Anda di halaman 1dari 33

ABSTRACT

Umum - Latar Belakang - Lokasi Studi


Perencanaan - Ruang Lingkup Perencanaan -
Perhitungan Hidrologi - Perhitungan Debit
Banjir Rencana -Kriteria Debit Banjir
Rancangan - Perhitungan Storage Area
Curve - Perhitungan Hidrolika Perencanaan
Diameter Diversion Tunnel - Kriteria Aliran
pada Terowongan menurut USBR - Kriteria
Aliran pada Terowongan Menurut Richard

PERENCANAAN French - Kriteria Aliran pada Terowongan


Menurut Ven Te Chow - Aliran Bebas (free
flow) - Aliran Tekan (Pressure Flow) -
Perhitungan Perencanaan Tinggi Cofferdam -

KONSTRUKSI Tinggi Bendungan - Tinggi Jagaan


(freeboard) - Perhitungan Tinggi Jagaan

BENDUNGAN
CEK BEN SANGAR TAK PASANG FOTO ANGKATAN WRE12 :D :D

WRE12 FT-UB

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TUGAS BESAR
KONSTRUKSI BENDUNGAN I
SEMESTER V (GANJIL) TAHUN AJARAN 2014/2015

DISUSUN SEBAGAI SYARAT MEMPEROLEH NILAI UNTUK MENEMPUH


MATA KULIAH KONSTRUKSI BENDUNGAN I

Disusun Oleh :

1. Aaron Petrova A. ( 125060400111003 )


2. Afrizal Ribkhi F. ( 125060400111033 )
3. Rizq Fajrianto ( 125060400111076 )
4. Radya Gading W. ( 125060401111017 )

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK PENGAIRAN
MALANG

JANUARI 2015

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. U m u m
Manusia tidak bisa terlepas dari air untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya
untuk air domestik, irigasi, pembangkit listrik, dan sebagainya. Kebutuhan air semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, sedangkan persediaan air di
bumi adalah tetap dan bahkan semakin berkurang akibat adanya perubahan tata guna
lahan. Dalam siklus hidrologi perubahan air hanya terjadi pada wujudnya saja. Fakta
menunjukkan bahwa sirkulasi air tidak merata karena dipengaruhi oleh kondisi
meteorologi, sehingga ada perbedaan dari tahun ke tahun dan dari musim ke musim.
Adanya dua musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau
mempunyai pengaruh terhadap ketersediaan air. Di musim kemarau air dalam jumlah
sedikit sedangkan di musim hujan air dalam jumlah banyak. Namun distribusi air dalam
musim hujan tidak merata pada setiap waktu dan tempat, sehingga dapat dikatakan bahwa
ada masalah dalam pemanfaatan air yaitu waktu, tempat, kuantitas dan kualitas. Dalam
pemanfaatan air diperlukan pengaturan yang cermat agar diperoleh hasil yang
maksimum, untuk itu sangat diperlukan rencana pendistribusian air. Salah satu usaha
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut adalah dengan membangun bendungan.
Bendungan atau waduk tidak saja sebagai tampugan air pada saat musim hujan
tetapi dapat dimanfaatkan untuk tujuan lainnya. Tetapi dalam tahap perencanaaannya
perlu dilakukan studi-studi yang seksama supaya didapat tujuan yang optimal.
Bendungan dibangun untuk berbagai keperluan yaitu pengendalian banjir, irigasi, PLTA,
industri, air minum, rekreasi dan lain-lain.
Langkah-langkah perencanaan dan perancangan sebuah bendungan diperlukan
suatu pemahaman tentang berbagai data yang saling terkait. Untuk itu diperlukan
pengkajian secara detail sehingga setiap data yang digunakan akan sangat efektif dan
efisien untuk digunakan sebagai masukan analisis lebih lanjut.

1.2. Latar Belakang


Pembangunan bendungan adalah salah satu wujud dari usaha memenuhi
kebutuhan air dengan membendung air. Konstruksi bendungan dibuat jika diperlukan
pembuatan waduk. Bendungan merupakan bengunan yang dibangun melintang sungai
untuk meninggikan muka air dan membuat tampungan air yang lazim di sebut waduk.
TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Waduk adalah salah satu wujud dari usaha memenuhi kebutuhan air. Persediaan yang ada
di waduk antara lain direncanakan untuk berbagai keperluan, bisa berfungsi tunggal
(single purpose) atau befungsi lebih dari satu (multipurpose).
Bendungan dibangun berdasarkan kebutuhan waduk, tempat dan besarnya waduk
ditentukan berdasarkan analisa ketersediaan dan kebutuhan air, selain itu waduk harus
sedekat mungkin dengan pemakai air. Jika letak waduk jauh dengan pemakai air, maka
diperlukan suatu saluran pembawa yang panjang, sehingga biaya pembuatan saluran
pembawa menjadi mahal.
Jarak pengguna air dan waduk yang terlalu jauh menyebabkan kurang efektifnya
sistem pembawa air tersebut, sepanjang saluran terjadi banyak kehilangan tinggi tekan,
kehilangan air karena rembesan dan yang paling memprihatinkan hilangnya air akibat
pencurian air irigasi oleh petani-petani yang sawahnya dekat dengan saluran pembawa
primer maupun cabang-cabangnya. Sehingga suatu konstruksi bendungan harus
direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi fungsinya dan aman.

1.3. Lokasi Studi Perencanaan


Lokasi berada di Kabupaten Tuban , Jawa Timur.

