Anda di halaman 1dari 119

TUGAS AKHIR

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN


PERKUATAN GEOTEKSTIL
(STUDI KASUS: BANTARAN SUNGAI CODE,
KECAMATAN JETIS, DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA)
ANALYSIS OF SLOPE STABILITY WITH GEOTEXTILE
REINFORCEMENT
(CASE STUDY: CODE RIVERBANK, DISTRICT JETIS,
SPECIAL REGION OF YOGYAKARTA)

Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Derajat Sarjana Strata Satu (S1) Teknik Sipil

Radhitya Pradhana
13511051

PRODI STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2018
TUGAS AKHIR

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN


PERKUATAN GEOTEKSTIL
(STUDI KASUS: BANTARAN SUNGAI CODE,
KECAMATAN JETIS, DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA)
ANALYSIS OF SLOPE STABILITY WITH GEOTEXTILE
REINFORCEMENT
(CASE STUDY: CODE RIVERBANK, DISTRICT JETIS,
SPECIAL REGION OF YOGYAKARTA)

Disusun oleh

Radhitya Pradhana
13511051
Telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh derajat Sarjana Teknik Sipil

Diuji pada tanggal 04 Mei 2018

Oleh Dewan Penguji

ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa laporan Tugas Akhir yang


saya susun sebagai syarat untuk penyelesaian program Sarjana di Program Studi
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia
merupakan hasil karya saya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu dalam
penulisan laporan Tugas Akhir yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah
dituliskan dalam sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika
penulisan karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau
sebagian laporan Tugas Akhir ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya
plagiasi dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi, termasuk
pencabutan gelar akademik yang saya sandang sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku.

Yogyakarta, Januari 2018


Yang membuat pernyataan,

Radhitya Pradhana
13511051

iii
“Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna) kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mendapat hikmah itu
sesungguhnya ia telah mendapat kebajikan yang banyak. Dan
tiadalah yang menerima peringatan melainkan orang-orang yang
berakal”.
(Q.S. Al-Baqarah: 269)

“Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah


menjadikan kemudahan dalam urusannya”.
(Q.S. At-Talaq: 4)

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apapun,


niscaya dia akan melihat(balasan)-Nya”.
(Q.S. Al-Zalzalah: 7)

This research paper is dedicated to my beloved


parents, brother, sister, and friends.
Thank you for always supporting me.

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam
selalu dilimpahkan kepada junjungan Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, serta
pengikut beliau hingga yaumul akhir.
Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat akademik dalam
menyelesaikan studi tingkat Strata Satu (S1) di Prodi Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Dalam
penyusunan Tugas Akhir ini, banyak hambatan yang dihadapi penulis. Tetapi
berkat saran, dorongan serta semangat dari berbagai pihak, alhamdulillah Tugas
Akhir ini dapat diselesaikan. Berkaitan dengan hal tersebut penulis mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Muhammad Rifqi Abdurrozak S.T., M.Eng. selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan selama
mengerjakan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Akhmad Marzuko, Ir., M.T., dan Ibu Hanindya Kusuma Artati, S.T.,
M.T. selaku dosen penguji.
3. Ibu Miftahul Fauziah S.T., M.T., Ph.D. selaku Ketua Prodi Teknik Sipil,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.
4. Bapak Albani Musyafa’, S.T., M.T., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang selalu membimbing serta memberikan banyak masukan dan
motivasi selama masa kuliah.
5. Seluruh dosen, pengajar, laboran, asisten, serta staff dan karyawan Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia yang telah
memberikan banyak ilmu serta memfasilitasi penulis selama masa kuliah.
6. Bapak dan Ibu penulis, Bapak Harjono dan Ibu Hesti Sri Indarti, yang selalu
memberikan doa, dukungan, serta semangat tiada henti hingga selesainya

v
Tugas Akhir ini. Terima kasih atas semua kasih sayang, doa, dan kesabaran
dalam mendidik dan membesarkan penulis hingga sekarang.
7. Adik penulis, Rachmad Wisnu Riyadi, Raechan Anung Setyastomo, dan
Raisandhi Dian Amalia yang selalu memberikan dukungan selama ini.
8. Handi Muhammad, Febri Dwi Cahya, Wahyu Hadi Setiawan, Loga
Mauludvi, Rizaldi Herdiyanto, Agung Budi Haryata, Nugroho Indra Wibowo,
Taufiq Adin, Halim Indra K., dan teman-teman kontrakan “Rengasdengklok”
yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Teman dekat penulis, Riandhika Yossy Kartika. Terima kasih untuk setiap
hiburan dan dukungannya sehingga penulis bersemangat dalam mengerjakan
Tugas Akhir ini.
10. Saudara-saudara Teknik Sipil 2013 “13rothers” yang telah menjadi rekan dan
saudara selama menjalani masa kuliah.
11. Teman-teman KKN Unit KL-004, Huda, Dimas, Nabil, Ilham, Ponti, Kiki,
dan Ummu. Terima kasih untuk doa dan dukungannya.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhirnya penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, April 2018


Penulis,

Radhitya Pradhana
13511051

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii
DEDIKASI iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xiv
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xv
ABSTRAK xviii
ABSTRACT xix
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Batasan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Tinjauan Umum 5
2.2 Lereng 5
2.3 Analisis Stabilitas Lereng 6
2.4 Geotekstil 8
2.5 Analisis Stabilitas Lereng dengan Perkuatan Geotekstil 9
2.6 Pengaruh Gempa Terhadap Stabilitas Lereng 11
2.7 Pengaruh Muka Air Tanah Terhadap Stabilitas Lereng 12
2.8 Program Geoslope Untuk Analisis Stabilitas Lereng 13

vii
2.9 Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang
15
Akan dilakukan
BAB III LANDASAN TEORI 23
3.1 Klasifikasi Bencana Longsor 23
3.1.1 Klasifikasi Tanah Longsor 23
3.1.2 Ciri-Ciri Gerakan Tanah 27
3.1.3 Penyebab Kerusakan Lereng 28
3.2 Stabilitas Lereng 31
3.2.1 Pendahuluan 31
3.2.2 Teori Analisis Stabilitas Lereng 32
3.2.3 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Bidang Longsor
Berbentuk Lingkaran 33
3.2.4 Analisis Stabilitas Lereng Fellenius Sliced Method 34
3.3 Geotekstil 37
3.3.1 Pendahuluan 37
3.3.2 Geotekstil Untuk Perkuatan Lereng 38
3.3.3 Perancangan Perkuatan Lereng 40
3.3.4 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil (Fellenius Sliced Method) 42
3.4 Pemetaan Pada Lereng 48
3.4.1 Tahapan Awal 48
3.4.2 Profil Memanjang dan Melintang 50
3.5 Program Geoslope 52
BAB IV METODE PENELITIAN 55
4.1 Objek Penelitian 55
4.2 Lokasi Penelitian 55
4.3 Tahap Pengumpulan Data 55
4.3.1 Data Primer 55
4.3.2 Data Sekunder 56
4.4 Tahap Analisis Data 59
4.4.1 Analisis Stabilitas Lereng Sebelum Longsor 59

viii
4.4.2 Analisis Stabilitas Lereng Kondisi Eksisting 60
4.4.3 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan 60
4.5 Diagram Alir Penelitian 62
BAB V DATA, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN 64
5.1 Analisis Data dan Pengukuran Lereng 64
5.2 Analisis Stabilitas Lereng Menggunakan Program Geoslope 68
5.2.1 Analisis Stabilitas Lereng Sebelum Longsor 69
5.2.2 Analisis Stabilitas Lereng Kondisi Eksisting 73
5.2.3 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan 77
Geotekstil
5.3 Pembahasan 89
5.3.1 Perbandingan Hasil Analisis Stabilitas Lereng
Sebelum Longsor, Lereng Kondisi Eksisting, dan
Lereng Dengan Perkuatan Geotekstil 89
5.3.2 Analisis Stabilitas Lereng Perkuatan Geotekstil
Dengan Gabungan Variasi 90
5.3.3 Permasalahan Pada Penggunaan Geotekstil 91
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 93
6.1 Kesimpulan 93
6.2 Saran 94
DAFTAR PUSTAKA 95
LAMPIRAN 97

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Sekarang 16


Tabel 3.1 Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng Dan Intensitas
Longsor 37
Tabel 3.2 Sifat-Sifat Polymer Bahan Dasar Pembentuk Geotekstil 38
Tabel 3.3 Contoh Pembuatan Daftar Untuk Mencatat Pengukuran 51
Tabel 4.1 Klasifikasi Lapisan Tanah Dan Nilai SPT Lokasi 2 (BD 2) 57
Tabel 4.2 Hasil Korelasi Pasir Dengan Nilai SPT 57
Tabel 4.3 Data Material Tanah 58
Tabel 5.1 Data Pengukuran Dari Hasil Survey Pemetaan Lereng 65
Tabel 5.2 Perhitungan Keseluruhan Preq 80
Tabel 5.3 Rekapitulasi Hasil Analisis Stabilitas Lereng 88

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tebing Longsor Di Desa Gondolayu, Kali Code, D.I


Yogyakarta 2
Gambar 2.1 Sketsa Gaya Yang Bekerja Pada (τ dan s) Pada Satu
Sayatan 7
Gambar 2.2 Perlawanan Perkuatan Tanah Terhadap Gaya-Gaya Yang
Meruntuhkan 9
Gambar 2.3 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Pengaruh Gempa 11
Gambar 3.1 Gerakan Jenis Tanah Runtuhan 24
Gambar 3.2 Gerakan Jenis Tanah Longsoran 24
Gambar 3.3 Gerakan Jenis Tanah Rotasi 25
Gambar 3.4 Gerakan Jenis Tanah Longsoran Rotasi 26
Gambar 3.5 Gerakan Jenis Tanah Penyebaran Lateral 26
Gambar 3.6 Gerakan Jenis Tanah Longsoran Jenis Aliran 27
Gambar 3.7 Bentuk-Bentuk Bidang Longsor Pada Lereng 34
Gambar 3.8 Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Irisan 35
Gambar 3.9 Tipe-Tipe Peletakan Geotekstil Untuk Memperkuat Lereng
Timbunan 39
Gambar 3.10 Aplikasi Lereng Tanah Bertulang 40
Gambar 3.11 Keruntuhan Intern, Ekstern, Dan Komposit 41
Gambar 3.12 Analisa Stabilitas Lereng Tanah Bertulang 42
Gambar 3.13 Analisa Stabilitas Lereng Dengan Tulangan Geotekstil Pada
Kondisi Undrained 44
Gambar 3.14 Grafik Penentuan Nilai K 45
Gambar 3.15 Grafik Penentuan Nilai L/H’ 47
Gambar 3.16 Theodolite 48
Gambar 3.17 Pembacaan Benang Pada Rambu 49
Gambar 3.18 Garis-Garis Tinggi Yang Membentuk Sebuah Kontur 52

xi
Gambar 4.1 Peta Lokasi 55
Gambar 4.2 Peta Zonasi Gempa Indonesia 59
Gambar 4.3 Diagram Alir Penelitian 62
Gambar 5.1 Kontur Lereng Kali Code 67
Gambar 5.2 Tampak Melintang (Cross Section) Lereng 68
Gambar 5.3 Geometri Lereng Sebelum Longsor 69
Gambar 5.4 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor
Variasi Beban Vertikal 1 70
Gambar 5.5 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor
Variasi Beban Vertikal 2 70
Gambar 5.6 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor
Variasi Muka Air 1 71
Gambar 5.7 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor
Variasi Muka Air 2 71
Gambar 5.8 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor
Akibat Gempa 72
Gambar 5.9 Geometri Lereng Kondisi Eksisting 73
Gambar 5.10 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting
Variasi Beban Vertikal 1 74
Gambar 5.11 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting
Variasi Beban Vertikal 2 74
Gambar 5.12 Hasil Analisa Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting
Variasi Muka Air 1 75
Gambar 5.13 Hasil Analisa Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting
Variasi Muka Air 2 76
Gambar 5.14 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting
Akibat Gempa 77
Gambar 5.15 Geometri Lereng Yang Akan Diperkuat 78
Gambar 5.16 Analisis Stabilitas Lereng Yang Akan Diperkuat 79
Gambar 5.17 Grafik Hasil Penentuan Nilai Kreq 79
Gambar 5.18 Grafik Hasil Penentuan Nilai L/H’ 82

xii
Gambar 5.19 Geometri Lereng Dengan Perkuatan Geotekstil 83
Gambar 5.20 Hasil Analisis Kelongsoran Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil Variasi Beban Vertikal 1 84
Gambar 5.21 Hasil Analisis Kelongsoran Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil Variasi Beban Vertikal 2 85
Gambar 5.22 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil Variasi Muka Air 1 86
Gambar 5.23 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil Variasi Muka Air 2 86
Gambar 5.24 Hasil Analisis Kelongsoran Dengan Perkuatan Geotekstil
Pada Lereng Akibat Gempa 87
Gambar 5.25 Grafik Perbandingan Faktor Keamanan Lereng 89
Gambar 5.26 Hasil Analisis Stabilitas Lereng Perkuatan Geotekstil
Dengan Gabungan Variasi 90
Gambar 5.27 Hasil Analisis Lereng Secara Keseluruhan 91
Gambar 5.28 Hasil Analisis Lereng Secara Keseluruhan Setelah
Perencanaan Ulang 92

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Penyelidikan Tanah Lokasi 2 (BD 2) Kali Code


Lampiran 2 Data Geotekstil

xiv
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

DAS = Daerah Aliran Sungai


LEM = Limit Equilibrium Method
FEM = Finite Element Method
SF = Safety Factor (Faktor Aman)
Sv = Jarak vertikal antar geotekstil (m)
MAT = Muka Air Tanah
W = Berat (t)
kh = Koefisien Rata-Rata Percepatan Horizontal
GLE = General Limit Equilibrium
τ = Tahanan Geser Maksimum
τd = Tahanan Geser Yang Ditimbulkan Akibat Gaya Berat Tanah
Yang Akan Longsor
c = Kohesi (kN/m2)
σ = Tegangan Normal
ɸ = Sudut Gesek Dalam Tanah (˚)
cd = Kohesi Yang Terjadi
Xr = Gaya Geser
Er = Gaya Normal Efektif
Ti = Resultan Gaya Normal Efektif
Ni = Resultan Gaya Normal Efektif Yang Bekerja Disepanjang Dasar
Irisan
ƩMd = Jumlah Momen Dari Berat Massa Tanah Yang Longsor
ƩMr = Jumlah Momen Dari Tahanan Geser Sepanjang Bidang Longsor
R = Jari-Jari Lingkaran Bidang Longsor (m)
Wi = Berat Massa Tanah Irisan Ke-i (kN)
Ɵi = Sudut Yang Didefinsikan (˚)
αi = Panjang Lengkung Lingkaran Pada Irisan Ke-i (m)

xv
ui = Tekanan Air Pori Pada Irisan Ke-i (kN/m2)
SFU = Faktor Aman Lereng Tak Bertulang
SFR = Faktor Aman Lereng Bertulang
Mr = Momen Menahan
Md = Momen Menggerakan
Ts = Jumlah Gaya Tarik Per Meter Lebar Tulangan Yang Tersedia
Untuk Seluruh Lapisan Tulangan
y = Lengan Momen Gaya Tarik Tulangan Terhadap Pusat Lingkaran
Longsor O
X = Lengan Momen Ke Pusat Berat Massa Tanah Yang Longsor (m)
cu = Kohesi Undrained (kN/m2)
ɸ’f = Nilai Sudut Gesek Dalam Tanah Urug Terfaktor (˚)
σh = Tekanan Horizontal (t/m2)
K = Nilai Koefisien Tekanan Tanah Lateral
L = Panjang (m)
Preq = Kuat Tarik Tulangan Yang Terjadi (t/m2)
Pu = Kuat Tarik Tulangan Geotekstil (t/m)
ƩV = Gaya Vertikal
Lo = Panjang Geotekstil Overlapping (m)
LB = Panjang Penjangkaran Dibawah Lereng (m)
LT = Panjang Penjangkaran Diatas Lereng (m)
H = Tinggi Lereng (m)
Hi = Tinggi Zona Ke-i (m)
q = Beban Merata (t/m2)
ɣ = Berat Volume Tanah (t/m3)
Zi = Tinggi Zona Ke-i (m)
D = Jarak Antar Alat Ke Rambu Ukur (m)
ΔH = Beda Tinggi (m)
A = Konstanta Alat
Ba = Pembacaan Benang Atas Rambu Ukur
Bb = Pembacaan Benang Bawah Rambu Ukur

xvi
Bt = Pembacaan Benang Tengah Rambu Ukur
Sv = Sudut Vertikal (˚)
H = Heling (90˚ - Sv)
Ta = Tinggi Alat (m)
BM = Bench Mark
SPT = Standart Penetration Test
DCPT = Dynamic Cone Penetrometer Test

xvii
ABSTRAK

Lereng yang berada dibantaran sungai cenderung mengalami gerusan akibat aliran air
sungai yang menyebabkan terjadinya longsoran. Diperlukannya perkuatan lereng agar dapat
meminimalisir terjadinya longsoran pada lereng bantaran sungai, salah satunya dengan perkuatan
geotekstil. Geotekstil sering digunakan dalam perkuatan lereng maupun yang lainnya seperti jalan
raya. Keunggulan dari geotekstil ini mudah dalam pelaksanaannya, dan dapat meningkatkan
stabilitas lereng secara efektif. Sebelum dilakukannya perkuatan geotekstil, perlu adanya analisis
stabilitas lereng untuk mengetahui faktor aman dari lereng tersebut.
Analisis stabilitas lereng dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan program
komputer seperti Geoslope. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor keamanan (SF)
lereng sebelum longsor, lereng kondisi eksisting, dan lereng dengan perkuatan geotekstil
menggunakan program Geoslope. Masing-masing tinjauan menggunakan dua variasi beban
vertikal (10 kN/m3 dan 20 kN/m3), dua variasi muka air tanah (-19 m dan -16 m), dan gempa.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh faktor keamanan (SF) lereng sebelum longsor
variasi beban vertikal 1 (10 kN/m3) sebesar 1,055, variasi beban vertikal 2 (20 kN/m3) sebesar
1,040, variasi muka air tanah 1 (-19 m) sebesar 1,039, variasi muka air tanah 2 (-16 m) sebesar
0,981, dan gempa sebesar 0,861. Lereng kondisi eksisting diperoleh faktor keamanan (SF) variasi
beban vertikal 1 (10 kN/m3) sebesar 1,070, variasi beban vertikal 2 (20 kN/m3) sebesar 1,044,
variasi muka air tanah 1 (-19 m) sebesar 1,053, variasi muka air tanah 2 (-16 m) sebesar 0,952, dan
gempa sebesar 0,832. Sedangkan untuk lereng dengan perkuatan geotekstil diperoleh faktor
keamanan (SF) variasi beban vertikal 1 (10 kN/m3) sebesar 1,662, variasi beban vertikal 2 (20
kN/m3) sebesar 1,653, variasi muka air tanah 1 (-19 m) sebesar 1,623, variasi muka air tanah 2 (-
16 m) sebesar 1,567, dan gempa sebesar 1,252. Dari perencanaan lereng dengan perkuatan
geotekstil, faktor aman (SF) ≥ 1,25 yang berarti lereng stabil dan longsoran jarang terjadi.
Kata kunci: stabilitas lereng, geotekstil, Geoslope.

xviii
xix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fenomena kerusakan-kerusakan tebing di Indonesia pada umumnya terjadi
di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS). Kerusakan-kerusakan ini biasanya
disebabkan oleh derasnya aliran arus sungai yang sedikit demi sedikit mengikis
tebing di kiri dan kanan sungai sehingga dapat menyebabkan terjadinya erosi pada
awalnya dan apabila dibiarkan akan menyebabkan terjadinya keruntuhan tebing
sungai tersebut. Hal ini diperparah dengan perilaku masyarakat di Indonesia yang
masih sering membangun bangunan rumah atau prasarana pemukiman di kiri dan
kanan tebing daerah aliran sungai, sehingga apabila banjir terjadi akan
menyebabkan rumah-rumah mereka rawan mengalami kerusakan dan keruntuhan
akibat tebing-tebing sungai yang mulai tererosi dan kehilangan kekuatan dan
kestabilannya.
Pemakaian perkuatan tanah kiranya sangat cocok untuk digunakan pada
lereng dan timbunan untuk pemakaian pada jalan raya, umumnya dengan
perkuatan tanah akan mempermudah area yang lebih sedikit mengganggu lalu
lintas dibanding metode konvensional yang lainnya.
Di Kali Code, tepatnya di Kampung Gondolayu, Kecamatan Jetis, Kabupaten
Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat tebing yang longsor.
Banyaknya rumah dan pertokoan yang berdiri diatas tebing bantaran Kali Code
menjadikan daerah ini sangat rawan terhadap longsor. Kerusakan tebing yang
terjadi di Kali Code disebabkan karena sifat tanah dari pada tebing itu sendiri
termasuk jenis tanah yang tidak stabil, mudah tererosi, dan longsor. Lokasi
longsor dapat dilihat pada Gambar 1.1.

