Anda di halaman 1dari 28

Casing Setting Depth Selection

TUJUAN

Mengenal Tipe-Tipe Casing dan Tubing


Memahami Beberapa Masalah Setting Depth Casing
Memahami Prosedur Perencanaan Setting Depth Casing
Surface Casing
Intermediate Casing
Production Casing
Liner

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

1. Pendahuluan
Perencanaan pertama dalam desain sumur adalah seleksi kedalaman di mana casing
di-run dan disemen. Drilling engineer dalam perencanaan setting depth casing harus
mempertimbangkan kondisi geologi, seperti: tekanan formasi dan fracture gradient , hole
problem, dan hal-hal lainnya. Dari program ini diharapkan pelaksanaan pemboran akan
berjalan dengan aman tanpa menciptakan "a steel monument" dari sebuah rangkaian casing.
Selama operasi pemboran berlangsung, sering terjadi masalah lost circulation akibat
pecahnya formasi di bawah kaki casing. Ini merupakan akibat yang ditimbulkan oleh
underground blow out. Masalah lain yang sering terjadi ialah terjepitnya rangkaian casing
akibat pemakaian lumpur dengan densitas yang tinggi untuk mengimbangi tekanan formasi
yang abnormal. Kedua masalah di atas sering timbul akibat setting depth casing yang kurang
tepat. Kesalahan dari program setting depth casing juga akan menyebabkan failure
rangkaian casing, yang disebabkan setting depthnya terlalu dalam atau terlalu dangkal.
Masalah lain yang timbul dan berkaitan dengan setting depth casing adalah biaya casing
yang meningkat dan diameter sumur terakhir tidak sesuai dengan keinginan yang dicapai.

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

2. Tipe Casing dan Tubing


Suatu pemboran membutuhkan beberapa rangkaian casing dalam pelaksanaannya
untuk mencapai kedalaman total yang diinginkan. Beberapa tipe casing yang ada, yaitu
sebagai berikut :
Drive atau Structural pipe

Conductor casing
Surface casing
Intermediate Casing
Production Casing
Liner
Tubing

Gambar 1. Hubungan Beberapa Tipe Casing

Lihat Gambar 1. digambarkan hubungan dan kegunaan dari beberapa tipe casing.
Tidak semua sumur menggunakan semua tipe casing dan secara umum fungsi dari rangkaian
casing adalah :
Memisahkan dan mengisolasi dari beberapa formasi untuk meminimalkan problem
pemboran atau untuk memaksimumkan produksi.

Menjaga kestabilan lubang sumur ketika pemboran akan dilanjutkan kembali


atau pada waktu operasi well completion.
Menjaga keamanan dimana alat pressure control dapat didudukkan.
2.1. Drive Pipe atau Conductor Casing
Drive pipe di lepas pantai disebut juga Marine Conductor adalah pipa yang
umumnya berdiameter 30" dan mempunyai ketebalan antara 0,5" sampai 1" dari grade
A yang dilengkapi dengan drive shoe. Sambungannya menggunakan las atau dengan
tipe sambungan yang dibuat oleh VETCO Industri. Drive pipe ini merupakan rangkaian
Dril-002 Casing Setting Depth Selection

pertama yang ditempatkan ke dalam sumur yang mempunyai kedalaman antara 100300 ft. Untuk batuan yang lunak seperti di lepas pantai, pemasangannya dengan di
hammer di bagian atas drive pipe yang ditangani dari travelling block dengan sling yang
berdiameter 1,5" dengan berat hammer sekitar 17.000 lb. Kemampuan diesel hammer
harus cukup untuk operasi ini, seperti pada Delmag tipe D-22 yang dapat memberikan
energi sebesar 40.000 ft-lbs, dengan jumlah langkah 40 sampai 50 per menit. Setelah
drive ditempatkan lalu dipotong, untuk di lepas pantai pemotongannya pada ketinggian
yang memungkinkan dipasang peralatan flow line dan fill up line, kemudian operasi
pemboran dapat dilakukan.

Pada pengeboran batuan yang keras , hambatan yang sering terjadi


adalah lost circulation dan problem caving untuk pemboran yang menembus
formasi gravel bed dan unconsolidated sand. Untuk menembus formasi ini
biasanya operator menggunakan lumpur yang viscous dengan laju yang tinggi.
Setelah pemboran mencapai kedalaman yang diinginkan sesuai dengan fungsi
conductor casing untuk mengatasi loss circulation dan problem caving, casing di
run dan disemen.
Permasalahan pada pemboran lepas pantai adalah kedalaman air laut
yang mempengaruhi setting depth dari marine conductor dan dalam
penyemenan casing. Misalnya pada fixed platform yang mempunyai kedalaman
laut 150 ft, kedalaman marine conductor dari dasar laut dinyatakan dalam Ds
(lihat Gambar 2). Ketinggian flow line dari permukaan laut adalah 65 ft, dan
sumur akan dibor dengan air laut dengan gradient 0,447 psi/ft. Aliran fluida
sepanjang annulus yang membawa cutting mempunyai gradien 0,470 psi/ft, dan
anggapan lain gradien formasi pada lapisan tanah sebesar 0,750 psi/ft. Operasi
pemboran diharapkan tidak memecahkan formasi dibawah sepatu marine
conductor, maka harga Ds dapat ditentukan sebagai berikut:
(150 x Gsw) + (Ds x Gf) (65 + 150 + Ds) x Gaf
dimana :
Gsw
= Gradien sea water = 0,477 psi/ft
Gf
= Gradien formasi = 0,750 psi/ft
Gaf
= Gradien fluida di annulus lubang = 0,470 psi/ft.
Dengan memasukkan harga di atas, maka setting depth marine conductor (Ds)
adalah 121 ft, di bawah dasar laut.

