BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu pemboran adalah
pada lumpur bor. Karena berbagai faktor pemboran yang ada maka lumpur
pemboran mutlak diperlukan pada proses tersebut. Pada mulanya orang hanya
menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran (cutting). Seiring
dengan berkembangnya teknologi, lumpur mulai digunakan untuk mengangkat
cutting. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-zat kimia (additive)
ditambahkan ke dalam lumpur dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk
pemboran walaupun lumpur tetap digunakan.
Lumpur pemboran adalah fluida yang dipakai, yang didesain untuk
membantu proses pemboran. Secara umum lumpur pemboran mempunyai tiga
komponen atau fasa, yaitu :
1. Fraksi cairan :
a. Air.
b. Minyak.
c. Emulsi minyak dan air.
2. Fraksi padat
a. Reactive solid (clay, bentonite, attapulgite).
b. Innert solid
3. Fraksi Additive
a. Material pemberat.
b. Filtration loss reduce agent.
c. Viscousifier.
d. Thinner.
e. PH Adjuster (pengontrol).
f. Shale stabilisator agent.
keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung pada lumpur pemboran yang
dipakai. Pada dasarnya fungsi utama lumpur pemboran adalah untuk :
1. Mengangkat cutting ke permukaan.
2. Mengontrol tekanan formasi.
3. Mendinginkan pahat dan melumasi bit dan drill string.
4. Membersihkan dasar lubang bor.
5. Membantu dalam penilaian formasi.
6. Melindungi formasi produktif.
7. Membantu stabilisasi formasi.
b. Innert solid.
Inert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang
tidak bereaksi dengan zat-zat cair lumpur bor. Dalam kehidupan
sehari-hari pasir yang diaduk dengan air dan kita diamkan beberapa
saat, akan turun kedasar bejana dimana kita mengaduknya. Disini
pasir disebut inert solid.Didalam lumpur bor inert solid berguna
untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya
untuk menahan tekanan dari formasi.
6. Fraksi Additive
a. Material pemberat.
b. Filtration loss reduce agent.
c. Viscosifier.
d. Thinner.
e. PH Adjuster (pengontrol).
f. Shale stabilisator agent.
Adanya bermacam-macam fraksi tersebut, maka Zaba dan Doherty
(1970), mengelompokan lumpur bor berdasarkan fasa fluidanya, menjadi :
1. Lumpur air tawar (fresh water Mud).
Adalah lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan (kalau
ada) kadar garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat
garam). Jenis-jenis lumpur fresh water muds adalah : Spud Mud,
Natural Mud, Bentonite – treated mud, Phosphate treated mud,
Organic colloid treated mud, “Red” mud, Calcium mud, Lime
treated mud, Gypsum treated mud dan Calcium salt.
a. Spud Mud, adalah lumpur yang digunakan pada pemboran
awal atau bagian atas bagi conductor casing. Fungsi
5
Maka, dalam laporan ini dibahas dan dilaporkan hasil dari percobaan yang
telah dilakukan dalam praktikum Analisa Lumpur Pemboran, yaitu :
1. Densitas, Sand content dan pengukuran kadar minyak pada lumpur bor.
2. Pengukuran Viscosity dan Gel Strength.
3. Filtrasi dan Mud cake.
4. Analisa Kimia Lumpuran Pemboran.
5. Kontaminasi Lumpur Pemboran.
6. Pengukuran harga MBT (Methylene Blue Test).
8
BAB II
Vs + Vml = Vmb
Keterangan :
Vs = Volume solid, gallon
Vml = Volume lumpur lama, gallon
Vmb = Volume lumpur baru, gallon
ρs = densitas solid, ppg
ρml = densitas lumpur lama, ppg
ρmb = densitas lumpur baru, ppg
Ws = Vs x ρs
% volume solid :
𝑽𝒔 𝝆𝒎𝒃 − 𝝆𝒎𝒍
𝒙 𝟏𝟎𝟎% = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑽𝒎𝒃 𝝆𝒔 − 𝝆𝒎𝒍
% berat solid :
Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG 4.3
untuk menaikkan densitas lumpur lama seberat ρml ke lumpur baru
sebesar ρmb setiap bbl, lumpur lama memerlukan berat solid, Ws
sebanyak :
𝝆𝒎𝒃− 𝝆𝒎𝒍
Ws =𝟔𝟖𝟒
𝟑𝟓.𝟖− 𝝆𝒎𝒃
Keterangan :
Ws = berat solid zat pemberat , kg barite/bbl lumpur.
