NIM : 4163240005
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini zaman semakin maju dan berkembang. Pembangunan dibidang konstruksi
saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini tidak lepas dari tuntutan dan kebutuhan
masyarakat terhadap infrastruktur yang semakin maju, seperti jembatan dengan bentang yang
panjang, gedung bertingkat tinggi dan fasilitas lainnya. Beton merupakan salah satu pilihan
sebagai bahan dasar struktur dalam konstruksi bangunan. Pada umumnya beton tersusun dari
semen, agregat halus, agregat kasar dan air. Namun seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bahan penyusun beton juga ikut berubah. Salah satu contohnya
adalah dengan dimasukkannya bahan tambah ataupun bahan pengganti dalam beton.
Beton sering kita jumpai sebagai elemen konstruksi bangunan yang sangat penting dan
sangat luas penggunaannya. Seperti halnya dengan beton dimana salah satunya adalah beton
polimer. Beton polimer (polymer concrete) adalah material komposit, yang matriksnya terdiri
atas polimer sintesis organik atau dikenal sebagai beton resin. Beton resin dengan matriks
polimer seperti polimer termoset dan mineral fillernya dapat berupa aggregate, gravel dan
crushed stone. Keunggulan beton polimer antaralain, kekuatannya tinggi, tahan terhadap kimia
dan korosi, penyerapan air rendah dan stabilitas pemadatan tinggi dibanding beton portland
konvensional. Proses pengerasan pada beton semen portland untuk menghasilkan kondisi terbaik
biasanya 28 hari, sedangkan dengan beton polimer dapat dipersingkat hanya beberapa jam saja.
Penambahan polimer pada beton tanpa semen adalah untuk meningkatkan sifat-sifat beton,
memperpendek waktu proses fabrikasinya, dan memperkecil biaya operasional. Produk beton
polimer antara lain dapat digunakan sebagai fondasi galangan kapal, tangga, sanitari, lantai,
panel, bangunan komersial, pemipaan dan lain-lain (Nawy et al., 1985).
Polimer sebagai bahan tambahan dalam pembuatan beton merupakan suatu zat kimia
yang terdiri dari molekul-molekul yang besar dengan karbon dan hidrogen sebagai molekul
utamanya. Bahan polimer dapat diperoleh dari limbah yang didaur ulang. Penggunaan bahan
tersebut sekaligus bertujuan memanfaatkan limbah, di samping mencari alternatif pengganti
semen. Ide dasar penelitian beton polimer pada awalnya berdasarkan pemikiran ingin
mencari beton yang dalam hal-hal tertentu memiliki sifat lebih baik dari beton semen.
Ternyata dari literatur diketahui, polimer memiliki sifat seperti semen (Suraatmadja, 2000).
Beton polimer yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan limbah telah banyak
dikembangkan, salah satunya dengan bahan berupa campuran limbah Styrofoam. Pemanfaatan
limbah ini belum optimal, untuk itu dengan dijadikan sebagai filler pada polymer concrete
diharapkan limbah akan mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi. Bahan-bahan yang ditambahkan
ke dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung, berfungsi untuk
mengubah sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu dan menghemat
biaya. Bahan-bahan limbah disekitar lingkungan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan
dalam campuran beton. Salah satu bahan alternatif tambahan yang digunakan adalah limbah
Styrofoam.(Yoppi dan Nadia. 2014)
Suraatmadja (2000), meneliti tentang beton polimer. Pada penelitian tersebut beton
polimer memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari penelitian tersebut di antaranya
bahwa beton polimer memiliki sifat kedap air, tahan terhadap larutan agresif seperti bahan
kimia, bisa mengeras di dalam air sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki bangunan-
bangunan di dalam air. Sedangkan kekurangannya yaitu harga pembuatan beton polimer
masih belum bisa lebih rendah dari harga pembuatan beton semen. Hal ini terjadi karena
mahalnya bahan kimia yang digunakan untuk mencampur polimer dalam pembuatan beton.
Giri, dkk (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui kuat tekan dan modulus
elastisitas beton dengan penambahan butiran styrofoam serta hubungan antara kuat tekan dan
modulus elastisitas beton dengan persentase penambahan butiran styrofoam. Butiran styrofoam
ini digunakan dengan pertimbangan menjadikan beton lebih ringan namun memiliki kekuatan
yang cukup untuk memikul beban beban yang bekerja. Komposisi campuran bahan yaitu semen,
pasir dan batu pecah. Variasi penambahan sebanyak styrofoam sebanyak 0%, 2%, 4%, 6%, 8%
dan 10% terhadap volume campuran beton.
