TUGAS AKHIR
14 0404 028
“Analisis Daya Dukung dan Penurunan Tiang Pancang pada Bore Hole II
dengan Metode Analitis dan Plaxxis V.8.6 Studi Kasus Proyek WTP Extention
Project DS Limau Manis Tanjung Morawa”
Medan, 2020
Penulis
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR NOTASI xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penelitian 2
1.3 Manfaat Penelitian 2
1.4 Pembatasan Masalah 2
1.5 Sistematika Penulisan 3
DAFTAR PUSTAKA 87
LAMPIRAN
nh = Koefisien fariasi
D = Diameter tiang
tanah keras
H = Kedalaman
Gs = Specific gravity
e = Angka pori
H = Tebal lapisan
e = Angka pori
k = Koefisien permeabilitas
Cs = Konstanta empiris
Bab I : Pendahuluan
Bab pendahuluan berisi latar belakang penulisan, tujuan, manfaat, rumusan
masalah, dan pembatasan masalah penulisan.
TINJAUAN PUSTAKA
2. Untuk menahan gaya desakan ke atas, atau gaya guling seperti untuk telapak
ruangan bawah tanah di bawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-
kaki menara terhadap guling.
3. Mengontrol penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada pada
tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.
5. Sebagai faktor keamanan tambahan di bawah tumpuan jembatan atau pir (tiang),
khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.
Tanah terdiri 3 dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara
terisi oleh air atau udara. Bila tongga terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh
sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah tanah yang tidak mengandung
Dalam ilmu mekanika tanah, volume tanah dibagi menjadi dua bagian yaitu
: volume butir dan volume pori. Volume pori terdiri atas volume udara dan volume
air. Oleh sebab itu berbagai parameter tanah akan mempengaruhi karakteristik
tanah sebagai pendukung pondasi, seperti: ukuran butiran tanah, berat jenis tanah,
kadar air tanah, kerapatan butiran, angka pori, sudut geser tanah, dan sebagainya.
Hal tersebut dapat diketahui dengan melakukan penelitian tanah di lapangan dan di
laboratorium.
Dalam mendesain pondasi, kita harus mengetahui sifat setiap lapisan tanah, (seperti
pondasi dan juga ketinggian muka air tanah. Oleh sebab itu, soil investigation
machine boring), Cone Penetrometer Test (sondir), Sand Cone Test dan Dynamic
index properties tanah (Atterberg Limit, Water Content, Spesific Gravity, Sieve
Analysis) dan engineering properties tanah (Direct Shear Test, Triaxial Test,
1. Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval
se-kitar 1,50 m sampai dengan 2,00 m atau sesuai keperluan.
2. Tarik hammer dengan tinggi jatuh bebas hammer adalah 30 inci (75 cm).
Hammer yang dipakai mempunyai berat (1500 kg).
3. Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan.
4. Ulangi langkah 2 dan 3 berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm.
5. Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang
pertama.
6. Ulangi langkah 2, 3, 4, dan 5 sampai pada penetrasi 15 cm yang kedua dan
ke-tiga.
7. Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm. Jumlah pukulan yang
dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena masih kotor
bekas pengeboran.
8. Bila nilai N lebih besar dari pada 50 pukulan, hentikan pengujian dan
tambah pengujian sampai minimum 6 meter.
2.4 Pondasi
Pondasi dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)
Terletak pada kedalaman yang dangkal, umumnya kedalaman pondasi dangkal
lebih kecil dari panjang atau lebar pondasi.
2. Pondasi Dalam (Deep Foundation)
Merupakan pondasi yang dipergunakan untuk meneruskan beban ke lapisan
tanah yang mampu memikulnya dan letaknya cukup dalam.
Tiang tekan hidrolis umumnya digunakan untuk beberapa maksud, antara lain:
1. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah
lunak, ke tanah pendukung yang kuat.
2. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman
tertentu sehingga fondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang
cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan sisi tiang dengan
tanah di sekitarnya.
3. Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas
akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.
4. Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring.
5. Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut
bertambah.
