemboran merupakan faktor terpenting dalam operasi pemboran karena sangat
menentukan keselaamatan kerja dan biaya operaasi keseluruhan.
Program lumpur ini menentukan sifat-sifat lumpur yang akan dipergunakan dalam
operasi pemboran, Terdiri dari :

• Density / Berat Jenis


• Rheology dan Gel – Strength
• Filtration loss
• Sifat filter cake/ mud cake
• Sand Content
• Solid Control
• Alkalinity Filtrate
• pH

26
1. Density / Berat Jenis
Density atau Berat Lumpur merupakan sifat lumpur yang menyatakan berat per satuan
volume ( berat jenis ). Penentuan density lumpur sangat penting sebab akan
menentukan tekanan hisdrostatik kolom lumpur untuk tiap kedalaman, karena lumpur
berfungsi sebagai penahan tekanan formasi, maka besarnya density harus ditentukan
sedemikian rupa.
Density terlalu besar dapat mengakibatkan kerusakan pada formasi dan hilangnya
sebagian atau seluruhnya lumpur pemboran. Hal ini disebabkan tekanan kolom lumpur
lebih besar dari tekanan formasi di lubang bor.
Density terlalu kecil dapat terjadinya Kick (masuknya fluida formasi ke lubang bor),
disebabkan tekanan kolom lumpur tidak dapat mengimbangi tekanan formasi.
Terjadinya kick bila tidak tidak dapat ditanggulangi/dicegah akan terjadi kemungkinan
blow out.
Besarnya density lumpur yang dipergunakan harus lebih besar beberapa poit yang
diambil untuk faktor keselamatan.

27
dengan diketahui besarnya density yang dipergunakan maka dapatlah diketahui
tekanan formasi pada kedalaman tersebut dengan menghitung dari persamaan :

atau

dimana :
Pm = tekanan static Lumpur, psi
dm = density Lumpur, ppg
D = kedalaman, ft

Perhitungan density lumpur selama pemboran berlangsung dilakukan dengan


menggunakan mud balance

28
Untuk menaikkan density biasa digunakan material barite (4.2 gr/cc), Kalsium
karbonate (2,6 gr/cc), Hematite (5.2 gr/cc) dan Galena (7.6 gr/cc).

BaSO4 CaCO3 Fe2O3 PbS


Tetapi yang sering digunakan adalah material barite karena disamping murah
harganya dan densitynya cukup tinggi, barite ini tidak bereaksi dengan air dan juga
cukup bersih dari impurities.

Untuk menurunkan density lumpur dapat dilakukan dengan cara :


• mengendapkan padatan/pasir di sand screen
• menambah fasa cairnya (air / minyak).
29
30
2. Rheology dan Gel – Strength

a. Viscositas
Viscositas adalah tahanan terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk
laminar flow. Alat untuk mengukur viscositas lumpur ialah Marsh Funnel, Fann VG.
b. Plastic Viscosity (PV)
Plasctic viscosity merupakan tahanan internal dari cairan untuk dapat mengalir,
tahanan tersebut disebabkan oleh gesekan antara sesama partikel yang ada
dalam lumpur dan merupakan salah satu parameter kenaikan solid yang ada
dalam lumpur.
c. Yield Point (YP)
Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya
elektrokimia antara padatan – padatan, cairan – cairan dan padatan – cairan,
dengan kata laian merupakan harga minimum dari Shear Stress yang harus
dilampaui sebelum cairan bergerak dan yield point merupakan sifat dinamis
sangat penting peranannya dalam mengangkat serbuk bor kepermukaan
d. Gel – Strength
Gel – strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila dalam
keadaan diam, dan makin lama akan bertambah kental. Sifat ini dikenal juga
sebagai sifat “THIXOTOPIC”.
31
Funn VG 35

Marsh Funnel

Plastic Viscosity : R600 – R300


Yield Point : R300 – PV
Apparent Viscosity : R600/2 1 Quart = 946 cc
Viskositas air = 26 detik/quart

32
HPHT Viscometer Fann 75

33
Viskositas
Viskositas adalah tahanan fluida terhadap aliran, sedangkan
Gel Strength (GS) adalah pembentukan pengejelan/pengagaran karena gaya tarik
menarik antara partikel-partikel clay bila sirkulasi dihentikan.
Kedua sifat ini sangat penting, karena sangat erat hubungannya dengan :
• Pengangkatan serpih pemboran
• Menahan serpih pemboran dan material pemberat lainnya bila sirkulasi dihentikan
• Pelepasan serpihan pemboran dan pasir di permukaan
• Memperkecil efek-efek negatif terhadap lubang.

Viskositas dan GS akan naik selama pemboran karena hasil pemboran berupa inert
solid dan aktive solid yang bersatu dengan lumpur, jika kenaikan viskositas
memberikan harga yang terlalu besar dari yang dikehendaki maka lumpur dapat
ditambah air dan / atau bahan kimia untuk menurunkann viskositas.

34
Viskositas lumpur ini harus dikontrol, jangan sampai terlalu besar ataupun terlalu kecil.
Viskositas yang terlalu tinggi menyebabkan :
• Penetrasi rate turun
• Pressure loss besar
• Pressure surges yang berhubungan dengan lost circulation dan swabbing yang
berhubungan dengan blow out
• Sukar melepaskan gas dan cutting di permukaan
• Torsi untuk memutar drill string besar
• Tangga pompa yang besar

Sedangkan viskositas lumpur yang terlalu rendah akan menyebabkan :


• Pengangkatan cutting tidak baik
• Material pemberat lumpur akan terendapkan

Untuk mengencerkan lumpur ( menurunkan viskositasnya ) dapat dilakukan dengan


menambahkan air atau dengan menambahkan thinner.
Sedangkan untuk menaikkan viskositas dapat dilakukan dengan penambahan polimer
(XCD, PAC-R) atau zat padat (bentonite untuk water base dan organic clay untuk oil
base).

35
3. Filtration loss

Filtrat loss yang dimaksud adalah hilangnya sebagian atau seluruh fasa cair (filtrat)
karena masuk kedalam formasi yang permeable. Pada tahap awal ketika
menembus formasi permeable adalah terjadinya spud loss atau masuknya
sebagian partikel kedalam formasi permeable sebelum bridging (mud cake)
terbentuk. Air yang lepas disebut Filtate loss.
Ada dua macam filtrat loss :
a. Filtrasi dinamis, terjadi pada waktu fluida dalam sirkulasi
b. Filtrasi statis, terjadi pada waktu tidak ada sirkulasi.

Filtrasi dinamis berbeda dengan filtrasi statis, karena aliran fluida cenderung untuk
mengikis filter cake (mud cake) yang terjadi karena proses filtrasi. Filter cake akan
terus terjadi sampai kecepatan pengendapan sama dengan kecepatan pengikisan.
Bila keseimbangan ini telah tercapai maka filtrasi menjadi konstan dan tebal mud
cake akan tetap.
Sedangkan filtrasi statis, mud cake akan terus bertambah ketebalannya dan
kecepatan / jumlah filtrasi akan terus turun,
Yang harus kita kontrol dalam operasi pemboran adalah filtrasi dinamis.
36
API Filtration

37
HPHT Filtration

38
39
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah filtrasi adalah :
• Permeabilitas dari filter cake
• Tekanan Overbalance (ΔP)
• Lamanya formasi kontak dengan lumpur

Filtrat loss yang besar akan buruk pengaruhnya terhadap formasi, karena
menyebabkan pengurangan permeabilitas efektif terhadap minyak (damage) dan juga
lumpur akan banyak kehilangan fasa cairnya, karena itu setiap pemboran ditentukan
jumlah filtrasi maksimum yang boleh terjadi.
Pengaruh waktu terhadap filtrasi adalah bahwa volume filtrat naik setara dengan akar
pangkat dua dari perbandiingan waktu. Grafik akan berupa garis linier yang tidak
melalui titik nol, hal ini disebabkan karena dalam percobaan di laboratorium terdapat
filtrat yang melalui kertas sebelum mud cake terbentuk.

40
Secara matematis hubungan tersebut dapat ditulis :

dimana :
Q2 = Volume fluid loss yang dicarri selama waktu T2 menit, cc
Q1 = Volume fluid loss yang diketahui selama T1 menit, cc

Jika medium filtrasi adalah konstan, maka jumlah filtrasi akan berupa pangkat dua
dari tekanan.
Volume filtrat loss sangat tergantung pada jenis lumpur, pada lumpur bentonite,
mud cake terbentuk dari partikel bentonite yang sangat kompresible sehingga jika
tekanan dinaikkan filtrat loss akan tetap, berbeda dengan mud cake dari jenis
lumpur yang lain.
Pencegahan filtrat loss yang besar, dapat dilakukan dengan menambahkan
additives yang dapat berupa : CMC, PAC, Starch, lignite, dsb

41
4. Sifat filter cake/ mud cake

Filter cake ini sebaiknya tipis agar tidak memperkecil lubang bor. Selain itu filter cake
harus bersifat impermeabel supaya invasi mud filtrat tidak terus berlangsung terus.
Untuk ini maka filter cake juga harus cepat terbentuk dan harus tahan terhadap
elektrolit. Apabila sifat-sifat filter cake ini kurang baik (misalnya masih permeabel)
maka filtrat yang menginvasi kedalam formasi akan semakin banyak.

Terjadinya filter cake :


Filter cake terjadi apabila ada invasi drilling mud kedalam formasi. Pada invasi lumpur
bor ini sebagian partikel padatannya akan tersaring pada dinding lobang bor.
Sehingga terbentuknya filter cake setelah ada invasi mud filtrat, selain itu juga
terjadinya sangat dipengaruhi oleh tekanan kolom lumpur, tekanan formasi serta
porositas dan permeabilitas formasi.
Untuk terjadinya filter cake, maka tekanan hidrostatik kolom lumpur harus lebih besar
dari tekanan formasinya, agar mud filtrat dapat menginvasi kedalam rongga-rongga
formasi. Lapisan formasi harus mempunyai porositas dan permeabilitas yang cukup
besar, karena dengan hal inilah maka fluida pemboran baru dapat menginvasi
kedalam formasi.

42
Tahapan
BRIDGING PROCESS • Spud loss
IN PERMEABLE ROCK • Bridging
• Filtration loss

43
Damage Formation

Fine Migration

Swelling Particle

44
5. Sand Content
Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah abrasi
Pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah penebalan mud cake dan
drill pipe sticking.

