Anda di halaman 1dari 247

Vespustakaam ftsp uh

ii "i AV1L .-' S <9_-<?0_


TGL. TERIMA '.
NO. JUDUL
NO. !NV.
MO. iNDUK. ~^>O093&&5L32i

TUGAS AKHIR

ANALISIS PERUBAHAN SLIP SURFACE


PADA PENGGUNAAN PERKUATAN ANGKUR
DALAM SISTEM STABILITAS LERENG

^'1 H
/-"•'"/

/-v

Disusun Oleh:

HANINDYA K1TSIIMA ARTATI


NO MHS. 96 310 132
NIRM. 960051013114120114

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2001
HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

ANALISIS PERUBAHAN SLIP SURFACE


PADA PENGGUNAAN PERKUATAN ANGKUR
DALAM SISTEM STABILITAS LERENG

Disusun Oleh:

Nama : Hanindya Kusuma Artati


No Mhs. : 96 310 132

!VIRM :96005!013114120114

Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Dr. Ir. Luthfi Hasan. MS


Dosen Pembimbing I /fair' Saniil Ai/0r/O ,
. T-s i It

Ir. A Marzuko. MT

Dosen Pembimbing II Tanggal: Z?

11
....karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari semua urusan),
Kerjakanlah dengan sungguh - sungguh urusan yang lain,
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap."
( Q.S. Alam Nasyrah : 5 - 8 )

" Allah meninggikan orang - orang yang beriman di antara kamu


dan orang - orangyang diberi ilmu pengetahiian beberapa derajat..."
( Q.S. Mujaadilah : 11 )

in
KATA PENGANTAR

B i smillaahirahmaanirrali iim

Assalaamu'alaikum Wr Wb

Alhamdulilaahirabbiraalamiin, Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta


Alam. Ungkapan syukur itulah yang dapat penulis panjatkan hingga
terselesaikannya skripsi yang berjudul "Analisis Perubahan Slip surface pada
Penggunaan Perkuatan Angkur dalam Sistem Stabilitas Lereng".
Tentunya setelah melalui proses yang cukup memakan waktu, tenaga
terutama pikiran penulis. Hanya dengan petunjuk dan bimbingan Allali-lah
penulis mampu mengatasi segala kesulitan yang menghambat dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
Selain untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh derajad
kesarjanaan dibidang Teknik Sipil, skripsi ini disusun dengan tujuan yang
berkaitan dengan judul skripsi diatas, yaitu untuk menunjukkan pentingnya slip
surface dalam menganalisis kelongsoran sehingga diketahui perlu tidaknya
perkuatan tanah. Penelitian ini bermanfaat dan karenanya menjadi penting dalam
beberapa hal. Pertama, banyaknya peristiwa kelongsoran yang memakan korban
jiwa membutuhkan penanggulangan diantaranya diperlukannya perkuatan lereng
yang praktis, efektif dan efisien, alternatifnya adalah perkuatan lereng dengan
struktur angkur. Kedua, keterbatasan penelitian ini diharapkan dapat memicu
perkembangan penelitian dalam bidang yang sama di Indonesia dalam upaya
mencari desain yang lebih praktis.
Tugas akhir ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengembangkan ilmu
dan penalaran dari pendidikan yang telali diterima selama kuliah sehingga setelali
menyelesaikan Tugas Akhir sebagai sebuah karya ilmiah diharapkan sedikit

IV
banyak dapat memperoleh bekal materi yang memadai dan mengembangkannya
dijenjang yang lebih luas.
Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih
dan pengliargaan yang setinggi-tingginya atas nasehat, masukan, gagasan, dan
pendapat mengenai Tugas Akhir juga dorongan moril yang diberikan hingga
terselesaikannya Tugas Akliir ini. Ucapan itu penulis haturkan kepada:

1. Ir Widodo, MSCE, PhD, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan


Perencanaan Universitas Islam Indonesia.

2. Ir. H. Tadjuddin BMA, MS, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia.
3. Dr. Ir. H. Luthfi Hasan, MS, selaku Dosen Pembimbing Utama dan
Dosen Penguji.
4. Ir. A. Marzuko, MT, selaku Dosen Pembimbing Kedua dan Dosen
Penguji.
5. Ir. Ibnu Sudarmadji, MS, selaku Dosen Penguji.
6. Teman-teman (Dira, Doni, Anny, Latif, Ahmed, Umar, Ratih, dkk)
7. Segenap keluarga Ayah, Mama, Mbak Uut, Dimas dan Jeng Pipit
8. Semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung telah
memberikan dukungan moril maupun material dari awal hingga
terselesainya Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna dan
masih banyak kekurangan-kekurangan yang mungkin membuat hasil penelitian ini
menjadi kurang valid, yang semua itu tentu saja disebabkan oleh segala
keterbatasan penulis. Oleh karena itu penulis membuka diri terhadap segala kritik,
pendapat maupun komentar yang memungkinkan perbaikan dalam pemahaman
penulis mengenai bidang penelitian ini pada khususnya dan pemahaman dibidang
keilmuanyang lebih luas pada umumnya.
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul .i

Halaman Pengesahan .ii

Halaman Persembahan iii

Kata Pengantar iv

Daftar I si vii

Daftar Gambar xi

Daftar Tabel xiv

Daftar Lampiran xv

Intisari xviii

BAB I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.5 Batasan Penelitian 5

1.6 Kerangka Isi 7

BAB II Tinjauan Pustaka 8

2.1 Tanah 8

2.1.1 Umum 8

2.1.2 Klasifikasi Tanah 9

2.1.3 Ukuran Partikel Tanah 14

2.2 Stabilitas Lereng 14

2.2.1 Umum 14

vii
2.2.2 Konsep Stabilitas Lereng 16
2.2.3 Metode Stabilitas Lereng 17
2.3 Struktur Angkur Sebagai Perkuatan Lereng 30
2.3.1 Tinjauan Umum 30
2.3.2 Sistem Angkur 32
2.3.2.1 Metode Grouting 33
2.3.2.2 Modus-modus Penerapan Grouting 33
2.3.2.3 Metode Injeksi 35
2.3.2.4 Sistem Angkur Pada Kondisi Spesial 35
2.3.3 Transfer Beban Dan Mode Dari Keruntuhan 36
2.3.3.1 Konsep Kegagalan 36
2.3.3.2 Konsep Pembebanan 38
2.3.3.3 Gaya Pada Struktur Angkur 38
2.3.3.4 Permasalahan dalam transfer beban 40

2.3.4 Angkur Pada Kondisi Tanah Tertentu 42


2.3.4.1 Angkur Pada Tanah Pasir 43
2.3.4.2 Angkur Pada Tanah Lempung 43
2.3.5 Kerusakan Dan Pencegahan Perusakan Angkur 43
2.3.5.1 Generalized Attack 44

2.3.5.2 Lokalized Attack 44

2.3.5.3 Korosi (peretakan) 45


2.3.6 Prinsip Pendesainan Dari StrukturAngkur 46
2.3.6.1 Konsep Rancangan Angkur 47
2.3.6.2 Pemasangan Angkur 47
2.3.6.3 Pembahasan Desain 52

2.3.6.4 Inklinasi Angkur 55


2.3.6.5 Panjang Angkur Keseluruhan 55
2.4 Bidang Longsor (Slip Surface) 57
2.4.1 Stabilitas Lereng Menurut Metode Irisan Fellenius 58
2.4.2 Teori Plastisity (metode Sokolovski) 60

Vlll
2.4.3 Teori Kondisi Plane Strain 63

BAB 111 Mekanisme Penelitian 69

3.1 Tinjauan Umum 69


3.2 Geometri Lereng 73
3.3 Parameter Perencanaan 74

3.3.1 Deskripsi Profil 74


3.3.2 Profil 75

3.3.3 Parameter Tanah 76

3.3.4 Muka Air Tanah 76

3.3.5 Angkur 77
3.3.6 Metode pada bidang Iongsor 77
3.4 AlternatifPemasangan Angkur , 78
3.5 Pemasukan Data Pada Program PCSTABL 5M 78
3.6 Hasil Perencanaan 79

BAB IV Hasil Penelitian 80

4.1 Tinjauan Umum 80


4.2 Hasil Angka Keamanan dan Slip Surface Tanpa Perkuatan
Angkur Dengan Metode Janbu, Metode Bishop, dan Metode
Spenser. 80
4.3 Perubahan Slip surface dan Hasil Angka Keamanan Terhadap
Penambahan Jumlah Angkur 87
4.4 Perubahan Slip Surface dan Angka Keamanan Akibat Sudut
Kemiringan Angkur dan Penambahan Panjang Angkur
Dibandingkan Terhadap Tiga Metode 94
4.5 Grafik Hubungan Angka Keamanan Terhadap Alternatif
Pemasangan Angkur 118

IX
BABV Analisis Hasil Penelitian 122

5.1 Tinjauan Umum 122


5.2 Analisis Hubungan Angka Keamanan Terhadap Alternatif
Pemasangan Angkur Dengan Tiga Metode 122
5.2.1 Analisis Hubungan Angka Keamanan Terhadap
Penambahan Angkur Dengan Tiga Metode 122
5.2.2 Analisis Hubungan Angka Keamanan Dengan Sudut
Kemiringan Angkur Dengan Tiga Metode 124
5.2.3 Analisis Hubungan Angka Keamanan Dengan
Penambahan Panjang Angkur Dengan Tiga Metode 126

5.3 Analisis Lereng Dengan Metode Irisan 127


5.3.1 Analisis Hasil Penelitian Dengan Metode Irisan Dengan
Titik Pusat Terletak Pada Koordinat ( 25.96 ; 100 ) 128
5.3.2 Analisis Hasil Penelitian Dengan Metode Irisan Dengan
Titik Pusat Terletak Pada Koordinat (20 ; 89 ) 133
5.4 Analisis Pendekatan Metode Sokolovski 137
5.5 Analisis Teori Kondisi Plane Strain 139

BAB VI Kesimpulan dan Rekomendasi 145


6.1 Kesimpulan
6.2 Rekomendasi 132

Daftar Pustaka

Lampiran

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Data bencana alam tanah longsor tli anggaran 1997/98
Gambar 1.2 Bagan alir peneUtian
Gambar 2.1 Klasifikasi tanah berdasar ukuran butiran
Gambar 2.2 Grafik pedoman segitiga klasifikasi tanah
Gambar 2.3 Klasifikasi tanah sistem Unified
Gambar 2.4 Macam kelongsoran
Gambar 2.5 Gaya-gaya pada irisan
Gambar 2.6 Faktor koreksi Janbu
Gambar 2.7 Contoh penggunaan fiingsi variasi sudut gaya tiap potongan
Gambar 2.8 Tiga komponen angkur
Gambar 2.9 Lereng yang diperkuat dengan angkur
Gambar 2.10 Displacement yang terjadi pada aktif dan pasif angkur
Gambar 2.11 Distribusi tekanan bond pada angkur
Gambar 2.12 Model angkur Stump Duplex
Gambar 2.13 (a) Local Bucling (b) Mekanisme keruntuhan dan diagram stress-
strain
Gambar 2.14 Type korosi
Gambar 2.15 (a) Potongan dinding angkur (b) Kegagalan permukaan kritis (c)
Disain perkuatan untuk kelongsoran dangkal (d) Disain perkuatan
untuk kelongsoran dalam (e) Bagian-bagian angkur
Gambar 2.16 Macam kondisi yang terjadi akibat penggunaan angkur
Gambar 2.17 Potongan vertikal angkur
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
Gambar 3.2 Bagan Alir PCSTBL5M
Gambar 3.3 Profil lereng yang direncanakan
Gambar 3.4 Diskripsi Lereng
Gambar 4.1 Garis kelongsoran tanpa perkuatan dengan metode Janbu
Gambar 4.2 Garis kelongsoran tanpa perkuatan dengan metode Bishop
Gambar 4.3 Gariskelongsoran tanpa perkuatan dengan metode Spencer
Gambar 4.4 Alternatif penambahan angkur
Gambar 4.5 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan perkuatan satu
angkur a= 0° & L=l 1 ft dengan 3 metode
Gambar 4.6 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan perkuatan dua
angkur <x= 0° & L=l 1 ft dengan 3 metode
Gambar 4.7 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan perkuatan tiga
angkur oc= 0° & L=l 1 ft dengan 3 metode
Gambar 4.8 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan perkuatan empat
angkur a= 0° & L=l 1 ft dengan 3 metode
Gambar 4.9 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan perkuatan lima
angkur a= 0° & L=l 1 ft dengan 3 metode
Gambar 4.10 Alternatifperletakan sudut kemiringan angkur
Gambar 4.11 Alternatif penambahan panjang angkur

XI
Gambar 4.12 Grafik hubungan penibahan slip surface dengan alternatif
penambahan panjang angkur, n= 1 angkur, a= 0° & L=ll ft
perbandingan 3 metode
Gambar 4.13 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
penambahan panjang angkur, n= 1 angkur, a= 0° & L=15 ft
perbandingan 3 metode
Gambar 4.14 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
penambahan panjang angkur, n= 1 angkur, a= 0° & L=18 ft
perbandingan 3 metode
Gambar 4.15 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
penambahan panjang angkur, n= 1 angkur, a= 0° & L=21 ft
perbandingan 3 metode
Gambar 4.16 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
penambahan panjang angkur, n= 1 angkur, a= 0° & L=24 ft
perbandingan 3 metode
Gambar 4.17 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a= 5° & L=ll ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.18 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a= 5° & L=15 ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.19 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a= 5° & L=18 ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.20 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a= 5° & L=21 ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.21 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= I angkur, a= 5° & L=24 ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.22 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a= 15°& L=l 1 ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.23 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a= 15° & L=T 5 ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.24 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a= 15° & L=18 ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.25 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a= 15° & L=21 ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.26 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, <x= 15° & L=24 ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.27 Grafik hubungan penibahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, ot= 30° & L=l 1 ft perbandingan 3
metode

Xll
Gambar 4.28 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a=30°&L=15ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.29 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a=30°&L=18ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.30 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a= 30° & L=21 ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.31 Grafik hubungan perubahan slip surface dengan alternatif
kemiringan angkur, n= 1 angkur, a= 30° & L=24 ft perbandingan 3
metode
Gambar 4.32 Grafik hubungan SF dan panjang angkur dengan kemiringan
angkur (a= 0°) menggunakan 3 metode.
Gambar 4.33 Grafik hubungan SF dan panjang angkur dengan kemiringan
angkur (a= 5°) menggunakan 3 metode.
Gambar 4.34 Grafik hubungan SF dan panjang angkur dengan kemiringan
angkur (<x= 15°) menggunakan 3 metode.
Gambar 4.35 Grafik hubungan SF dan L dengan kemiringan angkur (a= 30°)
menggunakan 3 metode.
Gambar 4.36 Grafik hubungan SF dan L dengan menggunakan metode Janbu.
Gambar 4.37 Grafik hubungan SF dan L dengan menggunakan metode Bishop.
Gambar 4.38 Grafik hubungan SF dan L dengan menggunakan metode Spencer.
Gambar 5.1 Hubungan penambahan angkur dengan SF
Gambar 5.2 Hubungan sudut inclinasi angkur dan SF
Gambar 5.3 Hubungan panjang angkur dan SF
Gambar 5.4 Bidang runtuh dengan 10 bagian
Gambar 5.5 Bidang runtuh dengan 5 bagian
Gambar 5.6 Bidang runtuh dengan 9 bagian
Gambar 5.7 Bidang runtuh dengan 10 bagian
Gambar 5.8 Kondisi keseimbangan batas secara umum
Gambar 5.9 Garis kerntuhan berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb
(a) keseluruhan (b) kondisi aktif (c) kondisi pasif
Gambar 5.10 Hubungan tegangan normal dan geser interface
Gambar 5.11 Garis keruntuhan pada batang vertikal
Gambar 5.12 Garis keruntuhan akibat beban pasif
Gambar 5.13 Slip surface dengan metode Janbu dan pendekatan metode
sokolovski inclinasi 0° dengan satu angkur

Xlll
TABEL

Tabel 2.1 Penggolongan sifat-sifat tanah


Tabel 2.2 Jenis tanah berdasarkan ukuran partikel
Tabel 4.1 Angka keamanan lereng tanpa perkuatan angkur dengan enam kali
generated dengan metode Janbu
Tabel 4.2 Angka keamanan lereng tanpa perkuatan angkur dengan enam kali
generated dengan metode Bishop
Tabel 4.3 Angka keamanan lereng tanpa perkuatan angkur dengan enam kali
generated dengan metode Spencer
Tabel 4.4 Angka keamanan lereng akibat penambalian jumlali angkur
dengan a = 0, L = 11 ft menggunakan tiga metode
Tabel 4.5 Hasil Angka keamanan lereng akibat alternatif pemasangan sudut
kemiringan angkur dan penambahan panjang angkur dengan tiga
metode

Tabel 5.1 Beberapa parameter yang digunakan


Tabel 5.2 Dimensi dari pola keruntuhan Sokolovski

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu


tanpa perkuatan
Lampiran II Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
menggunakan 1 angkur
Lampiran III Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
menggunakan 2 angkur
Lampiran IV Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
menggunakan 3 angkur
Lampiran V Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
menggunakan 4 angkur
Lampiran VI Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
menggunakan 5 angkur
Lampiran VII Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
dengan inklinasi angkur 5 °
Lampiran VIII Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
dengan inklinasi angkur 15 °
Lampiran IX Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
dengan inklinasi angkur 30 °
Lampiran X Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
dengan panjang angkur 15 ft
Lampiran XI Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
dengan panjang angkur 18 ft
Lampiran XII Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
dengan panjang angkur 21 ft
Lampiran XIII Output optimasi angka keamanan dengan metode Janbu
dengan panjang angkur24 ft ,
Lampiran XIV Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
tanpa perkuatan
Lampiran XV Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
menggunakan 1 angkur

xv
Lampiran XVI Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
menggunakan 2 angkur
LampiranXVII Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
menggunakan 3 angkur
Lampiran XVIII Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
menggunakan 4 angkur
Lampiran XIX Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
menggunakan 5 angkur
Lampiran XX Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
dengan inklinasi angkur 5 °
Lampiran XXI Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
dengan inklinasi angkur 15°
Lampiran XXII Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
dengan inklinasi angkur 30 °
Lampiran XXIII Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
dengan panjang angkur 15 ft
Lampiran XXIV Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
dengan panjang angkur 18 ft
Lampiran XXV Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
dengan panjang angkur 21 ft
Lampiran XXVI Output optimasi angka keamanan dengan metode Bishop
dengan panjang angkur 24 ft
Lampiran XXVII Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
tanpa perkuatan
Lampiran XXVIII Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
menggunakan 1 angkur
Lampiran XXIX Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
menggunakan 2 angkur "
LampiranXXX Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
menggunakan 3 angkur
Lampiran XXXI Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
menggunakan 4 angkur

xvi
Lampiran XXXII Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
menggunakan 5 angkur
Lampiran XXXIII Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
dengan inklinasi angkur 5 °
Lampiran XXXIV Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
dengan inklinasi angkur 15 °
Lampiran XXXV Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
dengan inklinasi angkur 30 °
Lampiran XXXVI Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
dengan panjang angkur 15 ft
Lampiran XXXVII Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
dengan panjang angkur 18 ft
Lampiran XXXVIII Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
dengan panjang angkur 21 ft
Lampiran XXXIX Output optimasi angka keamanan dengan metode Spencer
dengan panjang angkur 24 ft

xvu
INTISARI

Dilatar belakangi maraknya kelongsoran tanah di Indonesia maka penuhs


berusaha mengupas lebih jauh lagi tentang penyebab dan cara menanggulangi
longsor. Cara penanggulangan bencana kelongsoran telah banyak dibahas oleh
para pakar Teknik Sipil, diantaranya penanggulangan dengan metode mekanik
seperti perkuatan soil nailing, geosintetik, dan angkur.
Dengan menggunakan perkuatan angkur merupakan cara yang efektif dan
efisien, dikarenakan metode-metode. Perkuatan angkur pada lereng mempunyai
beberapa alternatif pemasangan angkur yang menghasilkan angka keamanan yang
berbeda-beda. Angka keamanan inilah yang merupakan alat pengontrol, apakah
akan terjadi bahaya kelongsoran atau tidak. Dengan diketahuinya angka keamanan
maka bidang longsor pada suatu lereng akan diketahui pula.
Fenomena perubahan slip surface akibat alternatif pemasangan angkur
merupakan hal yang sangat menarik. Dengan mengetahui bentuk kemungkinan
slip surface maka dapat diketahui kemungkinan bentuk lereng yang akan longsor
sebelum bahaya kelongsoran terjadi. Menggunakan beberapa metode yaitu metode
Janbu, metode Bishop, metode Spencer, dan dengan melakukan analisis
menggunakan pendekatan metode Fellenius dan pendekatan metode Sokolovski
penulis berusaha mengulas dan mengupas tentang perubahan - perubahan slip
surface yang mungkin terjadi akibat alternatif pemasangan angkur, sehingga
penulis mengajukan Tugas Akhir dengan judul "Analisis Perubahan Slip Surface
Pada Penggunaan Perkuatan Angkur Dalam Sistem Stabilitas Lereng".
Dari analisis yang dilakukan maka diperoleh hasil, dengan melakukan
alternatif penambahan jumlah angkur dan penambalian panjang angkur akan
meningkatkan nilai angka keamanan sedangkan dengan penambahan sudut
kemiringan angkur akan menurunkan nilai angka keamanan. Kenaikan angka
keamanan seiring dengan perubahan penambahan panjang slip pada bidang
longsor.

XV111
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bahaya kelongsoran di Indonesia memiliki frekuensi yang cukup tinggi ini

terlihat dari data Pekerjaan Umum (http//www.pu.go.id) tentang penanggulangan


bencana alam tanah longsor tahun anggaran 1997-1998, telah terjadi 43 bencana alam
tanah longsor. Dan 43 bencana tanah longsor tersebut antara lain, tanah longsor yang
terjadi di desa Ciwayang kabupaten Garut pada tanggal 2 April 1997 dengan sudut
lereng 32 derajat yang diakibatkan oleh hujan dan lereng yang terjal dengan penutup

lanau (ML) yang tebabiya 6 meter, atau tanah longsor yang terjadi di Sidangbarang
(Kml 19-121) kabupaten Cianjur, 7 Febuari 1998 yang diakibatkan kemiringan lereng

yang terjal (43 derajat), adanya bidang diskontinyuitas antara tanah pelapukan dengan
batuan dasar batupasir yang miring kearah lereng terbuka.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa peristiwa kelongsoran diakibatkan

oleh pergelinciran bagian tanah yang labil (active zone) terhadap bagian tanah yang
stabil (passive zone), ini terjadi pada bidang longsor (failure surface), atau dengan
kata lain kelongsoran disebabkan oleh gaya yang mendorong keruntuhan tanah

(sliding force) lebih besar dari gaya yang menahannya (resisting force), sehingga
peninjauan kelongsoran dilakukan pada dua komponen tersebut, yaitu apakah
terjadinya longsor karena meningkatnya sliding force atau berkurangnya
resistingforce atau karena keduanya.

1
frekuensi

30-it

25 A= ACEH
B=DIY
20 C=JABAR
D=JATENG
154
E-KALIMANTAN
F=BALI
10-
G=SULUT
5-

oJiO- ^Lj
E F G

propinsi

Gambar 1.1
Data Bencana Alam Tanah Longsor Tahun Anggaran 1997-1998
Sumber: Pekerjaan Umum

Peningkatan sliding force antara lain disebabkan oleh hujan yang tak kunjung
reda yang menyebabkan kandungan air pada lereng meningkat, pori-pori tanah terisi

air sehingga terjadi kenaikan berat unit tanah. Timbulnya piping (pipa-pipa dalam
tanah oleh gerusan aliran air), akibat aliran air dalam tanah juga akan mcmpercepat
slidingforce.

Berkurangnya resisting force antara lain disebabkan sudut gesek tanah

berkurang atau kohesi pada tanah berkurang. Resisting force secara alami terbentuk

karena lekatan antarpartikel tanah (kohesi) dan tingkat kepadatan tanah, sedangkan
tegangan air pori yang cukup tinggi akibat pembasahan menyebabkan turunnya kuat
geser tanah (shear strength) yang berakibat berkurangnya resistingforce.

Dengan mengetahui beberapa penyebab terjadinya kelongsoran, maka


persoalan yang dihadapi adalah bagaimana mencegah terjadinya bahaya longsor.
Pada dasarnya upaya pencegahan kelongsoran telah dilakukan dengan berbagai
macam cara atau metode, antara lain dengan Geometric methods, Hydrologic
methods, Chemical method, dan Mecamcal method. Geometric method yaitu

mengubah kemiringan lereng menjadi lebih landai dengan cara pemotongan lereng
pada bagian atas. Hydrologic methods yaitu mengurangi kadar air tanah dan aliran air

pada lereng, dengan cara mengalirkan air keluar tanpa membawa partikel tanah yang
akan menyebabkan terjadinya piping. Chemical methods ini mencakup antara lain,
penambahan clean set, kapur dan semen, sedangkan Mechanical methods adalah

perkuatan tanah antara lain dinding penahan tanah dari batu atau beton, tiang pancang
yang digunakan agar terjadi pemadatan pada daerah sekitar, soil nailing, angkur,
anyaman bambo, ijuk yang kemudian berkembang sebagai geosintetik.

Metode yang paling umum dari analisis stabilitas lereng didasarkan atas batas

keseimbangan. Analisis faktor keamanan pada lereng diuji pada kondisi

keseimbangan sepanjang bidang runtuh, dan kemudian memperbandingkan antara


kekuatan yang diperlukan untuk mempertahankan kestabilan lereng terhadap
kekuatan tanah.

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan sebagai


salah satu usaha untuk memperkuat stabilitas lereng dengan menggunakan
angkur(tieback). Konsep dasar angkur (tieback) adalah meningkatkan kuat geser
tanah pada bidang longsor dengan adanya tambahan komponen gaya geser dan
tambahan gaya normal sehingga menahan pergerakan tanah (kelongsoran).

Kondisi kelongsoran yang beraneka ragam, mendorong penulis untuk


menganalisis lebih jauh tentang perubahan bidang longsor yang dipengaruhi oleh

angka keamanan. Pada Tugas Akhir ini penulis menampilkan judul "Analisis
Perubahan Slip Surface Pada Penggunaan Perkuatan Angkur Dalam Sistem Stabilitas
Lereng".
1.2 RUMUSAN MASALAII

Dari penjelasan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai


berikut ini:

1. Bagaimana perubahan angka keamanan lereng sebelum dan sesudah

menggunakan perkuatan angkur.

2. Bagaimana perubahan slip surface sebelum dan sesudah menggunakan

perkuatan angkur yang berakibat padaperubahan angka keamanan.

3. Bagaimana hubungan angka keamanan terhadap perubahan sudut


kemiringan angkur dan panjang angkur pada lereng.

4. Bagaimana analisis angka keamanan ditinjau dari metode Bishop, metode


Spencer dan metode Janbu.

5. Bagaimana perubahan slip surface dengan alternatif perubahan sudut


angkur pada lereng.

6. Bagaimana perubahan slip surface dengan alternatif perubahan panjang


angkur pada lereng.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut ini:

1 Mendapatkan angka keamanan akibat perubahan slip surface.

2. Mengetahui perubahan slip surface akibat alternatif penambahan angkur,


sudut kemiringan angkur, dan penambahan panjang angkur.

3. Mengetahui pengaruh penambahan angkur, sudut kemiringan angkur, dan


panjang pendeknya angkur terhadap angka keamanan pada lereng.
4. Mengetahui hasil analisis terhadap angka keamanan lereng dengan tiga

metode yaitu metode Bishop, metode Janbu, dan metode Spencer tanpa
dan dengan perkuatan angkur.

1.4 MANFAAT PENELITL4N

Dari hasil penelitian yang diperoleh, diharapkan dapat memberikan manfaat


sebagai berikut ini:

1. Memberikan pemahaman tentang perilaku bidang longsor pada lereng.


2. Menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang dapat mendukung
stabilitas lereng.

3. Memberikan wawasan baru dalam perencanaan lereng dengan


menggunakan perkuatan angkur sebagai perkuatan lereng.

4. Merangsang melakukan penelitian berikutnya tentang angkur bagi


mahasiswa Teknik Sipil di Indonesia, khususnya bidang Geoteknik.

1.5 BATASAN PENELITIAN

Mengingat banyaknya faktor penyebab yang mempengaruhi stabilitas lereng


di atas maka diperlukan batasan penelitian sebagai berikut ini:

1 Struktur angkur memiliki variable bebas (independent) yaitu:

• Untuk Alternatif Penambahan jumlah angkur, variable terdiri atas:

• Jumlah angkur (n = 1, 2, 3, 4, dan 5 angkur)

• Sudut kemiringan angkur (a = 0°)

• Panjang angkur (L = 11 ft)


• Untuk alternatif Sudut kemiringan angkur dan penambahan panjang
angkur , variable terdiri atas:

• Jumlah angkur (n = 1 angkur)

• Sudut kemiringan angkur (a == 0°, 5°, 15°, dan 30°)

• Panjang angkur (L = 11ft, 15ft, 18ft, 21ft, dan 24ft)

• Variabel independent yang bersifat umum terdiri atas:

• Geometri lereng

• Muka air tanah

• Kohesi tanah ( c1= 150 psfdan c2 = 100 psf)


• Sudut gesek dalam (91 =30 ; dan q>2 = 35 ° )

• Berat jenis Tanah (y 1=y2 = 115 pcf)

2. Variabel tergantung (dependent) adalah angka keamanan (safetyfactor)


dan bidang longsor (slip surface)

3. Kelongsoran yang ditinjau adalah rotational slide.

4 Struktur menggunakan elemen grouted nail.

5. Data parameter tanah diambil dari proyek North Java Road Improvement
Project, Jakarta mencakup berat jenis tanah, sudut geser dalam, kohesi
tanah, muki air tanah, dan geometri.

6. Angkur yang digunakan adalah baja tulangan D32 , U40.


7. Beban gempa tidak diperhitungkan.

8. Angkur dipasang arah vertikal.

9. Jarak antara angkur 1.5ft.

10. Analisis yang dilakukan menggunakan software PCSTBL5M


7

1.6 KERANGKA ISI

1. KATA PENGANTAR

2. INTISARI

3. Bab I PENDAHULUAN, berisi latar belakang, rumusan masalah,


tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, metodologi dan
kerangka isi.

4. Bab II TINJAUAN PUSTAKA, berisi informasi yang diperoleh


dalam pustaka memuat tentang tanah, lereng dan perkuatan tanah dengan
angkur.

5. Bab III MEKAN1SME PENELITIAN, berisi prosedur penelitian yang


dilakukan peneliti dan vanabel-variabel yang digunakan hingga input
yang diperlukan pada pengolahan dengan PCSTBL5M.

6. Bab IV HASIL PENELITIAN, berisi hasil yang diperoleh dari


alternatif pemasangan angkur dengan parameter disain dan kasus yang
telah ditentukan menggunakan program PCSTBL5M

7. Bab V ANALISIS HASIL PENELITIAN, berisi pembahasan hasil


optimasi yang telah diperoleh dihubungkan dengan teori yang ada.
8. Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

9. DAFTAR PUSTAKA

10. LAMPIRAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TANAH

2.1.1 Umum

Tanah adalah semua bahan, organik dan anorganik, yang ada di atas lapisan
batuan tetap. Tanah organik adalah campuran yang mengandung bagian-bagian yang
cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan dapat pula berasal dari

kumpulan kerangka dan kulit organisme kecil, sedangkan tanah anorganik berasal
dari pelapukan batuan secara kimia ataupun fisis.(LS Dunn, LR Anderson, FW
Kiefer, 1980)

Pada bidang teknik sipil, tanah adalah semua bahan atau unsur tanah yang
berupa organik maupun anorganik yang berada diatas lapisan batuan tetap (LS Dunn,
LR Anderson, FW Kiefer, 1980). Tanah organik adalah campuran yang mengandung
bagian-bagian yang cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman, sedangkan
tanah anorganik berasal dari pelapukan batuan secara kimia ataupun fisis. Secara
garis besar istilah pasir, lanau, lempung, atau Lumpur digunakan untuk
menggambarkan ukuran partikel pada batas yang telah ditentukan, walaupun istilah
yang sama juga digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus. Misalnya
lempung adalah jenis unsur tanah yang bersifat kohesif dan plastis, sedangkan pasir
digambarkan sebagai tanah granuler yang tidak kohesif dan tidak plastis (Hardiyatmo
HC.1992).

8
2.1.2 Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah merupakan suatu sistem yang mengelompokkan

beberapa jenis tanah yang berbeda tetapi memiliki sifat fisis yang sama. Sistem ini
sangat dibutuhkan karena memberikan tuntunan umum secara empiris yang diperoleh
dari hasil lapangan. Penggunaan sistem inipun harus sangat hati-hati sehingga hasil
hitungan struktur yang diperoleh berdasarkan hubungan empiris tidak membahaya-
kan. Oleh karena itu sejumlah sistem klasifikasi dikembangkan disesuaikan dengan
maksud yang diinginkan oleh sistem ini.

a. Klasifikasi berdasarkan tekstur

Tekstur tanah dipengaruhi kandungan butiran tanah yang ada di dalamnya. Untuk

mengklasifikasikan tanah maka ukuran butiran merupakan suatu metode yang


sangat jelas. Pada gambar 2.1 memperlihatkan beberapa sistem klasifikasi tanah

yang didasarkan pada ukuran butiran, sedangkan klasifikasi tanah menurut

Triangular Classification Cent (segitiga Pedoman) didasarkan pada ukuran batas


dari butir tanah dimana persentase pasir, lanau, dan lempung diplotkan pada
grafik tersebut dan daerah dimana titik itu terletak akan mengklasifikasikan tanah
seperti pada gambar 2.2.

