Anda di halaman 1dari 41

SEMINAR PROPOSAL

ANALISIS TOPOGRAFI SITUS BUKIT KERANG DI ACEH TAMIANG

Oleh:
Desrina Nadeak
Nim: 4161240003
Program Studi Fisika

Diajukan Untuk Seminar Proposal dalam

Penyusunan Skripsi

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN 2020
DAFTAR ISI

Halaman
Lembar Pengesahan
Daftar Isi i
Daftar Gambar iii
Daftar Tabel iv

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Masalah 4
1.4 Batasan Penelitian 5
1.5 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6


2.1 Gambaran Umum Wilayah Aceh Tamiang 6
2.1.1 Geografis 6
2.1.2 Administrasi 7
2.1.3 Kondisi Lingkungan 7
2.2 Sejarah Bukit Kerang 8
2.3 Sedimen dan Batuan 9
2.3.1 Batuan Beku 9
2.3.2 Batuan Sedimen 10
2.3.3 Batuan Metamorf 11
2.4 Metode Geofisika 11
2.5 Metode Geolistrik 12
2.5.1 Konfigurasi Wenner - Schlumberger 13
2.5.2 Konfigurasi wenner 14
2.5.3 Konfigurasi Dipole - dipole 15
2.5.4 Konfigurasi Pole - pole 15
2.6 Perumusan Dasar Metode Geolistrik 16
2.7 Resistivitas Semu 19
2.8 Potensial Listrik Pada Bumi 20
2.9 Sifat Listrik Batuan 21
2.9.1 Konduksi Secara Elektronik 21

i
ii

2.9.2 Konduksi Secara Elektrolitik 21


2.9.3 Konduksi Secara Dielektrik 22
2.10 Res2Dinv 23
2.11 Surfer dan Rockwork 25

BAB III METODE PENELITIAN 27


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 27
3.2 Alat dan Bahan 27
3.3 Prosedur Penelitian 28
3.4 Teknik Pengambilan Data 29
3.5 Teknik Analisis Data Dan Interpretasi Data 29
3.6 Diagram Alir Penelitian 31
3.6.1 Keterangan Diagram Alir 32

DAFTAR PUSTAKA 33
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Aceh tamiang 7
Gambar 2.2 Pengaturan elektroda wenner - schlumberger 13
Gambar 2.3 Elektroda arus dan potensial pada konfigurasi Wenner 14
Gambar 2.4 Konfigurasi Dipole-dipole 15
Gambar 2.5 Konfigurasi Pole - pole 16
Gambar 2.6 Medium Homogen Isotropis Dialiri Arus Listrik 17
Gambar 2.7 Aliran Arus Listrik Pada Permukaan Medium Homogen 17
Gambar 2.8 Skema Elektroda Arus dan Elektroda Potensial 18
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian 27
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian 31

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Nilai Resistivitas Batuan Berdasarkan Jenis Batuan 22
Tabel 2.2 Variasi resistivitas Batuan dan Mineral 22
Tabel 2.3 Resistivitas Batuan beku dan Batuan Metamorf 23
Tabel 2.4 Resistivitas batuan Sedimen 23
Tabel 2.5 Alat Penelitian Geolistrik 27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan kebudayaan dan
peninggalan-peninggalan bersejarah. Peninggalan sejarah dapat berupa tulisan,
bangunan, benda-benda, monumen, tugu, makam, karya seni, adat istiadat, dan
situs. Situs adalah daerah atau lokasi ditemukannya benda-benda purbakala. Situs
merupakan peninggalan bersejarah yang sangat berharga sehingga perlu dan wajib
dijaga, dirawat, dan dilestarikan agar tidak rusak/punah dan tetap ada sebagai
bukti sejarah suatu daerah. Salah satu peninggalan sejarah berupa situs budaya
berada di wilayah Aceh (Handoko, 2018).
Aceh merupakan provinsi paling utara Sumatera, terletak pada 01 ֯58’37,2’’-
06֯ 04’33,6’’Lintang Utara dan 94֯57’57,6’’- 98֯ 17’13,2’’ Bujur Timur. Provinsi
Aceh terbagi menjadi 18 kabupaten, salah satunya Aceh Tamiang. Kabupaten
Aceh Tamiang adalah daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur,
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten Aceh Tamiang terletak pada
koordinat 03֯ 53’ - 04֯ 32’ Lintang Utara dan 97֯ 43’- 98֯ 14’ Bujur Timur, dengan
luas wilayah 1.957,025 Km2 (BPS Aceh Tamiang, 2019).
Kabupaten Aceh Tamiang tepatnya di Kecamatan Bendahara memiliki
sebuah peninggalan situs purba berupa kumpulan cangkang kerang yang
diperkirakan sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Situs peninggalan sejarah Bukit
Kerang Aceh Tamiang awalnya tidak begitu menarik minat masyarakat, namun
semakin berjalannya waktu situs peninggalan sejarah Bukit Kerang Aceh
Tamiang mulai diketahui masyarakat luas. Kabupaten Aceh Tamiang memiliki
banyak potensi alam, komoditas utama daerah berasal dari perkebunan kelapa
sawit. Kabupaten Aceh Tamiang berdekatan dengan laut sehingga daerah Aceh
Tamiang merupakan daerah dataran rendah, yang berada pada ketinggian antara 0
m sampai 1000 m dari permukaan laut (BPS Aceh Tamiang, 2019).
Situs Bukit Kerang yang berada di Kecamatan Bendahara merupakan sisa
sampah makanan manusia prasejarah era Mesolitikum yang diperkirakan datang
ke Aceh Tamiang sekitar 5000 hingga 7000 tahun yang lalu. Manusia prasejarah

1
2

mengonsumsi moluska sebagai bahan makanan yang paling mudah untuk


ditemukan, lokasi Bukit Kerang dalunya berdekatan dengan pantai. Kerang
merupakan spesies moluska yang hidup di dalam air yang termasuk salah satu
hewan bertubuh lunak. Semua kerang-kerangan memiliki sepasang cangkang
(disebut cangkok atau katup) yang biasanya simetri cermin yang terhubung
dengan suatu ligamen (jaringan ikat). Kebanyakan kerang memiliki dua otot
aduktor yang mengatur buka-tutupnya cangkang. Kerang tidak memiliki kepala
(otak) dan hanya simping yang memiliki mata. Organ yang dimiliki adalah ginjal,
jantung, mulut, dan anus. Kerang dapat bergerak dengan "kaki" berupa semacam
organ pipih yang dikeluarkan dari cangkang sewaktu-waktu atau dengan
membuka-tutup cangkang secara mengejut. Kerang memiliki sistem sirkulasi
terbuka, yang berarti tidak memiliki pembuluh darah. Pasokan oksigen berasal
dari darah yang sangat cair yang kaya nutrisi dan oksigen yang menyelubungi
organ-organ kerang (Nasution, 2019).
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh pakar geologi Callefens pada
tahun 1925 hingga tahun 1926 menunjukkan bahwasannya situs Bukit Kerang
merupakan peninggalan budaya zaman Mesolitikum di Indonesia, suatu corak
Mezolitikum yaitu adanya peninggalan-peninggalan yang dalam bahasa Denmark
disebut dengan Kjӧkkenmӧddinger (kjӧkken=dapur, mӧdding=sampah), menjadi
arti sesungguhnya yaitu sampah dapur. Peninggalan sejarah Bukit Kerang Aceh
Tamiang dapat ditemukan di sepanjang pantai-pantai Sumatera Timur Laut. Bukit
pertama yang ditemukan beberapa kilometer, sekarang sudah menjadi laut
(Soekmono, 1973), ahli geologi mengira bukit yang mereka temukan pertama
merupakan lapisan bumi yang istimewa, namun sebenarnya tidak demikian, bukit-
bukit yang ditemukan pertama merupakan tumpukan dari kerang.
Geofisika merupakan cabang ilmu dari fisika yang digunakan untuk
mempelajari bagian–bagian dari bumi (Valenta, 2015). Salah satu metode
eksplorasi geofisika untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan dengan
menggunakan sifat-sifat kelistrikan antara lain adalah tahanan jenis (Batayneh,
2017). Geofisika dimanfaatkan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan
Bukit Kerang. Metode geofisika yang diterapkan harus sesuai dengan sifat kontras
fisis untuk mengetahui lapisan batuan pada Bukit Kerang. Metode geofisika
3