6. Solid Content
Kandungan solid di dalam lumpur bila tidak dikontrol dengan baik akan mempunyai akibat – akibat
yang buruk antara lain :
• Memperlambat peneteration rate
• Susah mengatur sifat – sifat rheologi
• Bit dan peralatan lainnya cepat aus.
• Treatment menjadi lebih mahal.
Solid dapat berasal dari penambahan weighting agent dapat pula berasal dari drilled cutting
formasi.

45
7. Alkalinity Filtrate
Tujuan pemeriksaan alkalinity filtrate adalah untuk mengetahui kontaminan – kontaminan
terhadap lumpur. Kontaminan – kontaminan ini dapat berasal dari formasi yang di bor maupun
dari air yang digunakan untuk pembuatan lumpur.
• OH-, menunjukkan lumpur stabil dan dalam kondisi baik
• OH- dan CO-23, menunjukkan lumpur stabil dan dalam kondisi baik
• CO-23, menunjukkan lumpur tidak stabil tetapi masih bias dikontrol
• CO-2 dan HCO- , berarti lumpur tidak stabil dan sulit untuk dikontrol
3 3

• HCO-3, berarti lumpur sangat jelek dan sulit untuk dikontrol

8. pH
PH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroxil (OH¯) yang terdapat dalam lumpur yang akan
mempengaruhi kereaktifan bahan – bahan kimia yang digunakan dalam lumpur.
Lumpur polymer sangat memerlukan akan kestabilan pH dalam lumpur, dengan pH yang dapat
dikontrol antara 8.5 – 10 membikin kerja polymer menjadi efektif, baik dalam mempertahan
kan viskositas lumpur maupun besarnya air tapisan.

46
9. Salinitas
Penentuan Salinitas (kadar Cl-) dalam lumpur diperlukan terutama jika pemboran melalui
daerah di garam dapat terkontaminasi dengan fluida pemboran yaitu daerah yang terdapat
kubah garam

10. Kesadahan
Kesadahan atau hardness adalah salah satu sifat kimia yang dimiliki oleh air. Penyebab air
menjadi sadah adalah karena adanya ion-ion Ca+2, Mg+2, atau dapat juga disebabkan karena
adanya ion-ion lain dari polyvalent metal (logam bervalensi banyak) seperti Al, Fe, Mn, Sr dan
Zn dalam bentuk garam sulfat, klorida dan bikarbonat dalam jumlah kecil
Apabila kesadahan lumpur tinggi maka akan mengakibatkan yield point rendah, terjadi
water loss yang tinggi dan gel strength rate yang terlalu besar, sehingga untuk
mengatasinya memerlukan banyak bentonite untuk membentuk gel lumpur yang memadai

47
KOMPOSISI LUMPUR PEMBORAN
Komposisi dari lumpur pemboran disusun dari berbagai bahan kimia yang masing-
masing mempunyai fungsi secara individual, dan diharapkan saling bekerja secara
sinergik untuk mendapatkan sifat-sifat lumpur yang di harapkan. Bahan-bahan kimia
penyusun lumpur tidak hanya berfungsi tunggal melainkan dapat berfungsi ganda.
Fungsi pertama disebut primary fungtion sedangkan fungsi keduanya disebut secondary
fungtion.

Tiga macam komposisi atau fasa yang umum digunakan di dalam pembuatan lumpur
pemboran adalah sebagai berikut :
1. Fasa cair (air atau minyak)
2. Fasa padat
a. Reactive solids (padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid )
b. Inert solids (zat padat yang tidak bereaksi)
3. Fasa kimia
Dari ketiga komponen ini dicampurkan sedemikian rupa sehingga didapatkan lumpur
pemboran yang sesuai dengan keadaan formasi yang ditembus.

48
1. Fasa Cair
Fasa cair adalah komponen utama lumpur pemboran. Fungsi dari fasa cair adalah
sebagai fasa dasar yang dapat menyebabkan lumpur dapat mengalir. Disamping itu
bila bereaksi dengan reaktif solid akan membentuk koloid yang viscositasnya tertentu
sehingga lumpur dapat mengangkat serpih bor. Fasa cair yang digunakan disesuaikan
dengan kondisi lapangan dan kondisi formasi yang yang dibor. Fasa cair yang biasa
digunakan adalah air tawar, air garam, minyak dan emulsi antara minyak dan air.

2. Fasa Padat
Fasa ini terjadi dari partikel padatan halus atau bitir-bitir cairan (fluid droplets)yang
berada didalam fasa cair. Dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :

a. Reactive Solids
Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam
hal ini clay air tawar seperti bentonite mengisap (absorp) air tawar dan membentuk
lumpur. Istilah “yield” digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat
dihasilkan dari satu ton clay agar viskositas lumpurnya 15 cp.

49
Pengembangan / Swelling Clay

50
b. Inert Solids
Inert solid adalah padatan yang tidak bereaksi dengan air dan dengan
komponen lainnya dalam lumpur, dimana material ini tidak tersuspensi.
Fungsi utama dari material ini adalah berkaitan erat dengan densitas lumpur berguna
untuk menambah berat ata berat jenis dari lumpur, yang tujuannya untuk menahan
tekanan dari tekanan formasi dan tidak banyak pengaruhnya dengan sifat fisik lumpur
yang lain. Material inert ini antara lain adalah barite atau barium sulfate (BaSO4), besi
oxida (Fe2O3), calcite atau calsium sulfate (CaSO4) dan galena (PbS), dimana
kebanyakan dari zat-zat ini berfungsi sebagai material pemberat.
Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa oleh
lumpur seperti chert, pasir atau clay-clay non swelling, padatan seperti ini bukan
disengaja untuk menaikkan densitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin
(dapat menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa).

51
Bahan-bahan ini sukar bereaksi dan mempunyai ukuran yang halus, terdiri dari :
a. Barium Sulfat (BaSO4)
Keuntungan-keuntungan dengan menggunakan barium sulfat adalah harganya murah,
berat jenisnya 4.2, bersih, tidak reaktif, mengandung impurities silika sedikit, berwarna
putih dan mempunyai kekerasan 2.5 - 35 mohs.
b. Iron Oxide (Fe2O3)
Material ini jarang digunakan sebagai material pemberat. Mempunyai sifat kurang
sempurna bila dibandingkan dengan barium sulfat, karena berwarna merah dan
abrasive. Selain itu biaya transport dan pengolahan selama proses pembuatan lebih
mahal.
c. Calsium Carbonat (CaCO3)
Umum digunakan untuk memperkecil terjadinya kerusakan formasi akibat butiran halus
yang dapat masuk kedalam pori batuan, material ini memeliki berat jenis sekitar 2.6
d. Hematite
Umumnya digunakan pada formasi yang mengalami abnormal pressure. Mempunyai
berat jenis 5.2, sehingga dapat mengimbangi abnormal pressure.

e. Galena (PbS) (7.6 gr/cc)

52
3. Fasa Kimia
Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat –
sifat lumpur misalnya menyebarkan partikel- partikel clay (disepertion), menggumpalkan
partikel – partikel clay (flocculation) yang akan berefek pada pengkoloidan partikel clay itu
sendiri. Banyak sekali zat kimia yang dapat digunakan untuk menurunkan kekentalan,
mengurangi water loss, mengontrol fasa kolid yang disebut dengan surface active agent.
Zat kimia yang dapat menurunkan kekentalan dan mendispersi partikel clay biasa
disebut thiner. Thiner yang dapat menurunkan kekentalan atau mengencerkan partikel
clay diantaranya adalah :
1. Quobracho (dispersant)
2. Phosphate
3. Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan tannium)
4. Lignosulfonate
5. Lignite
Sedangkan zat-zat yang dapat menaikkan kekentalan antara lain :
1. CMC
2. PAC
3. XCD
Zat-zat kimia tersebut diatas bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem lumpur
tersebut, misalnya dengan menetralisir muatan – muatan listrik clay, menyebabkan
dispertion dan lain sebagainya.
53
4. Komponen pembentuk koloid

Merupakan suspensi padatan yang reaktif terdispersi dalam media kontinue (sifat koloid
lumpur yaitu merupakan lembaran-lembaran clay yang berukuran 10 - 20 angstrom dan
terdispers dalam media kontinue air). Makin kecil ukuran partikel makin luas bidang
kontak antara permukaan partikel solid dengan cairan mediumnya, sehingga sifat
interconected dengan mediumnya besar. Sifat partikel ini menyerupai gerak molekulnya
(gerak Brown).
Hal-hal yang pelu diketahui :
• adanya gaya tarik menarik atom-atom pada permukaan akan membentuk endapan
• dalam absorbsi terbagi menjadi koloid yang hydrophilic (menarik air) dan
hydrophobic (tidak menarik air).

Pada hydrophilic partikell menarik molekul air dan membenttuk lapisan film yang disebut
cushion. Pada hydrophobic partikel mempunyai muatan yang saling tolak menolak
dengan molekul air, drilling mud mengandung partikel hydrophobic maupun hydrophilic.

54
5. Komponen Thinner

Selama proses pemboran berlangsung, padatan dari batuan formasi akan bergabung
kedalam lumpur. Walaupun padatan yang tidak diinginkan dalam lumpur dapat dibuang,
akan tetapi ada sebagian yang pecah menjadi partikel-partikel kecil sehingga
memberikan kenaikan viskositas. Air dapat dipakai untuk mengencerkan lumpur, akan
tetapi pemakaian air tidak dapat ekononis bila terjadi viskositas abnormal. Untuk itu
digunakan thinner yang dapat mengontrol pengaruh kontamin. Secara kimiawi, thinner
dapat berupa organic thinner dan anorganic thinner.

6. Komponen Fluid Loss Reducer

Fluid loss resifer adalah bahan yang dipergunakan untuk mengontrol besarnya fluid loss
lumpur, tanpa memberikan perubahan sifat lumpur yang lain. Macam-macam yang biasa
dipergunakan adalah bentonite, minyak, thinner yang berfungsi sebagai fluid loss
reducer, CMC dan Strach.
Pemakaian bentonite kurang efektive mengingat mudahnya terpengaruh oleh
lingkungan kimia yang berubah.