6. Untuk mendukung fondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah
tergerus air.
a) Pekerjaan persiapan
Berikut langkah-langkah untuk memulai persiapan pengerjaan pada lokasi
proyek:
1. Membuat tanda, tiap tiang pancang harus diberi tanda serta tanggal saat
tiang tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar
harus dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk
mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1
meter.
2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat
dengan hati-hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain
yang tidak diinginkan.
3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana
pemancangan tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data
jumlah pukulan terakhir (final set).
4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan
manuver alat.
5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.
6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang
berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah
Yang dimaksud dengan kapasitas daya dukung tiang adalah kemampuan atau
kapasitas tiang dalam mendukung beban. Jika satuan yang digunakan dalam
kapasitas dukung pondasi dangkal adalah satuan tekanan (kPa), maka dalam
kapasitas dukung tiang satuannya adalah satuan gaya (kN). Dalam beberapa
literatur digunakan istilah pile capacity atau pile carrying capacity.
Dimana :
τ = kekuatan geser tanah (kg/cm²)
c = kohesi tanah (kg/cm²)
σ = tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²)
ø = sudut geser tanah (º)
Tabel 2.2 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N dari data
SPT (Sosrodarsono, 1983)
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dan
Klasifikasi
Dipertimbangkan
Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal
Hal yang perlu
(kedalaman permukaan dan susunannya),
dipertimbangkan secara
adanya lapisan lunak (ketebalan
menyeluruh dari hasil-
konsolidasi atau penurunan), kondisi
hasil survei sebelumnya
drainase dan lain-lain
Berat isi, sudut geser
Hal-hal yang perlu Tanah pasir dalam, ketahanan
diperhatikan langsung (tidak kohesif) terhadap penurunan dan
daya dukung tanah
Tanah lempung Keteguhan, kohesi, daya dukung dan
(kohesif) ketahanan terhadap hancur
ø = √12N + 15
ø = 0,3N + 27
Menurut Peck dan Meyerhof, 1997, dari nilai N yang diperoleh pada uji SPT,
dapat diketahui hubungan empiris tanah non kohesi seperti sudut geser dalam (ø),
indeks densitas, dan berat isi tanah basah (γwet). Hubungan empirisnya dapat dilihat
pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.
Tabel 2.3 Hubungan antara harga N-SPT, sudut geser dalam, dan
kepadatan relatif (Sosrodarsono & Nakazawa, 2005)
Sudut geser dalam ( ϕ )
Nilai N Kepadatan relative
Menurut Menurut
Peck Meyerhof
0–4 Sangat lepas (0,0 – 0,2) < 28,5 < 30