dibagi menjadi empat metode utama yaitu metode seismik, metode gravitasi,
metode magnetik dan metode elektrik. Metode elektrik kemudian terbagi menjadi
lima bagian diantaranya metode geolistrik (Kearey, 2002).
Metode geolistrik tahanan jenis yang dikenal juga dengan sebutan metode
resistivitas merupakan metode yang bersifat aktif, karena menggunakan gangguan
aktif berupa injeksi arus yang dipancarkan ke bawah permukaan bumi yang
digunakan untuk mendeteksi keberadaan benda purbakala (Rusmin, 2013).
Metode geolistrik telah banyak digunakan untuk menentukan ketebalan dan
resistivitas media berlapis (Muchingami, 2012). Resistivitas lapisan batuan di
bawah permukaan tanah dalam metode geolistrik dieksplorasi dengan cara
mengalirkan arus listrik DC bertegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus
menggunakan 2 elektroda arus yang di tancapkan ke dalam tanah dengan jarak
tertentu. Tegangan istrik yang terdapat di permukaan tanah diukur dengan
menggunakan 2 elektroda tegangan (Hewaidy, 2015). Metode geolistrik bertujuan
untuk memperkirakan formasi batuan bawah permukaan terutama kemampuannya
untuk menghantarkan atau menghambat listrik (konduktivitas atau resistivitas)
dengan cara mengalirkan sumber kesuatu beban listrik sehingga besarnya
resistansi dapat diperkirakan berdasarkan besarnya potensial sumber dan besarnya
arus yang mengalir (Juliani, 2014).
Penelitian yang akan dilakukan pada Bukit Kerang Aceh Tamiang
menggunakan metode geolistrik untuk mengetahui kandungan batuan dan mineral
pada lapisan bukit tersebut. Penelitian meliputi pengukuran beda potensial (V) dan
pengukuran arus (I) yang terjadi baik secara alamiah, disebut metode pasif
maupun akibat injeksi arus listrik ke dalam bumi yang disebut metode aktif
(Hendrajaya, 1990). Penelitian terdahulu yang telah dilakukan menggunakan
metode geolistrik untuk menentukan persebaran jenis batuan di bawah permukaan
bumi yakni di Candi Sitopayan Kecamatan Portibi (Juliani, 2019). Identifikasi
struktur bawah permukaan batuan antara Lau Ketuken dan Lau Bekerah di Desa
Sulkam Kabupaten Langkat (Juliani, 2014).
Penelitian dengan metode geolistrik juga dilakukan oleh Indriani Sutama
tahun 2017 yakni mengidentifikasi sebaran situs purbakala di Desa Lobu Tua
Kabupaten Tapanuli Tengah untuk menentukan nilai resistivitas bawah
4

permukaan. Wahyu Handoko tahun 2018 mengidentifikasi keberadaan batuan


Candi Kedulan Kalasen Slamen Yogyakarta.
Nilai potensial dan arus yang diperoleh dari metode geolistrik digunakan
untuk menghitung nilai resistivitas. Resistivitas atau tahanan jenis suatu bahan
adalah parameter yang menunjukkan tingkat hambatannya terhadap arus listrik.
Nilai resistivitas yang terukur merupakan nilai resistivitas semu, karena lapisan
tanah di bumi tidak bersifat homogen. Resistivitas semu mewakili suatu bobot
rata-rata dari resistivitas sebenarnya pada suatu volume tanah yang besar. Nilai
resistivitas semu suatu tipe tanah atau batuan khusus dapat meliputi suatu rentang
yang luas dan nilainya bergantung pada spasi elektroda (Morais, 2008).
Minimnya informasi mengenai situs Bukit Kerang Aceh Tamiang
sehingga dilakukan penelitian guna membantu menambah referensi bagi pelajar
maupun masyarakat. Dari hasil penelitian yang akan dilaksanakan diharapkan bisa
menjadi ilmu yang bermanfaat. Penelitian yang akan dilakukan di Bukit Kerang
Aceh Tamiang bertujuan untuk mengetahui struktur bawah permukaan serta
volume dari cangkang kerang. Adapun judul penelitian yang akan dilakukan
adalah “ Analisis Topografi Situs Bukit Kerang di Aceh Tamiang”

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian diantaranya yakni:


1. Bagaimana struktur lapisan dan jenis batuan yang tersebar di bawah
permukaan pada situs purbakala Bukit Kerang Aceh Tamiang?
2. Berapakah volume dari kumpulan cangkang kerang pada situs Purbakala
Bukit Kerang Aceh Tamiang?
3. Bagaimanakah analisis peta topografi Bukit Kerang Aceh Tamiang?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian diantaranya yakni:


1. Untuk mengetahui struktur lapisan dan jenis batuan yang tersebar di bawah
permukaan pada situs purbakala Bukit Kerang Aceh Tamiang.
2. Untuk mengetahui volume dari kumpulan cangkang kerang pada situs
Purbakala Bukit Kerang Aceh Tamiang.
5

3. Untuk mengetahui analisis peta topografi Bukit Kerang Aceh Tamiang.

1.4 Batasan Masalah

Dari latar belakang permasalahan penelitian yang dilakukan dibatasi oleh:


1. Desain dari penelitian yang dilaksanakan sebanyak 4 lintasan.
2. Penelitian pada Bukit Kerang Aceh Tamiang menggunakan metode
geolistrik.
3. Pengolahan data menggunakan softwere res2dinv, software Rockworks, dan
softwere surfer.
4. Penelitian dilaksanakan di sekitar situs purbakala Bukit Kerang Aceh
Tamiang dengan panjang lintasan 155 m.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian adalah :


1. Memberikan informasi mengenai situs purbakala Bukit Kerang Aceh
Tamiang terkait dengan kandungan lapisan bawah permukaan bukit
tersebut.
2. Memberikan informasi tentang penerapan metode geolistrik untuk
memperoleh data nilai resistivitas dari sebaran batuan yang terdapat di Bukit
Kerang Aceh Tamiang.
3. Memberikan informasi jumlah volume dari kumpulan cangkang kerang
pada situs purbakala Bukit Kerang Aceh Tamiang.
4. Menghasilkan peta geografis dari Situs Budaya Bukit Kerang Aceh
Tamiang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Wilayah Aceh Tamiang


2.1.1 Geografis

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan daerah hasil pemekaran dari


Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten Aceh
Tamiang terletak sangat strategis berada di jalur Timur Sumatera dengan jarak
kurang lebih 136 km dari Kota Medan ibukota Sumatera Utara. Kabupaten Aceh
Tamiang secara hukum memperoleh status Kabupaten definitif berdasarkan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh
Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan
Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (BPS
Aceh Tamiang, 2019).
2.1.2 Administrasi

Kabupaten Aceh Tamiang terletak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.


Secara geografis terletak pada koordinat 03 53’-04 32’ Lintang Utara dan 97֯ 43’-
98֯ 14’ Bujur Timur, dengan luas wilayah 1.957,025 km2 dengan sebagian besar
terdiri dari wilayah perbukitan. Kabupaten Aceh Tamiang berbatasan langsung
dengan Provinsi Sumatera Utara dan merupakan pintu gerbang memasuki
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Secara geografis batas-batas administrasi wilayah Kabupaten Aceh Tamiang
adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa
dan Selat Malaka.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pinding Kabupaten Gayo
Lues dan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Serbajadi dan Kecamatan
Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera
Utara dan Selat Malaka (BPS Aceh Tamiang, 2019).

6
7

Gambar 2.1. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Tamiang


Sumber: BPS Aceh Tamiang, 2019.