55
PERENCANAAN DAN PEMBUATAN LUMPUR PEMBORAN

Perencanaan dan pembuatan lumpur pemboran dilakukan dengan melaui tahap-


tahap sebagai berikut :

a. Memilih jenis lumpur yang sesuai dengan formasinya.


Kondisi formasi merupakan pedoman utama dalam memilih jenis lumpur bor apa
yang akan dipergunakan. Pada pemboran eksplorasi lapisan-lapisan formasi yang
akan dibor diperkirakan jenisnya. Secara umum syarat yang harus dipenuhi dalam
pembuatan lumpur boradalah membuat lumpur yang sesuai dengan sifat fisik dan
kimia yang cocok dengan formasi.
b. Membuat perhitungan material yang sesuai dengan jenis lumpur yang telah
dipilih
Meskipun sering dialami perhitungan material yang berbeda dengan praktek. Hal
tersebut biasanya disebabkan oleh trouble formasi. Membuat lumpur pemboran
yaitu mencampurkan bahan baku lumpur yang terdiri dari bahan padatan yang
dicampur dengan bahan cairan, ditambah dengan koloid, ditreat dengan bahan
kimia agar didapat hasil lumpur yang sesuai dengan fungsinya

56
Perencanaan lumpur bor meliputi :
• Penyediaan material yang akan dipergunakan baik jenis maupun jumlahnya, yang
disesuaikan dengan tujuan pemboran.
• Persedian air kadang-kadang menimbulkan problema terutama pada daerah yang
sulit air.

Pembuatan Formulasi Lumpur


1 lb/bbl sama artinya dengan 1 gr/350 cc

1 lb = 453,592 gr
1 bbl = 158.987,30 cc

1 𝑙𝑏 453,592𝑔𝑟 1 𝑏𝑏𝑙 1 𝑔𝑟 1 𝑔𝑟
𝑥 𝑥 = ≈
𝑏𝑏𝑙 1 𝑙𝑏 158.987,30𝑐𝑐 350.5 𝑐𝑐 350 𝑐𝑐

57
Perhitungan Ulang Formulasi Lumpur untuk tiap lb/bbl Lumpur yang Dibuat

350 cc
No. Products SG Mixing order Time, min RPM
lb/bbl ml
1 Aqua Water 1.00 306.15 306.15 0
2 Bentonite 2.50 8.50 3.40 10 10 Low
3 Xanthan Gum 1.50 0.05 0.03 10 20 Low
4 PAC-R 1.55 2.00 1.29 10 30 High
5 PAC-L 1.55 5.50 3.55 10 40 High
6 PHPA-L 1.10 1.50 1.36 10 50 High
7 KOH 2.13 1.00 0.47 2 52 High
8 KCl 1.72 19.00 11.05 3 55 Low
9 Sulphonated Asphalt 1.20 8.00 6.67 3 58 Low
10 HT-Stab 1.05 2.50 2.38 1 59 Low
11 Barite 4.25 58.00 13.65 5 64 Low
T O T AL 1.18 412.20 350.00 Total LMH speed: 64
Med. speed: 10
Total: 74

58
MI Indonesia BHI Baroid Halliburton
No Generic Discription Conc. Conc. Conc.
Product name Product name Product name
Lb/bbl Lb/bbl Lb/bbl
1 Base Oil Saraline 200 183.43 Saraline 185V 173.53 Saraline 185V 182.60

2 Primery Emulsifier Novatec P 4.00 Carbomul HT 12.50 BDF 303 8.00

3 Secondary Emulsifier Novatec S 2.00 BDF 352 1.00


Organophilic Clay
4 VG Plus 7.00 Carbogel 2 10.00 Geltone II 10.00
Viscosifier
5 Hydrated Lime Lime 8.00 Lime 17.00 Lime 10.00

6 Water Fresh Water 61.00 Fresh Water 56.19 Drill water 59.73

7 Calcium Choride CaCl2 25.49 CaCl2 29.53 CaCl2 33.72


8 Non Asphaltic F.L.A. - -
9 Weighting Material MI Bar 136.97 Barite 123.63 Barite 114.90
10 Others Novatec F 0.50 Sa-58 2.00

59
Jenis Lumpur Pemboran
Pada umumnya lumpur pemboran dibagi dalam dua sistem, yaitu lumpur bor
dengan bahan dasar air (water base mud) dan lumpur bor dengan bahan dasar minyak
(oil base mud). Lumpur bor berdasarkan fasa cairnya yaitu air dan minyak dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Water base mud


Lumpur jenis ini yang paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah. Lumpur
ini terbagi atas fresh water mud dan salt water mud, dan apabila dilihat dari
komposisinya lumpur ini terbagi lagi sebagai berikut :
a. Gel spud mud
Komposisinya adalah sebagai berikut :
- 20 – 25 lb/bbl bentonite
- 0.25 – 0.5 lb/bbl caustic soda
Lumpur ini digunakan pada awal pemboran dimana pemeliharaannya dengan
cara menjalankan desander dan desilter secara terus menerus selama sirkulasi
lumpur.

60
b. Lignosulfonate mud
Lumpur ini dalah salah satu jenis fluida pemboran yang serba guna, dan dalam
prakteknya lumpur ini akan menajadi optimal bilamana beberapa syarat penting harus kita
perhatikan, antara lain :
• Berat Jenis tinggi ( > 14ppg )
• Tahan Panas ( 121 – 150o c)
• Toleransi padatan yang tinggi
• Tapisan yang rendah ( < 10 cc )
• Toleransi terhadap garam, anhydrite, gypsum
• Tahan kontaminasi semen
Komponen dasarnya meliputi air tawar atau air asin, bentonite, Chrome Lignosulfonat,
lignite, caustic soda, CMC, atau modified Starch. Ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan di dalam penggunaan lumpur Lignosulfonat :
• Sifat inhibitive akan rusak pada suhu 300oF
• Sifat pengontrolan laju tapisan akan rusak pada temperatur 350oF
• Pada temperatur > 400oF lignosulfonat akan pecah
• Viscositas akan berkurang seiring kenaikan temperatur
• Lignosulfonate tidak efektif dalam menstabilkan shale
• Filtrat lumpur Lignosulfonat dianggap mempinya peranan merusak formasi yang
produktif
• Lumpur Lignosulfonat yang sudah terkontaminasi semen akan mengental
61
Tergolong lumpur medium sampai berat, temperatur kerja 250 – 300 °F, mempunyai
toleransi tinggi terhadap konsentrasi garam, anhidrit gipsum dan semen.
Komposisinya adalah sebagai berikut :
• Bentonite 20 – 25 lb/bbl
• Spersene 2 lb/bbl
• Xp – 20 1 lb/bbl
• Barite secukupnya sesuai dengan kebutuhan
c. Polimer mud
Komposisinya adalah sebagai berikut :
• Menggunakan air tawar
• Bentonite
• Polymer (XCD, PAC-L, PAC-L, Starch, dll)
• Caustic soda (NaOH) atau Potassium hydroxide (KOH)
d. Sea water mud
Adalah lumpur lignosulfonate yang mempergunakan prehydrated bentonite untuk dasar
pengental didalam air asin, formulasinya berkisar 2 ppb caustic soda, 1.5 ppb kapur
(lime), 2 - 4 ppb lignosulfonate, 1 - 2 ppb lignite dan larutan prehydrated bentonite
secukupnya. Biasanya alkalinity pf 1.3 - 3.00 cc dijaga dengan caustic soda, pm 3.0 - 8.0
cc dengan kapur dan tapisan dipembuat lumpur. Konsentrasi garam dalam air laut
berkisar 30 -3 5,000 ppm dengan berbagai ion-ion lain (Mg+2, Ca+2).

62
Pengujian yang dilakukan

A. Fresh Water Gel

Persyaratan :
Specific Gravity (SG) : 9.0 – 9.5 ppg
Viscosity : 50 – 60 sec/qt
Yield Point (YP) : > 40 lb/100ft2
pH Lumpur : > 8.5

63
B. 7% KCl Polymer Mud @ 250 oF

Persyaratan :
Specific Gravity (SG) : 9.20 – 9.40 ppg
Yield Point (YP) : 25 – 35 lb/100ft2
Gel strength 10 second : 6 – 10 lb/100ft2
Gel strength 10 minute : 7 – 15 lb/100ft2
pH Lumpur : 9 – 9.5
API Filtrat : < 6 cc/30 minute
API Mud Cake : < 1.5 mm
K+ : > 45.000 mg/l
LGS : <6 % by Vol
MBT : < 10 ppb
HPHT Filtration : < 15 cc/30 minute
HPHT Mud Cake : < 2 mm

64
2. Oil base mud
Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinyunya, komposisinya diatur agar
kadar airnya rendah (3-5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap
contaminant. Tetapi airnya adalah contaminant karena memberikan efek negatif bagi
kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viskositas, gel strength, mengurangi efek
kontaminasi air dan mengurangi filtrate loss, perlu ditambahkan zat-zat kimia.
Kelebihan oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak,
karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi
biasa maupun formasi produktif. Kegunaan terbesar dari oil base nud ini adalah pada
completion dan work over sumur. Kegunaan yang lain adalah untuk melepaskan drill pipe
yang terjepit , mempermudah pemasangan casing dan liner. Oil base mud ini harus
ditempatkan pada suatu tanki besi untuk menghindarkan kontaminasi air. Rig harus
dipersiapkan supaya tidak kotor dan bahaya api berkurang.
Kerugian penggunaan oil base mud adalah :
- dapat mengkontaminasi lingkungan terutama untuk daerah operasi offshore.
- solid kontrol sulit dilakukan bila dibandingkan dengan water base mud.
- Elektrik logging tidak dapat dilakukan.
- Biayanya relatif lebih mahal.

65
3. Emulsion mud

Terbagi atas oil in water emulsion dan water in oil emulsion tergantung dari fasa apa
yang terdispersi. Fungsi lumpur ini adalah untuk menambah ROP, mengurangi filtration
loss, menambah pelumasan dan mengurangi torque, dimana lumpur ini banyak
digunakan dalam directional drilling. Komposisinya adalah lumpur dasar ditambah
minyak mentah atau minyak solar 2-15% atau lumpur dengan dasar minyak
ditambahkan air 24-45% air.