𝝆𝒎𝒃− 𝝆𝒎𝒍
Ws =𝟑𝟗𝟖
𝟐.𝟓− 𝝆𝒎𝒃
Degassser
Funsinya membersihkan lumpur dari gas yang mungkin
masuk ke lumpur pemboran. Alat ini sangat berfungsi pada saat
pemboran menembus zona permeable, yang ditandai dengan
pemboran menjadi lebih cepat, densitas lumpur berkurang dan
volume lumpur pada mud pit bertambah.
Desander
Fungsinya membersihkan lumpur dari partikel-partikel
padatan yang berukuran kecil yang biasanya lolos dari shale
shaker.
Desilter
Fungsinya sama dengan desander tetapi desilter dapat
membersihkan lumpur dari partikel-partikel yang berukuran lebih
kecil. Penggunaan desilter dan mud cleaner harus dioptimalisasi
oleh beberapa faktor seperti : berat lumpur, biaya fasa liquid,
komposisi solid dalam lumpur, biaya fasa liquid, biaya logistik
yang berhubungan dengan bahan kimia dan lain-lain. Biasanya
berat lumpur yang dikehendaki sekitar 10.8 biasanya lebih praktis
dengan menggunakan mud cleaner dibandingkan dengan
penyaringan dengan screen terkecil. Selain itu penggunaan mud
cleaner lebih praktis juga lebih murah.
𝑽𝒔
𝒏= 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑽𝒎
14
Dimana :
n = kandungan pasir
Vs = Volume pasir dala lumpur
Vm = Volume lumpu
2.3.2. Bahan
a) Barite
b) Bentonite
c) Aquades
2. Sand Content
a) Isi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai.
Tambahkan air pada batas berikutnya. Tutup mulut tabung dan
kocok dengan kuat.
b) Tuangkan campuran tersebut ke saringan. Biarkan cairan mengalir
keluar melalui saringan. Tambahkan air ke dalam tabung, kocok dan
tuangkan kembali ke saringan. Ulangi hingga tabung menjadi bersih.
Cuci pasir yang tersaring pada saringan untuk melepaskan sisa
lumpur yang melekat
c) Pasang funnel pada sisi atas sieve. Dengan perlahan-lahan balik
rangkaian tersebut dan masukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur
hanyutkan pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui
saringan hingga semua pasir tertampung dalam gelas ukur. Biarkan
pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung, baca persen
volume dari pasir yang mengendap.
d) Catat sand content dari umpur dalam persen volume.
18
2.6. Pembahasan
2.6.1. Pembahasan Praktikum
Dari praktikum diatas dapat dilihat bahwa, salah satu sifat fisik
lumpur pemboran, yaitu densitas memiliki peranan yang sangat vital
dalam keberhasilan suatu proses pemboran. Apabila lumpur memiliki
densitas yang terlalu besar maka akan terjadi loss circulation. Sedangkan
jika terlalu kecil dibandingkan tekanan hidroststis maka akan terjadi kick.
Oleh karena itu, diperlukan sifat lumpur yang tepat. Kandungan pasir
dalam lumpur akan mengakibatkan perubahan sifat fisik dari lumpur
pemboran. Untuk mengatasi kandungan pasir digunakan desander untuk
mengurangi kandungan pasir dalam lumpur. Untuk mengukur besarnya
densitas lumpur di gunakan alat yang disebut mud balance.
Dalam praktikum ini terdapat lumpur dasar yang terdiri dari
campuran 350 cc air dan 25 gram bentonite. Pada keadaan normal, lumpur
dasar memiliki densitas 8.65 ppg dan sand content 0.50. Saat ditambahkan
barite sebanyak 2 gram, densitas meningkat menjadi 8.70 ppg dengan
harga sand content tetap. Kemudian ditambahkan lagi bentonite sebanyak
5 gram, harga densitas meningkat menjadi 8.75 dengan sand content yang
20
= 21,658 ppg
−
= −
−
= −
SG barite = 4,2
5. Dari table diatas terlihat bahwa selain densitas, juga diukur kadar pasir.
Jelaskan secara singkat mengapa perlu dilakukan pengukuran kadar
pasir dan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut dalam operasi
pemboran!
Jawab : Pengukuran kadar pasir perlu dilakukan, karena dapat
mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan.
Dalam hal ini akan menambah densitas lumpur yang telah
disirkulasi. Cara mengatasinya adalah dengan proses
pembersihan menggunakan conditioning equipment yang
fungsinya menghilangkan partikel – partikel yang masuk ke
dalam lumpur selama sirkulasi.
