Anda di halaman 1dari 28

BAB III

CASING DESIGN

Casing adalah suatu peralatan pengeboran yang terbuat dari baja,

mempunyai diameter yang besar dan dipasang pada lubang sumur menggunakan

semen. Casing merupakan suatu rangkaian yang dipasang pada sumur dan diset

menurut fungsinya, dimulai dari Conductor Casing, Surface Casing, Intermediate

Casing, Production Casing dan liner.

Casing memiliki sambungan berupa ulir pada ujung - ujungnya, bila ujung

yang satu disebut pin atau male maka ujung yang satunya disebut box atau female.

Satu bagian casing disebut satu joint, bila jumlah casing disambung menjadi satu

maka disebut rangkaian casing atau casing string. Pemilihan ukuran yang sesuai,

tipe dan jumlah casing yang digunakan untuk suatu sumur sangat penting bagi

keberhasilan pengeboran.

Casing yang digunakan harus memiliki ukuran dan kekuatan yang cukup

untuk menembus target formasi yang akan dicapai dan diproduksi, gradien rekah

formasi dan tekanan formasi atau tekanan pori harus digunakan dan hal-hal yang

berhubungan dengan data-data geologi dan informasi-informasi tentang area yang

akan dibor.

Untuk mengevaluasi dan mengoptimasi pemilihan grade casing pada

Lapangan Vanos, akan digunakan Metode Maximum Load dalam perhitungan

evaluasi dan optimasi casing design.

6
7

3.1 Fungsi Casing

Dalam operasi pemboran dibutuhkan rangkaian casing yang kuat untuk

mendukung seluruh kegiatan pemboran sampai kedalaman sumur yang diinginkan

tercapai. Casing memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai berikut :

1. Mencegah Gugurnya Dinding Sumur

Pada proses pemboran, terdapat lapisan batuan yang kompak dan ada yang

tidak kompak. Pemboran lapisan yang tidak kompak yang menembus lapisan

tersebut dapat menyebabkan runtuhnya sebagian dinding lubang, dan lubang bor

dapat mengalami pembesaran. Lapisan lunak juga memberikan efek pembelokan

sehingga berakibat menyimpangnya peralatan pemboran dari trayek pemboran

yang telah direncanakan.

2. Menutup Zona Bertekanan Abnormal dan Zona Lost

Zona bertekanan abnormal merupakan zona yang dapat menyebabkan

kick, yaitu masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor. Jika kick membesar,

maka terjadi blow out. Sedangkan zona lost yaitu zona yang memiliki tekanan

yang jauh lebih rendah dibanding tekanan hidrostatik fluida pemboran, sehingga

fluida pemboran akan masuk dan menghilang ke dalam formasi. Zona lost dapat

terjadi jika ada suatu patahan (fault) atau faktor penyebab lainnya.
8

3. Mencegah Terkontaminasinya Air Tanah oleh Fluida Pemboran

Untuk mengimbangi tekanan formasi yang dilalui dipergunakan lumpur

pemboran dengan densitas tertentu. Lumpur pemboran memiliki tekanan

hidrostatik yang sedikit lebih besar dari tekanan formasi. Akibatnya lumpur

pemboran akan masuk ke dalam formasi akibat adanya perbedaan tekanan

tersebut, sehingga pada dinding lubang bor akan terbentuk mud cake dan fitrat

lumpur. Filtrat lumpur tersebut masuk ke dalam tanah dan menyebabkan air tanah

tercemar.

4. Membuat Diameter Sumur tetap

Suatu bagian sumur pemboran yang belum dipasang casing, akan terdapat

mud cake yang dihasilkan fluida pemboran. Ketebalan mud cake merupakan

fungsi waktu terhadap permeabilitas batuan. Bila permeabilitas batuan yang

ditembus besar maka mud cake semakin tebal. Pemasangan casing diperlukan

untuk membuat diameter sumur tetap dan volume annulus akan dapat diketahui

secara pasti.

5. Mencegah Hubungan Langsung Antar Formasi

Apabila suatu sumur menghasilkan minyak dan gas dari beberapa lapisan

yang berbeda, dan diproduksikan secara bersama - sama maka perlu dipasang

casing dan packer untuk memisahkan dua atau lebih lapisan produktif tersebut.
9

6. Tempat Kedudukan BOP dan Peralatan Produksi

Blow Out Preventer (BOP) merupakan peralatan pelindung jika terjadi

kick ataupun semburan liar. BOP diletakkan di permukaaan, terhubung dengan

surface casing. Peralatan pompa dapat diletakkan di dalam casing, misalnya

Electric Submersible Pump (ESP).