66
Penggunaan lumpur berbahan dasar minyak (OBM) memberi keuntungan
antara lain :
• Karena filtrat yang dihasilkan adalah berupa minyak maka penggunaan
lumpur ini sangat sesuai untuk zone yang memiliki swelling potensial yang
sangat tinggi
• Lumpur jenis ini memiliki sifat pelumasan yang baik dan sangat cocok untuk
digunakan dalam pemboran berarah (directional drilling)
• Tidak menyebabkan korosi pada peralatan pemboran dan stabil terhadap
kontaminan salt, H2S, dan CO2
• Dapat digunakan sebagai packer fluid maupun completion fluid
• Dapat digunakan kembali (reusable), sehingga Oil base mud ini harus
ditempatkan pada suatu tanki besi untuk menghindarkan kontaminasi air. Rig
harus dipersiapkan agar tidak kotor dan bahaya api berkurang

67
Komponen Lumpur Minyak
Lumpur berbahan dasar minyak (OBM) memiliki 3 komponen utama :
• fasa minyak sebagai fasa eksternal atau kontinu,
• fasa air merupakan fasa internal fasa pendukung dan
• material pemberat.
Selain itu komponen lumpur OBM lainnya adalah aditif lumpur sebagai
fasa pendukung untuk dapat merubah sifat fisik dari lumpur.
Aditif yang digunakan pada OBM adalah CaCl2, primary emulsifier,
Viscosifier, fluid loss control, lime, secondary emulsifier dan wetting agent.

68
Base Oil
Minyak (oil) merupakan komponen utama dalam lumpur OBM dan berfungsi
sebagai fasa eksternal, karena komponen ini yang akan bersentuhan
langsung dengan formasi, sehingga sangat cocok untuk digunakan dalam
pemboran yang menembus formasi shale yang sangat sensitif.

Air
Air ini merupakan fasa internal yang akan memberikan peningkatan pada
nilai viskositas pada sistim lumpur dimana air dalam sistim OBM akan
menghidrasi clay dan memberi suspensi terhadap weighting agen sehingga
akan memberikan nilai viskositas pada sistim lumpur. Selain itu keberadaan air
adalah untuk melarutkan CaCl2 yang akan memberikan salinitas dan
memperkaya ion Cl- dalam lumpur, sehingga ketika terjadi kontak dengan air
formasi tidak akan terjadi peristiwa osmosis yang akan mengganggu Rheologi
lumpurnya. Kadar air dalam sistim OBM lebih besar dari 10 % memberikan
sistim lumpur ini lebih resistan terhadap bahaya kebakaran, karena dapat
meningkatkan nilai flash point pada sistim OBM hingga tiga kali flash poin
yang dimiliki base oilnya sendiri.
69
CaCl2
CaCl2 berfungsi sebagai brine untuk memberikan salinitas pada air didalam
OBM. Pencampurannya didalam pembuatan OBM, CaCl2 akan dilarutkan
terlebih dahulu dengan air yang akan di tambahkan.

Primary emulsifier
Primeri emulsifier berfungsi untuk membentuk emulsi yang stabil, karena
emulsifier memungkinkan terjadinya disperse yang sempurna dari dua fluida
yang tidak saling bercampur. Keefektifan emulsifier sangat dipengaruhi oleh
kondisi alkalinitas dalam sistim OBM ketika lumpur dikondisikan pada
temperatur yang tinggi. Adanya konsentrasi air dalam jumlah yang banyak
maka peran emulsifier sangat menentukan agar OBM tetap menghasilkan
filtrat berupa minyak.

70
Viscosifier
Viscosifier digunakan untuk membuat suspensi dan membentuk rheology di
dalam lumpur minyak. Viscosifier yang ditambahkan dalam sistim OBM ini
berupa Clay organik dimana clay ini akan mengembang sempurna pada sistim
minyak.

Fluid loss control


Digunakan untuk mengontrol besarnya filtrat yang dihasilkan pada sisitim
OBM. Pada umumnya fluid loss control ini berupa asphaltic resin, tetapi ada
juga dari bahan dasar karet (polymeric). Walaupun filtrat yang akan dihasilkan
akan berupa minyak akan tetapi pengontrolan filtrat ini akan berfungsi untuk
menjaga integritas lubang dan sistim lumpur itu sendiri.

71
Lime
Lime [Ca(OH)2] berfungsi sebagai pengontrol alkalinitas dan
mengaktifkan emulsifier pada fasa internal (air) dalam emulsi, sehingga
fungsi emulsifier dalam lumpur dapat bekerja dengan baik dan filtrat lumpur
yang dihasilkan hanya minyak walaupun pada kondisi temperatur yang tinggi.
Jumlah lime yang ditambahkan dalam sistim lumpur sebanding dengan
jumlah emulsifier yang ditambahkan dan temperatur dimana sistim lumpur ini
akan bekerja.

Material pemberat
Material pemberat yang dipakai pada umumnya adalah barit, berfungsi untuk
mengontrol berat jenis lumpur guna mengimbangi tekanan formasi.

Secondary emulsifier dan wetting agent


Secondary emulsifier dan wetting agent digunakan agar soloid dalam sistim
Lumpur menjadi Oil wet.

72
FAKTOR UTAMA DALAM PEMILIHAN LUMPUR BOR

Dalam menentukan lumpur bor yang akan digunakan dalam operasi pemboran
harus diperhatikan beberapa faktor utama untuk memilih lumpur bor tersebut, yaitu :
 Bahan dasar pembuatannya air tawar, air asin dan minyak.
 Sifat formasi yang akan ditembus.
 Problem yang akan terjadi dan yang berhubungan dengan lumpur diusahakan
sekecil mungkin.
 Dibutuhkan atau tidaknya peralatan pengontrol padatan yang efektif.
 Kestabilan terhadap temperatur dan kontaminasi yang terjadi (misalnya semen,
air tawar).
 Pengaruh terhadap total biaya pemboran.

73
Contoh Material Aditif dalam OBM

74
PEMAKAIN POLIMER PADA LUMPUR DASAR AIR TAWAR
Pemakaian polimer pada lumpur bor adalah yang dapat berfungsi sebagai
 Penggumpal ( flocculants )
Floculant berfungsi untuk mengikat cutting agar mudah dipisahkan dari
lumpur. Semua floculant tersusun dari polymer, contoh :
1. PHPA : ( Partially Hidrolized Polyacril Amide )
2. SPA : ( Sodium Poly Acrilate )
 Pemecah gumpalan ( deflocculants )
Bahan ini berfungsi untuk menurunkan viscositas dan pada umumnya mempunyai
second fungtion sebagai fluid loss reducer.
 Pengontrol kehilangan lumpur (fluid loss control agent)
Bahan ini berfungsi sebagai viscofier seperti cmc dan pac – polymer,
sedangkan yang berfungsi sebagai thinner adalah lignite.penggunaan formulasi yang
menggunakan polymer hendaknya memeperhatikan temperatur, karena pada
umumnya jenis – jenis polymer tidak tahan temperatur tinggi.
 Pengental (viscosifier)
Viscosifier adalah bahan yang digunakan untuk menaikkan viskositas yang biasanya
mempunyai secondary fungtion sebagai fluid loss reducer.
Ada dua macam viscosifier yaitu :
• Tipe clay mineral
• Tipe polymer seperti XCD polymer dan guard gum polymer
75
 Meningkatkan daya guna bentonite (bentonite extender)
Polimer dengan anion tinggi mampu meningkatkan viskositas dan gel strength di
dalam konsentrasi padatan 4% dan konsentrasi <20 ppb. Polimer jenis ini mampu
menempel pada ujung – ujung lempung dan mengembang, sehingga luas
permukaan akan bertambah dan dengan sendirinya viskositas juga akan meningkat.
 Penstabil shale (shale stabilization agents)
Bahan ini berfungsi untuk menstabilkan shale formasi agar tidak gugur kedalam
lubang bor. Dengan pola kerja adalah sebagai berikut :
• Pola Coating
Bahan akan menyelimuti partikel – partikel shale sehingga kontaknya dengan
fluida dapat dikurangi.
• Pola Osmosa
Pada pola ini mengandalkan garam – garam terlarut untuk mengabsorbsi air dari
dalam shale.
 Penstabil pada suhu tinggi (temperature stabilization)
Mengontrol rheologi lumpur pada temperatur tinggi, karena pada temperatur tinggi
lumpur biasanya akan terjadi gelation, yaitu naiknya viskositas lumpur jauh diatas
normal, jadi pada dasarnya bahan ini adalah defloculant untuk temperatur tinggi.
76
 Mencegah korosi (corrosion inhibitor)
Bahan ini berguna untuk mencegah terjadinya korosi pada drill string maupun pada
peralatan pengeboran lainnya.
 Detergen
Detergen berfungsi untuk mencegah terjadinya balling oleh clay pada bit dan drill
string. Di samping itu juga berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan
lumpur, sehingga cutting lebih mudah diendapkan di settling pit.
 Lubricant
Lubricant adalah bahan untuk mengurangi gesekan / torsi antara rangkain pipa
dengan dinding lubang dan pada umumnya di buat dari senyawa – senyawa derivat
fatty acid.

77
KANDUNGAN GARAM

Kandungan Cl‾ ditentukan untuk mengetahui kadar garam dari lumpur. Kadar garam
dari lumpur akan mempengaruhi interprestasi logging listrik. Kadar garam yang besar
akan menyebabkan daya hantarnya besar pula. Pembacaan resistivity dari cairan
formasi akan terpengaruh. Naiknya kadar garam dari lumpur disebabkan cutting garam
yang masuk kedalam lumpur disaat menembus formasi yang mengandung garam,
dengan kata lain lumpur terkontaminasi oleh garam.

78
KONTAMINASI LUMPUR BOR
Kontaminasi adalah suatu problem yang dapat muncul dengan gejala yang perlahan-
lahan ataupun dengan segera dan cepat, dan biasanya diamati suatu fluktuasi sifat-sifat
lumpur yang tadinya normal saja menjadi naiknya yield point, naiknya daya agar,
viskositas yang berlebih dan laju tapisan yang tidak terkontrol.
Kontaminan didefinisikan semua jenis zat (padat, cairan ataupun gas) yang dapat
menimbulkan pengaruh merusak terhadap sifat-sifat fisika atau kimiawi dari fluida
pemboran. Semua jenis lumpur mempunyai satu kontaminan umum yaiut padatan berat
jenis rendah (Low Solid Gravity), baik yang berasal dari serbuk bor ataupun dari
pemakaian bentonite yang terlalu berlebihan.

