Anda di halaman 1dari 45

JUDUL PROPOSAL : PEMBUATAN BETON POLIMER DENGAN MENGGUNAKAN

BAHAN BERUPA LIMBAH STYROFOAM

NAMA : DESY NOVITA LMBANTORUAN

NIM : 4163240005

JURUSAN : FISIKA NONDIK 2016

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini zaman semakin maju dan berkembang. Pembangunan dibidang konstruksi
saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini tidak lepas dari tuntutan dan kebutuhan
masyarakat terhadap infrastruktur yang semakin maju, seperti jembatan dengan bentang yang
panjang, gedung bertingkat tinggi dan fasilitas lainnya. Beton merupakan salah satu pilihan
sebagai bahan dasar struktur dalam konstruksi bangunan. Pada umumnya beton tersusun dari
semen, agregat halus, agregat kasar dan air. Namun seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bahan penyusun beton juga ikut berubah. Salah satu contohnya
adalah dengan dimasukkannya bahan tambah ataupun bahan pengganti dalam beton.

Beton sering kita jumpai sebagai elemen konstruksi bangunan yang sangat penting dan
sangat luas penggunaannya. Seperti halnya dengan beton dimana salah satunya adalah beton
polimer. Beton polimer (polymer concrete) adalah material komposit, yang matriksnya terdiri
atas polimer sintesis organik atau dikenal sebagai beton resin. Beton resin dengan matriks
polimer seperti polimer termoset dan mineral fillernya dapat berupa aggregate, gravel dan
crushed stone. Keunggulan beton polimer antaralain, kekuatannya tinggi, tahan terhadap kimia
dan korosi, penyerapan air rendah dan stabilitas pemadatan tinggi dibanding beton portland
konvensional. Proses pengerasan pada beton semen portland untuk menghasilkan kondisi terbaik
biasanya 28 hari, sedangkan dengan beton polimer dapat dipersingkat hanya beberapa jam saja.
Penambahan polimer pada beton tanpa semen adalah untuk meningkatkan sifat-sifat beton,
memperpendek waktu proses fabrikasinya, dan memperkecil biaya operasional. Produk beton
polimer antara lain dapat digunakan sebagai fondasi galangan kapal, tangga, sanitari, lantai,
panel, bangunan komersial, pemipaan dan lain-lain (Nawy et al., 1985).

Polimer sebagai bahan tambahan dalam pembuatan beton merupakan suatu zat kimia
yang terdiri dari molekul-molekul yang besar dengan karbon dan hidrogen sebagai molekul
utamanya. Bahan polimer dapat diperoleh dari limbah yang didaur ulang. Penggunaan bahan
tersebut sekaligus bertujuan memanfaatkan limbah, di samping mencari alternatif pengganti
semen. Ide dasar penelitian beton polimer pada awalnya berdasarkan pemikiran ingin
mencari beton yang dalam hal-hal tertentu memiliki sifat lebih baik dari beton semen.
Ternyata dari literatur diketahui, polimer memiliki sifat seperti semen (Suraatmadja, 2000).

Beton polimer yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan limbah telah banyak
dikembangkan, salah satunya dengan bahan berupa campuran limbah Styrofoam. Pemanfaatan
limbah ini belum optimal, untuk itu dengan dijadikan sebagai filler pada polymer concrete
diharapkan limbah akan mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi. Bahan-bahan yang ditambahkan
ke dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung, berfungsi untuk
mengubah sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu dan menghemat
biaya. Bahan-bahan limbah disekitar lingkungan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan
dalam campuran beton. Salah satu bahan alternatif tambahan yang digunakan adalah limbah
Styrofoam.(Yoppi dan Nadia. 2014)

Suraatmadja (2000), meneliti tentang beton polimer. Pada penelitian tersebut beton
polimer memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari penelitian tersebut di antaranya
bahwa beton polimer memiliki sifat kedap air, tahan terhadap larutan agresif seperti bahan
kimia, bisa mengeras di dalam air sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki bangunan-
bangunan di dalam air. Sedangkan kekurangannya yaitu harga pembuatan beton polimer
masih belum bisa lebih rendah dari harga pembuatan beton semen. Hal ini terjadi karena
mahalnya bahan kimia yang digunakan untuk mencampur polimer dalam pembuatan beton.

Giri, dkk (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui kuat tekan dan modulus
elastisitas beton dengan penambahan butiran styrofoam serta hubungan antara kuat tekan dan
modulus elastisitas beton dengan persentase penambahan butiran styrofoam. Butiran styrofoam
ini digunakan dengan pertimbangan menjadikan beton lebih ringan namun memiliki kekuatan
yang cukup untuk memikul beban beban yang bekerja. Komposisi campuran bahan yaitu semen,
pasir dan batu pecah. Variasi penambahan sebanyak styrofoam sebanyak 0%, 2%, 4%, 6%, 8%
dan 10% terhadap volume campuran beton.

Butiran styrofoam yang dipakai memiliki diameter antara 3-10 mm dengan berat satuan
22.89 kg/m3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton dan modulus elastisitas yang
dihasilkan mengalami penurunan dengan bertambahnya persentase butiran styrofoam dimana
nilai kuat tekan dengan variasi persentasi butiran styrofoam sebesar 0%, 10%, 20%, 30% dan
40% berturut-turut 26.42 MPa, 24.144 MPa, 17.994 MPa, 13.411 MPa, 9.995 MPa. Penurunan
nilai modulus elastisitas dengan penambahan 10%, 20%, 30% dan 40% berdasarkan ASTM C
469 berturut-turut 0.278%, 5.797%, 16.555%, dan 32.553%.

Beton yang dibuat dengan penambahan Styrofoam dapat disebut Beton-Styrofoam


(Styrofoamconcrete) yang disingkat Styrocon. Styrofoam mempunyai berat jenis sangat kecil
yaitu berkisar antara 13-16 kg/m3. Penggunaan Styrofoam dalam beton ringan dapat digunakan
sebagai pengganti sebagian agregat kasar, atau sebagai pengganti sebagian agregat halus. (Yoppi
dan Nadia. 2014)

Bahan-bahan limbah disekitar lingkungan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan


dalam campuran beton. Hal tersebut dapat memberikan alternatif untuk memanfaatkan limbah
Styrofoam. Dengan optimalisasi pemanfaatan limbah Styrofoam ini diharapkan akan mengurangi
limbah yang mencemari lingkungan dan memberikan nilai tambahnya. Styrofoam banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain digunakan untuk dekorasi, maket bangunan
dan wadah penyajian bagi hidangan produk siap saji. Namun, pemanfaatan Styrofoam yang
dimanfaatkan dalam kegiatan pengemasan, alat rumah tangga, mainan, dan bahan pelengkap
menyebabkan menumpuknya sisa hasil pemakaian berupa limbah. Limbah Styrofoam sulit
terurai dan sering kali menggunung di sungai (Mansyur. 2020).

Oleh karena itu, disisi inilah yang akan menjadi salah satu kajian penulis untuk
membuat suatu material dengan bahan baku limbah styrofoam secara kimia stabil (tidak
bereaksi dengan udara, air, asam, alkali dan berbagai zat kimia lain).

Maka dari itu berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan PEMBUATAN BETON POLIMER DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BERUPA
LIMBAH STYROFOAM, DILABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL DAN
DILABORATORIUM FISIKA, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN. Dimana penelitian ini
bertujuan yang hasil pengembangannya diharapkan mampu bersaing dipasaran dan sebagai
wujud usaha mahasiswa dalam memberikan sebuah kontribusi penting bagi masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah pada latar belakang, maka penulis membatasi ruang
lingkup masalah, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Styrofoam dijadikan sebagai bahan penyusun beton polimer?


2. Bagaimana pengaruh Styrofoam ini terhadap daya tahan dan kuat tekan?
3. Bagaimana unsur material pada beton polimer campuran Styrofoam ?

1.3 Batasan Masalah

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang ditentukan, maka
perlu ada pembatasan masalah penelitian :

1. Beton polimer dengan pengisi limbah Styrofoam dibentuk dengan menggunakan


teknik konvensional cetak dan tekan.
2. Bahan pengisi yang digunakan adalah limbah Styrofoam.
3. Pengujian karakterisasi beton polimer, yaitu uji material (SEM dan XRD), sifat
mekanik (uji kekerasan dan uji tekan).