4 – 10 Lepas (0,2 – 0,4) 28,5 – 30 30 – 35
10 – 30 Sedang (0,4 – 0,6) 30 – 36 35 – 40
30 – 50 Padat (0,6 – 0,8) 36 – 41 40 – 45
>50 Sangat padat (0,8 – 1,0) > 41 >45
Tabel 2.4 Hubungan antara harga N-SPT dan Berat Isi Tanah (Das, 1995)
Harga N < 10 10 – 30 30 – 50 > 50
Tanah tidak Berat isi, 𝛾
kohesif 12-16 14-18 16-20 18-23
(kN/m3)
Harga N <4 4 – 15 16 – 25 > 25
Tanah
Berat isi, 𝛾
kohesif 14 – 18 16 – 18 16 – 18 > 20
(kN/m3)
Dimana :
𝑁1 + 𝑁2
𝑁𝑏 =
2
N1 = Nilai SPT pada kedalaman 10D pada ujung tiang ke atas
N2 = Nilai SPT pada kedalaman 4D pada ujung tiang ke bawah
1
Ap = Luas Tiang (m2) = 4 𝜋𝐷2
Qs = 2 x N-SPT x P x Li (2)
Dimana :
N-SPT = Nilai SPT
Li = Tebal lapisan tanah (m)
P = Keliling tiang (m)
Gambar 2.14 Nilai N-SPT untuk desain tahanan ujung tanah pasir
(Meyerhof, 1997)
Qp = 9 x cu x Ap (4)
Qs = α x cu x P x Li (5)
Dimana :
2
cu = N-spt x 3 x 10 (6)
Dari nilai N yang diperoleh dari uji SPT, dapat diketahui hubungan empiris
tanah non-kohesif seperti sudut geser dalam (ø), indeks densitas, dan berat isi
tanah basah (γwet)
2.5.1.2. Kapasitas daya dukung aksial tiang pancang dari data kalendering
Kapasitas daya dukung tiang pancang dari data kalendering dapat dihitung
dengan tiga metode, yaitu :
a) Metode Hiley Formula
2𝑊𝑟 𝑥 ℎ 𝑊𝑟+𝑒 2 𝑥 𝑊𝑝
Qu = + (7)
𝑆+𝐾 𝑊𝑟+𝑊𝑝
Dimana :
Ef = Efisiensi hammer (%)
Wr = Berat hammer (Ton) (Tabel 2.7)
Wp = Berat pile (Ton)
S = Rata-ratan penetrasi 10 pukulan terakhir (cm)
C = 0,25
e = Koefisien restitusi (Tabel 2.8)
h = Tinggi jatuh hammer (m)
4 𝐸𝐼
R = √𝐾 (10)
Dimana :
K = khd = k1/1,5 = Modulus tanah
ki = Modulus reaksi subgrade dari Terzaghi
E = Modulus elastis tiang
I = Momen inersia tiang
D = Diameter tiang
1⁄
EI 5
T = (𝑛 ) (11)
ℎ
K = nh. z (12)
Kh = nh z/d (13)
Dimana:
K = Modulus tanah
E = Modulus elastis tiang = 4700 √fc′ (𝑘𝑔/𝑐𝑚2 ) (14)
1
I = Momen inersia tiang = 64 π D4 (15)
Tabel 2.12 Kriteria tiang kaku dan tiang tidak kaku (Hardiyatmo, 2002)
Modulus tanah (K) bertambah Modulus tanah
Tipe Tiang
dengan kedalaman (K) konstan
Kaku L ≤ 2T L ≤ 2R
Tidak Kaku L ≤ 4T L ≤ 3,5R
Untuk tiang panjang, tahanan tiang terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh
momen maksimum yang dapat ditahan tiangnya sendiri (My). Untuk tiang pendek,
tahanan tiang terhadap gaya lateral lebih ditentukan oleh tahanan tanah di sekitar
tiang.
(a)
f = Hu / (9cu.D) (16)
= Hu (e + 3 D⁄2 + f) − 1⁄2 f × Hu
= Hu (e + 3 D⁄2 + 1⁄2 f)
Nilai beban lateral Hu dapat ditentukan secara langsung melalui grafik pada
Gambar 2.17.
(a) (b)
Gambar 2.17 Kapasitas Beban Lateral pada Tanah Kohesif; (a) untuk Pondasi
Tiang Pendek, (b) untuk Pondasi Tiang Panjang (Hardiyatmo, 2002)
Pada Tiang ujung jepit, Broms menganggap bahwa momen yang terjadi pada
tubuh tiang yang tertanam di dalam tanah sama dengan momen yang terjadi di ujung
atas tiang yang terjepit oleh pile cap.