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

Gambar 2. Penentuan Setting Depth Marine Conductor.

2.2. Structural Casing


Guna dari structural casing adalah dalam mengatasi lost circulation, problem
hole caving dan problem kick pada zone-zone yang dangkal. Casing ini dibutuhkan
dalam pemboran ketika menembus formasi antara casing drive pipe dan surface casing,
dengan kedalaman antara 600-1000 ft.

2.3. Surface Casing


Maksud running surface casing di dalam operasi pemboran dengan fungsi
sebagai berikut:

Melindungi dari air tanah agar tidak terkontaminasi


Mempertahankan kestabilan lubang bor
Meminimkan problem lost circulation pada zona-zona permeabel
Melindungi zona-zona lemah dan secara tidak langsung mengontrol kick
Sebagai tempat dudukan peralatan BOP
Menyanggah berat semua rangkaian casing ketika di run di bawah surface
casing

2.4. Intermediate Casing


Pemakaian intermediate casing disebut juga dengan protective casing, karena
fungsi utamanya adalah menutupi formasi yang lemah. Casing ini mula-mula digunakan
untuk melindungi dari formasi yang bertekanan abnormal, dimana lumpur yang berat
digunakan untuk mengontrol tekanan. Guna intermediate casing yang lainnya adalah :
Digunakan untuk melindungi pada formasi yang bertekanan abnormal
Menghindari lost circulation atau stuck pipe pada formasi yang lemah
Dril-002 Casing Setting Depth Selection

Mengisolasi zona garam atau zona yang menyebabkan problem, seperti


heaving dan sloughing shale

2.5. Production Casing


Production casing sering disebut juga dengan oil string, casing ini dipasang di
atas, atau di tengah-tengah atau dibawah pay zone, dimana mempunyai fungsi untuk
mengalirkan migas dan sebagai penampung minyak dari reservoir sebelum dialirkan,
selain itu mempunyai fungsi : Mengisolasi zone produksi dari formasi yang lainnya, dan
memproteksi peralatan tubing produksi

2.6. Liner
Drilling liner dipasang dengan fungsi yang sama seperti pada intermediate
casing. Casing ini tidak dipasang sampai permukaan, biasanya overlaping dengan
intermediate casing dengan panjang 300 - 500 ft. Liner ini dipasang untuk menghemat
biaya yang berfungsi untuk mengontrol gradien tekanan atau fracture. Ketika akan
membuat lubang bor di bawah liner, hal yang perlu diingat adalah kekuatan casing
diatasnya seperti intermediate casing terhadap gaya-gaya bursting dan collapse. Casing
ini dapat juga dipasang sampai permukaan, jika diperlukan seperti dua intermediate
string.

2.7. Tie-back String


Drilling liner sering dipasang sebagai bagian dari casing produksi yaitu
menambah rangkaian pipa dari permukaan sampai zona produksi. Prosedur ini
dilakukan ketika:
Memproduksikan hidrokarbon di belakang liner dan
Di bagian bawahnya tidak menguntungkan

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

3. Beberapa Masalah Setting Depth Casing


Masalah-masalah yang berkaitan dengan setting depth casing dibagi dalam dua
bagian, yaitu :
Masalah yang berkaitan dengan tekanan selama operasi pemboran, yang
ditanggulangi dengan pemasangan casing yang tepat.
Masalah yang berkaitan dengan produksi, yaitu pertimbangan terhadap
well completion dan sumur-sumur untuk tujuan EOR.