1. Kontaminasi Sodium Chlorida


Kontaminasi ini terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt dome), lapisan
garam, lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam yang cukup tinggi atau
akibat air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk kedalam sistim lumpur. Akibat
adanya kontaminasi ini, akan mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viscositas,
yield point, gel strengt dan filtration loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula
terjadi bersamaan dengan kehadiran garam pada sistim lumpur.

79
2. Kontaminasi Gypsum dan Anhydrit
Hanya sedikit daerah didunia dimana tidak dijumpai formasi gypsum (CaSO4),
pilihan yang diambil dalam mengatasi ini adalah dengan mengendapkan ion Ca+2 atau
merubah sisitim lumpur kapur (dasar kalsium). Gejala mula-mula dari kontaminasi
gypsum adalah viskositas yang tinggi, daya agar tinggi dan laju tapisan bertambah.

3. Kontaminasi Semen
Kemungkinan untuk kontaminasi semen itu selalu ada pada setiap sumur
pemboran. Semen tidak menjadi kontaminan hanya jika fluida yang dipakai air jernih, air
garam, lumpur kalsium dan lumpur minyak. Parah atau tidaknya kontaminasi ini
tergantung pada faktor-faktor seperti konsentrasi padatan dalam lumpur dan keras atau
lunaknya semen pada lubang.
Gejala kontaminasi semen adalah viskositas yang tinggi, yield point yang abnormal, daya
agar yang besar dan tapisan yang tidak terkontrol, ini disebabkan reaksi ion Ca+2 dari
semen dengan lempung dan tingginya pH larutan.

80
SISTEM LUMPUR NON DISPERSE DENGAN PADATAN RENDAH
Sistem lumpur non dispersi dengan padatan rendah dipergunakan untuk memperoleh laju
penembusan yang lebih cepat tanpa merusak stabilitas lubang bor. Hal ini dapat
ditanggulangi dengan pemakain bahan kimiadan cara – cara mekanis seperti :
- Menjaga lumpur dengan kadar padatan rendah dengan total kumulatif dibawah
6%.
- Partikel koloid diperkecil di bawah 1 mikron.
Lumpur ini menggunakan bentonite dengan polimer untuk mencapai hasil yang
dikehendaki dan sifat kehilangan cairan yang terkontrol. Untuk pemberat lumpur ini dapat
dipakai barite.
Jika lumpur ini dibuat dengan komposisi yang tepat dan terus dipelihara maka
pemakaian dispersane atau pengencer dapat dihindarkan. Jika koloid dan keseluruhan
kandungan tetap dijaga dalam batas – batas yang dapat diterima maka pengaturan sifat –
sifat aliran dapat dibuat dengan memakai sistem polyacrylate.
Lumpur tersebut memberikan beberapa keuntungan diantaranya adalah dapat
memudahkan pembersihan padatan dengan kandungan rendah, meningkatkan daya
hidrolik, mempercepat laju penembusan, pemeliharaan yang mudah sehingga secara
keseluruhan membuat pelaksanaan operasi pemboran akan berjalan lebih efisien.
Pemakaian lumpur polimer non dispersi dengan padatan rendah sering digunakan
pada operasi pemboran dengan tingkat tinggi keberhasilan yang cukup tinggi. Dengan
manfaat yang terdapat dalam lumpur tersebut maka modifikasi dari lumpur ini menjadi
tipe fluida pemboran yang layak dipergunakan.
81
Faktor ekonomis dari pemakaian lumpur non dispersi dengan padatan rendah menjadi
salah satu faktor yang harus dipertimbagkan, terutama pada daerah dengan kemampuan
laju penembusan formasi 1 – 30 ft/jam. Dengan lumpur jenis ini maka laju penembusan
akan meningkat bahkan pada formasi batuan keras, sehingga dari segi biaya pemakaian
lumpur ini lebih menguntungkan.
Untuk penggunaan lumpur ini pada formasi sedang dengan laju penembusan ( 30 –
50 ft/jam ), didapat keuntungan pada usia pakai pahat bor, sehingga biaya pemboran
dapat lebih rendah.
Pada laju penembusan 50 – 75 ft/jam penggunaan lumpur ini akan memberikan nilai
keekonomisan yang cukup baik. Dengan catatan digunakannya menara bor ( rig ) yang
memiliki alat pengontrol padatan untuk membersihkan serbuk bor.
Pada kondisi luar biasa dengan kecepatan penembusan 75 – 200 ft / jam, lumpur
polimer non dispersi ini tidak dapat dipergunakan karena akan menghasilkan serbuk bor
dalam jumlah besar.

82
Sistem Lumpur Dispersi

Lumpur pemboran dispersi yang paling sederhana adalah lumpur air tawar yang
tercampur hidrat lempung secara alami apabila mata bor menembus formasi. Lumpur
pemboran dispersi ini disebut juga lumpur alami dan dipakai dalam pemboran dangkal
atau untuk pemboran bagian atas dari sumur yang dalam.
Pemboran dimulai dengan sirkulasi air tawar,dimana reaksi padatan lempung dalam
formasi yang sedang di bor menjadi hidrat dan menyebar ( dispersi ). Sifat kekentalan
lumpur pemboran juga diperlukan untuk pengangkatan serbuk bor kepermukaan.
Untuk meningkatkan viskositas, bentonite bisa ditambahkan sebagai pelengkap
lempung, dan jika peningkatan viskositas lebih cepat secara berlebihan maka lumpur
pemboran diencerkan dengan air. Pengencer ini terus berlanjut untuk tahap berikutnya
sehingga menjadi tidak praktis karena banyaknya volume lumpur yang perlu diperhatikan.
Tahap berikutnya adalah mempertahankan dan memlihara jenis lumpur tersebut
dengan membersihkan bebrapa padatan pemboran atau serbuk bor dengan
perlengkapan mekanis dan pengolahan bahan kimia.
Senyawa fosfat, asam sodium pyrofosfat, sodium tetrafosfat merupakan zat - zat
utama yang dipakai dalam mengontrol kondisi lumpur. Pengontrolan padatan pemboran
didalam lumpur dilakukan melalui penambahan bahan kimia ( additive) pengenceran
lumpur dengan air dan peralatan pembersih padatan bor.

83
Keuntungan dan Kerugian Sistem Fluida Pemboran Disperse

Keuntungan dan kerugian yang didapat dengan menggunakan sistem fluida pemboran
disperse ( Lumpur Lignosulfonate ) antara lain :
 Keuntungan :
• Mudah dalam pembuatan dan relatif lebih sedikit menggunakan bahan kimia.
• Mempunyai efek penurunan laju penembusan ( karena memiliki banyak partikel
yang berukuran < 1 mikron ).
• Sesuai untuk lumpur dengan berat jenis tinggi.
• Dapat dipakai pada temperatur tinggi.

 Kerugian :
• Tidak dapat dipakai pada pemboran formasi batuan yang keras.
• Tidak dapat dipakai pada operasi pemboran yang cepat karena terlalu banyak
serbuk bor yang dihasilkan.

84
PERHITUNGAN MATERIAL

1. Menambah berat dan volume lumpur menggunakan material pemberat

Material yang paling umum digunakan adalah barite (BaSO4)


specific gravity 4.25 atau 35.5 ppg.
berat 1 bbl barite 1490 lb.
berat 1 sack Barite = 100 lb.

W1  W2  Wcamp.

V1 1  V2  2  Vcamp.  camp. , dimana Vcamp.  V1  V2 , sehingga :

V1 1  V2  2  V1  V2  camp.

dimana,
V1 = volume bahan 1
V2 = volume bahan 2
Vcamp. = volume campuran
ρ1 = densitas bahan 1
ρ2 = densitas bahan 2
ρcamp. = densitas campuran.
85
Dari persamaan diatas dapat ditulis menjadi,

V1  akhir  V1 1 V2  akhir  1
V2  atau, 
 2   akhir V1  2   akhir

Penambahan barit untuk menaikkan densitas Lumpur pada operasi pemboran


biasanya ditambahkan dalam hitungan sack, dimana 1 sack barit beratnya = 100 lb.
Rumus yang dipergunakan untuk menghitung berapa sack barite diperlukan untuk
menaikkan berat 100 bbl atau menaikkan ppg lumpur bor adalah sebagai berikut :

1490  akhir   l 
Jumlah Barite / 100 bbl Lumpur  , sack
35.5   akhir

86
Contoh:

a. Berapa banyak barit yang diperlukan untuk menaikkan berat 300 bbl lumpur dari
14 ppg menjadi 15 ppg.

Jawab.
Jumlah sack barit/100 bbl lumpur = 1490 (ρakhir - ρl)/(35.5 - ρakhir)
= 1490 (15-14)/(35.5-15)
= 72.683 sack

Jadi untuk 300 bbl lumpur diperlukan 3 x 72.683 sack = 218 sack.

b. Berapa banyak 12 ppg lumpur yang dibutuhkan untuk mendapatkan 250 bbl
lumpur 14 ppg ?.

Jawab.
Jumlah air yang diperlukan = Vakhir (35.5 – ρakhir)/(35.5 – ρawal)
= 250 (35.5-14)/(35.5-12)
= 228.72 bbl

87
2. Menghitung Volume lumpur bor didalam sistim

Volume lumpur bor dalam sistim adalah jumlah volume lumpur bor didalam hole
ditambah lumpur didalam tangki aktif.
Lumpur yang terdapat pada tangki cadangan tidak dihitng sebagai program treating.
Jadi barrel lumpur didalam sustem adalah :

Volume Lumpur = Volume lumpur dalam lubang + Volume tangki aktif

Panjang X Lebar X Tinggi , bbl


Volume tengki aktif 
5.6

Cutting yang mengendap menyebabkan tinggi rata-rate tangki kurang dari tinggi
sebenarnya. Paling sering rumus yang digunakan ialah volume dalam barel per 1000
ft lubang, dengan diameter dalam inch.

88
3. Biaya Lumpur Bor

Biaya lumpur bor diusahakan seefisien mungkin dengan kondisi lumpur yang cukup
baik. Kontaminasi selalu terjadi, penggunaan mud sistim yang cocok dapat
mengurangi akibat kontaminasi.
Pemilihan terhadap jenis lumpur harus sangat diperhitungkan terhadap kondisi
formasi yang akan ditembus. Untuk pemboran ekplorasi tidak ada pilihan untuk
dapat mengefisiensikan terhadap biaya pemakaian lumpur akan tetapi untuk
pemboran sumur pengembangan maka efisiensi terhadap biaya lumpur pemboran
sudah dapat diperhitungkan.