3.2 Tipe Casing

Berdasarkan fungsinya, casing dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,

antara lain :

1. Drive pipe atau Conductor casing

Drive pipe di lepas pantai disebut juga Marine Conductor adalah pipa

yang umumnya berdiameter 30” dan mempunyai ketebalan antara 0,5” sampai 1”.

Drive pipe ini merupakan rangkaian pertama yang ditempatkan ke dalam sumur

yang mempunyai kedalaman antara 100-300 ft. Untuk batuan lunak seperti di

lepas pantai, pemasangannya dengan di-hammer pada bagian atas drive pipe yang

digantung pada travelling block dengan sling yang berdiameter 1,5” dengan berat

hammer sekitar 17.000 lb.

2. Surface Casing

Letak kedalaman pemasangan casing ini ditentukan oleh perhitungan

burst, collapse, dan tension mengacu pada trayek sebelumnya dan juga melihat

lithology yang ada untuk menetukan pada kedalaman berapa casing tersebut harus

dipasang. Casing ini disemen hingga ke permukaan. Casing ini berfungsi untuk :
10

a. Melindungi air tanah dari kontaminasi oleh lumpur pemboran.

b. Tempat kedudukan BOP dan wellhead.

c. Menyangga seluruh berat rangkaian casing berikutnya yang telah

dimasukan ke dalam sumur.

3. Intermediate Casing

Intermediate casing disebut juga dengan protective casing, karena fungsi

utama Casing ini ialah menutup formasi-formasi seperti sloughing shale, lost

circulation, tekanan abnormal, kontaminasi lumpur dan lain sebagainya. Suatu

sumur dapat mempunyai lebih dari satu intermediate casing, tergantung dari

kondisi yang dihadapi selama pemboran.

4. Production Casing

Casing ini disebut juga dengan oil and gas string. Apabila dipasang

sampai tepat di atas formasi produktif maka hal ini disebut open-hole completion,

sedangkan apabila dipasang sampai ke dasar formasi produktif maka ini

dinamakan perforated casing completion. Fungsi dari casing ini adalah :

a. Memisahkan lapisan yang mengandung minyak dan dari lapisan-

lapisan lainnya.

b. Melindungi alat-alat produksi yang terdapat di bawah permukaan

seperti production packer dan sebagainya.

5. Liner

Secara umum liner mempunyai fungsi yang sama dengan production

casing, tetapi tidak dipasang hingga ke permukaan. Pertimbangan penggunaan

liner :
11

 Penghematan dari segi ekonomis maupun waktu.

 Pada sumur eksplorasi ternyata payzone berada di bawah program

untuk production casing yang telah direncanakan, maka untuk

memperpanjang agar mencapai zona yang dituju dipergunakan

liner.

3.3 Klasifikasi Casing

Dalam penggunaannya, casing diklasifikasikan oleh beberapa faktor yang

ditentukan menurut standar American Petroleum Institute (API). Klasifikasi

Casing adalah sebagai berikut :

3.3.1 Diameter Casing

Casing diklasifikasikan terhadap diameter luar (OD) dan diameter dalam

(ID). Namun secara umum penyebutan diameter casing yang dimaksudkan adalah

diameter luar (OD).

Dari informasi diameter luar dan diameter dalam didapatkan

ketebalan casing yang didapat pula utuk menentukan berat casing, karena tekanan

pada lubang sumur berbeda-beda, maka mungkin saja memasang casing yang

memiliki diameter luar (OD) yang sama tetapi memiliki ketebalan dan kekuatan

yang berbeda. Maka, casing yang berat atau memiliki grade yang lebih tinggi bisa

dipasang pada bagian lubang yang bertekanan tinggi dekat permukaan, dimana

tekanan tensile cukup tinggi. Pada casing terdapat juga drift diameter atau

diameter dalam minimum yang berguna sebagai bahan pertimbangan untuk

menentukan diameter peralatan yang akan dimasukkan ke dalam casing.