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

4. Kriteria Perencanaan Setting Depth Casing


Sebelum memulai prosedur perencanaan setting depth point, ada beberapa kriteria
perencanaan yang harus diikuti. Kriteria-kriteria tersebut mengandung faktor-faktor
keselamatan yang harus dimasukkan dalam perencanaan setting depth casing.
Ada 6 kriteria yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
1. Swab factor (atau dikenal sebagai trip margin), dinyatakan dalam ppg
ekivalen berat lumpur (EMW), menunjukkan sejumlah berat lumpur yang
harus ditambahkan agar melebihi besarnya tekanan formasi untuk menghindari terjadinya efek swabbing pada saat pencabutan string.
2. Surge factor, dinyatakan dalam ppg EMW, merupakan sejumlah minimum
berat yang perlu ditambahkan pada gradien rekah di bawah kaki casing,
mengimbangi berat lumpur di sumur, untuk menghindari pecahnya formasi
pada saat casing dimasukkan.
3. Safety Factor, dinyatakan dalam ppg EMW, merupakan tambahan jumlah
pada gradien rekah minimum pada kriteria 2, untuk memberikan harga yang
memadai pada saat prosedur operasional dilakukan.
4. Kick load, dinyatakan dalam ppg EMW, menunjukkan sejumlah tambahan
berat lumpur yang diperlukan untuk mengimbangi dan menanggulangi
densitas kick di formasi.
5. Allowable differential pressure pada zona tekanan normal atau subnormal,
dinyatakan dalam psi, menunjukkan maksimum DP yang diperbolehkan di
interval open hole dan selalu dibandingkan dengan kondisi DP aktual
maksimum yang dihadapi.
6. Allowable differential pressure pada zona tekanan abnormal atau high
formation pressure, dinyatakan dalam psi, menunjukkan maksimum DP yang
diperbolehkan pada interval open hole yang berada dalam zona tekanan
abnormal.

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

5. Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah


Salah satu tujuan dari penggunaan casing adalah untuk melindungi dinding sumur
agar tidak terjadi perekahan akibat penggunaan lumpur yang memiliki densitas tinggi yang
digunakan dalam penanggulangan tekanan formasi abnormal. Sehingga dalam perencanaan
setting depth, zona tekanan formasi tinggi dan nilai gradien rekah dari formasi perlu untuk
diperhatikan.

5.1. Deteksi Tekanan Pori Formasi


Berbagai metoda telah dikembangkan untuk mendeteksi tekanan formasi yang
lebih besar daripada gradien hidrostatik formasi normal (0,465 psi/ft atau 9 ppg berat
lumpur). Metoda yang paling banyak digunakan adalah metoda Drilling Rate, dimana
metoda ini didasarkan pada perhitungan d-exponent.
Perbedaan tekanan yang besar antara tekanan hidrostatik lumpur dengan
tekanan formasi dapat menurunkan laju pemboran. Untuk meningkatkan laju pemboran,
densitas lumpur harus diturunkan atau dengan adanya kenaikan tekanan formasi.
Kenyataan ini dapat digunakan untuk mendeteksi zona over-pressured, dengan
menentukan nilai d-exponent pada tiap kedalaman melalui persamaan berikut:

12 .WOB
R=
. 60 . RPM
d .1000
....................................................................... (1)
yang dapat diubah menjadi:

log
60 . RPM

d=
12 .WOB .................................................................................. (2)
log

1000
dimana:
d
= d-exponent
R
= laju pemboran, ft/hr
WOB = weight on bit, 1000 lbs/in bit diameter
RPM
= kecepatan putar
Persamaan (11-2) kemudian dimodifikasikan, dengan memasukkan pengaruh
densitas lumpur, menjadi:

d corr = d mn
mc

........................................................................................ (3)

dimana:
= d-exponent terkoreksi
dcorr
mn = densitas lumpur pada tekanan formasi normal ( 9 ppg)

mc = densitas lumpur pada saat sirkulasi, ppg

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

Jika harga dcorr diplot terhadap kedalaman, akan menunjukkan peningkatan


secara linier jika tekanan pori formasi normal, akan tetapi akan berkurang secara tajam
jika laju pemboran meningkat akibat peningkatan tekanan pori formasi.
Sebagai contoh, dapat digunakan data-data yang terdapat pada tabel 1. berikut.

Tabel 1. Data Tekanan Formasi dan d-exponent 7)

Plot antara laju pemboran terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3,
dimana terdapat penurunan laju pemboran dari 100 ft/hr pada kedalaman 6000 ft
menjadi kurang dari 20 ft/hr pada kedalaman 12800 ft.

10

Gambar 3. Laju Pemboran vs Kedalaman 7)


Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

Dari data laju pemboran, RPM, WOB, diameter bit, dapat dihitung besarnya dexponent pada tiap kedalaman dengan menggunakan persamaan (2). Dengan
memasukkan data densitas lumpur yang digunakan, diasumsikan bahwa densitas
lumpur normal (rmn) adalah 9 ppg, dilakukan perhitungan d-exponent terkoreksi
menggunakan persamaan 3. Hasil perhitungan d-exponent terkoreksi kemudian diplot
terhadap kedalaman, seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Pada Gambar 4 tersebut terlihat harga dcorr meningkat secara linier hingga
kedalaman 10500 ft dan kemudian menurun secara tajam. Dari kenyataan tersebut,
dapat ditarik suatu garis lurus yang melewati titik-titik dcorr sebelum kedalaman 10500
ft dan garis tersebut dinamakan garis d-exponent normal (dnormal) dengan kemiringan
garis adalah 0,000038, sehingga garis tersebut mempunyai persamaan garis sebagai
berikut: dnormal = 0.000038 x depth + 1.23
Untuk menentukan besarnya tekanan pori formasi dapat digunakan persamaan
berikut:

d
P = Gn normal
d corr

.................................................................................... (4)

dimana:
P
= tekanan pori formasi ekivalen, ppg EMW
Gn
= gradien hidrostatik normal, 9 ppg
Plot antara tekanan pori formasi terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar
5.

