Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pantai


Pantai adalah daerah ditepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi
dan air surut terendah. Daerah pantai terbagi atas beberapa zona seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Definisi Dan Batasan Pantai


Sumber: Triatmodjo,1999

Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai


manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai dan pengamanan
pantai. Daerah ini minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah daratan. Daratan
pantai adalah daerah ditepi laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas laut. Sedangkan
perairan pantai adalah perairan yang masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan.
Profil pantai ditinjau dari garis gelombang pecah dibagi menjadi tiga daerah yaitu
inshore, foreshore, dan backshore. Gambar 2.2 menunjukkan pembagian zona
karakteristik gelombang pantai.

II-1
Gambar 2.2 Karakteristik Gelombang Di Pantai
Sumber: Triatmodjo,1999

Inshore merupakan daerah terjadinya pecahnya gelombang laut (breaker zone)


dari lautan lepas menuju kepantai dan di daerah ini sering terbentuk gumuk pasir
(longshore bar) akibat transportasi sedimen. Foreshore adalah daerah yang terbentang
dari garis pantai pada saat surut terendah sampai batas atas dari uprush pada saat air
pasang tertinggi. Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan terbentuknya
garis pantai pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air tertinggi
terjadi .
Pada dasarnya pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga
mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk tersebut
merupakan tanggapan dinamis alami pantai terhadap laut. Pada kondisi gelombang
normal yang terjadi dalam waktu yang lama, energi gelombang dengan mudah dapat
dihancurkan oleh mekanisme pertahanan alami pantai. Pada saat badai terjadi, gelombang
yang ditimbulkan mempunyai energi besar dan pertahanan alami pantai tidak dapat
menahan serangan gelombang , sehingga pantai dapat tererosi. Seperti Gambar 2.3 proses
dibawah ini menunjukkan tererosinya pantai akibat gelombang.

II-2
Gambar 2.3 Tererosinya Pantai Akibat Gelombang
Sumber: Triatmodjo,1999

Setelah gelombang badai reda, pantai akan kembali kebentuk semula oleh karena
gelombang normal. Namun ada kalanya pantai yang tererosi tersebut tidak dapat kembali
seperti semula, karena material pembentuk pantai terbawa arus kelokasi lain dan tidak
kembali. Dengan demikian maka terjadilah erosi pada pantai tersebut.

2.2 Gelombang
Munculnya gelombang di lautan pada umumnya dibangkitkan oleh angin.
Gelombang dapat menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus, dan
transportasi sedimen dalam arah tegak lurus sepanjang pantai, dan menyebabkan gaya
pada bangunan pantai. Gelombang besar yang datang ke pantai pada saat air pasang bisa
menyebabkan kerusakan pantai sampai jauh kedaratan.
Triatmodjo.(1999) Suatu deretan gelombang yang bergerak menuju pantai akan
mengalami perubahan bentuk atau deformasi gelombang. Perubahan ini diakibatkan oleh
proses refraksi, difraksi, dan refleksi.

II-3
Proses refraksi terjadi akibat perubahan kedalaman laut, jika di laut dalam
gelombang yang menjalar tidak dipengaruhi oleh dasar lautan, namun di laut transisi dan
dangkal dasar laut mempengaruhi gelombang. Gelombang yang menjalar di laut yang
dangkal menjalar dengan kecepatan yang lebih kecil dari pada di laut dalam, akibatnya
garis puncak gelombang akan membelok dan sejajar dengan garis kontur dasar laut.
Proses terjadinya refraksi dapat dilihat seperti Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Gelombang Refraksi


Sumber: Anonim, 2018

Difraksi terjadi apabila tinggi gelombang disuatu titik suatu deretan gelombang
terhalang oleh rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau akibatnya energi
gelombang yang datang dari laut membelok kebagian belakang rintangan seperti pada
Gambar 2.5.

II-4
Gambar 2.5 Gelombang Difraksi
Sumber: Anonim, 2018

Selain itu gelombang yang menjalar ke arah pantai atau mengenai sebuah
rintangan, akan pengalami refleksi atau dipantulkan kembali. Besar kecilnya gelombang
refleksi tergantung dari bentuk dan jenis rintangan. Suatu bangunan tegak dan
impermeable (tidak dapat ditembus air) akan memantulkan gelombang lebih besar dari
pada bangunan miring dan permeable.