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu :

1. Mengetahui variasi komposisi bahan terbaik terhadap karakterisasi beton polimer.


2. Mengetahui pengaruh penambahan limbah Styrofoam terhadap uji Material dan
mekanik yang optimal.
3. Mengetahui pengaplikasian dari pembuatan beton polimer dengan limbah Styrofoam.
1.5 Manfaat Penelitan

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat seperti:

1. Memanfaatkan limbah Styrofoam yang mana kurang memiliki nilai guna menjadi
sesuatu yang memiliki nilai lebih.
2. Menghasilkan beton polimer yang mempunyai nilai ekonomis, bermutu dan ramah
lingkungan.
3. Memberikan terobosan baru kepada masyarakat dalam pengembangan bahan non
logam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton

Beton adalah bahan yang berbasis perekat semen, sedangkan agregatnya berupa pasir
dan batu atau kerikil. Beton pada umumnya banyak dipergunakan dalam bidang konstruksi
pembangunan rumah, gedung, jembatan, konstruksi jalan dan lain- lain (Amirudin, 1982).

Menurut SNI 2847:2013, beton didefiniskan sebagai campuran dari bahan penyusunnya
yang terdiri dari bahan hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, dan air dengan
atau tanpa menggunakan bahan tambah (admixture atau additive).

Menurut Standar Nasional Indonsesia (SNI 03-2847-2002), beton adalah campuran


antara semen portland atau semen hidraulik lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau
tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat. Material pembentuk beton tersebut
dicampur merata dengan komposisi tertentu menghasilkan suatu campuran yang homogen
sehingga dapat dituang dalam cetakan untuk dibentuk sesuai keinginan. Campuran tersebut bila
dibiarkan akan mengalami pengerasan sebagai akibat reaksi kimia antara semen dan air yang
berlangsung selama jangka waktu panjang atau dengan kata lain campuran beton akan bertambah
keras sejalan dengan umurnya. Beton normal adalah beton yang mempunyai berat satuan 2200
Kg/m3 sampai 2500 Kg/m3 dan dibuat menggunakan agregat alam yang dipecah maupun tidak
dipecah.

Kualitas atau mutu dari suatu beton sangat bergantung kepada komponen penyusun atau
bahan dasar beton, bahan tambahan, cara pembuatan dan alat yang digunakan. Semakin baik
bahan yang digunakan, campuran direncanakan dengan baik, proses pembuatan dilaksanakan
dengan baik, dan alat-alat yang digunakan baik maka akan menghasilkan kualitas beton yang
baik pula. Bahan-bahan pokok dari beton adalah semen, agregat yang terdiri dari agregat halus
dan agregat kasar dan air serta bahan tambahan yang digunakan dengan keperluan tertentu
(Kandi, 2012).

Beton terdiri dari ± 15 % semen, ± 8 % air, ± 3 % udara, selebihnya pasir dan kerikil.
Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat yang berbeda-beda, tergantung pada cara
pembuatannya. Perbandingan campuran, cara pencampuran, cara mengangkut, cara mencetak,
cara memadatkan, dan sebagainya akan mempengaruhi sifat-sifat beton. (Wuryati, 2001).

Menurut Mulyono (2006) secara umum beton dibedakan kedalam 2 kelompok, yaitu:

1) Beton berdasarkan kelas dan mutu beton.

Kelas dan mutu beton ini, dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu:

a. Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non struktutral. Untuk


pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya dibatasi
pada pengawasan ringan terhadap mutu bahan-bahan, sedangkan terhadap kekuatan
tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. Mutu kelas I dinyatakan dengan B0.
b. Beton kelas II adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural secara umum.
Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan di bawah
pimpinan tenaga-tenaga ahli.
c. Beton kelas II dibagi dalam mutu-mutu standar B1, K 125, K 175, dan K 225. Pada
mutu B1, pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan terhadap mutu bahan-
bahan sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. Pada
mutu-mutu K 125 dan K 175 dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan tekan
beton secara kontinu dari hasil-hasil pemeriksaan benda uji.
d. Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural yang lebih tinggi
dari K 225. Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus dilakukan di
bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Disyaratkan adanya laboratorium beton dengan
peralatan yang lengkap serta dilayani oleh tenaga-tenaga ahli yang dapat melakukan
pengawasan mutu beton secara kontinu.

2) Berdasarkan jenisnya, beton dibagi menjadi 6 jenis, yaitu:


a. Beton ringan
Beton ringan merupakan beton yang dibuat dengn bobot yang lebih ringan
dibandingkan dengan bobot beton normal. Agregat yang digunakan untuk memproduksi
beton ringan pun merupakan agregat ringan juga. Agregat yang digunakan umumnya
merupakan hasil dari pembakaran shale, lempung, slates, residu slag, residu batu bara
dan banyak lagi hasil pembakaran vulkanik. Berat jenis agregat ringan sekitar 1900
kg/m3 atau berdasarkan kepentingan penggunaan strukturnya berkisar antara 1440 -
1850 kg/m3, dengan kekuatan tekan umur 28 hari lebih besar dari 17.2 MPa.
b. Beton Normal
Beton normal adalah beton yang menggunakan agregat pasir sebagai agregat halus dan
batu pecah sebagai agregat kasar sehingga mempunyai berat jenis beton antara 2200
kg/m3 - 2400 kg/m3 dengan kuat tekan sekitar 15 - 40 MPa.
c. Beton Berat

Beton berat adalah beton yang dihasilkan dari agregat yang memiliki berat isi lebih
besar dari beton normal atau lebih dari 2400 kg/m3. Untuk menghasilkan beton berat
digunakan agregat yang mempunyai berat jenis yang besar.

d. Beton Massa (Mass Concrete)

Dinamakan beton massa karena digunakan untuk pekerjaan beton yang besar dan masif,
misalnya untuk bendungan, kanal, pondasi, dan jembatan.

2.1.1 Sejarah Perkembangan Beton

Hingga bangunan yang paling banyak diminati adalah beton. Hal ini disebabkan karena
lain oleh kemudahan untuk dibuat menjadi berbagai bentuk dan dari segi ekonomi bahan beton
adalah paling murah bila dibandingkan konstruksi baja atau kayu, lebih tahan terhadap bahaya
kebakaran, serta relatif kaku.

Di samping itu beton mempunyai beberapa kekurangan seperti kekuatan fisik tarik yang
rendah, memerlukan bekisting dan penumpu saat konstruksi, perbandingan kekuatan terhadap
berat yang relatif lebih rendah dan stabilitas volumenya relatif rendah.

Pemakaian beton telah dimulai sejak zaman Romawi. Namun baru pada awal abad 19
bahan beton mengalami banyak perkembangan.

[1] Tahun 1801, F. Coignet menemukan bahan beton mempunyai kekuatan tarik yang
rendah.
[2] Tahun 1824, Aspidin penemu Portland semen.
[3] Tahun 1850, J.L. Lambot berhasil membuat perahu kecil dari bahan semen.
[4] Tahun 1867, J. Monier, petani Perancis, mempatenkan rangka baja sebagai tulangan
untuk gentong beton yang ia buat.
[5] Tahun 1888, Kolnen untuk pertama kali memperkenalkan teori dan perencanaan struktur
beton.
[6] Tahun 1906, C.A.P. Turner memperkenalkan pelat rata tanpa balok.
[7] Tahun 1938, teori kekuatan batas (ultimate strength design) di USSR.
[8] Tahun 1956, teori kekuatan batas di USA dan Inggris.

Perkembangan lebih lanjut dari teknologi beton adalah diperkenalkannya beton mutu
tinggi dengan kuat tekan dapat mencapai 13.5 Mpa dan kuat tarik sebesar 12.5 Mpa. Selain itu
dikenal pula jenis-jenis beton lainnya seperti beton berserat (fiber concrete), beton ringan (light
weight concrete), beton polimer (polymer concrete), latex modified concrete, gap-graded
concrete, no-fines concrete dan lain-lain (Sulianti,dkk.2018).

2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Beton

Adapun kelebihan dan kekurangan beton adalah:

a. Kelebihan beton antara lain:


1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi
2. Mampu memikul beban yang berat
3. Tahan terhadap temperature tinggi
4. Biaya pemeliharaan yang kecil
b. Kekurangan beton antara lain:
1. Bentuk yang telah di buat sulit diubah
2. Pelaksanaan pengerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi
3. Berat
4. Proses pengerasan yang cukup lama
5. Tidak tahan terhadap lumut atau kelembaban tinggi yang
menyebabkan beton cepat rapuh (Calvelri, 2001).
Menurut Tjokrodimuljo (2007) beton memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan antara lain sebagai berikut ini.
a. Kelebihan
1. Harga yang relatif lebih murah karena menggunakan bahan- bahan dasar yang
umumnya mudah didapat
2. Termasuk bahan yang awet, tahan aus, tahan panas, tahan terhadap
pengkaratan atau pembusukan oleh kondisi lingkungan, sehingga biaya
perawatan menjadi lebih murah
3. Mempunyai kuat tekan yang cukup tinggi sehingga jika dikombinasikan
dengan baja tulangan yang mempunyai kuat tarik tinggi sehingga dapat
menjadi satu kesatuan struktur yang tahan tarik dan tahan tekan, untuk itu
struktur beton bertulangdapat diaplikasikan atau dipakai untuk pondasi, kolom,
balok, dinding, perkerasan jalan, landasan pesawat udara, penampung air,
pelabuhan, bendungan, jembatan dan sebagainya
4. Pengerjaan (workability) mudah karena beton mudah untuk dicetak dalam
bentuk dan ukuran sesuai keinginan. Cetakan beton dapat dipakai beberapa kali
sehingga secara ekonomi menjadi lebih murah.
b. Kekurangan
1. Bahan dasar penyusun beton agregat halus maupun agregat kasar bermacam-
macam sesuai dengan lokasi pengambilannya, sehingga cara perencanaan dan
cara pembuatannya bermacam- macam
2. Beton mempunyai beberapa kelas kekuatannya sehingga harus direncanakan
sesuai dengan bagian bangunan yang akan dibuat, sehingga cara perencanaan
dan cara pelaksanaan bermacam- macam pula
3. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga getas atau rapuh dan
mudah retak. Oleh karena itu perlu diberikan cara- cara untuk mengatasinya,
misalnya dengan memberikan baja tulangan, serat baja dan sebagainya agar
memiliki kuat tarik yang tinggi.
Menurut Tjokrodimuljo (2007) beton memiliki beberapa sifat yang dimiliki beton dan
sering di pergunakan untuk acuan adalah sebagai berikut ini.

1) Kekuatan
Beton bersifat getas sehingga mempunyai kuat tekan tinggi namun kuat tariknya
rendah. Oleh karena itu kuat tekan beton sangat berbengaruh pada sifat yang lain.

Tabel 2.1 Beton Menurut Kuat Tekannya (Tjokrodimuljo, 2007)

Jenis Beton Kuat Tekan (MPa)


Beton Sederhana ≤ 10
Beton Normal 15-30
Beton Pra Tegang 30-40
Beton Kuat Tekan Tinggi 40-80
Beton Kuat Tekan Sangat Tinggi > 80

2) Berat jenis

Tabel 2.2 menjelaskan mengenai berat jenis beton yang digunakan untuk kontruksi

bangunan.

Tabel 2.2 Berat Jenis Beton (Tjokrodimuljo, 2007)

Jenis Beton Berat Jenis Pemakaian


Beton Sangat Ringan < 1.00 Non Struktur
Beton Ringan 1.00-2.00 Struktur Ringan
Beton Normal 2.30–2.40 Struktur
Beton Berat > 3.00 Perisai Sinar X
2.2 Beton Polimer

Beton Polimer (polymer concreate) adalah material komposit, dimana bindernya terdiri
dari polimer sintesis organic atau dikenal sebagi beton resin. Beton resin dengan binder polimer
seperti thermoplastik atau disebut thermosetting polimer dan mineral fillernya dapat berupa
aggregate, gravel dan crushed stone.
Keunggulan beton polimer antara lain. Kekuatan tinngi, tahan terhadap abrasi
(pengikisan), penyerapan air rendah dan stabilitas pemadatan tinggi dibandingkan beton Portland
konvensional. Proses pengersan pada beton semen portland untuk menhasilkan kondisi terbaik
biasanya 28 hari, sedangkan dengan beton polimer dapat dipersingkat hanya beberapa jam saja.
Penambahan polimer pada beton tanpa semen adalah untuk meningkatkan sifat-sifat beton,
memperpendek waktu proses pabrikasinya.

Produk beton polimer antara lain dapat digunakan sebagai pondasi galangan kapal,
tangga, sanitari, lantai, panel, pemipaan, skid resistant inhighway dan lain-lain. Beton polimer
juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air. Hal
tersebut disebabkan karena beton polimer dapat mengeras di dalam air, yang mana beton polimer
memiliki sifat kedap air, tidak terpengaruh sinar ultra violet, tahan terhadap larutan agresif
seperti bahan kimia serta kelebihan lainnya. (Prilian, 2009).

Rekayasa beton dengan polimer (polymer modified concrete) merupakan suatu rekayasa
material beton dengan menggunakan material organik rantai panjang atau polimer. Polymer
modified concrete ada dua macam, yaitu polymer impregnated concrete (PIC) dan polymer
cement concrete (PCC). PIC adalah suatu material yang dibuat melalui impregnasi bahan
polimer ke dalam beton yang sudah mengeras agar dapat menutupi pori-pori permukaan beton
sehingga lebih tahan terhadap kelembaban atau penyerapan air. PCC adalah suatu material beton
yang dibuat sebagai pengganti perekat semen dengan bahan polimer.

Pada umumnya beton polimer yang dibuat dengan polimer lateks mempunyai ikatan
yang baik untuk memperkuat baja dan beton tahan lama, baik dalam hal elastis, anti karat dan
menghentikan adanya kerusakan. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penambahan fiber ke
dalam adukan beton akan menurunkan kelecakan adukan secara cepat sejalan dengan
penambahan konsentrasi fiber dan aspek ratio fiber. Penurunan kelecakan adukan dapat
dikurangi dengan penurunan diameter maksimal agregat, peninggian faktor air semen,
penambahan semen ataupun pemakaian bahan tambah. Meskipun demikian jika konsentrasi fiber
dan aspek ratio fiber (nilai banding panjang dan diameter fiber) melampaui suatu batas tertentu,
tetap akan didapat suatu adukan dengan kelecakan yang sangat rendah yang sulit diaduk dan
dicor dengan cara-cara biasa.

2.3 Polimer

Polimer (poly = banyak, meros = bagian) adalah molekul raksasa yang biasanya
memiliki bobot molekul tinggi dan dibangun dari pengulangan unit-unit. Molekul sederhana
yang membentuk unit-unit ulangan ini disebut monomer. Sedangkan reaksi pembentukan
polimer dikenal dengan istilah polimerisasi.
Polimer digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer alam seperti pati, selulosa,
sutra dan polimer sintetik seperti polimer vinil. Polimer sangat penting karena dapat menunjang
ketersediaan pangan, sandang, transportasi dan komunikasi (serat optik).

2.3.1 Pembagian Polimer Berdasarkan Sumbernya

Berdasarkan asal dan sumbernya polimer dapat diklasifikasikan atas :

1. Polimer alam, yaitu :


1. Tumbuhan : karet alam, selulosa
2. Hewan : wool, sutera
3. Mineral
2. Polimer sintetik
a. Hasil polimerisasi kondensasi

Polimerisasi kondensasi adalah polimerisasi yang disertai dengan


pembentukan molekul kecil (H2O, NH3).
b. Hasil polimerisasi adisi

Polimerisasi adisi adalah polimerisasi yang disertai dengan pemutusan


ikatan rangkap (Putri, 2018).
2.3.2 Tipe Polimer

Menurut Putri, 2018 ada tiga polimer yang ketiganya secara umum disebut sebagai resin
diantaranya sebagai berikut:

1. Thermoplastik
Thermoplastic adalah yang bisa dipanaskan secara reversible artinya polimer jenis ini
diolah kembali dengan kata lain bahan akan melelh jika dipanaskan dan dapat ditekan atau
ditransfer dari tempat pemanasan ke cetakan, jika didinginkan akan mengeras kembali hingga
mempunyai bentuk yang sesuai dengan cetakan. Bahan ini dapat dipanaskan lagi dan dapat
didaur ulang. Bahan thermoplastic diperoleh dengan polimerisasi adisi.
Sifat dari thermoplastic adalah dapat terbentuk semikristalin dengan ikatan atomnya
terjadi secara Van der Wals. Dibandingkan dengan bahan thermosetting, thermoplastic lebih
tangguh, umur pemakaian lebih panjang, proses pembentukan atau fabrikasi yang pendek, dapat
dipanaskan dan dibentuk. Jenis-jenis bahan thermoplastik yang popular digunakan dalam
pembuatan benda-benda teknik dipasaran, yaitu : polypropylene (PP), polyethyelene (PE),
polyvinyl chloride (PVA), polyvinyl acetate (PVAC), polustryene (PS), polyamide (PA),
polyester (PET), polycarbonate (PC) dan polyacetate.
2. Thermoset

Thermoset adalah polimer yang dibentuk melalui proses polimerisasi kondensasi, bahan
plastik yang tidak dapat dilunakkan kembali atau dibentuk kekeadaan sebelum mengalami
pengeringan, bahan ini mempunyai sifat-sifat: mempunyai struktur amorf, tidak bisa meleleh,
tidak bisa meleleh, tidak bisa didaur ulang, atom-atomnya berikatan kuat sekali, tidak
mengalami pergeseran rantai, dan dibentuk dengan proses injeksi pada cetakan panas. Jenis-jenis
thermoset : phenol-formaldehyde (PF), aminiplastik, epoxy resin (ER), usaturated polyester,
polyurethane (PU), phenol-aralkyl (xyloks), dan sebagainya.
3. Elastromer

Elastromer adalah jenis yang tidak dimasukkan dalam kelompok thermoplastic atau
thermoset. Elastromer biasa juaga dikenal sebagai karet yang merupakan bahan polimer yang
mempunyai sifat khusus, yaitu memiliki rantai linier yang mengkristala dan mempunyai sifat
deformasi yang sangat besar (sampai 1000%).
2.4 Semen

Ada dua macam semen, yaitu semen hidrolis dan semen non-hidrolis. Semen
hidrolis adalah semen yang akan mengeras bila bereaksi dengan air, tahan terhadap air dan
stabil di dalam air setelah mengeras sedangkan semen non-hidrolis adalah semen yang dapat
mengeras tetapi tidak stabil dalam air. (Nugroho, dkk., 2007). Semen Portland merupakan
semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker dengan bahan utama
terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambah.