Gambar 4. D-Exponent Terkoreksi vs Kedalaman 7)

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

11

Gambar 5. Tekanan Pori vs Kedalaman 7)

5.2. Gradien Rekah


5.2.1. Tekanan
Tekanan adalah suatu gejala alam yang terjadi pada setiap benda di
permukaan bumi ini, yang merupakan besarnya gaya yang bekerja dalam setiap
satuan luas. Secara empiris dapat dituliskan sbb:

P=

F
A ........................................................................................................(5)
dimana :
P = Tekanan, ML-1T-2
F = Gaya yang bekerja pada daerah luas ybs, MLT-2
A = Luas permukaan yang menerima gaya, L2

Di lapangan biasanya gaya memakai satuan pounds, luas dengan satuan


inch2 (square inch) maka tekanan dalam pounds persquare inch (psi).
Sedangkan tekanan hidrostatik adalah tekanan yang diakibatkan oleh
beban fluida yang ada diatasnya, secara empiris dapat dituliskan sebagai berikut
: (lihat Gambar 6).

P = r x g x h ..............................................................................................(6)
dimana:

r
g
g
h

12

= berat jenis, ML-3


= percepatan gravitasi, LT-2
= gradien tekanan hidrostatis, ML-2T-2
= ketinggian, L

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

Gambar 6. Tekanan Hidrostatik8)

5.2.2. Tekanan Overburden


Tekanan overburden adalah besarnya tekanan yang diakibatkan oleh
berat seluruh beban yang berada diatas suatu kedalaman tertentu tiap satuan
luas.

Pob =

Berat material se dim en + berat cairan


Luas

Gradien tekanan overburden adalah menyatakan tekanan overburden


tiap satuan kedalaman.

Gob =

Pob
D ................................................................................................... (7a)

Secara praktis dalam penentuan gradien tekanan overburden ini selain


dari analisa log juga dapat ditentukan sbb: (lihat Gambar 7)

Gambar 7. Penentuan Gradien Tekanan Overburden8)


n

Gob =

(li, i )
i =1

Dn

...................................................................................... (7b)

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

13

dimana :
Gob
Ii
i

= gradien tekanan overburden, psi/ft


= ketebalan ke-i, ft
= berat jenis rata-rata ke-i, gr/cc

Dn

= kedalaman, ft

Menurut Christman gradien tekanan overburden dapat dinyatakan


sebagai berikut :

Gob =

0,433
( w . Dwt + b . Db ) .............................................................(8)
D

dimana :
D
Dwt
Db
w w

= kedalaman, ft
= ketebalan cairan, ft
= ketebalan batuan (D-Dw), ft
= berat jenis cairan, gr/cc

= berat jenis rata-rata batuan, gr/cc

Besarnya gradien tekanan overburden yang normal biasanya dianggap


sebesar 1 psi/ft, yaitu diambil dengan menganggap berat jenis batuan rata-rata
sebesar 2,3 dari berat jenis air. Sedangkan besarnya gradien tekanan air adalah
0,433 psi/ft maka gradien tekanan overburden sebesar 2,3 x 0,433psi/ft = 1,0
psi/ft.

5.2.3. Tekanan Formasi Normal


Tekanan formasi adalah besarnya tekanan yang diberikan cairan yang
mengisi rongga formasi, secara hidrostatis untuk keadaan normal sama dengan
tekanan kolom cairan yang ada dalam dasar formasi sampai ke permukaan.
Bila isi dari kolom yang terisi berbeda cairannya, maka besarnya tekanan
hidrostatiknya pun berbeda, untuk kolom air tawar diberikan gradien tekanan
hidrostatik sebesar 0,433 psi/ft dan untuk kolom air asin gradien hidrostatiknya
sebesar 0,465 psi/ft.
Penentuan dari tekanan formasi bisa dilakukan dari analisa log atau dari
data Drill Stem Test (DST).

5.2.4 Tekanan Rekah


Tekanan Rekah adalah tekanan hidrostatik formasi maksimum yang dapat
ditahan tanpa menyebabkan terjadinya pecah. Besarnya gradien tekanan rekah
dipengaruhi oleh besarnya tekanan overburden, tekanan formasi dan kondisi
kekuatan batuan.
Mengetahui gradien tekanan rekah sangat berguna ketika meneliti
kekuatan dasar selubung (casing), sedangkan bila gradien tekanan rekah tidak
diketahui maka akan mendapat kesukaran dalam pekerjaan penyemenan dan
penyelubungan sumur.
Selain dari hasil log, gradien tekanan rekah dapat ditentukan dengan
memakai prinsip leak-off test, yaitu memberikan tekanan sedikit-sedikit

14

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

sedemikian rupa sampai terlihat tanda-tanda mulai pecah, yaitu ditunjukkan


dengan kenaikan tekanan terus menerus kemudian tiba-tiba turun. Penentuan
gradien tekanan rekah ini juga bisa dari perhitungan, antara lain :
Hubbert and Willis, yang menganggap tekanan overburden berpengaruh
efektif terhadap tekanan rekah.