Sistem
Klasifikasi
Ucuran Butir, mm 1
o.i am o.ooi ooooi

MIT, 1931 KariWI | Pasir ( Lanau jtunpung


2 0.0* 0.002
AASHO, 1970 Kxika pasir Lanau Lempung
I Colloids
75 2 0.05 0.002
Unified I9S3 K.fika Pasir
(U**uai*r*pung)
75 4.75 0.075

Gambar 2.1 Klasifikasi tanah berdasar ukuran butir


(Sumber: LS Dunn,Anderson,?W Kiefer, 1980)
10

0/V too
10/ \ ,: 90
20 \80
30/ clay Nc70

40/ \60
% sand
*n V 50 % clay
60/ Ny sand clay n. siltclay / 40
70 \: 30
clay sand ^ /clay
80A
\ \ silt
7\20
90,/ sant hv silt sand / sand silt /siltV 10
100x /
0 10 20 30 40 50 60 70 BO 90 100
% silt

Gambar 2.2 Grafik pedoman segitiga klasifikasi tanah


(Triangular Classification Cent)
(Sumber: LSDunn,Anderson,!'W Kiefer, 1980)

b. Klasifikasi sistem UNIFIED

Sistem ini pertama-tama dikembangkan oleh Casagrande (1948) dan dikenal


sebagai sistem klasifikasi unified. Sistem ini kemudian dimodifikasi oleh U.S

Bureau of Reclamation dan U.S Corps of Engineers tahun 1952. Seperti yang
ditunjukkan dalam gambar 2.3 sistem unified ini dibagi menjadi 2 (dua)
kelompok utama, sebagai berikut:

1. Tanah butir kasar

Tanah butir kasar meliputi tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanah

tertahan saringan No. 200 (0,075 mm). Tanah butir kasar dibagi atas kerikil/
gravel dengan simbol G dan pasir/sand dengan simbol S. Kerikil dan pasir
dikelompokkan sesuai dengan gradasi dan kandungannya. Adapun simbol
yang digunakan dalam pengelompokan inenurut unified sebagai berikut:
W : Tanah dengan gradasi baik (Well graded)
P : Tanah dengan gradasi buruk (Poorly graded)
M : Tanah dengan kandungan material lanau

C : Tanah dengan kandungan material lempung


11

2. Tanah butir halus

Tanah butir halus adalah tanah yang lebih 50% berat total contoh tanah lolos

ayakan No. 200. Tanah butir halus inidibagi menjadi lanau dengan simbol M,

lempung (C) serta lempung dan lanau organic (O). Sedangkan tanda L
digunakan untuk tanah yang mengandung plastisitas yang rendah dan H
untuk tanah yang mengandung plastisitas yang tinggi

Pada gambar 2.4 merupakan bagan yang praktis berdasarkan klasifikasi tanah

sistem Unified, yang dapat digunakan secara umum untuk menggolongkan sifat-sifat
penting dan kesesuaian relatif suatu tanah bagi berbagai kegunaan.
CM
»« O •»* HiSV »»Mt >"*!* tfumu wsnaa iwvfiutn »AuO*| SHM6M *Bu»rt
«r«o..*»»*a...
gvapas sasjsfwasd 8a flMttdma-i
Wt M 09' M W PC Of oc oe 01
•66oa tarowmt gp Cwnhuar?
»!«**«» iWl 'titsaia nava*
'auMinpnaia rtw 6unpu*6<*atu
o
rxruai ny;» wym asad -ovtial T3 00
<|vpu»i ON
a
U> r<U
"v«& wi 'tmn* Gurxfuiat 1>
'>wv«ikm| oiua, -m.iKJ.aq <*u*| E
'yvtiraq -Ann 'Giuapa* faduHH
2
cfl
^
*"**&» W 'tkjmftuaisaq nap J=
Uh
nauatMo wiftni atad "tya^ isitq n) c
C o
cd V)
u*nfaun8Suaui ntiarf * •"*> Cut«*ui*t mad uajndunra +j l*
,y. -«<B saia g> ftrtqtatw Z—lap . ... 'Oundmavm ***j
.^^
«
O
-n
• ap» ssuasa gasaap » •» 5ut«, t»in«»ax« ««•**« nat*
•UUP ftiaqjany gssrg n«u*l «*»d u«mdui*»
<
Vmiayaq ^sa,j
>i»f*| itvpaiifeat] 'triiki
CO
g
MS iBwq «»»a«ni anpwi mnvnuwi x*P<L kh»i| aduai <wi» tHtpM 3
'tHataaiaa waa nap i«smj W Q
-W5
»0 * t«»o
^ m
r/1
t v»o | *j*iwa |Q H«u<4 tcupMt&aq 'srit«n| CN J
m u.
• tJ*p .jaa«a M»<»a-| 0»g/0»tt X) <U
apvaff pquqa S
Ma**w»S0uatv* *yad A MP «»qai saarmsatd s*«pt* n«|a Bunduiat a*a<J jEatat s
(T 3
liaasjaavi wasaiad """Imb 'Smwfcuayaq was
Wapa 4tj«s? yajaap • '» Sua»»*» taxma^ snapm rS/t nw*\ iisad kisiiat
•way Px^vbv gsaiae .1. ^* M—»0 >P g.a<wuw wawp
MO f8ao «y»*n, anp*i prxiaumju nvpy. aduai naif s^paa •*•«•«
vmi»* uamouiaa uap nM*H
t wo l ajasua kj **q ftapa^MK) 'snrni pms/,
adwn naia «iaj>»i 'ijiad
Moan uamdtua) uap feu"*
tSVXWKVTH WH3iltfx T(0«dU
13

Tabel 2.1 Penggolongan sifat-sifat tanah

SWAT-SIPAT PENTMC
T
SaWBC*. KUAT GESER SIFAT OAPAT""
NAMA TWKAL KCWPRESBUTAS
KELOM PCTMEAMJTA3 84A OKZRJAXAN
KELOMPOK TAKAH MLA
ftU
POK DIPAOATKAN CXPADATKAN SESAGAI
DIPADATXAN BAHAN
DANJENUH DANJENUH
KONSTRUKSI
KERIKIL. CAMPURAN KERIKIL
DAN PASIR, MDBCIT ATAU
aw TAKKEDAP 8AIKSEXAU DAPAT DtABAIKAN BAIKSEKAU
TANPA PRAKSI HALUS,
BERQRADASI BAIK
KERIK8, CAMPURAN KEROOL
OAN PASIR. SBDK1T ATAU SANGAT TAK
GP BAIK OAPAT OUSAIKAN 8AIK
TANPA FRAKSI HALUS. XEOAP
BERORADASI4BJSK
KER1KS. BERLANAU. CAM- SEMI TAK
PURAN KBMJOL PASIR GM KEDAP SAMPAI BAIK OAPAT DtABAIKAN BAIK
LANAU BERGRADASI JELEK XEOAP
KERKIL MRLEMPyNQ,
CAM- PURANKERIKIL BAIK SAMPAI
GC KEDAP SANGAT RENDAH BAIK
PASIR LBMPUNO CUKUP
8EHGRA0ASI JEMX
PASIR. PASIR BERKER**.
5EDSKIT ATAU TANPA
SW TAKKEDAP 8AIK SEXAU OAPAT OIABAIKAN BAIKSOCAU
FRAKSi HALUS, BeR-
GRADASI BAK
PASIR. PASlfl BERKERWiL.
SBMUT ATAU TANPA
SP TAK KEDAP BAIK SANGAT RENDAH CUWP
JfRAKSI HALUS, 88R-
ORAOASI JELEK
PASIR BERLANAU. CAMPUR SEMI TAK
AN PASIR LANAU 8ER- SM KEOAP SAMPAI BAiK RENDAH CUKUP
GRADASI JELEK KEDAP
PASIR BERLEMPUNG. CAM-I
BAIK SAMPAI
PURAN PASIR LEMPUNG j SC KEOAP RENDAH SAIK
8ERGRADASI JELEX 1 CUKUP

lanau oan pasir snqt hls.


subuk 8atu, pasir mls SEMI TAK
serlanauberlemp, do UL KEOAP SAMPAI CUKUP SEOANG CUKUP
seoskit plastisttas. tax KEOAP
ORGANiS
LEMPUNG PLASTISITAS REN
DAH SP SEOANG, LEMP,
8ERKR1KIL. LEMP. BERPSR. a KEDAP BAiK SAMPAI
CUKUP SEDANQ
LEM. BERLANAU. LEMP. CUKUP
KURUS. TAK ORGANiS
LANAU ORGANIK OAN LEM
SEMI TAK
PUNG LANAU ORGANIS
a KEDAP SAMPAI JELEK SEOANG CUKUP
OENGAN PLASTtSfTAS
KEOAP
RENOAH
LANAU. TANAH PASIR HALUS
SEMI TAK
ATAU LANAU 8CRMIKA SEOANG
MH KEDAP SAMPAI TMOGI JELEK
ATAU 8CROAT0MA, LANAU SAMPAI SAIK
KEDAP
EUSTtS TAK ORGANIS
LEMPUNG OG PLASTlSrrAS
TINGGI, LEMPUNG GEMUK, CH KEDAP JELEK T1NGGJ JELEK
TAK ORGANIS
LEMPUNG ORGANIS OENGAN
PLASTISITAS SEOANG OH KEOAP JELEK TtNGGI JELEK
SAMPAi TINGGI
GAMBUT OAN TANAH
PT
SANGAT ORGANIS LAMNYA .—

_.Z~".
(Sumber: LS Dunn,Anderson,FW Kiefer, 1980)
14

2.1.3 Ukuran Partikel Tanah

Tabel 2.2 memperlihatkan jenis tanah yang umum berdasarkan ukuran


butiran dan perkiraan kisaran ukuran partikel. Ukuran butiran yang paling dominan
digunakan sebagai patokan letak klasifikasi dari tanah tersebut.

Tabel 2.2 Jenis tanah berdasarkan ukuran partikel


lenis Tanah Kisaran Ukuran Butiran
Batu Bulat >0,3m
Berangkal 0,15-0,3 m
Kerikil 2,0 mm-0,15 m
Pasir 0,075 - 2,0 mm
Lanau 0,002 - 0,075 mm
Lempung < 0,002 mm
Sumber : LS Dunn, LR Anderson, FW Kiefer, J 980

2.2 STABILITAS LERENG

2.2.1 Umum

Analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan batas plastis


(limit plastic equilibrium). Analisis stabilitas lereng ini digunakan untuk menentukan
factor aman dari bidang longsor yang potensial. Faktor aman didefinisikan sebagai
nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakkan dimana x
adalah tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah dan id adalah tegangan geser
yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor sedangkan SF adalah faktor
keamanannya.

SF = (2.1)
xd
15

J.V.Hamel (1978) menentukan pengelompokan kemungkinan kelongsoran yang


didasarkan pada nilai angka keamanan.

SF < 0.8 (kemungkinan mengalami longsor 100%)

SF < 1.0 (kemungkinan mengalami longsor 50%)

SF < 1.2 (kemungkinan mengalami longsor 10%)

Menurut teori Mohr-Coulomb, tahanan terhadap tegangan geser (x) yang


dapat dikerahkan oleh tanah, disepanjang bidang longsomya dapat dinyatakan oleh:

x = c + cm tg <j) (2.2)
keterangan:
c = kohesi

an = tegangan normal pada bidang runtuh


<)> = sudut gesek dalam tanah

ROTATIONAL
SLIDES

circular shallow

COMPOUND
SUDES FALLS i
i

competent stratum
TRANSLATIONAL
SUDES

slab slide
block slide

FLOWS lobate or elongate

mudflow
•* r»i-

Gambar 2.4 Macam Kelongsoran


(sumber: Skempton & Hutchinson, 1969)
16

Jika tegangan geser yang terjadi melampaui gaya yang menahan tanah maka
akan terjadi kelongsoran. Kelongsoran seperti terlihat pada gambar 2.4 pada
dasarnya ada bermacam-macam yaitu:
1. Kelongsoran rotasi (rotational slides)

Kelongsoran rotasi ini dapat menyebabkan bentuk permukaan keruntuhan


berupa lingkaran (circular) atau bukan lingkaran. Pada kelongsoran rotasi
yang keruntuhan permukaannya berbentuk lingkaran dikarenakan keadaan
tanah yang homogen sedangkan tidak berbentuk lingkaran untuk tanah yang
tidak homogen.

2. Kelongsoran translasi (translational slides)


Kelongsoran translasi terjadi pada saat lapisan tanah yang berbatasan berada
pada kedalaman yang relatif dangkal di bawah permukaan lereng, di mana
permukaan runtuhnya akan berbentuk bidang dan hampir sejajar terhadap
lereng.

3. Kelongsoran gabungan (compound slides) biasanya terjadi bila lapisan tanah


yang berbatasan berada pada kedalaman yang lebih besar, dan permukaan
runtuhnya terdiri dari bagian-bagian lengkung dan bidang.

2.2.2 Konsep stabilitas lereng

Pada tanah lereng dengan kemiringan sudut tertentu, yang tidak didukung
kuat geser tanah yang memadai, dibutuhkan perkuatan yang lebih besar atau minimal
sama dengan kuat geser yang diakibatkan dan longsoran yang diperkirakan terjadi.
Beberapa faktor yang dibutuhkan untuk mengevaluasi stabilitas lereng adalah:
1. kuat geser (shear strength)

2. bentuk profil lereng (slope geometry)


17

3. tekanan air pori (porepressure)

4. beban (loading and environmental condition)

2.2.3 Metode stabilitas lereng

a. Penyederhanaan Metode Janbu

Penyederhanaan metode Janbu menggunakan metode irisan untuk

menentukan stabilitas banyak geseran. Im merupakan dasar dari bentuk kekuatan,


untuk diagram free-body dari sebuah tipe irisan seperti terlihat pada gambar 2.5.
Prosedur yang disederhanakan diasumsikan bahwa tiap irisan tidak ada kekuatan
melintang. Geometri masing-masing irisan digambarkan dengan tinggi irisan (h),
diukur sepanjang garis pusat irisan, luas, b, dan dengan kemiringan dasar dan atap
irisan, masing-masing a dan /?.

r* — factor of lafety
S_. -« aa.v-Kita.ble ulrongili left fntcrislicc Force
— <r •*- rsi- (ai.4. *"ifi:r»t intcrslicc force
^>— *"^ >T>ot»?!i2:e*j sircneih left Inters I ice force aui^le
U_ — pore water force right Irtterelic* force £•*•*!«
*~*^ "» surface water force **ei«r*r to force Z.
w — weight o f slice hei»ht to force Z. *~
W — effective normal force incliiuiUon ofsltce bajse
Q *- external surcharge inclination or slice top
k» ""* vertical .icJsmlc coefTicie width o f slice
fcv — *»ori*:or.t*I seismic *vcr»Ec ficisht o f alloc
KeljjUt to cwttTOld oTxIic-c

Gambar 2.5 Gaya-gaya pada irisan


(sumber: Abramson, lee, Sunil S, GMBoyce,1995)

Metode Janbu menghasilkan gaya vertikal yang seimbang untuk setiap irisan
maupun keseluruhan keseimbangan gaya horisontal untuk setiap banyaknya geseran
(semua irisan). Keseimbangan gaya vertikal untuk masing-masing irisan diperoleh
dengan
18

IFu (N'\- Ua) cosa +Sm sina i W(l-ku) - Upcosf3- QcosS (2.3)
= 0

Persamaan di atas disusun untuk TV

-Ua cosa - Sm sina + W(l-ku) - Up cosfi- Q cosS


N' " — (2.4)
cosa

Jika FOS berlawanan dengan geser keruntuhan didefinisikan sebagai SF, dan
dianggap menjadi sama untuk semua irisan, pengerahan Mohr-Coulomb gaya
melintang, Sm, sepanjang dasar masing-masing irisan diperoleh dengan

C + N' tan <j)


Sm^ "' (2.5)
F

Dimana C dan N' ian<f> Kohesiv dan komponen gaya geseran melintang dari tanah.
Dengan penggantian persamaan 2.5 ke dalam persamaan 2.4, gerakan efektif gaya
normal pada dasar irisan dapat ditentukan sbb.

1 C sina
N' = fW(l-ku) - - Uacosa -v Upcosfi- QcosSJ (2.6)
ma F

tan a tan <f>


mo. = cos a [1 + J n 7)

Selanjutnya, keseluruhan keseimbangan gaya horisontal dievaluasi untuk semua


irisan dari banyaknya geseran. Dari kasus ini, untuk masing-masing irisan /;

[FhJi - • (N'+ Ua) sina + Wkh + Ua cosa + Up cos/3 - Qcos5-Sm cosa (2.8)

Setelah penggantian untuk Sm dari persamaan 2.5 dan disusun lagi, keseluruhan
keseimbangan gaya horisontal untuk banyaknya geseran diperoleh dengan
19

2 [Fh]i =2 [(N'+Ua) sina +Wkh +Up sinBl


1=1 1=1 KJ
n C + N' tan (j)
•( ZfQsinS- cosa J (2.9)
i-J

- 0
Dengan penyusunan kembali persamaan diatas, diperoleh
n

£f(N'\ Ua) sina i Wkh >Upsmfi+ QsinSJ


n 1

~ £ I ~ (G i N' tan <p) cosa j (2.10)


/=/ F

Selanjutnya masing-masing irisan mempunyai FOS yang sama, F,


n

£[C i- N' tan (f>] cosa


i=l
SF
(2.U)

N' diperoleh dengan persamaan 2.4 dan persamaan 2.12.

H= Ua sina +Wkh +Up sin/5 +0 jwtf ^ 77/


Persamaan 2.12 sesungguhnya diwakili perbandingan kuat geser yang ada dan arah
gaya geser sepanjang permukaan yang rusak. Format mi memenuhi keadaan
tekanan efektif menjadi ditentukan dan ketepatan pelaksanaan koreksi jika N'
dihitung menjadi kurang dan nol, seperti yang telah disampaikan sebelumnya.
Hasil nilai Janbu FOS dihitung dengan mengalikan nilai SF dengan
modifikasi faktor, fo,
20

SFjanbu —fo.Sb calculated

Modifikasi faktor ini adalah fungsi geometri geseran dan strength parameter dari

tanah. Gambar 2.6 menggambarkan variasi dari nilaifo sebagai fungsi geometri celah

(d dan L) dan tipe tanah.

Kurva ini digambarkan oleh Janbu pada percobaan untuk membenarkan

dugaan yang tidak diperhatikan gaya melintang tiap irisan (Z dan a) dalam

formulasinya untuk penyederhanaan metode. Janbu kemudian melakukan

penghitungan dengan mengguna-kan metode penyederhanaan dan teliti (memenuhi

keseimbangan lengkap) untuk celah yang sama dengan kondisi tanah yang homogen.

Perbandingan berikutnya antara penyederhanaan dan nilai FOS yang lengkap/teliti

digunakan untuk pengembangan bentuk kurva koreksi.

1.20

$S* failure surface


1.15

c • onlysoil „»•
1.10 <j>, o - soils
o
CO
LL
1.05
tp - onlysoil

1.00
0.1 0.2 0.3 0.4
d / L ratio

Gambar 2.6 Faktor koreksi Janbu (metoda irisan)


(sumber: Abramson, lee, Sunil S, G M Boyce,1995)

Tidak ada konsensus mengenai seleksi ketepatan nilai fo untuk permukaan

yang saling memotong pada tipe tanah yang berbeda terdiri dari hanya c, hanya $

dan tanah c-</>. Pada kasus dimana pencampuran variasi tanah dipakai, kurva c-</>.

Secara umum digunakan untuk memperbaiki hitungan nilai FOS.


21

Untuk lebih mudahnya, modifikasi factor dapat dihitung menurut formula

Fo^l +bf/i-uf/l)2] (2.13)

b berubah menurut tipe tanah

conly : 6 = 0,69

^only : A= 0,31

c dan <p: b = 0,50

Ketepatan nilai b diseleksi dengan menggunakan 2.13 menurut tipe tanah (hanya c,

hanya (f> atau keduanya c dan tf) yang ditemui sepanjang permukaan rusak yang

dianalisis. Jika pencampuran tipe tanah ditemukan, gunakan c dan <f> hubungan

tanah digambarkan dengan ramus diatas.

b. Metode Bishop

Metode Bishop yang disederhanakan juga menggunakan metode irisan untuk

discretize banyak tanah untuk menentukan FOS. Metode ini alat yang menyenangkan

keseimbangan gaya vertikal untuk masing-masing irisan dan keseimbangan moment

keseluruhan kira-kira pusat permukaan percobaan circular. Metode Bishop yang

disederhanakan juga mengambil gaya melintang tiap irisan nol. Menggunakan notasi
bentuk Gambar 2.5.
22

Z Mo = [W(l-ku) Up cos/3 \ QcosdJRsin a

-Z [ Up sin(3 + QsinSJ(R cos a -h)


i=l

n n

-Z IsinIR i Z fkhW(R cosa he)/ • =• 0 (2.14)


rl il

R adalah jarak permukaan circular yang rasak, h adalah rata-rata tinggi irisan dan he

adalah tinggi vertikal antara pusat dasar irisan dan centroid dari irisan. Persamaan

dimungkinkan disederhanakan dengan membagi seluruhnya dengan radius untuk

mendapatkan,

ZMo n

Z [W(Fku) Upcosp+ QcosSJ sin a


R i=i

-Z fsinj + Z [UpsinP+ QsinS/ (cosa- /r)J


/=/ i=l

-Z fkh W(cosa - hc/R)] (2.15)


i=i

Gerakan pada dasar irisan, tidak terpengarah oleh ekspresi keseimbangan

momen yang secara langsung melalui pusat lingkaran. Demikian metode Bishop

tidak harus digunakan untuk perhitungan FOS untuk permukaan noncircular.

Jika FOS diambil menjadi sama pada semua irisan, pengganti ukuran Mohr-
23

Coulomb dari persamaan 2.6 ke dalam persamaan 2.15 untuk memperoleh

ZfC + N'tan<f>f
i=l

SF (2.16)
n n n

ZA1 -ZA2+ ZA3


i=l i=-l i=l

Al - fW(l-ku) Up cos/3 i QcosSj sin a

A2 =[Up sin/3 +QsinSj (cosa - h/R)J (2.17)

K3=fkhW(cosahc/R)]

Selanjutnya, gaya dijumlahkan ke arah vertikal untuk masing-masing irisan untuk

menentukan gaya efektif normal pada ragam yang sam sebagaimana digunakan pada

metode Janbu.

1 C sina
N' = fW(l -ku) Ua cosa -i Upcosf3- Q cosS] (2.18)
ma F

ma diperoleh dari

tan a tan <f>


ma = cos a [1 + ] (2.19)
F

Persamaan 2.16 melalui 2.19 digunakan untuk menghitung SF pada permukaan

circular menurut penyederhanaan metode Bishop.


24

c. Generalized Limit Equilibrium Method ( GLE )

Metode GLE adalah pengembangan prosedur Spencer (1973), dimana telah

digeneralisasikan oleh Chugh (1986). Metode GLE mengambil fungsi 6i = A*f(xi),


untuk menentukan sudut gaya tiap irisan pada sisi kanan irisan /, (gambar 2.5).

Fungsi f(xi), berada antara 0 dan 1 dan sesungguhnya mewakili bentuk

pendistribusian digunakan untuk menguraikan variasi sudut gaya tiap irisan, (gambar
2.7).

Penggunaan fungsi (n-1) memenuhi asumsi tentang sudut gaya tiap irisan

dan nilai A, adalah penambahan sebagai syarat yang belum diketahui (n-2),
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Fungsi sudut gaya tiap irisan yang terpilih,

f(x), dapat ditentukan sebagai konstanta (f(xf~-l) sebagai pembanding prosedur


Spencer, atau beberapa potongan dengan versi lain dari penyelesaian Morgenstern-
Price.

Penggunaan rum us bentuk lain dari fungsi selanjutnya, f(x), untuk

menyelesaikan fungsi dari batas tiap irisan, menggunakan sudut Ql dan Or untuk sisi

kiri dan kanan irisan, sebagaimana tampak pada gambar 2.5 Dengan demikian untuk

batas tipikal tiap irisan, Or = X»f(x), dengan x adalah koordinat x dari sisi kanan

irisan yang dipilih. Pendistribusian ini biasanya diimplementasikan dengan fungsi


yang telah dinormalkan dengan mengenai luasan lateral dari permukaan yang rasak.
Sebagaimana sudut gaya tiap irisan untuk sisi kiri irisan pertama (pada ujung) dan
sisi kanan pada irisan terakhir (puncak) diasumsikan menjadi 0, luasan ini
diasumsikan untuk batasan antara batas tiap sisi pertama dan terakhir.
25

c f(x) = constant
o

o (Spencer's Method)
c
D
U.

xcoordinate crest toe xcoordinate crest

Gambar 2.7 Contoh penggunaan fungsi variasi sudut gaya tiap potongan
(sumber: Abramson, lee, Sunil S, G M Boyce, 1995)

Kekuatan Keseimbangan

Metode GLE menganggap bahwa hasil kekuatan irisan, Zl dan Zr,


dimiringkan/dibengkokkan pada 6i. dan Or pada sisi kiri dan sisi kanan dari masng-
masing irisan, (gambar 2.5). Kekuatan irisan ini adalah kekuatan total, sebagaimana
komponen hidrostatis sepanjang batas irisan tidak diperluas (considered) secara
terpisah.

Kekuatan hidrostatis irisan dapat diperluas (considered) pada sebuah analisis,


tetapi adanya kesulitan untuk implementasi untuk menempatkan tanah dan macam-
macam permukaan air.

Sm -i Zl cos (a-Oi) - Zr cos (a-Or) W(l-ku) sina

- Wkh cosa- Upsin(a-P) - Qsin(a-S) = 0 (2.20)


26

Jika ukuran Mohr-Coulomb diadopsi sedemikian rupa sehingga kekuatan berubah


menjadi

Sm •/;•-•-- v vN 'F Cm \ N'tantfm (2.21)

Kemudian dengan penggantian persamaan 2.21 ke dalam persamaan 2.20, diperoleh


persamaan,

N'tantfm - Zr cos (a-Or) - Zl cos (a-0L)

+- Wf(l-ku) sina + kh cosa] - Cm

•i Upsin(a-/3) -Qsin(a-S) (2.22)

Kekuatan keseimbangan selanjutnya diformulasikan ke dalam direction normal ke


dalam dasar irisan

N' 4 Zr cos (a-Or) - Zl cos (a-Oi) - W(l-ku) cosa]

-i Wkh sina <Ua - Upcos(a-f3) - Qcos(a-S) - 0 (2.23)


Dengan penggantian persamaan 2.23 ke dalam persamaan 2.22, menurut persamaan
kekuatan keseimbangan diformulasikan

Zr = BZl/cos (a-0L) +sin (u-Ol) tantjxn/

+B fWcosa (l-ku)(ian(fm -tana) + Cm

- Ua - tantfm -Wkh (1+ tantfm -tana) cosa

+ Up fcos(a-p) tantfm - sin(a-S)/

+Qfcos(a-d) tantpm - sin(a-S)/] (2.24)


27

dimana factor B diperoleh

B " (2.25)
cos(a-OR)f 1 \ tantfni tan(a-Ok)/

Keseimbangan Momen

Kondisi keseimbangan moment dipenuhi dengan pengambilan momen dari semua


kekuatan irisan kira-kira setengah angka dari dasar irisan, seperti ditunjukkan oleh
Gambar 2.5, secara umum digambarkan:

Zl cosOLfhL -Ab tana] + Zl Ab sin Or,

- Zr cos ORfhR -Ab tan a] + ZrAb sinOr

- Wkh he +Up hsin/3 + Qh sinS - 0 (2.26)


Selanjutnya gambaran diatas disederhanakan untuk menentukan lokasi dari kekuatan
irisan hR, pada sisi kanan dari setiap irisan menggunakan

hR = Zl /Zr cosOr fhL cosOl - Ab (cos fa tana + sin fa)/

+ /Zr cosOr fh (Upsinf3 + QsinS) - hckhW]

+ Abftan6k- tana] (2.27)

Prosedur GLE menggunakan persamaan 2.24 dan 2.27 secara berulang-ulang untuk
memenuhi momen lengkap dan kekuatan keseimbangan untuk semua irisan. Setelah
SF ditentukan, total normal, vertikal, dan gaya melintang pada dasar setiap irisan
dihitung menggunakan ,

oh =• /b seca {Zl sin (a-fa] - Zr sin (a-Or) + Up cos (a-/3)

- Ua + Wf(J-ku) cosa - kh sina) i Qcos(a-fi)} (2.28)


28

W \ QcosS f Upcos (3)


B (2.29)
b seca

Those -= Cm H- Oh tanbm (2.30)

Prosedur Penyelesaian

Penyelesaian GLE dihitung menggunakan langkah sbb.

1. Diterima pada pendistribusian sudut kekuatan irisan dengan 5_ untuk irisan


per-tama dan Or untuk irisan terakhir ditentukan menjadi nol.

2. Menentukan SF, digunakan persamaan 2.24 dan 2.27 untuk memenuhi

kekuatan keseimbangan sedemikian sehinggga Zr untuk irisan terakhir (pada


puncak) adalah sama pada kekuatan batas. Kekuatan ini akan menjadi sama
untuk kekuatan hidrostatis air pada celah yang terisi air pada puncak
kemiringan (slope). Jika tidak ada celah yang terisi air, kekuatan batas ini
akan nol.

3. Hitungan kekuatan irisan dalam, Zl dan Zr, merupakan bagian solusi untuk
SF (angka keamanan).

4. Menggunakan kekuatan irisan dalam tahap 3, menggunakan persamaan 2.27


untuk menghitung besarnya kekuatan sudut irisan dalam, Or, bahwa keseim

bangan momen terpenuhi sedemikian sehingga hR untuk irisan terakhir adalah


nol atau sama untuk lokasi kekuatan hidrostatis horizontal dalam celah yang
terisi air.
29

Dari uraian ketiga metode diatas maka dalam perhitungan SF masing-masing metode
memiliki cara yang beriainan, seperti dilihat padatabel berikut ini:

Tabel 2.3 Perbedaan perhitungan SF

Metode Janbu Metode Bishop Metode Spencer

N hR = ZL '/ZR cosOR [hL cosOL


S [C + N' tan <j>] cosa Z/C+ N'tantf
i 1 i-I - Ab (cosOL tana +
SF — SF =
n n n n n sinOL)] + '/ZR cosOR [h
IH + Z N'sina EA1 -EA2 + I A3
i=J i=l i=l 1=1 i-1 (UP sinp + Q sinS) -

Al = [W(l-ku) Up cosp t Q hckhW] + AbftanOR -


H = Ua sina + Wkh + Upsinp
cosS] sin a tana]

+ Q sind
A2 = [Ufi sinfi + QsinSJ

Fjanbu = fo.F^calculated (cosa-h/R)l

A3 = [khW(cosa hc/R)J
30

2.3 STRUKTUR ANGKUR SEBAGAI PERKUATAN LERENG


2.3.1 Tinjauan Umum

Angkur berfungsi sebagai struktur perkuatan tanah,' berupa baja yang


disisipkan dalam formasi tanah dengan arah sudut kemiringan yang bervariasi.
Kapasitas angkur dalam menahan bebannya dihasilkan sebagai reaksi penahan yang
dikerahkan dengan menekankan tanah sepanjang zona angkur yang dibentuk secara
khusus. Susunan ini ditunjukkan dengan skcma pada Gambar 2.8 bersama dengan
komponen-komponen dasar dari sistem ini.

Komponen-komponen ini meliputi kepala angkur, panjang bebas angkur, dan


panjang bond angkur. Panjang bond angkur dimaksudkan untuk berinteraksi dengan
tanah disekitarnya sehingga dapat mentransfer beban, berbeda dengan panjang bebas
yang hanya diikat dengan casing sehingga memungkinkan untuk tetap bebas
bergerak didalam tanah.

Anchorage

Anchored «t*m#nt

AncnotlxxJy

Gambar 2.8
Tiga komponen angkur
Sumber : Petros P Xanthakos, 1990
31

Perkuatan lereng dapat dilakukan pada kemiringan lereng yang tidak stabil
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kekuatan geser tanah (shear strength)
dengan memperbaiki friksi, proses yang sama dapat dilakukan dengan rekonsolidasi.
Sebuah contoh ditunjukkan pada Gambar 2.9, dimana kemiringan lereng distabilkan
oleh angkur-angkur yang diinstal ke dalam tanah sehingga lereng menjadi stabil
untuk menyangga beban jembatan.

Bridge
abuta«nt Slope protection

Gambar 2.9
Lereng yang diperkuat dengan angkur
Sumber : Petros P Xanthakos, 1990

Sebagai alat struktural, angkur ditahan oleh plat penahari atau kepala angkur.
Angkur dipasang dalam lubang-lubang bor khusus dalam berbagai tanah atau batuan.
Ini melibatkan prosedur yang kompleks dan sangat khusus, yang menghendaki
perakitan dan pembuatan angkur secara cermat, pengeboran lubang angkur, dan
berbagai operasi terkait seperti grouting, stressing, kontrol kualitas dan monitoring.
32

Selanjutnya, dalam pekerjaan permanen dan untuk instalasi dalam lingkungan tanah
agresif, semua komponen angkur haras dilindungi terhadap serangan korosi.

2.3.2 Sistem Angkur

Pada umumnya, kapasitas dan kinerja angkur dipengaruhi oleh tiga faktor
utama berikut:

a. Ciri-ciri tanah, terutama kekuatan gesek tanah

b. Teknik instalasi (teknik pemasangan angkur)


c. Ketenagakerjaan yang dicapai dilapangan.

Untuk instalasi permanen, permasalahan hampir pasti timbul bila perkembangan


bond antara baja dan grout yang dimasukkan tidak seperti prediksi (ramalan). Oleh
karena itu tampak bahwa pertimbangan-pertimbangan ini sering cenderung
menghambat teknik instalasi angkur, atas dasar prosedur dan aturan-aturan standar.
Pelengkap esensial pada latar belakang teknik adalah pengalaman praktis yang
cukup dengan berbagai sistem angkur, terutama masalah konstraksi potensial yang
berkaitan.

Pada dasarnya pemasangan angkur didasarkan pada dua hal yaitu angkur yang
dipasang didalam tanah dengan memberikan gaya teriebih dahulu atau angkur yang
langsung diinstal ke lapisan tanah. Gambar 2.10 memperlihatkan bahwa angkuryang
langsung diinstal kedalam tanah akan mengalami perenggangan baja yang lebih
besar dibandingkan angkur yang telah diberi gaya tarik teriebih dahulu.
33

Gambar 2.10
Peregangan yangterjadi pada struktur angkur
Sumber: Petros P Xanthakos, 1990

2.3.2.1 Metode grouting

Kebanyakan instalasi angkur dilengkapi dengan angkur yang disebut cement


grout injection. Dalam hal ini, kapasitas tarik angkur tergantung pada geometri

angkur untuk kondisi-kondisi tanah tertentu, tetapi dipengaruhi oleh konfigurasi dan
ukuran zona angkur.

Kekuatan grout yang cukup harus dicapai untuk bond pada interface grout-
panjang bebas angkur dan grout-ground. Ukuran yang biasa adalah kekuatan
kompresi yang tidak dibatasi Fu pada 7 hari dan 28 hari.

2.3.2.2 Modus-modus penerapan grouting

Grouting dapat dilaksanakan dengan dua modus yang berbeda berikut :


injeksi dua tahap dan satutahap.

2.3.2.2.1 Grouting dua tahap.

Proses ini melibatkan teriebih dahulu injeksi grout primer untuk menciptakan
zona ground dalam panjang angkur tetap, dan setelah panjang bebas angkur yang
34

menekan grout sekunder dimasukkan dalam zona panjang bebas terutama untuk

perlindungan korosi panjang bebas angkur. Untuk angkur dalam batuan, grout primer
bisa ditempatkan sebelum atau setelah homing panjang bebas angkur. Penempatan
setelah menguntungkan dengan panjang bebas angkur-panjang bebas angkur besar
dan bahkan buruk, dan mungkin satu-satunya pilihan untuk lubang-lubang yang
sangat dangkal atau kecondongan naik angkur.

Grout primer merentang sekitar dua meter di luar panjang angkur tetap
sehingga dapat menghambat pembentukan retakan pada ujung proksimal angkur
selama penekanan. Bila grout primer ditempatkan sebelumnya (pre pressing) maka
panjang bebas angkur harus dihoming tidak lebih dari 30 menit setelah injeksi. Ada
perbedaan pendapat mengenai apakah panjang bebas angkur harus dibiarkan statis
setelah homing.

Grouting dua tahap memberikan kenyamanan konstraksi, tetapi ada


kerugiannya juga, diantaranya :

1. Interface tambahan terjadi di puncak zona tetap dimana dua penampang yang
digrouting bertemu sebagai sambungan konstraksi, dan menjadi target primer
untuk serangan korosi.