2.3 Teori Gelombang Airy


Triatmodjo.(1999) gelombang di alam memiliki bentuk sangat kompleks dan sulit
digambarkan secara matematis karena ketidak-linieran, tiga dimensi dan mempunyai
bentuk yang random. Adapun beberapa teori gelombang yang ada hanya menggambarkan
bentuk gelombang yang sederhana dan merupakan pendekatan gelombang alam.
Terdapat beberapa teori untuk menjelaskan fenomena gelombang yang terjadi di
alam, antara lain sebagai berikut :
1. Teori gelombang linier (Airy Wave Theory, Small-Amplitude Wave Theory)
2. Teori gelombang non linier (Finite-Amplitude Wave Theories), diantaranya :
a. Gelombang Stokes orde 2, orde 3, orde 4 dan seterusnya.
b. Gelombang Cnoidal
c. Gelombang Solitary

II-5
Masing-masing teori tersebut mempunyai batasan keberlakuan yang berbeda.
Teori gelombang Airy merupakan gelombang amplitudo kecil, sedangkan teori yang lain
adalah gelombang amplitudo terbatas (finite amplitudo waves).
Berdasarkan teori Airy maka gerak gelombang dianggap sebagai kurva sinus
harmonis (sinusoidal progressive wave), gelombang dapat dijelaskan secara geometris
Triatmodjo. (1999) berdasarkan :
1. Tinggi gelombang (H), yaitu jarak antara puncak dan lembah gelombang dalam
satu periode gelombang.

2. Panjang gelombang (L), jarak antara dua puncak gelombang yang berurutan.

gT 2 2π d
L tanh (2.1)
2π L

Dengan menggunakan cara iterasi maka persamaan (2.1) dapat diselesaikan untuk
menentukan panjang gelombang (L). Pada persamaan (2.1) diperlukan panjang
gelombang awal (L0) dengan menggunaka persamaan berikut :
L 0  1,56 T 2 (2.2)

T  1/f
(2.3)

3. Jarak antara muka air rerata dan dasar laut (d) atau kedalaman laut. Ketiga
parameter di atas digunakan untuk menentukan parameter gelombang lainnya
seperti :
a) Kemiringan gelombang (wave steepnes) = H/L

b) Ketinggian relatif (relative height) = H/d

c) Kedalaman relatif (relative depth) = d/L

2.4 Gelombang Menurut Kedalaman Relatif


Jika ditinjau dari kedalaman relatif dimana gelombang menjalar, maka gelombang
dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu gelombang laut dangkal, gelombang laut transisi
dan gelombang laut dalam. Batasan dari ketiga kategori tersebut didasarkan pada rasio
antara kedalaman dan panjang gelombang (d/L). Batasan penggunaannya dapat dilihat
pada Tabel 2.1 berikut:

II-6
Tabel 2.1 Batasan Gelombang Laut Dangkal, Transisi Dan Dalam
Kategori gelombang d/L 2пd/L Tanh(2пd/L)
Laut dalam >1/2 >п 1
Laut transisi 1/20-1/2 0.25- п Tanh(2пd/L)
Laut dangkal <1/20 < 0.25 2пd/L
Sumber: Anas, 2014

Dalam gelombang terdapat partikel-partikel air yang berubah selama penjalaran


gelombang dari laut dalam sampai laut dangkal. Bentuk partikel yang terdapat dalam
gelombang yang bergerak menuju laut dangkal digambarkan pada Gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Gerak Partikel Air Dalam Gelombang


Sumber: Triatmodjo, 1999

2.5 Teori Redaman Gelombang


CERC. (1984) gelombang yang menjalar melalui suatu rintangan, sebagian dari
energi gelombang akan dihancurkan melalui proses gesekan, turbulensi dan gelombang
pecah, dan sisanya akan dipantulkan (refleksi), dihancurkan (disipasi) dan yang
diteruskan (transmisi) tergantung dari karakteristik gelombang datang (periode, tinggi
gelombang dan panjang gelombang), tipe perlindungan pantai (permukaan halus atau
kasar) dan dimensi serta geometri perlindungan (kemiringan, elevasi dan lebar halangan)
serta kondisi lingkungan setempat (kedalaman air dan kontur dasar pantai).