22
6. Pada saat ini selain barite dapat juga digunakan hematite (Fe2O3) dan
ilmenite (FeO.TiO2) sebagai density control additive. Hematite
mempunyai harga SG antara 4.9 – 5.3, sedangkan ilmenite dari 4.5 –
5.11 dengan kekerasan masing – masing 2 kali lebih dari barite. Dari
data – data tersebut, buatlah analisa kelebihan dan kekurangan kedua
additive tersebut jika dibandingkan dengan barite?
Jawab :
- Kelebihannya :
Pengontrolan tekanan static lumpur akan lebih
rendah dilakukan
Cocok untuk pemboran yang dangkal
Lost circulation akan lebih mudah dicegah
- Kekurangannya :
Sukar larut dan bercampur dengan lumpur yang
lama
Tidak ekonomis apabila ingin menaikkan densitas
Tidak sesuai dengan pemboran yang tekanan
formasinya cukup tinggi
8. Suatu saat saudara berada di lokasi pemboran. Pada saat bit mencapai
kedalaman 1600 ft, saudara diharuskan menaikkan densitas dari 200 bbl
lumpur 11 ppg menjadi 11,5 ppg dengan menggunakan barite (SG =
4,2) dengan catatan bahwa volume akhir tidak dibatasi. Hitunglah
jumlah barite yang dibutuhkan (dalam lb)!
Jawab : Vml = 200 bbl = 200 x 42 gallon/bbl = 8.400 gallon
ρs = SG x 8,33 ppg = 4,2 x 8,33 ppg = 35 ppg
−
= −
− .
= −
= 6255, 319 lb
9. Sebutkan hal – hal yang terjadi jika sand content terlalu besar?
Jawab : maka akan menyebabkan hal – hal sebagai berikut :
Dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang akan
disirkulasikan.
Meningkatkan densitas lumpur sehingga dapat menambah
beban pompa sirkulsi lumpur.
Dapat merusak peralatan pemboran, karena sand content
bersifat abrasive.
Rusaknya peralatan pemboran akibat sand content yang
abrasive, akan memperbesar cost.
2.7. Kesimpulan
1. Densitas menggambarkan gradient tekanan hidrostastik dari lumpur
sehingga dibutuhkan densitas yang sesuai dengan tekanan hidrostatik
lumpur yang dibutuhkan untuk melawan tekanan formasi.
2. Pada pemboran, densitas lumpur yang terlalu besar dapat
menimbulkan loss circulation sedangkan densitas terlalu kecil dapat
menimbulkan kick.
24
BAB III
PENGUKURAN VISKOSITAS DAN GEL STRENGTH
ukuran gaya tarik menarik yang statik, sedangkan yield point merupakan
ukuran gaya tarik menarik yang dinamik.
Τ = 5.007 x C
γ = 1.704 x RPM
dimana :
τ : shear stress, dyne/cm2
γ : shear rate, detik-1
C : Dial Reading, derajat
RPM : revolution per minute dari rotor
Untuk menentukan plastic viscoosity (µp) dan yield point (γp) dalam
field unit digunakan persamaan Bingham Plastic sebagai berikut :
µp = C600 – C300
γb = C600 – µp
dimana :
µp : Plastic Viscosity, cp
γb : yield point Bingham, lb/100 ft
C600 : Dial reading pada 600 RPM, derajat
C600 : Dial reading pada 300 RPM, derajat
3.4.2. Bahan :
a) Bentonite
b) Air tawar (aquades)
c) Bahan-bahan pengencer (Thinner)
µ GS 10 Gs 10
No Komposisi lumpur µ plastic Yp
relative detik menit
1 LD 52 3.5 21.5 3 10
2 LD + 2 gr dextrid 61 6 24 5 14
3 LD + 2.6 gr dexrtid - 11 27 18 72
4 LD + 3 gr bentonite 50 2 3.4 7 20
5 LD + 9 gr bentonite - 12 50 24 104
3.7. Pembahasan
3.7.1. Pembahasan Praktikum
Pada praktikum acara pengukuran viskositas dan gel strength, pada
lumpur dasar yang sudah dibuat ditambahkan zat additif, yaitu dextrid dan
bentonite. Penambahan bahan additif pada lumpur pemboran akan
mempengaruhi rheology dari lumpur tersebut. Penambahan Dextrid ke
dalam Lumpur akan menaikkan Viscosity Relatif (µr), plastic viscosity
(µp), yield point (γp), dan Gel Strength (Gs).
