TUJUAN
1. Pendahuluan
Perencanaan pertama dalam desain sumur adalah seleksi kedalaman di mana casing
di-run dan disemen. Drilling engineer dalam perencanaan setting depth casing harus
mempertimbangkan kondisi geologi, seperti: tekanan formasi dan fracture gradient , hole
problem, dan hal-hal lainnya. Dari program ini diharapkan pelaksanaan pemboran akan
berjalan dengan aman tanpa menciptakan "a steel monument" dari sebuah rangkaian casing.
Selama operasi pemboran berlangsung, sering terjadi masalah lost circulation akibat
pecahnya formasi di bawah kaki casing. Ini merupakan akibat yang ditimbulkan oleh
underground blow out. Masalah lain yang sering terjadi ialah terjepitnya rangkaian casing
akibat pemakaian lumpur dengan densitas yang tinggi untuk mengimbangi tekanan formasi
yang abnormal. Kedua masalah di atas sering timbul akibat setting depth casing yang kurang
tepat. Kesalahan dari program setting depth casing juga akan menyebabkan failure
rangkaian casing, yang disebabkan setting depthnya terlalu dalam atau terlalu dangkal.
Masalah lain yang timbul dan berkaitan dengan setting depth casing adalah biaya casing
yang meningkat dan diameter sumur terakhir tidak sesuai dengan keinginan yang dicapai.
Conductor casing
Surface casing
Intermediate Casing
Production Casing
Liner
Tubing
Lihat Gambar 1. digambarkan hubungan dan kegunaan dari beberapa tipe casing.
Tidak semua sumur menggunakan semua tipe casing dan secara umum fungsi dari rangkaian
casing adalah :
Memisahkan dan mengisolasi dari beberapa formasi untuk meminimalkan problem
pemboran atau untuk memaksimumkan produksi.
pertama yang ditempatkan ke dalam sumur yang mempunyai kedalaman antara 100300 ft. Untuk batuan yang lunak seperti di lepas pantai, pemasangannya dengan di
hammer di bagian atas drive pipe yang ditangani dari travelling block dengan sling yang
berdiameter 1,5" dengan berat hammer sekitar 17.000 lb. Kemampuan diesel hammer
harus cukup untuk operasi ini, seperti pada Delmag tipe D-22 yang dapat memberikan
energi sebesar 40.000 ft-lbs, dengan jumlah langkah 40 sampai 50 per menit. Setelah
drive ditempatkan lalu dipotong, untuk di lepas pantai pemotongannya pada ketinggian
yang memungkinkan dipasang peralatan flow line dan fill up line, kemudian operasi
pemboran dapat dilakukan.
2.6. Liner
Drilling liner dipasang dengan fungsi yang sama seperti pada intermediate
casing. Casing ini tidak dipasang sampai permukaan, biasanya overlaping dengan
intermediate casing dengan panjang 300 - 500 ft. Liner ini dipasang untuk menghemat
biaya yang berfungsi untuk mengontrol gradien tekanan atau fracture. Ketika akan
membuat lubang bor di bawah liner, hal yang perlu diingat adalah kekuatan casing
diatasnya seperti intermediate casing terhadap gaya-gaya bursting dan collapse. Casing
ini dapat juga dipasang sampai permukaan, jika diperlukan seperti dua intermediate
string.
12 .WOB
R=
. 60 . RPM
d .1000
....................................................................... (1)
yang dapat diubah menjadi:
log
60 . RPM
d=
12 .WOB .................................................................................. (2)
log
1000
dimana:
d
= d-exponent
R
= laju pemboran, ft/hr
WOB = weight on bit, 1000 lbs/in bit diameter
RPM
= kecepatan putar
Persamaan (11-2) kemudian dimodifikasikan, dengan memasukkan pengaruh
densitas lumpur, menjadi:
d corr = d mn
mc
........................................................................................ (3)
dimana:
= d-exponent terkoreksi
dcorr
mn = densitas lumpur pada tekanan formasi normal ( 9 ppg)
Plot antara laju pemboran terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3,
dimana terdapat penurunan laju pemboran dari 100 ft/hr pada kedalaman 6000 ft
menjadi kurang dari 20 ft/hr pada kedalaman 12800 ft.
