BENDUNGAN
CEK BEN SANGAR TAK PASANG FOTO ANGKATAN WRE12 :D :D
WRE12 FT-UB
Disusun Oleh :
JANUARI 2015
1.1. U m u m
Manusia tidak bisa terlepas dari air untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya
untuk air domestik, irigasi, pembangkit listrik, dan sebagainya. Kebutuhan air semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, sedangkan persediaan air di
bumi adalah tetap dan bahkan semakin berkurang akibat adanya perubahan tata guna
lahan. Dalam siklus hidrologi perubahan air hanya terjadi pada wujudnya saja. Fakta
menunjukkan bahwa sirkulasi air tidak merata karena dipengaruhi oleh kondisi
meteorologi, sehingga ada perbedaan dari tahun ke tahun dan dari musim ke musim.
Adanya dua musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau
mempunyai pengaruh terhadap ketersediaan air. Di musim kemarau air dalam jumlah
sedikit sedangkan di musim hujan air dalam jumlah banyak. Namun distribusi air dalam
musim hujan tidak merata pada setiap waktu dan tempat, sehingga dapat dikatakan bahwa
ada masalah dalam pemanfaatan air yaitu waktu, tempat, kuantitas dan kualitas. Dalam
pemanfaatan air diperlukan pengaturan yang cermat agar diperoleh hasil yang
maksimum, untuk itu sangat diperlukan rencana pendistribusian air. Salah satu usaha
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut adalah dengan membangun bendungan.
Bendungan atau waduk tidak saja sebagai tampugan air pada saat musim hujan
tetapi dapat dimanfaatkan untuk tujuan lainnya. Tetapi dalam tahap perencanaaannya
perlu dilakukan studi-studi yang seksama supaya didapat tujuan yang optimal.
Bendungan dibangun untuk berbagai keperluan yaitu pengendalian banjir, irigasi, PLTA,
industri, air minum, rekreasi dan lain-lain.
Langkah-langkah perencanaan dan perancangan sebuah bendungan diperlukan
suatu pemahaman tentang berbagai data yang saling terkait. Untuk itu diperlukan
pengkajian secara detail sehingga setiap data yang digunakan akan sangat efektif dan
efisien untuk digunakan sebagai masukan analisis lebih lanjut.
Untuk menghitung volume antar interval kontur dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut (Santosh Kumar, 2001:882):
A1 A2
S h (1-1)
2
atau dengan pendekatan:
S
h
3
A1 A2 A1 . A2 (1-2)
salah
salah salah
Aliran Air Tipe 5
atau Tipe 6
salah
salah
salah
Aliran Air Tipe 1
Jika
Error benar Aliran Air Tipe 3
Y4/D 1
salah
Error
Gambar 1.6. Kriteria untuk terowongan pipa, kotak panjang dan pendek secara hidrolis
dengan kubah beton; dan masukan berbentuk persegi, lingkaran atau pengurasan miring
dari dinding ujung vertikal; dilengkapi dengan atau tanpa dinding samping
Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997:444
Gambar 1.7. Kriteria untuk terowongan pendek dan panjang secara hidrolis, dengan
kubah kasar dari pipa bergelombang
Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka,Ven Te Chow, 1997:445
Jenis H/d < 1,0 1,0 < H/d < 1,5 H/d > 1,5
Lingkaran 0,87 H/d 0,87 H/d 1,09 + 0,10 H/d
Kotak 1,00 H/d 0,36 + 0,64 H/d 0,62 + 0,46 H/d
Gambar 1.10. Grafik untuk nilai air atas pendekatan pada terowongan lingkaran, dengan
saluran masuk bujur sangkar, aliran sebagian penuh.
Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997:448
1 2 / 3 1/ 2
v = R S (1-3)
n
Q = A. v (1-4)
dimana:
v = kecepatan aliran (m/detik)
n = koefisien kecepatan manning (untuk beton n= 0,014)
R = jari-jari hidrolis =A/P (m)
A = luas penampang basah (m2)
S = kemiringan alur pengelak
Untuk memeriksa pada kedalaman berapa terjadi pengaliran kritis digunakan
rumus:
g. A 3 z
Qc = (1-5)
B
v
F = (1-6)
g .H
dimana:
Qc = debit yang melewati pengelak dalam kondisi kritis (m3/detik)
g = percepatan gravitasi (= 9,81 m/detik2)
A = luas penampang basah (m2)
F = bilangan Froude
H = kedalaman aliran (m)
vc = g.H c (1-7)
Yc = 2/3 H (1-8)
2
vc = gH (1-9)
3
2
Qc = A gH (1-10)
3
dimana:
Hc = kedalaman aliran kritis (m)
2 g ( H L.sin D / 2)
v = (1-12)
(1 C )
dimana:
H = kedalaman air waduk dihitung dari dasar inlet pengelak (m)
D = tinggi pengelak (m)
L = panjang pengelak (m)
= sudut yang dibentuk oleh alur pengelak
c = jumlah koefisien kehilangan energi
Untuk jumlah kehilangan energi dapat dihitung berdasarkan desain saluran yang
dibuat oleh perencana.
b. Pada banjir boleh jadi terbesar/ maksimum (Probable Maximum Flood, PMF) tinggi
jagaan dihitung dengan rumus:
Hf = Hw + S + Hr (1-19)
1. Hw dihitung dengan rumus Molitor Stevenson,
Hw = 0,032 F.v 0,763 0,2714 F (1-20)
berlaku untuk F < 32 km
dimana:
Hw = tinggi kenaikan ombak/ gelombang (m)
v = kecepatan angin (km/ jam)
F = panjang efektif fetch = lintasan ombak (km)
2. S dihitung dengan rumus Zuider Zee, sebagai berikut:
Tinggi jagaan yang dihitung di atas adalah hanya akibat dari kenaikan muka air
waduk itu sendiri. Untuk ini masih perlu diberi penambahan tinggi urugan sebagai
cadangan tinggi jagaan akibat adanya penurunan yang terjadi pada bendungan yang telah
dibangun. Penurunan terbesar urugan karena beratnya sendiri akan terjadi selama
pemadatan. Selanjutnya penurunan akan terjadi dengan pertambahan sangat kecil dan
berkembang menurut umur bendungan dan fluktuasi air waduk. Untuk memperkirakan
peurunan total dipakai rumus empiris sebagai berikut:
Stot = 0,4%.H (1-23)
dimana:
Stot = penurunan total (m)
H = tinggi urugan = tinggi bendungan (m)
2.1. Data Peta Kontur Rencana Lokasi As Main Dam dan Cofferdam
S
h
3
A1 A2 A1 . A2
dimana:
A1 , A2 , A3 , A4 ...... menunjukkan luasan di antara garis elevasi berurutan yang mempunyai
interval tingginya adalah h. Dari kapasitas tampungan berbagai tinggi permukaan air yang
diplot dan dianalisis akan diperoleh kurva kapasitas tampungan waduk.