12

3.3.2 Range Length Casing

Range casing adalah panjang casing yang diukur dari ujung coupling

sampai ke ujung thread sisi dalam atau merupakan panjang casing bersama

couplingnya (L). Casing yang digunakan pada kegiatan pengeboran menurut

standar American Petroleum Institute (API), panjang casing tersedia dalam tiga

ranges, yaitu:

1. Range 1: 16 – 25 ft

2. Range 2: 25 -34 ft

3. Range 3: ≥ 34 ft

3.3.3 Jenis Ulir Casing

Untuk mendapatkan panjang suatu rangkaian yang sesuai dengan

perencanaan yang telah dibuat maka antara casing tersebut dikenakan

sambungan. Sambungan (coupling) seperti halnya casing, juga mempunyai

klasifikasi seperti grade material, diameter dan jenis ulir yang disesuaikan

dengan casing.

Umumnya, casing dan sambungannya dispesifikasikan dengan jenis-jenis

sambungan pada pipa tersebut. Berdasarkan API, ada 4 (empat) elemen penting

dari coupling, yaitu:

1. Ketinggian atau kedalaman ulir, yaitu jarak ulir dari atas sampai

bawah, diukur pada sumbu ulir tersebut.


13

2. Puncak ulir, yaitu jarak dari satu titik pada ulir yang satu ke

titik yang sama pada ulir yang berdekatan yang diukur secara

paralel.

3. Ujung ulir, yaitu perubahan diameter pada sebuah ulir.

4. Bentuk ulir, umumnya ulir berbentuk persegi atau V-shaped

API membuat standarisasi untuk jenis ulir dan sambungan yang

sering digunakan pada kegiatan pengeboran, yaitu:

 Round thread and coupling (RT & C)

Bentuk ulir seperti huruf “V” dengan jumlah ulir 8 - 10 per inch.

Sambungan ini ada dua macam, yaitu long thread & coupling (LT&C) dan short

thread & coupling (ST&C), dimana Tension strength LT&C 30% lebih kuat dari

pada ST&C.

 Buttres thread and coupling (BT & C)

Bentuk ulir seperti trapezium dengan jumlah ulir 5 buah per inch.

Rangkaian casing dengan tension load besar, rangkaian casing yang panjang atau

berdiameter besar sebaiknya memakai casing jenis ini.

 Extreme line casing

Tipe sambungan yang ulirnya menyatu pada badan casing, bentuk ulirnya

trapezium atau segi empat. Sambungan jenis ini sangat tahan terhadap kebocoran,

yang berdiameter 85/8” sampai 103/4” mempunyai lima ulir per inch dan

berdiameter kecil, 7” ke bawah mempunyai enam ulir per inch.


14

Gambar 3.1

Tipe Sambungan Casing4

3.3.4 Berat Casing

Berat nominal adalah berat rata-rata body dan sambungan casing per foot.

Dari harga berat nominal, untuk panjang casing tertentu dapat diketahui berat

casing. Berat Nominal casing terdiri dari dua, yaitu berat nominal dan berat plain

end. Berat Nominal merupakan berat rata-rata dari serangkaian casing beserta ulir

(thread) dan couplingnya per satuan panjang, yang biasanya dinyatakan dalam

satuan lb/ ft. Sedangkan berat plain end yaitu berat dari casing tiap foot tanpa

memperhitungkan pemotongan thread maupun penambahan couplingnya.


15

3.3.5 Grade Casing

Grade material berhubungan erat dengan kekuatan casing terhadap beban

yield strength yang terdapat pada material tersebut. Grade tersebut antara lain H-

40, J-55, K-55, L-80, N-80, C-75, C-95 dan P-110. Angka dibelakang huruf grade

menyatakan besarnya beban minimum yield strength dalam ribuan pound per

square inch (psi). Contoh data grade material dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2

Grade Material Casing2

Beban yield strength didefinisikan sebagai besarnya beban tarik (tension)

yang dibutuhkan untuk menghasilkan perpanjangan sebesar 0,5% dari

panjang casing. Kecuali grade P-110 yang perpanjangannya 0,6% dari

panjang casing.
16

3.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Desain Casing

Dalam merencanakan casing pemboran, terdapat beberapa hal yang

mempengaruhi terutama dalam menentukan kedalaman interval casing (casing

setting depth) pada setiap trayek lubangnya. Setiap trayek lubang, diisi oleh

casing dengan diameter, jenis, dan grade yang berbeda, lalu diset pada kedalaman

yang berbeda juga, dengan tujuan memperoleh hasil yang aman, efisien dan

seekonomis mungkin dalam mendesain dan merencanakan sumur. Perbedaan

tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Berikut faktor-faktor yang

mempengaruhi perencanaan casing :