2.1.3 Kondisi lingkungan

Berdasarkan ketinggian, 36,02 % luas Kabupaten Aceh Tamiang berada


pada ketinggian 25-100 m dari permukaan laut yaitu seluas 69.864 Ha dan paling
sedikit berada pada ketinggian lebih dari 1.000 m hanya sekitar 3,84 % dari luas
keseluruhan Kebupaten Aceh Tamiang yaitu sekitar 7.440 Ha. Sedangkan
berdasarkan kemiringan lahannya, sebagian besar merupakan wilayah yang datar
dengan kemiringan 0-2 % yaitu sebesar 104.246 Ha (53,74%) yang terdapat pada
bagian timur pesisir timur dan tengah wilayah Kabupaten Aceh Tamiang.
Sementara wilayah yang bergunung dengan kemiringan >40 % merupakan jumlah
yang terkecil yaitu seluas 7.464 Ha (3,85 %). Berdasarkan tekstur tanah, wilayah
Kabupaten Aceh Tamiang sebagian besar bertekstur halus yaitu seluas 131.233,67
Ha (98,99%). Sisanya 2.011 Ha (1,04%) bertekstur sedang dan 737,14 Ha
(0,37%) bertektur kasar yang terdapat dibagian pesisir pantai Timur. Sedangkan
menurut jenis tanah yang ada, Kabupaten Aceh Tamiang terdiri dari Alluvial
sebesar 4,64%, Hidromorf Kelabu sebesar 42,23%, Organosol dan Gley Humus
sebesar 36,61%, Podsolik Merah Kuning sebesar 1,69% serta Podsolik Coklat,
Latosol dan Litosol sebesar 14,83% dari luas wilayah Kabupaten Aceh Tamiang.
Pada bagian pesisir timur wilayah didominasi oleh jenis tanah Alluvial dan
8

Hidromorf Kelabu, sedangkan pada bagian Selatan atau pegunungan didominasi


oleh jenis tanah Podsolik Coklat, Latosol dan Litosol (BPS Aceh Tamiang, 2019).
Kondisi hidrologi di Aceh Tamiang yang bertopografi datar dan berombak
di bagian Timur Laut, Tengah dan Utara, sedangkan di bagian Barat Laut dan
Barat Daya didominasi lahan perbukitan yang relatif curam. Berdasarkan kondisi
demikian mulai di bagian hulu terjadi gerakan air permukaan yang cukup deras
disusul, dan berkurang di bagian tengah dan makin pelan di bagian hilir, Kondisi
demikian, menyebabkan bagian hilir menjadi tempat pengendapan sedimen yang
berasal dari bagian hulu (Tamiang Hulu, Bandar Pusaka, Tenggulun dan Sekerak)
(BPS Aceh Tamiang, 2019).

2.2 Sejarah Bukit Kerang

Situs budaya Bukit Kerang merupakan peninggalan sejarah pada era


mesolithikum. Era mosolithikum manusia ditandai dengan masa berburu,
mengumpulkan makanan seperti biji-bijian, ubi-ubian, buah-buahan dan
menangkap ikan yang di dapat dari alam. Peninggalan kebudayaan mesolithikum
di Indonesia tersebar di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Flores
(Soekmono, 1973). Salah satu corak dari masa mesolithikum yakni
Kjӧkkenmӧddinger dalam bahasa Denmark yang artinya sampah dapur. Sampah
dapur ditemukan disepanjang pantai Sumatera Timur Laut diantara Langsa Aceh
dan Medan. Bekas-bekas peninggalan budaya sampah dapur menunjukkan telah
adanya penduduk pantai yang tinggal dalam rumah-rumah bertonggak, hidupnya
terutama dari mengonsumsi siput dan kerang. Kulit-kulit siput dan kerang
tersebut dibuang selama bertahun-tahun bahkan ribuan tahun yang kemudian
menjelma menjadi bukit kerang. Bukit kerang dinamakan Kjӧkkenmӧddinger.
Bukit Kerang kemudian diteliti oleh Dr. P.V.Van Stein Callenfels pada tahun
1925 yang menjadikannya sebagai Bapak Prasejarah Indonesia dan juga sebagai
pelopor pembuka jalan ilmu prasejarah Indonesia. Dari hasil penelitian ditemukan
banyak kapak genggam dan tengkorak manusia (Soekmono, 1973).
9

2.3 Sedimen dan Batuan

Sedimen adalah pecahan-pecahan material umumnya terdiri atas uraian


batu-batuan secara fisis dan secara kimia. Partikel yang mempunyai ukuran dari
yang besar (boulder) sampai yang sangat halus (koloid), dan beragam bentuk dari
bulat, lonjong sampai persegi. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran
sedimen terlarut dalam sungai (suspended sediment), dengan kata lain bahwa
sedimen merupakan pecahan, mineral, atau material organik yang ditransforkan
dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau oleh air
dan juga termasuk didalamnya material yang diendapkan dari material yang
melayang dalam air atau dalam bentuk larutan kimia (Asdak, 2007) Sedimentasi
sendiri merupakan suatu proses pengendapan material yang ditranspor oleh media
air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut
sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh
air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi
pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin
(Kurnia, 2014).
Batuan merupakan material alam yang tersusun dari kumpulan mineral yang
telah menjadi beku atau keras sebagai proses alami dari alam. Batuan adalah
elemen dari kulit bumi yang menyediakan mineral organik sebagai hasil dari
pelapukan yang selanjutnya menjadi tanah. Batuan memiliki komposisi mineral,
sifat-sifat fisik dan umur yang berbeda. Batuan pada umumnya dibedakan menjadi
tiga bagian, batuan beku, sedimen, dan metamorf.
2.3.1 Batuan Beku

Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk dari hasil kumpulan mineral
silikat hasil dari hamburan magma yang telas dingin dan keras. Pembekuan
magma menjadi batuan terjadi pada saat sebelum magma keluar dari dapur
magma atau inti. Lebih dari 700 jenis batuan beku yang dapat dideskripsikan,
sebagian besar batu tersebut terbentuk di bawah permukaan magma sebul magma
keluar dari dapur magma. Berdasarkan tempat proses pembentukannya batuan
beku dibedakan menjadi batuan beku intrusif dan ekstrusif .
10

Struktur batuan beku ekstrusif yakni proses pembentukan berlangsung di


permukaan bumi. Batuan beku ekstrusif merupakan lava yang memiliki bermacam
struktur diantaranya yaitu massive, sheeting joint, columnar joint, pillow lava,
vesicular, amygdaloidal dan struktur aliran. Struktur batuan intrusif yakni proses
pembekuannya berlangsung di bawah permukaan bumi. Berdasarkan kedudukan
lapisan batuan, struktur batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yakni konkordan
dan diskordan.
2.3.2 Batuan Sedimen

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil
perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun
organisme yang kemudian mengalami pembatuan (Endarto, 2005). Sedimen
biasanya didepositkan lapis per lapis yang disebut lapisan (strata), apabila
dipadatkan dan tersementasi menjadi satu akan membentuk batuan sedimen
(proses dipadatkan dan tersedimentasi disebut pembatuan (lithification). Batuan-
batuan yang paling banyak adalah serpih, batu-pasir, dan batu-gamping,
merupakan 75 persen dari seluruh batuan yang tersingkap di permukaan bumi
(Bowles, 1989).
Batuan sedimen bisa digolongkan lagi menjadi beberapa bagian diantaranya
batuan sedimen klastik, batuan sedimen kimia, dan batuan sedimen organik.
Batuan sedimen klastik terbentuk melalui proses pengendapan dari material-
material yang mengalami proses transportasi. Besar butir dari batuan sedimen
klastik bervariasi dari mulai ukuran lempung sampai ukuran bongkah. Biasanya
batuan tersebut menjadi batuan penyimpan hidrokarbon (reservoir rocks) atau
bisa juga menjadi batuan induk sebagai penghasil hidrokarbon (source rocks).
Contohnya: batu konglomerat, batu pasir dan batu lempung. Batuan sedimen
kimia terbentuk melalui proses presipitasi dari larutan. Biasanya batuan tersebut
menjadi batuan pelindung (seal rocks) hidrokarbon dari migrasi. Contohnya:
anhidrit dan batu garam (salt). Batuan sedimen organik terbentuk dari gabungan
sisa-sisa makhluk hidup. Batuan sedimen biasanya menjadi batuan induk (source)
atau batuan penyimpan (reservoir). Contohnya adalah batu gamping dan terumbu.
11

2.3.3 Batuan Metamorf

Batuan metamorf merupakan batuan yang telah mengalami perubahan dari


bentuk asalnya baik dari batuan beku, batuan sedimen. Batuan metamorf terjadi
perubahan secara fisik dan kimiawi sehingga berbeda dengan batuan induknya.
Perubahan pada batuan metamorf terjadi akibat tekanan, temperatur dan aliran
panas baik cair maupun gas (Nandi, 2010). Batuan metamorf terbentuk oleh
proses ubahan malihan batuan asal oleh adanya perubahan atau peningkatan
tekanan. Proses metamorfosa batuan atau malihan berlangsung pada suhu 200 ֯ C
dan 300֯ C dalam keadaan padat.