Untuk tiang pendek, dapat dihitung tahanan ultimit tiang terhadap beban
lateraldengan persamaan :
Hu = 9CuD (L –g – 1,5D) (21)
Dimana:
2My
Hu = 1,5D+0,5f (23)
Dimana :
pu = 3 po Kp (24)
Dimana:
0,5 γDL3 Kp
Hu = (26)
e+L
Hu = 1,5γ D Kp f2 (27)
H
f = 0,82 √D Ku γ (28)
p
H
f=0,82√D∙Ku ∙γ (31)
p
Momen maksimum:
2
Mmax = 3 Hu ∙L (32)
Momen leleh :
Dimana:
(a) (b)
Gambar 2.19 Defleksi dan mekanisme keruntuhan pondasi tiang dengan kondisi
kepala tiang terjepit akibat beban lateral pada tanah granular; (a) Pondasi tiang
pendek, (b) Pondasi tiang panjang (Hardiyatmo, 2002)
Sedangkan untuk tiang ujung jepit yang tidak kaku (tiang panjang), dimana
momen maksimum mencapai My di dua lokasi (Mu+ = Mu-) maka Hu dapat
diperoleh dari persamaan:
2My
Hu = 2f (34)
e+
3
Hu
f=0,82√D∙K (35)
p ∙γ
2My
Hu = 𝐻𝑢
(36)
𝑒+0,54 √
𝛾D𝐾𝑝
Dimana :
Nilai beban lateral (Hu) untuk pondasi tiang pendek dan panjang dapat
diperoleh berdasarkan grafik gambar berikut :
(a) (b)
Gambar 2.20 Kapasitas beban lateral pada tanah granuler; (a) Tiang pendek,
(b) Tiang panjang (Tomlinson, 1977)
Tabel 2.13 Klasifikasi tiang pancang bulat berongga (PT. WIKA Beton)
Panjang Momen lentur
Concrete
Outside Unit tiang (m) Section (ton m) Allowable
cross
diameter weight Class dan modulus axial load
section
(mm) (Kg/m) diesel (m3) Retak Batas (ton)
(cm2)
hammer
A2 2368,70 2,50 3,75 72,60
A3 6-15 2389,60 3,00 4,50 70,75
300 115 452
k-13
B 2431,40 3,50 6,30 67,50
C 2478,70 4,00 8,00 65,40
AI 3646,00 3,50 5,25 93,10
6-15
A3 3693,90 4,20 6,30 89,50
350 145 K-13/ 582
B K-25 3741,70 5,00 9,00 86,40
C 3787,60 6,00 12,00 85,00
A2 5481,60 5,50 8,25 121,10
6-16
A3 5537,40 6,50 9,75 117,60
400 195 K-25/ 765
B K-35 5591,30 7,50 13,50 114,40
C 5678,20 9,00 18,00 111,50
Panjang Concrete Momen Lentur
Class
Tiang cross (ton m)
Pada waktu tiang dibebani, tiang akan mengalami pendekatan dan tanah di
sekitarnya akan mengalami penurunan. Penurunan terjadi dalam tanah ini
disebabkan oleh berubahnya susunan tanah maupun oleh pengurangan rongga pori
atau air di dalam tanah tersebut. Beberapa metode hitungan penurunan telah
diusulkan, berikut ini akan dijelaskan penurunan tiang tunggal dan penurunan tiang
kelompok.
I = Io R k R h R μ (38)
2. Ujung tiang dukung ujung (End Bearing)
𝑄𝐼
S=𝐸𝑑
𝑠
I = Io R k R b R μ (39)
Dengan:
S = Penurunan untuk tiang tunggal (mm)
Q = Beban yang bekerja (kg)
Io = Faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat
Rk= Faktor koreksi kemudah mampatan tiang
Rh= Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah
Rb= Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung
R μ = Faktor koreksi angka poison µ=0.3
Pada Gambar (2.15), (2.16), dan (2.17) menunjukkan grafik faktor koreksi.
K adalah suatu ukuran kompressibilitas relatif dari tiang dan tanah yang dinyatakan
oleh persamaan berikut :
𝐸𝑝 .𝑅𝑎
𝐾= (40)
𝐸𝑠
𝐴𝑝
𝑅𝑎 = 1 (41)
𝜋𝑑2
4
Qwp Cp
Se(2) = (44)
D.qp
Qws Cs
Se(3) = (45)
𝐿.qp
Dimana :
Qwp = Daya dukung yang bekerja pada ujung tiang dikurangi daya
Dukung friction (kN)
Qws = Daya dukung friction (kN)
Ap = Luas penampang tiang pancang (m2)
L = Panjang tiang pancang (m)
Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang (kN/ m2)
ξ = Koefisien dari skin friction
D = Diameter tiang (m)
qp = Daya dukung ultimit (kN)
Cp = Koefisien empiris
Cs = Konstanta empiris
Cs = (0,93 + 0,16 √L/d) . Cp) (46)
Nilai ξ tergantung dari unit tahanan friksi alami (the nature of unit friction
resistance)di sepanjang tiang terpancang di dalam tanah. Nilai ξ= 0,5 untuk bentuk
unit tahanan fiksi alaminya berbentuk seragam atau simetris, seperti persegi
panjang atau parabolik seragam, umumnya pada tanah lempung atau lanau.