Ongkos lumpur terbagi atas tiga faktor :


• Biaya mula-mula cost per barel dan jumlah barel dalam sistim
• treatment rutine yang akan dilakukan
• Jumlah waktu (hari) yang diperlukan (engineer dan aditif)

89
4. Persiapan Lumpur Bor

Persiapan lumpur bor serta bahan-bahan yang berhubungan erat dengan tujuan
pemboran. Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat lumpur bor pada pemboran
explorasi, deliniasi, produksi akan berbeda satu sama lain.

a. Pemboran Explorasi
Pemboran explorasi bertujuan untuk memastikan adanya minyak. Data seismik
dipergunakan untuk pedoman selama pemboran berlangsung. Lumpur bor dalam
pemboran explorasi ini harus lengkap bahan-bahannya untuk menjaga kemungkinan
fatal akibat interpretasi yang salah dari data peta seismik mengenai formasi. Sifat fisik
lumpur bor harus kritis atau peka terhadap kondisi formasi, agar dapat diketahui
daerah formasi yang lemah misalnya daerah loss zone, daerah gas, daerah shale
walaupun dalam skala kecil.

90
b. Pemboran Deliniasi
Pemboran deliniasi bertujuan mencari struktur minyak yang paling favorable, karena
pemboran ini tahap lanjut dari pemboran explorasi. Maka berdasarkan variasi dalam
parameter reservoir dapat ditentukan batas-batas zone produktif baik vertikal maupun
horizontal.
Secara vertikal dapat menentukan kedalaman water contact paling dalam dan yang
paling dangkal. Secara horizontal dengan variasi ketebalan lapisan reservoir minyak.
Bahan lumpur yang digunakan sifatnya lebih definitive dengan sifat lumpur yang
digunakan cukup stabil terhadap kondisi formasi.

c. Pemboran Produksi
Pemboran produksi ini bertujuan menentukan produksi yang paling ekonomis dan
merupakan pemboran tahap lanjut dari pemboran development karena data formasi
sudah lengkap.
Bahan lumpur yang dipersiapkan telah tertentu dengan perhitungan secara ekonomis.
Spacing pemboran merupakan pola yang diatur dengan pertimbangan ekonomi pula.

91
DASAR-DASAR PERHITUNGAN LUMPUR PEMBORAN

Dalam materi ini akan dibahas persamaan-persamaan perhitungan yang


berhubungan dengan lumpur dalam sistim sirkulasi, terutama yang menyangkut :
1. Kapasitas pipa, anulus, lubang pemboran dan mud pit serta pendesakan
(displacement) dari pipa dan collar
2. Volume lumpur didalam drill string, anulus, lubang pemboran, mud pit dan sistim
total, serta volume dari pendesakan drill string
3. Kecepatan aliran dan flow rate ( laju pemompaan )
4. Waktu sirkulasi serta jumlah stroke yang diperlukan untuk sirkulasi furcase to bit,
bottoms up, dan sistim total
5. Gradien lumpur dan tekanan hidrostatik

92
1. KAPASITAS DAN PENDESAKAN

Kapasitas dari pipa, lubang pemboran, anulus atau mud pit didefinisikan sebagai volume
dari lumpur persatuan panjang ataupun persatuan tinggi / kedalaman. Kapasitas adalah
merupakan fungsi dari penampang melintang. Jadi kapasitas dari suatu mud pit yang
berbentuk persegi ( rectangular pit ) ditentukan oleh panjang serta lebar dari mud pit
tersebut.
Untuk memperjelas keterangan tersebut diatas perlu ditekankan sekali lagi bahwa kapasitas
dari mud pit bukanlah kemampuan daya tampung dari mud pit tersebut. Daya tampung atau
volume adalah merupakan perkalian antara kapasitas dengan tinggi mud pit tersebut.
Kapasitas dari drill pipe ditentukan hanya dari diameter dalamnya sedangkan kapasitas dari
anulus ditentukan oleh 2 besaran, yaitu diameter lubang bor atau casing serta diameter luar
dari drill pipe atau drill collar.
Pendesakan atau displacement dari pipa didefinisikan sebagai volume dari lumpur
pesatuan panjang yang didesak oleh pipa tersebut jika dimasukkan kedalam lumpur.
Pendesakan pipa ditentukan oleh diameter luar dan diameter dalam dari pipa tersebut.
Pada umumnya volume dinyatakan dalam satuan barel. Persamaan-persamaan untuk
menghitung kapasitas dan pendesakan dapat dilihat pada tabel 1.

93
Tabel 2-1. Kapasitas dan Pendesakan dalam Barrels per Feet ( bpf )

Section Persamaan Keterangan


1. Kapasitas Lubang ( D1 ) 2 D1 = diameter lubang
Sumur 1030 atau casing, inch
D2 = diameter dalam
2. Kapasitas Pipa atau ( D2 ) 2 dari drill pipe
Drill Collar 1030 atau drill collar,
inch
D3 = diameter luar
3. Pendesakan dari
( D3 ) 2  ( D2 ) 2 dari drill pipe
Drill Collar atau Drill
1030 atau drill collar,
Pipe
inch
4. Kapasitas dari L x W L = panjang, ft
Rectangular Mud Pit 5.6 W = Lebar, ft
5. Kapasitas dari D2
D = Diameter, ft
Cylindrical Mud Pit 7.1

94
2. VOLUME
Volume lumpur dapat ditentukan dengan persamaan umum yaitu kapasitas dikalikan tinggi.
Untuk kapasitas dengan satuan bpf dan tinggi dalam feet, volume dinyatakan dalam satuan
barel.
a. Mud Pit
Volume dari lumpur didalam mud pit merupakan hasil perkalian dari kapasitas mud pit
tersebut dengan ketinggian lumpur yang terdapat didalamnya. Volume dari mud pit adalah
daya tampung dari mud pit tersebut yang merupakan hasil perkalian kapasitas dengan tinggi
mud pit keseluruhan.
b. Drill String
Volume dari lumpur didalam drill string adalah jumlah dari lumpur yang berada didalam drill
pipe dengan lumpur yang berada di drill collar.
Baik untuk drill pipe maupun drill collar, volume lumpur didalamnya merupakan hasil
perkalian kapasitas dengan panjang drill pipe atau drill collar tersebut.
Volume dari lumpur yang didesak oleh drill pipe atau drill collar juga merupakan hasil
perkalian antara displacement ( pendesakan ) dengan panjang drill pipe atau drill collar
tersebut. Dalam operasi round trip perlu diketahui volume pendesakan untuk setiap stand
dari drill pipe atau drill collar. Volume pendesakan per stand tersebut merupakan hasil
perkalian dari displacement dengan panjang setiap stand drill pipe atau drill collar.
Volume pendesakan per stand tersebut diperlukan untuk menentukan jumlah lumpur yang
harus ditambahkan kedalam lubang sumur pada saat kita mencabut drill string pada waktu
round trip.
95
c. Anulus
Anulus biasanya dibagi dalam beberapa interval ( section ). Masing-masing interval
harus mempunyai diameter-diameter yang konstan ( atau dianggap konstan ). Volume
dari setiap interval adalah hasil perkalian antara kapasitas dan panjang interval
tersebut.
Volume anular total dari lubang bor adalah hasil penjumlahan dari seluruh interval
yang ada. Biasanya, volume anulus adalah merupakan besaran yang kurang teliti, hal
ini diakibatkan oleh diameter lubang bor yang sulit untuk dipastikan besarnya jika
diameter lubang bor lebih besar daripada ukuran bit. Kondisi tersebut dinamakan "out
of gauge". Suatu lubang bor disebut "gauge" jika diameternya tepat sama dengan
ukuran bit.

96
d. Volume dalam lubang bor
Mengukur keseluruhan volume lumpur yang terdapat didalam lubang bor harus
mempertimbangkan 2 kondisi batas. Kondisi yang pertama adalah jika drill dtring berada
seluruhnya didalam sumur.
Dalam hal ini volume lumpur adalah sama dengan jumlah volume lumpur didalam drill
pipe / drill collar dengan volume lumpur dianulus. Kondisi yang kedua adalah jika drill
string berada seluruhnya diluar sumur. Volume lumpur adalah sama dengan volume
lubang sumur.

e. Volume lumpur total dalam sistim


Volume sirkulasi total adalah jumlah dari volume lumpur didalam lubang bor dengan
lumpur didalmmud pit.

Biasanya dalam sistim sirkulasi terdapat lebih dari 1 mud pit ( misalnya 3 buah ). Dalam
hal ini volume lumpur di mud pit adalah penjumlahan dari volume lumpur dalam
keseluruhan mud pit tersebut. Volume lumpur yang terdapat didalam mud pit cadangan
atau storage tidak diperhitungkan. Volume lumpur yang terdapat pada sistim
dipermukaan biasanya diabaikan.

97
3. KECEPATAN ALIRAN ATAU FLOW RATE POMPA

Pompa dengan satu silinder disebut pompa simplex, sedangkan pompa yang
mempunyai dua atau tiga silinder disebut pompa duplex atau triplex.
Pompa duplex biasanya mempunyai daya pemompaan dua arah bolak balik (double
acting), sedangkan pompa triplex biasanya single acting..
Satu stroke dari pompa meliputi satu siklus penuh dari gerakan piston dalam silinder
silinder pompa.
Pada pompa duplex double acting, satu stroke pemompaan akan menghasilakan 4
gerakan memompa masing masing 2 gerakan untuk setiap silinder.
Pada pompa triplex single acting, satu stroke pemompaan akan menghasilkan masing
masing satu gerakan memompa pada ketiga silindernya.
Kecepatan pemompaan (Pump speed) adalah sama dengan jumlah stroke permenit
(spm) dari pompa pada suatu saat sirkulasi yang tertentu.