1. Tekanan Pori

Tekanan pori (pore pressure) atau sering disebut dengan tekanan formasi

adalah tekanan yang dibentuk akibat adanya fluida yang terjebak di dalam rongga

batuan. Fluida tersebut dapat berupa minyak, gas, atau air. Tekanan pori ini juga

berfungsi untuk menahan tekanan pori yang berada di atasnya atau tekanan

overburden. Tekanan overburden adalah tekanan yang terbentuk dari kompaksi

batuan di suatu lapisan sehingga menciptakan suatu lapisan di bawahnya yang

lebih padat dan solid. Dengan memperhitungkan pore pressure dalam

perencanaan casing, penulis akan mendapat hasil perencanaan yang lebih tepat

terutama saat menentukan titik kedalaman casing pada interval nya. Tekanan pori

terdiri dari 3 bagian, yaitu tekanan pori normal, abnormal, dan subnormal.
17

 Tekanan Pori Normal

Tekanan pori dikatakan normal apabila tekanan fluida di dalam formasi

memiliki nilai yang sama dengan nilai tekanan fluida yang mengisi suatu kolom

yang terdapat pada formasi tersebut. Hal ini dikondisikan agar tekanan formasi

menjadi stabil dan besarnya tekanan formasi di permukaan adalah 0 psi . Tekanan

normal merupakan tekanan dari native fluid sering disebut sebagai formation

water. Pada formation water, terdapat konsentrasi dari garam terlarut sehingga

formation water ini memiliki salinitas.

 Tekanan Pori Abnormal

Tekanan pori abnormal merupakan tekanan pori yang memiliki nilai yang

lebih besar dari tekanan hidrostatik formasi. Oleh karena itu, tekanan abnormal

sering juga disebut sebagai abnormal high pore pressure atau overpressure atau

geopressure. Kelebihan tekanan pada tekanan abnormal ini harus benar – benar

diperhatikan, sehingga dalam proses pengeboran, control sumur, atau sering

disebut well control sangat diperlukan. Salah satu peralatan well control ini adalah

BOP (Blow Out Preventer).

Tekanan abnormal ini dapat terjadi pada kedalaman berapapun, dari hanya

beberapa ratus feet hingga kedalaman lebih dari 2500 ft. Terdapat beberapa faktor

yang menyebabkan tingginya tekanan pori ini. Faktor – faktor tersebut terutama

berasal dari perubahan geologis formasi, perubahan geokimia, geothermal dan

mekanikal. Seorang insinyur pengeboran harus bekerja sama dengan geologis agar

dapat mengetahui tekanan pori yang tepat. Peran seorang geologis sangat penting

karena seorang geologis harus dapat mengetahui sejarah geologi dari struktur
18

formasi yang akan dibor. Kesalahan dalam menentukan tekanan pori ini akan

menyebabkan semburan liar atau biasa disebut dengan blow out.

 Tekanan Pori Subnormal

Tekanan pori subnormal didefinisikan sebagai tekanan pori/formasi yang

memiliki nilai lebih rendah dari tekanan normal (tekanan hidrostatik). Tekanan

pori subnormal umumnya terjadi karena telah terdeposit atau sering disebut

sebagai depleted zone. Pada beberapa kemungkinan, tekanan pori subnormal

mungkin terjadi karena penyebab – penyebab natural yang berhubungan dengan

sejarah statigrafi, tektonik dan geokimia dari sebuah area. Akan tetapi, penyebab

paling utama dari tekanan pori subnormal adalah aktifitas produksi (terutama

peralatan produksi artificial) pada saat formasi berada pada masa virginitas. Oleh

karena itu, tekanan subnormal ini tidak banyak dibahas pada literatur – literatur

yang ada yang berkaitan dengan pengeboran.

2. Tekanan Rekah Formasi

Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatik maksimum yang dapat ditahan

tanpa menyebabkan terjadinya fract pada formasi. Besarnya gradien tekanan

rekah dipengaruhi oleh besarnya tekanan overburden, tekanan formasi dan kondisi

batuan. Pengukuran tekanan rekah formasi selalu dilakukan sebelum pemboran

trayek berikutnya setelah casing di set dan disemen.