2.4 Metode Geofisika

Geofisika merupakan cabang ilmu fisika yang menerapkan prinsip-prinsip


fisika untuk mengetahui dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan
bumi (Santoso, 2002). Geofisika merupakan ilmu yang mempelajari bagian-
bagian bumi yang tidak dapat dilihat langsung dari permukaan. Geofisika
mencakup interpretasi pengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang berguna tentang struktur dan komposisi lapisan di dalam bumi.
Geofisika sangat membantu dalam kehidupan manusia dalam mempelari
alam dan lingkungan disekitarnya. Geofisika berperan besar dalam mempelajari
permukaan bumi dan sekitarnya, sehingga ilmu geofisika banyak digunakan untuk
mengetahui potensi alam bawah permukaan bumi tanpa merusak bumi. Geofisika
ialah suatu ilmu kajian yang sangat terstuktur mengenai fenomena alam,
pengukuran dan pencarian sumber daya alam ditinjau dari ilmu fisikanya
(Santoso, 2002).
Ilmu geofisika dapat dimanfaatkan dalam penyelidikan kebumian seperti
mitigasi bencana, eksploasi minyak bumi, eksplorasi mineral dan logam, dan
pembangunan insfrastruktur. Menurut Philip Kearey tahun 2002, dalam bukunya
yang berjudul An Introduction To Geophysical Exploration , metode geofisiska
dibagi menjadi empat metode utama yaitu metode seismik, metode gravitasi,
metode magnetik dan metode elektrik. Metode elektrik memudia terbagi menjadi
limabagian diantaranya metode resistivitas, metode induksi polarisasi, metode
potensial diri, metode elektromagnetik dan metode radar ( Kearey, 2002).
12

2.5 Metode Geolistrik

Bumi tersusun atas lapisan-lapisan tanah yang nilai resistivitas suatu lapisan
tanah atau batuan tertentu memiliki perbedaan dengan lapisan tanah atau batuan
lainnya. Nilai tahanan jenis dapat diketahui dengan menghubungkan baterai
dengan sebuah ammeter atau elektroda arus yang mengalir kedalam tanah,
kemudian ditempatkan dua elektroda potensial dengan jarak a (jarak antar
elektroda potensial) untuk mengukur perbedaan potensial antara dua lokasi
(Utama, 2005).
Metode geolistrik merupakan suatu metode yang digunakan dalam bidang
geofisika untuk memelihat dan mempelajari pola aliran listrik di dalam bumi
dilakukan dengan cara menginjeksi arus kedalam bumi melalui dua elektroda,
dalam metode geolistrik beda potensial yang terukur dan arus dikaitkan dengan
jenis konfigurasi elektroda yang digunakan sehingga dihasilkan nilai resistivitas
atau tahanan jenisnya. Survei geolistrik metode resistivitas mapping dan sounding
menghasilkan informasi perubahan variasi nilai resistivitas baik arah lateral
maupun arah vartikel (Loke, 1999). Metode resistivitas mencakup besaraan medan
potensial, medan elektromagnetik yang terjadi akibat aliran arus listrik yang
alamiah (pasif) maupun listrik buatan (aktif). Sejumlah metode yang termasuk
dalam kelompok adalah tahanan jenis, tahanan jenis head on, potensial diri,
polarisasi terrimbas, EM VLF, magnetotelluric, arus telluric dan elektromagnetik
(Santoso, 2002).
Metode geolistrik pertama kali digunakan oleh Congrad Schlumberger pada
tahun 1992. Metode geolistrik digunakan untuk mengetahui perubahan resistivitas
lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengaliri arus listrik DC
(direct current) yang memiliki tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik
menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan kedalam tanah
dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB maka aliran arus
listrik yang menembus lapisan batuan akan lebih dalam. Dengan adanya aliran
arus listrik, maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan
listrik yang timbul di permukaan tanah kemudian diukur dengan menggunakan
multimeter yang terhubung melalui dua elektroda tegangan M dan N yang
jaraknya lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda
13

AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda
MN akan berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi pada
kedalaman yang lebih besar (Smith and Silver, 1991).
Macam-macam konfigurasi elektroda yang sering digunakan diantaranya
konfigurasi Wenner, konfigurasi Wenner-Schlumberger, konfigurasi Dipole-
dipole, konfigurasi Pole-pole, Rectangle Line Source ,dan lainnya (Anggraeni,
2004).
2.5.1 Konfigurasi Wenner – Schlumberger

Konfigurasi wenner-Schlumberger adalah gabungan konfigurasi wenner dan


konfigurasi schlumberger. Konfigurasi Wenner-Schlumberger digunakan dalam
eksplorasi yang sifatnya dangkal. Konfigurasi dengan sistem aturan spasi yang
konstan. Perbandingan jarak antara elektroda C1-P1 (atau C2-P2) dengan spasi
antara P1-P2. Jika jarak antara elektroda potensial (P1 dan P2) adalah a maka
jarak antar elektroda arus (C1 dan C2) adalah 2na+a. proses penentuan resistivitas
menggunakan 4 buah elektroda yang diletakkan dalam sebuah garis lurus (Sakka,
2002).

Gambar 2.2. Pengaturan elektroda wenner-schlumberger


Sumber: Sakka, 2002

Prinsip pada konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah mengubah jarak


elektroda arusnya, semakin jauh elektroda arus dari elektroda potensial maka
potensial yang diterima oleh elektroda arus akan mengecil. Kelemahan dari
konfigurasi Wenner-Schlumberger yakni pembacaan tegangan pada elektroda
yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat pengiriman arus yang memiliki
tegangan listrik DC yang sangat tinggi (Lutfinur, 2015). Faktor geometri
konfigurasi wenner-schlumberger:
K  n(n  1)a (2.1)
14

2.5.2 Konfigurasi Wenner

Konfigurasi wenner diperkenalkan oleh (Wenner, 1915). Konfigurasi


wenner merupakan salah satu konfigurasi yang sering digunakan dalam eksplorasi
geolistrik dengan susunan jarak spasi sama panjang (r1= r4 = a dan r2 = r3 = 2a).
Jarak antara elektroda arus adalah tiga kali jarak elektroda potensial, jarak
potensial dengan titik soudingnya adalah a/2, maka jarak masing elektroda arus
dengan titik soundingnya adalah 3a /2. Target kedalaman yang mampu dicapai
pada metode adalah a/2. Dalam akuisisi data lapangan susunan elektroda arus dan
potensial diletakkan simetri dengan titik sounding (Sanggara, 2015). Pada
konfiguasi wenner jarak antara elektroda arus dan elektroda potensial sama,
seperti tertera pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Elektroda arus dan potensial pada konfigurasi Wenner


Sumber: Sanggara, 2015

Pada konfigurasi Wenner, jarak antar elektroda memiliki nilai yang sama,
yaitu AM  NB  a dan AN  NB  2a seperti terlihat berikut.
2
K
 1 1   1 1 
 a  2a    2a  a 
    (2.2)
K= 2πa (2.3)
Konfigurasi Wenner sangat baik untuk lateral profiling atau lateral
mapping, yaitu pemetaan untuk mengetahui variasi resitivitas secara lateral atau
horizontal. Dikarenakan pada konfigurasi Wenner, jarak antar elektroda memiliki
jarak yang tetap. Jarak antar elektroda arus listrik yang dibuat tetap menghasilkan
aliran arus listrik yang maksimal pada kedalaman tertentu sehingga kontras
resitivitas lateral atau horizontal dapat diperkirakan.
15

2.5.3 Konfigurasi Dipole-Dipole

Metode pengukuran resistivitas pada konfigurasi dipole-dipole, dilakukan


dengan kedua elektroda arus dan elektroda potensial terpisah dengan jarak a (jarak
antara kedua elektroda potensial). Elektroda arus dan elektroda potensial pada
bagian dalam sistem konfigurasi terpisah sejauh na (jarak antara elektroda arus
dan elektroda potensial), dengan n adalah bilangan bulat (Jepriyanto, 2015).
Skema posisi elektroda dalam konfigurasi dipole-dipole dapat dilihat dalam
gambar 2.4.

Gambar 2.4. Konfigurasi Dipole-dipole


Sumber: Jepriyanto, 2015

Pada konfigurasi dipole-dipole kedua elektroda potensial diletakkan diluar


elektroda arus. a adalah jarak antara kedua elektroda potensial , na adalah jarak
antara elektroda arus dan elektroda potensial bagian dalam (B dan M), dengan n =
1,2,3, (bilangan bulat). Jika n semakin besar maka kedalaman penyelidikan
semakin besar. Faktor geometri untuk konfigurasi dipole-dipole adalah:
1
 1 1 1 1 
K  2     
 a  na na 2a  na a  na  (2.4)

k dd  an(1  n)(2  n)
(2.5)
2.5.4 Konfigurasi pole-pole

Konfigurasi pole-pole merupakan konfigurasi elektroda yang paling sering


digunakan untuk survei geolistrik 3D. Pada dasarnya konfigurasi pole-pole te
rmodifikasi menggunakan 4 elektroda, yaitu 2 elektroda untuk injeksi arus (C1
dan C2) dan 2 elektroda untuk mengukur beda potensial (P1 dan P2) seperti pada
16

Gambar 2.5 Harga resistivitas semu yang didapatkan dengan konfigurasi pole-
pole dinyatakan dengan persamaan berikut :
r = 2πaR (2.6)
Dengan r adalah resistivitas semu, a adalah spasi elektroda, yaitu jarak
antara elektroda C1 dan P1, dan R adalah resistivitas yang terukur langsung di
lapangan. Dari persamaan di atas 2πa merupakan faktor geometri dari konfigurasi
pole-pole (Geotomo Software, 2007).