2.5.1 Koefisien Gelombang Refleksi (KR)


Refleksi gelombang terjadi ketika gelombang datang mengenai atau membentur
suatu rintangan sehingga kemudian dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Besar

II-7
kemampuan suatu bangunan pemecah gelombang dapat diketahui melalui koefisien
refleksi. Koefisien refleksi adalah perbandingan antara tinggi gelombang refleksi (HR)
dan tinggi gelombang datang (Hi). Jika suatu gelombang mengenai benda yang
menghalangi laju gelombang tersebut, maka bisa dipastikan gelombang tersebut
mengalami apa yang disebut refleksi dan transmisi. Demikian juga halnya pada
gelombang yang mengenai struktur pelindung pantai. Refleksi gelombang secara
sederhana bisa diartikan sebagai besar gelombang yang terpantulkan oleh struktur
pelindung dibandingkan dengan besar nilai gelombang datang. Sehingga, bila
dirumuskan ke dalam bentuk matematis, koefisien refleksi menjadi :

HR
KR  (2.4)
Hi

Hmax  Hmin
HR  (2.5)
2

Dimana :

KR = Koefisien Refleksi Gelombang

Hi = Tinggi Gelombang Datang

HR = Tinggi Gelombang Refleksi

Koefisien refleksi bervariasi dari 0 sampai dengan 1. Untuk refleksi sempurna


koefisien refleksinya = 1, bila tidak ada refleksi maka koefisien refleksinya = 0. Skema
refleksi gelombang dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Skema Refleksi Gelombang


Sumber: Shore Protection Manual, 1984

II-8
Shore Protection Manual Volume 1 (1984) memberikan alternatif untuk
menentukan koefisien refleksi (KR) gelombang dengan menggunakan grafik hubungan
antara ξ dengan nilai KR seperti pada Gambar 2.8 berikut :

Gambar 2.8 Koefisien Refleksi Gelombang Untuk Lereng, Pantai Dan Batu Pecah
Sebagai Fungsi Dari Parameter Kesamaan Gelombang ξ
Sumber: Shore Protection Manual, 1984

2.5.2 Koefisien Gelombang Transmisi (KT)


Menurut CERC. (1984) bahwa koefisien gelombang transmisi (KT) dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

HT ET
KT   (2.6)
Hi Ei

Hmax  Hmin
Hi  (2.7)
2

II-9
Hmax  Hmin
HT  (2.8)
2

Dimana:
KT = Koefisien Gelombang Transmisi
HT = Tinggi Gelombang Transmisi
Hi = Tinggi Gelombang Datang
ET = Energi Gelombang Transmisi
Ei = Energi Gelombang Datang
Coastal Engineering Manual (2006) memberikan alternatif untuk menentukan
koefisien transmisi (KT) untuk pemecah gelombang dari tumpukan batu dari grafik
hubungan antara f/Hi dengan koefisien transmisi seperti pada Gambar 2.9 berikut.

Gambar 2.9 Gelombang Transmisi Untuk Puncak Pemecah Gelombang Ambang Rendah
Oleh Van Der Meer dan Angremond (1992)
Sumber: Coastal Engineering Manual, 2006

2.5.3 Koefisien Gelombang Disipasi (KD)


Besarnya energi gelombang yang didisipasikan (dihancurkan / diredam) adalah
besarnya energi gelombang datang dikurangi energi gelombang yang ditransmisikan dan
direfleksikan. Semakin besar nilai koefisien disipasi (KD), berarti semakin efektif struktur
tersebut dalam meredam gelombang. Bila dirumuskan dalam bentuk matematis, koefisien
refleksi menjadi :

II-10
KD = 1- KR-KT (2.9)

HD = Hi- HR- HT (2.10)

Dimana :