19

3. Densitas Lumpur

Densitas Lumpur atau berat jenis lumpur merupakan satuan yang

menunjukkan berat per satuan volume dari lumpur dan mempunyai pengaruh daya

apung terhadap partikel padatan. Semakin besar berat jenis lumpur maka semakin

tinggi kemampuan pengangkatan karena kecepatan slip dari partikel padat

menjadi berkurang. Kecepatan slip dari partikel padatan dapat didefinisikan

sebagai kecepatan turun partikel yang telah mencapai harga konstan dan harganya

tergantung dari berat jenis partikel, berat jenis lumpur, dan pola aliran lumpur.

Besarnya tekanan lumpur tergantung pada densitas lumpur yang

digunakan dan tinggi kolom lumpur di dalam lubang bor. Tekanan lumpur

berfungsi menahan tekanan formasi sehingga fluida formasi tidak masuk kedalam

lubang bor. Masuknya fluida formasi kedalam lubang bor disebut kick. Kick yang

tidak terkendali bisa menyebabkan blow out.

Tekanan lumpur tidak boleh lebih besar dari tekanan rekah formasi.

Apabila tekanan lumpur lebih besar dari tekanan rekah formasi akan terjadi lost

circulation. Densitas lumpur dinyatakan dalam satuan pound per gallon (ppg).

4. Drilling Hazard

Drilling hazard atau bahaya pada saat pemboran merupakan masalah yang

akan ditemui ketika pemboran berlangsung maupun setelah pemboran selesai.

Macam – macam drilling hazard adalah seperti sloughing shale, partial loss,

hydrogrn sulfide (H2S), dan karbon dioksida (CO2).


20

 Sloughing Shale

Sloughing Shale merupakan shale yang rapuh, memiliki rekahan-rekahan

kecil dan bidang pelapisan. Problem shale dalam hal ini adalah sloughing shale

berhubungan langsung dengan air dari lumpur pemboran, maka komposisi kimia

pada lumpur akan memberikan pemecahan dalam mengatasi masalah ini.

 Partial Loss

Partial loss adalah hilangnya lumpur dalam jumlah yang relatif besar,

lebih besar dari 15 bbl/jam atau sekitar 15 – 500 bbl/jam. Hal ini dapat terjadi

umumnya pada jenis formasi yang terdiri dari pasir porous, serta terkadang terjadi

pada batuan yang mengandung rekahan.

 Gumbo shale

Gumbo shale adalah suatu jenis shale yang menjadi lengket ketika

bereaksi dengan drilling fluid, biasa terjadi pada pengeboran lepas pantai atau di

cekungan sedimen darat dekat laut yang di bor dengan menggunakan water base

mud dan dapat menyebabkan bit balling yaitu berkurangnya penetrasi secara

drastis akibat bit terbungkus dalam shale yang lengket.

 Kick / Gas kick

Well Kick adalah peristiwa masuknya fluida formasi (air, minyak, atau

gas) ke dalam lubang bor. Apabila kick ini tidak bisa dikontrol atau tidak bisa

ditanggulangi, akan mengakibatkan fluida formasi mengalir sampai ke permukaan

yang disebut juga Blowout atau semburan liar. Terjadi karena kondisi tekanan

Hidrostatik (Ph) lebih kecil dari pada tekanan formasi (Pf).


21

 Hydrogen Sulfida (H2S)

Hydrogen sulfida (H2S) adalah gas beracun yang sangat membahayakan.

Dalam waktu singkat gas H2S dapat melumpuhkan sistem pernafasan dan dapat

mematikan seseorang yang menghirupnya. Alat khusus dan peralatan kontrol

harus dipergunakan pada lingkungan kerja yang banyak mengandung gas H2S.

 Karbon Dioksida (CO2)

Ketika CO2 larut dalam air akan membentuk asam karbonat dan akan

menurunkan pH air serta meningkatkan korosifitasnya. Faktor utama terhadap

kelarutan CO2 adalah tekanan, temperatur, dan komposisi air. Tekanan parsial

CO2 dapat dijadikan sebagai patokan untuk memprediksi besarnya korosi yang

terjadi.

 Coal Problem

Coal problem adalah zona coal / batubara yang mudah runtuh dan terjadi

fraktur yang berpengaruh pada penentuan casing setting depth, yang

mengharuskan casing di set harus melewati zona coal atau sebelum zona coal.