Sedangkan untuk tanah pasir nilai ξ= 0,67 untuk bentuk unit tahanan fiksi alaminya
berbentuk segitiga. Pada Gambar 2.24 akan ditunjukkan bentuk unit tahanan friksi.
2𝑞√𝐵𝑔 𝐼
Sg = (47)
𝑁60
𝑄𝑔
q=𝐿 (48)
𝑔 𝐵𝑔
Dengan :
𝐿
I = (1 − 8𝐵 ) ≥ 0.5 (49)
𝑔
Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka kapasitas ultimit tiang dibagi
dengan faktor aman tertentu. Tabel 2.15 menunjukkan faktor keamanan yang
disarankan oleh Reese dan O’Neill.
Tabel 2.15 Faktor aman yang disarankan oleh(Reese dan O’Neill, 1989)
Faktor aman
Klasifikasi
struktur Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol sangat
baik normal jelek jelek
Monumental 2,3 3 3,5 4
Permanen 3 2,5 2,8 3,4
Sementara 1,4 2,0 2,3 2,8
1. Axysimteris
Pemodelan axysimetris digunakan untuk struktur yang simetris.
Elemen
Pemilihan elemen dapat dilakukan dengan memilih elemen dengan 15 buah
titik nodal atau dengan 6 buah titik nodal. Elemen 15 titik nodal berguna
untuk menghasilkan perhitungan yang akurat. Sedangkan, elemen dengan 6
titik nodal dapat dipilih untuk melakukan proses perhitungan yang singkat.
Titik Nodal
Dalam program ini pilihan titik nodal ada dua yaitu 15 titik nodal dan 6 titik
nodal.
Titik tegangan
Titik tegangan adalah titik integrasi Gauss yang digunakan untuk
menghitung tegangan dan regangan. Sebuah elemen 15 titik nodal memiliki 12 buah
titik tegangan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.25-a sedangkan elemen 6 titik
nodal memiliki 3 buah titik tegangan seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.25-b.
Di dalam program metode elemen hingga ini ada beberapa jenis pemodelan
tanah seperti linear elastic, soft soil model, hardening soil model , dll. salah satu
diantaranya adalah pemodelan Mohr-Coulomb.
1. Model tanah Mohr-Coulomb
Pemodelan Mohr-Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah bersifat
plastis sempurna (Linear Elastic Perfectl Plastic Model), dengan menetapkan
suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi
dipengaruhi oleh regangan. Input parameter meliputi 5 (lima) buah parameter
yaitu :
Modulus young (E), rasio poisson (υ) yang memodelkan
keelastisitasan tanah
Kohesi (c), sudut geser (ø) memodelkan perilaku plastis dari tanah
Sudut dilantasi (ψ) memodelkan perilaku dilantansi tanah
Pada pemodelan Mohr-Coulumb umumnya dianggap bahwa nilai E
konstan untuk suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika diinginkan
adanya peningkatan nilai E perkedalaman tertentu disediakan input tambahan
dalam program Plaxis. Selain 5 (lima) parameter di atas, kondisi tanah awal
memiliki peran penting dalam masalah deformasi tanah.Nilai rasio Poisson (υ)
dalam pemodelan Mohr-Coulomb didapat dari hubungannya dengan koefisien
tekanan.
υ 𝜎ℎ
Dimana : 1−υ = (51)
𝜎𝑣
Secara umum nilai υ bervariasi dari 0,3 sampai 0,4 namun untuk kasus-
kasus penggalian (unloading) nilai υ yang lebih kecil masih realistis.