HD = Tinggi Gelombang Disipasi

2.6 Pemecah Gelombang


Pemecah gelombang adalah bangunan pelindung pantai yang meredam sebagian
energi gelombang yang datang dari salah satu sisinya. Tujuan dibangunnya pemecah
gelombang yaitu untuk mengendalikan erosi yang menggerus garis pantai.
Pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pemecah
gelombang sambung pantai dan lepas pantai. Pemecah gelombang sambung pantai seperti
Gambar 2.10 merupakan bangunan yang digunakan untuk melindungi daerah perairan
dari laut bebas, sehingga perairan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar di laut.
Pemecah gelombang tipe sambung pantai ini biasa digunakan pada pelabuhan, karena
dengan adanya pemecah gelombang ini daerah perairan pelabuhan menjadi tenang dan
kapal bisa melakukan kegiatan bongkar muat.

Gambar 2.10 Pemecah Gelombang Sambung Pantai


Sumber: Anonim, 2018

Sedangkan pemecah gelombang lepas pantai merupakan bangunan yang dibuat


sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Bangunan ini direncanakan
untuk melindungi pantai yang terletak di belakangnya dari serangan gelombang. Gambar
2.11 di bawah merupakan salah satu contoh pemecah gelombang sejajar pantai pada
daerah wisata.

II-11
Gambar 2.11 Pemecah Gelombang Lepas Pantai
Sumber: Anonim, 2018

Menurut Shore Protection Manual (1984) manfaat lain dari pemecah gelombang
lepas pantai adalah untuk mencegah erosi pantai. Erosi pantai sendiri disebabkan oleh
adanya angkutan sedimen oleh gelombang badai yang membawa material sedimen pantai,
namun tidak kembali karena arus laut yang berubah – ubah.
Struktur peredam gelombang secara umum dibagi atas dua tipe yaitu:

1. Pemecah gelombang limpasan (Overtopping breakwater), yaitu pemecah


gelombang yang direncanakan dengan memperkenankan atau mengijinkan air melimpas
di atas pemecah gelombang terserbut. Pemecah gelombang tipe ini biasanya direncanakan
apabila daerah yang dilindungi tidak begitu sensitif terutama terhadap gelombang yang
terjadi akibat adanya overtopping. Dan jenis pemecah gelombang yang biasa digunakan
untuk tipe ini yaitu tipe pemecah gelombang ambang rendah. Gambar 2.12 berikut
merupakan gambaran Pemecah gelombang limpasan.

Gambar 2.12 Potongan Melintang Pemecah Gelombang Limpasan


Sumber: Triatmodjo, 1999

II-12
2. Pemecah gelombang tidak melimpas (Non-Overtopping breakwater), yaitu pemecah
gelombang yang direncanakan dengan tidak memperkenankan atau mengijinkan air
melimpas di atas pemecah gelombang tersebut. Dalam hal ini tinggi mercu atau puncak
pemecah gelombang harus direncanakan atau ditentukan berdasarkan wave run-up yang
akan terjadi. Dan jenis pemecah gelombang yang biasa digunakan untuk tipe ini yaitu tipe
pemecah gelombang ambang tinggi. Gambar 2.13 berikut merupakan gambaran pemecah
gelombang tidak melimpas.

Gambar 2.13 Potongan Melintang Non-Overtopping Pemecah Gelombang


Sumber: Triatmodjo, 1999

Namun jika ditinjau dari segi keindahan untuk daerah pantai, pemecah gelombang
tipe tenggelam atau ambang rendah dianggap lebih baik untuk daerah pantai jika
dibandingkan dengan pemecah gelombang ambang tinggi khususnya untuk daerah
wisata, karena memiliki kelebihan seperti, tidak mengurangi keindahan pantai karena
pemecah gelombang berada di bawah permukaan laut.
Pemecah gelombang tipe tenggelam sendiri mengambil sifat terumbu karang
pantai, yang dapat mereduksi gelombang datang, dimana makin lebar terumbu karang dan
makin kecil kedalaman air (d) pada terumbu karang, maka makin besar penyusutan tinggi
gelombang datang (H).
Triatmodjo. (1999) Berdasarkan bentuknya, pemecah gelombang terdiri pemecah
gelombang sisi miring, pemecah gelombang sisi tegak dan pemecah gelombang
campuran. Keuntungan dan kerugian ketiga tipe tersebut disajikan pada Tabel 2.3
dibawah ini.