1
2

Lokasi

Gambar 1.1 Tebing Longsor di Desa Gondolayu, Kali Code, D.I Yogyakarta

Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan suatu usaha


perkuatan tebing baik dengan cara konvensional maupun dengan geotekstil.
Beberapa metode perkuatan yang dapat dilakukan dengan material geotekstil
adalah dengan menggelar lembaran geocell, dengan strip reinforcement dan
dengan sheet reinforcement geotextile.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan suatu kajian
analisis sistem perkuatan struktur tebing Kali Code dengan menggunakan sistem
perkuatan geotekstil. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan perangkat
lunak Geoslope, untuk mempermudah dalam menganalisis pola keruntuhan pada
lereng. Dari analisis stabilitas lereng dengan menggunakan perangkat lunak
Geoslope ini, dapat mengetahui pada bagian manakah yang berpotensi terjadinya
kelongsoran dan dapat mencegah terjadinya longsor pada lereng, dengan
merencanakan perkuatan tanah pada lereng.
3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
ditinjau dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Berapa nilai faktor keamanan (SF) lereng sebelum longsor dengan variasi
beban merata, variasi muka air tanah berdasarkan analisis menggunakan
program Geoslope?
2. Berapa nilai faktor keamanan (SF) lereng kondisi eksisting dengan variasi
beban merata, variasi muka air tanah berdasarkan analisis menggunakan
program Geoslope?
3. Berapa nilai faktor keamanan (SF) lereng dengan perkuatan geotekstil
dengan variasi beban merata, variasi muka air tanah berdasarkan analisis
menggunakan program Geoslope?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui nilai faktor keamanan (SF) lereng sebelum longsor dengan
variasi beban merata, variasi muka air tanah berdasarkan analisis
menggunakan program Geoslope.
2. Mengetahui nilai faktor keamanan (SF) lereng kondisi eksisting dengan
variasi beban merata, variasi muka air tanah berdasarkan analisis
menggunakan program Geoslope.
3. Mengetahui nilai faktor keamanan (SF) lereng dengan perkuatan geotekstil
dengan variasi beban merata, variasi muka air tanah berdasarkan analisis
menggunakan program Geoslope.

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penelitian dilakukan di Bantaran Sungai Code, Kampung Gondolayu,
Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, D.I. Yogyakarta.
2. Penelitian ini hanya sebatas menganalisis masalah stabilitas lereng dan
bidang longsornya.
4

3. Penelitian yang dilakukan tidak mencakup detail Gambar, proses dan


metode pelaksanaan konstruksi.
4. Penelitian ini dianalisis menggunakan program Geoslope.
5. Penelitian ini dianalisis menggunakan data koefisien gempa Daerah
Istimewa Yogyakarta yang terdapat pada peta zonasi gempa.
6. Pada geometri lereng dengan perkuatan geotekstil digunakan sudut lereng
sebesar 60º.
7. Jenis geotekstil yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
geotekstil tipe GTW250.
8. Variasi beban vertikal yang digunakan pada penelitian ini 10 kN/m3, dan
20 kN/m3.
9. Variasi muka air tanah yang digunakan pada penelitian ini kedalaman -16
m, dan -19 m.
10. Jarak vertikal antar geotekstil pada penelitian ini diasumsikan 0,6 m untuk
zona 1, dan 0,5 m untuk zona 2.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk meminimalisir terjadinya bencana
longsor pada lereng.
2. Hasil penelitian secara ilmiah dapat dijadikan dasar acuan pada penelitian-
penelitian selanjutnya, baik penelitian di daerah bantaran Sungai Code itu
sendiri atau sungai-sungai yang ada di Kota Yogyakarta terkait stabilitas
lereng dengan perkuatan geotekstil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum


Longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,
tanah, atau material campuran tersebut, bergerak kebawah atau keluar lereng.
Proses terjadinya longsor diawali oleh air yang meresap ke dalam tanah akan
menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai ke tanah kedap air
yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin, dan tanah
pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya longsor yaitu, Gaya pendorong pada lereng
lebih besar dari gaya penahan.
Gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air,
beban, berat jenis tanah atau batuan, dan gempa. Gaya penahan dipengaruhi oleh
kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Faktor penyebab terjadinya gerakan pada
lereng juga tergantung kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur
geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng
tersebut.

2.2 Lereng
Chasanah (2012) menyatakan, lereng adalah suatu permukaan yang miring
dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horizontal. Pada tempat
dimana terdapat dua permukaan tanah yang berbeda ketinggian, maka akan ada
gaya-gaya yang mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi kedudukannya
cenderung bergerak kearah bawah yang disebut dengan gaya potensial gravitasi
yang menyebabkan terjadinya longsor.
Longsoran lereng adalah pergerakan massa tanah batuan dalam arah tegak,
mendatar, atau miring dari kedudukan semula sebagai akibat ketidakmampuan

5
6

lereng menahan gaya geser yang bekerja pada batas antara massa yang
bergerak dan massa yang stabil.

2.3 Analisis Stabilitas Lereng


Lereng dapat dianalisis melalui perhitungan faktor keamanan lereng
dengan melibatkan data sifat fisik tanah, mekanika tanah, dan bentuk geometri
lereng. Secara khusus, analisis dapat dipertajam dengan melibatkan aspek fisik
lain secara regional yaitu dengan memperhatikan kondisi lingkungan tersebut
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan tanah dan merupakan
karakter perbukitan rawan longsor (Anwar dan Kesumardhana, 1991 didalam
Zakaria, 2009). Menurut Surjandari, dkk (2012), lereng adalah permukaan tanah
yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap bidang horizontal. Apabila
dijumpai dua permukaan tanah yang berbeda ketinggiannya, maka akan ada gaya-
gaya yang bekerja mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi kedudukannya
cenderung bergerak kearah bawah yang menyebabkan terjadinya longsor. Tujuan
utama stabilitas lereng adalah untuk memberikan kompetensi terhadap suatu
perencanaan konstruksi yang aman dan ekonomis. Analisis stabilitas lereng tidak
mudah karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi hasil hitungan, antara
lain: kondisi tanah yang berlapis-lapis, kuat gesertanah yang anisotropis, aliran
rembesan air dalam tanah, dan lain-lain. Analisis stabilitas lereng didasarkan pada
konsep keseimbangan batas plastis. Tujuan analisis stabilitas lereng adalah
mendapatkan faktor aman dari bidang longsor potensial. Faktor aman (SF)
didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang
menggerakan.
Azizah, dkk (2014) menyatakan kelongsoran tanah merupakan akibat
meningkatnya tegangan geser dari suatu massa tanah atau menurunnya kekuatan
geser suatu massa tanah. Kekuatan geser dari suatu massa tanah tidak mampu
memikul beban kerja yang terjadi. Gangguan terhadap stabilitas lereng dapat
disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia maupun kondisi alam. Lereng yang
tidak stabil sangat berbahaya bagi lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu analisis
stabilitas lereng sangat diperlukan.
7

Zakaria (2009) menyatakan Salah satu metode yang digunakan untuk


analisis stabilitas terhadap kelongsoran lereng yaitu Fellenius Slices Method.
Rumus perhitungan faktor keamanan lereng yang diperkenalkan untuk
mengetahui tingkat kestabilan lereng. Rumus dasar faktor keamanan lereng yang
diperkenalkan oleh Fellenius. Pada Gambar 2.1 memperlihatkan sketsa gaya yang
bekerja pada lereng.

Gambar 2.1. Sketsa Gaya Yang Bekerja (τ dan s) Pada Satu Sayatan
(Sumber: Zakaria, 2009)

Simatupang dan Iskandar (2013) menyatakan dari sekian banyak metode


analisa lereng, yang paling banyak digunakan ialah metode keseimbangan yang
umum disebut metode limit equilibrium yaitu metode fellenius, metode bishop
simplified, metode janbu simplified, metode spencer dan metode morgenstem &
8

price. Untuk melakukan perhitungan dalam penyelesaian digunakan perangkat


lunak limit equilibrium (LEM). Untuk analisa keseimbangan batas dan perangkat
lunak finite element untuk perhitungan analisa elemen hingga (FEM). Perbedaan
antara dua pendekatan analisis adalah bahwa metode LEM didasar pada
keseimbangan statis, sedangkan FEM metode memanfaatkan hubungan tegangan-
regangan.

2.4 Geotekstil
Chasanah (2012) mengutip dari Hardiyatmo (2007), Geotekstil merupakan
material yang dibuat dari bahan terbuat dari bahan tekstil polymeric bersifat lolos
air, yang dapat berbentuk bahan nir-anyam (non woven), rajutan atau anyaman
(woven) yang digunakan dalam kotak dengan tanah atau material lain dalam
aplikasi teknik sipil. Fungsi perkuatan pada geotekstil dapat diterjemahkan
sebagai fungsi tulangan, seperti istilah pada beton bertulang. Dalam pengertian
yang identik tanah hanya mempunyai kekuatan untuk menahan tekan, tapi tidak
dapat menahan tarik. Kelemahan terhadap tarik ini dapat dipengaruhi oleh
geotekstil. Material ini dapat diletakkan di bawah timbunan yang dibangun diatas
tanah lunak, dapat digunakan untuk membangun penahan tanah, dapat pula
digunakan untuk perkuatan bahan perkerasan jalan
Djawardi (2006) didalam Chasanah (2012) menyebutkan pemilihan
geotekstil dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal geotekstil terdiri dari kuat tarik geotekstil, sifat perpanjangan (creep),
struktur geotekstil, dan daya tahan terhadap faktor lingkungan, sedangkan faktor
eksternal adalah jenis bahan timbunan yang berinteraksi dengan geotekstil.
Waktu pembebanan juga mengurangi kekuatan geotekstil karena akan terjadi
degradasi pada geotekstil oleh faktor fatigue dan aging. Untuk menutupi
kekurangan tersebut, tidak seluruh kuat tarik geotekstil yang tersedia dapat
dimanfaatkan dalam perencanaan konstruksi perkuatan. Pada konstruksi lereng
dengann system perkuatan lereng, gaya yang meruntuhkan akan dilawan oleh
kemampuan geser dan tarik dari bahan perkuatan tersebut. Pada Gambar 2.3.,
tampak pengaruh geotekstil dalam memberikan kontribusi perlawanan terhadap
9

gaya yang melongsorkan cukup berperan, apabila bahan tersebut terpotong oleh
bidang longsor.

Gambar 2.2. Perlawanan Perkuatan Tanah Terhadap Gaya-Gaya Yang


Meruntuhkan
(Sumber: Chasanah, 2012)

2.5 Analisis Stabilitas Lereng dengan Perkuatan Geotekstil


Surjandari, dkk (2012) melakukan penelitian Analisis Stabiltas Lereng
Dengan Perkuatan Geotekstil yang berisi tentang mencari nilai faktor aman (SF)
pada lereng sebelum dan sesudah diberi perkuatan geotekstil dengan beberapa
variasi, menggunakan program komputer dan manual.pemodelan lereng yaitu dua
variasi kemiringan lereng (1:2 dan 1:3), dua variasi kuat tarik geotekstil (54 kN/m
dan 64 kN/m), dan dua variasi panjang geotekstil (3h dan 4h). Seluruh variasi
dibebani oleh 2 beban titik seberat 10 ton.
Azizah, dkk (2014) melakukan penelitian Penggunaan Geotekstil Pada
Lereng Sungai Gajah Putih Surakarta yang berisi tentang mencari nilai faktor
aman (SF) sebelum dan sesudah penggunaan geotekstil pada lereng sungai Gajah
Putih Surakarta. Pengaruh panjang geotekstil dan jarak vertikal antar geotekstil
(Sv) terhadap angka keamanan lereng dihitung secara manual menggunakan
metode bishop. Faktor keamanan (SF) lereng sungai Gajah Putih Surakarta
10

dihitung dalam kondisi tanpa geotekstil dan setelah perbaikan lereng dengan
geotekstil. Penelitian ini juga memperhitungkan pengaruh fluktuasi muka air
tanah (MAT), penambahan akibat beban mati dan beban mati + beban hidup.
Prasetyo (2017) melakukan penelitian Analisis Stabilitas Lereng
Bertingkat Dengan Perkuatan Geotekstil Menggunakan Metode Elemen Hingga
yang berisi tentang pemodelan stabilitas lereng dengan beberapa variasi pada
panjang geotekstil dan tebal tanah timbunan pengisi. Metode penelitian
menggunakan metode elemen hingga dengan menggunakan Plaxis 8.2.
permodelan elemen hingga yang dipilih dalam penelitian ini berupa plane strain.
Permodelan material tanah yang dipilih adalah Mohr-Coulumb. Model Mohr-
Coulumb dipilih karena model ini merupakan suatu pendekatan ordo pertama dari
perilaku tanah dan batuan. Perhitungan elemen hingga dalam penelitian ini
menggunakan perhitungan (calculation type) menggunakan plastic dan phi/c
reduction. Jenis plastic adalah jenis proses analisis yang digunakan pada model
karena dianggap apabila beban yang diberikan sudah tidak bekerja lagi, model
dianggap pada kondisi plastis, sedangkan jenis phi/c reduction digunakan untuk
analisis faktor keamanan.
Suryolelono (1993) didalam Chasanah (2012) menyatakan, Ánalisis
stabilitas lereng dengan perkuatan terdiri dari analisis stabilitas internal, stabilitas
eksternal, dan stabilitas terhadap kelongsoran lereng. Stabilitas internal terdiri dari
stabilitas terhadap putus dan cabut tulangan, yang berupa stabilitas terhadap gaya-
gaya internal yang diperhitungkan terhadap panjangdan jarak spasi antar
perkuatan. Stabilitas terhadap gaya-gaya eksternal terdiri dari kemampuan
perkuatan lereng dalam menahan gaya geser, guling, dan keruntuhan dasar
pondasi akibat kuat dukung tanah. Anggapan yang digunakan adalah perkuatan
lereng tanah merupakan satu kesatuan seperti pada konstruksi dinding penahan
tanah. Sedangkan tinjauan stabilitas terhadap kelongsoran lereng dapat digunakan
berbagai metode, salah satunya adalah metode keseimbangan batas. Dalam
tinjauan ini digunakan teori stabilitas tanpa perkuatan yang telah dibahas
sebelumnya. Apabila kuat tarik bahan geotekstil untuk perkuatan satu lapis
sebesar T (kN/m), maka besarnya angka keamanan lereng dengan perkuatan
11

geotekstil ditentukan dengan menambahkan faktor aman lereng tanpa perkuatan


dengan pengaruh tahanan momen oleh geotekstil.
Pamungkas, dkk (2015) melakukan penelitian Analisis Stabilitas Lereng
Memakai Perkuatan Geotekstil Dengan Bantuan Perangkat Lunak yang berisi
tentang peristiwa longsor yang terjadi di kabupaten Trenggalek. Lereng memiliki
ketinggian antara 8 m sampai 8,5 m dengan panjang dinding penahan 375 m dan
mengalami kelongsoran pada bagian struktur sepanjang 90 m. Dianalisa
menggunakan perangkat lunak SLOPE/W pada lereng tersebut didapatkan angka
keamanan hanya 0,660 sehingga terjadi longsor. Dilakukan desain ulang lereng
tersebut dengan menggunakan perkuatan geotekstil dengan jumlah 5 lapis,
kapasitas tarik 400 kN/m, kohesi 0 kN/m dan sudut geser terhadap tanah 38º, jarak
vertikal 1 m. Dengan analisa menggunakan SLOPE/W didapatkan angka
keamanan 1,893.

2.6 Pengaruh Gempa terhadap Stabilitas Lereng


Menurut Rekzyanti, dkk (2016), perpindahan tanah selama gempa bumi
menyebabkan momen inersia yang besar pada lereng. Pada saat lereng mengalami
pengaruh gempa dapat diasumsikan bahwa tanah tersebut akan mengalami sedikit
penurunan pada kekuatan lereng karena beban siklis. Sampai pertengahan tahun
1960, sebagian besar dari lereng dianalisis menggunakan metode pseudostatik.
Seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.4 dibawah ini.

Gambar 2.3 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Pengaruh Gempa


(Sumber: Rekzyanti, dkk. 2016)
12

Mengingat panjang lereng gaya yang bekerja pada permukaan adalah sebagai
berikut.
a. Sebuah berat wedge, W.
b. Inersia berlaku pada wedge, khW yang merupakan efek gempa bumi.
Faktor kh adalah koefisien rata-rata percepatan horizontal.
c. Menolak gaya persatuan luas (s) yang merupakan kekuatan geser tanah
bertindak sepanjang kegagalan percobaan ABC faktor keamanan
sehubungan dengan kekuatan Fs.

Kasthalisti (2007) melakukan penelitian Analisa Pengaruh Gempa


Terhadap Konstruksi Lereng Dengan Perkuatan Geotekstil Woven yang berisi
tentang kondisi lereng yang bervariasi dengan ketinggian 5,8,dan 10 m, sudut
kemiringan 60º,75º, dan 90º, dan variasi nilai kohesi berkisar antara 5-20 kN/m2 .
Pengaruh gempa dianalisis terhadap rancangan geotekstil woven sebagai
perkuatan lereng dengan beban statik, menggunakan alat bantu program Slope/w
berdasarkan metode kesetimbangan batas. Proses perancangan material perkuatan
geotekstil woven menggnakan metode Jewell.
Menurut Kasthalisti (2007), salah satu dampak gempa adalah kelongsoran
lereng. Getaran dan goncangan gempa membuat nilai kuat geser tanah berkurang
dan membuat partikel tanah melakukan pergerakan untuk menuju ke tempat yang
lebih rendah, sehingga lereng menjadi tidak stabil dan mengalami longsor. Gaya
penggerak ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah gempa.
Penggunaan material geosintetik sebagai perkuatan mulai marak digunakan
karena lebih efisien terhadap biaya dan waktu dibandingkan dengan metode lain.

2.7 Pengaruh Muka Air Tanah terhadap Stabilitas Lereng


Menurut Wardana (2011), pembasahan tanah akibat air hujan
menyebabkan pengurangan kekuatan tanah sejalan dengan bertambahnya
kejenuhan tanah. Pengurangan kekuatan ini mengurangi stabilitas lereng yang
dapat menyebabkan kelongsoran seperti yang terjadi pada musim hujan. Pada
penelitian ini dilakukan simulasi lereng dengan menggunakan program Stable
13

2004 dengan melakukan analisis terhadap variasi geometri lereng serta terasering
dan properties tanah yang berbeda. Pengaruh pembahasan disimulasikan dengan
perubahan letak muka air tanah pada lereng.
Menurut Sugianti (2012), gerakan tanah padaa umumnya dapat terjadi
karena kestabilan lereng berkurang akibat degradasi tanah, yaitu menurunnya sifat
keteknikan tanah baik karena faktor alam seperti meningkatnya curah hujan,
adanya pelapukan, atau adanya aktivitas manusia. Wilayah Indonesia merupakan
daerah yang memiliki potensi bencana geologi gerakan tanah yang tinggi setiap
tahunnya terutama selama musim hujan lebat. Hal ini dikarenakan tingginya
intensitas curah hujan dapat menambah beban pada lereng sebagai akibat
peningkatan kandungan air dalam tanah, yang pada akhirnya memicu terjadinya
gerakan tanah.
Sugianti (2012), melakukan penelitian kestabilan lereng yang dilakukan
pada ruas jalan raya Cadas Pangeran km 35, daerah Cigendel, Kecaamatan
Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Upaya mitigasi yang dilakukan
oleh Dinas PU belum dapat menyelesaikan permasalahan lereng, sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mengkaji kembali kondisi kestabilan lereng. Hasil
pemodelan kestabilan lereng dilakukan dengan menggunakan metode General
Limit Equilibrium (GLE) mengindikasikan bahwa lereng dalam kondisi kritis
dengan nilai faktor keamanan mendekati 1. Dengan demikian, pemasangan bor di
kaki lereng tidak dapat meningkatkan minimum faktor keamanan lereng yang
diperlukan secara sigifikan. Kondisi kestabilan lereng akan dapat menurun,
apabila terdapat tekanan air tanah sebesar 2,5 m dari kondisi normal, dengan nilai
faktor keamanan lereng turun dari 1,25 menjadi 1,145. Hasil analisis menunjukan
bahwa pemasangan system sub-drainase untuk mencegah kenaikan muka air tanah
sangat penting untuk menjaga kestabilan lereng, sehingga dapat mengurangi
bencana gerakan tanah pada ereng di masa mendatang.