1.4. Ruang Lingkup Perencanaan


1.4.1. Perhitungan Hidrologi
Dalam perencanaan bendungan tipe urugan maka data-data hidrologi yang
diperlukan untuk perhitungan-perhitungan hidrologi adalah data curah hujan, data debit
sungai, luas daerah aliran sungai selama beberapa periode sebagai acuan untuk membuat
curah hujan rancangan dan debit banjir rancangan yang digunakan untuk perencanaan
pembuatan tubuh bendungan. Data-data yang diperoleh dari pencatatan- pencatatan dan
pengukuran-pengukuran tersebut merupakan data-data yang sangat penting sebagai bahan
analisa-analisa dan perhitungan-perhitungan guna menentukan kapasitas calon waduk,
tinggi serta volume calon tubuh bendungan dan penetapan debit banjir rencana untuk
menentukan kapasitas bangunan pelimpah atau saluran-saluran banjir lainnya. Guna
pembuatan rencana teknis banguan pelimpah sebuah bendungan, maka diperlukan suatu
debit yang realistis. Untuk itu angka-angka hasil perhitungan hidrologi perlu diuji dengan
menggunakan data-data banjir banjir besar dari pencatatan pencatatan/ pengamatan
setempat. Sedangkan data-data curah hujan pada pembangunan sebuah bendungan
diperlukan untuk penganalisaan 2 (dua) aspek utama yaitu
TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Penganalisaan kapasitas persediaan air yang terdapat di daerah pengaliran yang
mengalir melalui tempat kedudukan calon bendungan serta fluktuasi debitnya,dalam
peride-periode harian, bulanan, tahunan atau periode jangka yang panjang (multi yers
period)
Penganalisaan karakteristik debit banjir, antara lain mengenai kapasitas debit banjir,
durasi banjir, musim terjadinya banjir dan peride-periode perulangannya.
Data curah hujan tersebut biasanya data curah hujan jam-jaman, hujan harian,
distribusi curah hujan pada saat terjadi hujan yang lebat, dan lain-lain.
Pada tugas besar Konstruksi Bendungan 1 ini telah disediakan beberapa data yang
siap saji untuk perencanaan sebuah bendungan urugan, antara lain:
1. Luas DAS
2. Panjang alur sungai utama (sungai terpanjang)
3. Koef. karakteristik HSS Nakayasu
4. Koef. Pengaliran
5. Hujan rancangan dengan kala ulang 25 th
6. Hujan rancangan dengan kala ulang 50 th
7. Hujan rancangan dengan kala ulang 200 th
8. Hujan rancangan dengan kala ulang 1000 th
9. Hujan rancangan dengan kala ulang PMF th
Adapun nantinya data-data diatas akan digunakan untuk perhitungan hidrologi
antara lain penetapan banjir rancangan, penentuan kala ulang (return period) banjir
rancangan, penentuan debit maksimum banjir yang mungkin terjadi (probable maximum
flood), pembuatan hidrograf banjir rancangan sebagai debit inflow banjir untuk
perencanaan bangunan pelepasan (outlet works) pada konstruksi bendungan.

1.4.1.1 Perhitungan Debit Banjir Rencana


Pada prinsipnya debit banjir rencana diperoleh dari hasil-hasil perhitungan curah
hujan rencana dengan memasukkan beberapa faktor kondisi daerah pengaliran, sedang
debit banjir rencana didapat dari perhitungan curah hujan maksimum rata-rata yang jatuh
di daerah pengaliran dan jangka waktu sejak terkumpulnya air hujan tersebut pada saat
terjadinya debit besar pada tempat kedudukan calon tubuh bendungan. Besarnya jangka
waktu terebut tergantung dari kondisi topografi dan geologi daerah pengaliran. Hanya
setelah diketahui angka-angka hubungan antara curah hujan dan debit banjir rencana

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
dapat dihitung dengan metode unit hidrograf. Secara garis besarnya perhitungan tersebut
terdiri dari 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:
Perhitungan curah hujan maksimum rencana
Perhitungan debit banjir rencana
Pengujian hasil perhitungan debit banjir rencana

1.4.1.2.Kriteria Debit Banjir Rancangan


Untuk kriteria banjir rancangan yang akan dipakai dalam desain bangunan maka
dalam pelaksanaan tugas besar ini telah ditetapkan untuk:
1. Q 25 th untuk perencanaan diversion tunnel dan cofferdam
2. Q 50 th untuk kontrol keamanan tinggi cofferdam
3. Q 200 th untuk pertimbangan perencanaan peredam energi (stilling basin)
4. Q 1000 th untuk perencanaan pelimpah (spillway) dan maindam
5. Q PMF untuk kontrol keamanan kapasitas pelimpah (spillway) terhadap bahaya
overtopping diatas puncak tubuh bendungan utama (top dam)

1.4.2. Perhitungan Storage Area Curve


Fungsi utama tampungan waduk adalah sebagai penampung air dan sebagai
stabilisator aliran air yang terjadi pada suatu daerah aliran sungai. Oleh karena itu, hal
yang paling penting diperhatikan dari karakteristik fisik waduk adalah berapa besar
kapasitas tampungannya.
Perencanaan penentuan lokasi waduk, ditentukan dari peta kontur dan survei
topografi lokasi bendungan yang dilaksanakan. Luas yang tertandai di peta kontur berikut
ini adalah lokasi waduk rencana. Elevasi kontur dan area yang direncanakan di masing-
masing elevasi dapat diplot dari kurva hasil hubungan antara kapasitas waduk dan elevasi
pada peta kontur, hubungan kapasitas waduk dan elevasi disebut kurva kapasitas
tampungan waduk. Untuk lebih jelasnya seperti pada Gambar 1.1.

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Gambar 1.1. Kurva kapasitas tampungan waduk

Untuk menghitung volume antar interval kontur dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut (Santosh Kumar, 2001:882):
A1 A2
S h (1-1)
2
atau dengan pendekatan:

S
h
3

A1 A2 A1 . A2 (1-2)

dimana A1 , A2 , A3 , A4 ...... menunjukkan luasan di antara garis elevasi berurutan yang


mempunyai interval tingginya adalah h. Dari kapasitas tampungan berbagai tinggi
permukaan air yang diplot dan dianalisis akan diperoleh kurva kapasitas tampungan
waduk.

1.4.3. Perhitungan Hidrolika Perencanaan Diameter Diversion Tunnel


Sistem pengelak banjir dengan komponen utama berupa saluran pengelak dan
bendungan pengelak direncanakan sedemikian rupa, sehingga dapat mengalirkan debit
banjir yang mungkin terjadi dalam periode pelaksanaan konstruksi suatu bendungan dan
agar dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya limpasan-limpasan di atas mercu
bendungan pengelak yang dapat menyebabkan genangan genangan pada daerah calon
tubuh bendungan yang sedang dikerjakan.
Beberapa faktor terpenting yang akan menentukan karakteristik hidrolika suatu
saluran pengelak adalah:
Kemiringan dasar saluran pengelak
Ukuran saluran pengelak

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Karakteristik terpenting saluran pengelak
Panjang saluran pengelak
Kekasaran dinding saluran pengelak
Kombinasi dari beberapa faktor-faktor tersebut akan sangat menentukan
kapasitas saluran pengelak.
Kemiringan saluran pengelak yang berupa terowongan biasanya diambil untuk
aliran sub-kritis ataupun untuk aliran superkritis. Pada kedua kondisi tersebut, maka
posisi titik kontrol hidrolisnya biasanya tergantung dari hubungan antara bentuk daerah
pemasukan aliran serta tinggi tekanan air di daerah ini dan tergantung pula pada kondisi
pengaliran di ujung saluran tersebut.
Untuk analisis hidrolika pada saluran pengelak ini dibahas mengenai kapasitas
pengaliran melalui saluran pengelak, baik melalui terowongan maupun conduit karena
prinsip dasar dari kedua pengelak tersebut adalah sama. Kapasitas pengaliran saluran ini
dibedakan menjadi dua kondisi yaitu, pada saat aliran bebas (free flow) yaitu pada saat
sifat hidrolik yang terjadi berupa hidrolika saluran terbuka dan kondisi pada saat aliran
tertekan yaitu pada saat sifat hidrolik yang terjadi berupa hidrolika saluran tertutup.