2. Karena potensi grouting yang mengarah pada tanah, sulit menghitung dan
mengecek kualitas grout yang diperlukan pada zona tetap.
3. Proses ini memakan waktu dan tenaga.

2.3.2.2.2 Grouting satu tahap.

Dalam proses ini, lubang bor diisikan dalam operasi tunggal yang terus-
meneras, oleh karena itu fungsi-fungsi grout dicapai secara simultan. Bagaimanapun
35

juga, kecuali bila panjang angkur bebas diminyaki secara cermat sebelum sheathing,

beban akhir yang dipakai pada kepala sebagai prestressing mungkin tidak

tertransmisikan ke zona tetap yang dimaksud karena kemungkinan friksi pada

panjang angkur bebas.

2.3.2.3 Metode Injeksi.

Grouting selalu dimulai pada ujung bawah penampang yang digrouting. Bila

angkur miring ke atas, maka harus disediakan ketetapan untuk melubangi lubang

selama operasi. Untuk pengisian yang layak, air dan tanah sebaiknya dibiarkan

bebas. Grout harus tidak pernah mencapai dan kontak dengan struktur yang diangkur,

karena kekuatan angkur tidak akan pindah semua ke tanah kecuali kolom yang

diprestressing akan dihasilkan.

Konsensus opininya adalah bahwa tekanan grout tinggi tidak perlu untuk

angkur-angkur dalam batuan utuh, tetapi sangat membantu dalam batuan bercelah

buruk atau dalam tanah. Kisaran yang dicatat adalah 0,30 - 0,70 N/mm2.

Pertimbangan yang praktis dan ekonomis sering menentukan tekanan grouting

maksimal 3 N/mm2 dan tidak ada bukti bahwa tekanan yang lebih tinggi akan
memberi manfaat nyata.

2.3.2.4 Sistem angkur pada kondisi spesial

Bila angkur gagal menahan beban uji atau biasa disebut angkur remedial,

akibatnya adalah downgrading beban kerja dan overstressing angkur lain dalam

kelompoknya. Masalah ini bisa dihindari bila satu angkur tambahan atau lebih
36

dipasang untuk mengimbangi lagi pendataan beban. Dalam kondisi ini, perlu
mengebor lubang-lubang baru antara angkur-angkur yang sudah di tempat.
Ini mungkin layak bila (a) jarak angkur-angkur yang sudah ditempat
mengijinkan reposisi peralatan dan aktivitas pemasangan terkait, (b) lubang dapat
dipotong dalam dinding untuk menyesuaikan perakitan kepala angkur dan bor, dan
(c) waktu untuk konstruksi dan grouting angkur baru dapat dibuat minimal. Faktor

selanjutnya yang harus diperhatikan adalah ketelitian yang dapat diberikan selama
operasi ini untuk menghindari gangguan yang bisa merasak angkur yang ada.

2.3.3 Transfer beban dan mode dari keruntuhan

Teori transfer beban angkur sering berdasarkan pada asumsi-asumsi ideal,


dan bila kondisi berbeda, hasilnya dapat membingungkan dan meragukan, hal ini
lebih serius ketika teori bebas diterapkan pada kondisi tanah yang tidak homogen.
Pendekatan yang berbeda adalah menunjukkan transfer beban dari berbagai aturan
rancangan yang ada, semua sumber dari tes skala penuh dan pengalaman lapangan
umum.

2.3.3.1 Konsep kegagalan

Pada umumnya metode rancangan dan teori yang mengasumsikan bahwa


massa tanah akan gagal sepanjang garis-garis selip atau bidang-bidang geser, dan
kemudian mengikatkan kekuatan relevan dalam analisis stabilitas. Untuk konfigurasi
zona angkur tetap yang disajikan pada penjelasan sebelumnya, dua mekanisme
transfer beban dasar menyebabkan ketahanan tanah untuk dikerahkan karena angkur
mengalami pergeseran di bawah pemakaian beban. Yang pertama adalah gesekan
37

samping, yang biasa disebut "bond", dimana konfigurasi yang cocok ada dan bila

terjadi gerakan yang memadai. Jadi, angkur dapat gagal dalam gesekan lokal selama

kelangsungan tanah sekelilingnya tidak terganggu. Terjadi kegagalan umum bila


bidang-bidang gesek dimobilisasi secara penuh dan di bawah deformasi signifikan
yang secara progresif mencapai permukaan tanah (ground).

Pada umumnya, analisis ketahanan beban angkur harus memperhatikan hal-


hal berikut:

1. Mekanisme kegagalan (failure) ketika beban dipindah dari media yang satu ke
media yang lain dengan sistem angkursoil.

2. Ciri-ciri tanah pada saatfailure

3. Kekasaran daerah dan konfigurasi lapisan tanah yang potensial failure.

4. Kondisi tekanan, yakni jenis-jenis tekanan, besaran, dan arah, yang terjadi
sepanjang interface (bidang pemisah) kelongsoran ketika mulai failure.

Angkur dapat gagal atau tidak dapat dioperasikan dalam salah satu dari

modus-modus berikut ini:

1. Dengan kegagalan struktural dari baja dan bagian-bagian komponennya.


2. Dengan kegagalan bond pada interface grout

3. Dengan kegagalan geser (shear failure) sepanjang permukaan grout yang


bergesekan dengan tanah.

4. Dengan kegagalan didalam tanah atau batuan yang mendukung angkur


5. Dengan perpindahan atau selip kelebihan dari kepala angkur

6. Dengan penumbukan atau perekahan kolom grout sekitar panjang bebas angkur
7. Dengan penurunan mutu jangka panjang secara gradual yang mengakibatkan
tidak bekerjanya sistem.
38

Di bawah over beban atau selama tes tarikan, salah satu dari mekanisme-

mekanisme kegagalan itu mungkin lazim atau mengambil pendahuluan, karena jelas
tidak layak merancang, dan menyusun angkur dimana semua bagian akan gagal atau
rusak secara simultan. Praktek angkur biasa mengharuskan pemilihan komponen-
komponen angkur dan analisis terhadap modus-modus potensial failure.

2.3.3.2 Konsep pembebanan.

Pembebanan statis jangka pendek dipertimbangkan dalam konteks analisis

ini. Pembebanan statis berlebihan akan menyebabkan kegagalan angkur. Beban-


beban lebih dapat dipengaruhi oleh tarikan yang dipakai pada angkur selama tahap
pengetesan. Pembebanan over juga dapat terjadi dari kesalahan urutan penggalian,
surcharge tambahan dan bahan konstruksi dan perlengkapan, atau operasi dan
penggalian berdekatan yang menghalangi zona angkurage tanah yang berkekuatan.

2.3.3.3 Tekanan Kerja

Tekanan-tekanan kerja diterima dalam kondisi normal, dan berkaitan dengan


mekanisme kegagalan potensial pada panjang bebas angkur baja dan bahan-bahan
pembentuknya. Mereka tidak harus digunakan untuk menghitung beban kerja
dipandang dari nilai kegagalan yang ditentukan dari tes atau dari ciri-ciri perubahan
tanah. Sebaliknya, ketelitian adalah diperlukan dalam kondisi khusus, dan bila perlu
faktor-faktor keamanan terkait harus ditingkatkan.

Tampak bahwa mekanika angkur dalam batuan kuat belum diterangkan


secara penuh, walaupun perfoma dan konstruksinya kurang bermasalah karena
kecukupan prosedur instalasi yang tersedia dalam praktek mutakhir. Bagaimanapun
39

juga, dengan angkur yang berkapasitas tinggi, subyek tekanan tinggi pada ujung
proksimal dan efek debonding terhadap distribusi tekanan tidak periakuan analitis
selanjutnya. Sebagai pendekatan awal untuk pemahaman yang lebih baik, Phillips
(1970) menyarankan pola berikut:

1. Dengan mengikuti debonding, restrain yang dikenakan oleh batuan pada


interface batuan-growr yang tidak rata menyebabkan dilasi. Gerakan angkur
tambahan adalah mungkin hanya melalui kegagalan gesek selanjutnya pada
grout itu, dengan distribusi tekanan seperti tampak pada Gambar 2.11 (a dan
b).

2. Tekanan bond residual yang tidak dipengaruhi oleh dilasi akan tergantung
pada besarnya tekanan normal yang beraksi pada permukaan (interface).
Tekanan ini akan bervariasi sepanjang ukuran debonded, dan bila kurang dari
kekuatan gesek grout maka distribusi tekanan akan seperti pada Gambar
2.11c. Bila lebih dari kekuatan gesek grout distribusi tekanan tersebut akan
kembali pada bagian a dan b.

3. Di bawah beban terapan, diagram distribusi tekanan mungkin seperti yang


ditunjukkan pada bagian d, e, dan f pada Gambar 2.11 itu pada beban yang
besar, angkur keseluruhan didebondmg secara praktis. Pada tahap ini,
tekanan didistribusikan menurut besarnya gerakan relatif atau tingkat dilasi
kekuatan gesek friksional yang dimobilisasi, yang ditunjukkan oleh bagian f.
40

Gambar 2.11
Distribusi tekanan bond pada angkur
Sumber : Phillips, 1970

2.3.3.4 Permasalahan dalam transfer beban.

Versi angkur tabung kompres yang sudah diperbaiki dan dimodifikasi telah
muncul di pasar. Misalnya, jenis angkur Stump Duplex baru yang ditunjukkan pada
Gambar 2.12 menyertakan sel yang mencegah masuknya grout ke annulus antara
panjang bebas angkur dan dinding dalam tabung, dan juga menyertakan mekanisme
untuk tidak menekan dan menghilangkan panjang bebas angkur dari tabung.
-Tension bar .—Compms»on tube ,— Vent

# # / / « « » # « * « « # _ » * * # « # # « «—..

Gambar 2.12
Model Angkur Stump Duplex
Sumber: Weber, 1966
Bagaimanapun juga, tanpa memperhatikan perbaikan, permasalahan
tertentu yang mungkin disebabkan oleh transfer beban itu telah dialami dan

dilaporkan di beberapa investigator, dan permasalahan mi haras diselesaikan.


41

Misalnya, beberapa kegagalan angkur telah dicatat, dan menarik mencatat bahwa
kebanyakan mereka terjadi sementara kompresi pada tabung sangat rendah, dalam
beberapa hal presentase 10% beban rancangan. Kejadian kegagalan yang
mengherankan ini jelas tidak sesuai dengan harapan beban akhir dan dalam banyak
hal mereka terjadi mendadak.

Ivering (1981) melaporkan kegagalan serupa dalam uji laboratorium pada


tabung kompres. Karena ruang di dalam tabung tidak digrout maka kegagalan
disebabkan oleh kekurangan bond (pelekat) antara muka luar tabung dan grout
sekelilingnya daripada sepanjang interface batuan-groirf.
Kesimpulan yang implisit adalah bahwa dalam tabung yang permukaan
luarnya relatif halus, tekanan kompres yang intensitasnya memadai harus
dikembangkan dan menyebabkan tabung membengkak seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.13a sebelum tahanan bond yang memadai tersedia dengan proses
ekspansi lateral dan kompresi radial. Sampai kemudian efektif, kegagalan dalam
tahap-tahap pembebanan awal selalu mungkin tetapi bisa dicegah dengan menambah
cengkraman awal tabung kompres. Ini bisa dilaksanakan dengan :
a. Menambah panjang tabung

b. Menambah kekuatan permukaan

c. Mengelas spacer baja ke tabung, dan

d. Membentuk tabung dalam bentuk baji


42

Connpr.

Axi»l nrttt to lutle


— "1
Yitld limit

Strain

(bl

Gambar 2.13
a. Local Buckling
b. mekanisme keruntuhan dan diagram stress-strain
Sumber : Ivering, 1981

2.3.4 Angkur Pada Kondisi Tanah Tertentu

2.3.4.1 Angkur Pada Tanah Pasir

Dalam banyak hal, angkur dalam tanah yang tanpa kohesi dapat menahan
beban lebih dari 300 kip pada panjang tetap 4-8 meter dan dengan diameter poros 10-
15 cm. Beban yang dilaporkan ini tidak bisa diterangkan dengan hukum klasik dan
teori mekanika tanah. Tetapi, kapasitas beban mi telah diterangkan dengan back
analisis data uji lapangan yang oleh karenanya efek kondisi tanah, dimensi angkur,
teknik konstraksi, dan bermacam-macam faktor yang tidak dinilai secara numerik
diukur secara kuantitatif dan dimasukkan dalam analisis. Jadi, pengalaman
menunjukkan bahwa beban akhir angkur dalam pasir tergantung pada :
(a) Kepadatan relatif dan tingkat keseragaman tanah
(b) Dimensi dan geometri angkur tetap

(c) metode injeksi grout dan tekanan grout yang digunakan


(d) Dilatansi dalam tanah yang bisa menyebabkan tekanan normal lebih tinggi,
friksi lebih besar pada interfade growManah
43

(e) Pada tingkat yang lebih kecil, metode pengeboran dan peralatannya.

Dalam konteks teoritas rancangan, sebelum beban dan zona-zona angkur


tetap ditentukan, perlu adanya data-data tanah yang akurat, termasuk analisis

saringan, kurva grading, sudut friksi internal, dan tebal stratum-stratum pasir.

2.3.4.2 Angkur Pada Tanah Lempung

Kapasitas beban angkur dalam lempung umumnya rendah, kecuali tidak bisa

diperbaiki dengan prosedur khusus, karena adhesinya yang rendah. Lebih banyak
permasalahan dalam transfer beban akan timbul bila creep jangka panjang terjadi dan
bila lubang angkur dibiarkan melunak. Kapasitas beban dapat diperbaiki dengan :
(a) Menyuntikkan batu kerikil yang tidak beraturan ke dalam lubang pada
panjang angkur yang tetap, bersama dengan grout semen

(b) Menggunakan grouting bertekanan tinggi

(c) Menggunakan bell atau underream dalam zona angkur tetap. Masing-masing
jenis ini respon terhadap beban diferensial.

2.3.5 Kerusakan dan Pencegahan Kerusakan Angkur

Mengenai sebab-sebab korosi dan efek yang terjadi, jenis-jenis korosi


dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama berikut;

a. Generalized attack

b. Localized attack

c. Cracking

Tiga kategori ini dilukiskan pada Gambar 2.14


44

Generalized
attack

Localized
attack
(pitting)

"tress
corrosion
cracking

Gambar 2.14
Type Korosi
Sumber : PetrosP Xanthakos, 1990

2.3.5.1 Generalized attack

Serangan korosi dalam hal ini kira-kira seragam dan mencakup permukaan
logam seperti tampak pada Gambar 2.14a, dimana situs anoda dan katoda tidak ada
atau naik turun pada permukaan. Bila bentuk ini terjadi, maka daerah anoda dan
katoda harus sama seperti polansasi anoda dan katoda, dan kedua proses ini
mengendalikan tingkat korosi dengan merata. Di beberapa bagian, hal ini mungkin
untuk produk korosi terbentuk film terus-menerus yang bisa beraksi sebagai lapisan
pelindung dan menghambat serangan selanjutnya.

2.3.5.2 Localized attack

Serangan ini bisa disebut korosi elektrokimia, dan dimanifestasi sebagai


perlubangan dalam atau dangkal seperti tampak pada Gambar 2.14b. Pembentukan
lubang-lubang ini menyebabkan konsentrasi tekanan lokal dan kegagalan sebelum
waktunya. Dengan baja pratekanan konvensional, lubang-lubang telah diamati dalam
adanya garam yang digunakan untuk membuat es atau di dekat air laut.
Localized attack mungkin disebabkan oleh adanya film oksida pelindung
pada logam atau alloy. Korosi crevice akan terjadi dalam adanya ion-ion agresif
45

seperti flour. Pitting atau perlubangan bisa berakibat berat, namun kerugian logam
keseluruhan kecil. Sedangkan perbedaan antara pitting dan korosi lokal adalah tidak
tepat. Pitting sering didef.nisikan dengan dipandang dari geometri lubang. Jadi, telah
disarankan bahwa transisi dari pitting ke localized attack terjadi ketika rasio antara
lebar pit dan kedalaman rata-rata adalah 4atau kurang, walaupun rasio 1banyak
diterima sebagai definisi pit.

2.3.5.3 Korosi (Peretakan)

Ini merupakan bentuk korosi dimana sebab-sebab fisik menguasai, walaupun


SCC {Stress Corrosion Cracking) dihasilkan oleh kombinasi aksi tekanan tensil statis
pada baja dan korosi lokal. SCC lebih umum terdapat pada alloy dimana film oksida
yang mempasifkan ada bersama media korosi yang sesuai. Mekanisme yang seksama
tidak dipahami secara sempurna. Tetapi, tampak bahwa aksi korosi lokal
menghasilkan lubang sempit, yang membuat kekuatan tensil bisa memusatkan pada
ujung lubang itu, yang mengakibatkan terbentuknya permukaan logam dimana
kehancuran selanjutnya bisa terjadi. Dengan kombinasi propagasi aksi ini terjadi
menyebabkan keretakan sepanjang batas-batas butiran atau bidang selip dalam kisi-
kisi kristal. Reduksi luas penampang silang yang mengikuti mengarah pada
kegagalan dengan plastic yielding.

Batas-batas mi berlaku pada air yang mengalir lemah atau stagnant pada
persediaan yang banyak. Ini diasumsikan menyerang angkur dengan segera dan
efeknya tidak dikurangi oleh reaksi dengan grout. Tingkat agresifitas yang paling
tinggi ditunjukkan pada air tanah sekalipun diperoleh hanya salah satu dari 5kelas
\
46

yang ditunjukkan. Bila nilai-nilai dalam dua kelas atau lebih terletak pada quartil atas
range, maka tingkat agresifitas ditingkatkan oleh satu grade.
Agresifitas yang lebih tinggi harus diterima untuk suhu dan tekanan yang
lebih tinggi atau bila grout tergantung pada abrasi mekanis yang disebabkan oleh air
yang mengalir atau air yang teragitasi. Tingkat agresifitas berkurang pada suhu yang
lebih rendah bila an yang jumlahnya kecil ada dan air itu masih, dan bila bahan
agresif dapat direaktifkan secara perlahan, misalnya dalam tanah yang
permeabilitasnya rendah (k = 10"3 cm/detik).

2.3.6 Prinsip Pendisaian dari Struktur Angkur


Pemilihan angkur yang sesuai untuk proyek tertentu menghendaki
pengetahuan dan pemahaman lengkap mengenai berbagai sistem angkur. Jems-jenis
angkur baru dan dikembangkan dan diperkenalkan di pasar, sebagai jawaban atas
usaha konstraksi yang kompleks dan untuk meningkatkan kinerja dan mengurangi
biaya. Sebagian dianggap sesuai untuk apiikasi tertentu, dan sebagian dianggap
praktis dalam kondisi-kondisi tanah yang terbatas dan kombinasi pembebanan.
Sebaliknya, praktek dan kendala ekonomi lokal yang berbeda-beda sering merintangi
penyelesaian im atas dasar kinerja nilai dan pihhan yang lebih bagus bisa mengacu
pada permasalahan nanti dengan implikasi ekonomis dan teknis. Dengan Ietak
konstraksi yang disediakan dan penggunaan angkur, masalah pemilihan angkur tidak
sederhana dan rumit karena banyak faktor yang mempengaruhi kinerja angkur.
Karena konstraksi angkur teras menarik lebih banyak perhatian, maka ini akan tetap
merupakan operasi spesialis, dan meskipun difusi dan penyebaran teknologi angkur
yang luas, banyak yang tetap dipelajan tentang subyek ini. Dalam hal mi, kegagalan
47

memberikan perhatian yang layak pada pilihan sistem angkur yang sesuai dapat
mengarah pada efisiensi dengan kerusakan dan implikasi struktural potensial.

2.3.6.1 Konsep Rancangan Angkur

Untuk tujuan pendahuluan, rancangan angkur dapat dibatasi pada penentuan


sederhana dan batas atas panjang angkur tetap, dan kemudian mengasumsikan
kondisi perbatasan pada kegagalan untuk mendukung kecukupannya. Ini mungkin
cukup untuk menentukan kecocokan angkurage yang diusulkan. Rancangan terakhir
adalah lebih luas dan meliputi tujuan-tujuan berikut:
1. Memilih inklinasi angkur

2. Mengidentifikasi jenis-jenis baja, ukuran dan konfigurasi yang sesuai


3. Menentukan jarak horisontal kepala-kepala angkur, dan jarak vertikal baris-baris
angkur.

4. Menghitung panjang angkur tetap dan bebas


5. Menaksir ketahanan angkur terhadap pembebanan statis atau siklik
6. Menentukan program pengetesan angkur yang sesuai
7. Memilih dan menerangkan sistem perlindungan korosi
8. Memeriksa stabilitas angkur-struktur

2.3.6.2 Pemasangan Angkur

Angkur permanen diinstal/dipasang secara rutin di tanah-tanah yang kurang


kohesinya tetap, jarang pada medium tanah kohesif yang lunak berkenaan dengan
kemampuan menahan beban jangka panjang. Menurut Weatherby dan Nicholson
(1982), angkur yang diinstal di dalam tanah dengan kekuatan tekanan tak sesuai yang
48

lebih besar dan 1ton per kaki persegi dan indeks konsistensi, Ic lebih besar dari 0,8
tidak mengalami kehilangan beban atau gerakan menurut waktu secara sigmfikan.
Indeks konsistensi ditetapkan sebagai berikut:

LL-W_
Ic =
LL-PL
(2.32)

di mana :

LL = batas cair

W = Kadar air

PL = batas plastis

Untuk desain angkur wall, item-item berikut dapat bertindak sebagai


pedoman (Weat-herby dan Nicholson, 1982):

4. HQAOWAY -

NOTE: 1 m„3._-

~f CRITICAL fAU.u-C
' SURFACE

POTENTIAL FAILURE
SUftFACF nOnMO THE
S^f&Z CNOS Or THR HEBACKS

Gambar 2.15 (a) Potongan dinding angkur


(b)Kegagalan permukaan kritis
(sumber: Weatherby and Nicholson, 1982)
49

1. Beban disain biasanya bervariasi antara 50 dan 130 ton. Tendon angkur
dari kapasitas tersebut dapat dibangun tanpa perlengkapan berat dan bor
lubang tidak perlu lebih besar dari 6 inchi. Selain itu , perlengkapan
tekanan dan pengujian bias siap ditangani tanpa menggunakan
perlengkapan pengangkat daya.

2. Panjang dari sebuah angkur dikontrol dengan persyaratan stabilitas.


Panjang yang terikat dari angkur akan dipilih sehingga jangkar diletakkan
melebihi pennukaan kelongsoran kritis yang potensial. Panjang total dari
angkur seharusnya dibuat sedemikian rupa sehingga kemungkinan
kelongsoran permukaan dibelakang angkur akan memiliki saatu factor
keamanan yang sama dengan atau lebih besar dari yang ada pada
kegagalan permukaan kritis seperti pada gambar 2.15b.
3. Untuk kelongsoran permukaan dangkal seperti pada gambar 2.15c
dinding didisain untuk memberikan tahanan bagian pada bagian luar.
Sedangkan pada kelongsoran dalam minimal dibutuhkan dua angkur
untuk menahan gambar 2.15d

4. Maka dapat diharapkan bahwa minimal 15 kaki dari kelebihan beban di


atas zona pengikat jangkar. Sebagian besar angkur dipasang pada satu
sudut antara 10° dan 30° dari garis horisontal. Teknik-tekmk
pemasangan mungkin diperlukan bila sudut kemiringannya kurang dari
10°. Bila tingkat penjangkaran yang sesuai pada beberapa kedalaman,
satu sudut hingga 45° dapat dipilih. Semakin tinggi sudutnya,
bagaimanapun kekuatan angkur kurang bertindak secara horisontal dan
semakin lama kebutuhan angkur yang diberikan untuk kekuatan
50

horisontal tertentu yang diperlukan. Dengan menambah sudut kemiringan,


komponen beban vertikal angkur juga bertambah, sehingga menambah
beban ke bawah pada dinding dan mendasari bahan-bahan fondasi. Hal ini
harus diperhitungkan selama mendesain timbunan-timbunan dan
penyangga lain.

_ "• -Jgyyyjjc-

-PAiumn surcrACT

Gambar 2.15 (c) Disain perkuatan untuk kelongsoran dangkal


(d) Disain perkuatan unyuk kelongsoran dalam
(sumber: Weatherby and Nicholson, 1982)

5 Diameter lubang bor sebuah angkur biasanya antara 3 dan 6 inchi. Mayorit as

angkur tanah dibor dengan bor besar atau pingggiran/selubung (casing). Karena
bobot casing dan yang berkaitan dengan masalah-masalah pengeboran dan
penanganan untuk casing yang lebih besar, ukuran umum terbesar dari casing
adalah 6 inchi.

6 Dua tipe tendon yang umumnya digunakan:

a. 7 kawat berdiameter 0,6 inchi yang memiliki kekuatan keregangan akhir 270
kips per inchi persegi; dan

b. jeruji-jeruji berdiameter 1-1,375 inchi yang di ubah bentuknya yang memiliki


kekuatan keregangan akhir 150 kips per inchi persegi.
51

SECTION A-A SECTION B-B


LEGEND:
1) INSULATING COVER OF PREFORMED PLASTIC
HEAT SHRINKABLJE SLEEVE, OR MOLDAOLE TAPE.
2) NUT.
3) BEARING PLATE
«) BEARING PLATE INSOLATION
S) ANT1CORROSION GREASE.
S) PLASTIC TRUMPET.
7) GREASE «_£D PVC OS
POLYETHYLENE SHEATH
• ) ANCHOfl GROUT.
») TENDON.

Gambar 2.15e Bagian-bagian angkur


(sumber: Weatherby and Nicholson, 1982)

7 Semua angkur permanen seharusnya dilindungi dari korosi. Sebagian besar


diantaranya dilindungi dengan semen portland yang dipasang pada sepanjang
jangkar dan pipa yang diisi minyak gemuk atau tabung tahan panas sepanjang
yang tidak berbeban (Gb.2.15e). Bila tanah sekitar panjang jangkar memiliki pH
kurang dari 5, resistivitas kurang dari 2.00 ohm-cm, atau terdapat sulfida, maka
tendon seharusnya dilapisi selurahnya dengan plastik atau pipa baja.
8 Bila perlu, keselarasan angkur dari pemilik properti yang berdekatan haras
diperoleh. Instalasi angkur paling ekonomis akan dicapai bila kontraktor memiliki
beberapa tingkat fleksibilitas dalam pemilihan tipe angkur dan metode konstraksi.
Desainer haras mengkhususkan panjang tak berbeban minimal, total minimal
panjang angkur, dan kapasitas unit angkur atau diagram bermuatan yang
dikhususkan pada tiap level angkur. Selain itu, tipe atau level proteksi korosi yang
diharapkan haras dikhususkan, dan juga metode pembagian kapasitas beban jangka
52

panjang. Akhirnya, tiap produksi angkur harus diuji untuk membuktikan bahwa
jangkar akan membawa beban desain.

2.3.6.3 Pembahasan Disain

Gambar 3.16 menunjukkan kondisi pembatas potensial untuk dinding


yang disangga pada puncak oleh satu baris angkur dan pada dasar oleh tancapan yang
cukup di bawah permukaan galian. Pada bagian (a) struktur dinding lebih terbebani
di luar kapasitas struktural, dan pada batas kegagalan yang juga bisa menarik angkur
keluar zona tetap.

Dengan panjang angkur yang tidak memadai di luar bidang selip dan juga
dengan tancapan yang tidak cukup di bawah kedalaman galian, dinding bisa berubah
dengan rotasi seperti ditunjukkan dalam (b). Tahanan tanah pasifdimanifestasi dalam
hubungannya dengan bidang selip massa tanah dan bisa dipersepsikan dengan
pengukuran deformasi dinding. Equilibrium dibentuk dengan menambah tancapan
dinding, yang juga mengakibatkan zona angkur lebih panjang.

v^ ^

T*-.v.-^>t^w • - - _

^=>

(di
(<0

Gambar 2.16
Macam kondisi yang terjadi akibat penggunaan angkur
Sumber : Abramson, Lee, Sunil S, GM Boyce, 1995
53

Dalam c, dinding memiliki cukup tancapan di bawah permukaan galian dan


stabil dalam zona ini, tetapi bergeser ke depan seperti yang ditunjukkan karena
angkur terlalu pendek dan zona tetapnya dalam daerah yang selip. Dalam hal ini,
stabilitas massa tanah haras dianalisis setelah zona angkur tetap digeser sampai
melampaui batas selip potensial. Defomiasi tanah yang bisa diukur terjadi sebelum
kondisi ini tercapai.

Kondisi yang ditunjukkan pada (d) melibatkan kejadian selip massa tanah dan
rotasi dinding. Ini terjadi karena dua faktor yang tidak stabil berikut: tidak cukupnya
tancapan (tanaman) dinding dan zona angkur tetap pada massa tanah yang condong
ke kegagalan. Pengukuran deformasi tanah dapat digunakan untuk memantau kondisi
ini dan memberikan indikasi tentang bahaya-bahaya yang mungkin timbul.
Kondisi yang ditunjukkan pada (e) melibatkan interaksi antara struktur stabil-
angkur-tanah, tetapi deformasi tanah yang berlebihan yang mungkin disebabkan oleh
pergeseran dinding horisontal mengakibatkan kondisi fondasi yang tidak stabil untuk
struktur yang ada. Pengukuran dinding lateral akan menandai awal situasi ini.
Kejadian jenis ini mungkin disebabkan oleh angkur yang berlebihan, gerakan tanah
di atas dan di bawah permukaan galian, dan dinding-dinding yang terlalu fleksibel
dan defomiasi.
54

Oiopnragrr
wol

0o*nvCrd
component of
Ground - anchor
force f-Ctrci;

Bee of"
e«C<].'GTlCn -7

Gambar 2.17
Potongan vertikal angkur
Sumber : Abramson, Lee, Sunil S, GMBoyce, 1995

Gambar 2.17 melukiskan masalah umum dengan potongan-potongan vertikal


dalam. Tekanan-tekanan tanah lateral dapat dipertimbangkan karena kedalaman, dan
komponen vertikal yang terjadi memiliki besaran yang cukup. Dengan angkur yang
sangat miring, yang biasanya dipilih untuk panjang angkur yang cukup yang
diperlukan untuk mencapai zona angkur tetap, komponen vertikal ini selanjutnya
menmgkat dan bisa mengakibatkan kegagalan gesek seperti yang ditunjukkan.
Stabilitas tanah tidak hanya merupakan masalah kekuatan tetapi juga tergantung pada
ada tidaknya retakan-retakan, tambalan-tambalan yang diisi dengan lempung,
sambungan-sambungan lemah dan pecahan. Masalah yang sama bisa timbul dengan
dinding penanda tanah konvensional dimana komponen yang dipengaruhi vertikal
dari beban angkur melebihi kapasitas bearing dinding di dasarnya.
Potensi tarikan vertikal dinding di bawah beban angkur lebih dihindari
dengan mengurangi komponen angkur vertikal, menambah kapasitas bearing dmding
di dasar, atau keduanya. Bila lokasi zona angkur tetap ada di dekat permukaan, maka
mklmasi angkur bisa sedatar 15°, yang mengurangi komponen angkur vertikal. Bila
55

kedalaman zona angkur menghendaki sudut-sudut yang lebih curam (45-50°) dinding
harus dirancang untuk memberikan kapasitas bearing yang sama dengan beban
vertikal yang diinginkan.

2.3.6.4 Inklinasi Angkur.

Kebanyakan angkur dimiringkan untuk mempermudah' pengeboran lubang


angkur, homing dan grouting. Selanjutnya, angkur harus dicondongkan untuk
menghindari fondasi-fondasi yang berdekatan dan struktur-struktur yang dipendam,
atau untuk mencapai lapisan tanah yang sesuai. Secara alternatif, variasi
kecondongan (inklinasi) dipilih untuk mencapai pemisah*an panjang ground.
Sudut 15° dengan horisontalnya dianggap oleh banyak kontraktor sebagai
inklinasi praktis minimal yang dapat menyesuaikan prosedur-prosedur grouting yang
layak. Selanjutnya, inklinasi angkur kecil berarti kekurangan kedalaman angkur
beban dalam zona tetap yang membatasi kapasitas angkur. Dalam range kedalaman
yang cukup, kebanyakan angkur-angkur tanah di pasang pada sudut 15-30°. Bila
tanah yang sesuai untuk angkur relatif dalam, maka sudut yang lebih curam
(biasanya 45°) dapat dipilih sebagai kesesuaian antara panjang angkur dan
pengurangan komponen horisontal untuk kapasitas angkur aksial.

2.3.6.5 Panjang Angkur Keseluruhan.

Titik-titik masuk angkur, inklinasi pemasangan, dan kedalaman


stratum-stratum tanah yang sesuai untuk menetapkan angkur, panjang keseluruhan
harus memenuhi geometri sistem. Panjang angkur total yang diperoleh dengan cara
56

im sebaiknya dipilih dengan sudut pandang biaya angkur, dan dibandingkan dengan
penyelesaian yang lain.

Untuk pemasangan angkur normal, khususnya yang berkaitan dengan dinding


penahan, panjang angkur keseluruhan 12,5 sampai 21 meter adalah sangat umum,
dengan panjang tetap minimal 6 meter. Dalam kisaran ini, perekonomian sistem
dicatat dengan baik. Bila panjang angkur keseluruhan melebihi 125 - 150 kaki, maka
keuntungan ekonomis harus diteliti dan dihubungkan dengan perbandingan langsung
dengan alternatif yang lain.

Tes-tes lapangan akan mengecek dan mendukung kecukupan panjang tetap


angkur, dengan ketetapan untuk mengubah angkur lain bila panjang tetap yang
dipilih awal tidak memuaskan. Regrouting juga merupakan pemulihan dimana
kapasitas angkur harus dinaikkan.

Pemilihan panjang tetap untuk angkur-angkur dalam lempung harus


mengenali validitas relatif dari analisis tekanan efektifdan kekuatan gesek. Kesulitan
selanjutnya timbul dalam menghitung faktor kapasitas bearing dalam angkur
underream, koefisien reduksi yang diterapkan pada komponen-komponen gesek
samping yang meliputi efek gangguan tanah dan perlunakan selama konstraksi,
penggunaan tekanan injeksi yang lebih tinggi dengan dan tanpa postgroutmg dan
limit waktu atas yang ditetapkan untuk proses pengeboran, underream dan grouting.
Kondisi tanah yang berdekatan dengan zona tetap juga akan berpengaruh signifikan
terhadap kapasitas pembawa beban. Misalnya, bila lempung di dekat zona tetap
mengandung celah-celah yang terisi pasir atau terbuka, reduksi 5% dalam komponen
bearing dan gesekan samping bukan tidak mungkin.
57

2.4 Bidang Longsor ( Slip Surface )

Penentuan bidang longsor didasarkan pada batas keseimbangan sehingga


diperoleh asumsi bidang longsor (gambar 2.18). Bidang longsor yang telah
diasumsikan akan berkembang hingga konfigurasi planar sepanjang bidang
longsomya. Berdasarkan pertimbangan diatas maka fixed angkur atau bond dipasang
sepanjang xdari bidang longsor yang telah diasumsikan. Jarak xmerupakan dua kali
panjang dan bidang longsor yang diasumsikan hingga batas konfigurasi planar.