2.8 Program Geoslope Untuk Analisis Stabilitas Lereng


Chasanah (2012) melakukan penelitian Analisis Stabilitas Lereng dengan
Perkuatan Geotekstil Menggunakan Program Geoslope yang bertujuan untuk
14

mengetahui pengaruh kemiringan lereng, panjang geotekstil, dan jarak antar


geotekstil (Sv) terhadap angka keamanan lereng yang dilakukan dengan
membandingkan dua perhitungan yaitu perhitungan manual, dan program
Geoslope. Analisis yang dilakukan dengan perhitungan manual, yaitu stabilitas
internal dan eksternal (untuk lereng dengan perkuatan), serta stabilitas terhadap
kelongsoran (untuk lereng dengan perkuatan dan tanpa perkuatan. Sedangkan
analisis dengan program Geoslope dilakukan untuk mengetahui stabilitas terhadap
kelongsoran lereng.
Program Geoslope adalah sebuah paket aplikasi untuk pemodelan
geoteknik dan geo-lingkungan. Software ini melingkupi SLOPE/W, SEEP/W,
SIGMA/W, QUAKE/W, TEMP/W, dan CTRAN/W, yang sifatnya terintegrasi
sehingga memungkinkan untuk menggunakan hasil dari satu produk kedalam
produk yang lain. Ini unik dan fitur yang kuat sangat memperluas jenis masalah
yang dapat dianalisis dan memberikan fleksibilitas untuk memperoleh modul
seperti yang dibutuhkan untuk proyek yang berbeda. SLOPE/W merupakan
produk perangkat lunak untuk menghitung faktor keamanan lereng dan
kemiringan batuan. Dengan SLOPE/W, kita dapat menganalisis masalah baik
secara sederhana maupun kompleks dengan menggunakan salah satu dari delapan
metode kesetimbangan batas untuk berbagai permukaan yang miring, kondisi
tekanan pori air, sifat tanah, dan beban terkonsentrasi. Kita dapat menggunakan
elemen tekanan pori air yang terbatas, tegangan statis, atau tekanan dinamik pada
analisis stabilitas lereng. Selain itu kita juga dapat melakukan analisis
probabilistik.
SLOPE/W Define merupakan program yang digunakan untuk pemodelan
permasalahan lereng dalam bentuk pengGambaran pada layar komputer dalam
aplikasi Komputer Aided Design (CAD). Kemudian data yang telah di modelkan
tersebut dianalaisis menggunakan SLOPE/W Solve. Perhitungan dilakukan sesuai
dengan data masukan dan peraturan analisis (Analysis Setting) yang telah
ditentukan. SLOPE/ W Contour akan menampilkan grafis seluruh bidang longsor
dan nilai faktor aman dapat ditunjukan dalam bentuk kontur faktor aman serta
diagram dan polygon tiap pias tertentu. Hasil perbandingan analisis hitungan
15

manual dan menggunakan program Geoslope didapatkan rata-rata selisih SF


sebesar 3.71%.

2.9 Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Yang Akan


Dilakukan
Perbandingan antara penelitian yang akan dilakukan dalam tugas akhir ini
dengan penelitian-penelitian yang telah disebutkan diatas dapat dilihat pada Tabel
2.1 berikut.
16

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Sekarang

NAMA
NO JUDUL
PENELITI TUJUAN METODE PENELITIAN HASIL

Mengetahui pengaruh  Perhitungan manual, yaitu  Perbandingan rata-rata selisih SF


kemiringan lereng, panjang stabilitas internal dan eksternal menggunakan hitungan manual
geotekstil, dan jarak antar (untuk lereng dengan perkuatan), dan program Geoslope.
Analisis Stabilitas
geotekstil (Sv) terhadap  Stabilitas terhadap kelongsoran  Solusi peningkatan nilai SF
Lereng dengan
Chasanah angka keamanan lereng yang (untuk lereng dengan perkuatan dengan menghematan geotekstil
1 Perkuatan Geotekstil
(2012) dilakukan dengan dan tanpa perkuatan. sesuai besaran bidang longsornya
Menggunakan
membandingkan dua  Analisis dengan program dengan menggunakan program
Program Geoslope
perhitungan yaitu Geoslope Geoslope.
perhitungan manual, dan
program Geoslope

Analisis Stabilitas Mengetahui perbandingan  Melakukan analisis stabilitas  Perbandingan rata-rata selisih SF

Pamungkas, Lereng Memakai perhitungan manual, dan lereng memakai perkuatan menggunakan hitungan manual
2
dkk (2015) Perkuatan Geotekstil komptasi pada analisis geotekstil pada sungai parit raya. dan program Geoslope.

Dengan Bantuan stabilitas lereng memakai  Menghitung nilai faktor


17

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Sekarang (Lanjutan)


Perangkat Lunak perkuatan geotekstil pada keamanan melalui 2 cara yaitu :
(Studi Kasus Pada sungai parit raya. Perhitungan Manual dan
Sungai Parit Raya) Perhitungan secara komputasi
menggunakan Program Geoslope.
 Melakukan perbandingan nilai
faktor keamanan antara
Perhitungan Manual dengan
Perhitungan Secara Komputasi.
 Melakukan analisis stabilitas  Mendapatkan nilai faktor
Analisis Stabilitas lereng dengan perkuatan keamanan (SF) dengan
Mengetahui analisis metode
Lereng Bertingkat geotekstil. menggunakan metode elemen
elemen hingga dengan
Dengan Perkuatan  Menghitung nilai faktor hingga
Prasetyo menggunakan Plaxis 8.2.
3 Geotekstil keamanan.
(2017) permodelan elemen hingga
Menggunakan  Melakukan analisis menggunakan
yang dipilih dalam penelitian
Metode Elemen metode elemen hingga.
ini berupa plane strain.
Hingga

Surjandari, Analisis Stabiltas Mencari nilai faktor aman  Menghitung nilai faktor aman  Perbandingan rata-rata selisih
4
dkk (2012) Lereng Dengan (SF) menggunakan 2 variasi (SF) pada lereng sebelum dan SF menggunakan hitungan
18

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Sekarang (Lanjutan)

Perkuatan Geotekstil pemodelan sebelum dan sesudah diberi geotekstil dengan manual dan program Geoslope.
sesudah penggunaan beberapa variasi.  Mendapatkan SF dari variasi-
geotekstil pada lereng.  Melakukan perhitungan dengan variasi beban yang sudah
program komputer dan ditentukan.
perhitungan manual.
 Pemodelan lereng menggunakan 2
variasi yaitu 1:2 dan 1:3. Seluruh
variasi dibebani oleh beban titik
sebesar 10 ton.
 Menghitung nilai faktor aman  Perbandingan SF pada lereng
(SF) pada lereng sebelum dan sebelum dan sesudah
Penggunaan Mencari nilai faktor aman sesudah pemasangan geotekstil. pemasangan geotekstil.
Geotekstil Pada (SF) sebelum dan sesudah  Melakukan pengujian tanah di  Perbandingan rata-rata selisih SF
Azizah, dkk
5 Lereng Sungai penggunaan geotekstil pada laboratorium. menggunakan hitungan manual
(2014)
Gajah Putih lereng sungai Gajah Putih  Melakukan pemodelan Gambar dan program Geoslope.
Surakarta Surakarta. menggunakan program AutoCAD.  Mendapatkan nilai faktor
keamanan (SF) dengan
menggunakan metode Jewell.
19

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Sekarang (Lanjutan)

 Melakukan analisis stabilitas  Perbandingan rata-rata selisih


lereng dengan perkuatan SF menggunakan hitungan
geotekstil woven. manual dan program Geoslope.
Mengetahui analisis
 Menghitung nilai faktor  Mendapatkan SF dari variasi-
pengaruh gempa terhadap
keamanan melalui 2 cara yaitu : variasi beban yang sudah
Analisa Pengaruh rancangan geotekstil woven
Perhitungan Manual Metode ditentukan.
Gempa Terhadap sebagai perkuatan lereng
Kasthalisti Jewell dan Perhitungan secara  Perbandingan rata-rata selisih
6 Konstruksi Lereng dengan beban statik,
(2007) komputasi menggunakan Program SF dengan menambahkan
Dengan Perkuatan menggunakan alat bantu
Geoslope. beban gempa yang bervariasi
Geotekstil Woven program Slope/w
 Melakukan perbandingan nilai menggunakan hitungan manual
berdasarkan metode
faktor keamanan antara dan program Geoslope.
kesetimbangan batas.
Perhitungan Manual dengan
Perhitungan Secara Komputasi.
20

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Sekarang (Lanjutan)


 Melakukan analisis stabilitas  Mendapatkan nilai faktor
lereng dengan perkuatan tiang bor keamanan (SF) dengan
Pengaruh Muka Air
 Menghitung nilai faktor menggunakan metode General
Tanah Terhadap Mencari nilai faktor
keamanan (SF) lereng Limit Equilibrium dengan variasi
Sugianti Kestabilan Lereng keamanan (SF) lereng
7 menggunakan metode General muka air tanah yang bermacam-
(2012) Pada Ruas Jalan menggunakan metode
Limit Equilibrium dengan variasi macam.
Cadas Pangeran, General Limit Equilibrium
muka air tanah yang bermacam-
Sumedang
macam.

 Melakukan perhitungan  Mendapatkan nilai faktor


Perbandingan Antara menggunakan program Limit keamanan (SF) dari masing-
Metode Limit Mencari perbedaan antara Equilibrium untuk analisis masing metode
Simatupang Equilibrium Dan metode Limit Equilibrium Dan keseimbangan batas dan  Membandingkan hasil nilai
8 dan Iskandar Metode Finite Metode Finite Element dalam program Finite Element untuk faktor keamanan (SF) dari
(2013) Element Dalam hal penurunan persamaan analisis elemen hingga masing-masing metode
Analisa Stabilitas angka keamanan (SF)  Analisa LEM berdasarkan
Lereng metode Fellenius, Janbu,
Spancer, dan Morgenstern &
21

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Sekarang (Lanjutan)


Price
 Melakukan analisis terhadap  Hasil analisis kenaikan muka
variasi geometri lereng serta air tanah menyebabkan
Pengaruh Perubahan
terasering dan properties tanah berkurangnya stabilitas lereng,
Muka Air Tanah
Wardana Simulasi lereng menggunakan yang berbeda untuk lereng dengan
9 Dan Terasering
(2011) program Stable 2004 kemiringan 1:1, 1:2, dan 1:3
Terhadap Perubahan
dengan jenis tanah yang
Kestabilan Lereng
berbeda-beda (lempung, pasir,
dan variasi lempung pasir)
 Menghitung faktor aman (SF)  Mendapatkan nilai faktor aman
menggunakan perhitungan (SF) dari perhitungan manual
Mencari faktor aman (SF) manual, dan program Plaxis dan program dengan hasil yang
Analisa Kestabilan dengan metode finite element v.8.2, perhitungan sama, yaitu 1,003.
Rekzyanti,
10 Lereng Akibat atau metode elemen hingga menggunakan Program Plaxis
dkk (2016)
Gempa dan menggunakan program v.8.2 dilakukan dengan cara
Plaxis v.8.2 memvariasikan nilai frekuensi,
sedangkan perhitungan secara
manual menggunakan variasi
22

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Sekarang (Lanjutan)


nilai dari koefisien gempa.
 Menghitung nilai faktor  Solusi peningkatan nilai SF
Analisis Stabilitas
keamanan dengan perhitungan dengan menghematan
Lereng Dengan
secara komputasi menggunakan geotekstil sesuai besaran
Perkuatan Geotekstil Mencari nilai faktor aman (SF)
Program Geoslope. bidang longsornya dengan
Menggunakan sebelum dan sesudah perkuatan
 Melakukan perbandingan nilai menggunakan program
Program Geoslope geotekstil dengan variasi muka
Pradhana faktor keamanan dengan berbagai Geoslope.
11 Di Bantaran Sungai air tanah, beban merata, dan
(2018) variasi menggunakan Program  Perbandingan SF lereng
Code, Kecamatan beban gempa secara komputasi
Geoslope. sebelum longsor, setelah
Jetis, Daerah menggunakan Program
longsor, dan diberi perkuatan
Istimewa Geoslope .
geotekstil dengan berbagai
Yogyakarta
variasi beban merata, muka air
tanah dan akibat gempa.
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Klasifikasi Bencana Longsor


3.1.1 Klasifikasi Tanah Longsor
Menurut buku Reinforcement of Earth Slopes And Embankments yang
diterbitkan oleh Mitchell, And Villet (1987), Kriteria yang digunakan dalam
pengelompokan ini, pertama adalah tipe gerakan tanah dan kedua adalah jenis
materialnya. Tipe gerakan tanah dibagi menjadi lima kelompok utama yaitu:
runtuhan, jungkiran, longsoran, penyebaran lateral dan aliran. Kelompok keenam
adalah majemuk yaitu kombinasi dua atau lebih tipe gerakan tersebut di atas.
Material dibagi menjadi dua kelas yaitu batuan dan tanah. Tanah selanjutnya
dibagi menurut ukuran butirannya yaitu bahan rombakan (tanah berbutir kasar)
dan tanah berbutir halus. Adapun kelima tipe gerakan tanah dapat diuraikan
sebagai berikut.
1. Runtuhan
Runtuhan merupakan gerakan tanah yang disebabkan keruntuhan tarik
yang diikuti dengan tipe gerakan jatuh bebas akibat gravitasi. Pada tipe runtuhan
ini massa tanah atau batuan lepas dari suatu lereng atau tebing curam dengan
sedikit atau tanpa terjadi pergeseran (tanpa bidang longsoran) kemudian meluncur
sebagian besar di udara seperti jatuh bebas, loncat atau menggelundung. Runtuhan
batuan adalah runtuhan massa batuan yang lepas dari batuan induknya. Runtuhan
bahan rombakan adalah runtuhan yang terdiri dari fragmen-fragmen lepas
sebelum runtuh. Termasuk pada tipe runtuhan ini adalah runtuhan kerikil (ukuran
kurang dari 20 mm), runtuhan kerakal (ukuran dari 20 mm - 200 mm), dan
runtuhan bongkah (ukuran lebih dari 200 mm). Runtuhan tanah dapat terjadi bila
material yang di bawah lebih lemah (antara lain karena tererosi, penggalian) dari
pada lapisan di atasnya. Berikut adalah gambar runtuhan dapat dilihat pada
Gambar 3.1.

23
24

Gambar 3.1 Gerakan Tanah Jenis Runtuhan

2. Jungkiran
Jungkiran adalah jenis gerakan memutar ke depan dari satu atau beberapa
blok tanah/batuan terhadap titik pusat putaran di bawah massa batuan oleh gaya
gravitasi dan atau gaya dorong dari massa batuan di belakangnya atau gaya yang
ditimbulkan oleh tekanan air yang mengisi rekahan batuan. Jungkiran ini biasanya
terjadi pada tebing-tebing yang curam dan tidak mempunyai bidang longsoran.
Berikut adalah gambar jungkiran dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Gerakan Tanah Jenis Jungkiran

3. Longsoran
Longsoran adalah gerakan yang terdiri dari regangan geser dan
perpindahan sepanjang bidang longsoran di mana massa berpindah melongsor dari
25

tempat semula dan terpisah dari massa tanah yang mantap. Dalam hal ini,
keruntuhan geser tidak selalu terjadi secara serentak pada suatu bidang longsoran,
tapi dapat berkembang dari keruntuhan geser setempat. Jenis longsoran dibedakan
menurut bentuk bidang longsoran yaitu rotasi (nendatan) dan translasi, dan dapat
dibagi lagi : (a) material yang bergerak relatif utuh dan terdiri dari satu atau
beberapa blok dan (b) material yang bergerak dan sangat berubah bentuknya atau
terdiri dari banyak blok yang berdiri sendiri.
Longsoran rotasi adalah longsoran yang mempunyai bidang longsor
berbentuk: setengah lingkaran, log spiral, hiperbola atau bentuk lengkung tidak
teratur lainnya. Contoh yang paling umum dari tipe ini adalah nendatan yang
sepanjang bidang longsoran yang berbentuk cekung ke atas. Retakan-retakannya
berbentuk konsentris dan cekung ke arah gerakan dan dilihat dari atas berbentuk
sendok. Rotasi bisa terjadi tunggal, ganda atau berantai. Untuk longsoran translasi
massa yang longsor bergerak sepanjang permukaan yang datar atau agak
bergelombang tanpa atau sedikit gerakan memutar/miring. Berikut adalah gambar
longsoran rotasi dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Gerakan Tanah Jenis Longsoran Rotasi

Longsoran translasi umumnya ditentukan oleh bidang lemah seperti sesar,


kekar perlapisan dan adanya perbedaan kuat geser antar lapisan atau bidang
kontak antara batuan dasar dengan bahan rombakan di atasnya. Untuk translasi
berantai gerakannya menjalar secara bertahap, ke atas lereng akibat tanah di
belakang sedikit demi sedikit diperlemah oleh air yang mengisi retakan-retakan.
Berikut adalah gambar longsoran translasi dapat dilihat pada Gambar 3.4.
26

Gambar 3.4 Gerakan Tanah Jenis Longsoran Translasi

4. Penyebaran Lateral
Penyebaran lateral adalah gerakan menyebar ke arah lateral yang
ditimbulkan oleh retak geser atau retak tarik. Tipe gerakan ini dapat terjadi pada
batuan ataupun tanah. Penyebaran lateral dapat dibedakan dalam dua tipe yaitu:
a. gerakan yang menghasilkan sebaran yang menyeluruh dengan bidang
geser atau zona aliran plastis yang sulit dikenali dengan baik. Gerakan ini
banyak terjadi pada batuan dasar, terutama yang terletak pada puncak
tebing, dan
b. gerakan yang mencakup retakan dan penyebaran material yang relatif utuh
(batuan dasar atau tanah), akibat pencairan (liquefaction). Blok di atasnya
dapat ambles, melonggar, memutar, hancur mengalir. Mekanisme gerakan
ini tidak saja rotasi dan translasi tetapi juga aliran. Karena itu penyebaran
lateral ini dapat bersifat majemuk.
Berikut adalah gambar penyebaran lateral dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Gerakan Tanah Jenis Penyebaran Lateral


27

5. Aliran
Aliran adalah jenis gerakan tanah di mana kuat geser tanah kecil sekali
atau boleh dikatakan tidak ada, dan material yang bergerak berupa material kental.
Termasuk dalam tipe ini adalah gerakan yang lambat, berupa rayapan pada massa
tanah plastis yang menimbulkan retakan tarik tanpa bidang longsoran. Rayapan di
sini dianggap sama dengan arti rayapan pada mekanika bahan yaitu deformasi
yang terjadi terus menerus di bawah tegangan yang konstan. Pada material yang
tidak terkonsolidasi, gerakan ini umumnya berbentuk aliran, baik cepat atau
lambat, kering atau basah. Aliran pada batuan sangat sulit dikenali karena
gerakannya sangat lambat dengan retakan.retakan yang rapat dan tidak saling
berhubungan yang menimbulkan lipatan, lenturan atau tonjolan. Aliran dapat
dibedakan dalam dua tipe menurut materialnya yaitu aliran tanah (termasuk bahan
rombakan) dan aliran batuan. Berikut adalah gambar jenis aliran dapat dilihat
pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Gerakan Tanah Jenis Aliran

3.1.2 Ciri-Ciri Gerakan Tanah


Gerakan tanah untuk tipe runtuhan, longsoran, dan aliran dapat dikenali
secara visual di lapangan dengan memperhatikan ciri-ciri dari masing-masing tipe.
Setiap tipe gerakan tanah mempunyai mekanisme yang berbeda satu terhadap
lainnya, sehingga setiap tipe gerakanpun menampakkan cirinya yang khusus.
Gerakan pada massa tanah menunjukkan ciri yang berbeda dengan gerakan
massa batuan, walaupun tipe gerakannya sama, karena perbedaan sifat fisik dan
28

teknik antara massa tanah dan batuan. Untuk mempelajari tipe gerakan pertama
kali harus dikenali dahulu jenis materialnya, yaitu: tanah atau batuan. Setelah
mengenali betul jenis materialnya selanjutnya harus diamati secara teliti massa
yang bergerak dan massa yang stabil di sekelilingnya. Setiap bagian dari kedua
massa tersebut menampakkan ciri yang berbeda. Massa yang bergerak perlu
diamati dan dicatat tenting segala kenampakan di bagian kepala, badan, kaki, dan
ujung kaki; sedangkan massa yang stabil perlu diamati di bagian mahkota, gawir
utama, dan sayapnya. Dengan mengenali jenis material massa gerakan dan ciri-
ciri yang nampak di setiap bagian tersebut di atas, maka dapatlah diperkirakan tipe
gerakan tanah yang terjadi.