Gambar 2.5. Konfigurasi pole-pole


Sumber: Geotomo Software, 2007

Secara teoritis, C2 dan P2 berada di titik tak berhingga, sehingga perumusan


matematisya dapat didekati dengan sumber arus tunggal pada P1. Pada
konfigurasi C1 ditempatkan di seberang titik asalkan bersentuhan dengan target
konduktif (Hartantyo dan Waluyo, 2002). Arus yang mengalir dari C1 menyebar
ke seluruh medium dengan rapat muatan terbesar pada bagianbagian yang lebih
konduktif. Penyebaran potensial diukur di seberang titik di permukaan dengan
menggunakan elektrode P1. Hasil akhir pengukuran adalah distribusi potensial
daerah penelitian yang merupakan respon distribusi muatan di bawah permukaan.

2.6 Perumusan Dasar Metode Geolistrik

Untuk menginterpretasi nilai pada metode geolistrik bumi dianggap sebagai


homogeni isotropis yakni tiap-tiap lapisan pada bumi memiliki nilai resistivitas
yang sama. Prinsip pengukuran yang digunakan geolistrik adalah pengukuran
respon berupa potensial pada subuah elektroda arus. Oleh karenanya perhitungan
teori geolistrik berdasarkan pada prinsip perhitungan potensial listrik pada sebuah
medium akibat aliran listrik pada per mukaan bumi. Jika arus (I) diinjeksikan
kedalam bumi yang homogeni dan isotropis melalui elektroda tunggal maka arus
17

tersebut akan menyebar keseluruh arah permukaan ekuipotensial pada bumi


berupa permukaan setengah bola (Telford, 1990).
Apabila suatu sumber arus mengalirkan arus ke bawah permukaan bumi,
maka aliran arus tersebut akan membentuk medan-medan ekuipotensial. Dan
apabila mediumnya bersifat homogen isotropik, maka medium ekiupotensialnya
akan berbentuk bola. Apabila sumber arus berada di permukaan medium, maka
medan ekuipotensialnya menjadi setengah bola terlihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Medium homogen isotropis dialiri arus listrik


Sumber : Telford, 1990

Gambar 2.7. Aliran arus listrik pada permukaan medium homogen


isotropik
Sumber: Telford, 1990

Pada gambar 2.7 dapat diketahui bahwa aliran arus listrik selalu tegak lurus
terhadap bidang ekuipotensial. Untuk elektroda arus yang ditempatkan di
permukaan medium homogen isitropis mempunyai konduktifitas nol, besarnya
potensial yang dapat diukur (Telford, 1976). Harga resistivitas listrik suatu
formasi bawah permukaan dapat ditentukan menurut persamaan (Mudiarto, 2013):
V(r) = Iρ/(4π r) (2.7)
18

Karena permukaan yang dialiri arus adalah permukaan setengah bola yang
mempunyai luas 2r 2 , maka :
 I  1 2rV
V    atau  
 2  r I (2.8)
Apabila dipasang empat buah elektroda seperti gambar 2.8 dan jarak antara
dua elektroda arus tidak terlalu besar, potensial disetiap titik dekat permukaan
akan dipengaruhi oleh kedua elektroda arus tersebut, sehingga ekuipotensial yang
dihasilkan dari kedua titik sumber bersifat lebih kompleks dibandingkan sumber
arus tunggal, akan tetapi pada daerah dekat sumber arus mendekati bola. bila
dibuat penampang melalui sumber A dan B, maka terlihat pola distribusi bidang
ekuipotensial seperti pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Skema Elektroda Arus dan Elektroda Potensial


Sumber: Telford, 1990 dan Reynolds, 1997

Dengan prinsip bidang ekuipotensial, akan didapatkan bahwa pengukuran


potensial di permukaan tanah akan menghasilkan nilai yang sama dengan beda
potensial di dalam tanah pada radius yang sama untuk pengukuran beda potensial
antara titik M dan N dari sumber arus A dan B di permukaan (Telford, 1990,
Mudiarto, dkk., 2013) akan didapatkan:
I  1 1 
VM  
2  AM BM 

(2.9)
I  1 1 
VN  
2  AN BN  (2.10)
Maka selisih beda potensial antara titik M dan N adalah :
V  VM  V N
(2.11)
I  1 1   1 1 
V   AM  BM    AN  BN 
2     (2.12)
19

Maka didapat persamaan untuk menentukan resistivitas yaitu


1
 1 1   1 1  V
  2     
 AM BM   AN BM  I (2.13)
V
K
I (2.14)

Dimana K yang merupakan faktor geometri mempunyai nilai:


2
K
 1 1   1 1 
 AM  MB    AN  NB 
    (2.15)

2.7 Resistivitas Semu

Pengukuran resistivitas dilakukan terhadap permukaan bumi yang dianggap


sebagai suatu medium yang homogen isotropis. Pada kenyataannya bumi tersusun
atas komposisi batuan yang bersifat heterogen baik ke arah vertikal maupun
horizontal. Akibatnya objek batuan yang tidak homogen dan beragam akan
memberikan harga resistivitas yang beragam pula. Sehingga resistivitas yang
diukur adalah resistivitas semu. Harga tahanan jenis semu tergantung pada
tahanan jenis lapisan-lapisan pembentuk formasi dan konfigurasi elektroda yang
digunakan. Tahanan jenis semu dirumuskan sebagai:
V V
a  K ;R
I I (2.16)
Dengan K adalah faktor geometri susunan elektroda yang berdimensi
panjang. Beberapa hal yang mempengaruhi nilai resistivitas semu adalah sebagai
berikut (Prasetiawati, 2004):
a. Ukuran butir penyusun batuan, semakin kecil besar butir maka kelolosan
arus akan semakin baik, sehingga mereduksi nilai tahanan jenis.
b. Komposisi mineral dari batuan, semakin meningkat kandungan mineral clay
akan mengakibatkan menurunnya nilai resisivitas.
c. Kandungan air, air tanah atau air permukaan merupakan media yang
mereduksi nilai tahanan jenis.
20

d. Kelarutan garam dalam air di dalam batuan akan mengakibatkan


meningkatnya kandungan ion dalam air sehingga berfungsi sebagai
konduktor.
e. Kepadatan, semakin padat batuan akan meningkatkan nilai resistivitas.

Sifat konduktivitas listrik di dalam batuan pada permukaan bumi


dipengaruhi oleh jumlah air, kadar garam/salinitasi air serta bagaimana cara air
disebarkan di dalam tanah dan batuan. Konduktivitas listrik di dalam batuan yang
mengandung air sangat ditentukan terutama sifat airnya, yaitu elektrolit (larutan
garam) yang terkandung dalam air yang terdiri dari anion dan kation yang
bergerak bebas dalam air. Adanya medan listrik eksternal menyebabkan kation
dalam larutan elektrolit dipercepat menuju kutub negatif, sedangkan anion menuju
kutub positif, sehingga batuan berpori nilai resistivitas (ρ) listriknya berkurang
dengan bertambahnya kandungan air dan begitu juga sebaliknya nilai resistivitas
listriknya akan bertambah dengan berkurangnya kandungan air (Telford, 1990).