1 P
2 P
= ob +
.................................................................................. (9)

D 3 D D

Pf

dimana:
Pf
Pob
P
D

= tekanan rekah, psi


= Tekanan overburden, psi
= Tekanan formasi, psi
= kedalaman, ft

bila dianggap gradien tekanan overburden (Pob/D) adalah 1 psi/ft, maka


persamaan (9) menjadi :

P
1
= 1 + 2

D 3
Df

Pf

.................................................................................... (10)

Mathews and Kelley, memberikan persamaan:

Pf =

P Pob P

(K i )
D D
................................................................ (11)

dimana,
Fr = gradien tekanan rekah, psi/ft

Gambar 8. Matrix Stress Coefficient 6)

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

15

Kedua persamaan di atas menganggap gradien tekanan overburden


tetap untuk setiap kedalaman. Karena pada kenyataannya tidak demikian maka
timbul persamaan-persamaan lain yang lebih memperhitungkan masalah kondisi
batuan.

Pennebaker, menuliskan persamaan :

Fr =

P Pob P
+
(K ) .........................................................................(12)
D D

dimana :

K=

tekanan mendatar
= perbandingan tekanan efektif (lihat Gambar 9)
tekanan tegak

Eaton, menulis persamaan :

Fr =

P Pob P
+
D D


..................................................................(13)

1

dimana,
m = poisson's ratio (lihat Gambar 10)

16

Gambar 9. Perbandingan Tekanan Efektif 6)

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

Gambar 10. Poisson's Ratio 6)

Selanjutnya dari persamaan Eaton ini dibuat suatu nomograph untuk


menentukan gradien tekanan rekah.
Harga faktor-faktor perbandingan yang mengindahkan kekuatan batuan
di atas bermacam-macam, maka W. L. Brister mendapatkan harga rata-ratanya
(Ka) sbb :

P
P

K a = 3,9 ob 2,88 jika ob 0,94


D
D
.......................................... (14)
P
P

K a = 3,2 ob 2,224 jika ob > 0,94


D
D

....................................... (15)
atau dari grafik pada Gambar 11, sehingga kita mendapatkan rumus
akhir:

Fr =

P Pob P
+
K a ........................................................................ (16)
D D

Sedangkan bila kejadiannya berada di bawah permukaan laut maka


harga-harga tersebut di atas perlu dikoreksi, hal ini dapat diterangkan oleh
Zamora sbb :

Fc =

f (D Dw ) + 8,5 (Dw )
D
.................................................................... (17)

dimana :
Fc = gradien tekanan rekah yang telah dikoreksi
Dw = Ketinggian air laut

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

17

Gambar 11. Perbandingan Tekanan Rata-Rata6)

5.3. Proyeksi Tekanan Formasi dan Gradien Rekah


Dari informasi offset well, termasuk resistivity, sonic dan radioaktif log, informasi
pemboran dan lumpur, bersamaan dengan interpretasi geologi, dapat dipersiapkan
suatu evaluasi tekanan formasi terhadap kedalaman. Dengan informasi tekanan formasi
terhadap kedalaman tersebut, gradien rekah dapat ditentukan. Dual plot antara tekanan
formasi dan gradien rekah terhadap kedalaman dapat dibuat dalam skala linier untuk
memudahkan memperoleh interpolasi yang akurat.

18

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

Gambar 12. Contoh Proyeksi Tekanan Formasi dan Gradien Rekah Terhadap
Kedalaman

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

19

6. Prosedur Perencanaan Setting Depth


Pada bagian ini akan dibicarakan metoda setting depth casing berdasarkan informasi
kondisi tekanan formasi, tekanan rekah dan beberapa kemungkinan yang terjadi yang
dihadapi selama operasi pemboran. Metoda ini berlaku untuk setting depth surface casing
dan intermediate casing, karena kedua tipe casing ini merupakan bagian yang sangat
penting sebagai pelindung selama pemboran berlangsung.

6.1. Surface Casing


Penentuan setting depth surface casing tergantung dari dari peraturan
pemerintah setempat yang menetapkan kedalaman pemasangan minimum (seperti yang
dikeluarkan oleh SWB : State Water Board USA), praktek rutin di lapangan, kondisi
geologi dan problem selama pemboran berlangsung.