Sedangkan untuk penambahan bentonite fungsinya juga sama,
yaitu meningkatkan nilai Viscosity Relatif (µr), plastic viscosity (µp), yield
point (γp), dan Gel Strength (Gs). Namun untuk penggunaan bentonite,
maka efeknya tergantung dari dosis yang ditambahkan kedalam lumpur
dasar.
Dalam praktikum ini bertujuan untuk menentukan sifat-sifat fisik
lumpur pemboran seperti viscositas,yield point, dan gel strength. Dari
table praktikum diatas diketahui lumpur dasar tanpa penambahan zat
additive. Pada lumpur dasar ini mempunyai viscositas relative sebesar 52
34
cp, viskositas plastic sebesar 3.5 cp, yield point sebesar 21.5, dan gel
strength masing-masing pada 10 detik sebesar 3 dan pada 10 menit sebesar
10. Saat ditambah dengan 2 dan 2.6 gram dextrid terdapat perbandingan
pada viscositas relative, pada LD + 2 gr dextrid memliki viskositas relative
sebesar 61 cp, sedangkan pada LD + 2.6 gr dextrid tidak memiliki
viscositas relative. Pada penambahan bentonite sebanyak 3 dan 9 gram
juga memliki perbandingan pada viscositas relative. Pada LD + 3 gr
bentonite memiliki viscositas sebesar 50 cp, sedangkan pada LD + 9 gr
bentonite tidak memiliki viscositas relative.Dari kedua additive tersebut,
dextrid dan bentonite, perubahan nilai gel strength terlihat sangat
signifikan saat ditambahkan bentonite daripada dextrid karena bentonite
yang ditambahkan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dextrid
Pada saat ditambahkan dextrid terjadi perubahan nilai viscositas plastic,
yield point serta gel strength yang dimana nilai dari ketiganya menjadi
lebih besar dibandingkan keadaan pada lumpur awal.
4. Dari data di atas terlihat bahwa harga GS 10 menit selalu lebih besar
dari GS 10 detik, Jelaskan!
Jawab : Karena untuk membentuk gel, lumpur memerlukan waktu
dengan penambahan kekerasan yang sebanding dengan
fungsi waktu. Lumpur dikatakan bagus jika GS low flat
(nilainya lebih rendah dan relative konstan terhadap waktu).
3.8. Kesimpulan
1. Viskositas dan Gel Strength berperan dalam mekanisme pengangkatan
cutting kepermukaan.
2. Dextrid dan bentonite digunakan sebagai additive yang berperan dalam
perbaikan rheology lumpur pemboran yaitu bekerja menaikan
viskositas dan gel strength. Dextrid dapat menaikkan nilai viscositas,
yield point dan gel strength lumpur pemboran sedangkan penambahan
bentonite lebih terlihat pada perubahan nilai gel strength lumpur yang
signifikan.
3. Melalui data GS 10 detik dan 10 menit menjelaskan bahwa Gel
Strength berbanding lurus dengan waktu.
4. Pembentukan mud cake yang mempunyai ketebalan relatif dibutuhkan
karena dapat mengurangi filtration loss dan juga dapat menjadi
bantalan bagi drill string.
5. Semakin besar volume filtrate maka semakin tebal mud cake yang
terbentuk.
37
BAB IV
FILTRASI DAN MUD CAKE
Vf = A
39
Dimana :
A : Filtration Area
K : Permeabilitas cake
Cc : Volume fraksi solid dalam mud cake
Cm : Volume fraksi solid dalam lumpur
P : Tekanan Filtrasi
T : Waktu filtrasi = viskositas filtrate
Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam
pemboran yang berhubungan erat baik waktu, kejadian maupun sebab dan
akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara
bersamaan.
Persamaan yang umum digunakan untuk statik filtration loss adalah
sebagai berikut :
Dimana :
Q1 : fluid filtration loss pada waktu t1
Q2 : fluid filtration loss pada waktu t2
4.6. Pembahasan
4.6.1. Pembahasan Praktikum
Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa penambahan dextrid
akan meningkatkan nilai pH lumpur pemboran, sedangkan untuk
penambahan quebracho dan bentonite akan menurunkan nilai pH lumpur
pemboran. Dengan demikian untuk meningkatkan atau menurunkan pH
lumpur pemboran dapat dipilih dari bahan-bahan tersebut tergantung
kondisi lumpur. Dengan menambahkan dextride sebanyak 2 gram, maka
pH lumpur akan meningkat dari 9,83 menjadi 9,84. Untuk penambahan
dextride sebanyak 2,6 gram maka pH lumpur akan meningkat menjadi
10,2. Sedangkan untuk penambahan bentonite sebanyak 9 gram maka pH
lumpur akan menurun menjadi 9,81, serta untuk penambahan 1,5 gr
quebracho maka pH lumpur akan turun menjadi 8,26.