10
Dari data laju pemboran, RPM, WOB, diameter bit, dapat dihitung besarnya dexponent pada tiap kedalaman dengan menggunakan persamaan (2). Dengan
memasukkan data densitas lumpur yang digunakan, diasumsikan bahwa densitas
lumpur normal (rmn) adalah 9 ppg, dilakukan perhitungan d-exponent terkoreksi
menggunakan persamaan 3. Hasil perhitungan d-exponent terkoreksi kemudian diplot
terhadap kedalaman, seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Pada Gambar 4 tersebut terlihat harga dcorr meningkat secara linier hingga
kedalaman 10500 ft dan kemudian menurun secara tajam. Dari kenyataan tersebut,
dapat ditarik suatu garis lurus yang melewati titik-titik dcorr sebelum kedalaman 10500
ft dan garis tersebut dinamakan garis d-exponent normal (dnormal) dengan kemiringan
garis adalah 0,000038, sehingga garis tersebut mempunyai persamaan garis sebagai
berikut: dnormal = 0.000038 x depth + 1.23
Untuk menentukan besarnya tekanan pori formasi dapat digunakan persamaan
berikut:
d
P = Gn normal
d corr
.................................................................................... (4)
dimana:
P
= tekanan pori formasi ekivalen, ppg EMW
Gn
= gradien hidrostatik normal, 9 ppg
Plot antara tekanan pori formasi terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar
5.
11
P=
F
A ........................................................................................................(5)
dimana :
P = Tekanan, ML-1T-2
F = Gaya yang bekerja pada daerah luas ybs, MLT-2
A = Luas permukaan yang menerima gaya, L2
P = r x g x h ..............................................................................................(6)
dimana:
r
g
g
h
12
Pob =
Gob =
Pob
D ................................................................................................... (7a)
Gob =
(li, i )
i =1
Dn
...................................................................................... (7b)
13
dimana :
Gob
Ii
i
Dn
= kedalaman, ft
Gob =
0,433
( w . Dwt + b . Db ) .............................................................(8)
D
dimana :
D
Dwt
Db
w w
= kedalaman, ft
= ketebalan cairan, ft
= ketebalan batuan (D-Dw), ft
= berat jenis cairan, gr/cc
14
1 P
2 P
= ob +
.................................................................................. (9)
D 3 D D
Pf
dimana:
Pf
Pob
P
D
P
1
= 1 + 2
D 3
Df
Pf
.................................................................................... (10)
Pf =
P Pob P
(K i )
D D
................................................................ (11)
dimana,
Fr = gradien tekanan rekah, psi/ft
15
Fr =
P Pob P
+
(K ) .........................................................................(12)
D D
dimana :
K=
tekanan mendatar
= perbandingan tekanan efektif (lihat Gambar 9)
tekanan tegak
Fr =
P Pob P
+
D D
..................................................................(13)
1
dimana,
m = poisson's ratio (lihat Gambar 10)
16
P
P
....................................... (15)
atau dari grafik pada Gambar 11, sehingga kita mendapatkan rumus
akhir:
Fr =
P Pob P
+
K a ........................................................................ (16)
D D
Fc =
f (D Dw ) + 8,5 (Dw )
D
.................................................................... (17)
dimana :
Fc = gradien tekanan rekah yang telah dikoreksi
Dw = Ketinggian air laut
17
18
Gambar 12. Contoh Proyeksi Tekanan Formasi dan Gradien Rekah Terhadap
Kedalaman
19
Well Depth
Maximum
0 - 7000
1500
2500
7000 - 9000
1750
3000
9000 - 11000
2250
3500
11000 - 13000
3000
4000
13000 - Below
3500
4500
Dalam praktek di lapangan letak setting depth casing didasarkan dari fungsinya
untuk menahan tekanan bila terjadi kick pada kedalaman pemboran berikutnya, karena
surface casing bila terjadi kick akan menerima beban yang terbesar. Dasar penentuan
setting depth surface casing adalah menentukan kedalaman dimana surface casing
mampu menahan tekanan yang diakibatkan oleh adanya kick.
Prosedur perencanaan setting depth surface casing adalah sebagai berikut:
1. Penentuan titik setting depth dilakukan dengan menentukan titik kedalaman
sementara casing (tentative casing point) pada grafik tekanan formasi dan
gradien rekah vs kedalaman, yang merupakan titik perpotongan antara
harga desain gradien rekah dengan kurva gradien rekah. Desain gradien
rekah diperoleh dari penjumlahan harga gradien rekah minimum ditambah
dengan swab factor atau trip margin, surge factor, dan safety factor,
dinyatakan dalam ppg EMW. Titik tentative casing yang diperoleh
merupakan titik kedalaman surface casing (Dsc) sementara.
