Teknologi Sabo atau lebih populer dengan sebutan Tekno Sabo adalah teknologi untuk mencegah terjadinya bencana sedimen dan mempertahankan daerah hulu terhadap kerusakan lahan. Tujuan dari pembangunan prototipe Sabo dam adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bangunan teknologi ini prototipe Sabo dam terhadap pengurangan sedimentasi waduk, karena untuk mengendalikan material lahar gunung api. fungsi dari Sabo dam adalah untuk menahan, menampung dan mengendalikan sedimen. Semula, dipergunakan
Kondisi alur sungai awal pasca pembangunan Sabo dam perlu diketahui, dan secara berkala bentuk alur ini diamati perubahan-perubahannya, utamanya setelah terjadi banjir, sehingga dapat diketahui perubahan dasar sungai (riverbed fluctuation) dari waktu ke waktu, maka volume sedimen yang mengendap pada alur sungai dapat dihitung dan selanjutnya dapat dipakai sebagai dasar untuk memperkirakan pengaruh pembangunan Sabo dam terhadap pengurangan sedimentasi waduk. Sketsa penampungan sedimen di hulu Sabo dam dan pembentukan kemiringan dasar sungai statis serta dinamis dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Sabo dam IS
Gambar 1. Sketsa pengendalian aliran sedimen di hulu bangunan Sabo dam dan pembentukan kemiringan dasar sungai statis serta dinamis.
Dasar Pemikiran Penggunaan Tekno Sabo untuk Pengendalian Sedimentasi Waduk Untuk memberikan salah satu solusi kepada semua pemangku kepentingan, terutama kepada pengelola Waduk, Balai Besar Wilayah Sungai, Pemerintah Daerah tentang bagaimana teknologi sabo dapat diterapkan sebagai salah satu dengan : a. Evaluasi kinerja prototipe sabodam tipe tertutup untuk mengendalikan angkutan sedimen b. Analisa hidrologi Model Petak Pengukuran Erosi Lahan dan Analisa hidrologi Model DAS Pengukuran Angkutan Sedimen, apabila dimasa mendatang model tersebut telah dapat dibuat. Keunggulan Tekno Sabo untuk Pengendalian Sedimentasi Waduk Sebagai contoh kasus di DAS Waduk Mrica, diperkirakan umur layan bangunan sabo di tiap Sub.DAS berkisar antara 1 4 tahun. Apabila bangunan sabo yang diusulkan dari penelitian ini dibangun maka dapat menambah umur layan waduk selama 3 tahun, akan tetapi apabila di lokasi rencana bangunan sabo dilakukan penambangan galian C minimal sebesar 1,30 juta m 3 (setara dengan angkutan sedimen dasar di seluruh DAS rencana bangunan sabo) maka umur layan Waduk dapat bertambah 10 tahun. Perhitungan ini mengacu pada Waduk Serbaguna PLTA Mrica, dengan asumsi pada tahun 2008 kapasitas Waduk masih tersisa minimal 56,00 juta m 3 dan aliran masuk rata-rata 2,715 juta m3/tahun serta sedimen yang masuk ke dalam waduk maksimal 2,90 juta m3/tahun. alternatif untuk mengendalikan aliran ke waduk sedimen yang berasal dari erosi lahan dan sumber lain yang terangkut masuk
Dari hasil kinerja prototipe sabodam tipe tertutup di DAS Waduk Mrica, K.Lumajang Linggasari diperoleh data antara lain : a) Perkembangan endapan: Bangunan sabo dam dapat menahan endapan, namun penyebarannya masih kurang merata. Hal ini karena dasar sungai di hulu bangunan ( Armor River Bed) yang berupa tanah keras dan berbatu menimbulkan gerusan di bagian hilir. b) Stabilitas Bangunan: Sampai sejauh ini stabilitas bangunan masih cukup baik meskipun pada musim hujan tahun ini telah terjadi banjir dengan ketinggian antara 0,8 1,00 meter sebanyak 11 kali, sedang banjir antara 1,00 1,20 meter sebanyak 4 kali. c) Fungsi Bangunan : Bangunan sabodam di K. Lumajang sebagai penampung sedimen yang mengalir pada alur sungai berhasil dengan baik, terlihat dari satu kali musim hujan saja kapasitas tampung sedimen sudah hampir penuh. d) Manfaat Bangunan: Dari hasil analisa data dapat disimpulkan bahwa bangunan prototipe sabodam di K. Lumajang mampu mengurangi laju sedimentasi sebesar 0,032 % dari sedimentasi tahunan DAS Waduk Mrica. e) Material endapan yang berupa pasir, kerikil dan beberapa batu dapat digunakan sebagai bahan bangunan, sehingga peran serta masyarakat sekitar bangunan yang menambang bahan galian C tersebut menambah daya tampung kapasitas prototipe sabodam. f) Dengan adanya penambangan bahan galian C oleh masyarakat di sekitar bangunan dapat meningkatkan tingkat perekonomian mereka.