1.4.3.1. Kriteria Aliran pada Terowongan menurut USBR


Menurut USBR (United States Bureau of Reclamation) kriteria aliran pada
terowongan dapat dibagi menjadi delapan tipe aliran. Faktor geometri saluran, faktor
aliran dalam aliran tekan maupun aliran bebas, kemiringan saluran, ukuran, bentuk,
panjang, dan kekasaran menentukan jenis aliran pada terowongan. Kombinasi efek dari
faktor tersebut menentukan lokasi kontrol yang dalam bagiannya juga menentukan
karakteristik debit terowongan. Lokasi dari kontrol saluran apakah berupa aliran penuh
total (tekan) atau penuh sebagian, membentuk hubungan tinggi muka air dengan debit
yang lewat.
Kemiringan terowongan mugkin saja landai atau curam, yang mana
kemiringannya mungkin lebih datar atau curam dari lainnya untuk debit tertentu hanya
akan mendukung aliran pada tahapan aliran kritis. Untuk kedua kemiringan terowongan
landai maupun curam, kontrol keduanya bisa jadi pada masukan atau keluaran, tergantung
pada geometri mulut masukan dan hubungan tinggi muka air dan kondisi aliran di
keluaran. Macam kondisi yang bisa menentukan tipe aliran tertentu ditunjukkan pada
Gambar 1.2.

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jika masukan terowongan tidak dalam kondisi tenggelam, kontrol terowongan
dengan kemiringan yang landai maka aliran penuih sebagian akan terjadi di keluaran. Jika
keluaran terowongan penuh total, aliran pada titik ini akan mengalir dengan kedalaman
kritis. Kondisi ini ditunjukkan pada kondisi 1 pada Gambar 1.3 (Skema definisi aliran di
dalam terowongan). Jika muka air hilir cukup tinggi untuk membentuk kedalaman lebih
besar dari kritis, tinggi muka air hilir akan mengontrol aliran pada hulu tubuh terowongan.
Jika muka air hilir menenggelamkan keluaran, terowongan mungkin penuh sebagian
sepanjang terowongan dan akhirnya akan menenggelamkan masukan. Kondisi aliran ini
digambarkan sesuai kondisi 6 pada Gambar 1.2. (Model kondisi aliran pada terowongan
dengan kemiringan/slope landai dan curam). Sampai aliran terowongan penuh, alirannya
biasanya pada subkritis, dan debit ditentukan dengan persamaan Bernoulli. Perhitungan
dimulai pada outlet dimana level muka air menenggelamkan inlet dan dimana H/D > 1,2.
Kontrol pada kedalaman kritis bisa diletakkan di inlet jika terowongan relatif pendek
sehingga loncatan tidak terjadi di dalam tubuh terowongan. Kondisi ini ditunjukkan pada
kondisi 4.
Jika terowongan memiliki kemiringan yang curam dan mulut masukan tidak
tengggelam, aliran akan dikontrol oleh kedalaman aliran di inlet, seperti diindikasikan
pada kondisi 3. Permukaan air akan turun secara tiba-tiba menuju kedalaman kritis pada
mulut masukan, dan aliran saluran terbuka berada pada kecepatan superkritis akan terjadi
sepanjang tubuh terowongan. Debit pada tampungan akan berpengaruh pada aliran
saluran, dengan asumsi kedalaman aliran kritis terjadi di mulut masukan terowongan.
Setelah inlet tenggelam atau dimana H melampaui 1,2D, masih dimungkinkan
terjadi aliran saluran terbuka pada tingkatan superkritis pada tubuh terowongan, seperti
digambarkan pada kondisi 5, jika kontrol tetap pada mulut masukan. Pada kasus ini, aliran
pada inlet dapat disamakan dengan aliran pada orifice atau pada pintu sorong. Kondisi
aliran ini bergantung pada formasi konstruksi pada atas mulut masukan sehibgga ruang
batas udara terbentuk sepanjang bagian atas tubuh terowongan sehingga terjadi aliran
penuh sebagian sepanjang terowongan.
Karena tinggi muka air pada mulut masukan dan hasil dari peningkatan debit,
gesekan saluran atau disturbansi lokal akan menekan tubuh terowongan menjadi aliran
penuh total sampai dekat pada outlet, menutup terowongan hingga akhir hilir. Kecepatan
aliran yang tinggi di dalam terowongan akan membawa beberapa udara yang terjebak
pada bagian atas tubuh terowongan, mengurangi tekanan pada tekanan hingga di bawah
tekanan atmosfer. Lebih lanjut lagi, jika mulut masukan memiliki bentuk yang bertujuan
TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
untuk mengurangi konstraksi inlet, tubuh terowongan akan mulai mengalir pada aliran
penuh total dekat inlet, setelah itu zona aliran penuh total akan memanjang secara tiba-
tiba sampai turun pada outlet. Efek dari kondisi aliran penuh total ini akan menjadi draft-
tube action (mirip dengan siphonic action) yang akan meningkatkan debit. Peningkatan
debit mengakibatkan penurunan lebih dalam dari hulu pada inlet. Sebuah vortex akan
terbentuk, dan udara akan masuk ke dalam terowongan yang akan merusak draft-tube
action. Pengurangan debit akan menghasilkan kembalinya kontrol orifice pada inlet.
Dengan seketika, gaya aliran penuh total akan terbentuk lagi, dan siklusnya terus
berulang. Pergantian antara gaya-gaya pemulaian dan penghentian akan menyebabkan
aliran berpusar/bergetar yang menyebabkan fenomena hantaman yang ditunjukkan pada
kondisi 7. Ketika kondisi tampungan berada pada H/D > 1,5 penurunan muka air pada
mulut masukan tidak akan cukup kuat untuk menghasilkan gaya aliran penuh total, dan
aliran mantap pada pipa penuh ditunjukkan pada kondisi 8 akan berlaku.
Jika diinginkan bahwa terowongan tidak berupa aliran penuh total, geometri pada
inlet menjadi pertimbangan penting. Inletnya harus dibentuk untuk menghasilkan
efisiensi debit maksimum dan mengatasi dengan baik konstraksi bagian atas inlet yang
akan membuat permukaan pada udara bebas di dalam tubuh terowongan untuk semua
tingkatan muka air tampungan. Bentuk inlet bersudut menghasilkan kontraksi yang
diinginkan tanpa mengurangi kapasitas debit utama. Kontraksi pada inlet dapat terbentuk
(tetapi pada kapasitas hidrolik yang dikurangi) dengan inlet yang diproyeksikan, dengan
mengubah sudut inlet dengan menyamakan dengan kemiringan hilir, dengan bentuk
gelang orifice yang lebih kecil dari diameter terowongan, atau dengan menutup dinding
muka bagian atas dari mulut masukan terowongan.
Jika terowongan diizinkan untuk mengalir penuh total hingga tinggi muka air
yang lebih tinggi, kontrolnya akan terjadi pada outlet dan geometri inlet akan berpengaruh
lebih kecil. Pada kasus ini inlet harus dibentuk untuk meminimalisir kontraksi pancar
untuk mencegah abrasi dari aliran masuk dari tubuh terowongan karena aliran pipa penuh
total diinginkan pada semua kondisi kecuali ketika inlet tidak tenggelam. Bentuk yang
lebih streamline akan mengurangi kehilangan pada mulut masukan untuk kondisi penuh
total. Penghilangan konstraksi dicapai dengan membulatkan inlet atau dengan membuat
sudut transisi bertahap menuju ke tubuh terowongan.