3.1.3 Penyebab Kerusakan Lereng


Pembuatan desain perkuatan lereng adalah sangat penting mengetahui
sebelumnya berbagai penyebab kerusakan perkuatan lereng yang pernah dibangun
dan keadaan sesungguhnya dari gejala kerusakan-kerusakan tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut.
1. Penggerusan pondasi perkuatan lereng
Pada tahap-tahap permulaan diawali dengan terjadinya kerusakan-kerusakan
pada pondasi perkuatan lereng akibat gerusan arus sungai dan selanjutnya
kerusakan akan meluas ke seluruh bagian perkuatan lereng tersebut. Karena
itu pada tahapan perencanaannya yang terpenting adalah alas pondasi haruslah
ditempatkan pada elevasi yang lebih rendah dari batas gerusan dan selanjutnya
baru ditentukan perlu tidaknya dilengkapi dengan konsolidasi pondasi.
2. Tersedotnya butiran tanah di belakang perkuatan lereng
Pada lapisan tanah di belakang perkuatan lereng yang karena tekanan air
porinya tidak dapat mengikuti turunnya permukaan air sungai, seperti halnya
perkuatan lereng pada muara sungai di mana perbedaan elevasi pasang dan
elevasi surut sangat besar. Pada sungai yang penurunan elevasi permukaan air
sangat cepat di waktu banjir atau pada sungai yang lebar dengan ombaknya
yang besar serta ombak yang terjadi karena lalu lintas kapal-kapal, maka
butiran tanah tersebut dapat tersedot dan keluar secara berangsur-angsur
29

melalui celah-celah sambungan atau retakan-retakan pada perkuatan lereng,


dan terbentuklah lubang-lubang di belakang perkuatan lereng tersebut.
Apabila hal tersebut diabaikan atau dibiarkan saja, lobang-lobang tersebut
akan terus membesar dan akibatnya tubuh perkuatan lereng akan runtuh dan
seluruh perkuatan lereng akan hancur. Pada lereng tanggul atau tebing yang
akan dilindungi haruslah dicek komposisi butiran tanahnya untuk mengetahui
ketahanannya terhadap gajala penyedotan semacam ini. Pada tanah-tanah yang
komposisi butirannya kurang baik, maka diperlukan adanya lapisan filter atau
selapis tanah dengan komposisi yang baik yang kelak dapat berfungsi sebagai
filter di belakang perkuatan lereng yang akan dibuat. Selanjutnya untuk
perkuatan lereng yang dibuat segera setelah selesainya urugan tanggul, maka
lereng tanggul haruslah dipadatkan secukupnya agar dapat menccegah
penurunan yang berlebihan. Seandainya diperkirakan penurunannya masih
besar, maka haruslah dipertimbangkan suatu perkuatan lereng dengan
konstruksi yang fleksibel dengan hamparan batu atau dengan blok beton.
3. Kerusakan pinggir hulu dan pinggir hilir perkuatan lereng
Sangat sering terjadinya kerusakan perkuatan lereng yang diawali dari
kerusakan kedua pinggirnya, akibat penggerusan arus sungai. Ternyata
penetapan tempat kedudukan perkuatan lereng yang baik serta pemilihan
bentuk trasenya yang tepat akan sangat mengurangi kemungkinan terjadinya
gerusan semacam ini. Untuk perkuatan tebing yang selalu terbenam di waktu
banjir, pinggir hulu dan pinggir hilirnya supaya dilengkungkan dan diberi
koperan. Jika perlu pada zona transisi tersebut dapat diperkuat dengan selapis
bronjong kawat atau dengan perkuatan lainnya. Juga pada kedua pinggir
perkuatan lereng tanggul sebagai zona transisi dengan lereng yang tidak
dilindungi supaya diadakan perkuatan secukupnya, baik dengan hamparan
batu biasa, pasangan batu kosong maupun bronjong kawat.
4. Gerusan pada mercu perkuatan lereng
Khususnya untuk mercu perkuatan tebing yang senantiasa terbenam di waktu
banjir, biasanya terjadi gerusan. Guna menghindarkannya, maka di sisi mercu
tersebut ditambah perkuatan horisontal selebar maksimum 2 meter dan
30

selanjutnya pada lokasi yang tinggi kecepatan arusnya di belakang tambahan


tersebut, perlu dilindungi dengan hamparan bronjong kawat, sedang pada
bagian-bagian yang kecepatan arusnya rendah cukup diperkuat dengan
hamparan batu atau blok beton dengan ukuran yang sesuai.
5. Kerusakan pada zona transisi
Pada perkuatan lereng menerus yang di samping melindungi tebing sungai,
juga akan melindungi lereng tanggul yang terdapat di atas tebing tersebut dan
kadang-kadang bahkan dengan kemiringan lereng yang berbeda maka pada
zona transisinya yang biasanya merupakan titik terlemah dari bangunan
perkuatan lereng tersebut. Karena zona transisi ini merupakan titik terlemah,
maka diusahakan agar perubahan kemiringan bagian perkuatan lereng tersebut
tidak terlalu drastis.
6. Kerusakan akibat rendahnya ketahanan perkuatan lereng
Pada sungai-sungai dengan arusnya yang deras, sungai-sungai yang lebar dan
pada muara-muara sungai, perkuatan lereng mudah rusak akibat tekanan arus
yang deras atau akibat hempasan ombak. Untuk bagian-bagian sungai
semacam ini haruslah diperhatikan pemilihan yang teliti dalam menentukan
konstruksi perkuatan lereng.
7. Kerusakan akibat tekanan tanah atau tekanan air tanah di belakang perkuatan
lereng
Tekanan tanah atau tekanan air tanah harus pula diperhitungkan, terutama
untuk perkuatan lereng dengan kemiringan yang curam dan karenanya di
samping hal-hal yang diuraikan terdahulu, maka konstruksi perkuatan lereng
haruslah pula diuji dari segi mekanika tanah. Selanjutnya pada sungai-sungai
dengan penurunan elevasi banjirnya yang cepat atau pada sungai-sungai
pasang surut dengan perbedaan elevasi pasang dan elevasi surut yang besar,
maka tekanan air tanah sisa (residual water pressure) di belakang perkuatan
lereng akan bekerja ke arah luar.
31

3.2 Stabilitas Lereng


3.2.1 Pendahuluan
Menurut buku Mekanika Tanah 2 edisi ke-5 yang diterbitkan oleh
Hardiyatmo (2014), pada permukaan tanah yang tidak horizontal atau miring,
komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika
komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan terhadap geseran yang
dapat dikerahkan oleh tanah pada bidang longsornya terlampaui, maka akan
terjadi kelongsoran lereng. Analisis stabilitas pada permukaan tanah yang miring
ini, disebut analisis stabilitas lereng. Analisis ini sering digunakan dalam
perancangan-perancangan bangunan seperti jalan kereta api, bandara, bendungan,
urugan tanah, saluran, dan lain-lain. Umumnya, analisis stabilitas lereng dilakukan
untuk mengecek keamanan dari alam, lereng galian, dan lereng urugan tanah.
Analisis stabilitas lereng tidak mudah, karena terdapat banyak faktor yang
sangat mempengaruhi hasil hitungan. Faktor-faktor tersebut, misalnya kondisi
tanah yang berlapis-lapis, kondisi tanah yang anisotropis, aliran rembesan air
dalam tanah dan lain-lainnya. Terzaghi (1950) didalam Hardiyatmo (2014)
membagi penyebab longsoran lereng terdiri dari akibat pengaruh dalam, dan
pengaruh luar. Pengaruh luar, yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya
gaya geser dengan tanpa adanya perubahan kuat geser tanah. Contohnya, akibat
perbuatan manusia mempertajam kemiringan tebing atau memperdalam galian
tanah dan erosi sungai. Pengaruh dalam, yaitu longsoran yang terjadi dengan
tanpa adanya perubahan kondisi luar atau gempa bumi. Contoh yang umum untuk
kondisi ini adalah pengaruh bertambahnya tekanan air pori di dalam lereng.
Kelongsoran lereng alam dapat terjadi dari hal-hal sebagai berikut.
1. Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban lereng dapat berupa
bangunan baru, tambahan beban oleh air yang masuk ke pori-pori tanah
maupun yang menggenang di permukaan tanah dan beban dinamis oleh
tumbuh-tumbuhan yang tertiup angina dan lain-lain.
2. Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng.
3. Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng.
4. Perubahan posisi muka air secara cepat.
32

5. Kenaikan tekanan lateral oleh air.


6. Gempa bumi atau getaran berlebihan.
7. Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng oleh akibatkenaikan
kadar air, kenaikan tekanan pori, tekanan rembesan oleh genangan air
didalam tanah, tanah pada lereng mengandung lempung yang mudah
kembang susut dan lain-lain.

3.2.2 Teori Analisis Stabilitas Lereng


Dalam praktek, analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep
keseimbangan plastis batas (Limit Plastic Equilibrium). Adapun maksud analisis
stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang
potensial. Dalam analisis stabilitas lereng, beberapa anggapan dibuat, yaitu:
a. kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu
dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi,
b. massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda massif,
c. tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor
tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor, atau dengan kata lain,
kuat geser tanah dianggap isotropis, dan
d. faktor utama didefinisikan dengan memperlihatkan tegangan geser rata-
rata sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata
sepanjang bidang longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin terlampaui di
titik-titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil
hitungan lebih besar 1.
Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang
menahan dan gaya yang menggerakkan. Dapat dilihat pada Persamaan 3.1.
𝜏
SF = 𝜏𝑑 (3.1)

dengan:
SF = faktor aman
τ = tahanan geser maksimum
τd = tahanan geser yang timbul akibat gaya berat tanah yang akan longsor
33

Menurut Mohr-Coulumb, tahanan geser maksimum (τ) yang dapat dikerahkan


oleh tanah, di sepanjang bidang longsornya, dinyatakan dalam Persamaan 3.2.
τ = c + σ.tg ɸ (3.2)
dengan,
c = kohesi
σ = tegangan normal
ɸ = sudut gesek dalam tanah
Nilai-nilai c dan ɸ adalah parameter kuat geser tanah di sepanjang bidang longsor.
Dengan cara yang sama, dapat dituliskan Persamaan 3.3 tegangan geser yang
terjadi (τd) akibat beban tanah dan beban-beban lain pada bidang longsornya.
τd = cd + σ.tg ɸd (3.3)
dengan,
cd = kohesi yang terjadi
ɸd = sudut gesek dalam yang terjadi
Subtitusi Persamaan 3.2 dan Persamaan 3.3 diperoleh faktor aman pada
Persamaan 3.4.
c + σ.tg ɸd
SF = cd + σ.tg ɸd (3.4)

3.2.3 Analisis Stabilitas Lereng dengan Bidang Longsor Berbentuk Lingkaran


Untuk lereng tanah homogen, kebanyakan peristiwa kelongsoran tanah
terjadi dengan bentuk bidang longsor yang berupa lengkungan. Keruntuhan lereng
dari jenis tanah kohesif banyak terjadi karena bertambahnya kadar air tanah.
Sebab terjadinya longsoran adalah karena tidak tersedianya kuat geser tanah yang
cukup untuk menahan gerakan tanah longsor ke bawah, pada bidang longsornya.
Lengkung bidang longsor dapat berbentuk bidang lingkaran, spiral
logaritmik ataupun kombinasi dari keduanya. Kadang-kadang, dijumpai pula
suatu bidang longsor ini diperlihatkan dalam Gambar 3.7.
34

Gambar 3.7 Bentuk-Bentuk Bidang Longsor Pada Lereng


(Sumber: Hardiyatmo. 2014)

Bentuk anggapan bidang longsor berupa lingkaran dimaksudkan untuk


mempermudah hitungan analisis stabilitas secara matematik, dan dipertimbangkan
mendekati bentuk sebenarnya dari bidang longsor yang sering terjadi di alam.
Keakuratan hasil hitungan analisis stabilitas lereng, sangat bergantung pada sifat-
sifat tanah dan lokasi bidang longsor kritisnya. Penentuan sifat-sifat tanah harus
dilakukan pada benda uji asli (undisturbed). Untuk tanah-tanah yang mengandung
kerikil atau pasir, benda uji sangat sulit diperoleh.

3.2.4 Analisis Stabilitas Lereng Fellenius Sliced Method


Analisis stabilitas yang dibahas bila tanah tidak homogen dan aliran
rembesan terjadi didalam tanah tidak menentu, cara yang lebih cocok adalah
dengan metode irisan (method of slice). Gaya normal yang bekerja pada suatu titik
di lingkaran bidang longsor, terutama dipengaruhi oleh berat tanah diatas titik
tersebut. Dalam metode irisan, massa tanah yang longsor dipecah-pecah tiap
irisan. Dapat dilihat pada Gambar 3.8.
35

Gambar 3.8 Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Irisan


(Sumber: Hardiyatmo. 2014)

Pada Gambar diatas, memperlihatkan satu irisan dengan gaya-gaya yang


bekerja. Gaya-gaya ini terdiri dari gaya geser (Xr dan X1) dan gaya normal efektif
(Er dan E1) di sepanjang sisi irisannya, dan juga resultan gaya normal efektif (Ti)
dan resultan gaya normal efektif (Ni) yang bekerja disepanjang dasar irisan.
Tekanan air pori (Ui dan Ur) bekerja di kedua sisi irisan, dan tekanan air pori (Ui)
bekerja pada dasarnya. Dianggap tekanan air pori sudah diketahui sebelumnya.
Analisis stabilitas lereng cara Fellenius (1936) menganggap gaya-gaya
yang bekerja pada sisi kanan-kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol
pada arah tegak lurus bidang longsor. Dengan anggapan ini, keseimbangan arah
vertikal dan gaya-gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori
terdapat pada Persamaan 3.5.
Ni + Ui = Wi cos Ɵi
Atau
Ni = Wi cos Ɵi - Ui
= Wi cos Ɵi - uiαi (3.5)
36

Faktor aman didefinisikan pada Persamaan 3.6.


Jumlah momen dari tahanan geser sepanjang bidang longsor
SF = Jumlah momen dari berat massa tanah yang longsor
ƩMr
= ƩMd (3.6)

Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin Ɵ dilihat pada
Persamaan 3.7.
ƩMd = R ƩWi sinƟi
dengan,
R = jari-jari lingkaran bidang longsor (m)
Wi = berat massa tanah irisan ke-i (kN)
Ɵi = sudut yang didefinisikan (˚)
Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah akan longsor dilihat pada
Persamaan 3.7.
ƩMr = R Ʃ(cαi + Ni tgɸ) (3.7)
Sehingga Persamaan untuk faktor aman dapat dilihat pada Persamaan 3.8.
Ʃ(cαi + Ni tgɸ)
SF = (3.8)
ƩWi sinƟi

Bila terdapat air pada lereng, tekanan air pori pada bidang longsor tidak
menambah momen akibat tanah yang akan longsor (Md), karena resultan gaya
akibat tekanan air pori lewat titik pusat lingkaran. Subtitusi Persamaan 3.5 ke
Persamaan 3.8, diperoleh Persamaan 3.9.
Ʃcαi + (Wi cos Ɵi − uiαi) tgɸ)
SF = (3.9)
ƩWi sinƟi

dengan,
SF = faktor aman
C = kohesi tanah (kN/m2)
ɸ = sudut gesek dalam (˚)
αi = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = berat massa tanah irisan ke-i (kN)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
Ɵi = sudut yang didefinisikan (˚)
37

Jika terdapat gaya-gaya selain berat tanahnya sendiri, seperti beban bangunan
diatas lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai Md.
Metode Fellenius menghasilkan faktor aman yang lebih rendah dari cara
hitungan yang lebih teliti. Besarnya nilai kesalahan dapat tergantung dari faktor
aman, sudut pusat lingkaran yang dipilih, dan besarnya tekanan air pori.
Walaupun analisis ditinjau dalam tinjauan tegangan total, kesalahan analisis masih
merupakan fungsi dari faktor aman dan sudut pusat dari lingkaran. Cara ini telah
banyak digunakan dalam praktek, karena cara hitungan sederhana dan kesalahan
hitungan yang dihasilkan masih pada sisi yang aman.
Menurut buku Sifat-sifat Fisik & Geoteknis Tanah yang diterbitkan oleh
Bowles (1989) tentang keruntuhan lereng, dibagi menjadi 3 kelompok rentang
faktor keamanan (SF) ditinjau dari intensitas kelongsorannya, seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng Dan Intensitas Longsor
Nilai Faktor Keamanan (SF) Kejadian/Intensitas Longsor
SF kurang dari 1,07 Longsor terjadi biasa/sering (Lereng labil)

SF antara 1,07 sampai 1,25 Longsor pernah terjadi (Kritis)

SF diatas 1,25 Longsor jarang terjadi

Sumber: Bowles (1989)

3.3 Geotekstil
3.3.1 Pendahuluan
Menurut buku Geosintetik Untuk Jalan Raya edisi ke-2 yang diterbitkan
oleh Hardiyatmo (2013), geotekstil adalah material lembaran yang dibuat dari
bahan tekstil polymeric, bersifat lolos air, yang dapat berbentuk bahan nir-anyam
(non woven), rajutan atau ayaman (woven) yang digunakan dalam kontak dengan
tanah/batu dan/atau material geoteknik yang lain di dalam aplikasi teknik sipil.
Geotekstil umumnya dibuat dari polimer polypropylene (beberapa dibuat
dari polyester atau polyethylene), yang dibuat dalam bentuk fiber-fiber atau
38

benang-benang, dan akhirnya dipakai untuk membuat lembaran kain anyam


(woven) atau nir-anyam (non woven). Ketika kain tekstil ini diletakkan didalam
tanah, maka disebut geotekstil.
Pada umumnya, kata kain (fabric) dan geotekstil (geotextile) dapat saling
ditukarkan. Di Indonesia, umumnya kain dari bahan polymer yang dipakai untuk
aplikasi proyek pembangunan ini sering disebut geotekstil. Karena tipe geotekstil
yang sangat banyak, maka aplikasi harus mempertimbangkan fungsi dari material
ini terhadap macam struktur yang akan dirancang. Sifat-sifat lima polymer sebagai
bahan dasar material geosintetik (Pilarczyk., 2000 dalam Hardiyatmo., 2013)
ditunjukan dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Sifat-Sifat Polymer Bahan Dasar Pembentuk Geotekstil

Sumber: Pilarczyk (2000) dalam Hardiyatmo (2013).