98
99
100
Pada umumnya, pompa triplex mempunyai hariga efisiensi mendekati 100%, sedangkan
pompa duplex efisiensi volumetriknya lebih rendah (mendekati 90%).
Flow rate dari pemompaan adalah volume persatuan waktu dari lumpur yang
dikeluarkan oleh pompa selama sirkulasi .Pada u;mumnya flowrate dinyatakan dalam
satuan barrel per menit (bpm) atau gallon per menit(gpm)
Persamaan yang menyatakan hubungan flow rate dengan displacement dan speed
adalah :

Flow rate = Displacement X Speed

Jika displacement pompa dinyatakan dalam satuan (bps) dan pump speed dalam satuan
(spm) maka flow rate yang dihasilkan mempunyai satuan (bpm)

101
4. WAKTU SIRKULASI DAN JUMLAH STROKE

Waktu pemompaan yang dipwrlukan untuk mengisi suatu volume tertentu tergantung
dari harga flow rate :

Volume
Waktu Pemompaan 
Flow Rate

Persamaan diatas berlaku selama flow rate dalam periode wakter tersebut adalah
konstan.
Jika volum yang harus diisi adalah kecil atau jika flow rate pompa tidak konstan maka
hasil perhitungan akan lebih teliti jika kita menghitung jumlah strioke sebagai ganti dari
waktu pemompaan .
Jumlah stroke yang diperlukan untuk mengisi suatu volume tertentu dapat dinyatakan
dengan persamaan :

Volume
Jumlah Stroke 
displacement pompa

102
Kecepatan aliran lumpur pada suatu interval (section) dari anulus (atau drill string ) dapat
ditentukan dengan persamaan :

Volume
Kecepatan 
Flow Rate
Ringkasan dari persamaan untuk menghitung waktu pemompaan serta jumlah stroke
yang diperlukan untuk operasi dapat dilihat pada table dibawah ini.

Dimana :
Vds = volume drill string, bbl
Va = volume annulus, bbl
Vh = volume lubang sumur, bbl
Vs = volume total system sirkulasi, bbl
Q = flow rate, bpm
PD = displacement dari pompa, bps
Waktu pemompaan dinyatakan dalam menit.

103
5. GRADIEN LUMPUR DAN TEKANAN HIDROSTATIK

Pada setiap titik dalam kolom lumpur terdapat tekanan statik yang besarnya sama dengan
berat lumpur diatas titik tersebut. Tekanan ini biasanya disebut tekanan hisrostatik lumpur
dan besarnya hanya tergantung dari kedalaman serta density lumpur. Tekanan hidrostatik
digunakan untuk tujuan mengontrol tekanan formasi selama pemboran.
Density dari lumpur dalam praktek sehari-hari biasanya disebut "berat" lumpur ( mud
weight ) dan dinyatakan dalam satuan pounds per gallon ( ppg ). Konversi dari ppg ke
pounds per cubic foot adalah dengan perkalian bilangan 7.5 ( 1 ppg = 7.5 ppcuft ).
Konversi ppg terhadap specivic gravity adalah melalui pembagian dengan bilangan 8.33
( SG = 1, maka berat lumpur adalah 8.33 ppg ).
Gradien hidrostatik lumpur adalah pertambahan tekanan hidrostatik lumpur persatuan
kedalaman. Gradien hidrostatik lumpaur adalah sama dengan haarga berat ( density )
lumpurnya, hanya satuannya saja yang berbeda. Kalau berat lumpur biasanya
dinyatakandalam ppg maka pada umumnya gradien hidrostatiknya dinyatakan dalam psi
per foot. Konversi yang digunakan untuk merubah satuan tersebut adalah : 1 ppg = 0.052
psi / foot

104
GRADIENT TEKANAN

Gradient tekanan, psi/ft, mengunakan berat lumpur, ppg


Psi/ft = berat lumpur, ppg x 0,052
Contoh : 12,0 ppg cairan
Psi/ft = 12,0ppg x 0,052
Psi/ft = 0,624
Gradient tekanan, psi/ft, mengunakan berat lumpur, lb/ft3
Psi/ft = berat lumpur, lb/ft3 x 0,006944
Contoh : 100 lb/ft3 cairan
Psi/ft = 100 lb/ft3 x 0,006944
Psi/ft = 0,6944
ATAU
Psi/ft = berat lumpur, lb/ft3 / 144
Contoh : 100 lb/ft3 cairan
Psi/ft = 100 lb/ft3 / 144
Psi/ft = 0,6944

105
Gradient tekanan, psi/ft, mengunakan specific gravity (SG)
Psi/ft = berat lumpur,SG x 0,433
Contoh : 1,0 SG cairan
Psi/ft = 1,0 SG x 0,433
Psi/ft = 0,433
Mengkonversi gradient tekanan, psi/ft ke berat lumpur, ppg
Ppg = gradient tekanan, psi/ft / 0,052
Contoh : 0,4992 psi/ft
ppg = 0,4992 psi/ft / 0,052
ppg = 9,6

Mengkonversi gradient tekanan, psi/ft ke berat lumpur, lb/ft3


lb/ft3 = gradient tekanan, psi/ft / 0,006944
contoh : 0,6944 psi/ft
lb/ft3 = 0,6944 psi/ft / 0,006944
lb/ft3 = 100

106
Mengkonversi gradient tekanan, psi/ft ke berat lumpur, SG
SG = gradient tekanan, psi/ft / 0,433
Contoh : 0,433 psi/ft
SG = 0,433 psi/ft / 0,433
SG = 1

107
TEKANAN HIDROSTATIK

Tekanan hidrostatik menggunakan ppg dan ft sebagai satuan pengukuran


HP = berat lumpur, ppg x 0,052 x true vertical depth (TVD), ft
Contoh :
Berat lumpur = 13,5 ppg
TVD = 12.000 ft
HP = 13,5 ppg x 0,052 x 12.000 ft
HP = 8424 psi

Tekanan hidrostatik,psi, menggunakan gradient tekanan, psi/ft


HP = psi/ft x true vertical depth (TVD), ft
Contoh :
gradient tekanan = 0,624 psi/ft
TVD = 8.500 ft
HP = 0,624 psi/ft x 8.500 ft
HP = 5304
108
Tekanan hidrostatik,psi, menggunakanberat lumpur, lb/ft3
HP = berat lumpur, lb/ft3 x 0,006944 x TVD,ft
Contoh :
berat lumpur = 90 lb/ft3
TVD = 7.500 ft
HP = 90 lb/ft3 x 0,006944 x 7.500,ft
HP = 4687 psi

Tekanan hidrostatik,psi, menggunakan satuan meter


HP = berat lumpur, ppg x 0,052 x TVD,m x 3,281
Contoh :
berat lumpur = 12,2 ppg
TVD = 3700 meter
HP = 12,2 ppg x 0,052 x 3.700 ,m x 3,281
HP = 7701 psi

109
Mengkonversi tekanan, psi, ke berat lumpur, ppg menggunakan satuan feet
berat lumpur, ppg = tekanan, psi / 0,052 / TVD, ft
contoh :
Tekanan = 2600 psi
TVD = 5000 ft
Lumpur,ppg = 2600 psi / 0,052 / 5000 ft
Lumpur = 10,0 ppg

Mengkonversi tekanan, psi, ke berat lumpur, ppg menggunakan satuan meter


berat lumpur, ppg = tekanan, psi / 0,052 / TVD,m / 3,281
contoh :
Tekanan = 3583 psi
TVD = 2000 ft
Berat lumpur,ppg = 3583 psi / 0,052 / 2000 / 3,281125
Berat lumpur = 10,5 ppg

110
SPESIFIK GRAVITY

Spesifik Gravity menggunakan berat lumpur, ppg


SG = berat lumpur, ppg / 8,33
Contoh :
Berat lumpur = 15,0 ppg
SG = 15,0 ppg /8,33
SG = 1,8
Spesifik Gravity menggunakan gradient tekanan, psi/ft
SG = gradient tekanan, psi/ft / 0,433
Contoh :
gradient tekanan = 0,624 psi/ft
SG = 0,624 psi/ft / 0,433
SG = 1,44
Spesifik Gravity menggunakan berat lumpur, lb/ft3
SG = berat lumpur, lb/ft3 / 62,4
Contoh :
berat lumpur = 120 lb/ft3
SG = 120 lb/ft3 / 62,4
SG = 1,92
111
Mengkonversi SG ke berat lumpur, ppg
berat lumpur, ppg = SG x 8,33
contoh
SG = 1,80
berat lumpur, ppg = 1,80 x 8,33
berat lumpur = 15 ppg
Mengkonversi SG ke gradient tekanan, psi/ft
psi/ft = SG x 0,433
contoh :
SG = 1,44126
psi/ft = 1,44x 0,433
psi/ft = 0,624
Mengkonversi SG ke berat lumpur, lb/ft3
lb/ft3 = SG x 62,4
contoh :
SG = 1.92
lb/ft3 = 1,92 x 62,4
lb/ft3 = 120

112
PUMP OUTPUT (PO)
Tripleks Pump

Rumus 1
PO = bbl/stk = 0,000243 x (liner diameter,in)2 x (panjang langkah,in)
Contoh :
tentukan pump output, bbl/stk, pada efisiensi 100% untuk pompa tripleks 7 in x 12 in
PO @100% = 0,000243 x 72 x 12
PO @100% = 0,142884 bbl/stk

113
Rumus 2
PO, gpm = [ 3 (D2 x 0,7854) S ] 0,00411 x SPM
Dimana :
D = diameter liner
S = panjang langkah
SPM = Stroke Per Minute
Contoh :
Tentukan pump output, gpm untuk pompa tripleks 7 in x 12 in pada 80 stroke
per minute :
PO, gpm = [ 3 {72 x 0,0,7854) 12 ] x 80
PO, gpm = 455,5 gpm

114
ANNULAR VELOCITY (AV)

Annular Velocity (Av), ft/min

Rumus 1
AV = pump output, bbl/min / annular capacity,
Contoh :
pump output = 12,6 bbl/min
annular capacity = 0,1261 bbl/ft
AV = 12,6 bbl/min / 0,1261 bbl./ft
AV = 99,92 ft/min

115
Rumus 2

Dimana :
Q = laju sirkulasi, gpm
Dh = diameter dalam casing atau lubang bor, in
Dp = diameter luar pipa atau collar, in

Contoh :
pump output = 530 gpm
Hole size = 12 ¼ in
Pipe OD = 4 ½ in

AV = 100 ft/min

116
RUMUS-RUMUS CAPASITY
Annular capacity
a) bbl/ft

b) ft/bbl

c) gal/ft

d) ft/gal

117
Hidrolika Fluida Pemboran
Rheology Fluida Pemboran
Rheology diambil dari bahasa Greek, rheo artinya aliran (flow) dan logy berarti ilmu.
Rheology dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sifat aliran (flow
properties) dari gas dan fluida. Jadi rheologi mengenai hubungan antara stress-
strain-waktu.
• Shear Stress = Force/Area (lbs/100 ft2; dyne/cm2)
• Shear Rate = kecepatan relative (ft/sec)
• Viscosity = Deate Stress / Shear Rate (cp)

Sifat-sifat rheology banyak dipakai untuk mengevaluasi kelakuan Lumpur pemboran


untuk mencegah masalah-masalah seperti :

• Pembersihan dan pengikisan (erosi) lubang bor.