Assume, planar
'oilure surloc..' \

E'xcavol

~W/7-/,Y,77777/s

Allernaltvc assumption lor


assumt'O localicn of planar
(oilure surface.

Gambar 2.18
Stabilitas angkur pada batas keseimbangan
dengan bidang longsor planar
Sumber: Petros P Xanthakos, 1990

Kelongsoran yang biasanya terjadi diasumsikan dengan analisis batas


keseimbangan dimana sepanjang bidang longsornyca merupakan kelongsoran
lingkaran (gambar 2.19). Metode yang banyak digunakan untuk menganalisis bidang
longsor berbentuk lingkaran adalah metode Fellenius. Setelah penentuan perletakan
angkur maka perlu pengccekan ulang dengan metode Fellenius tentang slip surface
yang akan terjadi sehingga terlihat jika angkur yang dipasang terlalu pendek.
58

I Straight line
Rola (ion of •,,5°.0/,
wall and soil
mass

Additional check
to ensure anchor
nT777?l7n77mzimn77T? is not too short

0n \

Gambar 2.19
Stabilitas angkur pada batas keseimbangan
dengan bidang longsor berbentuk lingkaran
Sumber: Pctros P Xanthakos, 1990

2.4.1 Stabilitas lereng menurut metode irisan Fellenius

Metode yang paling umum dari analisis stabilitas lereng didasarkan atas batas
keseimbangan. Pada analisis jenis ini faktor aman mengenai stabilitas dari lereng
diestimasikan dengan menguji kondisi keseimbangan pada saat terhitung keruntuhan
tepat mulai terjadi sepanjang bidang runtuh yang semuia ditetapkan, dan kemudian

memperbandingkan antara kekuatan yang diperlukan unmk mempertahankan


keseimbangan terhadap kekuatan dari tanah. Semua soal-soal keseimbangan batas
adalah statis tak tentu dan karena hubungan tegangan regangan sepanjang bidang
runtuh perkiraan tidak diketahui, maka perlu membuat asumsi-asumsi yang cukup
sehingga memungkinkan dengan hanya menggunakan satu persamaan. Jumiah dan

jenis asumsi - asumsi yang dibuat akan menggiiing ke perbedaan pokok dalam
berbagai metode analisis batas keseimbangan.

Dalam penyelesaian menurut Fellenius diasumsikan bahwa untuk setiap


irisan, resultan gaya-gaya antar irisan adalah nol. Penyelesaian tersebut meliputi
59

penyelesaian ulang untuk gaya-gaya pada setiap irisan yang tegak lurus terhadap

dasar, yaitu

N' = Wcosa-ul (2.33)

Kemudian faktor keamanan yang dinyatakan dalam tegangan efektif (2.33) diberikan

oleh

c' L + tan <f> __ (W cos a - ul)


SF
I W sm a (2.34)

Komponen-komponen W cos a dan W sin a dapat ditentukan secara grafis untuk

setiap irisan. Alternatif lain, nilai a dapat diukur atau dihitung. Dan sejumlah

permukaan keruntuhan coba-coba harus dipilih untuk mendapatkan faktor keamanan

yang minimum. Penyelesaian ini menghasilkan perkiraan faktor yang lebih kecil.

Kesalahannya jika dibandingkan dengan metode analisis yang lebih akurat, biasanya

berada pada rentang 5-20%.

(W cos a - ul) dapat bernilai negatif jika nilai W pada irisan kecil atau nilai

tekanan pori terlalu besar atau keduanya. Whitman dan Bailey, 1967 memberikan

nilai nol pada beberapa irisan yang negatif atau mengkalkulasikannya dengan
persamaan (2.35)

c'L + tan(pz(Wcosa-ulcos2a)
SWsina (2.35)
60

2.4.2 Teori plasticity (metoda Sokolovski)

Metoda Sokovski (1961) diperlukan untuk melakukan solusi analitik terhadap

tahanan tarik pada kondisi dua demensi (plain stain). Pada solusi ini ditinjau

keduanya, keseimbangan dan kondisi kerutuhan. Untuk mendapatkan keseimbangan

batas, ditentukan massa tanah dengan batasan sb-x dan kemiringan OA, dimana

bekerja fungsi beban p(x) dan q(x) (Gambar 2.20).

keseimbangan arah - x:

do* dvzx .
h = /sma (2.36)
dx dz

keseimbangan arah - z:

dr™ do,
1 =/cosa (2.37)
dz di

untuk harga a = 0

^ +^ =0 (2.38)

3rxz doi.
-r+-T- = r (2.39)
o\ dz

Xzx = Tx„ (2.40)


61

Gambai 2.20
Kondisi keseimbangan batas secara umum (Hair, 1966)
Sumber : ME. Harr, 1966

Untuk mendapatkan kondisi keuiuhan, semua tenaga yang terjadi didapatkan


dari kiicria Mohr-Coulomb, seperti dibawah ini:

- [Ox - oz) + Txz = —-—(ax + Oz + 2 c cos (p f (2.41)

untuk pasir e r:= 0

(ctx - n, )-+ 4x\z = (CTx + crz )2 sin 2d> (2.42)

Jika

Ox + Oz
O"
1
(2.43)
maka
ax =a(l -sin (j)cos2i|/) (2.44)

az =ct(1 + sin (j) cos 2i|;) (2.45)

Txy.== a(sincj) sin2vj/) (2.46)

\\> = sudut orienlasi dari tegangan utama, dapat dilihat pada Gambar 2.2]
62

Gambar 2.21

Garis keruntuhan berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb


a) keseluruhan b) kondisi aktif c)kondisi pasif
Sumber: Harr, 1966
63

2.4.3 Teori kondisi plane strain

Mekanisme alih beban antara tanah dengan inklusi pada sistem perkuatan

pada tanah pada umumnya terdiri dari dua mekanisme, yaitu: gesekan (friction) yang
terjadi antara permukaan inklusi, dengan tanah,dan tahan pasif(passive resistsnce).

Analisis teoritik terhadap mekanisme alih beban antara pasir dengan angkur
bertujuan untuk mengetahui kontribusi dan kedua mekanisme tersebut diatas dalam

menghasilkan tahanan angkur. Analisis ini menggunakan model plastisitas dua


dimensi berdasarkan metoda Sokolovski (1965).

Keuntungan yang didapat dengan mengidenfikasi kedua mekanisme diatas

adalah prediksi tahan tarik angkur yang lebih realistik berdasarkan kontribusi dari

kedua mekanisme, tidak hanya berdasarkan data uji empirik dari koefisien gesekan
nyata (apparent coefficient offriction)

Tujuan pada keruntuhan Mohr-Coulomb (gambar 2.21) menghasilkan garis


keturunan si dan s2 yang menunjukkan lintas kritis dimana kondisi tegangan gesekan
mencapai limit. Garis Sj didapat mengambil sudut a searah jarum jam dari tegangan

utama (o{) dan garis s2 didapat dengan sudut yang sama tetapi berlawanan jarum jam

dan ai. Sudut u =n/4 - §12 dan sudut antara sj dan s2 adalah(7i/2 - <])), sedangkan
onentasi Sidan s2 tehadap sumbu x-y adalah :

dx / v
— = tan (\\i - x>) untuk si (2.47)

dan

dx
tan(\|/-u) untuk S2 (2.48)
dz
64

Pada umumnya sudut gesek antara antara tanah dengan material lain adalah 5

dan tegangan nonnal pada bidang sesek adalah an, sehingga tegangan resultanse yang
dihasilkan adalah p tertera pada gambar 2.22 dimana:

P =o» (2.49)
cosS

Gambar 2.22

Hubungan tegangan normal dan geser pada interface


Sumber: Harr, 1966

Keseimbangan batas dari tegangan pada setiap kedudukan dinyatakan oleh

dua besaran yaitu tegangan rata-rata (a) dan orentasi (arah) dari tegangan prinsipal
(gi) terhadap sumbu kordinat (\[i), dimana nilai \i; dihitung sebagai berikut:

V=(l-k)^ +I(kA-8)
(2.50)

dimana:

k = ±1

untuk k

v|/= --(A-5) (2.51)

untuk k = -1

V=y--(A +8) (2.52)


65

sedangkan besarnya tegangan rata-rata (a) adalah:

O[ + (02 psinA p
a (2.53)
2 sin(A-kS) cos§-kVcos25 -cos2 V

dimana k = ± 1 dan5<(j) (11.12)

.i sin 5
dan A - sin (2.54)
[sin cp]

Berdasarkan pada teori diatas, maka dilakukan applikasi garis kerutuhan pada
batang tipis vertikal (plane stain). (Gambar 2.23)

Gambar 2.23
Garis keruntuhan pada pembebanan aktif
Sumber: Harr, 1966
66

Jika 5y adalah sudut geser pennukaan pada batang vertikal,crnv adalah

tegangan normal pada dan pv adalah tegangan resultante pada bidang vertikal maka

seperti yang tertera dalam Gambar 2.22

OllV

P=coS (2-55)

kondisi pembebanan pada batang vertikal adalah aktifsehingga

\|/ =-(Av-8v)
(2.56)

pv sin A
o = -
sm(Av-5v)

.i sinSv
dimana A = sin (2.58)
[sin cp]

pada zona vertikal dimana terjadi gesekan antara pasir dan batang vertikal, didapat:

9v=: \|/v +1) = —(Av - 8v) + (2.59)


V4~2y

Ov tertera pada gambar 2.23

Aplikasi pola keruntuhan pada dengan pembebanan pasif dilukiskan pada


gambar 2.24 dimana 8r adalah sudut geser antara pasir dengan dinding angkur, pr
adalah resultante tegangan yang berkerja, am adalah tegangan normal tekan,
sehingga:

Onr
67

a,

Gambar 2.24
Garis Keruntuhan akibat beban pasif
Sumber: Harr, 1966

Untuk kondisi pasif, maka nilai \\jIy sesuai dengan gambar 2.24 adalah

K
11/ = (Ar + 8r) (2.61)
2 2V ;

dan
68

pr sin A,
Ox - (2.62)
sin (At - 8r)

dimana

., sin 8,
A, = sin (2.63)
[sin (p]

sudut 0r pada gambar 2.24 adalah

9r= l|Jr +l) = —(Ar-Sr) + ^7C (p^ (2.64)


J" 2,
dan

P = 7T + (j) -0r (2.65)


BAB III

MEKANISME PENELITIAN

3.1 Tinjauan Umum

Penulisan tugas akhir ini di lakukan dengan menggunakan beberapa metode

seperti metode Janbu, metode Spencer, dan metode Bishop. Analisis juga dilakukan

dengan beberapa pendekatan terhadap metode yang lain seperti metode irisan

Fellenius dan Sokolovski.

Analisis di laksanakan dengan menggunakan software PCSTBL5M, yaitu

suatu program aplikasi geoteknik khususnya yang membahas tentang stabilitas

lereng. Adapun input data yang dibutuhkan dalam program tersebut meliputi

beberapa variabel spesifikasi kondisi tanah pada lereng yang diamati dan dengan

pemasangan angkur sebagai bahan konstraksi perkuatan. Pemasangan angkur

sedemikian sehingga mempunyai sudut kemiringan dan kedalaman tertentu.

Dari analisis tersebut dapat ditentukan metode mana yang menghasilkan

faktor keamanan (safety factor) yang paling efektif, sehingga pada perencanaan

kekuatan stabilitas lereng selanjutnya cukup menggunakan metode tersebut. Adapun

program kerja penelitian sesuai dengan bagan alir pada gambar 3.1

69
70

MULAI

I
STUDI PUSTAKA

PERUMUSAN MASALAH

J
INVENTAR1SASI DATA

Lapangan,Laboratori um

PENENTUAN VARIABEL

Mat(hl, h2), angkur(n, L, a), Data tanah (y,(p,c),


Geometri (alereng)

I
INPUT

Profil, Soil, Water, Ties,Metode

PCSTBL5M

tidak

HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN DATA

KESIMPULAN

SARAN

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian


71

PCSTBL5M merupakan bagian dari program STABL yang disusun oleh

Department of Civil Engineering, Purdue University, West Lafayette, Indiana.

PCSTBL5M ini disusun untuk menganalisis kestabilan lereng baik dengan atau tanpa
angkur.

Adapun hasil yang akan diperoleh berupa grafik garis kelongsoran maupun
angka keamanan dari lereng tersebut. Data parameter yang digunakan meliputi: profil
tanah, anisotropic soil, tekanan air pori, groundwater, beban gempa, beban luar, dan
data perkuatan angkur. Data-data yang ada harus dimasukkan sesuai dengan
flowchart PCSTBL5M sesuai gambar 3.2.
72

Notepad/file
guna penulisan input

J
INPUT DATA
Input data:
Profil tanah
Data tanah
Muka air tanah
Lapis selanjutnya
Metode yang dipakai

TIDAK

Gambar 3.2
Bagan alir PCSTBL5M
73

Analisis yang dilakukan menggunakan angka keamanan minimum terhadap


setiap metode, yaitu metode Bishop, metode Janbu, metode GLE(perkembangan
metode Spencer).

3.2 Geometri Lereng

Pada tugas akhir ini mengambil data parameter dari proyek North Java Road

Improvement Projek pada AP-02 di Karawang berupa lereng dengan daerah toe atau

kaki lereng terdapat aliran air. Dari data parameter yang ada oleh penulis diberi
alternatif perkuatan tanah berupa struktur "Angkur" dan diolah menggunakan
program PCSTBL5M kemudian dilanjutkan dengan program penunjang lainnya
seperti exel, powerpoint, dan winword.

y2 =115pcf JlOft
<p2.=..35..° *
c2= 10-0 psf T 10 ft

•Muka-air 20 ft
10 ft
t /V\

Gambar 3.3
Profil lereng yang direncanakan
Sumber : NorthJava Road Improvement Project
74

3.3 Parameter Perencanaan

3.3.1 Deskripsi profil

(x6,y6) . -J-—* (x7,y7)

I 5 I ^/ soil type 2

(xll,yll)

Gambar 3.4
Diskripsi lereng
75

3.3.2 Profil

Profil terbagi menjadi dua lapis dengan pembagian persegmen didasarkan


pada koordinat x dan y

Meliputi:

1. Tebal lapis tanah satu

2. Tebal lapis tanah satu s/d m.a.t

3. Tebal m.a.t s/d muka tanah

4. Tinggi muka air

Profil dibagi menjadi pias-pias yang disebut dengan "surface boundary" dengan
koordinat x dan y. Adapun input yang dimasukkan adalah pendeskripsian terhadap
profil lereng yang akan diteliti, sebagai berikut:

1. "Command card'' yang dimasukkan adalah "PROFIL"

2. Memasukkan "total boundary" sesuai dengan pias yang dibuat yaitu


tujuh.

3. Memasukkan nomor yang mengapit masing-masing boundary yaitu


(xl,yl) untuk sebelah kiri boundary dan (x2,y2) untuk disebelah kanan
boundary.

4. Type tanah yang "under surface boundary".


Contoh input profil pada PCSTBL5Madalah:

(x2,y2)

(xl,yl)
76

Keterangan:

1 1 I=Profil boundary yaitu l(satu)


(x,y) = Koordinat yang telah ditentukan

3.3.3 Parameter Tanah

Karena tanah yang akan dianalisis terdiri dari dua lapis atau dua tipe tanah
maka masing-masing memiliki data tanah yang meliputi:

o Berat jenis tanah (y)

o Sudut geser dalam (<p)

o Kohesi tanah (c)

o Tekanan air pori (e)

Adapun input yang dimasukkan adalah disesuaikan dengan type tanah pada setiap
lapisnya misal type tanah 1 maka dimasukkan 1, yl, <J>1, cl dan el. Data tanah ini

diperoleh dari hasil laboratorium proyek North Java Road Improvement Project.

3.3.4 Muka air Tanah

Muka air ditentukan berdasarkan titik-titik x dan y yang disebut "point on


water surface", yaitu garis muka air dan muka air tanah menjadi satu garis. Adapun
input untuk muka air tanah adalah sebagai berikut:

1. "Commandcard" yang harus ditulis adalah "WATER".

2. Nilai piezometric surface diasumsikan 62.4 pcf jika dari data


menunjukkan 0.

3. Masukkan nilai berat jenis air.


77

4. Masukkan nomor water surface dan didiskripsikan yaitu (xa,ya)


untuk koordinat sebelah kiri dan (xb,Yb) untuk koordmat sebelah
kanan.

3.2.5 Angkur

Untuk perkuatan menggunakan angkur program PCSTBL5M menyediakan


format input yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. "Command card" yang haras dimasukkan adalah "TIES"

2. Masukkan Nomor angkur yang akan dideskripsikan. (Pada program ini


maksimal angkur yang digunakan 10 (sepuluh).

3. Masukkan nomor boundary tempat angkur diletakkan kemudian


diskripsikan koordinat (x,y) angkur berada, berat angkur (diasumsikan 100
lbs), jarak horisontal antar angkur (diasumsikan 1.5 ft), Sudut kemiringan
angkur searah jarum jam (merupakan variabel bebas), Panjang angkur
(variabel bebas).

3.4 Metode

Pada analisis ini menggunakan tiga metode sehingga pada masing-masing


metode menggunakan command card yang berbeda-beda dengan bentuk kelongsoran
lingkaran. Untuk metode Janbu menggunakan command card CIRCLE, metode
Bishop menggunakan command card CIRCL2, dan untuk metode spencer
menggunakan command card SPENCR. Data yang dimasukkan pada masing-masing
metode berbeda-beda sesuai data card yang dibutuhkan.
78

3.4 Alternatif Pemasangan Angkur

Pemasangan angkur dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai dengan


batasan masalah yang ada. Alternatif pemasangan ini dilakukan dengan cara:
• Penambahan angkur searah vertical

• Pengubahan sudut inklinasi angkur

• Penambahan panjang angkur

35 Pemasukan Data Pada Program PCSTBL5M

Input yang telah dibuat dapat diberi nama file. Setelah itu maka program
PCSTBL5M dapat dilakukan dengan menuliskan input, output dan plot sehingga
komputer akan merunning hasil. Sistem pengerjaan program PCSTBL5M dilakukan
dengan trial and error sehingga data parameter yang telah ditentukan dimasukkan

pada program PCSTBL5M dan jika masih terjadi error maka input data diulang
kembali. Error pada program ini dapat disebabkan berbagai macam sebab antara lain:
kesalahan pengelompokan data apakah termasuk data real atau integer, kesalahan
penenpatan command card, kesalahan letak koordinat dan masih banyak lagi.

Program PCSTBL5M akan merunning berurutan sesuai dengan input yang


dimasukkan sehingga jika terjadi kesalahan pada input awal maka running akan
berhenti dan akan tertulis "ERROR". Adapun error yang dialami antara lain:
PF : Error penulisan atau pendiskripsian pada command card PROFIL

WA : Errorpenulisan atau pendiskripsian pada command card WATER

SL : Error penulisan atau pendiskripsian pada command card SOIL

TI : Error penulisan atau pendiskripsian pada command card TIES

SP : Error penulisan atau pendiskripsian pada command card SPENCR


79

RC : Error penulisan atau pendiskripsian pada command card CIRCLE

Jika terjadi seperti diatas maka input haras diperbaiki teriebih dahulu baru
running dapat dilakukan kembali. Adakalanya penulisan dan pendiskripsian telah
benar tetapi pada saat running tidak menunjukkan hasil yang benar, execusi terhenti
atau gambar tidak terplot dilayar, itu berarti ada kesalahan pada asumsi dan perlu
dilakukan pengecekan ulang terhadap asumsi yang ada yang kemungkinan melebihi
aturan yang telah ditentukan.

3.6 Hasil Perencanaan

Hasil perencanaan ini berupa output yang memperlihatkan input yang telah
dimasukkan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Selain itu output juga memuat
hasil yang diinginkan yaitu angka keamanan dan koordinant-koordinat garis
kelongsoran sehingga "failure surface" dapat digambarkan guna pembahasan.
Adapun hasil penelitian dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Tinjauan umum

Berdasarkan data parameter North Java Road Improvement Project yang


didapat, maka penulis mencoba mengadakan beberapa variasi desain untuk
mengetahui kecenderungan perilaku lereng terhadap perkuatan angkur. Hasil yang
diperoleh nantinya berupa angka keamanan atau safetyfaktor.
Dalam analisis lereng ini garis keruntuhan atau slip surface menggunakan
data angka keamanan paling minimum berdasarkan "trial and error" yang dilakukan
dengan program PCSTBL5M.

4.2 Angka keamanan dan slip surface tanpa perkuatan angkur dengan
metode Janbu, metode Bishop dan metode Spencer.

Analisis pertama dilakukan tanpa perkuatan angkur dengan memasukkan data


sesuai dengan parameter yang ada. Analisis ini dilakukan guna mencari angka
keamanan awal sebelum lereng diberi perkuatan. Dari angka keamanan yang
diperoleh maka dapat diketahui apakah lereng membutuhkan perkuatan atau tidak.
Lereng akan membutuhkan perkuatan angkur jika angka keamanan cukup rendah
atau kemungkinan longsor lebih dari 50%.

Garis kelongsoran lingkaran pada analisis dilakukan dengan pengulangan


terhadap titik-titik garis kelongsoran dengan panjang segmen yang tetap sehingga

80
81

diperoleh beberapa alternatif failure surface. Dari beberapa failure surface yang
dihasilkan maka diperoleh angka keamanan yang berbeda-beda. Dimana angka
keamanan minimum sebagai patokannya.

1. Hasil Iterasi SF tanpa perkuatan angkur dengan menggunakan metode Janbu


Trial and error dilakukan sebanyak enam kali sehingga diperoleh angka
keamanan paling minimum.

Hasil angka keamanan yang diperoleh adalah sbb:

Tabel 4.1 Angka keamanan lereng tanpa perkuatan angkur dengan enam kali iterasi

No. Generate Iterasi Iterasi Iterasi Iterasi Iterasi Iterasi

1 2 3 4 5 6

SF 0.855 0.860 0.864 0.869 0.871 0.873

Dan hasil iterasi SF maka diperoleh SF minimum = 0.855


SF = 0.871

SF = 0.869

SF = 0.873

Gambar 4.1
Perubahan slip surface dari hasil interasi Angka keamanan
tanpa perkuatanangkur dengan metode Janbu
to
83

2. Hasil dengan menggunakan metode Bishop

Pada metode Bishop dilakukan trial and error tanpa menggunakan perkuatan
angkur sebanyak enam kali sehingga diperoleh SF paling minimum.
Hasil angka keamanan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Angka keamanan lereng tanpa perkuatan angkur dengan enam kali iterasi

Dan tabel diatas maka diperoleh SF minimum =0.902 dengan menggunakan metode
Bishop.
Gambar 4.2 4^
Perubahan slip surface dari hasil iterasi Angka keamanan
tanpa perkuatan angkur dengan metode Bishop
85

3. Hasil dengan menggunakan metode Spencer

Trial and error pada metode Spencer dilakukan tanpa menggunakan


perkuatan angkur sebanyak enam kali sehingga diperoleh SF paling minimum.
Hasil angka keamanan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Angka keamanan lereng tanpa perkuatan angkur dengan enam kali iterasi
menggunakan metode Spencer.

No. Generate Iterasi | Iterasi Iterasi Iterasi Iterasi Iterasi

2 3 4 5 6

SF 0.910 0.913 0.917 0.918 0.921 0.922

Dan tabel 4.3 maka diperoleh SF minimum =0.910 dengan menggunakan metode
Spencer.
Gambar 4.3
Perubahan slip surface dari hasil interasi Angka keamanan
tanpa perkuatan angkur dengan metode Spencer oo
87

4..3 Perubahan slip surface dan hasil angka keamanan terhadap


penambahan jumlah angkur.

Dari trial and error yang dilakukan menggunakan software PCSTBL5M


maka diperoleh hasil angka keamanan yang berbeda - beda. Adapun hasil angka
keamanan yang digunakan adalah SF terkecil yang dihasilkan. Variabel yang
digunakan pada perolehan angka keamanan untuk penambahan jumlah angkur adalah
sebagai berikut ini:

1. Variabel independent

Jumlah angkur ( n ) = 1, 2, 3, 4, dan 5 angkur


Sudut Kemiringan angkur ( a ) = 0°

Panjang angkur ( L ) = 11 ft

(dan variabel independent lainnya sesuai batasan masalah pada BAB 1)


2. Variabel Dependent

Angka keamanan ( safety Factor) dan bidang longsor (Slip Surface)

Tabel 4.4 Hasil Angka Keamanan (Safety Factor) Akibat Penambahan Jumlah
Angkur dengan a = 0 dan L= 11 ft menggunakan tiga metode.
Jml Angkur Angka Keamanan

(n) Metode Janbu Metode Bishop Metode Spencer

1 SF= 0.940 SF=0.994 SF= 1.069

2 SF-1.001 SF=1.010 SF=1.142

3 SF= 1.093 SF=1.110 SF=1.278

4 SF-1.143 SF= 1.178 SF=1.355

5 SF-1.376 SF-1.384 SF=1.388


- . . . .
Gambar 4.4
Alternatif penambahan angkur
a = 0° & Panjang angkur = 11 ft

oo
Gambar 4.5
Perubahan Slip Surface dengan Perkuatan satu angkur CO
a = C° & L = 11 ft
Metode Bishop
SF=1.011

Metode Janbu
SF-1.001

Metode Spencer
SF=1.142

Gambar 4.6
Perubahan Slip Surfacedengan Perkuatan dua angkur
a = 0° &L= 11 ft xO
o
Metode Bishop
SF=1.110

Metode Janbu
SF=1.093

Metode Spencer
SF=1.278

Gambar 4.7
Perubahan Slip Surface dengan Perkuatan tiga angkur
a = 0° &L= 11 ft •o
Metode Bishop
SF=1.

Metode Janbu
SF=1.143

Gambar 4.8
Perubahan Slip Surface dengan Perkuatan empat angkur
MO
a = 0° &L= 11 ft
to
Metode Bishop
SF=1.384

Metode Janbu
SF=1.376

Metode Spencer
SF=1.388

Gambar 4 9
Perubahan SlipSurface dengan Perkuatan lima angkur
a = 0° &L= 11 ft
94

4.4 Perubahan slip surface dan angka keamanan akibat sudut kemiringan
angkur dan penambahan panjang angkur dibandingkan terhadap tiga
metode tiga metode.

Analisis pada penambahan angkur dilakukan searah vertikal dengan jarak

spacing minimum satu meter, adapun yang digunakan penulis dengan jarak spacing

minimum 1.5 ft (satu koma lima) searah vertikal dengan titik koordinat perletakan

angkur pada profil telah ditentukan

Alternatif pemasangan angkur selain menghasilkan angka keamanan yang

berbeda juga menyebabkan bidang longsor (slip surface) berubah-ubah sesuai dengan

perubahan angka keamanan. Untuk mengetahui sejauh mana perubahan slip surface

akibat alternatif penggunaan angkur maka dilakukan iterasi terhadap bidang longsor

dimana variabel yang digunakan sebagai berikut ini:

1. Variabel Independent

Jumlah Angkur ( n ) == 1

Kemiringan Angkur ( a ) = 0°, 5°, 15°, dan 30°

Panjang angkur ( L ) - 11 ft, 15 ft, 18 ft, 21 ft dan 24 ft

(dan variabel independent lainnya sesuai dengan BAB I)

2. Variabel Dependent

Angka keamanan ( Safety Factor) dan bidang longsor (Slip Surface)


95

Tabel 4.5 Hasil Angka keamanan akibat alternatif pemasangan sudut kemiringan
angkur dan penambahan panjang angkur dengan tiga metode.

N •a (°) L ( ft) Metode Janbu Metode Bishop Metode Spencer


SF SF SF

0 11 0.940 0.994 1.069

0 15 0.966 1.013 1.107

0 18 0.999 1.057 1.139

0 21 1.048 1.065 1.177

0 24 1.063 1.081 1.239

5 11 0.887 0.963 1.050

5 15 0.898 1.0 1.078

5 18 0.977 1.006 1.094

5 21 0.965 1.50 1.153

5 24 1.050 1.078 1.213

15 11 0.874 0.924 1.000

15 15 0.883 0.999 1.052

15 18 0.974 1.004 1.082

15 21 0.979 1.048 1.111

15 24 0.991 1.069 1.201

30 11 0.859 0.918 0.960

30 15 0.869 0.987 0.999

30 18 0.896 0.990 1.004

30 21 0.974 0.996 1.104

30 24 0.978 1.004 1.198

Dari hasil angka keamanan diperoleh pula perubahan terhadap bidang

longsor akibat alternatif pemasangan angkur. Adapun perubahan bidang longsor

dapat dilihat dari hasil gambar berikut ini:


Gambar 4.10
Alternatif perletakan sudut kemiringan ankur
Inklinasi= 0°, 5°, 15°, 30° & panjang angkur = 11 ft

ON
Gambar 4.11
x&
Alternatif penambahan panjang ankur
Dengan panjang angkur = 11, 15, 18, 21, 24, jml angkur=l & a = 0°
Metode Bishop
SF=0.994

Metode Janbu
SF=0.940

Metode Spencer
SF=1.069

Gambar 4.12
Perubahan Slip Surface dengan perkuatan angkur
n = 1 angkur, sudut Kemiringan angkur (a) = 0° , & L = lift
OO
Metode Bishop
SF=1.013

Metode Janbu
SF=0.966

Metode Spencer
SF=1.107

Gambar 4.13
Perubahan Slip Surface dengan perkuatan angkur xO
xO
n = 1 angkur, a = 0°, & Panjang angkur ( L ) = 15 ft
Metode Bishop
SF=1.057

Metode Janbu
SF=0.999

Metode Spencer
SF=1.139

o
Gambar 4.14 o
Perubahan Slip Surface dengan Perkuatan angkur
n = 1 angkur, a = 0°, & Panjang angkur ( L ) = 18 ft
Metode Bishop
SF=1.065

Metode Spencer SF=1.177

Gambar 4.15
Perubahan slip surface dengan perkuatan angkur
n=l angkur, a = 0° & Panjang angkur L= 21 ft
Metode Bishop
SF=1.081

Metode Janbu
SF=1.063

Metode Spencer
SF=1.239

Gambar 4.16
Perubahan Slip Surface dengan Alternatif Penambahan Panjang angkur o
n = 1angkur, a = 0°, & Panjang angkur (L ) = 24 ft to
Metode Janbu SF=0.877

Metode Bishop SF=0.963

Metode Spencer SF= 1.050

Gambar 4.17
Perubahan Slip Surfacedengan Alternatif Kemiringan angkur O
n = 1 angkur, sudut kemiringan angkur (a) = 5° , & L = 11 ft
Metode Spencer
SF=1.078

Metode Bishop
SF-1.000

Metode Janbu
SF=0.898

Gambar 4.18
Perubahan Slip Surface Akibat Perkuatan Angkur n = 1 angkur
o
oc = 5°&L=15ft Dengan Tiga Metode
Metode Janbu
SF=0.977

Metode Bishop
SF= 1.006

Gambar 19
Perubahan SlipSurface Akibat Perkuatan Angkur n = 1 angkur
x = 5° & L = 18 ft Dengan Tiga Metode o
Metode Janbu
SF=0.985

Metode Bishop
SF=1.050

Gambar 4.20
Perubahan Slip Surface Akibat Perkuatan Angkur n = 1 angkur
x = 5°&L = 21ft Dengan Tiga Metode

o
ON
Metode Janbu
SF= 1.050

Metode Spencer
SF= 1.213

Metode Bishop
SF= 1.078

Gambar 4.21
Perubahan SlipSurface Akibat Perkuatan Angkurn = 1 angkur
x = 5° & L = 24 ft Dengan Tiga Metode

o
Metode Janbu
SF=0.874

Metode Bishop
SF= 0.924

Metode Spencer
SF=1.00

Gambar 22
Perubahan Slip Surface dengan Alternatif Kemiringan angkur o
n = 1 angkur, sudut Kemiringan angkur (a) = 15° & L = 11 ft CO
Metode Janbu
SF = 0.883

Metode Bishop
SF = 0.999

Metode Spencer
SF = 1.02

Gambar 4.23
Perubahan Slip Surface Akibat Perkuatan Angkur n = 1 angkur o

x=15°&L=15ft Dengan Tiga Metode


M_cxteJartu
SF=0.974

MtofeBsbcp
SF=1.0Q4

IVktodeSpercer
SF= 1.062

Gambar 4.24
Perubahan Slip Surface Akibat Perkuatan Angkur n = 1 angkur
x = 15° & L = 18 ft Dengan Tiga Metode
Gambar 25
PerubahanSlipSurface Akibat Perkuatan Angkur n = 1 angkur
x=l5°&L = 21ft Dengan Tiga Metode
Metode Jarbu
SF = 0.991

Metode Bishop
SF= 1.069

Metode Spercer
SF = 1.201

Gambar 4.26
Perubahan Slip Surface Akibat Perkuatan Angkur n = 1 angkur
x = 15° & L = 24 ft Dengan Tiga Metode

to
Metode Bishop SF=0.91i

Metode Janbu SF=0.859

ri—«____!" -^ » —H- ' _____-"--^""^ S^


""^ ' " >V^N Metode Spencer SF=0.96

I I

Gambar 4.27
Perubahan Slip Surface dengan Alternatif Kemiringan angkur
U)
n = 1 angkur, sudut Kemiringan angkur (a) = 30° , & L = 11 ft
MstafeJartu
SF=Qf

Gambar.4.28
Perubahan Slip Surface Akibat Perkuatan Angkurn = 1 angkur
x = 30° & L = 15 ft Dengan Tiga Metode
l\^toteJartu
SF=Q8B6 MstocteSpare
SF=1.QD4

Gambar.4.29
Perubahan Slip Surface Akibat Perkuatan Angkur n = 1 angkur
<x = 30°&L=18ft Dengan Tiga Metode
Lt\
Gambar.4.30
Perubahan Slip Surface Akibat Perkuatan Angkur n = 1 angkur
x = 30°&L = 21ft Dengan Tiga Metode
On
Metode Jarbu
SF = 0.978

MetodeHshop
SF= 1.004

MetodeSpencer
SF= 1.188

Gambar. 4.31
Perubahan Slip Surface Akibat Perkuatan Angkur n = 1 angkur
x = 30°&L = 24ft Dengan Tiga Metode

-J
118

4.5 Grafik Hubungan Angka Keamanan Terhadap Alternatif Pemasangan


Angkur

Dari hasil angka keamanan dapat dilihat hubungan terhadap sudut kemiringan

angkur dan terhadap perubahan panjang angkur,

1.25

1.2

1.15 Metode
Spencer

1.1

Metode
>•
1.05 Bishop

1 J

Metode
Janbu
0.95

0.9 —i

10 15 20 25 30

X-Panjang Angkur

Gambar 4.32
Grafik Hubungan SF dan Panjng Angkur
Dengan Kemiringan Angkur (a = 0°) Menggunakan Tiga Metode
119

10 15 20 25 30
X-panjang angkur

Gambar 4.33
Grafik Hubungan SF dan Panjng Angkur
Dengan Kemiringan Angkur (a = 5°) Menggunakan Tiga Metode

.10 15 20 25 30

X-panjang angkur

Gambar 4.34
Grafik HuDungan SF dan Panjng Angkur
Dengan Kemiri.igan Angkur (a - 15°) Menggunakan Tiga Metode
120

Y-SF

1.2
Metode
1.15
Spencer
1.1

1.05

0.95
Metode Metode
0.9 Bishop Janbu

0.85

0.8

0 5 10 15 20 25 30
X-panjang angkur

Gambar 4.35
Grafik Hubungan SF dan Panjng Angkur
Dengan Kemiringan Angkur (a = 30°) Menggunakan Tiga Metode

0 10 15 20 25 30

X-panjang angkur

Gambar 4.36
Grafik Hubungan SF dan Panjng Angkui Menggunakan Metode Janbu
121

Y-SF

1. 1 -

.a=30
1 c\g. _ .