3.3.2 Geotekstil Untuk Perkuatan Lereng


Geotekstil dapat dipasang dengan panjang yang sama, atau berbeda-beda.
Secara tipikal, umumnya geotekstil yang dipakai panjangnya sama, namun
geotekstil juga bias dipasang selang-seling dengan panjang berbeda. Geotekstil
yang lebih pendek berfungsi untuk penulangan sekunder. Tulangan lebih pendek
39

ini berguna untuk mengatasi problem tingkat kepadatan tanah di bagian pinggir
lereng timbunan yang biasanya sulit memenuhi syarat. Selain itu, tulangan
sekunder ini juga berguna untuk mengurangi longsoran
Fungsi lain geotekstil yang diletakkan di pinggir timbunan adalah untuk
memberikan tahanan lateral saat pemadatan dan stabilitas permukaan. Kenaikan
tahanan lateral memungkinkan tanah urug dapat dipadatkan dengan kepadatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak ada tulangan. Perkuatan lereng juga
memungkinkan alat pemadat bekerja di bagian pinggir aman. Selain itu, tulangan
juga mereduksi erosi lereng dan pelunakan akibat air hujan. Beberapa tipe
pemasangan geotekstil untuk perkuatan lereng timbunan dengan kemiringan
landai ditunjukan pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Peletakan Geotekstil Untuk Memperkuat Lereng Timbunan


(Sumber: Hardiyatmo. 2013)

Aplikasi geotekstil untuk penulangan lereng lereng landai, yang umumnya


meliputi:
a. pembangunan timbunan jalan raya baru,
b. sebagai alternatif untuk pengganti dinding penahan,
c. pelebaran jalan di area timbunan,
d. perbaikan lereng yang longsor,
e. pembangunan jalan sementara untuk pelebaran,
f. pembangunan tanggul permanen dan bangunan pengendali banjir
sementara,
g. pembangunan timbunan dengan tanah berbutir halus yang basah, dan
40

h. penstabil lereng hulu dan hilir bendungan, dan menambah tingginya.

Berikut adalah Gambar aplikasi lereng tanah bertulang dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Aplikasi Lereng Tanah Bertulang (Reiforced Soil Slope, Rss)
(Sumber: Elias et al., 2001 dalam Hardiyatmo., 2013)

3.3.3 Perancangan Perkuatan Lereng


Syarat perancangan lereng diperkuat dengan tulangan pada prinsipnya
sama dengan lereng tanpa tulangan, yaitu faktor aman harus memenuhi, baik
dalam kondisi jangka pendek maupun jangka panjang untuk semua kemungkinan
model keruntuhan. Dalam perancangan, struktur timbunan dianggap sebagai
struktur permanen bila umur rancangan lebih besar dari 3 tahun. Perancangan
lereng timbunan dianggap kritis bila (Elias et al., 2001 dalam Hardiyatmo, 2013):
a. akibat dari runtuhnya lereng mengakibatkan korban atau kerusakan
pemukiman yang signifikan,
b. terdapat gaya tarik termobilisasi dalam tulangan pada umur rancangan
(design life) struktur, dan
c. keruntuhan tulangan mengakibatkan runtuhnya struktur.
41

Lereng bertulang umumnya dianalisis dengan menggunakan metoda stabilitas


lereng yang didasarkan teori keseimbangan batas. Model-model keruntuhan lereng
bertulang, dapat dibagi menjadi 3 tipe (Berg et al., 1989 dalam Hardiyatmo 2013),
yaitu:
a. keruntuhan intern, yaitu keruntuhan timbunan dengan bidang longsor yang
melewati elemen-elemen tulangan,
b. keruntuhan ekstern, yaitu keruntuhan timbunan dengan bidang longsor
yang melewati bagian belakang dan di bawah zona tanah bertulang, dan
c. keruntuhan komposit, yaitu dengan bidang runtuh lewat di belakang dan di
dalam zona tanah bertulang.
Berikut adalah Gambar tipe-tipe keruntuhan dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11 Keruntuhan Intern, Ekstern, Dan Komposit


(Sumber: Berg et al., 1989 dalam Hardiyatmo., 2013)

Pada umumnya, hitungan faktor aman lereng bertulang dihitung


berdasarkan analisis stabilitas lereng tanah tak bertulang klasik. Faktor aman
lereng tak bertulang (SFU), didefinisikan pada Persamaan 3.10.
Momen menahan (Mr)
SFU = Momen menggerakan (Md) (3.10)

Faktor aman lereng bertulang (SFR) ditentukan dengan menambahkan faktor aman
lereng tak bertulang dengan pengaruh tahanan momen oleh tulangan, dapat dilihat
pada Persamaan 3.11.
Ts.Y
SFR = SFU + (3.11)
Md
42

dengan,
Ts = jumlah gaya tarik per meter lebar tulangan yang tersedia untuk seluruh
lapisan tulangan
y = lengan momen gaya tarik tulangan (Ts) terhadap pusat lingkaran
longsor O.

3.3.4 Analisis Stabilitas Lereng dengan Perkuatan Geotekstil (Fellenius Sliced


Method)
Lereng diperkuat dengan tulangan geotekstil dengan bidang longsor
potensial berbentuk lingkaran yang berpusat di titik O ditunjukan dalam Gambar
3.12.

Gambar 3.12 Analisis Stabilitas Lereng Tanah Bertulang


(Sumber: Hardiyatmo. 2013)

Pada analisis lereng bertulang, faktor aman didefinisikan sebagai perbandingan


antara jumlah tahanan momen dari tahanan geser tanah disepanjang bidang
longsor dan tahanan geotekstil dari tulangan (Mr), dan jumlah momen
menggerakan dari berat massa tanah yang akan longsor (Md), atau faktor aman
43

seperti yang terdapat pada Persamaan 3.6 diatas. Lengan momen dari berat massa
tanah tiap irisan adalah R sin Ɵi, terdapat pada Persamaan 3.12.
ƩMd = Ʃ(Wi sinƟi) R (3.12)
dengan,
R = jari-jari lingkaran bidang longsor (m)
Wi = berat massa tanah irisan ke-i (kN)
Ɵi = sudut yang didefinisikan (˚)
Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah akan longsor dapat dilihat
pada Persamaan 3.13.
ƩMr = Ʃ(cαi + Ni tgɸ) R + ƩTiyi (3.13)
Sehingga Persamaan faktor aman dapat dilihat pada Persamaan 3.14.
Ʃ(cαi + Ni tgɸ) R + ƩTiyi
SF = (3.14)
Ʃ(Wi sinƟi) R

Persamaan 3.12 digunakan bila timbunan tidak ada pengaruh muka air tanah dan
dalam kondisi belum jenuh air. Bila ada pengaruh air tanah, yaitu kondisi tipikal
dari bendungan tanah urug dan tanah timbunan kohesif, maka Persamaan 3.14
diubah menjadi dalam tegangan efektif yang terdapat pada Persamaan 3.15.
Ʃ(cαi + (Wi cos Ɵi − uiαi) tgɸ)) R+ƩTiyi
SF = (3.15)
Ʃ(Wi sinƟi)𝑅

dengan,
SF = faktor aman
C = kohesi tanah (kN/m2)
ɸ = sudut gesek dalam (˚)
αi = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = berat massa tanah irisan ke-i (kN)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
Ɵi = sudut yang didefinisikan (˚)
Ti = kuat tarik ijin geotekstil pada tulangan geotekstil ke-i (kN)
yi = R cosƟi
= lengan momen tulangan geosintetik ke-i (m)
44

Faktor aman minimum dari berbagai bidang longsor coba-coba dibutuhkan untuk
hasil hitungan final. Untuk ini, biasanya hitungan faktor aman minimum
dilakukan dengan bantuan program komputer.
Untuk tanah timbunan yang terdiri dari tanah berbutir halus pada kondisi
undrained (dengan ɸ = 0) dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Tulangan Geotekstil Pada


Kondisi Undrained.
(Sumber: Hardiyatmo. 2013)

Berikut faktor aman pada kondisi undrained dapat dilihat pada Persamaan 3.16.
cu LR+ ƩTiyi
SF = (3.16)
WX

dengan,
X = lengan momen ke pusat berat massa tanah yang longsor (m)
cu = kohesi undrained (kN/m2)
W = berat total tanah yang akan longsor (kN/m)
Ti = kuat tarik ijin geotekstil pada tulangan geotekstil ke-i (kN)
yi = lengan momen tulangan geosintetik ke-i (m)
R = jari-jari lingkaran bidang longsor (m)
L = panjang (m)
45

Hitungan dengan cara coba-coba memerlukan waktu yang lama. Pada


analisis stabilitas lereng bertulang, kuat tarik, panjang dan jarak tulangan
geosintetik perlu diestimasi terlebih dahulu dengan cara pendekatan. Pada
dasarnya banyak hitungan dengan menggunakan grafik, contohnya grafik-grafik
yang disaarankan oleh Jewell (1984), Schemertmann et al (1987), dan lain-lain.
Sebelum mencari nilai K menggunakan grafik, terlebih dahulu mencari nilai sudut
gesek dalam tanah urug terfaktor (ɸ’f). berikut adalah persamaan nilai sudut gesek
dalam tanah urug terfaktor dapat dilihat pada Persamaan 3.17.
𝑡𝑔 ɸ
ɸ’f = arc tg ( ) (3.17)
𝑆𝐹

dengan,
SF = faktor aman lereng
ɸ = sudut geser (˚)
Dibawah ini akan dipelajari cara pendekatan untuk menghitung kebutuhan
tulangan dengan menggunakan grafik yang diberikan oleh Schemertmann et al
(1987) di dalam Hardiyatmo (2013). Pada Gambar 3.14 digunakan untuk
menentukan nilai koefisien tekanan tanah lateral (K) yang akan digunakan untuk
menghitung gaya tarik tulangan total. Berikut adalah grafik nilai K dapat dilihat
pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Grafik Penentuan Nilai K


(Sumber: Schmertman et al., 1987 dalam Hardiyatmo. 2013)
46

Setelah mendapatkan nilai K, selanjutnya mencari tegangan horizontal (σh) dapat


dilihat pada Persamaan 3.18.
σh = K . ɣ . Zi (3.18)
dengan,
K = nilai koefisien tekanan tanah lateral
ɣ = berat volume tanah (t/m3)
Zi = tinggi lapisan ke-i pada geotekstil (m)
Mecari nilai kuat tarik tulangan yang terjadi (Preq) dapat dilihat pada persamaan
3.19.
Preq = σh. Svi . SF (3.19)
dengan,
σh = tegangan horizontal (t/m2)
Svi = jarak antar geotekstil zona ke-i (m)
SF = faktor aman
Untuk faktor aman yang digunakan untuk mencari Preq adalah faktor aman
minimum yang digunakan untuk perencanaan perkuatan geotekstil SF ≥ 1,3.
Adapun persyaratan dalam merencanakan Preq dapat dilihat pada Persamaan 3.20.
Pu ≥ Preq (3.20)
dengan,
Pu = kuat tarik geotekstil (t/m)
Preq = kuat tarik tulangan yang terjadi (t/m2)
Setelah memenuhi persyaratan, selanjutnya menghitung panjang tulangan
geosintetik di bagian atas (LT) dan bawah lereng (LB) digunakan cara grafik L/H’
Schemertmann et al (1987) dalam Hardiyatmo (2013). Berikut adalah grafik L/H’
dapat dilihat pada Gambar 3.15.
47

Gambar 3.15 Grafik Penentuan Nilai L/H’


(Sumber: Schmertman et al., 1987 dalam Hardiyatmo., 2013)

Nilai L/H’ digunakan dalam menghitung panjang penjangkaran di bagian atas (LT)
dan bawah lereng (LB), setelah menghitung panjang penjangkaran selanjutnya
menentukan panjang geotekstil overlapping (Lo) yang diambil panjang minimum
sebesar 1 m. Rumus panjang penjangkaran di bagian atas (LT) dan bawah lereng
(LB) dapat dilihat pada Persamaan 3.21.

𝐿 𝑞
LB = ((𝐻′) . (𝐻 + ( ɣ ))). SF (3.21)

dengan,
H = tinggi lereng (m)
q = beban merata (t/m2)
ɣ = berat volume tanah (t/m3)
48

3.4 Pemetaan pada Lereng


3.4.1 Tahapan Awal
Menurut buku Ilmu Ukur Tanah yang diterbitkan oleh Kanisius (1980),
untuk menganalisis stabilitas lereng diperlukan survey pemetaan terlebih dahulu,
guna mengetahui topografi pada lereng yang akan ditinjau. Tanpa survey
pemetaan, maka stabilitas lereng tidak dapat di analisis karena tahap awal dalam
merencanakan stabilitas lereng harus mengetahui topografi dan kontur pada lereng
yang akan ditinjau. Pada survey pemetaan dapat digunakan alat seperti theodolite,
waterpass, total station, dan lain-lain sebagai alat pengukur, biasanya pada survey
pemetaan lereng seringkali digunakan alat ukur theodolite dan total station.
Theodolite adalah sebuah alat optis yang mempunyai fungsi utama untuk
mengukur sudut, baik sudut vertikal maupun horizontal, serta alat ini juga dapat
digunakan untuk mengukur jarak dan beda tinggi yang akan menjadi acuan dalam
membuat Gambar peta kontur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
3.16.

Gambar 3.16 Theodolite


(Sumber: www.teknologisurvey.com)

Adapun alat-alat lainnya yang digunakan dalam survey pemetaan seperti, rambu
ukur, kompas, statif, meteran, unting-unting, prisma, buku alat tulis, dan lain-lain.
Berikut adalah cara menggunakan theodolite yaitu:
49

a. menentukan titik patok,


b. mendirikan statif setinggi dagu,
c. memasang theodolite diatas statif, dan kunci (usahakan tegak lurus dengan
patok),
d. menyeting nivo kotak,
e. menyeting nivo tabung,
f. tentukan titik acuan alat sebagai titik 0˚0’0” (arah utara dengan
menggunakan kompas),
g. tetapkan lah rambu ukur pada posisi yang akan diukur,
h. arahkan theodolite dan teropong pada rambu ukur,
i. kunci semua sekrup penggerak horizontal dan vertikal,
j. nyalakan alat dengan menekan tombol power,
k. untuk menyeting sudut horizontal 0˚0’0”, tekan tombol (0set) 2x,
l. untuk menampilkan sudut vertikal, tekan tombol (v%), dan
m. theodolite siap digunakan untuk membaca rambu, dapat dilihat pada
Gambar 3.17.

Gambar 3.17 Pembacaan Benang Pada Rambu


(Sumber: www.slideplayer.com)

Rumus yang digunakan untuk mengetahui jarak optis (D) dapat dilihat pada
Persamaan 3.22.
D = A.(Ba-Bb).cos2H (3.22)
50

Untuk menghitung beda tinggi dapat dilihat pada Persamaan 3.23.


ΔH = V+Bt-Ta (3.23)
dengan,
D = jarak antara alat ke rambu ukur (m)
A = konstanta alat (100)
Ba = pembacaan benang atas rambu ukur
Bb = pembacaan benang bawah rambu ukur
Bt = pembacaan benang tengah rambu ukur
H = heling (90˚-Sv)
Sv = sudut vertikal (˚)
Ta = tinggi alat (m)
V = D.tan H

3.4.2 Profil Memanjang dan Profil Melintang


Profil memanjang diperlukan untuk membuat trase. Dengan jarak dan beda
tinggi titik-titik diatas permukaan bumi didapatlah irisan tegak lapangan yang
dinamakan profil memanjang pada sumbu proyek. Di lapangan dipasang pancang-
pancang dari kayu yang menyatakan sumbu proyek, dan pancang-pancang itu
digunakan pada pengukuran menyipat datar yang memanjang untuk mendapatkan
profil memanjang.
Sebagai contoh pengukuran profil memanjang diambil antara mistar
belakang dan mistar muka ditempatkan lagi seperlunya mistar-mistar diatas titik-
titik pada sumbu proyek yang diberi tanda dengan huruf, berlainan dengan titik-
titik belakang dan muka yang diberi tanda dengan angka. Mencatat pengukuran
dilakukan dengan daftar seperti Tabel 3.3 dibawah ini.
51

Tabel 3.3 Contoh Pembuatan Daftar Untuk Mencatat Pengukuran.


Pembacaan Mistar Tinggi
Tinggi Jarak,
Titik garis Keterangan
Belakang Muka Lain-lain titik m
bidik, Tab
1 0,6 1,93 351,92 351,27 0 Tinggi
a 0,43 351,49 10 tetap
b 1,22 350,70 20,3 yang
c 1,85 350,07 46,6 dipakai
2 1,4 0,31 351,44 349,99 55,3
a 2,23 349,21 70,5
b 2,19 349,97 77
c 1,47 550,13 80,9
3 2.24 1,11 353,49 351,13 115,3
a 2,15 351,22 124,2
b 1,3 352,26 131,8
c 0,86 352,08 164,8
Sumber: Kanisius (1980)

Titik-titik profil pada sumbu proyek atau pada garis polygon proyek
dinyatakan dilapangan dengan pancang-pancang dari kayu yang bidang atasnya
sama dengan bidang tanah dan pancang lain ditanam didekatnya dan diberi
nomor, dengan pancang mana dapat diketemukan kembali pancang-pancang
profil. Diatas telah dikatakan bahwa banyaknya tanah yang digali sedapat
mungkin dibuat sama dengan banyak nya tanah yang diperlukan untuk
menimbuni. Untuk menghitung banyaknya tanah, baik untuk digali maupun
menimbuni, profil memanjang belum cukup, maka diperlukan lagi profil
melintang yang harus dibuat tegak lurus pada sumbu proyek dan pada tempat-
tempat penting. Jarak antara profil melintang pada garis proyek melengkung
dibuat lebih kecil dari pada garis proyekyang lurus. Profil melintang harus pula
dibuat dititik permulaan dan titik akhir garis proyek melenkung. Profil melintang
dibuat dengan lebar 50 m - 100 m kiri-kanan garis proyek.
Ada kalanya harus diketahui keadaan tinggi rendah nya suatu daerah guna
pelaksanaan pekerjaan, misalnya merencanakan letak bangunan-bangunan. Untuk
mendapat bayangan yang terang tentang keadaan tinggi rendahnya suatu daerah
digunakan garis-garis tinggi. Garis tinggi ialah garis yang menggabungkan titik-
titik yang tingginya sama. Untuk dapat melukiskan garis-garis tinggi dengan teliti,
52

maka haruslah diketahui tinggi sebanyak mungkin titik-titik yang letak di daerah
bersangkutan, maka perlulah diukur sejumlah besar titik-titik. Supaya pekerjaan
berjalan mudah lagi cepat, maka pilihlah tempat alat ukur penyipat datar
sedemikian rupa, hingga dari tempat ini dapat dibidik sebanyak mungkin titik-
titik disekitarnya. Cara pengukuran yang diambil ialah cara dengan menggunakan
tinggi garis bidik yang harus ditentukan terlebih dahulu. Dari daerah yang
digambar, harus dibuat garis-garis tinggi, supaya didapat bayangan tentang tinggi
rendahnya daerah tersebut, maka dilakukan pengukuran dari 3 titik dengan cara
tinggi garis bidik yang ditentukan lebih dahulu. Berikut adalah gambar garis-garis
tinggi yang dihubungkan dapat dilihat pada Gambar 3.18.