Prinsip Kerja Daerah Aliran Sungai ( DAS ) Waduk merupakan suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana air akan mengalir melalui sungai utama dan anak-anak sungai yang terletak di dalam wilayah DAS tersebut. Secara alami air mengalir dari hulu ke hilir sesuai hukum gravitasi.
Gambar 2. Waduk Mrica bagian hulu mengalami laju sedimentasi yang cukup tinggi
Gambar 3. Sumber sedimen berasal dari erosi lahan pertanian pada DAS waduk
Gambar 4. Sumber sedimen berasal dari longsoran tebing sungai pada DAS waduk
Waduk serbaguna diharapkan dapat bermanfaat maksimal selama kurun waktu yang direncanakan, oleh karena itu perlu diupayakan pengurangan laju sedimentasi waduk. Terdapat tiga metode dasar untuk mengurangi laju sedimentasi waduk ( WMO, 948) :
1) Mengurangi volume sedimen yang masuk waduk dapat dilakukan dengan cara :
a) mereduksi erosi DAS hulu waduk b) menangkap sedimen sebelum memasuki waduk
2) memindahkan endapan sedimen
pengerukan,
mengendap Fungsi pengurangan volume sedimen yang masuk waduk dengan mereduksi erosi DAS Hulu Waduk dan menangkap sedimen sebelum memasuki waduk dalam kaitannya dengan teknologi sabo dapat disederhanakan pada sketsa Gambar 2 berikut ini.
Di hulu waduk
Teknologi Sabo
Konservasi lahan
Bangunan Sabo
Dari Gambar 2, pengendalian sedimentasi di hulu waduk yaitu mencegah terbawanya lapisan tanah bagian atas (top soil) oleh air (erosion control) yang dilaksanakan dengan menggunakan teknik konservasi lahan dan membangun sabo dam. Sedimen yang masuk ke alur sungai di tampung dan ditahan menggunakan bangunan Sabo, agar tidak semua aliran sedimen mencapai genangan waduk. Konservasi lahan dengan cara penghutanan kembali
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman semusim dilengkapi terasering. Pelaksanaan pertanian harus mempertimbangkan besarnya erosi yang terjadi. Sejauh mana erosi itu dapat dibiarkan atau sejauh manakah erosi belum mengganggu produktivitas pertanian, sehingga usaha budidaya pertanian dapat tetap berlangsung sebagaimana mestinya. Apabila laju pembentukan tanah berada dibawah laju erosi, maka keadaan ini dapat dikatakan menghawatirkan, sehingga hal ini perlu segera dilakukan pencegahan-pencegahan lebih lanjut agar keadaan tidak menjadi lebih parah. Mencegah terjadinya praktek pengrusakan tanah secara dini lebih baik dilakukan dari pada harus menunggu hingga lahan/tanah menjadi rusak. Pemeliharaan tanah secara terus menerus memerlukan biaya yang lebih kecil dibanding harus mengadakan tindakan pemulihan kembali produktifitas tanah pada lahan yang sudah kritis akibat erosi. Selain itu waktu yang diperlukan untuk pemulihan pun sangat lama. Penanganan menggunakan teknik konservasi, akan membutuhkan waktu yang cukup lama karena harus menunggu tumbuh dan berkembang pohon-pohon yang ditanam. Untuk itu perlu dilakukan upaya penanganan yang kedua, yaitu dengan cara membuat bangunan Sabo untuk menahan sedimen hasil erosi yang telah masuk ke badan sungai. Angkutan sedimen ditahan pada tampungan bangunan Sabo tipe tertutup sehingga mengendap dan tertahan secara permanen. Akan tetapi karena bangunan Sabo memiliki kapasitas tampung yang terbatas, maka fungsi penampung sedimen juga terbatas.