~ — - -- \
I .uo

.a=15

1
.a=5

0.95 - - - - - -
- - - - - - —

*
0.9 —i

0 10 20 30

X-Panjang angkur

Gambar 4.37
Grafik Hubungan SF dan Panjng Angkur Menggunakan Metode Bishop

5 10 15 20 25 30
X-panjang angkur

Gambar 4.38
Grafik Hubungan SF dan Panjng Angkur Menggunakan Metode Spencer
BAB V

ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1 Tinjauan Umum

Dalam perencanaan angkur menggunakan program PCSTBL5M, dimana

faktor keamanan (SF) dihitung dengan interaasi. Pemasukan data dilakukan dengan

trial and error dengan mengacu pada SF minimum yang dihasilkan dari rangkaian

data parameter yang dimasukkan.

Berdasarkan dari data parameter yang ada maka penulis melakukan beberapa

alternatif pemasangan angkur hingga diperoleh SF yang disyaratkan. Dan hasil

penelitian yang diperoleh penulis mencoba mengetahui kecenderungan perilaku


failure surface terhadap safety factor dan optimasi terhadap disain yang telah
dilakukan.

5.2 Analisis hubungan angka keamanan terhadap alternatif pemasangan


angkur dengan tiga metode.

5.2.1 Analisis hubungan angka keamanan terhadap penambahan angkur


dengan tiga metode.

Untuk melihat seberapa besar pengaruh penambahan angkur terhadap angka


keamanan pada lereng maka dilakukan variasi penambahan angkur yang dilakukan

dengan tiga metode yaitu metode Janbu, metode Bishop dan metode Spencer. Hasil

optimasi tersebut menunjukkan beberapa nilai faktor keamanan yang tercantum pada
tabel 5.1:

122
123

Tabe 5.1 Angka keamanan dengan Penambahan Angkur (a = 0 ° & L = 11 ft).

Jumlah Metode Tanpa Satu Dua Tiga Empat Lima


Angkur Angkur Angkur Angkur Angkur Angkur Angkur

Janbu 0.855 0.940 1.001 1.093 1.143 1.376

Safety Bishop 0.902 0.994 1.012 1.110 1.178 1.384


Factor

Spencer 0.910 1.069 1.142 1.278 1.355 1.388

2 3 4

X-Jumlah Angkur

Gambar 5.1
Hubungan Penambahan Angkur dan SF
Pada Tabel 5.1 dapat diketahui seiring dengan penambahan angkur maka

angka keamanan akan bertambah pula, ini dikarenakan tegangan geser pada tanah

bertambah akibat gaya yang disebabkan oleh angkur.


124

5.2.2 Analisis hubungan angka keamanan dengan sudut kemiringan angkur


dengan tiga metode

Salah satu variasi yang dilakukan oleh penulis adalah dengan melakukan

perubahan pada inclinasi angkur. Dimana penulis ingin mengetahui bagaimana

perubahan angka keamanannya dengan semakin besar inclinasi angkur terhadap garis
horisontal. Adapun hasil dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Angka keamanan dengan perubahan sudut inclinasi ( n = 1& L = 11)

Inclinasi Metode 0° 5° 15° 30°


Angkur

Janbu 0.940 0.887 0.874 0.859

Safety Bishop 0.994 0.963 0.924 0.918


Factor

Spencer 1.069 1.050 1.000 0.960


125

0.85
l Metode Janbu

0.8

0 5 10 15 20 25 30 35
X- Sudut Inklinasi Ankur

Gambar 5.2
Hubungan sudut inclinasi angkurdan SF

Dari tabel 5.2 maka dapat diketahui bahwa semakin besar sudut inclinasi

angkur maka angka keamanan akan semakin kecil, ini disebabkan kondisi angkur
yang berinclinasi akan menguraikan komponen gaya yang dihasilkannya. Sehingga
pemasangan angkur yang paling baik adalah pada kondisi horisontal atau mendatar,
tetapi dalam penerapannya dilapangan akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan
grouting mengingat material grouting tidak dapat mengalir dengan baik jika lubang
grouting tersebut datar. Maka untuk kemudahan pelaksanaan angkur dipasang atau
diinstal dengan sudut inclinasi antara 15° - 20°.
126

5.2.3 Analisis hubungan angka keamanan dengan pertambahan panjang


angkur dengan tiga metoda.

Failure surface atau garis kelongsoran pada lereng merupakan garis labil

keruntuhan leeng yang harus diperkuat dengan perkuatan seperti angkur. Salah satu

alternatif yang dilakukan oleh penulis adalah mencari panjang angkur efektif pada

lereng, yaitu apakah panjang angkur tepat hingga garis kelongsoran atau melebihi

garis kelongsoran akan terlihat berdasarkan angka keamanan sesuai dengan tabel 5.3

Tabel 5.3 Angka keamanan terhadap panjang angkur (n = 1 &a = 0°)

Panjang Metode 11 ft 15 ft 18 ft 21 ft 24 ft
Angkur

Janbu 0.940 0.966 0.999 1.048 1.063

Safety Bishop 0.994 1.013 1.057 1.065 1.081


Factor

Spencer 1.069 1.107 1.139 1.177 1.239


127

1.3

1.25

Metode Spencer
1.2

1.15

1.1

°? 1.05
>-

0.95

Metode Janbu
0.9

0.85

0.8

10 15 20 25 30

X-panjang angkur(ft)

Gambar 5.3
Hubungan panjang angkur dan SF

5.3 Analisis lereng dengan metode irisan

Penyelesaian gaya yang tegak lurus terhadap dasar dirumuskan sebagai

berikut ini:

N' = W cos a - ul (5.1)

Faktor keamanan yang dinyatakan dalam tegangan efektif (5.1)

c'L + tan^Z(Wcosa-ul)
r —
Z Wsina (5.2)

Whitman R V dan Bailey W A, 1967 memberikan nilai nol pada beberapa irisan yang

negatif atau mengkalkulasikannya dengan persamaan (5.3)


128

c'L+ tan(pE(Wcos«-ulcos2a)
X Wsin a (5.3)

5.3.1 Analisis hasil penelitian dengan metode irisan dengan titik pusat terletak
pada koordinat (25.96 ; 100).

Analisis hasil penelitian ini dilakukan dengan metode irisan dengan titik

koordinat pusat terletak pada (25.96 ; 100).

100

20 40 60 80 100 120

Gambar 5.4
Bidang runtuh dengan 10 bagian
129

Tabel 5.4 Perhitungan masing-masing irisan

no. B h h-rt W sudut N T L U N-U

1 10.75 0 2.50 3084.44 -17.82 2936.39 -943.84 11.29 2936.39 0.00

2 10.96 4.99 9.07 11425.53 -5.97 11356.97 -1188.25 11.03 11356.97 0.00

3 10.99 13.14 16.48 20828.25 5.97 20703.28 2166.14 11.06 20703.28 0.00

4 10.78 19.82 22.35 27701.10 17.77 26371.44 8448.83 11.32 13185.72 13185.72

5 10.40 24.87 26.54 31735.86 29.20 27705.41 15487.10 11.91 13852.70 13852.70

6 9.81 28.2 28.98 32693.79 40.14 24978.05 21054.80 12.84 12489.03 12489.03

7 9.03 29.76 27.62 28684.59 23.28 26332.45 11330.41 9.84 13166.22 13166.22

8 8.10 25.485 22.41 20877.24 60.25 10355.11 18121.45 16.33 5177.56 5177.56

9 7.00 19.34 15.67 12610.33 69.42 4413.61 11803.26 20.00 1103.40 3310.21

10 7.47 11.99 6.00 5150.00 79.72 916.70 5067.60 41.97 0.00 916.70

91347.50 157.58 62098.14

Keterangan:

B = lebar masing-masing irisan

h-rt = tinggi rata-rata irisan

W = berat masing-masing irisan

Sudut = sudut antara garis normal dengan garis slip masing-masing irisan

N = W cos a

T = W sin a

L = panjang busur slip masing-masing irisan

U =uxL
130

c'L+ tancpx(Wcosa- ulcos2a)


__ W sin a

(150* 157.8) +(tan 30* 6208.14)


91347.50

0.65

Dari hitungan diatas diperoleh Angka Keamanan 0.65 dengan pusat koordinat berada

pada (25.96 ; 100), dan failure surface dimulai pada koordinat (4.25 ; 50,35) pada toe

dan (99.54 ; 93.93) pada top.


131

Analisis Metode irisan dengan titik pusat terletak pada koordinat (43.42 ; 100)

120

(43 47. • 1001

100

20

20 40 60 80 100 120

Gambar 5.5
Bidang runtuh dengan 5 bagian
132

Tabel 5.5 Perhitungan masing-masing irisan

no. B h h-rt W sudut N T L U N-U

1 18.82 0 10.58 22898.29 -29.74 19875.72 -11357.55 21.68 14906.79 4968.93

2 23.35 21.16 31.72 85172.10 -9.80 83894.52 -14479.26 23.71 62920.89 20973.63

3 23.51 42.277 47.70 128960.05 9.82 127025.65 21923.21 23.87 95269.24 31756.41

4 19.27 53.12 48.04 106463.47 29.60 91558.59 52486.49 22.41 68668.94 22889.65

5 12.86 42.964 21.48 31769.73 59.77 15980.17 27449.05 25.57 11985.13 3995.04

76021.94 117.23 84583.66

,_c'L + tari(pE(Wcosor-ulcos2a)
£ W sin a

(150 *117.23)+ (tan 30 *84583.66)


76021.94

0.87

Dari hitungan diatas diperoleh Angka Keamanan 0.87 dengan pusat koordinat

berada pada (43.42 ; 100) , dan failure surface dimulai pada koordinat (1.25 ; 50.1)

pada toe dan (99.06 ; 93.85) pada top.

Dari kedua hasil diatas maka dapat diketahui untuk SF= 0.65 failure surface

dimulai pada absis 4.25 dan diakhiri pada absis 99.54. Sedangkan untuk SF= 0.87

dimulai pada absis 1.25 dan diakhiri pada absis 99.06. Sehingga dapat diketahui

bahwa semakin besar angka keamanan maka panjang garis failure surface semakin

besar.
133

5.3.2 Analisis hasil penelitian dengan metode irisan dengan titik pusat terletak
pada koordinat (20 ; 89).

Analisis Metode irisan dengan titik pusat terletak pada koordinat (20 ; 89)

100

0 20 40 60 80 100 120

Gambar 5.6
Bidang runtuh dengan 9 bagian
134

Tabel 5.6 Perhitungan masing-masing irisan

no. B H h-rt W sudut N T L U N-U

1 8.34 0.00 3.36 3217.78 -6.17 3198.47 -344.30 8.39 3198.47 0.00

2 10.98 6.71 10.06 12696.45 8.05 12569.48 1777.50 11.09 12569.48 0.00

3 10.78 13.40 15.90 19715.57 23.62 18059.46 7886.23 11.77 18059.46 0.00

4 10.36 18.41 20.02 23851.83 37.99 18795.24 14668.87 13.15 18795.24 0.00

5 9.74 21.63 22.32 25000.63 50.86 15750.40 19375.49 15.46 11812.80 3937.60

6 8.92 23.01 22.22 22797.38 62.30 10600.78 20175.68 19.18 7950.59 2650.20

7 7.91 21.44 18.26 16609.30 81.03 2574.44 16393.38 51.03 1287.22 1287.22

8 6.75 15.08 11.28 8753.38 81.64 1269.24 8657.10 46.55 317.31 951.93

9 4.71 7.48 3.74 2024.69 89.45 19.44 2022.66 490.62 0.00 19.44

90612.61 667.25 8846.39

c'L+ tan cpZ(wcosa - ulcos2a)


F =
X Wsin a

(150* 667.25) +(tan 30* 8846.39)


90612.61

1.160

Dari hitungan diatas diperoleh Angka Keamanan 1.160 dengan pusat

koordinat berada pada (20 ; 89), dan failure surface dimulai pada koordinat (9.38 ;

50.78) pada toe dan (90.49 ; 92.47) pada top.


135

Analisis Metode irisan dengan titik pusat terletak pada koordinat (28.88 ; 89)

100

(28.88 ; 89)
90

80

70 -.-

60

50

40

30

0 20 40 60 80 100 120

Gambar 5.7
Bidang runtuh dengan 10 bagian
136

Tabel 5.7 Perhitungan masing-masing irisan

no. B H h-rt W sudut N T L U N-U

1 10.89 5.927 9.67 12110.22 -22.74 11165.63 -4674.55 11.81 11165.627 0.00

2 10.99 13.413 16.42 20754.31 -7.81 20546.77 -2822.59 11.10 20546.77 0.00

3 10.93 19.43 21.65 27208.57 7.87 26936.48 3727.57 11.04 26936.482 0.00

4 10.67 23.863 25.25 30986.69 23.42 28414.80 12301.72 11.64 28414.798 0.00

5 10.23 26.643 26.64 31344.16 38.00 24699.20 19339.35 12.98 24699.196 0.00

6 9.62 26.643 27.18 30065.36 51.16 18850.98 23420.92 15.34 14138.236 4712.75

7 8.84 27.71 24.82 25226.93 62.82 11523.66 22426.74 19.35 8642.7459 2880.92

8 7.91 21.92 18.74 17046.84 73.12 4943.58 16313.83 27.28 2471.7919 2471.79

9 6.86 15.56 11.81 9317.70 82.29 1248.57 9224.52 51.19 624.28576 624.29

10 5.39 8.062 4.03 2498.62 90.36 15.49 2496.12 869.35 0 15.49

101753.62 1041.09 10705.23

F =
c L + tan cpl(w cosa - ul cos a)
Z W sin a

(150* 1041.09) +(tan 30 *10705.23)


101753.62

1.595

Dari hitungan diatas diperoleh Angka Keamanan 1.595 dengan pusat

koordinat berada pada (28.88 ; 89), dan failure surface dimulai pada koordinat (7 ;

50.58) pada toe dan (99.33 ; 93.89) pada top.


137

Dari kedua hasil diatas maka dapat diketahui untuk SF= 1.160 failure surface

dimulai pada absis 9.38 pada toe dan 90.49 pada top. Sedangkan untuk SF= 1.595

dimulai pada absis 7 dan diakhiri pada absis 99.33.

5.4 Analisis Pendekatan Metoda Sokolovski

Untuk mendapatkan kondisi keutuhan, semua tenaga yang terjadi didapatkan

dari kiteriaMohr-Coulomb, seperti dibawah ini:

1i \2 sin2m / - \2 , .
—(Ox - oz) + Xxj. = (ox + oz + 2c cos cp) (5.4)

untuk pasir c = 0

(ax - az f + 4-c2^ = (rjx + az f sin 2(j) (5.5)


jika

Ok + Oz
& = —^ (5.6)

maka

crx =a(l - sin<()cos 2\\j) (5.7)

rjz = a( \ + sin § cos 2\\i) (5.8)

txz= a(sin (j) sin2v|/) (5.9)

v|/ = sudut orientasi dari tegangan utama, dapat dilihat pada Gambar 5.8
138

Gambar 5.8
Garis keruntuhan berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb
a) keseluruhan b) kondisi aktif c)kondisi pasif
(pengembangan dari Harr, 1966)
139

5.5 Analisis teori kondisi plane strain

Pada umumnya sudut gesek antara tanah dengan material lain adalah 8

dan tegangan normal pada bidang sesek adalah an> sehingga tegangan resultanse yang

dihasilkan adalah p tertera pada gambar 5.9 dimana:

P =oh (5.10)
cosS

Gambar 5.9
Hubungan tegangan normal dan geser pada interface

Kondisi aktif

Persamaan pada kondisi aktif meliputi:

fji,
(5.11)
cos 5

kondisi pembebanan pada batang vertikal adalah aktif sehingga:

V=-(Av-5v)
(5.12)

pvsinAv
a =~nT~r\
sin(Av-5v) (513)

• -i sin8v ,_ , ,.
A= sin' T , (5.14)
[sin (pj
140

Ov=Vv +t) ={(Av-80+[~-f] (5.15)

Gambar 5.10
Git/!., keru'ituhan pada pembebanan aktif
Sun ber: Hasan L, 1993

By tertera pada gambar 5.10

Kondisi Pasif

Persamaan pada kondisi pasif meliputi:

Oiir
pr- (5.16)
CQSSr
141

a,

Gambar 5.11

Giiris keruntuhan akibal bcbar. pasif


Sumber: Hasan L, 1998

Untuk kondisi pasif, maka nilai \\iTtsesuai dengan gambar 5.11 adalah

11/= (Ar + Sr) (5.17)

pr sin Ar
ov = (5.18)
sin(Ar-Sr)
142

sin 8,
A = sin" (5.19)
sin ~<p]

sudut 8r pada gambar 5.11 adalah

1/. „A (K (pA
9r= V|/r +1) ~ --(Ar - 8r) + (5.20)
4 2

p = 7t + <j) - er (5.21)

Garis keutuham tahanan pasif dapat dilukiskan setelah koordinat titik

penghubung diketahui berdasarkan sudut-sudut yang telah dihitung diatas (Gambar

5.12)

Dengan mengikuti teori Sokolovski yang telah dijelaskan, maka pola

keruntuhan tahan pasif akan dapat dilukiskan berdasarkan koordinat titik penghubung

yang telah didapatkan. parameter yang digunakan pada perhitungan teori Sokolovski

selain berdasarkan uji labotarium, seperti sudut gesek dalam (§) yang didapatkan dari

uji triaksial, juga didapat dengan pendekatan ansumsi, seperti sudut gesek interface

(8). Parameter yang digunakan pada perhitungan teori Sokolovski terpada Tabel 5.1

Tabel 5.1 Beberapa parameter yang digunakan

Parameter kondisi padat

4> 35u

Si 33.69°

82 30.00°
143

Dimensi yang terbentuk dari hasil perhitungan tersebut diatas(Tabel 5.1)

adalah dimensi pola keruntuhan pada angkuryang memobilisasi tahan pasif secara

maksimum dan dari hasil tersebut dapat dilukiskan pola kerutuhan yang terjadi.

Tabel 5.2 Dimensi dari pola keruntuhan Sokolovski

Dimensi Kondisi padat

e, 8.025

e2 14.675

e3 34.7

Pi 116.975

p2 105.325

P:> 26.56
144

100

90
sg§ /

80

c« / // I
70 vrNI-i*y •—•/••• —•

* r7 /

60

50 -"^^^'^

40 i • • i i ] 1

0 20 40 60 80 100

Gambar 5.13
Slip Surface dengan metode Janbu dan pendekatan metode Sokolovski
Inklinasi 0° dengan satu angkur
BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian, analisis, serta hasil optimasi beberapa parameter


disain struktur perkuatan dinding menggunakan angkur sebagaimana telah dibahas
pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ini:

1. Berdasarkan ketiga metode maka digunakan angka keamanan dari analisis

yang menggunakan metode Janbu karena metode ini menghasilkan SF

terkecil. Angka keamanan penting diketahui guna pendisainan perkuatan


tanah dengan struktur angkur.

2. Penggunaan struktur angkur sebagai perkuatan dapat meningkatkan nilai


angka keamanan (SF). Dengan penambahan struktur angkur maka angka
keamanan (SF) meningkat sebesar 48.4 %.

3. Pendisainan struktur angkur dengan memberikan sudut kemiringan atau


inclinasi pada angkur terhadap garis horisontal menyebabkan penurunan
angka keamanan sebesasar 23%. Kemiringan angkur pada sudut
kemiringan 15° - 20° sering digunakan mengingat kesulitan pemasangan
angkur pada sudut 0°.

4. Panjang pada angkur menyebabkan kenaikan angka keamanan (SF)


sebesar 31% sampai dengan 67% (batas maksimum) dimana panjang
angkur pada zona pasif tidak akan memberikan kenaikan angka keamanan
145
146

tetapi penambahan panjang memberikan kestabilan eksternal yaitu geser

dan guling pada lereng.

5. Semakin besar angka keamanan (SF) maka panajng garis slip pada bidang

longsor akan semakin panjang (dengan parameter tanah konstan).

6.2 Rekomendasi

Materi penulisan Tugas Akhir ini masih dapat dikupas lebih dalam untuk

kemajuan dan perkembangan sehingga metode ini lebih dikenal bukan hanya bagi

dunia praktisi teknik sipil namun juga bagi lingkungan ilmiah di Perguruan Tinggi.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan:

1. Mengingat kepraktisan dan kemudahan dalam pelaksanaan maka struktur

angkur sebagai perkuataan lereng perlu dikembangkan pada kondisi tanah

yang berbeda-beda mengingat terdapat berbagai macam kondisi tanah di

Indonesia.

2. Penginstalan angkur dilapangan memeriukan pengawasan dan ketelitian

yang cukup tinggi agar tidak terjadi kesalahan atau kerusakan angkur

setelah diinstal seperti terjadinya bucling.

3. Perhitungan dengan suatu program dalam perencanaan harus ditunjang

ketelitian dalam perhitungan, pengetahuan mekanisme struktur, dan

pengalaman dalam melaksanakan metode angkur sehingga diperoleh hasil

yang memuaskan.

4. Melakukan penelitian lanjutan tentang:

• Perubahan Slip Surface pada lereng akibat data parameter tanah yang

berbeda.
147

Penggunaan program komputer untuk perencanaan struktur angkur


selain program PCSTBL5M dengan alternatif pemasangan angkur

yang berbeda.

Pengaruh beban gempa terhadap nilai faktor keamanan (SF) lereng.


DAFTAR PUSTAKA

Abramson, Lee, Sunil S, and G.M Boyce, 1995, Slope Stability and
Stabilization Methods, Jolin Wiley & Sons, inc.

Braja M Das, 1985, Principle of Geotechnical Engineering, PWS Publishing


Company.

Casagrande A, 1948, Classification and Identification of Soils, Transactions,


ASCE.

C.W.Lovell, 1988, School of Civil Engineering Indiana Department of


Highways: User Guide for PCSTBL5M, Purdue University.

Cernica, 1982, Geotechnical Engineering, CBS College Publishing.

Dun, Anderson & Kiefer, 1980, Fundamentals of Geotechnical Analysis, John


Wiley & Sons, inc.

Daniel, Koener, Rudolph Bonaparte, Robert, Carson, & Headier, 1998, Slope
Stability of Geosynthetic Clay Linier Test Plots, Journal of
Geotechnicaland Geoenviromental Engineering.

Donald H Gray & Robbin B Sotir, 1995, Biotechnical and Soil Bioengineering
Slope Stabilization: A Practical Guide for Erosion Control, John
Wiley & Sons inc.

Fellenius W, 1936, Calculation of Stability of Earth Dams, Transactions, 2nd


Congress Large Dams, Washington DC.
Hasan L Ir MS DR, 2000, Mencegah Bahaya Longsor, Kedaulatan Rakyat
28/2/00, Yogyakarta.

Hasan L Ir MS DR, 1998, Mekanisme Alih Beban Pada Sistem Geosintetik


Diangkur Sebagai Usaha Stabilitas lereng Insitu, Disertasi.

Hardiyatmo HC M.Eng DEA, 1994, Mekanika Tanah 2, PT Gramedia, Jakarta.

Ivering JW, 1981, Developments in The Concept of Compression Tube


Anchors, Ground Eng, London.

J.V.Hamel, 1978, Geology and Slope Stability in Western Pennsylvania, Draft


of paper for ASCE Spring Convention, Pittsburgh, Pennsylvania.

Joseph E Bowles, 1984, Physical ang Geotechnical Properties of Soils,


McGraw-Hill, inc.

Lambe & Whitman, 1978, Soil Mechanis: SI Version, John Wiley &Sons inc.

ME. Harr, 1966, Foundation of Theoretical Soil Mechanics, McGraw-Hill inc.

Petros P Xanthakos, 1990, Ground Anchors and Anchored Structures, John


Wiley & Sons inc.

Phillips SHE, 1970, Factors Affecting Design of Anchorages in Rock,


Cementation Research Report R48/70, Cementation Research Ltd,
London.

R.N. Chowdhury, 1978, Slope Analysis: Developments in Geotechnical


Engineering Vol 22, Elsevier Scientific Publishing Company.

R.F.Craig, 1986, Soil Mechanics, Fouth Edition, Van Nostroad Reihold (UK) Co
Ltd.
Skempton and Hutchinson, 1969, Stability of Natural Slopes and Embankment
Foundations, Seventh International Conference on Soil Mechanics
and Foundation Engineering, Mexico City.

Weber E, 1966, Injection Anchor : The Stump Bohr A.G System,


Schweizerische Bavzeitung.

Weatherby and Nicholson, 1982, Tiebacks, United State Federal Highway


Administration Publication.

Whitman R.V and Bailey W.A, 1967, Use of Computers for Slope Stability
Analysis, J. Soil Mech. Found. Div.
LAMPIRAN
1
2:
• ID
M O
< ID TI id ro 41
ft p •H 44 0 rH ,-1
0
Cm P tp X)
11
w CD -H
•H XI
ID 4J I; 4H Dj
0 <i> U C ^
0 -H
oo p:i ra ro 44 era O' T3 !.) Hi
P CO 4 J CO H CD
a a) 10 CO
o 0., ro a, c.)
o iD P CO
p;
J4 0
4-> o Cl fr, o c
c: 4-1
x: „ cj c;i ID 0
Dl 44
-H 4.4

r) ,-4

04
• •
o-, CTi
• CD tp CD
1-4 CQ 4)
Pi --' LO cu 1.0 r- a.) ID ra S-4 •H to
id co o I p CO o
n) L.i Cl) CO ni
i O to M c:> c> o 10 c;
+-I 44 -P L'l
fa ra ra T3 Cl, CD ra .
o X
H 0 0
o n; >, -H 0 EJ Pi Q u ^
a)
H
x; p.
a t5 O Q4 "O • • Tj ^
X!
+-' HI 0 CO -P
Lf)
a> -P O c-i c;) r; Cj O P iD
iP •H cl •H O -H (j X) C") ^!
•--. r> C [1 P x: , -. O Cl O Cl o C4 Cl 0 CD ,-..
H 41 O E-I
o .. ra ro ro C51 4 J •H rH til o Cl O (D ro 0
•H 44 cj r- Cm ^r 04 C4 LO 44 Ol a) w £> ^1 44
<--* 0) X-! -co t^ 14-1
x) p; -- rl C4 oo u~j m O CO O P Ti o 41 Cu
o
p •H < era 00 CO Cn ra TJ
ro P CO
pj a)
Pi i^
4-' ra -.-1 to
w 4:; u ra
•l) P 4-J w CJ ro
a) T1 0 0, CQ o o El rH Cn
44 O r -> o O". O r-> O -.4 CD C4 Cl <D Cl ra
5
^.
CO C
o S HH ,-. o r -> o era O CJ Cl m ra 4-1 W a) CJ -.4
111 iD P CO c;i CO [> Cl rH 04 CJ 04 Ul
^ IH cn 00 H CD
X) h! 44 O ,- \ rl Ol Cl Cm 04 x: cd a, L!4 CD <c cc> ijp r- oj ai 01 -H X!
V1 "H
^H
c 1 --- ura uT co CO r- oj CO O V r J rH P3 CD 10
14
O CO
! a o
ro Cn -rl
fc IJ-1 CO 44 ra
E-h TI ^
II O H -H
PJ iD 4J a |2' ra 44 4-1
ra s 44 C4 Cl 0 M CO ro
^->
M CD
a) «; 10 4-1 O ID iD CD -—- Cl 0 0 H 0
ir: rH ro to PI ,-- ft rH H +J 0 CO 141 fo 41 'J -P 4J Cl 0 CJ CD 01 0
"d ™i (1) 4 J <; -h ra •H Ph rH rJ cc; ro ro ra 44 . M ci
[l-i Hi 44 Pi 0 44 C rH P g* r~ ^
i"
(U
? ra' ,-1 ^ 14-4 ^--
ra CD H
41 ai 10 D CO i CJ 10 ^^ 0 ro
rH t: 4J b o h'I m 4-J 3 -H 0
•H ra ra a hi "44 u CO
0 ro M -.-i
u. c: P. u 0 0 4-) H Uj (j EC
CD 44 co 04 r-H 3> ,-- O Cl PC, 41 CJ -rl
r-H ra cj •--• (0 IH E-i x: •H rJ a
•H O o a 4J C) co 4-1 4J O LO LO M en W ro CD ir.
o o HI —' 0 -rH
Qj rH r-i s t| +J 0 ra W
M Pc a; E-i s: r-l rJ 0 « CD 41 CT
•H
ra n H ro O [J-, D C4 B c: .
4-1 -rH CO
cj 40 h4 T5 H c j 04 ^r lo i.c> r- a; >i W 0 -rH 0 ,-i C4 OH
in 0, CQ H< ti ^H 1]) E-H 41 tj 0 E5 H .44' X
P ir; P O ra O --I 0 rH C J Pi -H CD pj CJ
Pi o
^ u CJ
Cl) C J 0 :^ Ti C -rH CD ro
Di f-( pi pj O Pm HI CO E-i ^-\ Pj
E-ii <; b
125 Trial Surfacr.es Have Been Generated.
5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced
Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
and X = 12.00 ft.
Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.
and X = 100.00 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical-
First.

* + Safety Factors Are Calculated By The Modified Janbu Method

Failure Surface Specified By 9 Coordinate Points

'oint X-Surf Y-Surf


No. (ft) (ft)
1 12.00 51.00
2 22. 98 50.31
3 33.87 51.87
4 4 4.21 55.61
5 53.58 61.37
6 61.5 9 68. 91
7 67.90 77.93
8 72.24 8 8.03
9 72.55 8 9.57

i55

Failure Surface Specified By 8 Coordinate Points

Point X -Surf -Surf


No. (ft) (ft)
1 11..71 50..98
o
22 .71 SO .92
3 33..52 52 ,
. 96
4 43 .74 57 .03
5 53,.00 62..96
6 60 .95 70 .56
7 67 ..32 79..53
8 71 .81 89 .45

4-4-4- .859 ***

Failure Surface Specified By 9 Coordinate Points

oint X-Surf Y-Surf


No. (ft) (ft)
1 9.67 50.81
2 20.60 49.58
3 31.5 4 50.71
4 42.00 54.12
51.49 59. 68
5 9.59 67. 13
65. 92 7 6.12
70.21 86.25
70.78 8 9.29

.867

Failure Surface Specified By 9 Coordinate Points

oint X-Surf Y-Surf


No. (ft) (ft)
1 11.13 50. 93
2 22.03 49.47
3 33. 00 50.26
4 4 3.59 53.24
5 53.35 5 8.30
6 61.89 65.24
7 68.8 5 7 3.75
8 7 3.95 83.50
9 7 5.83 9 0 .10

.870

Failure Surface Specified By 9 Coordinate Points

Point X-Surf Y-Surf


No. (ft) (ft)
-L 12.00 51.00
<~>
2 2.78 4 8.83
3 33.77 49.37
4 4 4.28 52.61
5 53.68 58.33
6 61.38 66.19
7 66. 90 75.70
8 6 9.92 8 6.27
q 7 0.00 89.16

. 877

Failure Surtace Specified By 9 Coordinate Points

Point X-Si irf I-Suri


No. (ft) (ft)
1 7 0 4 5 0.59
2 17 99 49.55
3 2 8 94 50.5 8
39 51 53. 64
49 32 58. 62
58 02 65.35
65 31 73. 59
70 93 83.05
73 3 4 8 9.70

.877
Failure Surface Specified By 9 Coordinate Points

Poir -Surf Y-Surf


No. (ft) (ft)
9.08 50.76
19. 99 49.32
3 0. 97 4 9. 96
41. 64 52 . 65
51. 61 5 7 . "9
60.53 6 3 .72
68 . 0 9 71.72
7 4 . 01 8 0. 99
7 7 .7 6 90. 41

Failure Surface Specified By Coorciinatt Points

Point X-Surf Y-Surf


No. (ft) (ft)
1 8.50 50.71
•i
19.43 4 9.43
3 30.40 5 0 .14
4 4 1 .07 52 . 8 2
5 51. 09 57.37
C
60. 12 63. 66
7 67 .87 71.46
8 7 4.09 60.53
9 7 8.55 90.54
<
HZ
iD 10
< -rH 44 0 rH H
Cm P JPJ
OJ
•H (1) 41
O p P .--.
PJ :3 CO p- CJ) CJ
01 44 10
p.
o
OT CO a
111 P -—
x: p p O
CD 4-' CJ o CO CO Cl CO Cu
L'J XI ,-. CJ Cl O CJ Cl o
DI 41 CD
•rl 4J rH r-i CO OI C>l rj' EH
Ti' rH
pi -~- lO CC1 P' p- CO IT' ill -0 E
CD CO
I P CO ro CO CJ
>l O CO E- CJ) Cl
PJ m P-i CD ro
•H o
EH p. C4
p. CJ!
u, T1 T5 E-I
p O o Di T) 4-J
O 4-1 CJ <—, CJ' Cl Cl i" P
3 Pi
hJ
X! ,.. CJ Cl Cl' Cl o c- o CD --- EH
cq O
01 44 -i-l r-i CO CO o pi
< 01 C . •
- rl L-| 04
CJ r- rr Cl o 44 Di di PI
.. U H rl
Pi --- r-i 0-1 0 1 44 CO c: (J p Ti CO 141 Cm
CJ 00 X, TO TO
-.-! cC •~- C4 n CO
u
P
,-Q Pi
P pi
ro c 44 PI EH
O a ttl OJ ,-- O Cj CJ' CJ Cl CJ'
CJ Cl CJ> Cl -H i"D ,-^ CO CJ XI 4-1 Cl Cl CO CJ o CJ'
P H) CO Co p. PI ro 4-i •
•H Oi CD j.j • 111 E4 CO CO CJ S: -— CJ rH OJ CO OJ lO
+J to h! 4-1 O -1 r-l OJ Oi x: CD CJi LiO CJ f'l I CO CO [- OJ CO 04
>H
-H n
CJ
O P
Pj
Pi
P
PJ
r-i
C1J ,-D H) 41 PI rP
•H -H P) EH EH
P PI P O 10 Pi ft, CD CD aj -- CJ Cl CO Cl Cl CJ.
*
O ro ro Pi o p( rH P 44 P 00 iX Pi X) (.1 pj -1 CJ Cl CJ' CJ Cl CO
M 0) r4j -rH :o -rH CJ, rH r p; ro ra ro
E-i c p Hi o r- Pi CJ 40 P --- rH r Co g 4-H [?• C- r.r, (-,-, o CO
P '4 H C-l CJ in CD oo Eh i cj co r- co oo
O O hJ CO PH r} r"J
Pi ffl PI HI PH u 0 OJ
O o CJ 4-J h-l
p CO rH CJ) H !< -~ CO C CP X) o
OZ U r3 E-i XI -rH
•• Pi o Cl D, 4 J PI Di EJ
CD ra bi O O Oi r-l rH 5:' -rl 4->
4-' 41 •' CJ SJ* H f-i CJ CD CD +1
ro o >i 4-1 H ra . O Oi Co M £ p
cj cq 4^ ra hJ co r-- TJ O a', ,o Ed 0 •rH
id p> a CO. c C5 [-1 En rH OJ • E-I 41 rj 0
p K 2 Oi +J C) O •rl Di CJ Pi -P CD Pi
pi O o CO C J o ;o 2: P -,-H
pi ^j pj; hi cj Pi CD CO CO [--i r-l pi IX
TIEBACK LOAD(S)

1 T1 eb a c k L o a d (s ) Sp e c i f i e d

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacing Inclination Length


No. (ft) (ft) (lbs) (ft) (aeg) (ft)
1 2 7.00 61.0 0 10 0.0 1. . 5 0 .0 0 11.0

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

Janbus Empirical Coef. is being used for the case of c & phi both
1.25 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
and X = 12.0 0 ft.
Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.
and X = 100.00 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First.