Gambar 3.18 Garis-Garis Tinggi Yang Membentuk Sebuah Kontur


(Sumber: www.rebanas.com)

3.5 Program Geoslope


Menurut Geostudio International yang terdapat didalam e-book Stability
Modeling With SLOPE/W 2007, Geoslope Office adalah sebuah paket aplikasi
untuk pemodelan geoteknik dan geo-lingkungan. Software ini melingkupi
SLOPE/ W, SEEP / W, SIGMA / W, QUAKE/ W, TEMP / W, dan CTRAN / W.
Yang sifatnya terintegrasi sehingga memungkinkan untuk menggunakan hasil dari
satu produk ke dalam produk yang lain. Ini unik dan fitur yang kuat sangat
53

memperluas jenis masalah yang dapat dianalisis dan memberikan fleksibilitas


untuk memperoleh modul seperti yang dibutuhkan untuk proyek yang berbeda.
SLOPE / W merupakan produk perangkat lunak untuk menghitung faktor
keamanan tanah dan kemiringan batuan. Dengan SLOPE / W, kita dapat
menganalisis masalah baik secara sederhana maupun kompleks dengan
menggunakan salah satu dari delapan metode kesetimbangan batas untuk berbagai
permukaan yang miring, kondisi tekanan pori-air, sifat tanah dan beban
terkonsentrasi. Kita dapat menggunakan elemen tekanan pori air yang terbatas,
tegangan statis, atau tekanan dinamik pada analisis kestabilan lereng. Anda juga
dapat melakukan analisis probabilistik.
SEEP / W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis
rembesan air tanah, masalah kelebihan disipasi tekanan pori-air, dengan SEEP /
W, kita dapat mempertimbangkan analisis mulai dari masalah tingkat kejenuhan
yang tetap sampai yang tidak jenuh, tergantung dari masalah itu terjadi.
SIGMA / W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis
tekanan geoteknik dan masalah-masalah deformasi. Dengan SIGMA / W, kita
dapat mempertimbangkan analisis mulai dari masalah deformasi sederhana hingga
masalah tekanan-efektif lanjutan secara bertahap dengan menggunakan model
konstitutif tanah seperti linier-elastis, anisotropik linier-elastis, nonlinier-elastis
(hiperbolik), elastis-plastik atau Cam-clay.
QUAKE / W adalah salah stu software yang digunakan untuk menganalisis
gerakan dinamis dari struktur bumi hingga menyebabkan gempa bumi. QUAKE /
W sangat cocok sekali untuk menganalisis perilaku dinamis dari bendungan
timbunan tanah, tanah dan kemiringan batuan, daerah di sekitar tanah horizontal
dengan potensi tekanan pori-air yang berlebih akibat gempa bumi.
TEMP / W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis
masalah panas bumi. Software ini dapat menganalisis masalah konduksi tingkat
panas yang tetap . Kita dapat mengontrol tingkat di mana panas diserap atau
dibebaskan selama fase perubahan . Kondisi batas termal dapat ditentukan dari
memasukkan data iklim, dan kondisi batas disediakan untuk thermosyphons dan
pipa pembekuan.
54

CTRAN / W adalah salah satu software yang dalam penggunaannya


berhubungan dengan SEEP / W untuk pemodelan transportasi kontaminasi.
CTRAN / W dapat menganalisa masalah yang sederhana seperti pergerakan
partikel dalam gerakan air atau serumit menganalisis proses yang melibatkan
difusi, dispersi, adsorpsi, peluruhan radioaktif dan perbedaan massa jenis.
VADOSE / W adalah salah satu software yang berhubungan dengan
lingkungan, permukaan tanah, zona vadose dan daerah air tanah lokal. Software
ini dapat menganalisa masalah batas fluks seperti:
a. rancangan dan memonitor performa satu atau lebih lapisan yang menutupi
tambang dan fasilitas limbah rumah,
b. menentukan iklim yang mengontrol distribusi tekanan pori-air pada lereng
untuk digunakan dalam analisis stabilitas, dan
c. menentukan infiltrasi, evaporasi dan transpirasi dari proyek-proyek
pertanian atau irigasi.
Seep3D digunakan untuk pemodelan 3D dari air tanah yang jenuh atau
tidak jenuh. Dengan menggunakan Seep3D, kita dapat memperluas analisis aliran
air tanah regional dengan menyertakan geometri struktur tertentu seperti waduk
dan bendungan, hambatan arus cut off, rembesan saluran air atau sumur, gabungan
aliran dari samping dan bawah lereng, dan infiltrasi dan aliran dalam sistem
penghalang limbah.
52

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Objek Penelitian


Objek yang akan digunakan pada penelitian ini adalah lereng pada aliran
Sungai Code terletak di Kampung Gondolayu.

4.2 Lokasi Penelitian


Lokasi objek penelitian yang akan dianalisis yaitu aliran Sungai Code yang
terletak di Kampung Gondolayu, Kecamatan Jetis, Kabupaten Yogyakarta,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Peta lokasi dapat dilihat pada Gambar 4.1.

LOKASI

Gambar 4.1 Peta Lokasi

4.3 Tahap Pengumpulan Data


4.3.1 Data Primer
Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah Potongan
melintang (Cross Section) tebing. Didapatkan dari hasil survey pemetaan
menggunakan theodolite, rambu ukur, kertas, meteran, dan alat tulis. Hasil survey

55
56

berupa Gambar denah dan tampak melintang sungai yang nantinya akan menjadi
acuan dalam menganalisis lereng tersebut. Berikut adalah tahap-tahap dalam
survey pemetaan yang akan dilakukan adalah:
a. membuat lokasi BM (benchmark) sebagai titik awal berdirinya alat
theodolite,
b. melakukan setting alat diatas BM yang telah dibuat,
c. mendirikan rambu ukur pada titik-titik ketinggian yang dilakukan dengan
cara berpindah dari satu titik ketinggian ke titik ketinggian yang lain,
d. tembak rambu ukur menggunakan theodolite untuk mendapatkan nilai BA,
BB, BT, sudut vertikal, dan sudut horizontal pada setiap titik ketinngian
lereng,
e. mencatat data yang telah didapat dilapangan menggunakan kertas yang
telah disiapkan sebelumnya,
f. mengolah data menggunakan program Microsoft Excel untuk dilakukan
perhitungan dengan rumus-rumus yang telah tersedia, dan
g. menggambar peta kontur menggunakan program AutoCAD 2017 dengan
mengacu pada data yang telah di analisis menggunakan program Microsoft
Excel.

4.3.2 Data Sekunder


Data sekunder pada penelitian ini diprioritaskan. Data sekunder yang
dibutuhkan pada penelitian ini antara lain.
1. Data Tanah
Data tanah yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari penelitian
Kunarso (2015) di Kecamatan Jetis, Kabupaten Yogyakarta, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Tipe tanah dasar yang didapatkan
merupakan hasil dari penyelidikan tanah SPT dan DCPT, untuk desain
perkuatan lereng diambil dari hasil penyelidikan SPT yang sebelumnya
telah dilakukan dengan 3 titik lokasi 1 (BD 1), titik lokasi 2 (BD 2), dan
titik lokasi 3 (BD 3). Untuk data penyelidikan yang digunakan pada
penelitian ini adalah data penyelidikan lokasi 2 (BD 2) yang dapat dilihat
57

pada Lampiran-1, dan untuk klasifikasi lapisan tanah dan nilai SPT lokasi
2 (BD 2) dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Klasifikasi Lapisan Tanah Dan Nilai SPT (BD 2).
Kedalaman (m) Deskripsi Nilai N-SPT
0 – 4,5 Silty fine sand >50
4,5 – 10,45 Silty sand with gravel + 31 - >50
boulder
10,45 – 13,5 Gravelly sand 42 - >50
13,5 - 20 Silty sand with gravel + silty 34 - >50
fine sand
Sumber: Kunarso (2015)

Parameter tanah yang diperlukan diantaranya adalah nilai ɣ (berat volume


tanah) (kN/m3), C (kohesi tanah) (kN/m2), dan ɸ (sudut geser tanah) (˚).
Korelasi yang dipakai untuk mendapatkan nilai ɣ dan ɸ dapat dilihat pada
Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Korelasi Pasir Dengan Nilai SPT


Deskripsi Sangat Lepas Medium Padat Sangat
lepas padat
N (halus) 1-2 3-6 7-15 16-30 ?
(medium) 2-3 4-7 8-20 21-40 >40
(kasar) 3-6 5-9 10-25 26-45 >45
DT 0 0,15 0,35 0,65 0,85
ɸ (halus) 26-28 28-30 30-34 33-38 <50
(medium) 27-28 30-32 32-36 36-42 <50
(kasar) 28-30 30-34 33-40 40-50 <50
ɣ (kN/m3) 11-16 14-18 17-20 17-22 20-23
Sumber: Bowles (1977) dalam Kunarso (2015)
58

Korelasi nilai C (kohesi), karena material tanah jenis pasir adalah tanah
non kohesi jadi diambil nilai yang paling kritis untuk SF yaitu 0 (kN/m2).
Dari korelasi-korelasi tersebut diperoleh parameter tanah per lapis untuk
tanah dasar, nilai parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Material Tanah

Lapisan Kedalaman ɣ (t/m3) ɸ C (t/m2)


Lapis 1 0 - 4,5 1,8 35 0
Lapis 2 4,5 – 10,45 1,7 30 0
Lapis 3 10,45 -13,5 1,7 30 0
Lapis 4 13,5 - 20 1,8 35 0
Sumber: Kunarso (2015)

2. Data Material Geotekstil


Data material geotekstil yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari
PT. Geo Indogreen Karya. Data material geotekstil dapat dilihat pada
Lampiran-2.

3. Data Kegempaan
Data kegempaan yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari
internet (www.puskim.pu.go.id) dan dari peta zonasi gempa Indonesia
yang bisa didapatkan dari berbagai sumber di internet
(www.perencanaanstruktur.com). Peta zonasi gempa Indonesia dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
59

Gambar 4.2. Peta Zonasi Gempa Indonesia


(Sumber: www.puskim.go.id)

Berdasarkan gambar peta zonasi gempa diatas, Daerah Istimewa Yogyakarta


berada di zona yang berwarna kuning yang nilai koefisien gempanya sebesar 0,3g.

4.4 Tahap Analisis Data


4.4.1 Analisis Stabilitas Lereng Sebelum Longsor
Pemodelan yang dilakukan pada analisis stabilitas lereng sebelum longsor
adalah sebagai berikut.
1. Variasi beban vertikal
Variasi beban vertikal yang digunakan dalam analisis ini ada 2 variasi,
yaitu 10 kN/m3, dan 20 kN/m3. Di input pada program Geoslope
menggunakan tools Surchange Load .
2. Variasi muka air tanah
Variasi muka air tanah yang digunakan dalam analisis ini ada 2 variasi,
yaitu kedalaman -16 m, dan -19 m. Di input pada program Geoslope
menggunakan tools Pore Water Preasure .
60

3. Gempa
Pada analisis gempa digunakan koefisien gempa vertikal, dan koefisien
gempa horizontal, dengan koefisien masing-masing sebesar 0,3g yang
sesuai dengan peta zonasi gempa Daerah Istimewa Yogyakarta. Di input
pada program Geoslope menggunakan tools Seismic Load .

4.4.2 Analisis Stabilitas Lereng Setelah Longsor


Pemodelan yang dilakukan pada analisis stabilitas lereng setelah longsor
adalah sebagai berikut.
1. Variasi beban vertikal
Variasi beban vertikal yang digunakan dalam analisis ini ada 2 variasi,
yaitu 10 kN/m3, dan 20 kN/m3. Di input pada program Geoslope
menggunakan tools Surchange Load .
2. Variasi muka air tanah
Variasi muka air tanah yang digunakan dalam analisis ini ada 2 variasi,
yaitu kedalaman -16 m, dan -19 m. Di input pada program Geoslope
menggunakan tools Pore Water Preasure .
3. Gempa
Pada analisis gempa digunakan koefisien gempa vertikal, dan koefisien
gempa horizontal, dengan koefisien masing-masing sebesar 0,3g yang
sesuai dengan peta zonasi gempa Daerah Istimewa Yogyakarta. Di input
pada program Geoslope menggunakan tools Seismic Load .

4.4.3 Analisis Stabilitas Lereng dengan Perkuatan


Pemodelan yang dilakukan pada analisis stabilitas lereng dengan
Perkuatan adalah sebagai berikut.
1. Variasi beban vertikal
Variasi beban vertikal yang digunakan dalam analisis ini ada 2 variasi,
yaitu 10 kN/m3, dan 20 kN/m3. Di input pada program Geoslope
menggunakan tools Surchange Load .
61

2. Variasi muka air tanah


Variasi muka air tanah yang digunakan dalam analisis ini ada 2 variasi,
yaitu kedalaman -16 m, dan -19 m. Di input pada program Geoslope
menggunakan tools Pore Water Preasure .
3. Gempa
Pada analisis gempa digunakan koefisien gempa vertikal, dan koefisien
gempa horizontal, dengan koefisien masing-masing sebesar 0,3g yang
sesuai dengan peta zonasi gempa Daerah Istimewa Yogyakarta. Di input
pada program Geoslope menggunakan tools Seismic Load .
62

4.5 Diagram Alir Penelitian


Adapun tahapan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 4.3 dibawah ini.
63

Gambar 4.3 Diagram Alir Penelitian


BAB V
DATA, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Data Pengukuran Lereng


Analisis data pengukuran lereng dilakukan dengan melakukan survey
pemetaan/topografi lereng menggunakan alat theodolite, statif, rambu ukur,
meteran, alat tulis. Sedangkan untuk mengolah data pengukuran menggunakan
program Microsoft Excel, dan AutoCAD 2017. Diketahui tinggi alat 1,6 m, elevasi
muka air laut 100 m, dan koordinat X = 100, Y = 100. Dari hasil pengukuran
survey pemetaan, data yang didapat pertama kali hanya ditulis di kertas
menggunakan alat tulis. Data yang didapat tersebut lalu di masukan ke program
Microsoft Excel untuk di rapikan dan di analisis menggunakan rumus-rumus yang
telah disediakan sebelumnya. Berikut adalah data hasil pengukuran dapat dilihat
pada Tabel 5.1.

64
65

Tabel 5.1 Data Pengukuran Dari Hasil Survey Pemetaan Lereng


Sudut Horizontal Sudut Vertikal Pembacaan Rambu Jarak Beda Koordnat Elevasi
Titik Keterangan
deg min sec Jumlah (RAD) deg min sec Jumlah (RAD) BA (m) BT (m) BB (m) (m) Tinggi X Y Z
30 2 50 0.524422959 69 46 20 69.77222222 0.9 0.679 0.458 38.916 15.261 119.486 133.686 115.261 Atas
121 23 4 2.118558216 89 10 27 89.17416667 1 0.89 0.78 21.995 1.027 118.777 88.545 101.027 Tengah
45 7 35 0.787604066 66 38 32 66.64222222 1 0.79 0.58 35.398 16.097 125.085 124.975 116.097 Atas
118 59 11 2.076704251 87 19 40 87.32777778 0.7 0.578 0.456 24.347 2.158 121.297 88.201 102.158 Tengah
53 20 15 0.93091499 65 35 25 65.59027778 0.8 0.6 0.4 33.169 16.053 126.607 119.805 116.053 Atas
61 20 28 1.070604356 63 46 39 63.7775 0.7 0.508 0.316 30.903 16.313 127.117 114.821 116.313 Atas
115 16 22 2.01188951 89 14 58 89.24944444 0.9 0.799 0.698 20.197 1.066 118.263 91.378 101.066 Tengah
112 30 14 1.963563282 89 12 12 89.20333333 0.7 0.592 0.484 21.596 1.308 119.951 91.734 101.308 Tengah
68 15 1 1.191192063 62 43 17 62.72138889 1 0.81 0.62 30.018 16.269 127.881 111.123 116.269 Atas
111 43 43 1.950032133 94 12 7 94.20194444 1.3 1.208 1.116 18.301 -0.953 117.001 93.225 99.047 Tengah
107 0 35 1.867671984 96 6 33 96.10916667 1.2 1.122 1.044 15.423 -1.173 114.749 95.488 98.827 Tengah
92 4 10 1.606914946 96 1 10 96.01944444 1.5 1.426 1.352 14.637 -1.369 114.628 99.471 98.631 Tengah
90 21 8 1.576943764 100 13 5 100.2180556 1.7 1.632 1.564 13.172 -2.406 113.172 99.919 97.594 Tengah
98 1 20 1.710810518 111 5 18 111.0883333 1.7 1.638 1.576 10.795 -4.201 110.689 98.494 95.799 Tengah
109 37 18 1.913259015 105 40 56 105.6822222 1.6 1.532 1.464 12.606 -3.471 111.874 95.767 96.529 Tengah
120 44 48 2.107426894 105 56 0 105.9333333 1 0.918 0.836 15.164 -3.647 113.033 92.247 96.353 Tengah
124 48 15 2.178243629 102 49 31 102.8252778 1.5 1.408 1.316 17.493 -3.791 114.364 90.015 96.209 Tengah
125 55 3 2.197674961 102 48 58 102.8161111 0.9 0.797 0.694 19.586 -3.653 115.862 88.510 96.347 Sungai
136 30 46 2.382597443 99 24 5 99.40138889 1.4 1.27 1.14 25.306 -3.860 117.416 81.640 96.140 Sungai
141 34 41 2.471003218 99 27 42 99.46166667 1 0.84 0.68 31.135 -4.429 119.349 75.607 95.571 Sungai
147 15 45 2.57021549 100 57 30 100.9583333 1.6 1.493 1.386 20.627 -3.887 111.155 82.650 96.113 AS Sungai
166 32 38 2.90673921 101 34 33 101.5758333 1.5 1.401 1.302 19.003 -3.693 104.422 81.519 96.307 Sungai
7 50 44 0.136930776 101 9 10 101.1527778 0.5 0.378 0.256 23.487 -3.408 103.206 123.267 96.592 Sungai
16 20 25 0.285191648 98 32 4 98.53444444 0.9 0.796 0.692 20.342 -2.249 105.723 119.520 97.751 Bawah
161 28 1 2.818129814 112 52 24 112.8733333 1.8 1.75 1.7 8.489 -3.731 102.698 91.951 96.269 Sungai
14 50 39 0.259079583 100 25 27 100.4241667 1 0.904 0.808 18.571 -2.721 104.758 117.952 97.279 Bawah
146 48 41 2.562342116 127 2 10 127.0361111 2.6 2.568 2.536 4.078 -4.045 102.232 96.587 95.955 Sungai
16 43 0 0.291760873 107 17 54 107.2983333 1.3 1.22 1.14 14.585 -4.162 104.195 113.969 95.838 Sungai
26 41 33 0.465872011 121 2 40 121.0444444 3.7 3.68 3.66 2.936 -3.847 101.319 102.623 96.153 Sungai
19 7 33 0.333808764 105 37 37 105.6269444 1.8 1.725 1.65 13.912 -4.016 104.558 113.144 95.984 Sungai
365 25 47 6.377951837 105 56 36 105.9433333 3.9 3.868 3.836 5.917 -3.958 100.560 105.891 96.042 Sungai
24 11 2 0.422088487 101 11 35 101.1930556 1.4 1.315 1.23 16.359 -2.952 106.702 114.924 97.048 Bawah
25 3 32 0.437360118 111 3 56 111.0655556 2.3 2.25 2.2 8.708 -4.004 103.688 107.888 95.996 Sungai
25 35 57 0.446789744 104 8 42 104.145 1.8 1.723 1.646 14.480 -3.772 106.257 113.059 96.228 Bawah
25 15 48 0.440928347 104 13 15 104.2208333 2.2 2.138 2.076 11.652 -3.491 104.973 110.537 96.509 Sungai
32 50 25 0.573170974 106 40 12 106.67 1.7 1.637 1.574 11.563 -3.500 106.271 109.715 96.500 Sungai
34 55 50 0.609653204 101 7 31 101.1252778 1.1 1.028 0.956 13.864 -2.154 107.938 111.366 97.846 Bawah
38 27 5 0.671103338 104 12 40 104.2111111 1.9 1.83 1.76 13.156 -3.562 108.181 110.303 96.438 Sungai
51 36 19 0.900682009 103 59 19 103.9886111 0.7 0.632 0.564 12.805 -2.222 110.036 107.953 97.778 Tengah
41 31 25 0.724723731 94 19 36 94.32666667 0.8 0.715 0.63 16.903 -0.394 111.206 112.655 99.606 Tengah
52 49 12 0.921882911 94 29 44 94.49555556 2 1.929 1.858 14.113 -1.439 111.244 108.529 98.561 Tengah
35 52 14 0.626059299 94 5 10 94.08611111 1.2 1.105 1.01 18.904 -0.855 111.077 115.318 99.145 Tengah
53 42 55 0.937508456 90 44 58 90.74944444 1.8 1.72 1.64 15.997 -0.329 112.895 109.467 99.671 Tengah
62 43 8 1.094651114 90 15 30 90.25833333 1.5 1.42 1.34 16.000 0.108 114.220 107.334 100.108 Tengah
34 38 3 0.604480242 86 56 49 86.94694444 1.6 1.488 1.376 22.336 1.303 112.695 118.378 101.303 Tengah
69 16 55 1.209198043 87 4 32 87.07555556 2 1.92 1.84 15.958 0.495 114.926 105.646 100.495 Tengah
30 46 35 0.537149318 87 3 33 87.05916667 1.2 1.075 0.95 24.934 1.806 112.759 121.423 101.806 Tengah
72 14 48 1.260942207 84 38 25 84.64027778 1.2 1.105 1.01 18.834 2.262 117.937 105.743 102.262 Tengah
71 32 44 1.24870551 79 20 0 79.33333333 1 0.89 0.78 21.246 4.712 120.154 106.726 104.712 Tengah
30 1 6 0.523918753 83 30 21 83.50583333 1.3 1.168 1.036 26.062 3.399 113.038 122.566 103.399 Tengah
73 48 10 1.288101469 78 48 57 78.81583333 0.7 0.585 0.47 22.135 5.391 121.256 106.174 105.391 Tengah
28 5 36 0.490321165 83 25 36 83.42666667 1.5 1.358 1.216 28.028 3.472 113.199 124.726 103.472 Tengah
73 1 55 1.27464789 77 10 24 77.17333333 0.8 0.678 0.556 23.197 6.204 122.188 106.770 106.204 Tengah
27 20 26 0.477182714 84 32 53 84.54805556 1.5 1.348 1.196 30.126 3.127 113.836 126.760 103.127 Tengah
70 17 51 1.226922831 74 46 55 74.78194444 1.5 1.362 1.224 25.698 7.229 124.194 108.664 107.229 Tengah
65 5 57 1.136194799 77 6 46 77.11277778 1.1 0.97 0.84 24.707 6.283 122.410 110.403 106.283 Tengah
62 21 52 1.088464892 77 3 25 77.05694444 1.4 1.27 1.14 24.696 6.006 121.878 111.455 106.006 Tengah
26 46 0 0.467166463 81 23 38 81.39388889 1.5 1.34 1.18 31.283 4.995 114.089 127.931 104.995 Tengah
25 35 57 0.446789744 104 8 42 104.145 1.8 1.723 1.646 14.480 -3.772 106.257 113.059 96.228 Bawah
25 15 48 0.440928347 104 13 15 104.2208333 2.2 2.138 2.076 11.652 -3.491 104.973 110.537 96.509 Sungai
32 50 25 0.573170974 106 40 12 106.67 1.7 1.637 1.574 11.563 -3.500 106.271 109.715 96.500 Sungai
34 55 50 0.609653204 101 7 31 101.1252778 1.1 1.028 0.956 13.864 -2.154 107.938 111.366 97.846 Bawah
38 27 5 0.671103338 104 12 40 104.2111111 1.9 1.83 1.76 13.156 -3.562 108.181 110.303 96.438 66
Sungai
51 36 19 0.900682009 103 59 19 103.9886111 0.7 0.632 0.564 12.805 -2.222 110.036 107.953 97.778 Tengah
41 31 25 0.724723731 94 19 36 94.32666667 0.8 0.715 0.63 16.903 -0.394 111.206 112.655 99.606 Tengah
52 49 12 0.921882911 94 29 44 94.49555556 2 1.929 1.858 14.113 -1.439 111.244 108.529 98.561 Tengah
35 52 14 0.626059299 94 5 10 94.08611111 1.2 1.105 1.01 18.904 -0.855 111.077 115.318 99.145 Tengah
53 42 55 Tabel 5.1 Data Pengukuran Dari Hasil Survey Pemetaan Lereng (Lanjutan)
0.937508456 90 44 58 90.74944444 1.8 1.72 1.64 15.997 -0.329 112.895 109.467 99.671 Tengah
62 43 8 1.094651114 90 15 30 90.25833333 1.5 1.42 1.34 16.000 0.108 114.220 107.334 100.108 Tengah
34 38 3 0.604480242 86 56 49 86.94694444 1.6 1.488 1.376 22.336 1.303 112.695 118.378 101.303 Tengah
69 16 55 1.209198043 87 4 32 87.07555556 2 1.92 1.84 15.958 0.495 114.926 105.646 100.495 Tengah
30 46 35 0.537149318 87 3 33 87.05916667 1.2 1.075 0.95 24.934 1.806 112.759 121.423 101.806 Tengah
72 14 48 1.260942207 84 38 25 84.64027778 1.2 1.105 1.01 18.834 2.262 117.937 105.743 102.262 Tengah
71 32 44 1.24870551 79 20 0 79.33333333 1 0.89 0.78 21.246 4.712 120.154 106.726 104.712 Tengah
30 1 6 0.523918753 83 30 21 83.50583333 1.3 1.168 1.036 26.062 3.399 113.038 122.566 103.399 Tengah
73 48 10 1.288101469 78 48 57 78.81583333 0.7 0.585 0.47 22.135 5.391 121.256 106.174 105.391 Tengah
28 5 36 0.490321165 83 25 36 83.42666667 1.5 1.358 1.216 28.028 3.472 113.199 124.726 103.472 Tengah
73 1 55 1.27464789 77 10 24 77.17333333 0.8 0.678 0.556 23.197 6.204 122.188 106.770 106.204 Tengah
27 20 26 0.477182714 84 32 53 84.54805556 1.5 1.348 1.196 30.126 3.127 113.836 126.760 103.127 Tengah
70 17 51 1.226922831 74 46 55 74.78194444 1.5 1.362 1.224 25.698 7.229 124.194 108.664 107.229 Tengah
65 5 57 1.136194799 77 6 46 77.11277778 1.1 0.97 0.84 24.707 6.283 122.410 110.403 106.283 Tengah
62 21 52 1.088464892 77 3 25 77.05694444 1.4 1.27 1.14 24.696 6.006 121.878 111.455 106.006 Tengah
26 46 0 0.467166463 81 23 38 81.39388889 1.5 1.34 1.18 31.283 4.995 114.089 127.931 104.995 Tengah
54 21 30 0.948731893 104 2 14 104.0372222 1.6 1.538 1.476 11.670 -2.856 109.484 106.801 97.144 Bawah
53 40 58 0.936941224 107 10 51 107.1808333 2.8 2.742 2.684 10.588 -4.416 108.531 106.271 95.584 Sungai
22 13 43 0.387962452 85 16 46 85.27944444 1.6 1.44 1.28 31.783 2.785 112.024 129.421 102.785 Tengah
70 2 17 1.222394671 100 0 33 100.0091667 1.6 1.54 1.48 11.637 -1.994 110.938 103.973 98.006 Bawah
77 27 43 1.351965976 111 45 50 111.7638889 1.4 1.342 1.284 10.005 -3.736 109.767 102.172 96.264 Sungai
106 54 30 1.865902414 121 39 25 121.6569444 2.915 2.865 2.815 7.246 -5.732 106.932 97.893 94.268 Sungai
342 18 56 5.974533525 96 5 36 96.09333333 3.654 3.516 3.378 27.289 -4.829 91.710 125.999 95.171 Sungai
340 40 52 5.946007088 95 0 13 95.00361111 3.69 3.5 3.31 37.711 -5.202 87.524 135.588 94.798 Sungai
354 10 17 6.181456852 100 29 50 100.4972222 1.9 1.7 1.5 38.672 -7.266 96.073 138.472 92.734 Sungai
36 25 57 0.63586708 74 46 6 74.76833333 2.9 2.75 2.6 27.929 6.455 116.587 122.471 106.455 Tengah
48 6 26 0.839629422 74 37 24 74.62333333 1.65 1.502 1.354 27.519 7.666 120.485 118.375 107.666 Tengah
49 44 34 0.868175251 73 41 56 73.69888889 1.389 1.229 1.069 29.479 8.992 122.497 119.050 108.992 Tengah
31 17 43 0.546205638 76 58 9 76.96916667 1.77 1.611 1.452 30.183 6.974 115.679 125.792 106.974 Tengah
174 37 18 3.047723029 90 8 17 90.13805556 1.687 1.592 1.497 19.000 -0.038 101.781 81.084 99.962 Jalan
173 37 48 3.03041518 90 9 1 90.15027778 1.62 1.578 1.536 8.400 0.000 100.932 91.652 100.000 Jalan
167 14 20 2.918869248 97 52 0 97.86666667 4.18 4.142 4.104 7.458 -3.572 101.647 92.727 96.428 Bawah Jalan
145 51 19 2.545654829 108 38 33 108.6425 4.412 4.401 4.39 1.975 -3.467 101.109 98.365 96.533 Bawah Jalan
337 46 28 5.895276185 90 54 14 90.90388889 1.49 1.448 1.406 8.398 0.020 96.823 107.774 100.020 Jalan
343 47 42 6.000354702 93 30 14 93.50388889 1.36 1.335 1.31 4.981 -0.040 98.610 104.783 99.960 Jalan
67