Nilai kohesi c dan sudut geser ø diperoleh dari uji Geser Triaxial, atau
diperoleh dari hubungan empiris berdasarkan data uji Lapangan. Sementara
sudut dilantasi (ψ) digunakan untuk memodelkan regangan volumetrik plastik
yang bernilai positif. Pada tanah lempung, umumnya tidak terjadi dilantasi (ψ =
0), sementara pada tanah pasir dilantasi tergantung dari kerapatan dan sudut
geser (ø) dimana ψ = ø-30°. Jika ø < 30° maka ψ = 0. Sudut dilantasi (ψ) bernilai
negatif hanya bersifat realistis jika diaplikasikan pada pasir lepas.
1. Tanah
Model tanah yang dipilih yaitu model Mohr-Coulomb, dimana
perilaku tanah dianggap elastis dengan parameter yang dibutuhkan yaitu :
a. Modulus elastisitas, E (stiffness modulus).
b. Poisson’s ratio (μ) diambil 0,2 – 0,4.
c. Sudut geser dalam (ø) didapat dari hasil pengujian laboratorium.
d. Kohesi (c) di dapat dari hasil pengujian laboratorium.
e. Sudut dilantansi (Ψ) diasumsikan sama dengan nol.
f. Berat isi tanah γ (kN/m3) didapat dari hasil pengujian laboratorium.
a. Modulus young (E)
Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanah
granular maka beberapa pengujian lapangan (in situ test) telah dikerjakan
untuk mengestimasi nilai modulus elastisitas tanah. Terdapat beberapa
usulan nilai Es yang diberikan oleh peneliti, diantaranya pengujian Sondir
yang dilakukan oleh DeBeer (1965) dan Webb (1970) memberikan korelasi
antara tahanan kerucut qc dan Es sebagai berikut :
Es = 2.qc (dalam satuan kg/cm) (52)
Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai SPT, sebagai berikut :
Tabel 2.18 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah pasir
(Schmertman, 1970)
Shear
Penetration Friction Poisson Cone Relatief Young’s
Subsurface modulus
resistance angle Ø ratio penetratio density modulus
condition range G
range (N) (deg) (μ) n qc=4N Dr (%) range Es (psi)
(psi)
Very loose 0-4 28 0,45 0-16 0-15 0-440 0-160
Loose 4-10 28-30 0,4 16-40 15-35 440-1100 160-390
390-
Medium 10-30 30-36 0,35 40-120 35-65 1100-3300
1200
1200-
Dense 30-50 36-41 0,3 120-100 65-85 3300-5500
1990
1990-
Very dense 50-100 41-45 0,2 200-400 85-100 5500-11000
3900
Lokasi proyek
Pada penelitian ini, titik yang ditinjau oleh penulis adalah titik bore hole I.
Dari data hasil pengujian SPT (Standard Penetration Test) dapat diketahui
Dalam proyek ini digunakan pondasi tiang pancang dengan spesifikasi se-
bagai berikut :
c. Data kalendering
tercapainya tujuan penulisan Tugas Akhir ini maka penulis melakukan tahapan-
a. Tahap pertama
b. Tahap kedua
c. Tahap ketiga
Melakukan analisa antara data yang diperoleh dari lapangan dengan buku
dan jenis literatur lainnya yang berhubungan dengan penulisan Tugas Akhir
ini.