Menurut (Kardiyono, 1996) berdasarkan tujuan pemakaiannya semen portland di


Indonesia dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:

Tabel 2.3 Jenis- Jenis Semen Portland (Kardiyono, 1996).

Jenis Karakteristik Umum


Semen
Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak
Jenis I
memerlukan persyaratan khusus
Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan
Jenis II
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang
Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan
Jenis III
kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan
Semen portland yang penggunaannya menuntut panas hidrasi
Jenis IV
rendah
Semen portland yang penggunaannnya menuntut persyaratan
Jenis V
sangat tahan terhadap sulfat

Fungsi semen adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa
yang padat. Selain itu untuk mengisi rongga-rongga di antara butiran agregat. Semen hanya
kira-kira mengisi 10 % saja dari volume beton (Kardiyono, 1996).
Semen portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya
adalah kalsium dan aluminium silikat (Tabel 2.4). Penambahan air pada mineral ini
menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Bahan
utama pembentuk semen portlandyaitu kapur (CaO), silika (SiO2), alumina (Al2O3), dan
ditambah sedikit persentase dari magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali, serta terkadang
ditambahkan oksida besi. Untuk mengatur waktu ikat semen ditambah gipsum (CaSO4.2H 2O)
(Mulyono, 2003).
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Semen Portland

Unsur utama yang terkandung dalam semen dapat digolongkan ke dalam empat bagian
yaitu : Trikalsium Silikat (C3S), Dikalsium Silikat (C2S), Trikalsium Aluminat (C3A), dan
Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF). Unsur C3S dan C2S merupakan bagian terbesar (70% - 80%)
dan paling dominan dalam memberikan sifat semen (Tjokrodimuljo, 1996).

Menurut Tjokrodimuljo, 1996 Unsur C3S dan C2S merupakan bagian terbesar (70% -

80%) dan paling dominan dalam memberikan sifat semen yaitu:

1. Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2 senyawa ini bila terkena air akan

langsung terhidrasi (proses reaksi semen dengan air), dan menghasilkan panas.

Panas akan berpengaruh pada kecepatan pengerasan semen sebelum hari ke-14.

2. Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2 senyawa ini bila bereaksi dengan air lebih

lambat sehingga hanya berpengaruh terhadap pengerasan semen setelah lebih

berumur 7 hari dan memberikan kekuatan akhir C2S juga membuat tahan terhadap

serangan kimia (chemical attack) dan juga mengurangi besar susutan pengeringan.

3. Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3 senyawa ini memberikan kekuatan

awal yang sangat cepat pada 24 jam pertama. Dalam semen kandungan senyawa ini
tidak boleh lebih dari 10% karena dapat menyebabkan semen lemah terhadap

serangan sulfat.

4. Tetrakalsium Aluminofert (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3 senyawa ini kurang

begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan semen. Kandungan besi yang sedikit

dalam semen putih akan memberikan kandungan C4AF yang sedikit dalam semen,

sehingga kualitas semen akan bertambah dari segi kekuatannya.

2.5 Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam

campuran mortar atau beton. Agregat ini kira-kira agregat merupakan bagian yang sangat

penting karena karakteristik agregat akan sangat mempengaruhi sifat-sifat mortar atau beton

(Tjokrodimuljo, 1996).

Menurut Gensel. et.al., (2010), Agregat merupakan butiran mineral alami yang
berfungsi sebagai bahan pengisi beton. Agregat ini kira-kira menempati sebanyak 70% sampai
80% dari volume beton.

Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan
didasarkan pada ukuran butir-butirnya. Agregat yang mempunyai ukuran butir-butir besar
disebut agregat kasar, sedangkan agregat yang ukuran butir-butir kecil disebut agregat
halus. Sebagai batasnya ukuran butir dengan diameter 4.75 mm atau 4.80 mm.

Agregat yang diameternya lebih besar dari 4.80 mm disebut agregat kasar, dan
agregat yang diameternya lebih kecil dari 4.80 mm disebut agregat halus. Secara umum,
agregat kasar sering disebut sebagai kerikil, kericak, batu pecah, atau split. Sedangkan agregat
halus disebut pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah
galian, atau dari hasil pemecahan batu (Kardiyono, 1996).

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya
baik berupa hasil alam maupun buatan (SNI No: 1737- 1989-F). Agregat adalah material
granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah yang dipakai bersama-sama dengan suatu media
pengikat untuk membentuk suatu beton semen hidraulik atau adukan.

Agregat berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat
ini kira-kira menempati sebanyak 70% dari volume mortar atau beton. Walaupun hanya sebagai
bahan pengisi, akan tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat betonnya, sehingga
pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan beton.

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain-lain)
ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya
dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan
terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap
penyusutan.

SNI 03-2834-1992 mengklasifikasikan distribusi ukuran butiran agregat halus menjadi


empat daerah atau zone yaitu: zona I (kasar), zona II (agak kasar), zona III (agak halus) dan zona
IV (halus) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.5 dan distribusi agregat kasar yang
ditunjukkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.5 Batas-Batas Gradasi Agregat Halus (SNI 03-2834-1992)

Ukuran Persentase Berat Yang Lolos Saringan


Saringan Zona I Zona II Zona III Zona IV
9.60 mm 100 100 100 100
4.80 mm 90-100 90-100 90-100 95-100
2.40 mm 60-95 75-100 85-100 95-100
1.20 mm 30-70 55-90 75-100 90-100
0.60 mm 15-34 35-59 60-79 80-100
0.30 mm 5-20 8-30 12-40 15-50
0.15 mm 0-10 0-10 0-10 0-15
Tabel 2.6 Batas-Batas Gradasi Agregat Kasar (SNI 03-2834-1992)

Ukuran Persentase Berat Yang Lolos Saringan


Saringan
5-38 (mm) 5-18 (mm)
38.0 mm 90-100 100
19.0 mm 35-70 90-100
9.6 mm 10-40 70-85
4.8 mm 0-5 0-10

Ukuran agregat dalam prakteknya secara umum digolongkan ke dalam 3 kelompok


yaitu:

[1] Batu, jika ukuran butiran lebih dari 40 mm.


[2] Kerikil, jika ukuran butiran antara 5 mm sampai 40 mm.
[3] Pasir, jika ukuran butiran antara 0,15 mm sampai 5 mm.
Agregat kasar menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia perlu diuji
ketahanannya terhadap keausan (dengan mesin Los Angeles). Persyaratan mengenai ketahanan
agregat kasar beton terhadap keausan ditunjukkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Persyaratan Kekerasan Agregat Kasar (SNI 03-2834-1992)

Maksimum bagian yang hancur


Kekuatan Beton dengan Mesin Los Angeles, Lolos
Ayakan 1,7 mm (%)
Kelas I (Sampai 10 Mpa) 50
Kelas II (Sampai 10 Mpa-20 Mpa) 40
Kelas III (Diatas 20 Mpa) 27
2.6 Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun harganya paling
murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan sebagai bahan pelumas antara butir-
butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan di padatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air
yang diperlukan hanya sekitar 25 % massa semen saja. Tetapi kenyataannya nilai faktor air
semen yang dipakai sulit kurang dari 0.35. Kelebihan air ini digunakan sebagai pelumas namun
tambahan air untuk pelumas ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan beton akan
rendah.

Air adalah alat untuk mendapatkan kelecakan yang perlu untuk penggunaan beton.
Jumlah air yang digunakan tentu tergantung pada sifat material yang digunakan. Air yang
mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses pengerasan atau
ketahanan beton.