3.5 Kriteria Design Casing

Untuk mencapai kedalaman yang sudah ditentukan, rangkaian casing

(casing strings) yang dipasang harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai

bentuk pentingnya faktor keamanan dalam operasi pemboran, sebelum akhirnya

casing tersebut disemen. Secara garis besar, persyaratan tersebut antara lain :

 Mampu menahan beban Burst


22

 Mampu menahan beban Collapse

 Mampu menahan beban Tension

 Mampu menahan beban Tension yang ditimbulkan oleh deviasi lubang bor

 Tidak ada kebocoran pada sambungan-sambungannya

 Mampu menahan beban kompresi

 Mampu menahan beban putiran

 Tidak mudah terkena korosi

3.5.1 Beban Burst

Suatu rangkaian casing yang berada di dalam sumur secara serentak akan

menerima tekanan yang berasal dari kolom fluida di dalam casing (Pi), dan

tekanan yang berasal dari kolom fluida di luar casing (Pe). Kedua macam tekanan

ini bekerja dengan arah yang saling berhadapan.

Pada kasus tertentu Pi dapat menjadi lebih besar daripada Pe, sehingga

terdapat selisih tekanan yang arahnya keluar, maka dalam hal seperti ini casing

dikatakan berada dalam kondisi pembebanan Burst. Beban burst dapat berasal

dari tekanan kepala sumur, tekanan hidrostatik lumpur, tekanan pada saat

penyemenan, stimulasi dan semua kondisi yang dapat menyebabkan harga

tekanan Pi - Pe positif (Pi > Pe).


23

Gambar 3.3

Beban Burst3

Fungsi casing di sini adalah menahan selisih tekanan di dalam dan diluar

casing tersebut sebesar Pi-Pe. Tekanan burst adalah tekanan minimum (Pi-Pe)

yang dapat menyebabkan casing pecah atau sobek.

3.5.2 Beban Collapse

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya maka rangkaian casing yang berada

di dalam sumur akan mendapat tekanan dan fluida yang berada di dalam casing

(Pi), dan fluida yang berada di luar casing (Pe). Tetapi kali ini dapat pula terjadi

sebaliknya yaitu Pi menjadi lebih kecil daripada Pe, maka dikatakan casing

berada pada kondisi pembebanan collapse. Tekanan collapse adalah tekanan


24

minimum yang dikenakan pada casing (Pi - Pe) sehingga menyebabkan casing

tersebut collapse. Contoh beban collapse bisa dilihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.4

Beban Collapse3

3.5.3 Beban Tension

Beban Tension sebagaimana diketahui adalah beban dari berat rangkaian

casing yang digantung di dalam sumur. Tetapi dengan adanya lumpur di dalam

sumur tersebut, lumpur akan memberikan gaya apung terhadap casing. Hal ini

menyebabkan berat casing di dalam lumpur lebih ringan bila dibandingkan

dengan berat casing di udara. Akibat lain dari adanya gaya apung ini adalah
25

bahwa pada rangkaian casing tepatnya bagian bawah, casing berada dalam

kondisi kompresi dan selebihnya dalam kondisi Tension. Titik netral merupakan

titik pada rangkaian casing yang tidak berada dalam kondisi kompresi maupun

tension.

Gambar 3.5

Beban Tension5

3.5.4 Safety Factor

Safety Factor atau Angka keselamatan bertujuan untuk mencegah

kerusakan casing akibat adanya gaya-gaya atau beban yang bekerja berlebihan

pada casing. Setiap Company memiliki peraturan tersendiri mengenai safety

factor. Faktor desain yang paling sering digunakan adalah: Burst= 1,0 – 1,25 ;

Collapse= 1,0 – 1,1 ; Tension= 1,6 – 1,8. Safety Factor dapat ditentukan sebagai

ratio diantara kapasitas casing rata – rata dan beban actual. SF collapse:
26

ketahanan collapse casing dibagi dengan tekanan resultan collapse actual. SF

burst: nilai burst rata – rata casing dibagi dengan tekanan resultan collapse actual.

SF tension: ketahanan yield casing dibagi dengan beban resultan tension actual.