II-13
Tabel 2.3 Keuntungan Dan Kerugian Tipe Pemecah Gelombang
Tipe Keuntungan Kerugian
Pemecah 1. Elevasi puncak bangunan 1.Dibutuhkan jumlah
Gelombang rendah material besar
Sisi Miring 2. Gelombang refleksi kecil 2.Pelaksanaan pekerjaan
3. Kerusakan berangsur-angsur lama
4. Perbaikan mudah 3.Kemungkinan
5. Murah kerusankan
pada waktu pelaksanaan
besar
4.Lebar dasar besar
Pemecah 1. Pelaksanaan pekerjaan cepat 1. Mahal
Gelombang 2. Kemungkinan kerusakan pada 2. Elevasi puncak
Sisi Tegak waktu pelaksanaan kecil bangunan tinggi
3. Luas perairan pelabuhan lebih 3. Tekanan gelombang
besar besar
4. Sisi dalamnya dapat 4. Kesulitan saat perbaikan
digunakan sebagai dermaga 5. Diperlukan peralatan
5. Biaya perawatan kecil berat
6. Erosi pada kaki pondasi

Pemecah 1. Pelaksanaan pekerjaan cepat 1. Mahal


Gelombang 2. Kemungkinan kerusakan pada 2. Diperlukan peralatan
Campuran waktu pelaksanaan kecil berat
3. Luas perairan pelabuhan lebih
besar
Sumber: Anas, 2014

2.7 Pemecah Gelombang Berpori


Anas. (2014). pemecah gelombang dinding berpori (Perforated wall breakwater)
pertama kali diusulkan pada tahun 1961 oleh G. E. Jarlan. Pemecah gelombang jenis ini
diadopsi dari pemecah gelombang bentuk kaison dengan memodifikasi dinding vertikal
bagian depan kaison (yang menghadap ke laut) diberi perforasi, sedangkan dinding kaison

II-14
bagian belakang adalah dinding impermeable. Ruang yang ada diantara dinding depan
dan belakang disebut wave chamber.
Karena kemampuannya dalam menyerap energi gelombang dan stabilitas yang
tinggi terhadap gelombang, tipe kaison tersebut dimanfaatkan dan diadopsi sebagai
seawall dan pemecah gelombang. Meskipun pada awalnya perforated wall caisson
(kaison dinding berpori) ditujukan untuk laut yang relatif tenang, pada tahap selanjutnya
sudah dimanfaatkan untuk laut terbuka, seperti ditampilkan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Sketsa Model Perforated-Wall Caisson breakwater : (a) Fully Perforated
Wall (b) Partially Perforated-Wall
Sumber: Suh dkk, 2006

2.8 Perhitungan Porositas


Porositas adalah perbandingan pori terhadap volume total seluruh batuan, dan
biasanya dinyatakan dalam persen. Sehingga rumus dari porositas ialah:
Vbulk-Vgrain
n=
Vbulk
(2.11)
Keterangan:
n = Porositas
Vbulk = Volume Batuan
Vgrain = Volume Padatan

2.9 Hukum Dasar Model


Yuwono. (1996) Konsep dasar pemodelan dengan bantuan skala model adalah
membentuk kembali masalah atau fenomena yang ada di prototipe dalam skala yang lebih
kecil, sehingga fenomena yang terjadi di model akan sebangun (mirip) dengan yang ada
di prototipe. Kesebangunan yang dimaksud adalah berupa sebangun geometrik, sebangun
kinematik.

II-15
Hubungan antara model dan prototipe diturunkan dengan skala, untuk masing-
masing parameter mempunyai skala tersendiri dan besarnya tidak sama. Skala dapat
disefinisikan sebagai rasio antara nilai yang ada di prototipe dengan nilai parameter
tersebut pada model.