Pengaruh kotoran secara umum dapat menyebabkan:

a. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan.


b. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan.
c. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan.
d. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton.
e. Bercak-bercak pada campuran beton
SNI 03-2847-2002 menjelaskan air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat
sebagai air minum yang tawar, tidak berbau, dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat
merusak beton, seperti minyak, asam, alkali, garam atau bahan-bahan organis lainnya yang dapat
merusak beton atau tulangannya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada air, yang akan digunakan sebagai bahan
pencampur beton, meliputi kandungan lumpur maksimal 2 gr/lt, kandungan garam-garam yang
dapat merusak beton maksimal 15 gr/lt, tidak mengandung khlorida lebih dari 0.5 gr/lt, serta
kandungan senyawa sulfat maksimal 1 gr/lt. Secara umum, air dinyatakan memenuhi syarat
untuk dipakai sebagai bahan pencampur beton, apabila dapat menghasilkan beton dengan
kekuatan lebih dari 90% kekuatan beton yang menggunakan air suling (Tjokrodimuljo, 1996).
Menurut Kardiyono (1996), Dalam pemakaian air untuk beton itu sebaiknya air
memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gr/liter.
b) Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan
sebagainya) lebih dari 15 gr/liter.
c) Tidak mengandung khlorida (Cl) lebih dari 0.5 gr/liter.
d) Tidak mengandung senyawa sulfat (SO4) lebih dari 1 gr/liter.

Air yang digunakan untuk campuran beton harus sesuai SNI 03-2847-2002 dalam Pasal
5.4 ayat 1 s/d 3. Air yang diperlukan dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut (Nugraha, 2007) :

1. Ukuran agregat maksimum, apabila diameter agregat besar maka kebutuhan air
menurun.
2. Bentuk butir, apabila bentuk agregat bulat maka kebutuhan air menurun.
3. Gradasi agregat, gradasi yang baik menurunkan kebutuhan air untuk kelecakan
yang sama.
4. Kotoran dalam agregat, semakin banyak lumpur maka kebutuhan air meningkat.
5. Jumlah agregat halus, bila jumlah agregat halus lebih sedikit dari agregat kasar
maka kebutuhan air menurun.

2.6.1 Faktor Air Semen (FAS)

Faktor air semen (FAS) adalah perbandingan antara air dan berat semen yang
digunakan dalam adukan beton. Faktor air semen yang tinggi dapat menyebabkan beton
yang dihasilkan mempunyai kuat tekan beton semakin tinggi. Namun demikian, nilai
faktor air semen yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton
semakin tinggi. Kekuatan bton sangat dipengaruhi oleh perbandingan jumlah air
terhadap semen, faktor air semen (FAS) atau (w/c- ratio).

Secara teori, reaksi hidrasi yang sempurna akan terjadi bila w/e = 0.40, artinya
secara ideal semen akan habis bereaksi dengan air pada perbandingan tersebut. Nilai
faktor air semen yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu
kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang akhirnya akan menyebabkan mutu beton
menurun. Oleh sebab itu ada suatu nilai faktor air semen optimum yang menghasilkan
kuat tekan maksimum. Umumnya nilai faktor air semen minimum untuk beton normal
sekitar 0.25 dan maksimum 0.65 (Mulyono, 2003).

Faktor air semen yang rendah, merupakan faktor yang paling menentukan dalam
menghasilkan beton mutu tinggi, dengan tujuan untuk mengurangi seminimal mungkin
porositas beton yang dihasilkan. Dengan demikian semakin besar volume faktor air
semen (FAS), maka semakin rendah kuat tekan betonnya. Idealnya semakin rendah FAS
kekuatan beton semakin tinggi, akan tetapi karena kesulitan pemadatan, maka dibawah
FAS tertentu sekitar (0.30) kekuatan beton menjadi lebih rendah, karena betony kurang
padat akibat kesulitan pemadatan.

Untuk mengatasi kesulitan pemadatan dapat digunakan aat getar (vibrator) atau
dengan bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang bersifat menambah
kemudahan pengerjaan (Tjokrodimuljo,1996). Untuk membuat beton bermutu tinggi
faktor air semen yang dipergunakan antara 0.28 sampai dengan 0.38. Untuk beton
bermutu sangat tinggi faktor air semen yang dipergunakan lebih kecil dari 0.2 (Jianxin
Ma & Jorg Dietz, 2002).

2.7 Styrofoam

Styrofoam atau expanded polystyrene dikenal sebagai gabus putih yang biasa digunakan
sebagai pembungkus barang-barang elektronik dan lainnya. Polystyrene sendiri dihasilkan dari
styrene (C6H5H9CH2), yang mempunyai gugus phenyl (enam cincin karbon) yang tersusun secara
tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul seperti pada Gambar 2.1. Penggabungan acak
benzena mencegah molekul membentuk garis yang sangat lurus sebagai hasil polyester
mempunyai bentuk yang tidak tetap, transparan dan dalam berbagai bentuk plastic
(Satyarno,2004).

Gambar 2.1 Ikatan Kimia Polystyrene


Styrofoam termasuk dalam kategori polimer sintetik dengan berat molekul tinggi.
Polimer sintetik yang berbahan baku monomer berbasis etilena yang berasal dari perengkahan
minyak bumi. Styrofoam merupakan sebuah nama dalam dunia perdagangan. Nama
sesungguhnya adalah polystyrene atau poli (feniletena) dalam bentuk foam. Feniletena atau
styrene dapat dipolimerkan dengan menggunakan panas, sinar ultra violet atau katalis. Poli
(feniletena) merupakan bahan termoplastik yang bening (kecuali ditambah pewarna atau
pengisi), dan dapat dilunakkan pada suhu sekitar 1000C.

Propanon (aseton) dan poli (feniletena) dapat mengembang. Poli (feniletena) berbusa
atau styrofoam diperoleh dari pemanasan poli (feniletena) yang menyerap hidrokarbon
volatile, ketika dipanasi dengan cara dikukus (steam) maka butiran akan melunak, dan
penguapan hidrokarbon di dalam butiran akan menyebabkan butiran mengembang. Polystyrene
memiliki berat satuan sampai 1050 kg/m3, kuat tarik sampai 40 MN/m2, modulus lentur sampai 3
GN/m2, modulus geser sampai 0.99 GN/m2, angka poisson 0.33 (crauford,1998 dalam Satyarno,
2004). Styrofoam atau Expanded Polystyrene yang berbentuk granular maka berat satuannya
menjadi sangat kecil yaitu hanya berkisar antara 13-16 kg/m3 (Ginting, 2007).

Tabel 2.8 Sifat Umum Styrofoam

Sifat Teknis Standar Satuan Nilai-Nilai

Density DIN 53420 kg/dm3 0.015 0.020 0.030

(Kepadatan)

Compressive Strength DIN 53421 N/mm2 0.07-0.12 0.12-0.16 0.18-0.26

(Kekuatan Kompresi)

Flexural Strength DIN 53430 N/mm2 0.15-0.23 0.25-0.32 0.37-0.52

(Kekuatan Lentur)

Shear Strength DIN 53427 N/mm2 0.09-0.12 0.12-0.15 0.19-0.22

(Kekuatan Geser)

Bending Strength DIN 53423 N/mm2 0.16-0.21 0.25-0.30 0.42-0,.50

(Kekuatan Pembengkokan)

Young’s Modulus - N/mm2 0.6-1.25 1.0-1.75 1.8-3.1


(Modulus Young)

Extension Coefficient - 1/K 5-7*10-5 5-7*10-5 5-7*10-5

(Koefisien Ekstensi)

Specific Heat Capacity DIN 4108 J/(kg.k) 1500 1500 1500

(Kapasitas Panas Spesifik)

Permability of Steam DIN 53429 g/ m2.d 40 35 20

(Permeabilitas Uap)

Steam Diffusion Resistance DIN 4108 1 20/50 30/70 40/100


Coefficient (µ)

(Koefisien Ketahan Difusi Uap)

Under the Water 7 Days In Volume, % 3.0 2.3 2.0


State
(7 Hari)
Water Absorption
1 Year DIN 53428 In Volume, % 5.0 4.0 3.5

(1 Tahun)

Penggunaan stryrofoam dalam konstruksi beton dengan perkuatan wiremesh pada panel
dinding setebal 7 cm telah diteliti oleh Wibowo dan Siswosukarto (2011). Penggunaan styrofoam
dalam beton dapat dianggap sebagai udara yang terjebak. Keuntungan menggunakan
styrofoamdibandingkan dengan menggunakan rongga udara dalam beton berongga adalah
styrofoam memiliki kekuatan tarik, selain membuat beton menjadi ringan, styrofoam dapat juga
bekerja sebagai serat yang meningkatkan kemampuan kekuatan khususnya daktilitas beton.
Kerapatan beton atau berat satuan beton dengan campuran styrofoam dapat di atur dengan
mengontrol jumlah campuran styrofoam dalam beton (Satyarno, 2004).