2.8 Potensial Listrik Pada Bumi

Potensial listrik alam atau potensial diri disebabkan karena terjadinya


kegiatan elektrokimia mekanik. Faktor pengontrol dari semua kejadian adalah air
tanah. Potensial berasosiasi dengan pelapukan mineral pada bodi sulfida,
perbedaan sifat batuan (kandungan mineral) pada kontak geologi, kegiatan
biolektrik dari materi organik korosi, gradien termal dan gradien tekanan.
Potensial alam dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
1. Potensial Elektrokinetik
Potensial Elektrokinetik disebabkan apabila suatu larutan bergerak melalui
suatu pipa kapiler atau medium yang berpori.
2. Potensial Diffuse
Potensial Diffuse disebabkan apabila terjadi perbedaan mobilitas dari ion
dalam larutan yang mempunyai konsentrasi berbeda.
3. Potensial Nerust
Potensial Nerust timbul apabila suatu elektroda dimasukkan ke dalam
larutan homogen.
21

4. Potensial Mineralisasi
Potensial Mineralisasi timbul apabila dua elektroda logam dimasukkan
kedalam larutan homogen.

2.9 Sifat Listrik Batuan

Sifat listrik didalam batuan/mineral yang dialiri arus didalamnya yang


berasal dari dalam alam sendiri atau akibat dari ketidak seimbangan atau arus
listrik yang sengaja diinjeksi kedalam lapisan. Aliran listrik dalam batuan/mineral
digolongkan kedalam tiga bagian diantaranya konduksi secara dielektrik,
konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara elektronik.
2.9.1 Konduksi Secara Elektronik

Batuan dan mineral memiliki banyak elektron bebas sehingga arus listrik
dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas. Maka konduksi
secara elektronik akan terjadi, aliran elektronik juga dipengaruhi oleh sifat atau
karakteristik dari batuan yang dilewati listrik. Salah satu karakteristik dari batuan
adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan suatu bahan
atau mineral untuk menghantarkan arus listrik. Tahanan jenis berbanding terbalik
dengan resistansi (hambatan) dimana resistansi tidak hanya bergantung pada
mineral tetapi juga tergantung pada faktor geometri atau bentu material.
Sedangkan resistivitas atau tahanan jenis tidak bergantung pada faktor geometri
(Lowrie, 2007).
2.9.2 Konduksi Secara Elektrolitik

Batuan pada umumya adalah konduktor atau penghantar yang tidak baik dan
memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan
sebagian besar bersifat porus dan berpori-pori yang terisi oleh fluida. Akibatnya
batuan-batuan bersifat konduktor elektrolitik, yakni kondisi dimana konduksi arus
listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas
batuan forus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. konduktivitas
akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak dan
sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan
berkurang (Lowrie, 2007).
22

2.9.3 Konduksi Secara Dielektrik

Batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik, artinya
batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, maka jenis
konduksi secara dielektrik akan terjadi. Elektron dalam batuan berpindah dan
berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan listrik di luar,
sehingga terjadi polarisasi (Lowrie, 2007).
Sifat kelistrikan batuan merupakan karakterisasi dari batuan yang dialirkan
arus listrik kedalamnya. Arus listrik yang mengalir pada batuan dapat berasal dari
alam yang disebabkan oleh interaksi antar atom-atom penyusun kerak bumi akibat
ketidak seimbangan muatan atau berasal dari arus listrik yang sengaja di
injeksikan. Atom-atom pada batuan yang terikat mengakibatkan batuan mampu
menghantarkan listrik sehingga mempunyai resistivitas. Besarnya resistivitas
suatu batuan dituliskan dengan Ωm (ohm meter). Resistivitas batuan merupakan
kemampuan batuan tersebu untuk menghambat arus listrik. Besarnya nilai-nilai
resistivitas mineral dan batuan tertera pada tabel.

Tabel 2.1 Nilai Resistivitas Batuan Berdasarkan Jenis Batuan


(Santoso, 2002)
Jenis Batuan Resistivitas (ohm meter)
Granite (batuan beku) 102 – 1 x 106
Andesite (batuan beku) 1,7 x 10 2 ( dry ) – 4,5 x 108
Satles (metamorf) 6 x 102 – 2,5 x 108
Marble (metamorf) 1 x 10 2 – 2,5 x 108
Limestone (sediment) 50 - 107
Sandstone (sedimen) 10 – 800
Alluvium and sands (sedimen) 4 – 800

Tabel 2.2 Variasi resistivitas Batuan dan Mineral (Santoso, 2002)


Macam Material Resistivitas (ohm meter)
Air permukaan 80 – 200
Air tanah 30 – 200
Slit lempung 10 – 200
Pasir 100 – 600
Pasir dan kerikil 100 – 1000
Batu lumpur 20 – 200
Batu pasir 50 – 500
Konglomerat 100 – 500
Tufa 20 – 200
Kelompok andesit 100 – 2000
Kelompok granit 1000 – 10.000
23

Tabel 2.3 Resistivitas Batuan beku dan Batuan Metamorf (Santoso,


2002)
Batuan Resistivitas (ohm meter)
Granite 3 x 102 - 106
Granite porphyry 4,5 x 103 (basah) – 1,3 x 106 (kering)
Feldspar porphyry 4 x 103 (basah)
Albite 3 x 102 (basah) – 3,3 x 103 (kering)
Syenite 102 - 103
Diorite 104 – 105
Diorite porphyry 1,9 x 10 3 (basah) – 2,8 x 104 (kering)

Tabel 2.4 Resistivitas batuan Sedimen (Santoso, 2002)


Batuan Resistivitas (ohm meter)
Serpihan gabungan 20 – 2 x 103
Argillites 10 – 8 x 102
Konglomerat 2 x 103 - 104
Batu pasir 1 – 6,4 x 108
Batu gamping 50 - 107
Dolomite 3,5 x 102 – 5 x 103
Marls 3 – 70
Lempung 1 – 100
Alluvium dan pasir 10 – 800
Oil sands 4 – 800

Secara umum berdasarkan harga resistivitas listriknya , batuan dan mineral


dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni :
1. Konduktor baik : 108 < ρ < 1 Ωm
2. Konduktor pertengahan : 1 < ρ 107 Ωm
3. Isolator : ρ > 107 Ωm

2.10 Res2Dinv

Sekarang telah banyak perangkat lunak yang dapat digunakan untuk


membuat model inverse hasil survey geolistrik diantaranya IP2Win, Res2Dinv,
Resty. Res2Dinv adalah program computer yang secara otomatis bisa
menggambarkan atau membuat model 2D bawah permukaan dari data survei
geolistrik. Program res2dinv bekerja dalam platform windows system. Program
res2dinv menggunakan teknik forward modeling, dari dua resistivitas semu hasil
pengukuran untuk mendapaatkan inversinya. Program Res2Dinv menyediakan
pilihan menggunakan teknik non-linear finite different forward modeling dan
24

finite element forward modeling, keduanya cocok digunakan untuk survei normal
dengan berbagai konfigurasi elektroda seperti wenner-schlumberger. Selain survei
normal dengan elektroda-elektroda program res2dinv juga mendukung survei
underwater (air bawah tanah) dan cros-borehole (pembuatan lobang bor).
Pengerjaan dalam inversi modeling pada software Res2Dinv pada umumnya
terdiri atas dua tahap yaitu inversi secara otomatis dan tahap menghilangkan efek
yang jauh dari dalam (titik-titik hasil pengukuran yang tidak sesuai). Model 2D
yang digunakan oleh program inversion, yang terdiri dari sejumlah blok segi
empat, dimana pengaturan dari setiap blok merupakan hubungan distribusi dari
titik data sebaga titik acuan. Survei biasanya dilakukan dengan sistem dimana
elektroda disusun sepanjang satu baris dengan satu pengaturan jarak yang telah
tetap diantara elektroda berdekatan, akan tetapi program res2dinv juga tidak hanya
mengolah sebuah data tetapi juga kumpulan data dengan beberapa pengaturan
jarak elektroda (Loke, 2014).
Data hasil survei geolistrik di simpan dalam bentuk file *.dat dengan data
dalam file tersebut tersusun dalam order sebagai berikut:

Line 1 : Nama tempat dari garis survey


Line 2 : Spasi elektroda terpendek
Line 3 : Tipe Pengukuran (Wenner = 1, Pole-pole = 2, Dipole-dipole = 3, Pole-
dipol = 4, Schlumberger = 7)
Line 4 : Jumlah total datum point
Line 5 : Tipe dari lokasi x datum point. Masukkan 0 bila letak elektroda pertama
diketahui. Gunakan 1 jika titik tengahnya diketahui.
Line 6 : Ketik 1 untuk data IP dan 0 untuk data resistivitas.
Line 7 : Posisisi x, spasi elektroda, (faktor pemisah elektroda (n) untuk dipole-
dipole, pole-pole, dan wenner-schlumberger) dan harga resistivitas semu
terukur pada datum point pertama.
Line 8 : Posisi x, spasi elektroda dan resistivitas semu yang terukur untuk datum
point kedua. Dan seterusnya untuk datum point berikutnya. Setelahnya
diakhiri dengan empat angka 0.
25

Sistem kerja pada Software Res2dinv dimulai dengan:


1. Membuat data di dalam notepad sesuai format kemudian disimpan dengan
ekstensi *dat.
2. Kemudian menjalankan Software Rest2dinv dengan mengklik File dan Read
Data.
3. Memilih menu Edit, pilih Excerminate Bad Datum Points untuk mengecek
data.
4. Melakukan proses inversi dengan mengklik menu Inversion dan memilih
Last Square Inversion.
5. Mengulangi langkah ke empat beberapa kali sehingga dihasilkan nilai error
terkecil.
6. Menampilkan data hasil inversi dengan memilih menu Display dan memilih
menu Show Inversion Result.
7. Untuk menampilkan gambar memilih menu Display Section kemudian
memilih menu Include Topography In Model Display.