Berikut angka Safety Factor yang digunakan pada tugas akhir ini yang

ditunjukkan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1

Safety Factor Perusahaan

Pembebanan Safety Factor

Burst 1.1

Collapse 1.1

Tension Overpull 100.000 lb

3.6 Metode Maximum Load

Metode Maximum Load pada desain casing diterapkan dengan asumsi

terjadinya kondisi terburuk pada saat sirkulasi lumpur atau semen yang dialami

oleh rangkaian casing ketika loss circulation. Pada saat tersebut jumlah fluida

pemboran di dalam Casing hampir seluruhnya masuk ke dalam formasi, sehingga

kolom lubang bor akan menjadi kosong dan mengakibatkan beban collapse

maksimum.
27

Maximum Load bisa terjadi pada kondisi kick, dimana fluida formasi

mendesak keluar ke permukaan yang diasumsikan sebagai tekanan formasi

terbesar, dan akan mengakibatkan beban burst maksimum. Oleh sebab itu dengan

menggunakan metode ini penulis harus memilih casing dengan spesifikasi tertentu

guna menanggulangi kejadian terburuk yang akan dialami oleh casing.

Beban Tension sebagaimana diketahui adalah beban dari berat rangkaian

casing yang digantung di dalam sumur. Tetapi dengan adanya lumpur di dalam

sumur tersebut, lumpur akan memberikan gaya apung terhadap casing. Hal ini

menyebabkan berat casing di dalam lumpur lebih ringan bila dibandingkan

dengan berat casing di udara. Namun apabila semua lumpur tersebut masuk ke

dalam formasi maka akan mengakibatkan beban tension maksimum.

Namun dilihat dari pemboran sumur-sumur refrensi sebelumnya yang

tidak terdapat banyak masalah maka ditambahkan beberapa asumsi pada

perhitungan beban casing, yaitu pada perhitungan burst pada surface ditambahkan

asumsi 1/3 bottom hole pressure sehingga tekanan burst yang dialami pada

surface hanya 1/3 dari tekanan dasar sumur, dan juga pada perhitungan collapse

diasumsikan tekanan internal diberikan oleh tekanan hidrostatik lumpur.

Pada metode maximum load, burst merupakan kriteria pertama dalam

menentukan pemilihan casing. Hasil sementara perencanaan ini kemudian diuji

mengikuti urutan terhadap beban collapse lalu beban tension. Apabila pada salah

satu langkah pengujian dari tiga beban di atas terdapat beban yang tidak terpenuhi

maka desain harus diulang dari beban burst dan selanjutnya kembali seperti
28

langkah semula diuji terhadap beban collapse dan tension hingga terpenuhi

semuanya.

3.6.1 Rumus Untuk Menghitung Beban Burst, Collapse, dan Tension

3.6.1.1 Beban Burst

Beban Burst pada Surface dan Intermediate Casing ditimbulkan oleh

kolom gas yang mengisi seluruh panjang casing. Karena tekanan injeksi pada

kedalaman surface casing relatif rendah, maka batas tekanan maksimum di

permukaan dapat diabaikan. Hal ini dapat diartikan juga bahwa tekanan peralatan

BOP lebih besar dari tekanan gas di permukaan. Hal ini menyebabkan batasan

tekanan maksimum hanya terdapat pada kaki casing sebesar tekanan injeksi.

Begitu juga pada Intermediate Casing, kondisi terburuk beban burst disebabkan

kolom gas yang mengisi seluruh panjang casing dan yang menyebabkan tekanan

maksimum pada kaki casing sebesar dengan tekanan injeksinya. Berikut

merupakan perhitungan beban Burst pada Surface dan Intermediate Casing.

1. Perhitungan Burst di kaki casing

( ) .........(3.1)

...............................................(3.2)

( ) ........(3.3)

2. Perhitungan Burst di permukaan

( ) ( ) ..(3.4)

( ).........(3.5)

( ) .........................(3.6)
29

Dimana :

Injection Pressure = Tekanan injeksi, psi

Grad frac = Gradien Rekah, disetarakan ke ppg

Shoe Depth = Kedalaman kaki casing, ft

Burst Pressure = Beban Burst, psi

BP = Bumping Pressure, psi

Pada Production Casing dan Liner atau trayek lubang terakhir pada suatu

sumur terdapat perbedaan pada perhitungan beban Burst. Perbedaan terdapat pada

perhitungan tekanan injeksi, dimana parameter gradient rekah (ppg) diubah

menjadi tekanan formasi (ppg) karena pada trayek lubang terakhir tersebut tidak

dilakukan pemboran trayek lubang selanjutnya. Berikut merupakan rumus

perhitungan tekanan Injeksi pada Production/Liner Casing.