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Gambar 1.2. Model kondisi aliran pada terowongan dengan kemiringan/slope
landai dan curam
Sumber: Design of Small Dams, 1987:423

1.4.3.2. Kriteria Aliran pada Terowongan Menurut Richard French


Berdasar dari buku Open Channel Hydraulics dari Richard H. French debit yang
melewati terowongan ditentukan melalui aplikasi dari persamaan kontinuitas dan energi
diantara bagian pengarah dan bagian hilir terowongan yang berada pada tubuh
terowongan (Gambar 1.3.). Lokasi bagian hilir tergantung pada pembagian aliran di
dalam terowongan.

Gambar 1.3. Skema definisi aliran di dalam terowongan


Sumber: Open Channel Hydraulics, Richard H.F.,1985:365

Untuk kebutuhan perhitungan, aliran melalui terowongan dibagi ke dalam enam


bagian berdasarkan muka air hulu dan muka air hilir. Enam tipe aliran dan masing-masing
karakterisitiknya akan dijelaskan di Tabel 1.1. Pada tabel tersebut, D = dimensi vertikal
maksimum terowongan, y1 = kedalaman aliran bagian hulu, yc = kedalaman kritis aliran,

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
z = elevasi terowongan relatif terhadap datum sampai keluaran (outlet) terowongan, dan
y4 = kedalaman aliran bagian hilir. Pada Gambar 1.4. persamaan debit aliran melalui
berbagai macam tipe aliran di terowongan dijelaskan. Pada persamaan tersebut, CD =
koefisien debit, Ac = luas pada aliran saat kedalaman kritis, 1 = kecepatan rerata pada
bagian hulu, 1 = koefisien koreksi energi kinetik pada bagian hulu, hf1-2 = LwQ2/K1Kc =
kehilangan energi karena gesekan pada bagian hulu ke mulut masukan (inlet) terowongan,
Lw = jarak dari bagian hulu ke mulut masukan terowongan, K1 = tetapan pada bagian
hulu, Kc = tetapan pada kedalaman kritis, hf2-3 = LQ2/K2K3 = kehilangan energi karena
gesekan pada tubuh terowongan, dan L = panjang tubuh terowongan. Berdasarkan dari
keenam klasifikasi aliran tersebut, karakteristik aliran bisa dilihat sebagai berikut:
a. Aliran Tipe 1
Pada jenis aliran ini, kedalaman kritis terjadi di sekitar mulut masukan
terowongan. Agar aliran tipe 1 ini bisa terjadi persyaratan yang harus dipenuhi:
Rasio tinggi muka air dan diameter terowongan tidak boleh melebihi 1,5.
Kemiringan tubuh terowongan So harus lebih besar dari kemiringan kritis Sc.
Elevasi muka air hilir y4 harus kurang dari elevasi muka air pada bagian kritis.
b. Aliran Tipe 2
Pada jenis aliran ini, kedalaman kritis terjadi pada mulut keluaran terowongan.
Agar aliran tipe 2 ini bisa terjadi persyaratan yang harus dipenuhi:
Rasio tinggi muka air dan diameter terowongan tidak boleh melebihi 1,5.
Kemiringan tubuh terowongan So harus kurang dari kemiringan kritis Sc.
Elevasi muka air hilir y4 tidak boleh melebihi muka air pada bagian kritis.
c. Aliran Tipe 3
Pada jenis aliran ini, profil aliran berubah lambat laun merupakan faktor penentu,
kedalaman kritis tidak dapat terjadi, dan elevasi muka air hulu merupakan fungsi dari
elevasi hilir. Pada jenis aliran ini, aliran subkritis terjadi pada seluruh panjang
terowongan. Agar aliran tipe 3 ini bisa terjadi persyaratan yang harus dipenuhi:
Rasio tinggi muka air dan diameter terowongan harus kurang dari 1,5.
Elevasi muka air hilir tidak cukup untuk menenggelamkan mulut keluaran
terowongan. Bagaimanapun elevasinya melampaui kedalaman kritis pada mulut
keluaran.
Batas terendah dari muka air hilir adalah seperti berikut: (a) elevasi muka air hilir
lebih besar dari elevasi kedalaman kritis pada mulut masukan terowongan jika kondisi
aliran serupa pada kedalaman kritis seperti pada mulut masukan, dan (b) elevasi muka
TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
air hilir lebih besar dari elevasi muka air kritis pada mulut keluaran jika kemiringan
terowongan serupa dengan kedalaman muka air kritis akan terjadi pada kondisi jatuh-
bebas.
d. Aliran Tipe 4
Pada jenis aliran ini, aliran terowongan penuh, dan besar aliran bisa diperkirakan
secara langsung dari persamaan energi. Untuk aliran tipe 4 ini, kehilangan energi terjadi
diantara bagian 1 dan 2 dan bagian 3 dan 4 biasanya diabaikan. Kehilangan berdasarkan
perluasan aliran berubah tiba-tiba pada mulut keluaran terowongan diasumsi dengan
persamaan (h3-h4).
e. Aliran Tipe 5
Pada jenis aliran ini, aliran superkritis pada mulut masukan terowongan dan rasio
tinggi muka air hulu dengan diameter terowongan melampaui 1,5. Namun elevasi muka
air hilir masih di bawah terowongan, atau terowongan hampir penuh.
f. Aliran Tipe 6
Pada jenis aliran ini, rasio tinggi muka air hulu-diameter terowongan melampaui
1,5, aliran terowongan hampir penuh, dan mulut keluaran terowongan tidak tenggelam.
Flowchart di bawah nanti menjelaskan cara mengklasifikasikan aliran terowongan dari
keenam kategori berikut di atas.