2.9.1 Sebangun Geometrik


Sebangun geometrik adalah suatu kesebangunan dimana bentuk yang ada di
model sama dengan bentuk prototipe tetapi ukuran bisa berbeda. Perbandingan antara
semua ukuran panjang antara model dan prototipe adalah sama. Ada dua macam
kesebangunan geometrik, yaitu sebangun geometrik sempurna (tanpa distorsi) dan
sebangun geometrik dengan distorsi (distorted). Pada sebangun geometrik sempurna
skala panjang arah horisontal (skala panjang) dan skala panjang arah vertikal (skala
tinggi) adalah sama, sedangkan pada distorted model skala panjang dan skala tinggi tidak
sama. Jika memungkinkan sebaiknya skala dibuat tanpa distorsi, namun jika terpaksa,
maka skala dapat dibuat distorsi. Sebangun geometrik dapat dinyatakan dalam bentuk :

Lm
nL = (2.12)
Lp

hm
nh = (2.13)
hp

bm
nb = (2.14)
bp
dm
nd = (2.15)
dp

Dimana :

nL = Skala Panjang

nh = Skala Tinggi

nb = Skala Lebar

nd = Skala Kedalaman Air

Lp = Ukuran Panjang Prototipe

Lm = Ukuran Panjang Model

hp = Ukuran Tinggi Pada Prototipe

hm = Ukuran Tinggi Pada Model

II-16
bp = Ukuran Lebar Pada Prototipe

bm = Ukuran Lebar Pada Model

dp = Ukuran Kedalaman Air Pada Prototipe

dm = Ukuran Kedalaman Air Pada Model

2.9.2 Sebangun kinematik


Sebangun kinematik adalah kesebangunan yang memenuhi kriteria sebangun
geometrik dan perbandingan kecepatan dan percepatan aliran di dua titik pada model dan
prototipe pada arah yang sama adalah sama besar. Pada model tanpa distorsi,
perbandingan kecepatan dan percepatan pada semua arah arah adalah sama, sedangkan
pada model dengan distorsi perbandingan yang sama hanya pada arah tertentu saja, yaitu
pada arah vertikal atau horisontal. Oleh sebab itu pada permasalahan yang menyangkut
tiga dimensi sebaiknya tidak menggunkan distorted model.
1) Skala Waktu
Tm
nT = (2.16)
Tp

2) Skala Kecepatan
Vm
nv = (2.17)
Vp

3) Skala Percepatan
am
na = (2.18)
ap

4) Skala Debit
Qm
nQ = (2.19)
Qp

Dimana :
Tm = Waktu Pada Model
Tp = Waktu Pada Prototipe
Vm = Kecepatan Pada Model
Vp = Kecepatan Pada Prototipe
am = Percepatan Pada Model
ap = Percepatan Pada Prototipe
Qm = Debit Pada Model
Qp = Debit Pada PrototIpe

II-17
2.10 Sum Square Error (SSE)
Koefisien gelombang teoritis divalidasi dengan mengelompokkannya
berdasarkan parameter antara koefisien gelombang eksperimen dan koefisien gelombang
teoritis yaitu Error. Besarnya Error dimaksudkan untuk tingkatan sejauh mana kesamaan
nilai koefisien gelombang teoritis dan eksperimen, yaitu dengan persamaan Sum Square
Error sebagai berikut :

2
√∑(KT Teoritis-KT Eksperimen)
𝑁
SSE= (2.20)
KT Eksperimen
2
√∑ (KR Teoritis-KR Eksperimen)
𝑁
SSE= (2.21)
KR Eksperimen
2
√∑(KD Teoritis-KD Eksperimen)
𝑁
SSE= (2.22)
KD Eksperimen
Keterangan :
KT Teoritis = Koefisien Transmisi Teoritis
KR Teoritis = Koefisien Refleksi Teoritis
KD Teoritis = Koefisien Disipasi Teoritis
KT Eksperimen = Koefisien Transmisi Eksperimen
KR Eksperimen = Koefisien Refleksi Eksperimen
KD Eksperimen = Koefisien Disipasi Eksperimen
N = Jumlah Data
E = Error
Nilai E adalah 0 sampai dengan tak hingga. Nilai SSE yang mendekati 0
menandakan bahwa model tersebut mempunyai komponen kesalahan acak terkecil dan
nilai tersebut akan lebih berguna untuk peramalan terhadap suatu model yang diamati
Sismadi. (2014).

II-18

Anda mungkin juga menyukai