* * Safety Factors Are Calculated By The Modified Janbu Method * *

Failure Surface
iriru n rr Specified
o j~ r^ o _l _ „l rr cr By
n y 12
.1. l, Coordinate Points

Point X -Su rf Y-Su rf


No . (ft) (ft )
1 9.38 50.78
2 20.34 4 9.85
3 31. 32 50.48
4 4 2.10 52 . 66
5 52.4 6 56.34
P 62 . 2 0 61.46
7 71.12 67 . 90
8 7 9 .03 7 5.54
9 8 5.78 84.23
.1 0 9 0 .49 92 .47
<
III T- CO •
Ui P 4H O
.-o cn
H
0 "4 C-l CJ rH
r~\ Cl
-H rH CD 44 4J
O CD EH c —. P
O.l CO P ni ihh
CO OJ CO
Pi ro co Q-,
o
cD c —
EH O
CD Cl o CJ Cl CO c; Cl Pi O
ID Cl CO O Cl CO CO Cl
04 4i CD P
-H
X) ,-H no co co r- TJ
0) CO EJ CO o Ci
CO EH
0 CO p Cl o 0
'P PH 4-H pi <]J CO CJ
EH Pi Ct CJ
g Eh CIJ Pj PJ
CL -<~5
lO E-H
CD £ 0
.;~l O 44 Cl <" CJ Cl CO p Pi
•H
4--1 CO p: X ,-. Ci c Cl C) c 1 o QJ .--~
E-H
Pi . rH 4J
•i-l •H rH w Cl o CJ
< -P P '1) -rH 4H Cl
rH r- Cl r,i C'4 4-J CO 01 PJ
fi 'P rO -i -]
^
Cp -- ^ CJ lO OJ Cj
CO r^ o. p TO Cl LO pi
•H -. ..-
CJ ro CJ
cj 0! jQ X '/) , -C 44 f=4
-H Ifl Eh
Pi c p [J p
H-> ^ rH -ri 0 bi X
to ft
0') hp
c PJ
4 EH 0) ctl P +1 Oh P
o
+ •D --,
o a PJl CD .-. Cl CJ CJ Ci CJ'
Pi
O CO Cl- Cl CJi -H C]J C) o 44 4-1 Cl CO CJ Cl Cj
f> cu 5
^--
O CJ CJ Cl CO CO CJ 44 W HO IHH
-rH
.H
a OJ EH CO Cl Ci S» - - O ,-H 01 CJ 04
U-H CO
Cl rH rH Cl CO OJ C, X- a) a, LO o cC I PI CO I— CO OJ'
i lO lo co id r- aj iii o +i
-,—
,—1 rH K
r-H
1 CO p
0
PJ
•rH
E-i
PJ PJ
CJ
UJ CD PJ PI EH Li 44 O o o C) co Cl Cl CD CD .-. Cl O Cl CO Cl
pj
ti rH o E-i ro re 44 o
.--.
o PJ r-H Eh 41 C.) co lo Pi C) P1 4-' Cl
rU •H E-I raj "0 Tj CD 4-' •
(Pj -ri P -rH [1, ,-H HE (0 ro ieh •
P P c: PI <44 C] CLi O 4-1 P - - rH •"! PH Z' — ^r (Y) co
CD OJ Cm H 3 1 ,H 00 40 LJJ C) CJJ EH I PJ r- oo
rH 41 Q 0 b >•: rO
•rH (0 pj; p; CQ m H PI
bj c ft o CJ o -P
CD 44 DO o h g: --- ci o PJ 4J CJ
CO CO r-| p w o (0 ra 44 • • X
H -H
Co 44 •H c> Q a 44 4-'1 41 CJ lO 40 PJ Co EH
ll) <ti fcl >H CO 0 jp -
CJ H ft ,-H rH 41
H-! 4-H CO TO s pj F4 H E4 Pi id P — rH r-H CD
ra CJ) >i 44 CD H << CO O Pi ti
CJ) CQ 41 '3 44 h4 Q CO r- Ti 0 rH C-l CJ -re 40 CO r- pJ o -H CJ
CD p ft 4J P3 Pi C rJJ E-H pi rJ qj O EJ
P Di 4J 0 O pj 13 o •p Di Co
3 -rH P p a; CJ CO cj c O >,
a; E-i Pi EH o Pi Cu CU PJJ E-H CJ F-,
TIEBACK LOAD(S)

2 Tieback load(s) Specified

Tieback X-Pos Y-Pcos Load p a c i n g inclination Length


No. (ft) (ft; (lbs) eft ) (cieg) (ft j
27.00 61. 0 0 i. 0 0.0 1. . 5 0 rii

33.375 65.25 10 0.0 4. 4 . IJ

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

Janbus Empirical Coef. is being used for the case of ti hi both > 0
125 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 2 5 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft
and X = 12 . 00 ft
Each Surface Terminates Between X = 70.00 f
and X = 10 0.0 0 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First.

+ * Safety Factors Are Calculated By The Modified Janbu Method

Failure Surface Specified Bv 12 Coordinate Points

Point -Surf Y-Su rf


if t- J (ft)
9 .7 5 5 0,81.
2 0 .6 8 4 9.59
3 1 .6 8 4 9 .7 9
4 2.56 5 ii. . 4 0
CO 14
,J O . J_ -t 5 4.40
63.25 5 8.7S
7 2.71 64 ,36
81.37 71.14
6 9 . 08 7 8.9 9

3.8'"
z
<
IJ Cj
ll) 'Cl <D ro
Oi P
< ^0 m
H
<
r-H CJ
-rH rH 111 4J
0 111 E4 P ---
UJ PJ IC! P 4-H r
IC) 1 , 0)
ft CJ
CO ID Pi pi
O •_-•
X llJ r.
p M 0
CD p CJ 0 CJ (--, 0 CO Cl Eu O
CJ PJ - CJ Cl 0 ci Cl Ci Cl
01 4- OJ
-H ill -rl 4- rH r-H CO 00 O, rf CJ Eh
Tj r-H
r-H PJ -- 40 Ci) CO r- CO CO r- iij -o P
P CO u p CO (11 c
>H CJ CO EH c o
41
P, OJ ra
-rH o
Eh Pi o
ft OO TJ
E O CJ O CJ. Cj c O r-i Cl
St X. — O c: CO CJ CJ CO CJ
PJ CO 40
CD -P tn 44 -.H r-1 Di CJi CJ CO H
< 'D
Jp C1J -rH CJ OO CO
0 P
5: pJ
44
rH
0-
CO
•-:r
co
CO 14J 40
(J
Or i]J PI i)
0
ft TO 4) 4J "— CJ Ll'l CO a j
P TJ CO LHJ Cm
^-. P !J D rl 1 r-H -rH CJ
il i) 10 ^-f 0 -H CJ CO rj ^.i EH
CO -~-
CO OJ T"'
-rH CIJ
^--. 0 p PJ Pi r^
ra
P
Hj Cl (0 CJ O) CO W pi
?"i TO .P 0- TO OO ra P 4-1 Ed -r-l P
P . cjj 0 PJ CJ ,--, 0
ft CJ OJ —^ Cl Cl 0
ft .0 P CJ 0 Ci Cl Ci Ci CJ -H O
.1)
• •
Cl) .—.
CO CIJ 41 44 CJ Cl CJi Cl 0
O . Pi CJ 0 Cl Cl C) CO CJ CO r 1 14-J Cl
r-
PI ft ra OH
-I ft •P <1J 41 (U CO CJ) CJ l-> 04!
H-H CO Eh •icr CJ CJ CO cn 00 LO
h-H h! 44 Cl rH Oi ai 40
CJ CO CJ ft LO O ct; 1 CJ CO r- ai CO OJ
1 Li! Lil CO CSJ r- OI) CO O 44 rH OJ >H
CO >i P) O CJ P)
Pi O Cl P4 E-H ,-_.
•IJ p) CO
ti OJ CO E-l TJ II 0
ra aj i'U p] llJ 40
p CJ •rH •H 44 ^..
CJ P EH
CJi
CiJ <D Jri UJ EH P 4-1 Cl c> Cj Cl Cl CJi 0 CO 4-H <s CIJ <P ,--|
ft ...._
CJ CJ) 0 CJ Cl
ti rH C) E-i ra ra PI r-. CO Ci Cj Cl Cl CO Cl a, rH E-I 41 0 CO lil Pi 4--' CJ X 44 Cl 0 0 C-, Cl r-J,
ro -rH M <! T5 TO CD 4J «! -rH 3 -rH ft rl rH PJ ra CO ra CH
P P E-< nj c: C h) OH 0 i r- OJ rf CO CO a. O 44 P rH r^ ro 3; 4H tj1 Cl
' ' -—'
r- CJ OO
1) CD On Hi p '.0 1 r-H 01 01 LP CO CJ 10 T 40
^--
CJ D 00 Eh c J r- ai Ci
44 H D 0 0 >J hI CO PH x
•ri ra JO OJ PJ PJ m HI CH CJ 0 CO
Pi p ft CJ O O CJ 4J H
P 0) 4-) C/J O rH CO rH ^--
CJ) O <x, 4-J CJ
J) ra r-l J3 UJ CJ ra ^-.
10 PH Eh PJ
Pi 4J •H O CJ ft 4J C) CJ 40 4-1 O LP LCJ O) Eh
H
CD IB ti >H 0 (J p1 HI 0 X •r-t
•rH
---
-H ft rH 4.1
44 PI CJ Tj 5: PJ H EP El Pi OJ E-i CJ vA r-A O 0J CO 41
ra 0 >i 4-J CD M c< ra O pi D KJ p
CJ ffl +4 JO 44 hJ P>
ti
CJ r- T5 0 ^-\ 0] 04 rr 14) CO r- Pi PI 0 •rH rj) ^•i OJ CO rr iij CO
Ci Cj ft 44 PJ Hi CO ^ H Eo H (IJ EH 4-J N 0
c ti P a 4J CJ CJ p p O -H ft CJ rH CJ Pi -rH Pi
OJ
0 -r-j p cj p r-H Qj O CJ P) CJ 0 £1 CJ -rj
OJ Fi Di h-t O Pi Oi to 00 HI CO E-J rH Li Oj
TIEBACK LOAD(S)

3 Tieback Loadi

Tieback X-Pos Y-Pos


Y-Pos Load
Load Spacing Inclination
No. (ft) ipfti
ft ; !(lbs)
1b s (ft; idee
1 2 7.00 6 1. . 0 0 l 0 P .
r.l ,J P . O / 0 65.2 5
3 4 0. 5 0 0 7 0 . 0 0 10 0 .

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

Janbus Empirical Coef. is being used for the case of c & phi botn
125 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Gt:round Surface Between X = 1.00 ft.

Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.


ana X = ii 0 0 . 0 0 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
F i r s t.

*• *" Safety Factors Are Calculated By The Modified. Janbu Method + *•

Failure Surface Specified By 12 Coordinate Points

J
Po i n t Su r f Y-Sur
No. i 11; i f t I

4 . 0 0 5 0 3 3
14." 1 4 7 8 2
ci Jj . 6 ~i 4 6 83
3 6.6 5 47 3 8
4 7.46 49 4 5
57 . 87 53 0 0
67.68 57 97
7 6.7 0 64. 2 6
6 4.76 71 7 5
91. i CJ 6 CJ . 2 9

11 Q7 . 3 8 8 9 7 j

9 9. 1 4 93 . 8 6
>
z
<
OJ TI CD ro •
< Pj p -H 4h O
r-O 04 Oj Eh S
Li
-H rH CO CO C4 rH
r-H Cl
•H rH OJ +J
0 rl) p CJ ,--.
CJJ CJ p CO PH c
r/J 4J OJ 0
a CO CO Pj Pj
0 ^
||) CJ -—
PJ CJ P n
to CO
I OJ P C4 o CJ CJ) C) CO O Lu LJ
•rH •]) LO .C ,-. O C) O Cl Cl CJ O
03 CJ
CO DI 44
-r-| -P UJ -rH 44 ^ rH 04 CO Oi --4' Cl Eh
TJ rH
CO X pj —- uj co co r~ ai go r- cl) ti
CD CO CJ I p co ra co ci
•rH EH
x >i O CO El o CJ O
H 41 P4 OH -rl
H •H ra •H
pj oj ra o
0 L)
CO
p EH Oh LJ
X 1
*^
EH c-C a ^'0
Cj w
TJ E-H
IJ CO -^ ti 0 CJ P O O CO CJ O Ci Pj
hJ •H
HO 40 X, ,-. CJ O CO Cl o o O CU •— E-H
m . "rH CO 44 -P
-rH CD 44 -H rH CJI C-i CJ CJ
di <D
E-h
CO
$£ r-H
rH
CJ Cl ti
CO
J>1
OJ
5:
•rH 44 cj r--
PJ -- rJ CJ CO 4J CO O
co ^r a 1 co 44
O
01 OJ
P
• •
Tj CJ. LO
IH
Pi
CD -Q 0 TJ 4-J 44 I rl -H rtj — CO CJ OJ
LJ 10 p
10 P !J p r-H >:
Pj p p
Jj rH 0 -rH -r H O PJ
TJ ra EH Or
4 H tj rH P
p
ra
G
Cl rcj rr rr rH P 44 pj
4 P IJ Cl
cj rO 4J -10 TO O P. m (J OJ .--. CJ C) CJ 0 O C
Cj TJ
a X O c> CJi CJ O CO C) -H CD -— CJ CJ CD 4J 4-> CJ 0 0 0 Cl CJ
OJ P
0 PH ,— CJ Cl CJ O Cl CO CJ (0 CJ PH • • Cl CO 4-H •
•H
OJ 44 CD EH CO Cj CJ 00 CS — cj rH Cl CJ CJ LlJ
CH CO
CO H P PH CJ r-H rH CT) CO) CO) OJ 40 CU Oj UJ O 1 CO CO r- Oil ai 01
•H
I ~- OJ LlJ CO CO C- CO CO O 4) — rH
rH E4
I >l CJ P
a 0 Hi p,
OJ PI
p CO CO E 1
ra OJ CO PJ P 44 pj
c •H -rH
CO
2; LJ EH
CU OJ £J PJ EH P P O O CJ CJ O CO Cl rt CIJ OJ , - O Ci CJ Cl 0 co
So ^-1 0 t-l ra CO PH ,^ O O O CJ C) CO o 4.) CO ro CJ X, X 41 44 CJ Cl CJ O") Cl 04
rO -H \-1 < -a TO OJ 41 H a r-l rH pj ra CTi
P Pj H nj CJ p hJ 44 cj r- CT. rj< 00 01 Pj O 44 ?J r- ^r Cl 0 CO
CO OJ Pj H p a 1 — vH C! CJ IP 00 Cl CJJ 10 D 1 cx UJ r- CO Ci
H ti 40 HH a 0 0 X l-J
-rH ra '4 DJ Qj ca m HI PH
[IJ p a LJ O o o
p OJ 4-1 UJ CJ rH CJ -H EX ---- o o 4-1
;J rO r-H P W LJ ra ra PH • • p:
Eh
pJ P -H O a a p L) CO 4J 4-J O lO lO 01
ri) ro Pj >i 0 0 >1 HI — O Or rH r-H -H
44 CJ • • Q T3 Sj Pi E-< E-h EH Pi OJ Eh P -I OJ
ro 0 >1 4-J OJ H i< m . o a D g;
0 CQ 44 p 4-1 hJ a p> r- TO 0 pj j'j
1J CO a 44 PJ rp C E5 E-h E~i rH CU •
a £ P a p 0 O D p O -P a O rH CJ
p -H JO p p X oJ 0 CJ CO CO O Jo z
OJ E-H p; h 0 X Pj m fl) CO E-i
TIEBACK LOAD(Si

4 T i e b a c t L o a d (s ) S o e c i f

Tieback X-Pos Y-Pos LOdU j Spacinq inclination Length


No. (ft) (ft) (1 b s ) Ift
1. 2 7.00 61.00 1.00 . 0 I .50
2 33.375 65.25 1.50 .0 P

3 4 Ci . 5 0 0 7 0 .o o I .5 0
4 4 7.62 5 '7 4 . 7 5

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

Janbus Empirical Coef. is being used for the case of c & phi both
ii 2 5 T r i ail S ci rface s Hav e Be e n Gene r a t e 6 .

5 Surf acres Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along line Ground Surface Between X =- 1.00 f
and X = 12 . 00 ft.
Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft
and X = 100.00 ft

Unless FPurther Limitations Were Imposed, The Miirii.mjjm piieo-'aticon


At: Which A Surface Extends Is Y = .00 fit.

Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. Thei7 Are Ordered ~ Most Crilf icai
Fi rsf .

'*' ^ Safety Factors Are Calculated. By The Modified oanbu Method ^ ''

Failure Surface Specified Bv II Coordinate Points

p cjl tit -S u r Y-Su rt

oO . o b

2 5 96 4 7.16
36 95 47 . 81
4 1 7 3 4 9 .9 5
5 8 13 c o; o c

67 94 5 8.53
is 97 8 4 .8 U
6 5 0 7
0 0 0 P

1.14 3
LAMPIRAN VI

4-J- PCSTABL5M * *

by
P u r ciu e 0 n 1 ve r s i t y

— Slope Stability Anaiysj s —


Simplified Janbu, Simplified Bishop
cor Spencer s Method of Slices

Ru n Date: 10/1 /0 0
Time of Run: 4; 14 ro:n
Run By: hanindya
Input £)ata Filename: iS.in
Ou tpu t Fi 1e name;: j 5 .out
Plotted Output Filename: oio.plt

PROBLEM DESCRIPTION Jo . IiM (Janbu Method-Circle Gen)

BOONDARY COORDINATES

6 Top Boundaries
7 Total Boundaries

Bounciarv -Left Y-Left X-Bight Y-Right S o i 1. lyci


Ptti ( ft i If Li ( f t :• Be .1 cJW Bn
. 0 0 5 0 . 0 0 12 . 0 0 51 . 0 0 1
12.0 0 61 . 0 0 j.

2 7.00 61. 0 0 3 9 . 0 0 6 9 . 0 0 I
3 9 . 0 0 6 9 . 0 0 5 4.0 0 7 9.0 Ci
5 4.00 7 9 . 0 0 6 9 . 0 0 8 9.00
b 6 jo . cj cj 8 9.00 94.0 0
7 3 9.00 69.00 85.00 72.0n 1

ISOTROPIC SOIL PARAMETERS


1 Tope(s) of So11

Soil Total Saturated Cohesion Friction Pore Pressure Piez.


Type Unit Wt . Unit Wt . Intercept Anole Pressure Constant Surface
No. (pcf.i (pcfi (psf) 'degl Pa ram. (psf) No.
1 115.0 116.0 150.0 30.0 .00 .0 1
2 115.0 115.0 100.0 35.0 .00 ,0 1

i PIEZOMETRIC SURFACE(Si HAVE BEEN SPECIFIED

Unit Weight of Water = 62.40

Piecornetr 1.c Surface Mo. 1 Specified by 6 Coordinate Point?


P oint X-Wa t e r Y-Water
No. (ft! (ft!

27 0 0 61 0 0
5 4 0 0 7 9 0 0
7 3 n n 82 0 0

8 0 0 0 83 0 0
98 0 0 8 5 00
TIEBACK LOAD(S)

5 TiebacK load (?) Specified

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacing Inclination Length


'pi. ( f t) (f t ) (I b s ) (ft) ! d ecu if t i
1 '17.00 61.0 0 10 0 . 0 1 .50 . 00 LI. Q
2 3 3.5)5 60.25 i c cj . cJ I . 5u . 00 11.0
3 4 0.500 70.0 0 10 0 .0 1.50 .0 n 11 . fi

5 54.750 79.50 100.0 1.50 .00 11.0

A Critical Failure Surface Searching Method, using A Random


Technique For (Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

Janbus Empirical. Coef. is being used for the case of c i, phi both > 0
125 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between. X = 1.00 ft.
anci X = 12. 00 ft .

Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.


a n ci X = 10 0. 0 0 f i; .

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surfacte E-Xtends is Y = . i""1 ft

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Foilowing Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical

* '* Safety Factors Are Calculated By The Modified Janbu Method


Failure Surface Specified Bv 12 Coordinate Points

S ij r 1: Y-Surf
ft J i pt )
7 . 0 0 50 . 5 8
7 . 8 9 4 9 . 0 0
6.68 48.84

50.43

' IJ O .5 . i c

7 0 .1 / 66
8 1 0 8 7 6 3 5
9 3 . 94 8 4 9 b
J 9 3 3 9 3 6 9

4.8/ 6
LAMPIRAN VII

DPCnoftRT R \fl

Run By: lanindya


Incut Data Filename
Output Filename: ;5°.out
Plotted Output Filer

pprjDT^M tipcrDTpTTpiii
\ x' Cl ; i kJ <_

BOUNDARY COORDINATES
''j iOp piOUFiuallcS
7 Total Boundaries

ooundai ~Rinhi" Y-Right Soi


.' •£•+- j
:_ft ) Be-1
12.00 51 . 0 0
-,-1 r-. .-•, C 1 ~ fi
p. / . P' •„'
'-' -p * '-' •'-'

2 > 0 0 3 ° 0 0 £G r\n
C /, [- !')
3 ° 0 0 7 ° . 0 0
54 o n £-> Q P n' G q n f)

6 9 Q0 1 "• D D fl O A n D

"< Q on
8 5.00 7 2.00

" S OT PlO ? T r' c, O T T - a p ? m17 rr' ^ ]

T1 ^ +- -^ 1 Q
saturated )u6Sion trretio" Pore
'vdg Unit Wt. Unit Wt "pvpo-r.-t- InrC q Pressu
No. Jpcf) — -P J

1 i T c, o 4 4 CJ . n ico n
30 0 o o

J J R ,0 Oh (0

1 PTEZOMETRTC SURFACE OS) HAVE BEEN SP3"T"TUIN

r.n J .-, H 4

-C Surface

eft j
P n c o

7 3.0 0 82.00
8 P 0 0 o o o o

o o no
TIEBACK LOAD(Si

1 Tieback Load (s) Sn&c-i fied

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacing Inclination Lenqth


No. (ft) (ft) (lbs) (ft) (deg) (ft'1
1 27. o 0 61. .0 0 10 0 .0 I .5 0 5 .0 0 1.1 .0

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Soecified.

Paribus Empirical Coef. is being used for the case of on 1 bcjf in


125 Trial Surfac.es Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points EqualIv Spaced


Ai.ong The Ground Surface Between X = 1.00 ft.

Each. Surface Terminates Between X = 70.00 ft.


a n ci X = 1 0 0 .00 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11. .00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First.

Safefv Factors Are lalculated By The Modified Janbu Method

ire ,oarrace soer Coordinate Points

Pn i n t Y- S u r t
No .

5 0 . 8 3
4 9 . 8 1
31 . 8 7 50.32
4 2 5 5 52.96
5 2 6 0 5 7.43
61 7 I 63.59
6 9 5 9
7 6 Oil
8 0 7 5 1u . i i
6 0 PR 0 p "
>
<
111 40
Ci p
04
< t-l
r-H
-rl JI Ill 4 J
C) 41 E-I H .---..
CJ -0 CO 4-1
PJ
111 1 1 CIJ
Pj CO (11 CJ
0 CJ 111 p
rP 1-1 0
CJ
41 Pi CJ
PJ .
til .
•H
CJ 44
pj
41
H-J OJ
-H nj CO CO Ci PI Jo
ei Si CO 4->
'IJ •H 44 c 1 r- o> 4J Ol llJ • PI 4J
E-i
--I
--1
^ CJ l\ 7
p; —- r-H ci CO rj
•'-I
P
c'C
PJ O
-• PI
CJ
CJ
f-M
CO OJ
OJ 4)
04
to X '0
C' P
Pi
CCJ
p
Cl
C
r-
CO pi Jl
CJ Hr P CJ -r-: EI
>D 4-'
*" "* CJ CJ r; OJ •
-r-l Cl .---. 0 Ci CJ -EJ 4
CJ
si i) CO Cj PI • PI Cl Pj CO 4
(U El CO o> Ci ^1< Cj 44 -
r-l 44 -1 44 Cl X ft lO Cl c(, i
•rj cj 11 co ^1 r - 0 41 ~- r-l ^•J OJ CO ^J J-4
.'J CJ CO
U) P
Pj O p; M
ti pi 00
F-i II CJ
OJ P PI 4) I-1 Xi
re! EJ
4.) EI
1 '
4-1 '". f=c; IIJ OJ -
'J <U h" pj EI M 4-1 <\
pi H
10
E-I co co CJ Pi +J
It'
rj X 1
i~- •H C) IP n) 10 pi --, J J
(CJ C
•ri HI 04 TJ Oj rl) 44
Uj EH tj p P r-l CJ 4j E:
p
OJ Pj CJ ;J CO 1 ---
r j ti 4J HI n O 0 X
.rj ro CJ PJ pj PJ OJI
X P P'j CJ 0 o cj
rl CO rH 51 -~- c pj 4-J
p OJ 14 CO CJ
r 1 ret Pi 1-1 4 J
r.i c r-H O PJ Id
04 DJ 44 4.1 u L( 14 ro
•• ex, JJ •rl CJ CO Ci t-l
Cj 0 >i HI 0 •C Pi r ^4 -H
0 ro
i-I a, 0 E-i P - r C 1 0)
J-' HI CJ OJ s: C pi E-4
CO . C Pj ro ti lc-
p 0 ia 4-J CU tii fp
14, ,.0 PI
CJ 00 4J CJ 4-1 Hi CJ CO r- TO CJ
^JJ E-i E-i r-H l-l 41 1j CJ X
0) Pj 4-' 0) P E3
JJ O -a X P r P. -rl X x
p ti h
C X (J CJ to
C/J ci cj |r>1 t '
CJ p P H pli 01 0
HI CO H
pj IP pj i-i CJ Pj Dj PJ PJ
TIEBACK LOAD(S)

1 Tieback Load(s) Specific;

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacing inclination Length


No. (ft) (ft) (lbs) (ft) (ci e g ) (ft)
1 27.00 61.00 10 0.0 1.50 15.00 11.0

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

Janbus Empirical Coef. is being used for the case of S ohi both >
125 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
and X = 12.00 ft.
Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.
and X = 100.00 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First.

+ *• Safety Factors Are Calculated By The Modified Janbu Method

Failure Surface Specified By 9 Coordinate Points

P cj .1 n t -Surf Y-Su ri
No. (ft i

H 7 9 5 0 .7 3
19 72 49 50
30 69 50 35
41 31 53 0 7

51 19 58 05
60 00 64 . 64
67 4 2 72 76
73. 19 82. 13
7 6 24 90. 17

87 4
X
<
Cl • OJ
[J CJ
111 TI Oi m
< Ci H
-H 4J CJ r-l
l-'l 0) P-i EJ 04
b-l ;J
CJ
^^ o
rH 'IJ 4J
CJ •Yi 01 p .-.
x ra ci co
ro 44 01 • CJ
ro ro q4 Or
01 rl) P ---
CJ EH CJ Cl
•H P Cl Pi O 4-'
4J ... CJ
PJ CO
CJI +-> • CD
•rl CJ rH P .
XJ
PJ -- CJ ID X FJ
0)
I P ro nj CO ri
CJ 0 ro m CJ ci CJ
I
Pu 0) 43 • • O
TJ
a CJ
>J rii 0
EJ a -n pi
lil CU ti o
"> c o o (' - Ci
hJ 'O -rH .p
I
o c: o c; o
PJ . -H J- OJ H4 - °
fOj 4"' CJ llJ 0
-CJ r- r-l CJ 40 44 pi ai
E-i r7 ra 4-1 w
-rH CO p CO a J CJ
CIJ o ti X cj p TJ CJ) Pj
LJ XI Cl Citl -rl 0 4) rH •H crj CJ
iij 40 CO
Pj r* (CJ ^--.. P S-l
CJ
-7) JJ rl C, -H o o Pi
pi EJ
CJ Y--j
4 EJ U ri P CJ Cl PI
rJ C,
-E 0) • • CO CJ Cl -p Ed
6.1 41
r' 'Cl' X T- T^ 0 Oj PI CJ
Si 4-J CJ CJ
01 i) PJ ,-. CO Cl
•'H CD Cl
CO O Pr
OJ u (IJ EJ ro CJ
hJ uj 04 Oil .C OJ LlJ
Pi
Cl I ---- OJ Lil CO to I- rii 0 41 r-l
CJ > CJ CJ CJ
p; E-J
Ul
ti BJ (O
Ei
10 OJ 'U PI ll) 41 PI CT^
c CO -p -rH 4-J 44 CJ
2; .-
CJ u El
Cl) 111 £J El +J
CJ
DJ p Cl Cl CJ Cl Cl <l IB 4-1 ft] p CJ ai r-- C 1 0 c
ti rH Ei It ra Pi CJ
...^
Jl CJ o Cl ai ^-\ 14 4J n CO U-i +j CJ 41 4-J C1 0 c
cj -rH H TJ TJ OJ r-i
c Cj
CO
c r
co; -r-t ,0 •H c r-l PJ ra ra ra CH
E-h tJJ p hJ 4 1 i r- CO Ol Pi 0 4-1 CJ rH t-J [cj 4-J 3j I"" r
Cj OJ Pj hi p :4 1 -H Ci 111 Cl CJ ra CO EJ 1 CJ LT
ti 44 M o CJ >! PI CO Pi
-rJ ro PJ PJ co 04 l-l 4-J CJ OJ
0
Pj CJ pj CJ o C) CJ 4-' EH
p (3) o r-l CJ rj
E:
CJ Pi 40 CJ
tc> r l p Cj] C-J id CO Cl E-i 4J •rH
•• o: 4J -rl CJ CJ Cl 44 Ci CO 44 4-J Ci LO Ed CO EH
cO P Pi >H 0 ^ HI CO -rH
U Cl Oti
"--"
Cj r-l §: •H 44
HJ 51 pj pi Eh EJ Pi a> E-i [J rl 0 aj Cl) 41
ro Ci >i 4-1 ril Ei] < it Cl Pj to HJ 3J ti CJ
CO CQ 4J P 4-J hJ a 4) r- TJ Ci rH l o CO CJi r- p; Pi PI 0 •rl CJ r 1 CJ 0
Oi a 44 PJ X P rr
Ei E-H rH ai EH +j LJ 0 Hi
P ti P Cj 41 0 CJ ti P o •rH pj 0 r-l Cu -rl ClJ Or
P -P O P r-l pj rj
b t/J CJ 0 >-, JOJ
PJ [-1 Oi EH cfj Pi Pi m al HI CO E-i
TIEBACK LOAD(S)

1 Tieback Load(s) Specified

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacing Inclination Length


No- (ft) (ft) (lbs) jft) (cleg) (ft)
1 2 7.00 61.00 100.0 1.5 0 3 0.0 0 .0

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

Janbus Empirical Coef. is being used for the case of c & phi both >
125 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
and X = 12.00 ft.
Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.
and X = 100.00 f t.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surf ace,

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First .

* * Safety Factors Are Calculated By The Modified Janbu Method

Failure Surface Specified By & Coordinate Points

Point 1-Surf Y-Surf


N o. ! f t i 1 ft J
11 . 7 1. 5 0.98
2 2 . 7 1 5 0 . 9 2
33.52 52.9 6
4 3.74 5 7 . 0 3
5 3.00 62.96
6 0 . 9 5 7 0 . 5 6
67 . 3 2 7 9,5 3
7 1.81 8 9.45

.859
X
z
<
iU 44
< sic c:
-a OJ
E-i
r-l o.
1 41
E- P
,c ra
CO 41 CJ
p ro ro Pi
OJ p
CJ
P CJ
0. CJ
Cn 4. (1)
-H in,
pj; --
Ei co ra a
0
o- a) CJ
TJ EI c CJ CJ
CJ Oj pi
hi 41
CJ P
OJ o aj HJ
5! CJI 4- CJ c
T-l (,- 4-J ..CJ
CO --
4J
P
PJ
4-' U-
tj P, m Cl CU ---.
1)
-11 ru Ci Cj OJ 4-1 4-'
ci CJ Ml pj CJ, cci c-
Pj
Cll EI (Cl Cl Cl
JO ru c i LCJ Ci rf
LO Ll'l CO m Cj 41 '- - ri jjj
E.
E-I
CJ
ci; 41 w
4-' o; --., CO Oi CJ
PJ >H 1j 4-1 CO 4-1 Pi p 1
F-. CO ro l+H - P J-1 i i CO CJ U- CJ j-i 4
ct Tj TJ lU 4 CO •rH 0 r- r-i p; nj 4
rcl
!J •• r-- P !1 PI 4 4-' p r-' ri 41
P oj CJ LJ'i to O CO 41 CJ
, i ti
•ri ra
Pj P CJ
OJ 4-1 CIJ CJ IP
-H --j
p.
rl 6 CJ
ro 4j' "'• E
Qj E-' X CO 4-' 41 Cj 0" LC 4
O CJ E-i c -rl
s: E-i Ei Pi cl) EJ P rJ C CIJ 4-1
41 rc ci c
J-' h!
Oi V Ci 4i pj
Pi HI 4 CJ -ri O
1-1 pi r-1 CIJ E cl <J ti
cj ti a iu 4i o CJ CJ TI
Cl ( ! r-' C I C- OJ Pi
P -rl CJ C CO rH Hi c-l CJ Jo 4i -rl
PJ E' Pi i j CJ ci Pi
TIEBACK LOAD'S)

1 Tieback load'Ps) Specified

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacing Inclination Lenath


No. (ft) (ft) (lbs) (ft) (cleg) Oft)
1 27.00 61.00 100.0 1.50 .00 15.0

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For; Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

Janbus Empirical Coef. Is being used for the case of c & phi both
12 5 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Ecquaiiily Spaced


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
and X = 12.00 ft.

Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.


ana X = 100.0 0 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The i i a ,i

Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical


First .