Dalam operasi pemboran umumnya nilai pH lumpur yang diinginkan
adalah antara 9 sampai 12. Jika pH terlalu rendah maka akan berpotensi
menimbuklan korosi pada peralatan pemboran, sedangkan boila terlalu
tinggi maka akan mengakibatkan timbilnya scale pada peralatan
pemboran. Lumpur pemboran diinginkan basa juga karena sifat fluida
yang memiliki keasaman tinggi umumnya adalah licin sehingga berperan
dalam melicinkan bir sehingga dapat mengurangi torsi pada proses otasi
pemboran.
Bahan-bahan diatas juga mempengaruhi tebal mud cake yang akan
terbentuk, yaitu meningkatkan tebal mud cake. Untuk penambahan 2 gram
dextride diperoleh tebal mud cake pada tabel sebesar 1,47” (lebih kecil
dibandingkan tebal mud cake lumpur dasar), untuk penambahan dextride
sebanyak 2,6 gram diperoleh tebal mud cake setebal 2,98”. Pada
penambahan 9 gram bentonite diperoleh mud cake setebal 2,4 ”, dan pada
penambahan 1,5 gram quebracho diperoleh tebal mud cake setebal 2,1”.
45
4.7. Kesimpulan
1. Mud Cake dan Filtrate saling berkaitan erat, Filtrate sebagai fluida
yang hilang dan mud cake sebagai akibat dari pengerasan dari padatan
lumpur yang kehilangan fluida
2. Pada percobaan ini Dextrid, bentonite dan quebraco merupakan fluid
loss control agent yang berperan dalam mengontrol fluid loss.
3. Tebal mud cake akan sebanding dengan besarnya filtrate loss
4. Pembentukan mud cake dibutuhkan karena dapat mengurangi filtration
loss namun apabila tidak control (terlalu tebal) dapat menyebabkan
masalah pemboran.
5. Dampak yang terjadi bila Mud cake yang terbentuk terlalu tebal dapat
menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar.
47
BAB V
ANALISA KIMIA LUMPUR PEMBORAN
5.3.2. Bahan :
56
𝑀𝑥𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠𝐻2 𝑆𝑂4 𝑥
= epm total alkalinity
𝑚𝑙𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡
2. CO3-2 Alkalinity
Jika ada OH-
𝑃 𝑥 𝑁𝐻2 𝑆𝑂4 𝑥
Ppm CO3-2 = 𝑚𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡
𝑥 𝐵𝑀𝐻𝐶𝑂−
59
3. OH- Alkalinity
4. HCO3- Alkalinity
𝑀− 𝑃 𝑥 𝑁𝐻2 𝑆𝑂4 𝑥
Ppm HCO3- = 𝑥 𝐵𝑀𝐻𝐶𝑂 −
𝑚𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡
𝑚𝑙𝐸𝐷𝑇𝐴𝑥𝑀𝐸𝐷𝑇𝐴𝑥 1
= 𝑒𝑝𝑚 𝐶𝑎+ + 𝑀𝑔+
𝑚𝑙𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡
𝑚𝑙 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑀 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥
epm Ca+ =
𝑚𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡
4. Tambahkan 0.5 ml larutan buffer besi. Ukur harga pHnya. Jika terlalu
banyak larutan buffer yang ditambahkan maka akan timbul endapan
berwarna kecoklatan. Tambahkan satu tetes atau lebih HCl konsentrat
sampai endapan hilang.
5. Titrasi dengan KMnO4 0.1 N seperti langkah 2 (kuning muda).
5.6. Pembahasan
5.4.1. Pembahasan Praktikum
Manfaat Penentuan Alkalinitas Lumpur pemboran adalah untuk
mengetahui besar konsentrasi hidroksil, bikarbonat dan karbonat yang
diperlukan untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk kesistem
lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.
Manfaat Penentuan Kandungan Ion Kalsium adalah untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya kontaminasi lumpur oleh Gypsum,
yang akan merubah sifat-sifat fisik lumpur, seperti besra water loss dan gel
strengthnya.
Manfaat Penentuan Kandungan Ion Magnesium untuk menyelidiki
kandungan Mg2+ didalam lumpur bor (filtrat lumpur) yanga akan berguna
dalam menentukan kesadahan total dari lumpur (filtrat lumpur).