Setelah didapatkan hasil perhitungan seperti diatas, lalu hasil tersebut


digambarkan menggunakan program AutoCAD 2017 untuk mendapatkan gambar
tampak melintang (Cross Section) dan kontur dari lereng tersebut. Berikut adalah
gambar tampak melintang dan kontur lereng dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan
Gambar 5.2.

Gambar 5.1 Kontur Lereng Kali Code


68

Gambar 5.2 Tampak Melintang (Cross Section) Lereng

5.2 Analisis Stabilitas Lereng Menggunakan Program Geoslope


Stabilitas lereng yang dianalisis menggunakan program Geoslope pada
penelitian ini meliputi, analisis stabilitas lereng sebelum longsor, analisis stabilitas
lereng kondisi eksisting, dan analisis stabilitas lereng dengan perkuatan geotekstil.
Dengan masing-masing menggunakan 2 variasi beban vertikal, 2 variasi muka air
tanah, dan gempa. Metode yang digunakan untuk menganalisis stabilitas lereng
adalah Fellenius Sliced Method. Digunakan Fellenius Sliced Method karena
metode ini dapat menghasilkan faktor aman yang lebih rendah dari cara hitungan
yang lebih teliti. Besarnya nilai kesalahan dapat tergantung dari faktor aman,
sudut pusat lingkaran yang dipilih, dan besarnya tekanan air pori. Walaupun
analisis ditinjau dalam tinjauan tegangan total, kesalahan analisis masih
merupakan fungsi dari faktor aman dan sudut pusat dari lingkaran. Cara ini telah
banyak digunakan dalam praktek, karena cara hitungan sederhana dan kesalahan
hitungan yang dihasilkan masih pada sisi yang aman.
69

5.2.1 Analisis Stabilitas Lereng Sebelum Longsor


Pada analisis stabilitas lereng sebelum longsor, bentuk geometri lereng
yang di analisis mengunakan program Geoslope hanya perkiraan peneliti saja,
Karena penelitian ini dilakukan setelah lereng di Kali Code mengalami longsor.
Data penyelidikan tanah yang dipakai pada analisis ini adalah data penyelidikan
tanah pada lokasi 2 (BD 2) yang dapat dilihat pada Lampiran-1. Untuk data tanah
dapat dilihat pada Tabel 4.3. Berikut adalah perkiraan bentuk geometri dan lapisan
tanah dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3 Geometri Lereng Sebelum Longsor

Setelah mendesain geometri lereng sebelum longsor, lalu menganalisis stabilitas


menggunakan program Geoslope dengan 2 variasi beban vertikal, 2 variasi muka
air tanah, dan gempa untuk mencari angka keamanannya (SF).

5.2.1.1 Variasi Beban Vertikal


Variasi beban vertikal dianalisis dengan 2 variasi pembebanan, yaitu
beban 10 kN/m3 dan 20 kN/m3. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis
stabilitas lereng sebelum longsor menggunakan program Geoslope dengan 2
variasi beban dapat dilihat pada Gambar 5.4 dan Gambar 5.5.
70

Gambar 5.4 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor Variasi
Beban Vertikal 1 (10 kN/m3)

Gambar 5.5 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor Variasi
Beban Vertikal 2 (20 kN/m3)
Berdasarkan dari Gambar 5.4 dan Gambar 5.5 diatas, diperoleh hasil sebagai
berikut.
1. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 1 (10 kN/m3) sebesar 1,055
2. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 2 (20 kN/m3) sebesar 1,040
71

5.2.1.2 Variasi Muka Air Tanah


Variasi muka air tanah dianalisis dengan 2 variasi kedalaman tanpa beban
vertikal, yaitu kedalaman -19 m atau ketinggian air 1 m, dan -16 m atau
ketinggian air 4 m. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis stabilitas lereng
sebelum longsor menggunakan program Geoslope dengan 2 variasi kedalaman
dapat dilihat pada Gambar 5.6 dan Gambar 5.7.

Gambar 5.6 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor Variasi
Muka Air 1 (-19 m atau ketinggian air 1 m)

Gambar 5.7 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor Variasi
Muka Air 2 (-16 m atau ketinggian air 4 m)
72

Berdasarkan dari Gambar 5.6 dan Gambar 5.7 diatas, diperoleh hasil sebagai
berikut.
1. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 1 (-19 m) sebesar 1,039
2. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 2 (-16 m) sebesar 0,981

5.2.1.3 Gempa
Gempa dianalisis dengan melihat koefisien gempa vertikal dan gempa
horizontal pada peta zona gempa sesuai daerah. Diketahui koefisien gempa
vertikal dan gempa horizontal pada Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 0,3g, dan
tanpa beban vertikal diatas lereng. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis
stabilitas lereng sebelum longsor menggunakan program Geoslope dengan
koefisien gempa dapat dilihat pada Gambar 5.8.

Gambar 5.8 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor Akibat
Gempa

Berdasarkan dari Gambar 5.8. tersebut, diperoleh hasil angka keamanan (SF)
ditinjau pada akibat gempa sebesar 0,861.
73

5.2.2 Analisis Stabilitas Lereng Kondisi Eksisting


Pada analisis stabilitas lereng kondisi eksisting, bentuk geometri lereng
yang di analisis mengunakan program Geoslope adalah geometri lereng asli yang
sebelumnya telah dilakukan survey pemetaan/topografi lereng di lokasi longsoran,
seperti yang terlihat pada Gambar 5.2. Data penyelidikan tanah yang dipakai pada
analisis ini adalah data penyelidikan tanah pada lokasi 2 (BD 2) yang dapat dilihat
pada Lampiran-1. Untuk data tanah dapat dilihat pada Tabel 4.3. Berikut adalah
bentuk geometri yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.9.

Lereng Kondisi
Eksististing

Lereng Sebelum
Longsor

Gambar 5.9 Geometri Lereng Kondisi Eksisting

Setelah mendapatkan geometri lereng kondisi eksisting dengan melakukan survey


pemetaan/topografi, lalu menganalisis stabilitas menggunakan program Geoslope
dengan 2 variasi beban vertikal, 2 variasi muka air tanah, dan gempa untuk
mencari angka keamanannya (SF).

5.2.2.1 Variasi Beban Vertikal


Variasi beban vertikal dianalisis dengan 2 variasi pembebanan, yaitu
beban 10 kN/m3 dan 20 kN/m3. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis
74

stabilitas lereng kondisi eksisting menggunakan program Geoslope dengan 2


variasi beban dapat dilihat pada Gambar 5.10 dan Gambar 5.11.

Gambar 5.10 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting Variasi
Beban Vertikal 1 (10 kN/m3)

Gambar 5.11 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting Variasi
Beban Vertikal 2 (20 kN/m3)
75

Berdasarkan dari Gambar 5.10 dan Gambar 5.11 diatas, diperoleh hasil sebagai
berikut.
1. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 1 (10 kN/m3) sebesar 1,293
2. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 2 (20 kN/m3) sebesar 1,284

5.2.2.2 Variasi Muka Air Tanah


Variasi muka air tanah dianalisis dengan 2 variasi kedalaman tanpa beban
vertikal, yaitu kedalaman -19 m atau ketinggian air 1 m, dan -16 m atau
ketinggian air 4 m. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis stabilitas lereng
kondisi eksisting menggunakan program Geoslope dengan 2 variasi kedalaman
dapat dilihat pada Gambar 5.12 dan Gambar 5.13.

Gambar 5.12 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting Variasi
Muka Air 1 (-19 m atau ketinggian air 1 m)
76

Gambar 5.13 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting Variasi
Muka Air 2 (-16 m atau ketinggian air 4 m)

Berdasarkan dari Gambar 5.12 dan Gambar 5.13 diatas, diperoleh hasil sebagai
berikut.
1. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 1 (-19 m) sebesar 1,207
2. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 2 (-16 m) sebesar 1,089

5.2.2.3 Gempa
Gempa dianalisis dengan melihat koefisien gempa vertikal dan gempa
horizontal pada peta zona gempa sesuai daerah. Diketahui koefisien gempa
vertikal dan gempa horizontal pada Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 0,3g, dan
tanpa beban vertikal diatas lereng. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis
stabilitas lereng kondisi eksisting menggunakan program Geoslope dengan
koefisien gempa dapat dilihat pada Gambar 5.14.
77

Gambar 5.14 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting Akibat
Gempa

Berdasarkan dari Gambar 5.14 diatas, diperoleh hasil angka keamanan (SF)
ditinjau pada gempa sebesar 0,956.

5.2.3 Analisis Stabilitas Lereng dengan Perkuatan Geotekstil


Pada analisis stabilitas lereng dengan perkuatan geotekstil, bentuk
geometri lereng yang di analisis mengunakan program Geoslope adalah geometri
lereng asli yang sebelumnya telah dilakukan survey pemetaan/topografi lereng di
lokasi longsoran, yang telah ditambah dengan timbunan baru. Untuk perhitungan
perkutan geotekstil dilakukan perhitungan manual untuk mencari kuat tarik yang
terjadi, tegangan horizontal, panjang penjangkaran, dan sebagainya. Sedangkan
jarak antar geotekstil diasumsikan. Berikut adalah bentuk geometri yang lebih
jelas dapat dilihat pada Gambar 5.15.
78

Gambar 5.15 Geometri Lereng Yang Akan Diperkuat

Data yang diperlukan untuk analisis stabilitas lereng dengan perkuatan


geotekstil, yaitu.
Berat volume tanah (ɣ) = 1,8 t/m3
Sudut geser (ɸ) = 35˚
Kohesi (c) = 0˚
Kuat tarik geotekstil (Pu) = 6 t/m
Jarak antar geotekstil zona 1 (Sv1) = 0,5 m
Jarak antar geotekstil zona 2 (Sv2) = 0,6 m
Tinggi lereng 1 (Z1) = 10 m
Tinggi lereng 2 (Z2) = 10 m
Sudut lereng (β) = 60º

1. Menentukan nilai koefisien tekanan tanah lateral (Kreq)


Untuk menentukan nilai koefisien tekanan tanah lateral, terlebih dahulu
mencari nilai ɸ’f . Nilai SF = 1,235 diperoleh dari analisis stabilitas lereng
dengan program Geoslope dan dihitung secara terpisah. Berikut adalah
gambar analisis stabilitas lereng dapat dilihat pada Gambar 5.16.
79

Gambar 5.16 Analisis Stabilitas Lereng Yang Akan Diperkuat

𝑡𝑔 ɸ
Maka, ɸ’f = arc tg ( )
𝑆𝐹
𝑡𝑔 35˚
= arc tg ( 1,235 )

= 29,53˚
Untuk menentukan nilai koefisien tekanan tanah lateral digunakan grafik
yang terdapat pada Gambar 3.14 . Berikut adalah Gambar 5.17 hasil
penentuan nilai Kreq.

Gambar 5.17 Grafik Hasil Penentuan Nilai Kreq (Schmertmann, 1987)


80

Dari grafik diatas didapatkan nilai koefisien tekanan tanah lateral (K)
sebesar 0,15.
2. Menghitung tegangan horizontal (σh).
σh = K . ɣ . Z
= 0,15 . 1,8 . 20
= 5,4 t/m2
3. Menghitung kuat tarik tulangan yang terjadi (Preq)
Preq = σh. Sv1 . SF
= 5,4 . 0,5 . 1,5
= 2,7 kN/m2
Berikut adalah Tabel perhitungan keseluruhan Preq, dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Perhitungan Keseluruhan Preq


ɣ z σh Sv Preq
Lapis K SF
(t/m3) (m) (t/m2) (m) (t/m2)
1 0,15 1,8 20 5,4 0,5 1,5 2,7
2 0,15 1,8 19,5 5,265 0,5 1,5 2,6325
3 0,15 1,8 19 5,13 0,5 1,5 2,565
4 0,15 1,8 18,5 4,995 0,5 1,5 2,4975
5 0,15 1,8 18 4,86 0,5 1,5 2,43
6 0,15 1,8 17,5 4,725 0,5 1,5 2,3625
7 0,15 1,8 17 4,59 0,5 1,5 2,295
8 0,15 1,8 16,5 4,455 0,5 1,5 2,2275
9 0,15 1,8 16 4,32 0,5 1,5 2,16
10 0,15 1,8 15,5 4,185 0,5 1,5 2,0925
11 0,15 1,8 15 4,05 0,5 1,5 2,025
12 0,15 1,8 14,5 3,915 0,5 1,5 1,9575
13 0,15 1,8 14 3,78 0,5 1,5 1,89
14 0,15 1,8 13,5 3,645 0,5 1,5 1,8225
15 0,15 1,8 13 3,51 0,5 1,5 1,755
81

16 0,15 1,8 12,5 3,375 0,5 1,5 1,6875


17 0,15 1,8 12 3,24 0,5 1,5 1,62
18 0,15 1,8 11,5 3,105 0,5 1,5 1,5525
19 0,15 1,8 11 2,97 0,5 1,5 1,485
20 0,15 1,8 10,5 2,835 0,5 1,5 1,4175
21 0,15 1,8 10 2,7 0,5 1,5 1,35
22 0,15 1,8 9,4 2,538 0,6 1,5 1,5228
23 0,15 1,8 8,8 2,376 0,6 1,5 1,4256
24 0,15 1,8 8,2 2,214 0,6 1,5 1,3284
25 0,15 1,8 7,6 2,052 0,6 1,5 1,2312
26 0,15 1,8 7 1,89 0,6 1,5 1,134
27 0,15 1,8 6,4 1,728 0,6 1,5 1,0368
28 0,15 1,8 5,8 1,566 0,6 1,5 0,9396
29 0,15 1,8 5,2 1,404 0,6 1,5 0,8424
30 0,15 1,8 4,6 1,242 0,6 1,5 0,7452
31 0,15 1,8 4 1,08 0,6 1,5 0,648
32 0,15 1,8 3,4 0,918 0,6 1,5 0,5508
33 0,15 1,8 2,8 0,756 0,6 1,5 0,4536
34 0,15 1,8 2,2 0,594 0,6 1,5 0,3564
35 0,15 1,8 1,6 0,432 0,6 1,5 0,2592
36 0,15 1,8 1 0,27 0,6 1,5 0,162
37 0,15 1,8 0,4 0,108 0,6 1,5 0,0648

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui nilai Preq dari masing-masing lapis. Nilai
Preq terbesar terdapat pada lapis 1 dengan nilai Preq = 2,7 t/m2. Pada Persamaan
3.20 Pu ≥ Preq, maka 6 t/m ≥ 2,7 t/m2 nilai Pu telah memenuhi persyaratan.
82

𝐿
4. Menentukan nilai 𝐻′
𝐿
Untuk menentukan nilai digunakan grafik yang terdapat pada Gambar
𝐻′

3.15, diketahui ɸ’f = 29,53˚. Berikut adalah Gambar 5.18 hasil penentuan
𝐿
nilai 𝐻′.