Dic
Dsc
M
casing, ppg
= kedalaman intermediate casing pertama, ft.
= kedalaman surface casing, ft
= tambahan densitas lumpur akibat kick, ppg. (0,5 ppg)
3. Bandingkan antara harga desain gradien rekah dengan EMWkick. Jika (Gf EMWkick) berkisar antara 0,2 - 0,4 ppg, maka titik tentative casing yang
dipilih tersebut merupakan titik setting depth surface casing. Jika tidak,
maka titik tentative casing yang baru diperoleh berdasarkan harga Gf yang
mendekati harga EMWkick dari hasil perhitungan sebelumnya atau dengan
memasukkan suatu harga Dsc tertentu, kemudian kembali lagi ke langkah 2.
21
Dari Gambar 13a, untuk gradien rekah sebesar 18 ppg didapat kedalaman 13.000
ft, dan ini merupakan letak setting depth casing sementara. Langkah selanjutnya
mengevaluasi kemungkinan terjadinya pipe sticking akibat perbedaan tekanan
pemakaian lumpur berat untuk mengimbangi tekanan formasi. Berdasarkan data
statistik lapangan, maksimum perbedaan tekanan sebesar 2000 - 2400 psi dalam zona
tekanan normal dan 3000 - 3300 psi pada zona tekanan abnormal. Besarnya tekanan
diferensial dihitung dengan persamaan :
2. Tentukan ekivalen berat lumpur pada tekanan formasi yang paling besar.
3. Tambahkan dengan factor surge, swab dan safety sehingga didapat desain
gradien rekah.
4. Berdasarkan harga pada langkah 3, tentukan setting depth intermediate
casing sementara dan tentukan berat lumpur pada kedalaman tersebut.
5. Evaluasi kemungkinan pipe sticking dengan persamaan (11-19). Jika tidak
ada kemungkinan maka harga setting depth sementara tersebut merupakan
harga setting depth untuk intermediate casing
6. Apabila ada kemungkinan sticking, tentukan berat lumpur dengan limit
diferensial tekanan dengan persamaan (11-20).
7. Tentukan tekanan ekivalen formasi dengan mengurangkan swab (trip
margin) dari berat lumpur pada langkah 6, dengan menggunakan
persamaan (11-21).
8. Plot ekivalen berat lumpur pada langkah 7 pada kurva tekanan formasi
untuk mendapatkan setting depth intermediate casing.
6.4.Liner
Letak setting depth terdalam sementara ditentukan berdasarkan desain gradien
rekah pada kedalaman intermediate casing yang sebenarnya (17,1 ppg), lihat Gambar
14a dan 14b. Dari desain gradien rekah, tentukan tekanan ekivalen formasi setelah
dikurangi swab, surge dan safety factor (16,3 ppg). Berdasarkan tekanan ekivalen
formasi, letak kedalaman tekanan ini merupakan setting depth liner terdalam sementara.
Evaluasi selanjutnya adalah kemungkinan liner sticking akibat tekanan diferensial,
dengan menggunakan persamaan (19). Maksimum DP = 3300 psi, apabila lebih besar
dari 3.300 psi, tentukan harga Mwic dengan menetapkan DP = 3300 psi. Cara ini persis
sama dengan penentuan setting depth intermediate casing.
Evaluasi berikutnya adalah apakah pemboran selanjutnya sampai letak liner
terdalam yang diinginkan dan apakah intermediate casing mampu menahan kick pada
kedalaman tersebut. Untuk itu persamaan (18) dapat digunakan dengan mengubahubah harga letak liner terdalam (dimana terjadi kick) sampai harga berat lumpur ekivalen
pada kedalaman intermediate casing 0,2 - 0,4 ppg lebih kecil dari gradien rekah pada
kedalaman intermediate casing tersebut.
23
24
Tabel 3. Harga trip margin minimum untuk setiap harga Dh, Dp, dan Y tertentu.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Alliquander,
Fuer
26
Dic
Ds
Dsc
EMW kick
Gaf
Gf
Gsw
DM
= d-exponent
rmc
EMWGn
= tekanan, ML-1T-2
= ketinggian,
27
ri
Dn
= kedalaman, feet
Dwt
Db
rw
rb
Pf
Pob
= kedalaman, feet
= poissons ratio
Fc
Dw
28