2.7.1 Bahaya Styrofoam Terhadap Lingkungan

Styrofoam sangat berbahaya bagi lingkungan dikarenakan senyawa polystyrene ini tidak
dapat diuraikan oleh alam, sehingga akan menumpuk dan mencemari lingkungan yang
berdampak turunnya kualitas lingkungan. Salah satu dampak dari penggunaan styrofoam adalah
global warming dikarenakan senyawa Cloro Fluoro Carbon (CFC) yang memberikan dampak
efek rumah kaca.
CFC bila berada diatmosfer menyerap sinar inframerah yang dipantulkan oleh bumi.
Peningkatan kadar gas rumah kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat
menyebabkan terjadinya pemanasan global. Pengaruh masing-masing gas rumah kaca terhadap
terjadinya efek rumah kaca bergantung pada besarnya kadar gas rumah kaca di atmosfer, waktu
tinggal di atmosfer dan kemampuan penyerapan energi. Makin panjang waktu tinggal gas di
atmosfer, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu. Kemampuan gas-gas rumah
kaca dalam penyerapan panas (sinar inframerah) seiring dengan lamanya waktu tinggal di
atmosfer dikenal sebagai GWP (Greenhouse Warming Potential).

Menurut Fadil, GWP adalah suatu nilai relative dimana karbon dioksida diberi nilai 1
sebagai standar. Berikut bahaya monomer styrene terhadap kesehatan dalam dalam jangka
panjang menurut badan POM (Afifah, 2013) :

a) Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit kepala,
letih, depresi, disfungsi sistem syaraf pusat (waktu reaksi, memori, akurasi, dan
kecepatan visiomotor, fungsi intelektual), hilang pendengaran, dan neurofati peripheral.
b) Paparan Styrene dapat meningkatkan resiko leukemia dan limfoma.
c) Styrene termasuk bahan yang diduga dapat menyebabkan kanker pada manusia, yaitu
terdapat bukti terbatas pada manusia dan kurang cukup bukti pada binatang.
d) Monomer Styrene dapat masuk ke dalam janin jika wadah polystyrene digunakan untuk
mewadahi pangan beralkohol, karena alkohol bersifat dapat melintasi plasenta. Hal ini
menjelaskan mengapa dalam jaringan tubuh anak-anak ditemukan Universitas Sumatera
Utara monomer styrene meskipun anak-anak tersebut tidak pernah terpapar secara
langsung.
e) Monomer Styrene juga dapat mengkontaminasi ASI. Residu Styrofoam dalam makanan
sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu
penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi
manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.
Gambar 2.2 Butiran Styrofoam

2.8 Karakterisasi Beton Polimer

Pengujian sampel dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik dari keadaan
beton polimer yang telah diteliti. Sampel yang diuji akan diketahui kelebihan, kekurangan dan
kadar kelayakan pemakaian serta kualitasnya.

2.8.1 Pengujian Sifat Mekanik

a) Kekuatan Tekan (Compression Testing Machine)

Kekuatan tekan suatu material dapat didefinisikan sebagai kemampuan material


dalam menahan beban/gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Kekuatan
tekan pada dasarnya merupakan kekuatan material terhadap beban yang mengakibatkan
hancurnya material tersebut. Hal ini umumnya dilakukan pada beton polimer, karena
umumnya kekuatan tekan pada beton polimer lebih tinggi dari kekuatan tarik.

Compression Testing Machine merupakan alat uji kuat tekan beton secara merusak
(destructive test) dan pengujian menggunakan alat inilah yang paling mendekati nilai kuat
tekan beton sebenarnya dimana pengujian ini harus dilakukan di laboratorium dengan
menggunakan alat Compression Testing Machine.

Pemeriksaan kuat tekan beton dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan
kekuatan tekan beton ringan pada umur 28 hari yang sebenarnya apakah sesuai dengan
yang telah disyaratkan. Pada mesin uji tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai
benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja (Mulyono. T, 2004).

Tabel 2.9 Hubungan Kuat Tekan Beton Terhadap Umur Beton

Umur (Hari) Kuat Tekan Beton (%)


3 40
7 65
14 88
21 95
28 100
90 120
365 135
Tabel 2.10 Nilai Konversi Kuat Tekan Beton

Bentuk Benda Uji Perbandingan


Kubus: (15 x 15 x 15) cm 1,0
(20 x 20 x 20) cm 0,95
Silinder: (15 x 30) cm 0,83

Untuk pengukuran kuat tekan beton polimer dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :

F maks
P= (2.3)
A

Dengan:
P = Kuat tekan (N/m2)

Fmaks = Gaya maksimum (N)

A = Luas penampang (m2)


Adapun alat uji kuat tekan beton dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini:

Gambar 2.4 Set Up Pengujian Kuat Tekan Beton


2.8.3 Analisis Mikrostruktur

2.8.3.1 Scanning Electron Microscope Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX)

SEM-EDX merupakan dua perangkat analisis yang digabungkan menjadi satu panel
analitis sehingga mempermudah proses analisa dan lebih efisien. Pada dasarnya SEM-EDX
merupakan pengembangan SEM. Analisa SEM-EDX dilakukan untuk memperoleh
gambaran permukaan atau fitur material dengan resolusi yang sangat tinggi hingga
memperoleh suatu tampilan dari permukaan sampel yang kemudian dikomputasikan
dengan software untuk menganalisis komponen materialnya baik dari kuantitatif maupun
dari kualitatifnya. Energi dispersif spektroskopi sinar-X (EDS atau EDX) adalah sebuah
teknik analisis yang digunakan untuk elemen analisis atau karakterisasi kimia sampel. Ini
adalah salah satu varian dari flouresensi sinar-X spektroskopi yang bergantung pada
penyelidikan sampel.

Daftar berikut merangkum fungsi yang berkontribusi pada operabilitas SEM-EDX,


yaitu :

 Menu fungsi ini digunakan untuk mengatur secara bersamaan, menyimpan, dan
mengingat parameter untuk analisis SEM dan EDX.
 Kondisi pengukuran EDX dapat diatur dari Unit SEM (Spektral pengukuran,
multi-titik pengukuran, pemetaan, tampiln menganalisis elemen pada SEM
monitor).
 Image data yang diperoleh dengan SEM dapat digunakan sebagai data dasar
untuk EDX.
 Menetapkan kondisi untuk unit SEM secara otomatis dipindahkan ke unit
EDX. (Rahmat, 2010)
 Prinsip Kerja SEM-EDX

Prinsip kerja SEM yaitu bermula dari elektron beam yang dihasilkan oleh sebuah
filamen pada elektron gun. Pada umumnya electron gun yang digunakan adalah tungsten
hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda.
Tegangan yang diberikan kepada lilitan yang mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda
kemudian akan gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda. Kemudian
elektron beam difokuskan ke suatu titik pada permukaan sampel dengan menggunakan dua
buah consender lens. Consender lens kedua (atau biasa disebut dengn lensa objektif)
memfokuskan beam dengan diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10-20nm.
Hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE)
dari permukaan sampel yang akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk
gambar pada layar CRT.

SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap hamburan


elektron dan memberikan informasi yang berbeda-beda. Detektor-detektor tersebut antara
lain:

 Detektor EDX, yang berfungi untuk menangkap informasi mengenai


komposisi sampel pada skala mikro.
 Backscatter detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai
nomor atom dan topografi.
 Secondary detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai
topografi.

2.8.3.2 X-Ray Diffraction (XRD)

XRD adalah suatu metode analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi


fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta
untuk mendapatkan ukuran partikel. Difraksi sinar X digunakan untuk beberapa hal,
yaitu:
a. pengukuran jarak rata-rata antara lapisan atau baris atom,
b. penentuan kristal tunggal,
c. penentuan struktur kristal dari material tidak diketahui, dan
d. mengukur bentuk, ukuran, dan tegangan dalam kristal kecil.

Gambar 2.5 merupakan skema alat XRD, suatu material dikenai sinar- X,
maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang.
Hal tersebut disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghambuan
oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar yang dihamburkan tersebut ada
yang saling menguatkan, namun juga ada yang saling menghilangkan, berkas
tersebut disebut berkas difraksi.

XRD memanfaatkan prinsip dari hukum Bragg. Hukum Bragg menyatakan


bahwa pada suatu panjang gelombang elektromagnet (sinar-X) yang mengenai kisi
kristal padatan baik koheren maupun inkoheren, akan mengalami difraksi kisi dengan
sudut sebesar 2θ.

Persamaan Bragg dapat ditulis sebagai berikut.

𝑛 𝜆 = 2 𝑑 sin 𝜃 (2.4)

dimana 𝜆 adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah jarak antara

dua bidang kisi, 𝜃 adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal, dan n

adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan.

Gambar 2.5 Skema XRD

(http://www.shimadzu.com/an/elemental/xrd/onesight.html)

Sinar-X hasil difraksi struktur material yang diuji selanjutnya akan dideteksi

dengan detektor. Agar detektor dapat mendeteksi interferensi konstruksi radiasi

sinar-X, maka posisi material yang diuji harus berada tepat pada arah sudut pantul
radiasi sinar-X. Setelah berhasil dideteksi, interferensi konstruktif radiasi sinar-X

akan diperkuat dengan amplifier dan akan terbaca sebagai puncak-puncak grafik

yang ditampilkan pada layar komputer (Rahman, 2008).