2.11 Surfer Dan Rockwork

Surfer adalah salah satu perangkat lunak yang digunakan untuk pembuatan
peta kontur dan pemodelan tiga dimensi yang berdasarkan pada grid. Perangkat
lunak surfer melakukan plotting data tabular xyz tidak beraturan menjadi lembar
titik-titik segi empat (grid) yang beraturan. Grid merupakan serangkaian garis
vertikal dan horizontal yang didalam surfer berbentuk segi empat yang digunakan
senagai dasar dasar pembentukan konturdan surface tiga dimensi. Garis vertikal
dan horizontal memiliki titik-titik perpotongan. Pada titik perpotongan disimpan
nilai z yang merupakan titik ketinggian atau kedalaman. Gridding merupakan
proses pembentukan rangkaian nilai z yang teratur dari sebuah data xyz. Hasil dari
proses gridding berupa file grid yang tersimpan pada file.grd ( Saleh, 2011).
Lembar kerja surfer terdiri terdiri dari tiga bagian yaitu surface plot,
worksheet, editor. Surface flot merupakan lembar kerja yang digunakan untuk
membuat peta atau file grid pada saat awal dibuka, lembar kerja berada pada
kondisi yang masih kosong. Pada lembar plot peta dibentuk dan diolah untuk
membuat peta atau file grid. Pada saat awal dibuka, lembar kerja masih kosong.
26

Pada lembar plot peta dibentuk dan diolah untuk selanjutnya diolah disajikan.
Lembar plot digunakan untuk mengolah dan membentuk peta dalam dua dimensi
dan peta tiga dimensi (Saleh, 2011).
Rockwork merupakan salah satu software yang digunakan untuk mengolah
data geologi, analisis dan visualisasi. Rockwork mampu memodelkan kondisi
bawah permukaan bumi dengan sangat baik, sehingga rockwork sering digunakan
untuk pembuatan log sumur, kolerasi sumur, diagram pagar, model padat, struktur
dan peta dalam 2D dan 3D yang dinamis (Rasyidin, 2014).

Sistem kerja pada Software Surfer dimulai dengan:

1. Membuat data Excel dari hasil penelitian berupa data koordinat dan
ketinggian.
2. Menjalankan Software Surfer, kemudian mengklik menu Grid untuk
menambahkan data.
3. Melakukan map data untuk mendapatkan peta kontur maupun data topografi
dengan cara mengklik Contour Map dan Surface.
4. Melakukan penyimpanan data dan gambar.

Sistem kerja pada Software Rockwork dimulai dengan :

1. Membuat data Excel dari hasil penelitian. Kemudian menjalankan Software


Rockwork.
2. Mengisi kolom Utilities sesuai dengan data yang diperlukan seperti data
longitude, latitude, kedalaman dan nilai resistivitas dari jumlah lintasan
pada menu Datasheet.
3. Menyimpan file utilities dengan cara mengklik File, Save As, kemudian
Save As Type (*adt), Save.
4. Melakukan scan data dengan cara mengklik mengklik Scan Datasheet dan
memastikan menginput kolom x,y,z kemudian Ok.
5. Membuat model Solid 3D, dengan mengklik Solid.
6. Melakukan penyimpanan gambar dengan cara klik File-Export-Jpeg-File
Name-Ok.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni 2020. Tempat penelitian


terletak di Desa Mesjid Kecamatan Bendahara Kabupaten Aceh Tamiang.
Kabupaten Aceh Tamiang terletak pada koordinat 03֯ 53’ – 04֯ 32’ Lintang Utara
dan 97֯ 43’ - 98֯ 14’ Bujur Timur.

Lokasi penelitian

Gambar 3.1. Lokasi penelitian


Sumber: Google Earth

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian tertera pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Alat dan Bahan Penelitian Geolistrik.


No Nama Alat Spesifikasi Jumlah
1 Geolistrik ARES resistivity IP 1 buah
meter

2 Elektroda - 64 buah
3 Kabel - 8 gulungan
4 Aki 12 v 2 buah
5 GPS (Global Positioning Garmin 2 buah
System)

6 Palu - 2 buah
7 Handy Talky (HT) Motorola 3 buah

27
28

8 Laptop Acer 1 buah

Alat–alat yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:


a. ARES resistivity IP meter
Digunakan untuk mengukur nilai resistansi untuk mendapatkan nilai
resistivitas semu.
b. Elektroda 64 buah
Digunakan untuk menginjeksi arus ke dalam tanah dan untuk menentukan
besarnya beda tegangan yang ditimbulkan.
c. Kabel multi-channel 8 gulungan
Digunakan untuk menyambungkan semua komponen alat pada saat
pengukuran.
d. Aki 12 volt
Berfungsi sebagai sumber arus.
e. GPS (Global Positioning System)
f. Berfungsi untuk menentukan koordinat lokasi penelitian serta memploting
titik-titik lintasan pengukuran untuk memperoleh elevasi data topografi.
g. Palu
Digunakan untuk membantu menanam elektroda.
h. Handy Talky (HT)
Sebagai alat penghubung dalam memberikan informasi saat pengambilan
data.
i. Laptop
Digunakan untuk mengolah data dan menyusun laporan.

3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan diantaranya yakni :


1. Survey lokasi tempat penelitian dan pengumpulan referensi data sesuai
dengan topik penelitian yakni geolistrik.
2. Menentukan lintasan pengambilan data dan posisi daerah penelitian yang
akan diambil datanya.
3. Pengambilan data lapangan menggunakan alat geolistrik Ares Resistivity IP
meter. Resistivity meter diaktifkan sehingga dapat melakukan pengukuran
29

dengan cara menginjeksikan arus listrik ke dalam tanah melalui elektroda


yang telah dipasang terlebih dahulu.
4. Pengambilan data koordinat dan elevasi atau ketinggian menggunakan gps
(Global Positioning System).
5. Pengolahan data geolistrik menggunakan software res2dinv dan pengolahan
topografi daerahnya menggunakan surfer, dan volume geolistrik dengan
Rockworks.
6. Interpretasi dan analisis data hasil penelitian yang telah dilakukan. Yakni
membedakan nilai tahanan jenis berdasarkan warna untuk melihat nilai
resistivitas pada setiap lapisan dari model penampang 2D sepanjang
lintasan.

3.4 Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan di Bukit Kerang Desa Mesjid Kecamatan


Bendahara Kabupaten Aceh Tamiang. Prosedur pengambilan data di lapangan
dilakukan dengan cara metode geolistrik yakni dengan menentukan titik
pengukuran. Pada pengukuran terdapat 4 lintasan yang dimana lintasan tersebut
menyilangi tempat penelitian yaitu Bukit Kerangnya. Dengan panjang masing-
masing lintasan 155 m dengan banyak elektroda 32 buah perlintasan, dimana jarak
antara elektroda 5 meter.