d. Tahap keempat
dukung ultimit dan penurunan elastis tiang pancang tunggal dan kelompok
secara analitis pada Bore Hole I dari data hasil SPT dan Kalendering pada
Setelah itu penulis juga melakukan perhitungan nilai daya dukung ultimit dan
Berikut ini adalah diagram alir penelitian ini dapat di lihat pada Gambar 3.4 :
Mulai
Perumusan masalah
Studi literatur
Data Penyelidikan Lapangan:
- Bore Hole
Pengumpulan data sekunder - SPT
- Kalendering
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.4 Diagram alir penelitian
Li :2m
Daya dukung ujung dan daya dukung selimut tiang pancang dari Persamaan
(1) dan (2) adalah :
𝐿𝑖
Qp = 40 x Nb x Ap x ≤ 400 N
𝑆
2
= 40 x 42 x 0,0625 m2 x
0,28
= 756,67 kN (1)
Qs = 2 x N- SPT x P x Li
= 370,67 kN (2)
b. Daya dukung ultimit pondasi tiang pancang pada tanah kohesif (Lempung)
contoh perhitungan diambil dari kedalaman 2 m, BH-I :
Jenis tanah : Lempung berpasir
N-SPT :8
2
cu = N-spt x 3 x 10
= 30 kN (4)
Maka, daya dukung selimut tiang pancang dari Persaman (5) adalah :
Dari Persamaan (7), (8), dan (9) maka daya dukung ultimitnya adalah :
a) Metode Hiley
2Wr X H Wr+e2 X Wp
Qu = X
S+0(k) Wr+Wp
Karena keterbatasan data, maka sebagian parameter tanah seperti sudut geser dalam
(ø), dan kohesi (c).
(a) (b)
Gambar 4.3 Input data Material Set; (a) Data lapisan tanah(b) Data tiang pancang
Pada gambar data tiang pancang dapat kita lihat bahwa nilai dimensi tiang yang
dicantumkan yaitu sebesar 0,625 m.
7. Kemudian klik generate mesh untuk membagi-bagi elemen menjadi
beberapa bagian yang beraturan sehingga mempermudah dalam
perhitungan lalu klik .update
Kemudian klik tombolinitial conditions untuk memodelkan muka air tanah. Klik
pada tombol phreatic level untuk menggambarkan kedalaman muka air tanah.
11. Setelah perhitungan telah selesai, akan diperoleh nilai ΣMsf dari kotak
dialog Phi/c reduction seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 dan 4.9.
Nilai Σ Msf pada fase 4 (setelah konsolidasi) sebesar 9,1831 Qu titik Bore Hole I
adalah :
Qu = Σ Msf x (200 ) kN
= 9,1831 x 200 kN
= 1836,62kN
= 183,66 Ton
=285 kNm
= 0,000512 m4 (15)
Dari Persamaan (11) maka faktor kekakuan untuk modulus tanah granular:
1⁄
EI 5
T = (𝑛 )
ℎ
= 1,076 m (11)
L≥4T
6 m ≥ 4,30 m
2My
Hu= Hu
𝑒+0,54 √
γdKp
2 (285)
Hu =
Hu
0 + 0,54 √
20(0,28)(2,475)
76,29
147,39
Hu
76,29 = K 3
p ×γ×d
Tabel 4.3 Hasil yang diperoleh secara analitis tidak jauh berbeda dengan cara
grafis.
Bore Hole I
Metode perhitungan
𝐻𝑢𝑙𝑡𝑖𝑚𝑖𝑡 (ton) 𝐻𝑖𝑗𝑖𝑛 (ton)
Secara analitis (ton) 23,98 9,59
Secara grafis (ton) 23,60 9,44
Dimana:
Dari Persamaan (53), besar modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (Es)
adalah :
𝐸𝑏 = 10 × 67,08
𝐸𝑝 = 33234,02 MPa
𝑑𝑏 28
Untuk = 28 = 1
𝑑
𝐿 600
Untuk 𝑑 = = 21,42
28
𝐿 𝑑𝑏
𝐼𝑜 = 0,078 (untuk 𝑑 = 21,42dan = 1)
𝑑
𝐿
𝑅𝑘 = 1,37 (untuk 𝑑 = 21,42 dan K = 500,39)
𝐿 ℎ
𝑅ℎ = 0,72 (untuk 𝑑 = 21,42 dan 𝐿 = 1,5)
Berdasarkan Persamaan (38) dan (37), maka tiang apung atau tiang
friksi :
I = Io R k R h R μ (38)
= 0,335cm = 3,35mm
D = 0,25 m
Qp = 2269,33
(Qwp + ξQws ). L
Se(1) =
A p Ep
= 0,0029m
= 2,90 mm (43)
756,67 x 0,02
Se(2) =
0,28 x 2269,33
= 0,01381m
= 13,81 mm (44)
Qws Cs
Se(3) =
L. q p
370,67 x 0,05
Se(3) =
6 x 2269,33
= 0,001361m
= 1,36 mm (45)
4.5 Diskusi
Dari Gambar 4.13 dan 4.14 dapat dilihat nilai Safety Factor (ΣMsf)
sebelum konsolidasi dan setelah konsolidasi.Nilai Safety Factor setelah konsolidasi
lebih besar dibandingkan dengan sebelum konsolidasi.