Di kaki casing :

( ) .................(3.7)

Di permukaan :

( ) ( ) .......(3.8)

Dimana :

Injection Pressure = Tekanan injeksi, psi

Form press = Tekanan formasi, disetarakan ke ppg

Shoe Depth = Kedalaman kaki casing, ft


30

Burst Pressure = Beban Burst, psi

BP = Bumping Pressure,psi

3.6.1.2 Beban Collapse

Pada surface, intermediate, dan production casing, kondisi terburuk pada

beban collapse umumnya disebabkan karena terjadinya loss circulation. Lost

circulation yang terjadi dapat memungkinkan kolom lumpur turun hingga di

bawah kaki casing. Hal ini dapat mengakibatkan tidak terdapatnya fluida yang

membantu casing menahan beban collapse. Tetapi pada tugas akhir ini,

diasumsikan beban collapse yang di alami casing masih terbantu oleh tekanan

internal yang diberikan lumpur.

1. Perhitungan Collapse di kolom semen lead dan kolom tail (shoe casing)

[( )( )]..............(3.9)

................................(3.10)

( ) ......................(3.11)

( ) ( ) ..............(3.12)

2. Perhitungan Collapse di permukaan

( ) .................................................(3.13)

Dimana :

= Massa jenis lumpur, ppg

P mud = Tekanan Hidrostatik Lumpur , psi


31

= Massa jenis semen lead dan tail, ppg

= Kolom tegak semen lead dan tail, ft

Shoe Depth = kedalaman tegak kaki casing, ft

CP = Beban Collapse, psi

Pada Liner Casing, terdapat perbedaan dalam menghitung pembebanan

collapse pada casing. Perbedaan terdapat dalam menghitung Tekanan Eksternal

pada kaki casing. Dimana selain mendapat tekanan pada saat penyemenan,

tekanan eksternal berasal dari tekanan hidrostatik lumpur pada trayek/section

lubang tersebut yang dihitung sampai titik Top of Liner. Sedangkan Tekanan

Internal sama dengan perhitungan beban collapse yang sebelumnya yaitu dengan

mengasumsikan terdapatnya lumpur di dalam casing pada saat penyemenan

berlangsung.

1. Perhitungan Collapse di kolom lead dan tail (shoe casing)

( ) ( ) .(3.14)

( ) ( ) ......(3.15)

Dimana :

TOL = kedalaman liner overlap, ft

= Tekanan hidrostatik semen lead dan tail, psi

CP = Beban Collapse, psi


32

= Tekanan Hidrostatik lumpur sampai kedalaman TOL, psi

2. Perhitungan Collapse di top of liner sama dengan persamaan 3.13

3.6.1.3 Beban Tension

Menurut Hukum Archimedes, apabila suatu benda dimasukkan ke dalam

suatu cairan, akan berkurang beratnya sebesar berat cairan yang dipisahkannya.

Gaya Bouyancy lumpur bor dapat menahan sebagian berat drill string dan casing.

Faktor buoyancy sebanding dengan densitas lumpur displacement dengan densitas

baja pada rangkaian pipa bor. Oleh karena itu penambahan densitas lumpur

menyebabkan penambahan gaya buoyancy. Berdasarkan definisinya, buoyancy

merupakan kemampuan mengapung dari sebuah benda yang berada di dalam

cairan tertentu, dimana daya apung tersebut dipengaruhi oleh perbandingan antara

massa jenis dan cairan tersebut. Oleh karena itu juga, beban tensile terbesar

dialami oleh casing paling atas atau yang terdekat dengan permukaan. Dalam

menghitung beban tensile terdapat beberapa tahap di bawah ini, antara lain :

......................................(3.16)

...........................................................................(3.17)

...............(3.18)

( ) ( ) ........................(3.19)

( ) ( ) ............................(3.20)

*( ) ( )+.............(3.21)
33

..............(3.22)

Dimana :

= Berat Casing, lb

= Densitas mud, ppg

ID Csg = Inside Diameter, in

Lead Slurry = Massa jenis lead semen, ppg

= Tinggi kolom tegak lead semen, ft

Tail Slurry = Massa jenis tail semen, ppg

= Tinggi kolom tegak tail semen, ft

= Tekanan Bump, psi

Anda mungkin juga menyukai