• Suspensi dari cutting.
• Perhitungan-perhitungan hidrolic
• Treatment Lumpur.

118
A. Sifat Aliran

Jenis aliran fluida pada pipa ada dua, laminer dan turbulent.
• Aliran laminer (viscous) gerak aliran partikel-partikel fluida yang bergerak pada
rate yang lambat, adalah teratur dan geraknya sejajar dengan aliran (dinding).
• Aliran turbulen, fluida bergerak dengan kecepatan yang lebih besardan partikel-
partikel fluida yang bergerak pada garis-garis yang tak teratursehingga terdapat
aliran berputar (pusaran, Eddie current) dan shear yang terjadi tak teratur.
Selain dari kedua aliran ada satu aliran yang disebut “plug flow”, yaitu aliran khusus
untuk fluida aliran plastic dimana shear (geser) terjadi didekat dinding pipa saja, dan
ditengah tengah aliran terdapat aliran tanpa shear, seperti suatu sumbat.

119
Untuk menentukan aliran tersebut turbulentatau laminer digunakan Reynold
Number :

dimana :
 = density fluida aliran,ppg
V = kecepatan aliran,fps
d = diameter pipa, inc
μ = Viscositas,cp
Dari percobaan diketahui bahwa :

NRe > 3000 adalah turbulent


NRe < 2000 adalah laminer, diantaranya adalah transisi.

120
Jenis-jenis Fluida Pemboran

Fluida pemboran dapat dibagi dua kelas :


1. Newtonian
2. Non-newtonian
• Bingham plastis
• Power law

1. Newtonian Fluids
Adalah fluida dimana viscisitasnya hanya dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur,
misalnya air, gas dan minyak yang encer. Dalam hal ini perbandingan antara shear
stress dan shear rate adalah konstan. Shear stress dinyatakan oleh tekanan
pompa, sedangkan shear rate adalah kecepatan dari cairan didalampipa.
Secara matematis ini dapat dinyatakan dengan
dimana
τ = gaya shear per Unit ( shear stress )
dVr/dr = shear rate
gc = convertion constan

121
Newtonian Fluid

122
2. Non-newtonian Fluids
Penambahan dari bermacam-macam solid dan fluids kedalam “Newtonian Fluids
menyebabkan adanya perubahan dalam kelakuan aliran dan menghasilkan sebuah cairan
yang disebut Non Newtonian Fluids. Fluida ini menunjukkan dua hubungan antara shear
stress dan shear rate yang proposional dan tidak proposional dalam aliran laminar.

123
Bingham Plastic Model
Di dalam fluida ini sebelum terjadinya aliran harus ada (memiliki) minimum Shear
Stress yang melebihi suatu harga minimum shear stress () yang disebut dengan
Yield Point. Setelah yield point dilampaui, penambahan shear stress selanjutnya
akan menghasilkan shear rate yang sebanding dengan viscositas yang disebut
dengan Plastic Viscosity dari Bingham Plastic.
Selain plastic viscosity ada yang disebut apperent viscosity (plug flow) dimana
shear stress dengan shear rate memiliki perbandingan yang tidak konstan,
melainkan bervariasi terhadap shear stress.
Rumus Bingham Plastic :

124
Bingham Plastic Model didasarkan pada pengukuran aliran dengan VG
meter pada 600 RPM dan 300 RPM

125
126
127
128
129
HUBUNGAN ANTARA SHEAR STRESS DAN SHEAR RATE
Konsep mengenai shear stress dan shear rate serta pengukurannya memungkinkan
diskripsi secara matematis aliran dari Lumpur.
Shear Rate adalah besarnya tenaga yang dikenakan terhadap suatu fluida yang
ditentukan oleh flow rate dari fluida melalui konfigurasi geometri tertentu, sedangkan
Shear Stress merukapan tenaga resistance (hambatan) pada fluida terhadap shear
rate yang dipakai
Secara matematis Shear Rate () didefinisikan sebagai berikut,

 = dV/dr
dimana :
V = kecepatan
r = jarak dari dinding pipa

Sedangkan Shear Stress (), secara matematis didefinisikan sebagai berikut :

 = F/A
dimana :
F = tenaga yang dipakai
A = luas permukaanyang dikenai tenaga sebesar F
130
Pada gambar dibawah yang menggambarkan fluida mengalir didalam sebuah pipa.
Disini kecepatan fluida sebesar 1 cm/sec. pada jarak 1 cm dari dinding pipa, sesuai
dengan teori maka kecepatan fluida berfariasi dari 0 – 1 cm/sec. Perbandingan kecepatan
fluida dengan jarak disebut shear rate (velocity gradient). Kalau kecepatan dalam cm/sec
dan jarak dalam cm maka satuan shear rate adalah 1 sec-1. Besarnya shear rate
tergantung pada konfigurasi geometridari pipa atau annulus (luas antara dua pipa yang
konsentrik), kecepatan fluida (overall) dan viskositas dari fluida.
Shear rate dan shear stress adalah dua pengukuran yang dipakai secara luas dalam
industri perminyakan dan hubungan keduanya menentukan jenis dari fluid flow (aliran
fluida)

131
Dalam Lumpur pemboran pengukuran hubungan shear stress dan shear rate umumnya
memakai peralatan Fann Voscometer Model 35. Contoh Lumpur dimasukkan diantara
bob dan rotor. Rotor kemudian diputar pada kecepatan yang konstan. Resistance untuk
mengalir dari fluida memberikan torque pada bob yang ditunjukkan dengan adanya
penyimpangan pembacaan skala yang sesuai dengan viskositas dari fluida. Besarnya
skala penyimpangan merupakan fungsi dari :
a. kekuatan dari spring (bob spring)
b. Kekentalan dari fluida yang ditest
Pada kombinasi bob dan rotor standart (B1 dan R1 yang berjarak 0.1170 cm), maka
konversi dari rpm menjadi sheare rate (dalam sec-1) diberikan oleh rumus berikut :

 = rpm x Normal sheare Rate, sec-1

Besarnya harga normal sheare rate bergantung sekali dari kombinasi atara bob dan
rotor yang dipakai, seperti yang ditunjukkan dalam table berikut :

132
Table Berbagai Konstanta dari Fann Viscometer Model 35
yang Digunakan dalam Perhitung Shear Rate dan Shear Stress

Kombinasi Normal
Sheare Stress
Rotor-Bob Shear
Dynes/cm2
R-B Sec-1/rpm
R1B1 1.7040
R2B1 5.4200 5.077 x F x 
R3B1 0.3770
R1B2 0.3769
R2B2 0.4084 10.010 x F x 
R3B2 0.2703
R1B3 0.2683
R2B3 0.2757 20.300 x F x 
R3B3 1.7240
R1B4 0.2683
R2B4 1.2757 43.840 x F x 
R3B4 0.2358

Dimana :
F = Spring Factore
 = Dial Reading

133
Tabel Nilai Spring Factor Berdasarkan Spring Number

Spring Number Spring Factor, F


F0.2 0.2
F0.5 0.5
F1 1.0
F2 2.0
F3 3.0
F4 4.0
F5 5.0
F10 10.0

134
Sedangkan harga dari shear stress () dengen viscometer ini diambil dari
simpangan pembacaan (deal reading) R, dimana harga dari penyimpangan R ini
tergantung dari Bob-Rotor dan spring number yang digunakan, seperti yang
ditunjukkan pada table diatas. Besarnya harga Shear Stress dapat dinyatakan
dalam persamaan :

 = Constanta x Spring Faktor x skala simpangan

untuk penggunaan Rotor dan bob standart alat (R1B1), maka konstanta yang
dipakai pada persamaan sheare stress adalah :

 = 5.077 x Simpangan Pembacaan, dyne/cm2

Viskositas yang didefinisikan sebagai tahanan untuk mengalirkan suatu fluida, pada
Newtonian Fluid besarnya harga viskositasnya dapat dirumuskan sebagai berikut :




135
Hubungan shear stress dan shear rate merupakan garis lurus dan melewati titik nol.
Slop merupakan koefisien viskositas. Karena satuan dari shear stress adalah
dyne/cm2 dan satuan shear rate dalam sec-1, maka satuan viskositas menjadi dyne-
sec/cm2 atau poise. Satuan yang sering dipakai adalah cp = 1/100 poise.
Pada Lumpur pemboran model aliran fluida yang paling baik adalah bingham plastic,
model ini serupa dengan Newtonion fluid yaitu berupa garis lurus, tetapi mempunyai
intercept pada sumbu shear stress yang disebut yield point (YP), slopenya
merupakan plastic viscosity (PV). Jadi secara matematis Bingham Plastic Fluid dapat
dirumuskan sebagai berikut :

 = ( x PV) + YP
Biangham Plastic fluid adalah fluida dimana YP dan PV masing-masing merupakan
intercept dan slope dari garia yang digambar dari pengukuran shear stress pada rpm
600 (R600) dan rpm 300 (R300) dengan viscometer standart.

136
Keuntungan utama pemakaian Bingham Plastic Model adalah mudahnya perhitungan
PV dan YP. Plastic viscosity diperoleh dengan mengurangkan pembacaan simpangan
pada pembacaan R600 dan R300. sedangkan yield poin didapat dengan
mengurangkan PV dari pembacaan R300., sehingga persamaannya mmenjadi :

PV = R600 – R300
YP = R300 – PV

Harus diingat bahwa PV dan YP dapat dihitung hanya dari pembacaan simpangan
pada R600 dan R300 (bagian lurus dari kurva)

137

Anda mungkin juga menyukai