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Gambar 1.4. Gambar klasifikasi tipe aliran pada terowongan
Sumber: Open Channel Hydraulics, Richard H.F, 1986: 368

Tabel 1.1. Karakteristik aliran di dalam terowongan (Bodhaine, 1976)


Tipe Aliran di Dalam Lokasi Kemiringan
Tipe Kontrol y1/D y4/yc y4/D
Aliran Tubuh Terowongan Bagian Hilir Terowongan
1 Penuh Sebagian Inlet Kedalaman Kritis Curam < 1,5 < 1,0 1,0
2 Penuh Sebagian Outlet Kedalaman Kritis Landai < 1,5 < 1,0 1,0
3 Penuh Sebagian Outlet Backwater Landai < 1,5 > 1,0 1,0
4 Penuh Total Outlet Backwater Curam & Landai > 1,0 .. > 1,0
5 Penuh Sebagian Inlet Geometri Masukan Curam & Landai 1,5 .. 1,0
Geometri pada Masukan
6 Penuh Total Outlet Curam & Landai 1,5 .. 1,0
dan Tubuh Terowongan
Sumber: Open Channel Hydraulics, Richard H.F., 1985:366

Tabel 1.2. Klasifikasi aliran pada terowongan dan rumus alirannya


Tipe Aliran pada
Tipe Persamaan Debit
Terowongan
Kedalaman kritis pada
mulut masukan.
u1
2

Tipe 1 (h1-z)/D < 1,5 Q C D AC 2 g h1 z 1 y c h f 12
2g
h4/hc < 1,0
So > Sc
Kedalaman kritis pada
mulut keluaran
u1
2

Tipe 2 (h1-z)/D < 1,5 Q C D AC 2 g h1 1 y c h f 12 h f 23
2g
h4/hc < 1,0
So > Sc

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Tipe Aliran pada
Tipe Persamaan Debit
Terowongan
Aliran air tenang
(h1-z)/D < 1,5
u1
2

Tipe 3 h4/hc 1,0 Q C D A3 2 g h1 1 h3 h f 12 h f 23
2g
h4/hc > 1,0

Mulut keluaran tenggelam


1/ 2
(h1-z)/D > 1,0 2 g (h1 h4
Tipe 4 Q C D A0
4/3

2 2
h4/D > 1,0 1 ( 29C D n L / R0

Aliran air pada mulut


masukan berubah tiba-tiba
Tipe 5 (h1-z)/D 1,5 Q CD A0 2 g h1 z
h4/Dc 1,0

Aliran bebas pada mulut


keluaran
Tipe 6 (h1-z)/D 1,5 Q CD A0 2 g h1 h3 h f 23
h4/D 1,0

Sumber: Open Channel Hydraulics, Richard H.F., 1986:368

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jika Jika Jika
benar benar benar Aliran Air Tipe 4
Y1/D > 1 Y1/D 1 Y4/D > 1

salah

salah salah
Aliran Air Tipe 5
atau Tipe 6

Jika Jika Jika


benar benar benar Aliran Air Tipe 2
Y1/D < 1,5 Y4/Yc < 1 S0 < Sc

salah

salah
salah
Aliran Air Tipe 1

Jika
Error benar Aliran Air Tipe 3
Y4/D 1

salah

Error

Gambar 1.5. Diagram alir penentuan jenis aliran pada terowongan


Sumber: Open Channel Hydraulics, Richard H.F., 1986:370

1.4.3.3. Kriteria Aliran pada Terowongan Menurut Ven Te Chow


Dari buku Hidrolika Saluran Terbuka karangan Ven Te Chow, terowongan
adalah jenis yang unik dari suatu penyempitan dan jalan masuknya merupakan
penyempitan dengan bentuk khusus. Terowongan bersifat seperti saluran terbuka,
asalkan alirannya mengisi seluruh bagian gorong-gorong tersebut. Karakteristik
alirannya sangat rumit, karena aliran tersebut dikontrol oleh beberapa variabel,
antara lain: geometri pemasukan, kemiringan, ukuran, kekasaran, keadaan air
bawah, dan lain-lainnya. Oleh karena itu penelitian mengenai aliran yang melalui
terowongan harus dilakukan dilaboratorium atau penelitian lapangan.
Terowongan akan terisi penuh, bila jalan keluarnya terendam, atau bila jalan

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
keluarnya tidak terendam, tetapi air atasnya mempunyai tinggi dan kubah yang
panjang. Sesuai dengan penelitian laboratorium, bila jalan keluar terowongan biasa tidak
terendam, maka jalan masuknya tidak perlu terendam, jika air atasnya lebih kecil
dari suatu besaran kritis tertentu, yang diberi tanda H*. Nilai H* bervariasi antara
1,2 sampai 1,5 kali tinggi terowongaan, tergantung pada geometri masukan,
karakteristik kubah dan keadaan saluran terowongan. Untuk analisa pendahuluan
dapat digunakan batas atas H* = 1,5d, dimana d = tinggi terowongan. Hal ini
disebabkan dari perhitungan didapatkan, bahwa bila perendaman tidak menentu,
maka ketepatan perhitungan yang lebih besar didapatkan dengan menganggap
masukan dalam keadaan tidak terendam.

Gambar 1.6. Kriteria untuk terowongan pipa, kotak panjang dan pendek secara hidrolis
dengan kubah beton; dan masukan berbentuk persegi, lingkaran atau pengurasan miring
dari dinding ujung vertikal; dilengkapi dengan atau tanpa dinding samping
Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997:444

Penelitian laboratorium juga menunjukkan bahwa pada suatu terowongan


(biasanya mempunyai potongan persegi pada bagian atas masukan), tidak akan memiliki
aliran penuh sekalipun masukan berada di bawah ketinggian air atas, bila saluran keluar
tidak terendam. Pada kondisi demikan, aliran yang masuk ke terowongan akan menyusut,
hingga kedalamannya lebih kecil daripada tinggi kubah terowongan, dengan cara yang
sangat mirip dengan penyusutan aliran air pada pintu air geser tegak. Kecepatan air yang
tinggi akan berlanjut sepanjang kubah, kemudian akan berkurang secara perlahan-lahan,
akibat kehilangan gesekan. Bila terowongan tidak cukup panjang untuk mengizinkan
penambahan kedalaman aliran di penyempitan hingga memenuhi kubah, maka aliran

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
pada terowongan tidak akan terisi penuh. Keadaan demikian dinamakan pendek secara
hidrolis. Sebaliknya, dikatakan panjang secara hidrolis, bila aliran pada terowongan
penuh, seperti yang terjadi pada pipa.
Penentuan suatu terowongan panjang atau pendek secara hidrolis, tidak dapat
ditentukan oleh panjang kubah saja. Tetapi tergantung pada karakteristik yang lain,
diantaranya: kemiringan, ukuran, geometri masukan, air atas, keadaan saluran masuk dan
keluar, dan lain-lainnya. Suatu terowongan, mungkin menjadi pendek secara hidrolis, bila
aliran hanya sebagian penuh, atau bila air atas lebih besar dari niali kritis. Untuk situasi
demikian, suatu grafik yang dibuat Carter (Gambar 1.6. dan Gambar 1.7.), dapat
digunakan untuk membedakan secara kasar antara terowongan pendek secara hidrolis,
dengan saluran masuk terendam, dapat memperlengkapi dirinya sendiri secara otomatis,
aliran menjadi penuh. Dari hasil penelitian laboratorium yang dilakukan Li dan Patterson,
terjadinya aksi memperlengkapi dirinya sendiri, disebabkan oleh kenaikan air hingga
bagian atas gorong-gorong. Kenaikan ini pada kebanyakan kasus disebabkan oleh
loncatan hidrolik, pengaruh air balik pada jalan keluar, atau terbentuknya gelombang
permukaan diam di dalam kubah.