Tabel 2 Letak Kedalaman Casing oleh SWB USA


OCS ORDER 2

Well Depth

Surface Casing Depth


Minimum

Maximum

0 - 7000

1500

2500

7000 - 9000

1750

3000

9000 - 11000

2250

3500

11000 - 13000

3000

4000

13000 - Below

3500

4500

Dalam praktek di lapangan letak setting depth casing didasarkan dari fungsinya
untuk menahan tekanan bila terjadi kick pada kedalaman pemboran berikutnya, karena
surface casing bila terjadi kick akan menerima beban yang terbesar. Dasar penentuan
setting depth surface casing adalah menentukan kedalaman dimana surface casing
mampu menahan tekanan yang diakibatkan oleh adanya kick.
Prosedur perencanaan setting depth surface casing adalah sebagai berikut:
1. Penentuan titik setting depth dilakukan dengan menentukan titik kedalaman
sementara casing (tentative casing point) pada grafik tekanan formasi dan
gradien rekah vs kedalaman, yang merupakan titik perpotongan antara
harga desain gradien rekah dengan kurva gradien rekah. Desain gradien
rekah diperoleh dari penjumlahan harga gradien rekah minimum ditambah
dengan swab factor atau trip margin, surge factor, dan safety factor,
dinyatakan dalam ppg EMW. Titik tentative casing yang diperoleh
merupakan titik kedalaman surface casing (Dsc) sementara.

2. Persamaan empiris yang digunakan untuk menentukan berat lumpur


ekivalen pada kedalaman surface casing adalah :
EMWkick = (Dic / Dsc) M + OMW ...................................................(18)
dimana :
EMWkick
20

= berat lumpur ekivalen pada kedalaman surface


Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

Dic
Dsc
M

casing, ppg
= kedalaman intermediate casing pertama, ft.
= kedalaman surface casing, ft
= tambahan densitas lumpur akibat kick, ppg. (0,5 ppg)

OMW = berat lumpur sebelum ada kick, ppg.

3. Bandingkan antara harga desain gradien rekah dengan EMWkick. Jika (Gf EMWkick) berkisar antara 0,2 - 0,4 ppg, maka titik tentative casing yang
dipilih tersebut merupakan titik setting depth surface casing. Jika tidak,
maka titik tentative casing yang baru diperoleh berdasarkan harga Gf yang
mendekati harga EMWkick dari hasil perhitungan sebelumnya atau dengan
memasukkan suatu harga Dsc tertentu, kemudian kembali lagi ke langkah 2.

6.2. Intermediate Casing


Pada pemboran sumur-sumur yang menghadapi zona-zona yang mempunyai
tekanan tidak terlalu besar, bila terjadi kick tidak harus dipasang intermediate casing bila
formasinya cukup kuat dan semuanya ini kadang-kadang tergantung dari operator. Pada
pemboran yang menghadapi formasi yang bertekanan abnormal tinggi, penentuan
setting depth casing diutamakan untuk melindungi formasi-formasi yang lemah bila
terjadi kick.
Pada pemboran formasi abnormal tinggi, pemasangan intermediate casing lebih
diutamakan untuk melindungi formasi yang lemah, dengan demikian prosedur
penentuan setting depth dimulai dari kedalaman target ke arah permukaan (bottom to
top) agar tidak mengulangi prosedur. Pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan
sebagai berikut :

Berapa berat maksimum lumpur yang bisa digunakan untuk mengontrol


tekanan formasi tanpa menimbulkan perekahan pada formasi di atasnya. Dengan
demikian dapat ditentukan setting depth casing sementara (tentative casing
setting depth).
Apakah dengan pemakaian lumpur berat untuk mengontrol tekanan
dapat menimbulkan problem casing terjepit pada kedalaman yang lebih dangkal.
Untuk memahami prosedur setting depth intermediate casing, lihat
Gambar 13a dan Gambar 13b, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Pada Gambar 13a, tekanan formasi abnormal tertinggi adalah 17,2 ppg ekivalen
berat lumpur. Seperti halnya pada surface casing, untuk mengontrol tekanan formasi
diperlukan tambahan berat lumpur yang disebut dengan swab factor atau trip margin,
dengan maksud agar tidak terjadi kick apabila rangkaian pipa ditarik karena ada effek
penghisapan. Harga trip margin dapat dilihat dalam tabel 2, harga ini biasanya diambil
sebesar 0,3 ppg. Pada saat menurunkan drill pipe atau rangkaian casing, terjadi efek
pendesakan terhadap lumpur pemboran, hal ini berakibat menaikkan tekanan
hidrostatik lumpur. Faktor ini disebut dengan surge factor yang harganya diambil
sebesar 0,3 ppg. Jadi gradien rekah ekivalen minimum formasi yang harus dilindungi
adalah 17.8 ppg. Dalam desainnya biasanya ditambah dengan safety factor sebesar 0,2
ppg, jadi total gradien rekah ekivalen desain adalah 18 ppg.