Daya dukung setelah konsolidasi lebih besar dibandingkan pada saat pemancangan.
Lapisan pada pemodelan ini cenderung sama, karena didominasi oleh pasir.
(a) (b)
Gambar 4.13 Nilai tekanan air pori aktif; (a) Sebelum konsolidasi
(b) Setelah konsolidasi
Pada Gambar 4.13 kita dapat melihat bahwa tekanan air pori aktif tanah pada saat
sebelum dan setelah proses konsolidasi adalah sama. Hal ini disebabkan karena
jenis tanah yaitu jenis tanah pasir dimana pada pasir hampir tidak mengalami proses
pemampatan sehingga ukuran rongga antara butiran tanah tetap, baik sebelum
maupun setelah proses konsolidasi. Maka dapat dikatakan bahwa nilai tekanan air
pori tanah akan tetap sama.
4.5.7 Hasil perhitungan kapasitas daya dukung ultimit lateral tiang Pancang
dengan metode Broms
Maka dapat di ktakan hasil penurunan tiang pancang di katakan aman ( < 25 )
5.1. Kesimpulan
1. Hasil daya dukung ultimit aksial tiang pancang tunggal dari data SPT
(Standard Penetration Test), kalendering, dan dengan metode elemen
hingga pada penelitian ini tidak berbeda jauh dan dapat dijadikan untuk
perencanaan.
2. Penurunan tiang pancang yang digunakan untuk perencanaan, sebaiknya
diambil hasil penurunan dari metode elemen hingga karena merupakan nilai
penurunan terbesar.
3. Waktu konsolidasi dari program Plaxis tidak dapat mewakili waktu
konsolidasi sebenarnya sesuai test konsolidasi di laboratorium
Jakarta : Erlangga
Bowles, J. E., 1991, Analisis dan Desain Pondasi, Edisi Keempat jilid 1, Jakarta :
Erlangga
Bowles, J. E., 1993, Analisis dan Desain Pondasi, Edisi Keempat jilid 2, Jakarta :
Erlangga
Liong, G. T., 2012, Dasar Teori Metoda Elemen Hingga Dalam Geoteknik, Jakarta
Terzaghi, K., dan Peck., 1987, Mekanika Tanah dalam Praktik Rekayasa, Edisi
Poulos, H. G., dan Davis, E.H., 1980 Pile Foundation Analysis and Design,
Sardjono, H. S., 1998, Pondasi Tiang Pancang Jilid 1, Surabaya : Sinar Wijaya
Sardjono, H. S., 1991, Pondasi Tiang Pancang Jilid 2, Surabaya : Sinar Wijaya
Marpaung, D. A.,2012. Analisis Daya Dukung Sistem Pondasi Kelompok Tiang Tekan
Hidrolis (Studi Kasus pada Proyek Pembangunan ITC Polonia Medan). Jurnal
Teknik Sipil USU, 1(2).
Gaaver, K. E.,2013. Uplift capacity of single piles and pile groups embedded in
cohesionless soil. Alexandria Engineering Journal, 52(3), 365-372
Thounaojam, S., and Pabrin, S.,2014. Prediction of Bearing Capacity of Bored Cast- In
Situ Pile. Assam, India: IOSR Journal of Mechanical and Civil Engineering (IOSR-
JMCE), e-ISSN:2278-1684, p-ISSN: 2320-334X. PP 01-06