Butiran styrofoam yang dipakai memiliki diameter antara 3-10 mm dengan berat satuan
22.89 kg/m3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton dan modulus elastisitas yang
dihasilkan mengalami penurunan dengan bertambahnya persentase butiran styrofoam dimana
nilai kuat tekan dengan variasi persentasi butiran styrofoam sebesar 0%, 10%, 20%, 30% dan
40% berturut-turut 26.42 MPa, 24.144 MPa, 17.994 MPa, 13.411 MPa, 9.995 MPa. Penurunan
nilai modulus elastisitas dengan penambahan 10%, 20%, 30% dan 40% berdasarkan ASTM C
469 berturut-turut 0.278%, 5.797%, 16.555%, dan 32.553%.
Oleh karena itu, disisi inilah yang akan menjadi salah satu kajian penulis untuk
membuat suatu material dengan bahan baku limbah styrofoam secara kimia stabil (tidak
bereaksi dengan udara, air, asam, alkali dan berbagai zat kimia lain).
Maka dari itu berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan PEMBUATAN BETON POLIMER DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BERUPA
LIMBAH STYROFOAM, DILABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL DAN
DILABORATORIUM FISIKA, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN. Dimana penelitian ini
bertujuan yang hasil pengembangannya diharapkan mampu bersaing dipasaran dan sebagai
wujud usaha mahasiswa dalam memberikan sebuah kontribusi penting bagi masyarakat.
Berdasarkan identifikasi masalah pada latar belakang, maka penulis membatasi ruang
lingkup masalah, yaitu sebagai berikut :
Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang ditentukan, maka
perlu ada pembatasan masalah penelitian :
1.4 Tujuan
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat seperti:
1. Memanfaatkan limbah Styrofoam yang mana kurang memiliki nilai guna menjadi
sesuatu yang memiliki nilai lebih.
2. Menghasilkan beton polimer yang mempunyai nilai ekonomis, bermutu dan ramah
lingkungan.
3. Memberikan terobosan baru kepada masyarakat dalam pengembangan bahan non
logam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Beton adalah bahan yang berbasis perekat semen, sedangkan agregatnya berupa pasir
dan batu atau kerikil. Beton pada umumnya banyak dipergunakan dalam bidang konstruksi
pembangunan rumah, gedung, jembatan, konstruksi jalan dan lain- lain (Amirudin, 1982).
Menurut SNI 2847:2013, beton didefiniskan sebagai campuran dari bahan penyusunnya
yang terdiri dari bahan hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, dan air dengan
atau tanpa menggunakan bahan tambah (admixture atau additive).
Kualitas atau mutu dari suatu beton sangat bergantung kepada komponen penyusun atau
bahan dasar beton, bahan tambahan, cara pembuatan dan alat yang digunakan. Semakin baik
bahan yang digunakan, campuran direncanakan dengan baik, proses pembuatan dilaksanakan
dengan baik, dan alat-alat yang digunakan baik maka akan menghasilkan kualitas beton yang
baik pula. Bahan-bahan pokok dari beton adalah semen, agregat yang terdiri dari agregat halus
dan agregat kasar dan air serta bahan tambahan yang digunakan dengan keperluan tertentu
(Kandi, 2012).
Beton terdiri dari ± 15 % semen, ± 8 % air, ± 3 % udara, selebihnya pasir dan kerikil.
Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat yang berbeda-beda, tergantung pada cara
pembuatannya. Perbandingan campuran, cara pencampuran, cara mengangkut, cara mencetak,
cara memadatkan, dan sebagainya akan mempengaruhi sifat-sifat beton. (Wuryati, 2001).
Menurut Mulyono (2006) secara umum beton dibedakan kedalam 2 kelompok, yaitu:
Beton berat adalah beton yang dihasilkan dari agregat yang memiliki berat isi lebih
besar dari beton normal atau lebih dari 2400 kg/m3. Untuk menghasilkan beton berat
digunakan agregat yang mempunyai berat jenis yang besar.
Dinamakan beton massa karena digunakan untuk pekerjaan beton yang besar dan masif,
misalnya untuk bendungan, kanal, pondasi, dan jembatan.