𝐿
Gambar 5.18 Hasil Penentuan nilai 𝐻′ (Schmertmann, 1987)
𝐿
Dari grafik diatas didapatkan nilai 𝐻′ sebesar 0,5.

5. Menghitung panjang penjangkaran (LB = LT), digunakan nilai SF = 1,5

𝐿 𝑞
LB = ((𝐻′) . (𝐻 + ( ɣ ))). SF

0
= ((0,5) . (20 + (1,8))). 1,5

= 15 m

Jadi, dari hasil perhitungan diatas panjang penjangkaran bawah dan atas
(LB = LT) sebesar 15 m, dan panjang geotekstil overlapping (Lo) dipakai panjang
minimum sebesar 1 m. Berikut adalah gambar hasil analisis perhitungan manual
dapat dilihat pada Gambar 5.19.
83

Gambar 5.19 Geometri Lereng Perkuatan Geotekstil

Setelah menganalisis desain perkuatan geotekstil dengan perhitungan manual, lalu


menganalisis stabilitasnya menggunakan program Geoslope dengan 2 variasi
beban vertikal, 2 variasi muka air tanah, dan gempa untuk mencari angka
keamanannya (SF).

5.2.3.1 Variasi Beban Vertikal


Variasi beban vertikal dianalisis dengan 2 variasi pembebanan, yaitu
beban 10 kN/m3 dan 20 kN/m3 ,untuk variasi beban 10 kN/m3 digunakan panjang
penjangkaran (LB = LT) seperti perhitungan dibawah ini.

𝐿 𝑞
LB = ((𝐻′) . (𝐻 + ( ɣ ))). SF

10
= ((0,5) . (20 + (1,8))). 1,5

= 15,4 m
Sedangkan untuk variasi beban 20 kN/m3 digunakan panjang penjangkaran (LB =
LT) seperti perhitungan dibawah ini.
84

𝐿 𝑞
LB = ((𝐻′) . (𝐻 + ( ɣ ))). SF

20
= ((0,5) . (20 + (1,8))). 1,5

= 15,8 m
Dari hasil perhitungan diatas, panjang penjangkaran (LB = LT) pada variasi
beban 10 kN/m3 adalah 15,4 m, dan panjang penjangkaran (LB = LT) pada variasi
beban 20 kN/m3 adalah 15,8 m. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis
stabilitas lereng dengan perkuatan geotekstil menggunakan program Geoslope
dengan 2 variasi beban dapat dilihat pada Gambar 5.20 dan Gambar 5.21.

Gambar 5.20 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Dengan Perkuatan


Geotekstil Variasi Beban Vertikal 1 (10 kN/m3)
85

Gambar 5.21 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Dengan Perkuatan


Geotekstil Variasi Beban Vertikal 2 (20 kN/m3)

Berdasarkan dari Gambar 5.20 dan Gambar 5.21 diatas, diperoleh hasil sebagai
berikut.
1. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 1 (10 kN/m3) sebesar 1,683
2. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 2 (20 kN/m3) sebesar 1,695

5.2.3.2 Variasi Muka Air Tanah


Variasi muka air tanah dianalisis dengan 2 variasi kedalaman tanpa beban
vertikal, yaitu kedalaman -19 m atau ketinggian air 1 m, dan -16 m atau
ketinggian air 4 m. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis stabilitas lereng
dengan perkuatan geotekstil menggunakan program Geoslope dengan 2 variasi
kedalaman dapat dilihat pada Gambar 5.22 dan Gambar 5.23.
86

Gambar 5.22 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Dengan Perkuatan


Geotekstil Variasi Muka Air 1 (-19 m atau ketinggian air 1m)

Gambar 5.23 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Dengan Perkuatan


Geotekstil Variasi Muka Air 2 (-16 m atau ketinggian air 4 m)
Berdasarkan dari Gambar 5.22 dan Gambar 5.23 diatas, diperoleh hasil sebagai
berikut.
1. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 1 (-19 m) sebesar 1,623
2. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 2 (-16 m) sebesar 1,567
87

5.2.3.3 Gempa
Gempa dianalisis dengan melihat koefisien gempa vertikal dan gempa
horizontal pada peta zona gempa sesuai daerah. Diketahui koefisien gempa
vertikal dan gempa horizontal pada Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 0,3g, dan
tanpa beban vertikal diatas lereng. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis
stabilitas lereng dengan perkuatan geotekstil menggunakan program Geoslope
dengan koefisien gempa dapat dilihat pada Gambar 5.24.

Gambar 5.24 Hasil Analisis Kelongsoran Dengan Perkuatan Geotekstil Pada


Lereng Akibat Gempa

Berdasarkan dari Gambar 5.24 diatas, diperoleh hasil angka keamanan (SF)
ditinjau pada akibat gempa sebesar 1,252.
88

Hasil analisis stabilitas lereng sebelum longsor, kondisi eksisting, dan


lereng perkuatan geotekstil dengan masing-masing 2 variasi beban vertikal, 2
variasi muka air tanah, dan gempa disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.3 Rekapitulasi Hasil Analisis Stabilitas Lereng


Stabilitas Kelongsoran
No Lereng Variasi
Program Geoslope (SF)
Beban vertikal 1 1,055
Beban vertikal 2 1,040
Lereng sebelum
1 Muka air tanah 1 1,039
longsor
Muka air tanah 2 0,981
Gempa 0,861
Beban vertikal 1 1,293
Beban vertikal 2 1,284
Lereng kondisi
2 Muka air tanah 1 1,207
eksisting
Muka air tanah 2 1,089
Gempa 0,956
Beban vertikal 1 1,683
Lereng dengan Beban vertikal 2 1,695
3 perkuatan Muka air tanah 1 1,623
geotekstil Muka air tanah 2 1,567
Gempa 1,252

Berdasarkan pada Tabel 5.3 diatas, menurut Tabel 3.1 hubungan nilai
faktor keamanan lereng dan intensitas longsor (Bowles. 1989), untuk lereng
sebelum longsor dengan berbagai variasinya, didapatkan SF ≤ 1,07 yang berarti
lereng keadaan labil. Untuk lereng kondisi eksisting dengan variasi beban vertikal
didapatkan SF ≥ 1,25 yang berarti lereng relatif stabil, untuk variasi muka air
tanah didapatkan SF antara 1,07 sampai 1,25 yang berarti lereng keadaan kritis,
sementara untuk gempa didapatkan SF ≤ 1,07 yang berarti lereng keadaan labil.
Perencanaan lereng dengan perkuatan geotekstil variasi beban vertikal, variasi
89

muka air tanah, dan akibat gempa didapatkan SF ≥ 1,25 yang berarti lereng
dengan variasi tersebut relatif stabil.

5.3 Pembahasan
Pembahasan pada penelitian ini menitikberatkan pada perbandingan antara
faktor keamanan (SF) pada lereng sebelum longsor, lereng kondisi eksisting, dan
lereng dengan perkuatan geotekstil, juga permasalahan pada penggunaan
geotekstil yang tidak berfungsi secara optimal yang diperlukan perencanaan ulang
menggunakan program Geoslope.

5.3.1 Perbandingan Hasil Analisis Stabilitas Lereng Sebelum Longsor, Lereng


Kondisi Eksisting, dan Lereng dengan Perkuatan Geotekstil
Program Geoslope merupakan program yang digunakan untuk mencari
nilai SF terhadap kelongsoran lereng, sehingga pada penelitian ini yang
dibandingkan adalah hasil analisis stabilitas dari berbagai variasi terhadap
kelongsoran lereng. Perbandingan nilai SF dari hasil perhitungan program
Geoslope dapat dilihat pada Gambar 5.25.

Gambar 5.25 Grafik Perbandingan Faktor Keamanan Lereng

Berdasarkan grafik diatas, diketahui bahwa SF lereng sebelum longsor


lebih riskan terhadap longsoran, dibandingkan dengan lereng kondisi eksisting,
dan lereng dengan perkuatan geotekstil.
90

5.3.2 Analisis Stabilitas Lereng Perkuatan Geotekstil Dengan Gabungan Variasi


Pada analisis stabilitas lereng perkuatan geotekstil dengan gabungan
variasi, bentuk geometri lereng yang di analisis mengunakan program Geoslope
adalah geometri lereng dengan perkuatan geotekstil seperti pada Gambar 5.19,
hanya saja pada analisis ini variasi beban vertikal, variasi muka air tanah, dan
gempa di analisis secara keseluruhan. Variasi yang digunakan pada analisis ini
adalah variasi beban merata 2 (20 kN/m3), variasi muka air tanah 2 (-19 m), dan
gempa (0,3g). Berikut adalah hasil analisis stabilitas lereng perkuatan geotekstil
dengan gabungan variasi dapat dilihat pada Gambar 5.26.

Gambar 5.26 Hasil Analisis Stabilitas Lereng Perkuatan Geotekstil Dengan


Gabungan Variasi

Angka keamanan (SF) yang diperoleh berdasarkan Gambar 5.26 sebesar


1,139. Menurut Tabel 3.1 hubungan nilai faktor keamanan lereng dan intensitas
longsor (Bowles. 1989), untuk lereng perkuatan geotekstil dengan gabungan
variasi, didapatkan SF antara 1,07 sampai 1,25 yang berarti lereng keadaan kritis.
91

5.3.3 Permasalahan Pada Penggunaan Geotekstil


Pada tinjauan analisis lereng secara keseluruhan dapat dilihat bahwa
panjang geotekstil pada lereng atas tidak berfungsi secara optimal, sedangkan
pada lereng bawah perkuatan geotekstil melebihi bidang longsor. Hal ini
dikarenakan bidang longsor pada lereng atas sangat besar dan pada lereng bawah
sangat kecil, sehingga panjang geotekstil pada lereng atas tidak dapat mencapai
bidang longsor, seperti yang terlihat pada Gambar 5.27.

Gambar 5.27. Hasil Analisis Lereng Secara Keseluruhan

Angka keamanan (SF) yang diperoleh berdasarkan Gambar 5.27. sebesar


1,683. hasil tersebut menunjukan adanya peningkatan setelah diberi perkuatan
geotekstil. Meskipun demikian, kondisi ini kurang efisien karena terjadi
pemborosan geotekstil pada lereng atas, sedangkan panjang geotekstil pada lereng
bawah mengalami kekurangan yang memungkinkan terjadinya kelongsoran pada
lereng bawah tersebut. Oleh karena itu diperlukan perencanaan ulang, yaitu
dengan mengurangi panjang geotekstil pada lereng bawah dan menambah panjang
geotekstil pada lereng atas. Hasil analisis stabilitas lereng terhadap kelongsoran
lereng setelah dilakukan perencanaan ulang ditunjukan pada Gambar 5.28.
92

Gambar 5.28. Hasil Analisis Secara Keseluruhan Setelah Perencanaan Ulang

Berdasarkan Gambar 5.28 diperoleh nilai SF sebesar 1,763 (lebih besar


dari nilai SF sebelumnya 1,683). Panjang geotekstil pada lereng atas dibuat
hampir seragam, sedangkan pada lereng bawah dibuat berbeda-beda. Penggunaan
geotekstil tersebut lebih efisien karena tidak terjadi pemborosan geotekstil pada
lereng bawah dan geotekstil pada lereng atas juga lebih berfungsi dalam
meningkatkan nilai SF lereng secara keseluruhan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian diatas, kesimpulan yang dapat diperoleh dari
penelitian ini yaitu.
1. Pada lereng sebelum longsor, hasil analisis menggunakan program
Geoslope didapatkan SF lereng setelah longsor dengan variasi beban
vertikal 1, dan beban vertikal 2 adalah 1,055 dan 1,040. Karena SF ≤ 1,07,
maka lereng labil. Variasi muka air tanah 1, dan muka air tanah 2 adalah
1,039 dan 0,981. Karena SF ≤ 1,07, maka lereng labil. Sedangkan gempa
didapatkan SF sebesar 0,861. Karena SF ≤ 1,07, maka lereng labil.
2. Berdasarkan analisis menggunakan program Geoslope lereng setelah
longsor didapatkan SF dengan variasi beban vertikal 1, dan beban vertikal
2 adalah 1,293 dan 1,284. Karena SF ≥ 1,25, maka longsor jarang terjadi.
Variasi muka air tanah 1, dan muka air tanah 2 adalah 1,207 dan 1,089.
Karena SF antara 1,07 sampai 1,25, maka lereng keadaan kritis.
Sedangkan gempa didapatkan SF sebesar 0,956. Karena SF ≤ 1,07, maka
lereng labil.
3. Hasil perencanaan menggunakan perkuatan geotekstil pada lereng dengan
mengubah sedikit geometri dari lereng asli setelah longsor, didapatkan SF
variasi beban vertikal 1, dan beban vertikal 2 adalah 1,683 dan 1,695.
Karena SF ≥ 1,25, maka longsor jarang terjadi. Variasi muka air tanah 1
dan muka air tanah 2 adalah 1,623 dan 1,567. Karena SF ≥ 1,25, maka
longsor jarang terjadi. Sedangkan gempa didapatkan SF sebesar 1,252.
Karena SF ≥ 1,25, maka longsor jarang terjadi. Hasil dari perencanaan ini
relatif stabil menurut Bowles (1989) yang terdapat pada Tabel 3.1.

93
94

6.2 Saran
Berdasarkan hasil peneltian, maka perlu adanya penelitian lanjut untuk
melengkapi dan mengembangkan tema penelitian ini. Adapun saran-saran yang
dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut ini.
1. Membandingkan dengan jenis perkuatan lain, misalnya dengan dinding
penahan tanah (retaining wall), soil nailing, strip reinforcement, geonet,
geogrid, dan lain-lain.
2. Pemodelan Geoslope dengan menggunakan metode lain, seperti metode
Janbu, Bishop, metode elemen hingga, dan lain-lain.
3. Pemodelan selanjutnya dapat dilakukan dengan software geoteknik lain,
seperti Miraslope, STABB, dan lain-lain.
4. Menambah variasi beban vertikal.
5. Menambah variasi muka air tanah.
6. Mengubah geometri lereng dengan variasi geometri yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, F.N., Surjandari, N.S., Dan Asád, Sholihin. 2014. Penggunaan Geotekstil
Pada Lereng Sungai Putih Surakarta. Penelitian. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Bowles, J.E. 1989. Sifat-sifat Fisik & Geoteknis Tanah. Erlangga. Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
Chasanah, Uswatun. 2012. Analisis Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil Mengggunakan Program Geoslope. Tugas Akhir. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Hardiyatmo, H.C.. 2013. Geosintetik Untuk Rekayasa Jalan Raya (Perancangan
Dan Aplikasi), 2nd Ed. Gadjah Mada University Press. Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Hardiyatmo, H.C.. 2014. Mekanika Tanah 2, 5th Ed. Gadjah Mada University
Press. Daerah Istimewa Yogyakarta.
International, GEO-SLOPE. 2008. Stability Modeling With SLOPE/W 2007
Version. (http://downloads.geo-slope.com/geostudioresources/8/0/6/books
/slope%20modeling.pdf?v=8.0.7.6129). Diakses 18 Desember 2017.
Kasthalisti, Dita P.A. 2007. Analisa Pengaruh Gempa Terhadap Konstruksi
Lereng Dengan Perkuatan Geotekstil Woven. Tugas Akhir. Universitas
Bina Nusantara. Jakarta.
Koerner, R.M. 2005. Designing with Geosynthetics 5th Edition. Pearson
Education, Inc. United Stated America.
Kunarso. 2015. Perkuatan Lereng Dengan Geosintetik Pada Tepi Kali Code
Yogyakarta. Tugas akhir. Universitas Mercu Buana. Jakarta.
Mitchell, J.K., And Villet, Willem C.B. 1987. Reinforcement Of Earth Slopes
And Embankments.National Corporation Highway Research Program.
Transportation Research Board. Washington, D.C.
Murdiyanto, Slamet. 2012. Analisis Stabilitas Lereng Metode Fellenius Dengan
Variasi Bidang Longsor Berdasarkan Teori Probabilitas. Tugas Akhir.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Pamungkas, Fika., Suyadi, Widodo., Dan Zaika, Yulvi. 2015. Analisis Stabilitas
Lereng Memakai Perkuatan Geotekstil Dengan Bantuan Perangkat Lunak
(Studi Kasus Pada Sungai Parit Raya). Penelitian. Universitas Brawijaya.
Malang.

95
96

Prasetyo, Ichsan. 2017. Analisis Stabilitas Lereng Bertingkat Dengan Perkuatan


Geotekstil Menggunakan Metode Elemen Hingga. Tugas Akhir.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
PUSKIM. 2014. Peta Zonasi Gempa (http://puskim.pu.go.id/peta-zonasi-gempa/).
Diakses 2 Maret 2018.
Rebanas. 2017. Ringkasan Cekungan Sedimen Based Sam Boggs Vol. 5
(https://rebanas.com/gambar/images/ringkasan-cekungan-sedimen-based-
sam-boggs-jr-vol-5-gambar). Diakses 2 Maret 2018.
Rekzyanti, R., Balamba, Sjachrul., Manaroinsong, Lanny. 2016. Analisis
Kestabilan Lereng Akibat Gempa (Studi Kasus: IAIN Manado).
Penelitian. Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Simatupang, Andry., Iskandar, Rudi. 2013. Perbandingan Antara Metode Limit
Equilibrium dan Metode Finite Element Dalam Analisa Stabilitas Lereng.
Penelitian. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Sutedja, Teguh. 2018. Pengukuran Waterpass (http://slideplayer.info/slide/
12475169/). Diakses pada 2 Maret 2018.
Sugianti, Khoiri. 2014. Pengaruh Muka Air Tanah Terhadap Kestabilan Lereng
Pada Ruas Jalan Raya Cadas Pangeran, Sumedang. Tugas Akhir.
Universitas Indonesia. Depok.
Surjandari, N.S., Setiawan, Bambang., Nindyantika, Ernha. 2012. Analisis
Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Geotekstil. Penelitian. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
TeknologiSurvey.com. 2018. Digital Theodolite Nikon-100 (http://teknologi
survey.com/digital-theodolite-nikon-ne100). Diakses 2 Maret 2018.
Wardana, I G.N. 2011. Pengaruh Muka Air Tanah dan Terasering Terhadap
Perubahan Kestabilan Lereng. Penelitian. Universitas Udayana. Denpasar.

Wongsosotjitro, Soetomo. 1980. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius Media. Daerah


Istimewa Yogyakarta.
Zakaria, Zufialdi. 2009. Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Makalah Ilmiah.
Universitas Padjajaran. Bandung.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Penyelidikan Tanah Lokasi 2 (BD 2) Kali Code
Lampiran 2. Data Geotekstil

Anda mungkin juga menyukai