Gambar 2.6 merupakan grafik XRD dari bahan grafit, graphene oxide,

graphene powder, dan reduced graphene oxide. Material graphene oxide, graphene

powder, dan reduced graphene oxide merupakan bahan nanomaterial yang dihasilkan

dari grafit dengan metode ME, LE, dan LSE. Tabel 3 merupakan hasil uji XRD dari

bahan grafit, graphene oxide, graphene powder, dan reduced graphene oxide.

Gambar 2.6 Contoh Referensi Hasil XRD

Tabel 2.11 Referensi Karakteristik XRD

Powder Theta FWHM d(Ǻ) Lc(Ǻ) NI Nat


Graphite 13.36 0.12 3.33 680.1799 205 722
GO 5.73 3.1 7.71 26.14 4 54
RGO 10.98 1.05 4.04 77.41 20 95
Graphene 12.53 4.9 3.55 16.60 6 15
BAB III

METODE PENELITAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


a. Tempat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dimana pembuatan sampel, pengujian


kuat tarik belah beton, pengujian kuat lentur beton dan pengujian kuat tekan beton di
Laboratorium Beton Teknik Sipil Universitas Negeri Medan. Kemudian untuk pengujian SEM-
EDX dilakukan di Laboratorium Fisika Universitas Negeri Medan.

Material yang digunakan dalam pembuatan benda uji meliputi semen, agregat kasar,
agregat halus berupa pasir, air dan limbah Styrofoam masyarakat sebagai bahan tambahan.
Presentase penambahan limbah Styrofoam yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Benda uji yang
digunakan berbentuk silinder dengan dan d=15cm, t=30cm dimana setiap variasi terdapat 6
sampel.

b. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian di tempuh selama 2 bulan dimulai dari bulan awal
bulan September 2021 berakhir pada akhir bulan Oktober 2021.
3.2 Alat dan Bahan Penelitan
a. Alat Penelitan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebgaimana tertera pada Tabel
3.1 dibawah ini:

Tabel 3.1 Alat-Alat Yang Digunakan Pada Saat Penelitan

No. Nama Alat Spesifikasi


1. Neraca Analitik 10 gram
2. Neraca Digital 1 gram
3. Gelas Ukur maks 1 liter
(ketelitian 1 ml)
4. Tongkat Pemadat -
5. Sendok Semen -
6. Ayakan Screen 80 mesh
7. Cangkul -
8. Ember -
9. Jangka Sorong -
10. Palu -
11. Plat Besi dan Aluminum Foil -
12. Cetakan Besi Berbentuk Silinder d=15cm, t=30cm
13. Compresion Testing Machine maks 2000 KN
(ketelitian 5 N)
14. Universal Tensile Machine (UTM) RTF 1350
15. Scanning Electron Microscope EVO MA 10 ZEISS
Energy Dispersive X-Ray
(SEM-EDX)
16. X-Ray Diffraction (XRD)
b. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagaimana tercantum pada
Tabel 3.2 dibawah ini:

Tabel 3.2 Bahan-Bahan Yang Digunakan Pada Saat Penelitian

No. Nama Bahan Spesifikasinya

1. Semen Portland Tipe I

2. Agregat Halus Pasir sungai

3. Agregat Kasar Kerikil

4. Styrofoam -

5. Air PAM

6. Oli Kotor -

3.3 Prosedur Penelitan

Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode eksperimental. Pada
penelitian ini dibuat beton dengan campuran limbah Styrofoam yang dilakukan di
Laboratorium Teknik Sipil dan di Laboratorium Universitas Negeri Medan.

Adapun tahapan-tahapan penelitian meliputi sebagai berikut, yaitu:

a) Penyediaan bahan penyusunan beton


b) Pemeriksaan campuran beton
c) Perencanaan campuran beton
d) Pembuatan benda uji
e) Pengujian kuat tekan beton umur 28 hari
f) Pengujian Scanning Electron Microscope Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX)
g) Pengujian X-Ray Diffraction (XRD)
3.3.1 Perancangan Campuran Beton

Campuran beton merupakan perpaduan dari komposit material penyusunnya.


Karakteristik dan sifat bahan akan mempenaruhi sifat rancangan campuran beton. Perancangan
campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi atau proporsi bahan penyusun beton.
Proporsi campuran dari bahan-bahan penyusun beton ini ditentukan melalui sebuah perancangan
beton. Hal ini dilakukan agar proporsi campuran dapat digunakan beberapa metode yang dikenal
antara lain, metode American Concrete Intitute, Portland Cement Ass Ocation, Road Note,
British atau Departement of Environment, Departement Pekerja Umum dan cara coba-coba.

Kriteria dasar perancangan beton adalah kekuatan tekan dan hubunga dengan faktor air
semen yang digunakan kontradiktif dengan kemudahan pengerjaan karena jika air yang
digunakan sedikit akan timbul dalam pengerjaan yang mempertibangkan pengaruh rongga.

Kriteria lain yang harus dipertibangkan adalah kemudahan pngerjaan seperti disebut
diatas faktor air semen yang lebih kecil akan menghabiskan kekuatan yang tinggi tetapi
kemudahan dalam pengerjaan takkan tercapai. Pemilihan agregat yang digunakan juga akan
mempengaruhi sifat pengerjaan beton. Butiran yang besar akan menyebabkan kesulitan karena
akan menimbulkan segresi (Mulyono, 2005).

Styrofoam divariasikan yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% dari berat agregat halus
dan agregat kasar yang dipergunakan. Faktor Air Semen (FAS) dalam penelitian ini ditetapkan
sebesar 0.5 yan beada dalam rentang nilai secara teoritis yaitu: nilai FAS antara 0.25 sampai 0.65
untuk campuran beton secara umum. Penentuan FAS sebesar 0.5 dengan asumsi agar adukan
semen dan air (pasta beton) tidak terlalu encer atau terlalu kental (lengket). Pemilihan agregat
yang digunakan juga akan mempengaruhi sifat pengerjaan beton, butiran yang besar akan
menyebabkan kesulitan karena akan menimbulkan segresi (Mulyono, 2005).

Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan beton mutu K-225 yang dimana sesuai
dengan standar (SNI 7394 : 2008) komposisi material adukan beton dengan perbandingan semen
1 : pasir 1.9 : agregat kasar 2.8 : dan FAS 0.5 sebagaimana tertera pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.
Tabel 3.3 Komposisi Pencampuran Bahan Baku Beton

Kode Sampel Semen Styrofoam Pasir Sungai Kerikil Air

(kg) (%) (kg) (kg) (liter)

A11, A12 4.5 0 8.3 12.6 2.2

B11, B12 4.5 2 8.3 12.6 2.2

C11, C12 4.5 4 8.3 12.6 2.2

D11, D12 4.5 6 8.3 12.6 2.2

E11, E12 4.5 8 8.3 12.6 2.2

F11, F12 4.5 10 8.3 12.6 2.2

Tabel 3.4 Keterangan Kode Sampel

Variasi Penambahan Kode Sampel


Styrofoam

(%)

0% A11 A12

2% B11 B12

4% C11 C12

6% D11 D12

8% E11 E12

10 % F11 F12
3.3.2 Prosedur Pembuatan Sampul

Adapun prosedur pembuatan sampel adalah sebagai berikut:

i) Menyediakan bahan campuran beton yaitu semen Portland tipe I, pasir sungai,
kerikil, air dan Styrofoam.
ii) Membersihkan alat-alat yang digunakan.
iii) Menyediakan cetakan yang telah diolesi oli kotor terlebih dahulu.
iv) Menakar bahan baku sesuai dengan komposisi yang tertera pada Tabel 3.3.
v) Memasukkan semen, pasir sungai, kerikil untuk beton normal, diaduk sampai
merata, kemudian tuang air sesuai FAS yaitu 0.5.
vi) Setelah campuran beton merata, campuran dituang kedalam cetakan sebanyak
1/3 bagian.
vii) Memasukkan kembali campuran kedalam cetakan hingga 2/3 tinggi cetakan.
viii) Kemudian cetakan diletakkan keatas mesin vibrator setelah itu nyalakan mesin,
dimasukkan kembali campuran ke dalam cetakan hingga penuh berisi.
ix) Permukaan cetakan diratakan mengunakan sendok semen kemudian ditutup
dengan besi penutup plat besi dan disimpan diruangan perawatan selama 24
jam.
x) Setelah 24 jam cetakan beton dibuka dan diberi nomor kode sesuai dengan
yang diinginkan.
xi) Menggulangi prosedur v-x untuk beton campuran limbah Styrofoam.
xii) Perawatan beton dilakukan selama 28 hari.
xiii) Bentuk cetakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
D = 15 cm