Gambar 1.7. Kriteria untuk terowongan pendek dan panjang secara hidrolis, dengan
kubah kasar dari pipa bergelombang
Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka,Ven Te Chow, 1997:445

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Untuk keperluan praktis, aliran gorong-gorong dapat digolongkan dalam 6 jenis,
dan ditunjukkan pada Gambar 1.8. ldentifikasi masing-masing jenis dapat diielaskan
sesuai dengan sketsa berikut:
A. Jalan keluar terendam Jenis 1
B. Jalan keluar tidak direndam
1. Air atas lebih tinggi daripada nilai kritis
a. Terowongan panjang secara hidrolis. Jenis 2
b. Terowongan yang pendek secara hidrolis.. Jenis 3
2. Air atas lebih rendah daripada nilai kritis
a. Air bawah lebih tinggi daripada kedalaman kritis Jenis 4
b. Air bawah lebih rendah daripada kedalaman kritis
i. Kemiringan subkritis. Jenis 5
ii. Kemiringan superkritis. Jenis 6

Gambar 1.8. Jenis aliran terowongan


Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997:446

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jika saluran keluarnya terendam, aliran pada terowongan akan memenuhi seluruh
bagian, serupa dengan aliran pada pipa dan alirannya termasuk jenis 1. Bila saluran
keluar tidak terendam, maka air atas mempunyai kemungkinan lebih besar atau lebih
kecil dibandingkan nilai kritisnya. Jika air atas lebih besar dibanding nilai kritis,
kemungkinan terowongan bersifat panjang atau pendek secara nilai, dan untuk
membedakan hal ini, digunakan grafik pada Gambar 1.6 dan 1.7. Jika terowongan
panjang secara hidrolis, alirannya termasuk jenis 2, sedangkan jika pendek secara
hidrolis, maka alirannya berjenis 3. Bila air atas lebih kecil daripada nilai kritis,
maka pada saluran keluar, air bawah mungkin lebih besar atau lebih kecil dibanding
kedalaman kritis aliran. Untuk air bawah yang lebih besar, alirannya termasuk jenis
4. Sedangkan untuk air bawah lebih kecil, alirannya berjenis 5, bila kemiringan
terowongannya subkritis, dan berjenis 6, bila kemiringannya superkritis.
Pada penggolongan di atas, terdapat pengecualian, yakni bahwa aliran jenis 1,
dapat terjadi dengan air atas sedikit lebih besar dari nilai kedalaman kritis, atau dengan
air atas lebih tinggi daripada bagian atas saluran keluar, asalkan kemiringan dasar
terowongan sangat curam. Jenis 1 dan 2, termasuk aliran pipa, sedang yang lainnya
termasuk aliran saluran terbuka. Untuk aliran jenis 3, terowongan berperan seperti
suatu orifice. Koefisien pelepasan beragam kira-kira dari 0,45 sampai 0,75. Untuk
aliran jenis 4, 5, dan 6, jalan masuknya terendam air, dan terowongan berperan seperti
penyekat. Koefisien pelepasan beragam kira-kira dari 0,75 sampai 0,95, tergantung
pada geometri masukkan dan kondisi air atas. Pada Gambar 3.11. terlihat bahwa aliran
jenis 4 adalah aliran subkritis pada sepanjang kubah. Aliran jenis 5 adalah aliran
subkritis, oleh karena itu penampang kontrolnya terletak pada saluran keluar.
Survei Geologi Amerika Serikat, telah mengembangkan suatu prosedur
terinci yang dapat digunakan untuk perhitungan hidrolik perancangan terowongan.
Untuk keperluan praktis, dapat digunakan suatu penyelesaian pendekatan dengan
menggunakan grafik pada Gambar 3.12. dan 3.13., masing-masing untuk terowongan
kotak dan lingkaran. Kedua kurva hanya berlaku untuk terowongan yang mempunyai
saluran masuk berpenampang bujur sangkar:

Jenis H/d < 1,0 1,0 < H/d < 1,5 H/d > 1,5
Lingkaran 0,87 H/d 0,87 H/d 1,09 + 0,10 H/d
Kotak 1,00 H/d 0,36 + 0,64 H/d 0,62 + 0,46 H/d

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Gambar 1.9. Grafik untuk nilai air atas pendekatan pada terowongan kotak, dengan
satuan untuk bujur sangkar, aliran sebagian penuh.
Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997:448

Gambar 1.10. Grafik untuk nilai air atas pendekatan pada terowongan lingkaran, dengan
saluran masuk bujur sangkar, aliran sebagian penuh.
Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997:448

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
1.4.3.4. Aliran Bebas (free flow)
Dalam hal ini diasumsikan bahwa akan terjadi aliran bebas apabila tinggi muka
air di waduk (H) 1,5diameter pengelak (D). Untuk menentukan besarnya debit yang
lewat pengelak pada keadaan aliran bebas dapat digunakan rumus Manning bila aliran
adalah subkritis.

Gambar 1.11. Hidrolika aliran dalam pengelak pada aliran bebas


Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997; 446

1 2 / 3 1/ 2
v = R S (1-3)
n
Q = A. v (1-4)
dimana:
v = kecepatan aliran (m/detik)
n = koefisien kecepatan manning (untuk beton n= 0,014)
R = jari-jari hidrolis =A/P (m)
A = luas penampang basah (m2)
S = kemiringan alur pengelak
Untuk memeriksa pada kedalaman berapa terjadi pengaliran kritis digunakan
rumus:

g. A 3 z
Qc = (1-5)
B
v
F = (1-6)
g .H
dimana:
Qc = debit yang melewati pengelak dalam kondisi kritis (m3/detik)
g = percepatan gravitasi (= 9,81 m/detik2)
A = luas penampang basah (m2)
F = bilangan Froude
H = kedalaman aliran (m)

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Kondisi aliran tersebut sangat perlu untuk diketahui, karena dengan demikian
dapat diketahui karakteristik hidrolisnya. Bila kondisi aliran pada berbagai kedalaman air
superkritis (Q > Qc atau F > 1), maka rumus Manning tidak berlaku dan harus digunakan
rumus dalam kondisi kritis sebagai berikut:

Gambar 1.12. Hidrolika aliran dalam pengelak pada kondisi superkritis


Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997; 446

vc = g.H c (1-7)