Manfaat penentuan kandungan ion Klorida adalah untuk mengetahui
kontaminasi garam yang masuk kesistem lumpur pada waktu pemboran
menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari
air formasi.
Indikasi yang terjadi pada Lumpur pemboran jika terdapat
kandungan ion besi yang cukup tinggi yaitu menunjukkan terjadinya
korosi ataupun abrasi pada peralatan pemboran dan pada peralatan bawah
permukaan.
Pada tabel diatas terdapat hasil-hasil percobaan. Pada alkalinitas
H2SO4 didapatkan hasil sebesar 22.67 epm, kemudian dilanjutkan dengan
penghitungan kesadahan total dan didapat hasil sebesar 0.33 epm, lalu
pada penghitungan kesadahan Ca2+ dan Mg2+ didapatkan hasil sebesar
26.67epm.
Pada perhitungan kandungan ion klorida dan didapatkan hasil
sebesar 236.67 ppm, dan pada perhitungan terakhir kandungan ion besi (I)
dan ion besi (II) didaptkan hasil masing-masing sebesar 781.9 ppm dan
558.5 ppm.
64
- Kesadahan total
= 0,33 epm
= 26,67 epm
ppm Ca+2 = epm Ca+2 x BA Ca
= 26,67 epm x 40
= 1066,8 ppm
= 236,67 ppm
= 781,9 ppm
= 558,5 ppm
.
3. Apa yang dimaksud dengan volume EDTA?
Jawab : EDTA adalah ethylene diamine tetra acetic dan volume EDTA
merupakan volume standar yang diketahui yang digunakan
sebagai pembanding untuk titrasi.
5.7. Kesimpulan
1. Analisa sifat kimia lumpur pemboran digunakan untuk menganalisa
dampak yang terjadi pada lumpur pemboran itu dilihat dari sisi
kimiawi, dan relasinya terhadap sifat fisik lumpur pemboran, peralatan
pemboran, maupun formasi yang mengalami kontak dengan lumpur
pemboran
2. Alkalinitas adalah Titrasi yaitu membandingkan larutan sampel dengan
larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standart). Dengan
diketahuinya sumber alkalinitas, maka dapat diketahui sifat – sifat
kimia lumpur bor tersebut.
3. Metode utama dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah Titrasi
yaitu membandingkan larutan sampel dengan larutan yang telah
diketahui konsentrasinya (larutan standart).
4. Analisa alkalinitas dapat menentukan konsentrasi hidroksil,
bikarbonat, dan karbonat.
5. Kandungan ion Ca+2 dan Mg+2 pada air dapat menyebabkan air
tersebut bersifat sadah.
68
BAB VI
KONTAMINASI LUMPUR PEMBORAN
2. Kontaminasi Gypsum
Gypsum dapat masuk kedalam lumpur pada saat pemboran
menembus formasi gypsum, lapisan gypsum yang terdapat pada
formasi shale dan limestone. Akibat adanya gypsum dalam jumlah
yang cukup banyak dalam lumpur pemboran, maka akan merubah
sifat-sifat fisik lumpur tersebut seperti viscosity plastic, yield point,
gel strength dan fluid loss.
3. Kontaminasi semen
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemanan
yang kurang sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam
casing, float collar, dan casing shoe, kontaminasi semen akan
mengubah viscosity plastic, yield point, gel strength, fluid loss dan pH
lumpur.
6.6.2. Bahan :
1. Aquades
2. Bentonite
3. NaCl 7 gr
4. Semen
5. Gypsum
6. Soda Ash
7. Indicator EBT
8. Indicator Phenolphtalein
9. Indicator Methyil Jingga
10. EDTA Standar
11. Larutan buffer pH 10
12. Asam Sulfat
13. Monosodium phospat
4. Buatlah lumpur baru dengan komposisi: lumpur standar + 7.5 gram NaCl
+ 0.5 gram NaOH. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.