3.5 Teknik Analisis Data Dan Interpretasi Data

Pengolahan data hasil penelitian dilakukan menggunakan Software Res2dinv


untuk mendapatkan data struktur bawah permukaan dalam bentuk secara mendatar
maupun bertopografi sehingga memberikan gambar 2D sebaran nilai resistivitas.
Analisis data untuk volume geolistrik diolah menggunakan Sofware Rockwork
dan untuk pengolahan peta anomali daerah penelitian diolah menggunakan
Software Surfer. Pada tahap interpretasi data untuk mengetahui gambaran
kondisisi lapisan batuan penyusun bawah permukaan pada daerah penelitian
dilakukan dengan cara membandingkan dan mencocokkan variasi nilai resistivitas
material batuan hasil inversi pengolahan data dengan nilai resistivitas material
30

batuan dari berbagai referensi, sehingga dapat diketahui jenis litologi bawah
permukaan dan sebaran batuan dan mineral pada daerah penelitian.
31

3.6 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Survey Daerah Penelitian

Perancangan Model Penelitian

Penentuan Lintasan Penelitian

Metode Geolistrik Resistivitas

Data lapangan

Hasil Inversi Kedalaman Beserta Nilai Pembuatan peta topografi dengan


Resistivitas Menggunakan Software software surfer dan penentuan volume
Res2dinv dengan software Rockwork

Interpretasi Dan Analisis Data

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian


32

3.6.1 Keterangan diagram alir

Penelitian pada Bukit Kerang Aceh Tamiang memuat beberapa tahapan


yakni tahapan pertama sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu melakukan
survei daerah penelitian sehingga mempermudah menuju tempat penelitian pada
saat akan melaksanakan peneletian. Tahapan kedua yakni merancang model
penelitian pada tahap perancangan peneliti akan menetukan bentuk penelitian dan
lintasan yang akan diteliti. Metode yang akan dilakukan pada pada penelitian
yaitu metode geolistrik dengan konfigurasi wenner schlumberger, kemudian
melakukan penelitian, hasil dari penelitian diperoleh data yang akan diolah
kembali dengan software res2dinv, software surfer dan software rockwork.
Setelah semua data telah diolah kemudian data di interpretasi dan dianalisis
sehingga dihasilkan laporan penelitian .
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, F. (2004). Aplikasi Metode Geolistrik Resistivity Untuk Mendeteksi


Air Tanah. Jember, Universitas Jember.

Anonymous. (2007). Rapid 3D Resistivity & IP inversion using the least-squares


method.
Asdak. (2007). Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada:
University Press.

Batayneh, Awni. (2017). Aplication Of Geoelectric Methods On Poleon plantae:


Journal Of King Saud University Science.

Bowles, J. E. (1989). Sifat-sifat Fisis Dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah).


Jakarta: Erlangga
BPS Aceh Tamiang. (2019). diakses pada tanggal 20 september 2019

El-Gawad, A. M. S. (2018). Application Of Geoelectrical Measurements Of


Detecting The Ground-Water Seepage In Clay Quarray At Helwan,
Southeastern Cairo, Egypt: NRIAG Journal of Astronomy and Geophysics
Vol.7 Pages: 377-389.

Endarto, Danang. (2005). Pengantar Geologi Dasar.Surakarta: LPP UNS UPT


Penerbitan dan UNS Press

Geoelectrical Imaging 2D & 3D. (2007) Minden Height, Geotomo Software,


11700 Gelugor, Penang, Malaysia.

Handoko, Wahyu. (2018). Identifikasi Keberadaan batuan Candi Kedulan


Menggunakan Metode Resistivitas Di Kompleks Candi Kedulan Kalasan
Slamen Yogyakarta. Skripsi: Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas
Negeri Yogyakarta.

Hartantyo E. Waluyo. (2002). Simulasi pendugaan kedalaman jalur konduktif


bawah permukaan Kota Palembang. Palembang, Universitas Sriwijaya.

33
34

Hendrajaya, Lilik dan Idham Arif. (1990). Geolistrik Tahanan Jenis, Monografi
Metoda Eksplorasi. Bandung: Laboratorium Fisika Bumi ITB.

Hewaidy, Abdel Galil A at al. (2015). Groundwater Exploration Using Resistivity


And Magnetic Data At The North Wesern Part Of The Gulf Of Suez Egypt.
Egyptian Journal Of Petroleon.

Indriyani, Sutama. (2017). Identifikasi Sebaran Situs Purbakala Di Desa Lobu


Tua Kabupaten Tapanuli Tengah Dengan Menggunakan Metode Geolistrik
dan Pengindraan Jauh. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam UNIMED. Jurnal Einstein ISSN: 2338-1981.

Jefriyanto, Utiya, As’ari, Seni Hj Tongkukut. (2015). Metode Geolistrik


Restivitas Konfigurasi Wenner-Schlumberger Dan Konfigurasi Dipole-
Dipole Untuk Identifikasi Patahan Manado di Kecamatan Paldua Kota
Manado: Program Studi Fisika Fmipa Unsrat Manado.

Juliani, Rita dan Sembiring, Hengki, (2014). Identifikasi Batu Gamping Bawah
Permukaan Dan Uji Mekanik di Daerah Pamah Paku Kutambaru Kabupaten
Langkat, Prosiding seminar Nasional inovasi dan Teknologi Informasi 2014,
21-25.

Juliani, Rita. Nandari. (2019). Penentuan Struktur Bawah Permukaan Daerah


Candi Sitopayan, Jurnal Einstain ISSN:2338-1981.

Juliani, Rita. Sembiring, T. Motlan. Identifikasi Mineral Batu Gamping dari


Sulkam dengan Menggunakan Difraksi Sinar-x XRD. Prosiding Seminar
Nasional Kimia 2014: 44-50. Medan: Program Studi Fisika, Universitas
Sumatera Utara.

Kearey, Philip. (2002). An Introduction To Geophysical Exploration. Third


Edition. USA: Blackwell Science Ltd.

Kurnia. Oktavia. Usman. (2014). Analisis Sedimentasi pada Muara Sungai


Komering dengan probabilitas tomografi geolistrik”: Teknosains: 587-602.
35

Loke, M.H. (1999). Electrical Imaging Surveys For Enviromental and Enginering
Studies , Geophysics, penang

Loke,M. H. (2004). Tutorial: 2D and 3D Electrical Imaging Surveys. Penang.


Malaysia

Lowrie,W. (2007). Fundamentals of Geophysics: Cambridge University Press, P.

Margaworo. P, Ayu. (2009). Identifikasi Batuan Dasar Di Desa Kroyo,


Karangmalang Kabupaten Sragen Menggunakan Metode Geolistrik
Konfigurasi Dipole-Dipole. Skripsi: Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Sebelas Maret

Morais, F. (2008). Study Of Flow In Vadose Zone From Electrical Resistivity


Surveys. Journal Of Sociedade Brasileira De Geof’isica.

Muchigami. (2012). Electrical Resistivity Survey For Groundwater Invertigations


And Shallow Subsurface Evaluations Of The Basaltsc-Greenstone
Formation Of The Urban Balawayo Aquifer: Physics And Chemistry Of
The Earth.

Mudiarto, A. Supriyadi dan Sugiyanto. (2013). Pemodelan Fisik Untuk


Monitoring Kebocoran Pipa Air Dengan Metode Geolistrik. Unnes Physics
Journal, Vol. 1(1): 1-6.

Nandi. (2010). Batuan, Mineral dan Batubara. Jurusan Pendidikan Geografi UPI,
Bandung.

Nasution, Indra. (2019). Situs Purbakala Bukit Kerang Aceh Tamiang. Diakses
pada 21 April 2019 dari http://tamiangtraveller.com/situs-purbakala-aceh-
tamiang.

Prasetiawati. (2004). Aplikasi Metode Resistivitas Dalam Eksplorasi Endapan


Laterit Nikel Serta Studi Perbedaan Ketebalan Endapan Berdasarkan
Morfologi Lapangan. FMIPA Universitas Indonesia, Jakarta.

Rasyidin, Ikhwan. (2017). Rockwork 16. Teknik Geologi UNHAS, Makassar.


36

Reynold,J . M. (1997). An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics.


England :John Wiley and Sons Ltd, Baffins. Chischester. West Susex
PO19IUD.

Rusmin. (2013). Identifikasi Benda Arkeologi Di Kec. Makassar Dengan Metode


Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger. Skripsi Geofisika,
Universitas Hasanuddin

Sakka. (2002). Metode Geolistrik Tahanan Jenis . Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. UNHAS, Makassar.

Saleh, Salmani. (2011). Pengenalan Surfer. Fakultas Matematika dan Ilmu


Pengetahuan Alam ITS, Surabaya .

Sanggra, Andrias. (2015). Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi


Wenner Untuk Menentukan Struktur Tanah di Halaman Belakang SCC ITS
Surabaya. Jurusan Fisika FMIPA ITS, Surabaya.

Santoso, D. (2002), Pengantar Teknik Geofisika. ITB, Bandung

Smith, R.B. dan Silver, A.E. (1991). Geology of a Mioecene collision complex,
Buton, Eastern Indonesia. Geological Society of America Bulletin.

Soekmono. (1973). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jilid 1.


Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Telford, W.M. Geldart, L. P, Sheriff, RE, (1990), Applied Geophysics, 2n Edition:


Cambridge University Press.

Utama W. (2005). Experimental Module Mataram Geophysical Workshop.


Laboratorium Geofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
ITS, Surabaya.

Valenta, Jan. (2015). Introduction to Geophysics Lecture Notes. Czech Republic :


Development Cooperation.

Anda mungkin juga menyukai