Gambar 6. Contoh kegiatan konservasi lahan untuk menurunkan laju erosi pada DAS waduk
Gambar 7. Contoh bangunan sabo untuk menahan angkutan sedimen sungai pada DAS waduk
Oleh karena itu kedua cara tersebut pada sketsa Gambar 2 diatas diharapkan dapat dilaksanakan secara terpadu, dalam upaya mengendalikan angkutan sedimen di sungai. Waduk memerlukan pemeliharaan agar proses pendangkalan dapat lebih lambat. Teknologi Sabo menjadi alternatif penanganan yang diharapkan mampu mengurangi tingginya laju sedimentasi waduk. Dari uraian di atas, teknologi sabo merupakan kombinasi antara pekerjaan yang bersifat rekayasa vegetatif dan rekayasa teknik sipil. Untuk menanggulangi meningkatnya laju sedimentasi di Waduk perlu dilakukan usaha pencegahan dari terjadinya erosi atau terangkutnya material oleh aliran air sungai dari bagian hulu. Ada dua sumber sedimen yang terangkut oleh anak-anak sungai yaitu material dasar yang membentuk dasar sungai dan material yang datangnya dari tebing-tebing sungai yang longsor. Sehingga dalam studi ini usaha umtuk memperkecil alngkutan sedimen yang masuk di Waduk direncanakan dengan membuat fasilitas bangunan Sabo. Dipilihnya fasilitas bangunan Sabo karena meterial yang ada di sungai-sungai tersebut di atas merupakan material yang berupa pasir, kerikil, dan batu-batuan (krakal). Sedangkan untuk mengatasi sedimentasi akibat material halus yang asalnya dari erosi permukaan tanah di daerah pegunungan maka cara untuk menurunkan terjadinya erosi tersebut dengan pekerjaan konservasi seperti reboisasi, cara pengolahan tanah yang benar, pengerjaan tanah menurut garis kontour, pembuatan teras dan pembuatan saluran drainase.
Penerapan Produk dan Replikasi oleh Pemangku Kepentingan Penerapan Tekno Sabo untuk pengendalian sedimentasi waduk telah ditlaksanakan dengan pembuatan Prototipe Bangunan Sabodam di alur K. Lumajang Linggasari, Kecamatan Wanadadi, Kabupaten Banjarnegara ternyata berhasil. Prototip bangunan sabo di K. Lumajang tersebut dapat dijadikan acuan untuk perencanaan bangunan sabo di lokasi lain di sungai/anak sungai pada DAS waduk Dari hasil penelitian sebelumnya (2006) yang berupa peta sebaran 47 usulan rencana lokasi sabo dam di DAS Waduk Mrica telah digunakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak sebagai acuan dalam usaha pengendalian sedimentasi pada sungai-sungai yang berada di wilayah kerjanya.
DAS Tulis
DAS Merawu
Wonosobo Wonosobo
DAS Begaluh
Gambar 8. Sketsa usulan rencana lokasi sabo dam DAS Waduk Mrica