Dial Gel
Filtration Loss
Komposisi lumpur reading Strength
600 300 10’ 10” 0 7.5 20 25 30
LD 16 9 4 32 1 5 9.5 11 13
LD + 7.5 gr NaCl 43 40 21 25 5 17 25 27 30
LD + 15 gr Gypsum + soda 75 67 82 92 2 8 16 18 20
ash
LD + 1 gr semen 156 150 162 210 2 9.6 18 20 22
LD + 1.5 gr semen + 46 29 71 73 2 8 17 17 18
NH(H2PO4)
78
Tabel 6.2. Tabel Data Mud Cake, Volume H2SO4, Volume EDTA pada Lumpur Pemboran
Volume
Volume H2
Tebal mud (mm) EDTA
Komposisi Lumpur SO4
(ml)
1 2 3
LD 1.1 1.7 1.7
LD + 7.5 gr NaCl 4 3.9 4.2
LD + 17.5 gr NaCl 4 3.9 4.2
LD + 7.5 gr NaCl + 0.5 4.4 4.6 4.6
NaOH
LD + 0.9 gr Gypsum 1.5 1.5 1.5 0.6
LD + 1.5 gr Gypsum 3.6 3.7 4 1
LD + 15 gr Gypsum + soda 2.8 2.9 2.5 5.3 1.1
ash
LD + 1 gr semen 3 3.1 3 1
LD + 1.5 gr semen 3.3 3.4 3.5 0.6
LD + 1.5 gr semen + 2.8 3 3 0.4
NH(H2PO4)
6.6. Pembahasan
6.6.1. Pembahasan Praktikum
Kontaminan yang masuk ke dalam lumpur pada saat operasi
pemboran sedang berjalan, apabila tidak ditangani maka dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada alat pemboran.
Apabila terjadi filtration loss dan fluid loss dari lumpur pemboran ke
formasi di sekitar lubang sumur, formasi akan mengalami
kerusakan.Setiap proses pemboran, salah satu faktor penting yang
mempengaruhi suksesnya suatu pemboran adalah lumpur pemboran. Pada
lumpur bor selalu terjadi kontaminasi. Pada umumnya kontaminasi yang
79
b. Retarder
Adalah additive yang digunakan untuk memperpanjang
waktu pemompaan misalnya untuk zona-zona yang
temperaturnya besar, karena temperature mempercepat
reaksi kimmia antara semen dan air hingga thickeninh
time lebih singkat. Retarder juga digunakan untuk semen-
semen yang diberi tambahan additive yang bersifat
81
- Alkalinitas
Jika lumpur pemboran sumbernya berasal hanya dari OH-,
menunjukkan lumpur tersebut stabil dan kondisinya baik.
Jika sumbernya berasal dari CO3-2, maka lumpur tidak stabil,
tetapi masih bisa dikontrol.
Jika lumpur tersebut mengandung HCO3-, maka kondisi
lumpur tersebut sangat jelek.
6.7. Kesimpulan
1. Untuk menanggulangi terjadinya kontaminasi Lumpur pemboran,
adalah dengan melakukan penambahan zat additive kedalam Lumpur
pemboran, seperti Soda Ash, NaOH, dan Monosodium Phosphate
(NH(H2PO4)
2. Kontaminasi yang mengandung ion Ca+2 dapat ditanggulangi dengan
menggunakan emulsion mud (oil in water emulsion mud).
3. Kontaminasi terhadap lumpur pemboran sering terjadi pada saat
pemboran berlangsung. Zat kontaminan tersebut antara lain : NaCl,
gypsum, semen, hard water, karbon dioksida, hydrogen sulfida
4. Kontaminasi lumpur pemboran dapat menyebabkan perubahan terhadap
pH, viscositas plastic, gel strength, filtration loss, dan tebal mud cake
5. Kontaminasi semen terjadi karena penyemenan yang kurang sempurna
pada saat pemboran.
84
BAB VII
PENGUKURAN HARGA MBT
(METHYLENE BLUE TEST)
a) Adanya ikatan yang putus disekeliling sisi unit silika alumina, akan
menimbulkan muatan yang tidak seimbang sehingga agar seimbang
kembali (harus bervalensi rendah) diperlukan penyerapan kation.
b) Adanya subtitusi alumina bervalensi tiga didalam kristal untuk silika
equivalen serta ion-ion bervalensi terutama magnesium didalam
struktur tetrahedral.
c) Penggantian hydrogen yang muncul dari gugusan hidroksil yang
muncul oleh kation-kation yang dapat ditukar-tukarkan (exchangeable).
Untuk fakta ini masih disangsikan kemungkinannya karena tidak
mungkin terjadi pertukaran hidrogen secara normal.
Tabel 7.1 Kapasitas Tukar Kation Dari Beberapa Jenis Mineral Clay
Shale biasanya terdiri dari lumpur, silt dan clay (lempung) yang
merupakan hasil endapan didalam marine basin. Shale dalam bentuknya
yang lunak atau bercampur dengan air disebut clay. Dan apabila clay yang
terjadi terletak pada suatu ke dalaman tersebut terdapat tekanan dan
temperatur yang tinggi, maka endapan clay tersebut akan mengalami
perubahan bentuk ini disebut shale. Perubahan bentuk yang lain, misalnya
karena metamorfosa yang disebut slate, phylite atau mika schist.