+ * Safety Factors Are Calculated By The Modified Janbu Method

Failure Surface Specified Bv 7 Coordinate PoinCs

P o i ri t X-Surf Y- S u r f
'N o, (ft) (ft)

1. 1 7S 5 0 . 1 o
Z 1 9 . '[ 7 4 8.36
3 14 O i~ -j
3 7 . 0 4 ~J 'J . -J o

4 5 4 . 0.2 5 6.49
5 6 9 . 31 65 . 9 8
6 '7 p co
8 2.20 / O . .J H

7 91 .44 9 2 . 6 9

966
X
<
41 ---., iU
Si sj -rJ
< ia Or P-
I-J c: ^
'.•-'• m 4
it) (
C-!
If) J
c:
u O
On 44 0 CO
P., a;
TJ
CJ
aJ JO c. CJ c
E-h rH _ «" I) • Ei
J Cl 1) P
pj
p
ra
ci C rr!
4)
T1 ru ---- c OJ x +.,
CO ri 4-1 & 'Cl 4 '
CD Ei ro c
X Oi Pi ir
0 41
CJ Ci c
pj l-i
4J
E-i Tj
PI CO JO
14-1
(J 1
Pj 1
;j p E-h tJ iJi i rr (y,
ru OJ Qj E- 4> c CJ r -
,-i ti j J \-i PJ U C
-ri ra X, PJ OJ p
P p Pj CJ CJ
c. OJ 4-' CJ CJ r
to ri '0 p] 0 C
4- -rl O H) CP E
<J ro hi >-- rJ c;
4-P C4J •• Pi OJ 2: PJ t-1 t- Pj 0) p..
O
ft C) 0-1 4-1 ci 41 rp CJ Ci Pi sj: •
CJ 4-, h! CJ co r Pi ..'1 O -'J O
c 4 ' a) tJ Eh E-h 1—1
0!
P ti P Ci 41 CJ CJ •H
Ci
P 4 ri-J pi CJ Vi C 1 CJ P
PJ C Pi hi 6 X Pj PJ I- H Co PH
TIEBACK LOAD(S)

1 Tieback Load Is; Specified

T i e b a c k Y-Pcjs Load .Spacing Inclination Length


No. (ft) (ft) (ibs) leg; (ft;
1 27.00 61.00 100.0 . 0 0 18.0

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

Janbus Empirical Coef. is being used for the case of c & phi brjth
12.5 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces I n :i t i a t e From Ea ch 0f Points Equally Spacer


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
a n d 12.00 ft.

Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.


a n ci X = 100.00 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each 'Irial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaco.es Examined. They Are Ordered - Most Critical
First.

* + Satetv Factors Are Calculated Bv The Modified Janbu Method

Failure Surface Specified Bv 8 Coordinate Points

PCJl 111 --Su r f Y-S u rf


Jo . if t i ift;

2 .7 5 50.23
2 0.53 47.43
3 8.49 48.62
u. c. "i c
53. 72
7 1.47 62 . 50
84.87 7 4.52
95.29 8 9 . 19
97 . 11 93. 53
X
<
EC
CD TJ
Oj CJ- •rH 4-J U ri
< ia PJ
0 ci
CO po
Oj CJ CO CO a,
0 OJ Cl' P
CJ EJ Cl
PC C)
CI)
EJ
pj -— til CO CO ill ra t-i
CD CO EJ CO ra Ei
Cl til p o
P Oi ra CJ
TJ Ei Co CJ
CJ CO
4J
ti o 41 -p L_J CJ O fo Cj ,-•; CD P
Hi 0) -C - - O t "i O Cj ro Cj 0 ^_
r-' 01
PJ 4-1
2: 01 4- •H ri Oi
< IJ H u_ c] r - CC 0"i LO
t-l 44 X, 44 M1 ri
CJ PC - rH C Lf) Cj o a.1
OJ P
CJ TJ
CJ it P iJ 10
CO Oi
ra EH
Cj- PJ
1)
p 4-J PJ
hi i-4
Cj Ci Cl Ci CJ
TJ
-rH CIJ -—- 0 OJ - Cl CJ1 O c
rJ 0) 4-1 ,-. CO (1 4H 4J
-rH
CD 4-' (1 EJ (O r . Cl r-l O'- c
141 to
PI Cj ..c Oj t i ,.- CD CO' r- a
id cn co to r- co co CJ 4 J — r-
E-I X Ci CJ
Ci o
pj Hi
ti PJ
•rH ;4 CO ro E-h TJ
co CU 0J 4J 1 41 PJ
p OJ -r| -r-l 4-' E< ---- C E-I
l'U (D 4J PJ P H 4-J ro Pl <1> OJ , - o c; O c; O r:,
E r4 O Ei (0 ro 44 EJ 41 CJ CO C) X 1j o c: c; o o Co
ro -,-H \-t PJ Tj Tj OJ •rl CJ, •rl 41 r ra ro 4
P Pj Ph h; P P P! O •^r o
r O" 03
01 0J Dj hi 10 4, 1 CJ Co LP r- CO C.
ri ti 4J HJ PJ 0 b Pi
-rJ ra ;0 cJ PC PJJ po. PI
4- c Pj CJ O o
CJ OJ OJ CJ
4 ro X p PJ CJ ro It 4J •rH
F-i
p; -P •rH CJ CJ Oj 41 4-J 14 to Eh
CO (4 Pi >i 0 b Ji^ -ri a, -H
^ii 41
4-' pi o Tj s: no E-i f- EH p --- . ( J (IJ OJ 4-J
ro 0 Pi 41 (1 w CO 04
HJ CQ p 4-1 hJ
C CO TJ
CO ti P
4-' r- PJ 0 TO
OJ 01 Ci 44 pj 'X p m 4-' N O
CJ ti CJ Ci X 0 CJ X ;0 Ci •H 0J Co
JO -rl '0 c 0 !—1 PJ o 0
PJ E-< rP Hi CJ pi Dj Rj CO
TIEBACK LOAD(S)

1 T1. e b a c k L o a d (s ) S10 e c i f i e d

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacing Inclination Length


No. (ft) (ft) (lbs) 'ft; (deg) (ft)
1 2 7.00 61.00 100.0 1.50 .00 21.0

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

Janbus Empirical Coef. is being used for the case of c S phi both
125 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X - 1.00 ft.

Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.


and X = 100.00 fz.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial. Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First.

+ * Safetv Factors Are Calculated Bv The Modified Janbu Method * *

Failure Surface Specified Bv 7 Coordinate Point:

Point X-Surf Y-Surf


No. (ft) (ft)

1 6. 5 0 5 0 .5 4
2 27.27 47 . 44
o
48.12 49. 98
4 6 7.53 5 7.98
re
8 4.12 7 0.85
6 9 6. 69 8 7.68
0'
9 9.1 Ci 93. 6 5

1 .0 4 8
X
z
<
SI C1J '
O .j
Ci X
P
'1- p
CJ E-1 O
44 Cl P- CJ
C 4-
-i-l 44 r 1
Ki -- LlJ
<o to
I .r.
Cj 44
p
0 OJ
CJ 44 ni f
CP 4-' • ri
0) —I ijj C] 4-J CJ P p
4-1
P P u c
r ' P
4J I"
•r' CJ
P Oi
ro -ri
p 41
CJ LJ p •ri 01
h! hJ cl
0 CJ 0 11
iH 0) ---- c ., CO
CO o 44 4
-h ;l ri EJ 10 ,J 1 CD
Ci CO OJ Oi Qj IJ J CO o;
co Cii r- oi co
pj rl
CO -' 1 H rC fjj -H
Pi E-h C. hJ (jj c r- oi -o1 Pj O
'j OJ Pi [- CJ
,-- ti 4_' r-^ C lO
-H CO 4 PJ <D on pj i i Pi
P- P Ci CJ c CJ CJ
(lil JJ co ("
(0 ri O f 4-1
w
JO -rl CJ a CJ
r; Pi x Pj
pj TJ S p Co Cl) 01 4-1
41 it IX CJ Cl ti p -
o ] Jo
pj CJ -'J (J
jJ Q 1-1 cn £ IP Ei
Ci P 0 o r Cii o
cj JJ rH a: c
EJ CJ Pi Oi p
>
X
z
<
• OJ
14 CJ
Q- OJ TI di ra
Ci P -rl 4-J
Jo pj C-i EH
<
CJ
Ei OH
O cl. ti -rH
UJ C4 TO 11
o c: CU
cl Pj CO P
CJ LO
Pi
„.
HJ
n CIJ
OJ C-J ti
>H CO ra EJ
T3 CJ CO EJ o
Ml p p
o o
(0 -rJ CJ
O .c. CJ
.a •
Ci • tj a Ci i'h
ti P O 0 o
hH
--I o: 4J ;1 *=-j
PJ p d CJ
ra -,-i -ri ^ r-i til CO
P ij 4) rU 0 CO Oi H
P TJ Ci
CO 04 --
-Q to CJ CO
ft
•+ ' r>
Cj 40
hi
<V PJ
PJ
"O 4-J -I-' 41
Ox
PI CO CJ 4., III OH
o, OJ (U
rD
M-J rn
o 40
•rH
cu Ci -c
,p O
' rl r-l
CJ CJ
O
ci,
E-i TO
141 (I) 4JI nJ
CJ Ei E,
CJ ru 4J PJ El p +1 CO O CJ Ci cl', Oi OJ ---- c i c; t J Ci EH
ti rH O tn ra ra PI 4-j 4-' P 4-1 4-' C 1 Cl r J Cl OJ CU
ro -H HI cC X) Oo) 0) CCi ni ra ra 4-1 Ei P
4 4j fr< t-JJ p CJ Hi 44 pi Oj 4-J o; —- r- - r oi CJ CU
o OJ Pj hi 3 4 1 ra CO EJ 1 Cl I j r- r-i CO
r i f; JJ HH 4J 0 •0 >i Ci
-rH ra p p; PJ 0) 03 CJ CJ OJ ni e-i
4. p Pi CJ CJ CJ O E-I Pi 0
c: OJ H-J 0) CJ r-l 00 r-l Pi 4-J (J tu
rl ra 41 CJ CO III E-i -p -ri
Pi 4J •rl 6 01 4-' I J to 4-1 PI Pi EJ ra cu
4l CJ CJ *> hi 1.1 So -H 4-'1
ra >1 ---
4-1 PJ TJ Sj PJ E-h E-i Ei CO OJ E-i O 0) CU 4-'
Ci X 41 (U 41 Pi ni 0) Cl LJ 41 ti CJ
CO 44 p JJ Hi CJ CO r- TJ P. OI 0 0 , - 'OJ i
0) to Cl JJ P) tJ c hi hi i-l EH 4-1 10 b
p c: cj. 44 (J CJ Eo p ( ) -rl Ci Cl r-l
•ri CO p CJ r-l Pi CJ 0 CO c 1 U
E-h pj HH o Pj Pi Pj PJ
Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
and X = 12 . 0 0 ft.
Each Surface Terminates Between X = 70.00 f Jr .
and X — 1 cjo . 00 ft .

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Sijrface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Mcjst Critical
First .

* * Safety Factors Are Calculated By The Modified Bishop Method

Failure Surface Specified


, H U By
!_. J 9 Coordinate Points
,"'t" ' -

Doint X-Surf Y-Surf


N o. (ft) (ft;
1 12.00 51 . 0 0
J'
23.00 50. 99
3 3 3 .83 52 .89
4 4 4.17 56. 65
rj
j 53.70 62 . 14
6 62 .13 69. 21
7 6 9.2 0 7 7.6 3
a 7 4.70 8 7 . 16
9 75 .77 9 0 .0 9

Circle Center At X = 17.6 ; Y = 113.8 and Radius, 63.0

*** .902 ***

Failure Surface Specified Bv 9 Coordinate Points

Point X-Surf Y-Surf


No. (ft) (ft)
1 12.00 51.00
0 23.00 5 0.88
3 3 3.84 52 .77
4 44. 15 5 6.60
5 5 3 .5 9 62.24
6 61.85 69.5 1
7 68.64 16.16
8 7 3.74 87 . 91.
9 7 4 .35 b 9 .8 6

Circle Center At X = 18.1 ; Y = ii ii 0. 8 and Radius, 60.1


Failure Surface Specified By 8 Coordinate Points

Point X-Surf i- S u r i

Mo . (ft) (11)
51. 00
0 22.98 51.66
3 3 3 . 67 5 4.26
4 4 3.73 5 8 .7 0
jo 52. 85 6 4.6 5
10 60.74 7 2 . 52

67 . 15 8 1 .4 6

8 7 0 . 8 8 8 9.30

Ci r c 1 e Cen tc ix At X 4 — 4 12.5 and Raci i us ,

4 J- it
. 90 8

7a i 1ur e S u r f ace Sp e c if ie ci B y 1oj co r d i n ate P co i n t:

Point X-Surf Y-Surf


No. (ft ) (ft!
1 9. 67 50. 81
2 2 0 . 6 / 50.71

3 31.52 52.50

4 41.91 5 6 . ii 3
o
51.52 61.47

6 60. 07 68.39
7 67.32 7 6.67

8 7 3 . C4 86.06
9 7 4 .55 89.89

Circle Center At X 114.5 and Radius, 64. i

Failure Surface Specified By 9 Coordinate Points

Poi. nt X-Surf Y-Surf


No. (ft ) (ft)
1 9.67 50.81
•0
2 0. 67 50. 60

3 31.53 52.29

4 41 . 95 55.84
5 51.5 9 61. 12
H 6 0 . 18 67 . 99
7 67.46 7 6 . 2 4
6 7 3.2 0 85. 62
9 7 4.9 1 8 9. 95

Circle Center At X = 14.0 and Radius, 63.5


Failure Surface Specified Bv 9 Coordinate Points
Point J-Surr l- S u r l

Wo . '. it) !ft)


1 12 . 0 0 51.00
22 . 98 50. 31
V '] Q T
3 3.87
4 4.21 55.61
53.56 6 i .o 1
61 . 5 9 68.91
67 . 9 0 7 7 .93
8 8 .0 3

Circle Center At X 10 4.1 a nd Rad i us, 5 3.

Failure Surface Specified Bv 9 Coordinate Points

Point X-Surf Y-Surf

No . 'ft) ift)
1 9 .67 50.81
0 20 . 62 4 9.77
3 31.58 5 0 .7 2
4 42.19 53.61
nc
52 . 11 5 8.36
6 61. 0 3 64.80
7 68. 64 / r- . 14

8 7 4.71 61.92
9 78.39 90.51

Circle Center At XI Y = 110.9 and Radius,


>
X
z
<
14 c;,
EI oj •
•r-l CJ 0
<
0 4,
cj ri ro Pi cj
4.) CD •
Ci LJ Oj
o
4J
PJ
Oi
III P ti
P p ci ra r
-ri C) LJ EH c
CJ -4 cu ra
14 Pj
CJ
p 4J 4 J
DJ 4-' Di rJ CO
ro oj
iJ £> X) P 4-J
Ci
CO
c !-' PJ
o CO
rl CO ---- CJ Cl
CO o 44 • PI
ell u co c: Ci
(0, Pi OJ -p cj Ci tC Ci it
co r- go
E-i T)
41 OJ .1.1
x\ 4-> o;
r.j '4 ti 41 EJ Cl rOj ffl 4-1 OJ
fc r-| o E-h ra . Ci 04 rH E-I I J Ci 4-1
ro -4 HH c-C TJ ci -ri -r( p ra
CJ Pi hH X' P c i r- Pi CJ 4-' P
CJ OJ Pj Cj CJ i-i Cl CJ (0 "'
ri ti JO hi Pj o PI CJ
•H ra ra Pi PJ PJ I I 4-J
lu p Ci CJ CJ o 0 •P
t: OJ P CJ CJ CJi rl Ej P'J 4-J o
10 ri '0 4J c_1 id 44 ih ii -rl
• PJ 4-: •rl O Cl p Ci CO 4-J j • (J in til
CJ 4l 0 El (JJ -ri 4'
J M-J PJ TJ 5D PJ 4h Pj 0.J pi CJ o OJ rl 4J
0 CJ ia 41 ll) PJ Pi C; pj LJ LCI IP
J CJI jj p 4-1 hi PJ CO PJ ,r ci
Cj -rl
p 4, Ci P PJ tJ t-l c r-l <1 EH JJ I! 0
P Jjj X CJ CJ tJ O •r-l Q- CJ Cu •rH Cl Pj
1 ^ 4 ;j p rH PJ CJ CJ
OJ 4i CUi hi CJ Cm PJ
TIEBACK LOAD(Si

1 Tieback Load(s) Specified

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacing Inclination Length


No. (ft.) (ft) (lbs) (ft) Ciegj eft)
1 2 7.00 61.0 0 1.0 0.0 1.5 0 0.00 11.0

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

125 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
a n ci X = 1 2 .0 0 11 .
Each Surface TernJinat.es Between X = 54.00 ft.
a nd X = 10 0 .0 0 ft .

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At: Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First.

1 * Safety Factors Are Calculated By The Modified Bishop Method

Failure Surface Specified By 11 Coordinate Points

Point X-Surf Y- 3 u rf
No. (ft) ( ft)

i
11 . 63 5 0 . 97
z 22 .52 49.46
3 33.52 4 9. 62
4 4 4.37 51.44
c> 54 .81 54 .89
6 h 4 ,62 59.88
/ 73.55 66.29
8 81.4 2 7 3 .9 9
9 88 . 02 8 2.78
10 93 . 22 92.48
ill 93.36 92.93

Circle Center At x ana Radius,


>
X
z
<
at
OJ -co
Pj cc:
•ti CJ
Hi
Pi Ii
pj
h1
<
ri 0
c r|l
CJ P-l
P ra
10 4-'
to to Ci
m p: -
O
Pi (0
! 4-h (-H _ .
Pi
O Ci-i >•
:; n ,-r. ---_ "
*rD r U3
0
i-4 'C rr. r- IJ } •'
4J rl ,. j rji cj Cl
4-!
CO 4J CO OJ • PI
'D
C-i ri i'J 41 C1 r TJ 41
1 ^* D->
•a C-l
f/) Pi
c; f" CJ
4 J
4J EH
c E-'
0 O OJ -. O Ci Cj Ci Cl Cj
Ci
cri r i 4-1 0 Ci CO 41 '• '"'• -X • •
cl) E-i CO to OJ cH" --- Cl r-H OJ Oi Cl 44
I co to r- oo on oo
40 01 Pj l. 1
O t-' ~-' r1
hi
4 J (U E-' pi to
r ) Ei
O'
(0 Pi rl HJ tU 0) ....
IV 44 4J EJ l-l X rj
E-I 4- I) En P 41 J-l
c ,-H O E- ra ra PJ
CO rH CC, ra ra ra e-i
•rl hi cC TJ Tj OJ
ri 4-J
Pi E-h o* CJ P X
(-ir CJ CO C" ra Co h
c-j OJ Dj h i JJ 1
'Hi
ti JJ hi C-J O CJ Jp
rl
I J 0 CJ
-H ra CO PJ PJ PJ CJ]
4) O
o c E-I
u. p ic CO 4)
r OJ 4-1 CO o r-l
p: -rl
r,
F-i
CO rl -J PJ CJ (ci
CJ '. 4! ro E-i
•• X. 4-' -,-H 6 Cl Pi 4-1
a.. -rl J-i
Hi ro Pi >1 CJ Ci
Pj 04 t-l c -' CJ OJ CO
pj hi EJ
4J 4,1 TJ X E-h
X 40 ti
4^, PJ (l! cj Pr
ra c; I-1 CL' CL,
T! P. 41 PI CJ
pj 00 4-'
ij hJ CO CO r- 41 CJ
E-i hi r-l l-H
Oi Pj 4-1 PJ C' P
P C) -r-l X 0 Pi -rl (1
p ti CJ, 4J CJ
O P
4j CJ CO C 1 !>* £h
JJ -H CJ ra rH pj CJ
HI CO tt
PJi hi CJ Cn D. CP PJ
PJ i-
Tieback Load(s) Soecified

. eback X-Pros Y-Pos Load Spacing Inclination Length


No. (ft) (ft) (lbs) (ft) 'degi (ft)
1 27.00 61.00 100.0 1.50 0.00 ii 1 . 0
2 33.375 65.25 100.0 1.50 0.00 11. ij

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

125 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


.Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
and X = 1.2 .00 ft.
Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.
and X = 100.00 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Ynr;iai Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical.
First.

* * Safety Factors Are Calculated By The Modified Bishop Method

Failure Surface Specified By 11 Coordinate Points

oint X -Surf Y-Surf


Mo. rft) (ft)
ii 5.25 5 0 .4 4
2 16.23 4 9.81
3 2 7.22 50.39
4 38 .07 5 2.17
o
4 6 .6 6 5 5.14
6 58 .87 59.25
7 68.5 6 64.46
S 7 7 .6 2 7 0.69
9 8 5.94 77.89
10 93.41 3 5.96
11 9 9.29 9 3.86

Circle Center At X = 16.5 ; Y = 149.8 and Radius, 100.0

.. 01
X
Z
<
2: cu -
SI Pi
<U 1
0 41 P CJ —
0) PI :js to ni
Pi
CJ
4 J
CO 10
P P. Cl''
-rJ 1) 4J
PJ cJ
Oi
u -1 ti
-1 CO ra
J to p
Jj Cj 4i o OJ 10
EJ Pi
41 i.J CL.
TJ
ti 0 4-J Ci ,-;
hJ X. O 0 (U
s: --
pj OJ
41 tn i. -1 r'i to
1 Cl OJ
•H C- C- r- J tj OJ
D, - ,---<
C l
-1 <
pi ,-Q Ei
E4
PJ
04 CJ Oi —
CD 41 4-1
P 4) 44 .... CO Q, cl 4-!
H P. 0) +J •
J, to h-1 4-| CJ
IJ 41
-H 41
CJ Cl
Ci 0
ti
HI to CO
to <1J 'I p]
P CJ •ri -rH c ) EJ
J4J P id (.U OJ
(J 4!
CJ
PJ
ra
P 4-1
PJ
<]
P! r-H E-I J-'
X,
Pi
CU
4-1
ti r-l Ei ca
-,--! hi CO Ti TJ OJ fJJ' ' rH ft -c-l Ci 0)
CJ t-i hi r- > p P hJ al cj -P CJ
(U (JJ Pj hi CJ ,4 1 CJ iB IJ
—1 ti jj hi PJ OJ 0 LP
,4 ro •13 Pj PJ Pi OJ HI 'EH
Ji CJ Ci c; CJ CJ CJ t-i
OJ jO OJ 4 r-l OJ r-l 0;
ro ri -0 p] CJ (0 Id 44 Ed .p •rH
4-' -ri O CJ Ci 4-' CJ C 4-J 4 J C) i ') LiO Ul Di Ej
41 ^1
ro Pi o fj Cl ' -! r-i -rl J-'
4-' '14 c J TJ 5) PJ E-h t-l p Cu OJ E-i p , -j r"' CJ OJ CU -EJ
ra Ci 4-1 41 41 CL n! Ci CJi E-J Ltl itiJ ti P
4-' CO 1-1 hi 44 CO C- TJ Oi Jo Pi] 0 -rl C
Oi P 4_i PJ 14 c: Ei E-h r-l lU L-l 40 r-i CJ 1
P ti CJi 41 CJ CJ ic p O •'"I P 0 r h c : Pi •ri rl CO
CJ 01 rH Pi c J CJ ^ c: •rH
PJ hi PL h- O Pi Cu PJ oi CJ E-
3 Tieback Load(s! Specified

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacing Inclination Length


No. (ft) (ft) (lbs) (ft) (deg) (ft)^
j 2 7 . Ci 0 61. 0 0 IOC). 0 1.50 0.00 pl . 0
2 33.375 65.25 100.0 1.50 0.00 11.0
3 4 0.500 70.00 100.0 1.50 0.00 1i.u

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

1.25 Trial. Surfac.es Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
and X = 1 2 .0 0 f t.
Each Surface Terminates Between X = 70.u0 ft.
and X = 100.00 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First .

*- * Safety Factors Are Calculated By The Modified Bishop Method


Failure Surface Specified By 12 Coordinate Points

Point X-Surf Y-Surf

No. ( ft) ( ft)

1 4 .0 0 5 0 .3 3

2 14.71 4 7.82

3 2 5. 67 4 6.8 3

4 3 6.65 47 . 38
0
4 7.4 6 4 9.4 5

6 57.87 53.00

7 67 . 68 57. 97
8 7 6.7 0 64.26

9 8 4.76 71.75

10 91 . 7 0 8 0 .29

11 97 . 38 8.9 . 71

1 2 9 9.14 93.8 6

Circle Center At X = 27.3 ; Y = 125.2 and Radius,

1.110
X
z
<
CU Ti cu ra
Cl rt •rl 4-1
J-O PJ
111 41 4-'
O fl EJ P P
CO pj p ra 4-1 Cl Ci -rl
CO 1! Ci 0
ro co 44 Oj
CIJ P
'.U EJ 0 OJ
CD Pj Li -P
UJ
0) P
p -rl
'') TJ r PJ ---- OJ CO LO f - OJ CJ Tl
5 OJ t ti
p ro rci Cl Ci EJ
HI * ' -rl
O tn PI C1 C 1 O
4-1 tj P< 4 Pi OJ to 0
rl O' -H c
Ei Cm a O
CO P ri Pi
Cl, Q„ r TJ pj
Ei CO
HH
!J
OJ ,. Ei • CJ &J
40 . CJ OJ ,-. h-l
Cjl . ri r-l to O coi CJ
P iJ 41 CJi (LJ PI I)
CJ P TJ 141 c i Oj
rH a) ---
UJ 4) UJ Ti
X! Ci EJ 0)
0 Pj 4' -rl
X, PJ 4-H
P -(--' PO -rl
0 Cl PJ CJ
TJ H OJ r- Ci 0 OJ
1 OJ CO 0) 4-1 PJ c CJ
cU CU El CO 01 CJ k> ^r co
P) OJ hJ 4J OJ i i L(l Ci <
O 4-J --- r-H ri DJ C I r-i
ri >J
Cl (J
hi PI
E-i TJ
Pi OJ 4! PJ Xi
41 E: .,.. cj ,-., CO 1-1 01
01 to PO 40 EH EJ 44 Ci C.l C ra 4-1 • • Pi ci> OJ CU
ti CJ CO CO 4H - Ci c -' EJ 40 (J CO ,/; Pi C'1 H-l
rj 1' C Pi H-'
n di Tj TO CU 4- JJ -rl p., r-i ri Pi Cti OJ 41
CJ X, E-i 4J P P h-J 44 r 4 0 pi P P - " r-i ri 111 Xc PJ 11
ul (U a, E-J 4 4 1 -- , .1 01 LiO LO 41 ra 40
ti -p h-l Ci 0 b PJ
ro PJi PJ CO OJ I- ', PI
X c ii O CJ CJ O
OJ 40 CO CJ rH PJ
ri ra- rl 4 b-1 0 to h-1
•• Pi 4J •rH CJ CJ Ci 4-1 XI
01 ra Pi >H 0 b >l rj -rl
H-l CJ PJ TJ 5ii p; Ei E-h P E-J P 0
Hi CJ Jo 44 01 40 x, (0 . to
PJ PJ 4i CO 41 rO 4Ci CO r- xi <: r-l r H C PJ
I1 a 4J Pi H;; c p OJ •
ii 0 c Ci 44 CJ O 4j 41 Pi O
4 -rH JJ CJ ;J ri PJi CJ CO
PJ fl PJ Hi CJ Pj CO Pi PJ
TIEBACK LOAD (Si1

4 Tieback Load is) Specified

Tieback X-Pos Y-Pos Load acmg Inc iination Lena t t

No. (ft) (ft) (lbs) (ft) (deg) (ft ;


1 2 7.00 61.00 100.0 1 .50 0. 0 0 n . 0
2 33.375 65.25 100.0 1.50 0.00 ii. U

3 40.500 70.00 1.00.0 1. . 5 0 o. o o ii . 0

4 4 7.62 5 7 4.75 .100. 0 1.50 0.00 li.O

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A R.andom


T ec hn iq ue For Generatin g C ircu ii ar Sur faces , Has Been Specifieci.

125 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
and X = 12.00 ft.
Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.

Unless Further Limitations Were imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The 'Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most. Critical
F i rs f .

+ k Safety Factors Are Calculated By The Modified Bishop Method

Failure Surface Specified Bv 12 Coordinate Points

'01 T:t X - S t ir f Y-Surf


No . (t(:) ( ft;)
1 L\ . 0 0 50.33
1.4 ,. 7 1 4 7 . 8 2
3 25 . 67 4 6.8 3
4 36..65 4 7.38
£
47 . 46 4 9. 45
6 57 . 87 5 3 . 0 0
7 67 . 68 57 . 97
8 7 6 .70 64.26
9 84 . 76 71.75
10 91..70 80.29
il 11 97 . 3 & 8 9 . 7 J
12 99.. 14 9 3.86

Circle Center At XI = 27,3 ; y = 12 5.2 and Radius, 76.4

1.17 8
z
• OJ
IJ CJ
a. 0) oi
Pj (J
. a ru
< Eh
rl CJ
-,-| ri 01 11
CJ OJ p c; •---
CO PJ CO ra ih c
CO 4.1 CO
Cl CO CO ! i
(J
so Oi P "-'
pj 'U EJ CJ
Ci CO
CiJ
•rl 0)
PJ c )
01 4J • •
-rH —I 4-J ri , I El
'CJ rH P, —- 1) Ci) 01 •'I to
OJ CJ EH ra O
ro
C) ro u c
4-1 Pj oi
0>
ti p Cm
El CJ
to
Pi PJi
El 44 +J
CO , -J cj
OJ 11 Ci'
<n l-i 0 0 44 O cJi CJ CJ Ci ci CO
_
_J
r-l r-i •rH .,, 0 (i
c X 4JI r -. CO t -. CJ CJ Cl Ci o (J 0) -*--.
cq CO jJ
o r- ra oj UJ CJO 4-1 CD 4 -rH rl (71 c Cj
<r (|J 4-1 PI (|) PJ
rH r-l •P PJ 44 40
Ij CJ Tj p Pj
<-< *~i
GO
PJ It)
u
p 1 o
ft.
ra a x\ PJ 4-i
Cl 1 CO PJ -rj P
•rH CJ Cl PJ CJ (D ,-- cl CJ CJ Cl CJ
TJ P PJ 44 O ci CO Cl O -rH r OJ 44 4-' O CJ CJ Cl CO
ni .--.
GJ (1) 44 ,., Cl Cl CD CD Cl CO O) 44 Ci 10 4-1
'0 i i 111 Ei Ul c 00 ts -" Cl r-l CO c J 00
h-\ 4J Cl rl rH CO Ol 40 fl! Pi l( I Pi co r- ai oo
i --- m cj co co r- Ci (1 ~-
r
CO CJ
£1 cj hi
ti PO
ti CO to E ' TI
ra 4) (JJ PJ (U X PO 4;
p CJ -H -rH 4J '< rr C 1 Co u p
0J p Xj PJ M Ei 44 O Cl CJ Cl Ci Ci ra 4H cC (U OJ CD r- CJ C O C) o CJ
o r j o E-h (0 ra KH ,-. Cl
44 CJi O Cl CJ Cl PJ EH 4-' '1 Ci J Pj 44 CJ 40 4- CO C CJ Cl o CJ
ra •H hi fp TJ TJ ill pi Si . H PJ ra ru ra 4H
CJ [ij E-i H-
c p PI oi r- Oi -a' oi Pu H tJ lj; Pi hJ; --
c- iL CT1 o OJ
0; P CO hH CO C-i 1 r i c J ro OJ co OJ Ei i c- lcj r- CJ' CO
ti EH 0 0 OH
D ID
HJ
P6
hi
pj Pi PJ [J 0 CJJ
C cl CJ o CJ CJ hi
'D 4-' CO O rH 1 PJ 40 CJ
p 10 rH rj PJ CJ ra X 4J •' i
ci Hi -H 6 a a, j.j J PJ tjn EJ
OJ CO Pi Pi 0 b :a H ^ •H 4J
JO OH 0J E-h hi p CO 01 H O (U 4-J
Hi X & OJ
ra CJ Ja 44 14 pj Cii 10 CJ Cl ti c
Pi PJ 4' P 40 PI Pi Oil r- TJ
1) Qj 4J rt) PJ C F-i X o x
CJ H c Ci 4-1 CJ CJ 41 :o CJ •rH 0, O r-i Ci Cm
:ji ---I ;0 P P rH k; CJ 0
X, E-i PJ h-1 CJ pJ Pu Pi CQ
TIEBACK LOAD OS)

5 Tieback Load(s) Specified

Tiebac k X-Pos Y-Pos Load Spacing Inclination Length


No. (ft) (ft) (lbs) (ft) (de cj) (ft)
1 27 .00 61 .00 10 0 . 0 1.50 0.0 0 11 0
i c r.
2 33.37 5 65.2 5 10 0 . 0 _L . -J <J 0. 00 11.0

3 4 0.500 70 .00 1.00 . 0 1 .50 0.00 11 . 0

4 47.62 5 7 4.75 1 0 0 .0 1.50 0 .00 1 ii . 0


5 54 .750 7 9.50 10 0.0 1.50 0. 00 11.0

A Critical Failure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

125 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
and X = 12 .00 ft.
Each. Surface Terminates Between X = 70.00 ft.
and X = 1.00.00 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First.

* * Safety Factors Are Calculated By The Modified Bishop Method *

Failure Surface Specified By II Coordinate Points

Point X-Surf Y-Surf


No . (ft) (ft)
1 5 .25 50.44
0 49.81
1 6.23
3 27.22 50.39
4 3 8 .0 7 5.2.17
5 48.66 5 5.14
6 58.87 59.25
7 68 . 56 64.46
8 7 7.62 70.69
9 85. 94 77.89
10 93. 41 85. 96
11 99.29 9.3.8 8

:cle Center At X 16.5 ; Y .49.8 and Radius, )0 . 0

1.384
X
X
z
<;
a:
cu -
P,
II) 1
O 4, p Cl
•J
(0 4-'
P Cl) CO
0J (I) c
CJ P o
CL CJ
PJ „-,
CO 4-1
•rl 4H
o ro P r Cl O
H J, C, CO i|i (0 CJ
p
Ci M Pj P) CJ
Pi PI
o
ff o "> 11
PJ P a 4
41 x", . CJ ru r-.
PI
UJ Dl . -rl r-i Oi c; C.1
Pi C.)
E-' rl jj: Xi X'j Xi s: 44 XT CO 41
I) Ti ti- Ci Pi
CJ P
Pi -rH ci r- t'- 01 CO
CJ
o P
P.
pj Pi
Pi
C. ij Pi
CJ P-i PJ] CJ CU -.
4-J CJ CJ CJ ,;, Cl •r-l Ci; ^- c CJ Ul 40 4.)
'11 PI ,-, CJ CO CJ c ci CO CJ XI 14 Ci CO 4 1
ci
CD 4- ell P CO r- CJ O ,-i OJ c.l CO tOi
Hi 4-1 CJ rl r-l 01 Ol X, rl Ci 11- CO Pi ro ru r- ai ai co
! - - oj i/) co ti., r-
>i
ij
41
ro co Li
cu CU 41
-e .,-( 4-1
P M 41 O' ci 10 UJ ,-. ci
Itt CO PI --. CJ Ci 41 O c P 4-' Ci
TJ TJ CIJ JJ • . Pi, Ci 4-1
P P Hi 44 c.j
p I - ' rH
O cj p >'
(0 -i pj CO pj
p 11 C) o c
Ii 44 CJ X, 4-J 4
ri 01 PJ PJ
E-i -rH
•• p. P 6 PJ a, no L) co PI Pi P
Ill ro Ph 0 (J HI •— e; -ri 4-'
4J Ci 5! Ph E-i Pi OJ CJ CU ill
m o 11 (U PJ O fir LO p
P 4-'' hJ p; r- pci Jo PI o
a; a 4J PJ E-i tii rH tl • L-l 4-J Cl O X,
c ti O O •H Qj O Pi (.1
p c O o C! Oi O X EJ c -rH
pj i pj hi CJ P, PJ cn HI co e-h
TIEBACK LOAD(3)

1 Tieback Load's) Specified

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacing Inclination Length


No. Ift J if+i 'lbs.1 (ft; Ojiegi (ft)
i7 . 0 0 O L . '4Ii 10 0 .0 1 .50 5.0 0 11 .0

A Critical. Failure Surface Searching Method, Using A Par;dorr:


Technique For Generating Circular Si.irfac.es, Has Been Specified.