Yc = 2/3 H (1-8)
2
vc = gH (1-9)
3

2
Qc = A gH (1-10)
3
dimana:
Hc = kedalaman aliran kritis (m)

1.4.3.5. Aliran Tekan (Pressure Flow)


Diasumsikan bahwa aliran tekan ini akan terjadi bila tinggi air di waduk (H) > 1,5
diameter pengelak (D). Pada keadaan demikian digunakan rumus:

Gambar 1.13. Hidrolika aliran dalam pengelak pada aliran tekan

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Q = A. v (1-11)

2 g ( H L.sin D / 2)
v = (1-12)
(1 C )
dimana:
H = kedalaman air waduk dihitung dari dasar inlet pengelak (m)
D = tinggi pengelak (m)
L = panjang pengelak (m)
= sudut yang dibentuk oleh alur pengelak
c = jumlah koefisien kehilangan energi
Untuk jumlah kehilangan energi dapat dihitung berdasarkan desain saluran yang
dibuat oleh perencana.

1.4.4. Perhitungan Perencanaan Tinggi Cofferdam


1.4.4.1.Tinggi Bendungan
Yang dimaksud dengan tinggi bendungan adalah perbedaan antara elevasi
permukaan pondasi dan elevasi mercu bendungan. Permukaan pondasi adalah dasar
dinding kedap air atau dasar daripada zone kedap air. Apabila pada bendungan tidak
terdapat dinding kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis
perpotongan antara bidang vertikal yang melalui tepi udik mercu bendungan dengan
permukaan pondasi alas bendungan tersebut. Untuk menentukan tinggi bendungan secara
optimal harus memperhatikan tinggi ruang bebas dan tinggi air untuk operasi waduk
(Soedibyo, 1993).

1.4.4.2.Tinggi Jagaan (freeboard)


Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum rencana air
dalam waduk dan elevasi mercu bendungan. Elevasi permukaan air maksimum rencana
biasanya merupakan elevasi banjir rencana waduk. Kadang-kadang elevasi permukaan
air penuh normal atau elevasi permukaan banjir waduk lebih tinggi dari elevasi banjir
rencana dan dalam keadaan yang demikian, yang disebut permukaan air maksimum
rencana adalah elevasi yang paling tinggi yang diperkirakan akan dicapai oleh permukaan
waduk tersebut. Selain itu dalam halhal tertentu tambahan tinggi tembok penahan ombak

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
di atas mercu bendungan kadangkadang diperhitungkan pula pada penentuan tinggi
jagaan.
Dalam menentukan tinggi jagaan perlu memperhatikan halhal sebagai berikut:
1. Kondisi dan situasi tempat kedudukan calon bendungan
2. Pertimbanganpertimbangan tentang karakteristik dari banjir abnormal
3. Kemungkinan timbulnya ombak-ombak besar dalam waduk yang disebabkan oleh
angin dengan kecepatan tinggi ataupun gempa bumi
4. Kemungkinan terjadinya kenaikan permukaan air waduk diluar dugaan, karena
timbulnya kerusakan-kerusakan atau kemacetan pada bangunan pelimpah
5. Tingkat kerugian yang mungkin dapat ditimbulkan dengan jebolnya bendungan
yang berangkutan
Kemudian untuk perhitungan secara teknis tinggi jagaan (Hf) untuk bendungan
ditentukan dari dua keadaan muka air waduk sewaktu banjir dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Tinggi kenaikan permukaan air akibat banjir dengan periode ulang 1000 tahun
melimpah di atas bangunan pelimpah dan pada keadaan ini tidak boleh terjadi
kerusakan sedikitpun pada bendungan.
b. Dikontrol dengan tinggi kenaikan permukaan air akibat banjir boleh jadi terbesar
(Probable Maximum Flood= PMF) melilmpah di atas bangunan pelimpah dan
pada keadaan ini bendungan diizinkan mengalami kerusakan ringan tetapi harus
tetap stabil.
Oleh karena kriteria di atas maka pada keadaan (a) tinggi jagaan harus
mempertimbangkan sebagai berikut:
Tinggi kenaikan muka air waduk karena angin sangat kuat (S)
Tinggi kenaikan ombak / gelombang yang diakibatkan karena angin (Hw)
Tinggi kenaikan ombak / gelombang yang diakibatkan oleh gempa (He)
Tinggi rayapan gelombang / ombak pada lereng bendungan (Hr)
Tinggi kenaikan permukaan air akibat kemacetan pada waktu operasi pintu pelimpah
(h). tinggi kenaikan permukaan air ini didasarkan pada perbandingan debit banjir dan
lamanya kemacetan yang terjadi dan sebaliknya perbandingan luas permukaan daerah
genangan dan jumlah pintu. Untuk pelimpah yang dilengkapi pintu, sebagai perkiraan
diambil sebesar 0,50 m.
Sedangkan pada keadaan (b) hanya akan mempertimbangkan hal sebagai berikut:
Tinggi kenaikan muka air waduk karena angin kuat (S)
TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Tinggi kenaikan ombak/ gelombang yang diakibatkan oleh karena angin kuat (Hw)
Tinggi rayapan gelombang/ ombak pada lereng bendungan yang diakibatkan oleh
angin kuat (Hr)

1.4.4.3. Perhitungan Tinggi Jagaan


a. Pada banjir 1000 tahunan, tinggi jagaaan dihitung dengan rumus:
Hf = Hw + S + Hr + He + h (1-13)
dimana:
Hf = tinggi jagaan
Hw= tinggi kenaikan ombak karena angin
S = tinggi kenaikan muka air karena angin sangat kuat
Hr = tinggi rayapan gelombang pada lereng bendungan
He = tinggi kenaikan ombak akibat gempa
h = tinggi kenaikan muka air waduk akibat kemacetan operasi pintu

1. Hw dihitung dengan rumus Molitor Stevenson sebagai berikut:

Hw = 0,032 F.v 0,763 0,2714 F (1-14)


berlaku untuk F < 32 km
dimana:
Hw = tinggi kenaikan ombak/ gelombang (m)
v = kecepatan angin (km/ jam)
F = panjang efektif fetch = lintasan ombak (km)
2. S dihitung dengan rumus Zuider Zee, sebagai berikut:
v2 F
S= . . cos (1-15)
63000 D
dimana:
S = kenaikan tinggi muka air karena angin (wind set up) (m)
v = kecepatan angin (km/jam)
F = panjang efektif fetch = lintasan ombak (km)
D = kedalaman air rata-rata sepanjang fetch efektif (m)
= sudut antara bidang tegak lurus sumbu bendungan dengan arah
gelombang (0)