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

21

Dari Gambar 13a, untuk gradien rekah sebesar 18 ppg didapat kedalaman 13.000
ft, dan ini merupakan letak setting depth casing sementara. Langkah selanjutnya
mengevaluasi kemungkinan terjadinya pipe sticking akibat perbedaan tekanan
pemakaian lumpur berat untuk mengimbangi tekanan formasi. Berdasarkan data
statistik lapangan, maksimum perbedaan tekanan sebesar 2000 - 2400 psi dalam zona
tekanan normal dan 3000 - 3300 psi pada zona tekanan abnormal. Besarnya tekanan
diferensial dihitung dengan persamaan :

DP = 0,052 (MWic - EMWn) x Dn .....................................................(19)


dimana :
DP
= tekanan diferensial, psi
MWic = berat lumpur untuk setting depth casing itermediate
sementara, ppg
EMWn = berat lumpur ekivalen untuk tekanan formasi
normal, ppg
Dn
= kedalaman formasi tekanan normal yang terdalam , ft
Evaluasi kedalaman sementara untuk differential sticking dengan asumsi bahwa
lumpur dengan 14,3 ppg untuk membor pada kedalaman 13.000 ft dan limit tekanan
diferensial diketahui sebesar 2200 psi, maka :

(9.000)(0,052)(14,3 - 9) = 2.480 psi


dimana
2.480 psi > 2.200 psi, jelas kemungkinan terjepitnya casing bisa terjadi. Karena
itu letak kedalaman casing digeser ke arah atas, sedangkan kedalaman sementara tadi
didefinisikan sebagai kedalaman liner terdangkal.
Penentuan kedalaman intermediate casing sebenarnya dapat ditentukan dengan
persamaan (20) :

DPallowable = 0,052 (Mwic - EMWn) x Dn .........................................(20)


2.200 = (MWic - 9)(0,052)(9.000)
MWic = 13,7 ppg
Besarnya tekanan formasi dapat ditentukan dengan persamaan :
MWic - TM = P ........................................................................................(21)
dimana :
MWic = berat lumpur setting depth intermediate casing
sementara, ppgTM = berat lumpur Trip Margin, ppg
P
= berat lumpur tekanan formasi, ppg

maka P = (13,7 - 0,3) = 13,4 ppg


dari Gambar 13b ekivalen pada kedalaman 10.900 ft merupakan setting depth
intermediate casing sebenarnya.
Secara umum prosedur setting depth intermediate casing dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Buat plot gradien tekanan formasi dan rekah formasi terhadap kedalaman.
22

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

2. Tentukan ekivalen berat lumpur pada tekanan formasi yang paling besar.
3. Tambahkan dengan factor surge, swab dan safety sehingga didapat desain
gradien rekah.
4. Berdasarkan harga pada langkah 3, tentukan setting depth intermediate
casing sementara dan tentukan berat lumpur pada kedalaman tersebut.
5. Evaluasi kemungkinan pipe sticking dengan persamaan (11-19). Jika tidak
ada kemungkinan maka harga setting depth sementara tersebut merupakan
harga setting depth untuk intermediate casing
6. Apabila ada kemungkinan sticking, tentukan berat lumpur dengan limit
diferensial tekanan dengan persamaan (11-20).
7. Tentukan tekanan ekivalen formasi dengan mengurangkan swab (trip
margin) dari berat lumpur pada langkah 6, dengan menggunakan
persamaan (11-21).
8. Plot ekivalen berat lumpur pada langkah 7 pada kurva tekanan formasi
untuk mendapatkan setting depth intermediate casing.

6.3. Production Casing


Penentuan setting depth casing produksi tergantung dari pemilihan jenis
komplesi yang direncanakan.
Dipasang tepat di atas zona produksi yang disebut juga open hole completion.
Dipasang menutupi seluruh zona produktif atau lebih dalam lagi, kemudian
diperforasi disebut sebagai perforated casing completion.
Pada sumur injeksi air atau steam, casing terakhir ini berfungsi sebagai
penampung air atau steam sebelum dimasukkan ke dalam reservoir. Jenis casing ini
dipasang menutupi seluruh zona interest.

6.4.Liner
Letak setting depth terdalam sementara ditentukan berdasarkan desain gradien
rekah pada kedalaman intermediate casing yang sebenarnya (17,1 ppg), lihat Gambar
14a dan 14b. Dari desain gradien rekah, tentukan tekanan ekivalen formasi setelah
dikurangi swab, surge dan safety factor (16,3 ppg). Berdasarkan tekanan ekivalen
formasi, letak kedalaman tekanan ini merupakan setting depth liner terdalam sementara.
Evaluasi selanjutnya adalah kemungkinan liner sticking akibat tekanan diferensial,
dengan menggunakan persamaan (19). Maksimum DP = 3300 psi, apabila lebih besar
dari 3.300 psi, tentukan harga Mwic dengan menetapkan DP = 3300 psi. Cara ini persis
sama dengan penentuan setting depth intermediate casing.
Evaluasi berikutnya adalah apakah pemboran selanjutnya sampai letak liner
terdalam yang diinginkan dan apakah intermediate casing mampu menahan kick pada
kedalaman tersebut. Untuk itu persamaan (18) dapat digunakan dengan mengubahubah harga letak liner terdalam (dimana terjadi kick) sampai harga berat lumpur ekivalen
pada kedalaman intermediate casing 0,2 - 0,4 ppg lebih kecil dari gradien rekah pada
kedalaman intermediate casing tersebut.