1 0 c, T -, 1 Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Oi 1o i. n t s Equa 11 y Spa ce ci


Along The Ci round Surface Between 1.00 ft .
and 1,2.0 0 ft.
Each Surface Terminates Between 7 0.00 ft.
a nd 100 . 00 ft .

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical, Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First .

* * Safety Factors Are Calculated By The Modified Bishop Method

Failure Surface Specified Bv 10 Coordinate Points

Poi nt -SrJ -r f Y-Surf


No . i ft (ft)
6 . 36
17 . 3 7 5 0 .13
2 6 . 32 51.11
3 9 ,. 0 7 iij3 . 4 4
4Cl. 45 O 1 . 1 fJ

59..28 62.03
68 . 4 3 66. 1 4
IP. .74 7 5 . 3 5
84 . 0 8 8 3 . 5 4
9 0 . 24 9 2.4,3

Circle Center At X and RaciJ.us,

963
LAMPIRAN XXI

PCSTABL5M ^*

by
Purdue On iver s ity

--Slope Stability Analysis--


Simplified Janbu, Simplified Bishop
or PriHHoo-r-r ' =1 Method of Slices

Run Date: 10/15/00


Time of Run: 17 :2 0 pen
Run By. ha nindya
ii n p u t Da t a F i ii. e na m e : b 1 5 c' . i n
(Output Filename: b 15 °.out
P ii o11 e ci O ut p ut F i 1e name: bl.5° .pit

PB.OBLEM DESCRIPTION bl.5°.IiN (Bishop Method -Circle Gen :

BOON DARY COORD I NATES


6 Top Boundaries
7' Tota 1 Boundaries

Boundary X-Le f t Y-Left X-Right Y-Right SO 3-1 Type


N o. i f t) Oft) (ft; if t j Bel cow Bnci
1 . 0 0 5 0 . 0 0 12 . 0 0 51.00 1
4 12.00 51.00 27 .00 61.00 ii
4 2 7.00 61 . 0 0 3 9 . ii)0 69.0 0 1

4 3 9 . 0 Ci 6 9 . 0 0 5 4.0 0 7 9 . 0 0 2
5 54.0 0 7 9 . 0 0 6 9 . 0 0 8 9 . 0 0 2
o
6 6 9 . ii) 0 8 9 . 0 C( 1 0 Cj . 0 0 9 4 . 0 0
7 3 9.00 6 9.0 0 6 5 . 0 0 7 2 .00 1

ISOTROPIC SOIL PARAMETERS


2 Type(s) of Soil

Soil Total Saturated Cohesion Friction Pore Pressure Piez


Tvpe Unit Wt. Unit Wt. Intercept Angle Pressure Constant
C o n s t a n t Surfac
Surf a

pj . [pcf . JCt (psf I (a e g j taramp (psf! N o.

115.0 1 1 i 6 0 .0 o c o
. 0 1

1 PIEZOMETRIC SUP-FACE (S) HAVE BEEN SPECIFIED

Unit Weiaht of Water 6zi . 4CJ

Pie zometr i c Surface No. 1 Specified by 6 Coordinate Points


Po in t X -W a t e r Y-Water
No. (ft) (ft;
0 0 6 0 . 00
'? n 0 0 61 0 0
54 on 79. 0 0

7 3 00 8 2 . 00
8 0 0 0 8 3 .
9 8 00 85. 0 0
TIEBACK LOAD OS i

i Tieback Load(s) j cec

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacing Inclination Length


No. [ft'} (ft) Gibs) Pft) jcieg) fit)
1 2 7 .00 61.00 10 0 .0 1.5 0 15.00 11. .0

A Critical Failure Surface Searching Method, using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

125 Trial Surfaces Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
a nd X = 12.0 0 ft.
Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.
and X = 100.00 ft.

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First .

v -1" Safety Factors Are Calculated By The Modified Bishop Method


Failure Surface Specified By 10 Coordinate Points

o in t X--Surf Y-Surf
Mo . (ft) (ft)
7 .6 3 5 0.64
2 18 . 6 2 50.24
4 29.54 61.52
4 4 0.14 54.46
5 5 0 . 17 58.98
6 5 9.39 64.98
7 6 c . 4 9' 7 2.31
8 7 4.57 8 0 .8 1
4 6 0 17 9 0 28
8 0 .3 9 9 0 ,8 4

rc.ie pen and Radius,

.9 2 4
LAMPIRAN XXll

pC C Ti j\ UT TDl.fi

. imp Li tied car, implified Bishop

"Q ,^ v, T-\„ i r\ i i c / (i r\

Run By:
T n p u t IJ a t a Fi 1 e n a m e : b 3 0 ° . i r
Outout Filename: b30° . oi
v- -3 n 0 ,r, a
Plotted Output Filen;

DT? A R T P ¥ "HTT Q CU T DT T OM VxDftO TKT (p-j cVj^rn Mpt-KA^ —r Gen)

BOUNDARY COOPvDTNA^FS
6 Too Boundaries
7 Total Boundaries

X-Left -Left y.-p,i'"ht V


-P.iaht
(ft J (ft J ;f 4 j Below
Li (0 (0
5 0.00 12 00
51.00 27.0 0 61.00
41 no 0 0, 0,0 f. 0 0 0

3 9 6 9.00 5 4.00 7 9.00


54 7 9.00 69.00 q q n n

0 0 O iO 0 J 0 c
1 '00 0 P
o a
6 9.00 8 5.00 7 2.0 0

ISOTROPIC SOIL PARAMETERS


O Ornolr 1 r,e 0 r, J 1

,- - 1 o
j. '_' L a u . 3 d Cohesi on F riction Pore Pr e s s u r e Pi
ype Unit Wt I' nit Wt T
nterce ot Angle P ressurc C r,
nstant c- ^ -^ c

No . (pcf} (iZ'Cf) jn c f \ (deq) Pargm. 'psf) No


]_ 1 1 C r\ o tc n o 0 .o 1
116.0 1 6 8 0
o 11C (1 tic; n o n n
1 oo n nn n i

1 CJ \ U 7 DJTTJlt cprr'

TaTci i rt Vi +- rx -f W a +- <=± v

o o ur face M "oecified be 6 Coordinate


y _ Wate r
t j= +. ',.
1 - '- t

00 60 00
27 0 0 61 00
c n n
4 7 Q 0 0
7 0 n n
BO 0 0
g 0 0 0 83 00
0 O r\ p. O c; i" n
TIEBACK LOAD OS)

Spec i i j c r

Tieback X-Pos Y--Pros Load Spac ing ii n c i . i n a t i o n snath


f r i } ii b s ) ;f rj x g i
6 . . 0 0 100 . i) 1 . jO 3 0 . 0 J

A Critical Eaiiiure Surface Searching Method, Using A Random


Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been Specified.

J2 5 Trial Surface's Have Been Generated.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X = ii.OP ft.
and X = 1.2 .00 ft .
Each Surface Terminates Between X = 70.uo if.
and X = 100 .00 ft.

Unless Further Limitations Viere Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

.1.00 ft. Line Segments Oeiine tat :h Trial Failure Surfac

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critic;
First.

* * Safetv Factors Are Calculated By The Modified Bishop Method * *

je Surfac .f ied Bv 9 Coordina t e Points

8.21 5 0.68
5 0 . 5 6
3 0.07 52.27

4 Li .
on o 1

5 6 01

66 3 8 / 0 . J -J

7 4 3 0 8 4 . 9 6
74.55 P. Q 8 Q

ana Radius,
TIEBACK LOAD!S^

jUau \ o ;

' i QKa r- V V — D^-


icing
\'.j&g /
01 r\r\ a nsi

A Critical Failure Surface Searching Methoc ^b±iiP) in Kanblo'iii

Technique For Generating Circular Surfaces, Has Been

Trial Surfaces Have Been Genei 3d.

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between X = 1.00 ft.
and X = 12.00 ft.
Each Surface Terminates Between X = 70.00 ft.
a >-, .4 V — IOC 0.0 en

Unless Further Limitations Were Imposed, The Minimum Elevation


At Which A Surface Extends Is Y = .00 ft.

11.00 ft. Line Segments Define Each Trial Failure Surface.

Following Are Displayed The Ten Most Critical Of The Trial


Failure Surfaces Examined. They Are Ordered - Most Critical
First .

Safetv Factors Are julated By The Modified Bishop Method

Failure Surface Speci; coordinate Point

Poin
No.

A A
~1 -1 .43
63 ,
80 .
93 . 0' C'
CJL o o

jnter At X =
LAMPIRAN XXIV

*'- PCSTABL5M **

by
Purdue University

--Si! o p e S Lab 1 11 ty A na 1y s is --
Simplified Janbu, Simplified Bishop
or Spencer's Method of Slices

Run Date: 10/15/00


Time of Run: 17:33 pin
Run By: hamndya
Input Data Filename: bL18.in
Output Filename: bL18.out
Plotted Output Filename: bLiiS.plt

PROBLEM DESCRIPTION bL18.IN (Bishop Method -Circle Gen)

B 0U NDA RY C OOR DIMAT E S


6 Top Boundaries
7 Tot a ii Bcjunda r ies

Boundary X-Left Y-Left X-Right Y-Right S cj i ii Type


No. (ft) (ft) (ft) (ft) Below Bnci
1 .00 5 0.00 12.00 51 .00 1

2 12.00 51.00 2 7.0 0 61.00 1


i
3 2 7.00 61 . 0 0 3 9 .0 0 6 9 .0 0
4 3 9.00 6 9 .0 0 5 4.0 Ci 7 9 .00 2

5 5 4.00 7 9.00 6 9.00 8 9.00 2

6 69.00 89 .00 94. 00 2


7 3 9.00 6 9.0 0 8 5 .0 0 7 2 . 00 1

ISOTROPIC SOIL PARAMETERS


2 Type(s) of Soil-

Soil Total Saturated Cohesion Friction Pore Pressure Piez.


Type Unit Wt. Unit Wt. Intercept Angle Pressure Constant. Surface
Ho. ipcfi (pcfi (psf j idea) Param. ipsf) No.
1 115.0 116.0 150.0 25.0 ,00 .0 i
2 113.0 115.0 100.0 50.0 .00 .0 1

1 PIEZOMETRIC. SURFACE (3) HAVE BEEN SPECIFIED

Unit Weight of Water = 62.40

Piezometric Surface No. 1 Specified by 6 Coordinate Points


Point X-Water Y-Water
No . (ft) ft)
.0 0 60.. 0 0

27 .00 61 .00

5 4.00 7 9.. 0 0
73.00 82 .00
8 0 .0 0 8 3 ..0 0
98.00 85 . 0 0
TIEBACK LOAD(S)

Tieback X-Pos Y-Pos Load Spacinc Inclination Length


c^ x 1 ;' i P ^ J 'ci,
O-iC'-j ;
lO C,C\

Critical Failure Surface Searching Method,


IV r. nlr^ H r.r ^ ID
iot.ihix4,,id L Ci m Generating Circular jfaces, Has Been Specified.

Trial Surfaces Have Beer jenera ts

5 Surfaces Initiate From Each Of 25 Points Equally Spaced


Along The Ground Surface Between
and
Each Surface Terminates Between
and

Unless Further Limitations Wer Imtooscd The Minimum El--1''-4" ^ •"••n


At Which A Surface Extends Is )0 ft.

nn ft- t,
ie c mie n t s Define Each ^ ' - c> 0 11 -r € -,

wing Are Displayed The Ten Most Ci •rrl (X+- Oil^ ryi
e Trial
oaiiure Surfaces Examined. Thev Are Ordered - Most Cri-

* * Safetv Factors Are Calculated Bv The Modified Bishoc Method + *

Failure Surface Specified By 11 Coordinate Points

f Y-Surf

0 5 0.58

5 6 H L

62 . 17
6 0 o ?

0 3 7 6 3 5
9 4 84 9 6
o o P. Q

i4 .
X
X
z
<
• ru
ti o
CIJ OJ ill ro
Cl a
2
O Ci P C r
CJ tfl CO ro ru c; -
c C) 4-'
Ci UJ
(iJ CO CO
o Ci
CJ 'IJ c:
PJ
CO 10 p 0
-e ii 4-1 Cm CJ
PJ
cn cj
CJI . p
-t-i
TJ r-l rl C, QJ p
Cl CL> r- ll) CJ K
I P to o c M
ro
>H (J CO' M r-|
c CJ
ft +J 4.) Pi cu to 0
TJ p Pj PJ O
it. -e 0 L4 0 X
Ci JO 4J
_c
fc 0
-J rl rl r-| X P Cl CJ C Ci c;
x
(0 PJ .— Cl o CJi ro C
CQ rij 44 0 ll)
P HJ X C-l >; DI JJ •... •rl rl Dl CJ c PJ
4J
X X S) 44 -H 44 rj (-• CO rr a 44 Di PI
ni •
IJ
Cl PJ -. rl cj LO Lo CC CJ Ll Pj
0 I -rH < CJ
•l CO TJ
Sj (0
y. P CU
ft; 4.1
ho CU PL
'IJ
C 4J PI -rJ Ll
-•;
_-
0 Ci PI CJ CO r-
4-1 O '—' L i •r-l P CO
<i; 'i> c. (IJ 4-' 4 J
41 _. CJ CJ o CO tj 4-1 Ci (ii 4-1
t+- CO CU 4-' • (IJ P Cri CJ' (-- CO L-J ^ -
-n
X 44 CJ oj: l! Cl LlJ c ft,
I - - Ul lo to r- to 0 4-1 r-l r-
X
>H Cl CJ C
O
X L-H
X,
(U 1J Pi
ci to
E-i TJ
(Ci 0J P PJ HJ 4-1
p CJ •a -r-l
CO cl JP 4J p P 4-1 C
Sj 4-' CD* CJJ c
id 4-1 OJ CU ,-.
C CO 01 O CJ o
o Pi rt
ti r-4 Ei (13 10 -.. c Pi r-H P 41 Ci LO 11" X P 4-J 44 C CJ o Cl CO CD
to •H HH cC TJ Tj OJ JJ
di -H :o -H Oil r-l ,-
Pi P (C' 44
P Pi tn X P P X 44 Oi 0 JJ rH
'-' r- 00
P OJ Di L4 p CO 1 CO
<-
HJ ro cj r-
,—! ti LJ h-l CJ 0 0 4) t-l CO
-rj m P DJ DJ 4) DJ l-l 4-1
X c Dj CJ CJ
0 JO'
o
CJ OJ 4-J CJ 6 rj l/J r4 EJ O X IJ CJ
Oi rl rj c
rG W CJ rO .....
10 Pi Pi PJ •rl
p.: 4J o CJ 4-1 p> to 44 44 LlJ u
^ r.. Li PI Di P
p ro fct 0 CJ n -—
0 -H Ci r-l r.
So 44
4-1 Cj Ci Oil s be EH E-i ii (JO CJJ E-i CJi rl r.
P> <D ru 4-'
CO CJ X +1 <{> H CL P CJ i}H to CJ i^-
ti p
CJ ra 4-' P 4-1 PI Ct LO T) t'-j , ,
r- Pi i>1 PI 0 -ri
cl JJ Oj 40 CO X P c, E-i E-i r-l Oj E-I 44 P 0
C ti Ci 4J 0 o p -.4 Cl 0
O r-l c Pi -rl CD Oi
4 -,-i Cj C JJ r j
Q
OJ ci 0 CJ 0.1 O
DJ E' 03 l_l Pi Oj 0J HJ CJ
^
ri E-J
PJ
41 ,-.
TJ
Dl 4-'
o
P 4-1 x:
OJ - -
41
TO OJ
OJ
"J r J
51
CJ Oi ru
p OJ ro -rH 0,
ro Ci Q, ro P o
K CJ
Cl Eh Ll x:
4 CJ
a; CJ Qj
too a OJ Ci 4J -p
CU • Co OJ
X ro
CCJ OJ
4) <)
-rH P +j 4-J P 4-1 P X
to
"4 t(J
CO IT 4-I 4-1 4-J 4-1 -rl 4 X
ro H
Pi
° 2!
4J L ' L-l t J CJ'
10 c-i Ci LO CJ Oi TJ
4-J • x: o
P rH C J r-l CJ' F-i
CO
-rl rl 0- CJ'
P .
0 rH ^
QJ
•ri .
Pi -cl p e x:
O 1
ro - U O E-h
Pi
CJ nj
TJ
OJ
TJ t'l , •u U 1) CJ T> Oi P 01
fO P CO U cu
nj 44 1 cu cj ro -a
OJ P e cu x: LO CO LLJ r,' CG
Oi co x E-J
X
9 ^-— 1 41 4-J 44 EH ai .-i o-, r-i r- oj
oj (Ll (U 4-J a) ^L Li.i 41 [-- OJi Ci
ru ti Pi CD to to OJ 41 •
CO o 4J CJ Tt' a tJ TJ n)
4-1 W - . Ci P 4> c c di O
•r|
0 4-1 c: •rl tU Tt' C
Oj 44 41 4-' CD -H
<!J 44 OJ 41 Co H
+1 LH Oi (0 co
ti 4-J :- ft) OI r- c j CJ fi
Oi OJ
ti P CTI a pj P r- -) T CD a; r- ^
14 P -H U Oi
'0 0)
) <D' in rr r~J lO -T,
r-J Co p c Oi CJ 0) 4) (11 C J --4JI ^ a; 0*i G\
o •H OH 4 H OJ ci [) Ci
Pj CO P O p OJ HJ 111 (0
Pi CJ CO P 0) EH C-l Uj
•H Pj
4 CIJ CJ () pat li
j-J
CJ X CJ (T1
X CO 0) ro ru Pi CJi GO
4) CJ 4-1 PJ Ll
,4,; 11 CJ
X, CJ M Eh CJ Pt Oi PI p
u 4J> CJ . X •ii CO to -H 10 ro
CD
p
ro cj •rl c LO DJ W it P 4-' 4)
DJ -rl IJ E-J P 4J 4 44 CiJ C-i r4 CO rH CJ
UJ Eh cl) ( J tt U) O O r-J •H P + -rl Pj
CU r-l ro P 4J CO "rH ro
ai E-h c-i Pi D f-ti 4t Pi + lu
LAMPIRAN XXV

DdQTMJT ^ M

O +- -. U. A 1 -! -
• -Piop- . c-i iD -L P-P- P J,' /^ii
-rrrj-;"1 ^ -P t rx, ,- -Ja nK,
i, Simpl ^ A ex Di U o c: ^ '

or Sper

10 7 J o/J
17:39 o
Run By: nan may
bI,C! 4 i u
Output Filename: bL2 4.ou
Ir T -1 -J >- 1

PP.OBLEM DESCRIPTION bL24.IN (Bishop Method •O & Con ^

BOUNDAR.Y C r)'~)'D ^^^d, to? c

6 Tod Boundaries

-Left Y-Left X-P,iaht V-D J rrh-.i

/ -P 4- \ / .p 1. j
' f t- \

. -0 so 00 1 ? 0 0 C J

12.0 0 51 . 0 0 2 7.0 0 41

0 7 '^ 0 jr 1 <"•• n "7> O r» n


'-' -*• - -' -'

0 Q 0 n f. 0 0 n' S 4 "' n
^ .4 o n 7 9 . 0 0 69.00 00
f O ^ '"•• O Q f. f; I 3 3 p n 0 0;

30 on cq pn Q k on on

ISOTROPIC SOIL PAPAjMETEPS


O rn..^^^t r,e C r

n i t Wt Anq
ir.-ti

1 1 c n

J PTFO [0M4t (JTO SCPt^^E HAVE BEEN SPECIFIC"

Unit Weia'nt of Water

Piezornet r i S u r f a o e I3 r S n e e" f i e d b 11
X-Water i-Water
jrj \ i -P -p. \

60 0 n

0 n
61
7 0 ("l Ci

7 3.00 Ci n
02
0 0 0 0 0 3 Pi Cl

o q c o 0 r
0 ri
x:
p ,-.
TJ
01 4-1 0
P 4-1
PJ
OJ ---
41
Hi Cj TJ ci;
rH OJ Si
p ro (11 Di
O
CIJ CJ 4J PJ
ti rl
4J
ti E-
TJ Ci
OJ 4
CO DH 4 -rl C
CO 41 PI •'
3J L
OJ C ro t j TI 0
•. 4J CJ 0) Ci
CO' CJ r
CJJ S 0
cu •rl
c 4
(l) ii
ro Oj pi c
Cl o-J
cj ci hi
Q, T"
CJ CJ 4-' CO .4 L
r; i J to P CIJ c
E: II CJ CJ ca:
E i ro TJ C
>-l 4J L' OJ
P r-l CU 41
o (U P CJ ll CJ 0)
Cl co JJ Ci> O ro oj
JJ CU 4 OJ rl ri P' Ci CO CO- OI CO
CO 1> CJ ro ^
CJ r-
Oi o; to P H F-
CJ p M EH
-1 r ?!• OJ ci oj co co co
•rH CU CU C 4l OJ
CU CJ '11 ti DJ OJ ro CO di 4J
(J Pi 0 Pi CJ 41 a E- Tl ro
to CJ CO CJJ P CU C) c C.)
Oi
_
o o 44 CJ Pj CO rH CU d TJ
Oi 4-
4-
C! •rl ? ro OJ 44 0J
CJ
JJ 41 -H
1 1—1 JO 44 fo OJ c-i 4-1
>l CO CO.) CO 14 +J p ro
P ro CO cj c;: r-J Oj i, co r r- t- i ft'
(U di LO -H CJ •rl ti CU pi Ci Oi Oj •ii' ft) o c; ft) Co ai
14 c: 'll 4J ti -rJ, CJ Oi
CO CO Q
cu -ri TO SO (_J ro 00 CJ Ci Li 3 --\<
O: y, ft. u r- W 01
CJJ r o rl Oi ca P CJ 0) 4-1 CJ flj I -- T" i C : v ^ [- CO a, Cl
0 Cl 4-1 E-H Ph P p OJ
Oi 4-1 (ti p b Oi p> CJ ro
1 r- [:j 0 ;o CO 01 0; PJ CO •r|
oi c; [ij CJ CD CJ 4i h4
0 rH CJ ra hi <;
CO I.U rH ro CU 14!
CJ CO pi 4J 4 X si 41
X •H ir -rH p Eh 4 CJ 14H -rH OJ
ci P CJ is P
p.: (ll (0
ni -rl CJ E-i Cl CJ'l 0 cjj p> CD [-- Oi OJ
BJ ---I 0 r-i r-i CI]
4J E-i OJ .—' -rH p
P 4-J o ro •rl
D oti X X 4-1
Y,
y.
0) OJ
Oi r :
B4
H
rl 4,
-rl r-i 0) JJ ti Pi
CJ 01 p P r-
o -ri
C/i PI p to 4-4 c T5 t)
11) e (0 P
CJ, (JJ
ro to Ci m
o
0) r- ----
Or 00
4J
S4 rj
CJ 10
P o L4 CJ ci p
•rl 0) u ,-- co 0)
44 IJ
CO JJ • OJ Dj ru
-rl CJ rH Ci c
Tj r H Pi
4)
aJ 0 X -- LO r- 'U ii ti
i.U Cl
r
rH S. I P if, m o
1 0 41 >H <) CO L4 c O
4-4 44 Si
ro Oi Ul 0,' ro o
-a o
ti: ic J 4 P Cl X P Ul CJ
r-i
Ci X) L1) <U TJ -
Ci -, J (U
p
p 1-)
P rj CJ P O ro
Oi -rH ; 0) CO CJ Cj x: ai
X CJ
U OJ 41 - O CJi CCi V o
X c'U
. . ( O r J, CO 4 •rH rH CU Cj C 1 o) ro
Cl Qj
-rj 4J LJ p CO
0) •rl ut ci r-- oi HJ CJI OJ • Pi 4J 51 44 T!
Oi --- ri Cl CO 'J P Ti CJ' Pi >-i 0)
I OJ TJ Di 41 X
Oj C oo nj
•rl P
4J 41 PJ 41 OJ
p 4-' 40 p O CO P
IJ Ci PJ 0J O CJ P rl OJ
X CCi Cl Cl •H tj -- CJ (JJ 41 I-' O CJ ra ro CJJ
cu 0) pi ,. c; co CO CO 41 PH OJ CJ
•H Ci ro 44
!l 0) 4-1 • •
4J
(11 P 0J CO C) 41' p
CO
h-4 44 Ci rl x: rl' Q. uo Oi CJJ -'J OJ
•rH
OJ OJ 11 OJ CJ 0)
—1 04
'0 o 4)
0
ro ro
ti P) pi P
E-i
4.1 4) 4-J ro
44 Ll r-. t i CD a:
41 Cj tj 10 Pi OJ 0J Ci) rr 41
PI , - Cj cj P 4-1 C) LO 41 [-.J X CJ P 4-' OJ CU
fjj TJ OJ J-' X -ri Cl ,1 rH Pi ro ro ro oh
E-h PJ P X P[ Ci [-• o- rOH CLl CJJ O 44 CJ ~- r-l r-l 44 is - r- ^r cj p to
ru OJ Oj EH P I rr rl PI C 4) LO Cl CJ it! 40 p i or LlJ r-
rH ti 4-> hi CJ CJ 4! r.o P4 44
-rl CO CO eJ oj ca o hi
P p ci u O Cj O
OJ 44 Cl o cj tt, -p
(0 rH CJ M o m P4 • • E-i x:
41 -ri CJ a Ci 4-J 4J O UJ -0 Pj CO ro 0)
LJ X >1 O O -,H Cl rH rH t) rj
41 44 CJ Tj s: K hi L4 Pi OJ E-H P —- rH rH O rl 41 -rl ro
ro o -Ei ru 41 03 O Ci ti P -X -H
m ii P 4J ni a pj TJ P, J rl (J -rl P
Cl 4-1 m C Pi E- 4-J O jo; P P
CJi Cl 4-J O o O Ci O •rl CJ tj
rl X P 3 r-J oi CJ o CO o O p t|)
i-i OJi CJ fo CO 41 to E-h ai t-i
(U CJ -rl 4J <U
r-| iO 4 -rH CJ
PI 44 E-r P p
U CJ ell
ti Cj Oi Dj
CJ ,c; 44 CO
ti Ei CO
-r-l cli CO Tj OJ
c p Cl 1-1 <U 4-'
4-' li -.4 CO 0) -H CJ
44 4j T, rH 1 4H
r ,
-r-l -rH CJ
OJ . CO ro TJ Tj 0*
SZ JJ 4j c.i cl' 0
E-i c-i -rl 01 SCI OJ
rH 4-1 tU 4J
- Cl CO -r I TJ CU CO
Tj c; -rH Ll P X CJ
cU . P C
O O X
-a
II ll II I! CO E-( TJ
0 TJ
4 J OJ X Li
ii 44 oi p po CJ
x> (> rt
ft <+-l •^ Ci rH r i r- O,o co <vO
-p CO 0\ „-- •^r or, co r- r • on Q-
OJ n; id ft
lit 0> cjl oj Pj Eh V"\ CO Mj O 01 CO
a;, o in ^r r-l 4-1 a J o c... ~r-V co r • O-J n-,. 44 r-l Oi ^r r^
14 r| CCJ r- n-i
4-' IX E ' 1 -" U ) ^t1 LlO in <.!j r- a5 co M .. u J r- U- co CM , i r- CJ rl .- - r- , i - OJ C' UJ 00
CIJ 4-> 44 Cli b Hi >-' h'j ^ 4- CO 4j
141 i ,o
Pi ID rl) PJ • + CO i4_ c ? r ft) rH { •-) CD p-i CO 4t Cl OJ Oi
04 Eh TO ro
CJ ai 1- r- rH
TJ
CiJ CU TJ
CJ P
tj s: 04
0) -a 0) Oh
Jo ti >H -r-l
CO co cli CJ C-l Oi o r-l ir) r- to rl c
r-i y, oi oi r-. C! 0- rH C J Ol CC OJ -
CJJ Cl 6J1 CO Ci P 40
ti. CU P 00 CO 4-J 14) CJ CJ OO rH Ll Cj ,- 00 PI r-l OJ o-
TJ i-l CJ 1 OJ r^i LO r- oj o El -.
10-, o;
rt' a,
CJ OJ CJ cu ti P 4-J
E-i p CJ r; CO 4-i cc c 1 r-
CU o; co ul Cl
P
10 1 c i CJ
ill 4J Cj C-l Ijj Pi 4h y,
(J C) X 41
4
CO lp CO
OJ 4-1 4J CJ
c ll P
X CO CH 44 OJ
CO CO 4 —f 0-! ftl kv LO
C'
rl)
rl -rH
0 (0 ro ro O
X 4j Oj
CJJ OJ
X 4J
P
-rl
0
o
Pj Pi
OJ
4-1
ro
o O
CJ CJ
CJ CJ
uo r- cc, -^o
cn Pi lo 4- (4-1 U") G'j co ro Cl r-l rJl uO UJ
.-,
44 UJ r - OJ
C-\ ft ^-. CO c-i r- rH ro ft) Ul LD uO
o-. 00 r-
PJ 01 m :i 4-1 CQ Cj 41
I ft) 44 o o C-l a.' oo o
TJ Ci 4-4 CJ) OJ Ol •TV Cl Cl r[i ri
1 -
TJ >-i TJ 1 -- in U~) ii-i lO \0 r- "0 1 LlJ rt rj- UJ CO r- Ci
OJ >H OJ Q) >-i (D X
•rH
4-4 -,1
4-1
t) -r-l
CJ
0) CJ
OJ
'li
Ci Ci co o Or rr OJ
DJ Cj
a a
cl CJ co CJJ c-i t j ci r- oj UJ Pi oi oj r-i C) 1.01 CJ CO Oh rl ri oj 00 uO r- Cjl rr
p „.
CO OJ UJ
14 r-. CO P) r 1 rt tli CO 01 QJ ri Oi CO CJ
Oj LJ 4- CO
OJ OJ CJ r-H CD rH LtJ C 4- rj UJ OJ 10 4-J • • • 0) oi 4-1
(1 X 4- u I —' rH Cl rr 41 co r- a; oo CJ CO (44 [-. Ll [-- rH t'J -4' 'J CJ 44 r-l
(4 r- LC> r-l ^4' rO OJ CO
1 -
ro ro 1 —' OI OJ 111 LO r- id | CJ L(0 LO OJ
4-4 4- ,u
i '
ch >c:
p
p
CJ rl Cl OJ ^o cl CiJ [-- 00 rl P
•H -ri -rl -rl •rH 0 ,
ro o CO ro O EJ O
[ij 4j Cli Ci,-,
X
X
z OJ
Cl f 1
CD 0) ro
p •r-l 144 CJ r
K. .-•i 04 Pi P
X P
00
•ri r-l (I) 44
_j
CJ 01 P c
CJ 04 CO ffl 4l C
Ci to 41 oi 0
CJ ro to ci, Oj
OJ CJ
OI O
Lu CJ
PJ .
DJ
4-1 rl rl OX O'i OO rf, CJ
-— oj lo co r- oj co r- ID P ti Tj
p 00 ro C.) CJ U
OH 44 O CO p O Cl 0
•rl Q JO Pi CD ro O
C.l .a TJ P
rH p Cn Pi X)
CJ TJ O Dj
Ci -a PI
iJ
HI CO
C J •rH 4-1 p
i-j 1(1 c ti
•-.. CD c OJ PJ ,-.
pj OJ 4-1 O ID EH
it CO 4-> -rH ri ro CO Ci O Ja
Eh ID Ol Oi 4JI PJ
CJ o c:TJ Cj ul Pi
OJ
CJ 4J ---I < -- OJ O i OJ TJ
co
CJ P CD
CJ 4j X, •H
OJ
PJ P4
fl C 41 PI •H
ci
O ci PJI CJ
+> O ri o r- O c~; •r| CD CJ
* P OJ r- a OJ 41 CD Cl CD CO
ft! ,--_
Cj C; Cj r- Ci CO O 4l
-a ci PJ a
CJj (0
'4H t.O ft 4-' CD P Cj c
01 CJ CJ 444
y-\ <4-S
i
CO
Lf)
v\
in
r-l
CO
CJ
\c
:Ji Ol 4j: OJ O UJ CO 1', 1
r- CO 0 4-1 r -1 rl K Oi rl >i
>H c/i CJ c:
Cl O CO
ti 04 E-H
In] CO
EJ 'CJ —
II O
OJ 4) PI ill 41 PI
|4J 4 44 3* r CJ Cl CJ Ll SO
CO 01 a P >-\ X O CJ C
a. !0 4-1 ft Oi ll
O Oi
ti. rH X ro CCi PJ ,.-.
CJ Cl c D-i r4 41 +-' CJ CO UJ X 0
JJ 41
IG -rH OH ci TJ Tj OJ 4J ra; -rH P -i4
P X
Ci r-l rj X, OJ ro ro
X X p c hi 4H C J r B4 0 44 CJ r-l 40
P CD Oj u 3 CO 1 c

rl ISJ (4 4
rH
fl 44 OH O
CJ CO 4J 00 P T
^J (JJ 0 40 Hi CO 4-1 P
ro -0 DJ PJ 41 ffl
>j
E 1 M-4 CJ DO
tii c !i O o O 0 4-J E-I
CJ
p OJ CJJ o r-l c) r-l r . CO tl Pi 4j CJ
ro rl CO UJ CJ ro r- in Cl E-i 4J -r4
OJ 4-' •rl O CJ Cl 4-' C..1 00 44 41' Ci LlJ UJ M til 1-4
OJ ra 4j >H 0 CJ 41
el -- 0 -rH
Ll r-l rt ?ti •rl 4-1
41 4l LJ TO X pj X Eh P pj CD E-i CJ r-l rj 6 Ol CU .41
ro CJ la +J •D W <c ro O Ci X CO SJ ti CJ
CJ p'j 44 p +-1 X ro LLJ 1- TJ (J ^j c j c Pi Jo PI 0
0) 4 u. 44 PJ X c E-i In rH cl' E-I p [J 0
CJ ti Ci JJ CJ CJ 40 p O •rH Ci O ri C 4 Pj -rl cu Oj
p ri 4 p CJ r i OJ CJ 0 CO CJ O la PJ CJ -r4
OJ til X, E-H O Pi Di PJ PJ ei Cl £i r-l 0-,

Anda mungkin juga menyukai