T = 30 cm Gambar 3.1 Cetakan Berbentuk Silinder


xiv) Mengeluarkan sampel dari bak perendaman dan dibiarkan sampai sampel
kering.
xv) Kemudian melakukan pengujian sifat mekanik yang meliputi kuat tekan, SEM-
EDX dan XRD

3.4 Pengujian Sampel


3.4.1 Pengujian Sampel Pada Sifat Mekaik
 Kekuatan Tekan Beton
Untuk mengetahui besarnya kuat tekan dri beton, maka perlu dilakukan
pengujian yang mengacu pada standar (ASTM C 39/C 39 M – 2001). Alat yang
digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Universal Tensile Machine (UTM).
Prosedur pengujian kuat tekan yaitu sebagai berikut:
a) Pengujian kuat tekan dilakukan setela perawatan 28 hari. Beton
dikeluarkan dari bak perendam kemudian dilakukan pengeringan.
b) Meletakkan benda uji pada meja penekanan. Memeriksa manometer yang
akan digunakan, memutar jarum merahnya sehingga berhimpit dengan
jarum hitam pada skala nol.
c) Menghidupkan mesin penggeraknya dan handle di stel pada posisi
penekanan secara perlahan-lahan.
d) Mengamati pergerakan jarum manometer tersebut, pada saat jarum
penunjuk skala beban tidak naik lagi atau bertambah, maka skala yang
ditunjukkan oleh jarum tersebut sebagai beban maksimum yang dapat
dipikul oleh benda tersebut.

Secara matematis besarnya tekanan suatu bahan adalah:

F maks
P ( Tekanan ) = (3.3)
A

Dengan:
P = Kuat tekan (N/m2)

Fmaks = Gaya maksimum (N)


A = Luas penampang (m2)
3.4.2 Pengujian Sampel Pada Analisis Mikrostruktur
 SEM-EDX (Scanning Electron Microscope Energy Dispersive X-Ray)
Pengujian mikrostruktur dari beton dengan campuran limbah Stryrofoam yang
dilakukan dengan teknik Scanning Electron Microscope Energy Dispersive X-Ray
(SEM-EDX) untuk pemeriksaan dan analisa permukaan bentuk beerta ukuran
partikel penyusunnya. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan
atau dari lapisan tebalnya sekitar 20µm dari permukaan.
Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dengan segala
tonjolan, lekukan-lekukan pada permukaan. Pada SEM, gambar yang dibuat
berdasarkan deteksi electron baru (electron sekunder) atau electron pantul yang
muncul dari permukaan sampel tersebut dipindai dengan electron. Electron sekunder
atau electron pantul yang tedeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar
amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT
(Catchode Ray Tube). Dilayar CRT inilah gambar struktur objek yang sudah
diperbesar bisa dilihat.
Pada dasarnya SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan
specimen mikroskopik. Berkas electron dengan diameter 5 sampai 10 nm diarahkan
pada specimen.
3.5 Teknik Analisis Data
3.5.1 Pengujian Analisis Data Pada Sifat Mekaik
 Kekuatan Tekan Beton

Melalui pengujian kuat tekan beton akan diperoleh data dan akan dianalisis
menggunakan Microsoft Excel. Sehingga dari data tersebut akan didapatkan
grafik hubungan pengaruh variasi jenis dan komposisi dengan limbah Styrofoam.

3.5.3 Pengujian Analisis Data Pada Analisis Mikrostruktur


 SEM-EDX (Scanning Electron Microsope Energy Dispersive X-Ray)
Melalui pengujian SEM-EDX (Scanning Electron Microsope Energy
Dispersive X-Ray) akan didapatkan bentuk dan ukuran partikel penyusun secara
mikroskopik serta prsentase unsur yang terkandung pada beton campuran limbah
Styrofoam.
Pengujian mikrostruktur dari limbah Styrofoam dilakukan dengan Scanning
Electron Microscope (SEM) untuk melihat bentuk dan ukuran partikel
penyusunnya. SEM merupakan mikroskop elektron yang banyak digunakan untuk
analisa permukaan material. SEM juga dapat digunakan untuk menganalisa data
kristalografi, sehingga dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau
senyawa.
Prinsip kerja SEM adalah dimana dua sinar elektron digunakan secara
simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike yang lain
adalah CRT (Cathode Ray Tube) memberi tampilan gambar. SEM menggunakan
prinsip scanning, yang berarti berkas elektron yang diarahkan dari titik ke titik
pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik yang lain pada suatu
daerah objek menyerupai gerakan membaca, gerakan membaca ini disebut dengan
scanning.
Langkah-langkah dalam proses SEM-EDX adalah:

1. Memasukkan sampel yang akan dianalisa ke vacum column, dimana


udara akan dipompa keluar untuk menciptakan kondisi vakum. Kondisi vakum ini
diperlukan agar tidak ada molekul gas yang dapat mengganggu jalannya elektron
selama proses berlangsung.

2. Menembakkan elektron. Kemudian elektron akan melewati berbagai lensa


yang ada menuju ke satu titik di sampel.

3. Sinar elektron tersebut akan dipantulkan ke detektor lalu ke amplifier


untuk memperkuat sinyal sebelum masuk ke komputer untuk menampilkan
gambar atau image yang diinginkan.

Komponen utama SEM terdiri dari dua unit yaitu electron column (B) dan
display console (A). Electron column adalah model electron beam scanning.
Sedangkan display console merupakan electron skunder yang didalamnya terdapat
CRT. Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua
tipenya berdasar pada pemanfaatan arus.
3.6 Standarisasi yang Dipakai
Tabel 3.5 Standarisasi yang dipakai

Spesifikasi Standar

Pemakaian Semen SNI 15-2049-2004

Pengujian Kuat Tekan SNI 03-1974-1990

Pembuatan Campuran Beton Normal SNI 03-2834-2000

Tata Cara Pembuatan dan Perawatan Beton SNI 03-2834-2000

Komposisi Material Adukan Beton SNI 7394 : 2008


3.7 Diagram Alir Penelitian

Tahapan dalam penelitian ini digambarkan dalam flow chart pada Gambar 3.6
sebagai berikut:

Gambar 3.6 Diagram Alir (Flowchart)

Mulai

Persiapan dan penyelidikan alat dan bahan


Pemeriksaan uji alat dan bahan

Semen Portland: Agregat Halus : Air PAM : Bahan tambah:


Visual Kadar air Tidak berbau a. Styrofoam
Kehalusan Kadar lumpur Tidak berwarna yang sudah
Berat jenis dipotong
Gradasi pasir

Agregat Kasar :
Gradasi
Derajad kehancuran

Pembuatan Adukan Beton

Pembuatan Benda Uji Dan Perawatan (Curing)

Pengujian Berat Jenis Dan Kuat Tekan

Analisa Data
Memenuhi Syarat
Kesimpulan dan Saran
Rencana Campuran (Mix Design)
Selesai
Dari Gambar 3.6 dapat diuraikan dengan mempersiapkan bahan penyusun beton.
Setelah bahan telah siap dilakukan pengujian terhadap material penyusun beton meliputi
pengujian semen, agregat halus, agregat kasar, air dan Styrofoam. Setelah bahan penyusun beton
memenuhi spesifikasi dilaksanakan perencanaan campuran. Pembuatan adukan beton beserta
pengujian slump.

Salah satu pengukuran pada kondisi beton basah adalah nilai slump. Pengukuran nilai
slump dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekentalan (consistency) adukan beton, yang
selanjutnya dapat menggambarkan kemudahan pengerjaan beton (workability).

Setelah campuran beton dirasa homogen dilakukan pembuatan benda uji dengan cetakan
silinder. Masukkan kedalam cetakan benda uji silinder padatkan menggunakan alat penusuk baja
dan getarkan menggunakan vibrator lalu diamkan selama 24 jam. Setelah beton kering, bongkar
cetakan beton. Selanjutnya dilakukan proses curing beton. Setelah 7 hari dilakukan uji kuat tekan
beton yang mengacu pada ASTM.

Sedangkan untuk pengujiannya, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:


 Pengujian Kuat Tekan

Alat yang digunakan yaitu CTM (Compression Testing Machine). Adapun


langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut:

i. Menyiapkan seperangkat CTM.


ii. Meletakkan benda uji di landasan CTM.
iii. Memeriksa manometer dengan memutar jarum merah hingga
berhimpit pada jarum hitam pada skala nol.
iv. Menghidupkan mesin dan handel disetel pada posisi menekan.
v. Mengamati pergerakan jarum manometer.
vi. Mencatat nilai maksimum beban yang dapat ditahan (P) oleh benda uji.
vii. Menghitung besarnya kuat tekan beton sesuai Persamaan (3.3).

Anda mungkin juga menyukai