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
3. Hr dihitung dengan rumus sebagai berikut, dengan menganggap bahwa gesekan
di lereng bendungan kecil:
2
vg
Hr = (1-16)
2g
dimana:
Hr = tinggi rayapan gelombang (wave run up ) (ft)
vg = kecepatan gelombang (ft/ detik)
vg = 5+2.Hd (Gaillard) (1-17)
Hd = tinggi gelombang desain (ft)
= 1,3 Hw
g = gravitasi (32,18 ft/detik2)
4. He dihitung dengan rumus Seiichi Sato, sebagai berikut:
k .
He = . g.H 0 (1-18)
2
dimana:
He = tinggi gelombang akibat gempa (m)
k = koefisien gempa
= periode gelombang (= 1detik)
= siklus gempa
g = gaya gravitasi bumi (9,81 m/detik2)
H0 = kedalaman air waduk (m)

b. Pada banjir boleh jadi terbesar/ maksimum (Probable Maximum Flood, PMF) tinggi
jagaan dihitung dengan rumus:
Hf = Hw + S + Hr (1-19)
1. Hw dihitung dengan rumus Molitor Stevenson,
Hw = 0,032 F.v 0,763 0,2714 F (1-20)
berlaku untuk F < 32 km
dimana:
Hw = tinggi kenaikan ombak/ gelombang (m)
v = kecepatan angin (km/ jam)
F = panjang efektif fetch = lintasan ombak (km)
2. S dihitung dengan rumus Zuider Zee, sebagai berikut:

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
v2 F
S= . . cos (1-21)
63000 D
dimana:
S = kenaikan tinggi muka air karena angin (wind set up) (m)
v = kecepatan angin (km/jam)
F = panjang efektif fetch = lintasan ombak (km)
D = kedalaman air rata-rata sepanjang fetch efektif (m)
= sudut antara bidang tegak lurus sumbu bendungan dengan arah
gelombang (0)
3. Hr dihitung dengan rumus sebagai berikut, dengan menganggap bahwa gesekan
di lereng bendungan kecil:
2
vg
Hr = (1-22)
2g
dimana:
Hr = tinggi rayapan gelombang (wave run up ) (ft)
vg = kecepatan gelombang (ft/ detik)
vg = 5+2.Hd (Gaillard)
Hd = tinggi gelombang desain (ft)
= 1,3 Hw
g = gravitasi (32,18 ft/detik2)

Tinggi jagaan yang dihitung di atas adalah hanya akibat dari kenaikan muka air
waduk itu sendiri. Untuk ini masih perlu diberi penambahan tinggi urugan sebagai
cadangan tinggi jagaan akibat adanya penurunan yang terjadi pada bendungan yang telah
dibangun. Penurunan terbesar urugan karena beratnya sendiri akan terjadi selama
pemadatan. Selanjutnya penurunan akan terjadi dengan pertambahan sangat kecil dan
berkembang menurut umur bendungan dan fluktuasi air waduk. Untuk memperkirakan
peurunan total dipakai rumus empiris sebagai berikut:
Stot = 0,4%.H (1-23)
dimana:
Stot = penurunan total (m)
H = tinggi urugan = tinggi bendungan (m)

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Selain dari cara yang telah dibuat di atas The Japanese National Committee on
Large Dams (JANCOLD) telah menyusun standar minimal tinggi ruang bebas seperti
pada tabel. Di dalam standar ini maka yang di ambil sebagai permukaan air tertinggi
adalah FSL dan bukan TWL.
Tabel 1.3. Standar ruang bebas menurut JANCOLD
No Tinggi bendungan (m) Bendungan beton Bendungan urugan
1. < 50 1m 2m
2. 50 100 2m 3m
3. > 100 2,5 m 3,5 m
Sumber: Soedibyo 1993

Penetapan tinggi mercu bendungan pengelak udik (cofferdam hulu), biasanya


didasarkan pada elevasi permukaan air yang terdapat di depan pintu pemasukan saluran
pengelak ditambah tinggi jagaan yang diperlukan untuk keamanan cofferdam tersebut.
Untuk detail perhitungan tinggi cofferdam bisa dilakukan perhitungan penelusuran banjir.

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
BAB II
DATA TEKNIK

2.1. Data Peta Kontur Rencana Lokasi As Main Dam dan Cofferdam

2.2. Data Storage Area Curve


Data karakteristik fisik tampungan waduk di rencana lokasi bendungan, diperkirakan
dengan pendekatan sebagai berikut:
A = h 104 m2
dimana:
A = Luas permukaan genangan tampungan waduk (m2)
= Koefisien karakteristik phisik luas genangan tampungan waduk
h = Kedalaman air pada lokasi as bendungan (m)
Adapun data asumsi Koefisien karakteristik fiisik luas genangan tampungan waduk
secara kuantitatif adalah = 1,00.
A1 A2
S h
2

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
atau dengan pendekatan:

S
h
3

A1 A2 A1 . A2
dimana:
A1 , A2 , A3 , A4 ...... menunjukkan luasan di antara garis elevasi berurutan yang mempunyai
interval tingginya adalah h. Dari kapasitas tampungan berbagai tinggi permukaan air yang
diplot dan dianalisis akan diperoleh kurva kapasitas tampungan waduk.

2.3. Data Hidrologi Hujan Rancangan


Diketahui data yang dipakai adalah data siap olah, yaitu berupa hujan rancangan dengan
keterangan sebagai berikut
Luas DAS = 154 km2
L (Panjang Sungai Utama) = 33 km
Parameter = 2,50
Koefisien Pengaliran = 0,85
Curah hujan rancangan 25th = 52,00 mm/hari
Curah hujan rancangan 50th = 92,00 mm/hari
Curah hujan rancangan 200th = 131,0 mm/hari
Curah hujan rancangan 1000th = 162,0 mm/hari
Curah hujan rancangan PMP = 190,0 mm/hari

2.4. Data Mekanika Tanah dan Geologi


Adapun data material urugan yang tersedia adalah sebagai berikut:
1. Berat jenis tanah jenuh, saturated density ( sat ) = 2,07 kg/m3
2. Sudut geser dalam = 36 derajat
3. e = 0,50
4. Gs = 2,6
Untuk material filter dan inti kedap air gunakan standard sesuai dengan
persayaratan secara teknis yang direkomendasikan dari referensi Design of Small dam -
USBR dan atau Bendungan Type Urugan Suyono Sosrodarsono

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
NOTE: (Wajib Baca)
Format penulisan yang saya gunakan dalam unggahan ini bukan format penulisan yang asli
seperti tugas yang sudah dikumpulkan, yaitu yang sesuai dengan pedoman penulisan di
Universitas Brawijaya. Dalam tulisan yang saya unggah ini sengaja saya tambahkan beberapa
modifikasi dan tambahan-tambahan foto angkatan, supaya lebih menarik untuk dilihat :D :D

Semoga tulisan ini bisa bermanfaat......

TUGAS BESAR KONSTRUKSI BENDUNGAN I


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Anda mungkin juga menyukai