Berdasarkan kandungannya, apabila shale tersebut mengandung banyak
pasir disebut dengan carbonaceous shale. Shale juga mengandung
berbagai jenis clay mineral dimana sebagian diantaranya berdehidrasi
tinggi. Sedangkan pengaruh dehidrasi yang tinggi tersebut disebabkan
karena shale mengandung banyak mineral montmorillonite. Shale yang
berdehidrasi tinggi ini biasanya terdapat dalam formasi yang relatif
dangkal atau tidak dalam.Gejala-gejala problem shale dapat dilihat sebagai
berikut :
Di atas shale-skakus terdapat banyak runtuhan-runtuhan shale
yang berasal dari dinding lubang bor.
Kenaikan pada tekanan pompa karena di annulus diisi oleh
banyak runtuhan-runtuhan shale.
Kenaikan torsi (torqoe) dan drag, biasanya diikuti dengan tig
conection. Hal ini dapat menyebabkan terjepitnya pipa karena
saat pompa dihentikan reruntuhan shale akan jatuh ke bawah dan
terkumpul di sekitar drill collars.
7.3.2. Bahan :
1. Bentonite
2. Aquades
3. H2SO4 5 N
4. Methylene Blue
7.6. Pembahasan
7.6.1. Pembahasan Praktikum
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan telah didapatkan
data seperti diatas. Dari 2 jenis additive tersebut maka yang paling baik
adalah bentonite baroid. Hal ini dikarenakan bentonite baroid memiliki
harga kapasitas tukar kation yang lebih kecil dibandingkan bentonite
indobent, yang mana harga kapasitas tukar kation dari bentonite baroid
sebesar 48 meq/100 gr dan harga kapasitas tukar kation dari bentonite
indobent sebesar 75 meq/100 gr. Dari data ini maka dapat disimpulkan
bahwa zat additive yang memiliki harga kapasitas tukar kation yang kecil
merupakan zat additive yang diperlukan untuk mencegah terjadinya
swelling pada formasi.
Harga kapasitas tukar kation dengan swelling berbanding lurus, yang
mana semakin besar harga kapasitas tukar kation dari suatu zat additive
maka akan semakin besar juga kemungkinan terjadinya swelling pada
formasi yang sedang ditembus apabila ditambahkan zat additive yang
memiliki harga kapasitas tukar kation yang tinggi. Sedangkan semakin
kecil harga kapasitas tukar kation dari suatu zat additive maka akan
semakin kecil pula kemungkinan terjadinya swelling pada formasi yang
sedang ditembus apabila ditambahkan zat additive dengan harga kapasitas
tukar kation yang kecil.
Untuk mengetahui tingkat kereaktifan clay, dalam percobaan
dilakukan pengujian dengan menggunakan Methylene Blue Test (MBT).
Besarnya penyerapan clay terhadap larutan MBT disebut “Cation
Exchange Capacity (CEC)” dengan satuan milli equivalent Methylene
Blue per seratus gram clay. Karena di dapat data MBT dalam satuan pound
per barrel (ppb) maka harga MBT dapat dikonversikan ke dalam meq/100
gr clay.
93
7.7. Kesimpulan
1. Melalui Methylene Blue Test (MBT) dapat ditentukan ( Cation
Exchange Capacity atau kapasitas tukar kation yang merupakan
kemampuan atau total kapasitas pertukaran kation dari suatu system
clay.
2. Swelling adalah peristiwa pengembangan volume clay karena adanya
kontak dengan air sehingga terjadi absordsi yang mengakibatkan
pengembangan clay yang didalamnya terjadi reaksi pertukaran kation.
3. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa kedua bentonite diatas,
bentonite indobent dan bentonite baroid, bentonite baroid bersifat
kurang reaktif karena memiliki nilai tukar kation yang lebih kecil
sehingga kemungkinan terjadinya swelling lebih kecil (clay berada
pada formasi) dibandingkan Bentonite Indobent.
4. Kapasitas tukar kation akan berbanding lurus dengan peristiwa clay
swelling
5. Cation Exchange Capacity atau kapasitas tukar kation merupakan
kemampuan atau total kapasitas pertukaran kation dari suatu system
clay.
94
BAB VIII
PEMBAHASAN UMUM
BAB IX
KESIMPULAN UMUM
DAFTAR PUSTAKA