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

23

Secara umum prosedur setting depth liner dengan langkah-langkah sebagai


berikut :
1. Tentukan letak liner terdangkal dari letak intermediate casing sementara.
2. Evaluasi kemampuan kaki liner terdangkal untuk menahan tekanan bila
terjadi kick pada kedalaman total dengan menggunakan persamaan (18) dan
bandingkan dengan harga Gf pada kedalaman tersebut.
3. Tentukan gradien rekah pada kedalaman casing sebelum liner dipasang.
4. Hitung tekanan ekivalen formasi dengan mengurangi faktor swab, surge dan
safety dari langkah 3.
5. Tentukan kedalaman formasi berdasarkan dari langkah 4, dan ini merupakan
letak liner terdalam sementara.
6. Dengan persamaan (19) evaluasi kemungkinan liner sticking.
7. Dengan persamaan (18) evaluasi kemampuan kaki intermediate casing
dalam menahan tekanan bila terjadi kick pada kedalaman liner terdalam dari
langkah kelima.

24

Tabel 3. Harga trip margin minimum untuk setiap harga Dh, Dp, dan Y tertentu.

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

Gambar 13 . a. Tentative Intermediate Setting Depth, b. Kedalaman


Intermediate Didasarkan Pertimbangan Pipe Sticking.

Gambar 14. a. Seleksi Kedalaman Liner Terdalam, b. Konfigurasi Akhir.

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Alliquander,

"Das Moderne Rotarybohren", VEB Deutscher Verlag


Grundstoffindustrie,Clausthal-Zellerfeld, Germany, 1986

Fuer

2. . Bradley H.B., "Petroleum Engineering Handbook", Third Printing, Society of


Petroleum Engineers, Richardson TX, 1987.
3. . Azar J.J., "Drilling in Petroleum Engineering", Magcobar Drilling Fluid Manual.
4. Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company, TulsaOklahoma, 1974.
5. McCray A.W., Cole F.W., "Oil Well Drilling Technology", The University of
Oklahoma Press,1979.
6. nn., "Drilling", SPE Reprint Series no. 6a., SPE of AIME, Dallas-Texas, 1973.
7. Klozt, "Drilling Optimization", halaman 6-9.
8. Rubiandini, Rudi, "Perhitungan Berbagai Metoda Pressure Control Dalam
Penanggulangan Well Kick", Kolokium, Jurusan Teknik
Perminyakan Institut Teknologi Bandung, 1984.

26

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

DAFTAR PARAMETER DAN SATUAN

Dic

= setting depth selection, feet

Ds

= setting depth marine conductor, feet

Dsc

= setting depth surface casing, feet

EMW kick

= berat lumpur ekivalen pada kedalaman surface casing, ppg

Gaf

= gradien fluida di annulus, psi/ft

Gf

= gradien formasi, psi/ft

Gsw

= gradien seawater, psi/ft

DM

= tambahan densitas lumpur akibat kick, ppg

Mwic = berat lumpur untuk setting depth intermediate casing, ppg


OMW = berat lumpur sebelum ada kick, ppg
DP

= tekanan diferensial, psi

= berat lumpur tekanan formasi, ppg

= d-exponent

= laju pemboran, ft/hr

WOB = weight on bit, 1000 lbs/in bit diameter


RPM = kecepatan putar
dcorr = d-exsponent terkoreksi r
mc

= densitas lumpur pada tekanan formasi normal (~ 9ppg)

rmc

= densitas lumpur pada saat sirkulasi, ppg

= tekanan pori formasi ekivqlen, ppg

EMWGn

= gradient hidrostatik normal, 9 ppg

= tekanan, ML-1T-2

= gaya yang bekerja pada daerah luas ybs, ML1T-2

= luas permukaan yang menerima gaya, L2

= berat jenis, ML-3

= percepatan gravitasi, T-2

= gradient tekanan hidrostatis, ML-2T-2

= ketinggian,

LGob = gradient tekanan overburden, psi/ft


Ii

= ketebalan ke-i, feet

Dril-002 Casing Setting Depth Selection

27

ri

= berat jenis rata-rata ke-i, gr/cc

Dn

= kedalaman, feet

Dwt

= ketebalan cairan, feet

Db

= ketebalan batuan (D-Dw), feet

rw

= berat jenis cairan, gr/cc

rb

= berat jenis rata-rata batuan, gr/cc

Pf

= tekanan rekah, psi

Pob

= tekanan overburden, psi

= tekanan formasi, psi

= kedalaman, feet

= poissons ratio

Fc

= gradien tekanan rekah yang telah dikoreksi, psi/ft

Dw

= Ketinggian air laut, feet

28

Dril-002 - Casing Setting Depth Selection

Anda mungkin juga menyukai