Hingga bangunan yang paling banyak diminati adalah beton. Hal ini disebabkan karena
lain oleh kemudahan untuk dibuat menjadi berbagai bentuk dan dari segi ekonomi bahan beton
adalah paling murah bila dibandingkan konstruksi baja atau kayu, lebih tahan terhadap bahaya
kebakaran, serta relatif kaku.
Di samping itu beton mempunyai beberapa kekurangan seperti kekuatan fisik tarik yang
rendah, memerlukan bekisting dan penumpu saat konstruksi, perbandingan kekuatan terhadap
berat yang relatif lebih rendah dan stabilitas volumenya relatif rendah.
Pemakaian beton telah dimulai sejak zaman Romawi. Namun baru pada awal abad 19
bahan beton mengalami banyak perkembangan.
[1] Tahun 1801, F. Coignet menemukan bahan beton mempunyai kekuatan tarik yang
rendah.
[2] Tahun 1824, Aspidin penemu Portland semen.
[3] Tahun 1850, J.L. Lambot berhasil membuat perahu kecil dari bahan semen.
[4] Tahun 1867, J. Monier, petani Perancis, mempatenkan rangka baja sebagai tulangan
untuk gentong beton yang ia buat.
[5] Tahun 1888, Kolnen untuk pertama kali memperkenalkan teori dan perencanaan struktur
beton.
[6] Tahun 1906, C.A.P. Turner memperkenalkan pelat rata tanpa balok.
[7] Tahun 1938, teori kekuatan batas (ultimate strength design) di USSR.
[8] Tahun 1956, teori kekuatan batas di USA dan Inggris.
Perkembangan lebih lanjut dari teknologi beton adalah diperkenalkannya beton mutu
tinggi dengan kuat tekan dapat mencapai 13.5 Mpa dan kuat tarik sebesar 12.5 Mpa. Selain itu
dikenal pula jenis-jenis beton lainnya seperti beton berserat (fiber concrete), beton ringan (light
weight concrete), beton polimer (polymer concrete), latex modified concrete, gap-graded
concrete, no-fines concrete dan lain-lain (Sulianti,dkk.2018).
1) Kekuatan
Beton bersifat getas sehingga mempunyai kuat tekan tinggi namun kuat tariknya
rendah. Oleh karena itu kuat tekan beton sangat berbengaruh pada sifat yang lain.
2) Berat jenis
Tabel 2.2 menjelaskan mengenai berat jenis beton yang digunakan untuk kontruksi
bangunan.
Beton Polimer (polymer concreate) adalah material komposit, dimana bindernya terdiri
dari polimer sintesis organic atau dikenal sebagi beton resin. Beton resin dengan binder polimer
seperti thermoplastik atau disebut thermosetting polimer dan mineral fillernya dapat berupa
aggregate, gravel dan crushed stone.
Keunggulan beton polimer antara lain. Kekuatan tinngi, tahan terhadap abrasi
(pengikisan), penyerapan air rendah dan stabilitas pemadatan tinggi dibandingkan beton Portland
konvensional. Proses pengersan pada beton semen portland untuk menhasilkan kondisi terbaik
biasanya 28 hari, sedangkan dengan beton polimer dapat dipersingkat hanya beberapa jam saja.
Penambahan polimer pada beton tanpa semen adalah untuk meningkatkan sifat-sifat beton,
memperpendek waktu proses pabrikasinya.
Produk beton polimer antara lain dapat digunakan sebagai pondasi galangan kapal,
tangga, sanitari, lantai, panel, pemipaan, skid resistant inhighway dan lain-lain. Beton polimer
juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air. Hal
tersebut disebabkan karena beton polimer dapat mengeras di dalam air, yang mana beton polimer
memiliki sifat kedap air, tidak terpengaruh sinar ultra violet, tahan terhadap larutan agresif
seperti bahan kimia serta kelebihan lainnya. (Prilian, 2009).
Rekayasa beton dengan polimer (polymer modified concrete) merupakan suatu rekayasa
material beton dengan menggunakan material organik rantai panjang atau polimer. Polymer
modified concrete ada dua macam, yaitu polymer impregnated concrete (PIC) dan polymer
cement concrete (PCC). PIC adalah suatu material yang dibuat melalui impregnasi bahan
polimer ke dalam beton yang sudah mengeras agar dapat menutupi pori-pori permukaan beton
sehingga lebih tahan terhadap kelembaban atau penyerapan air. PCC adalah suatu material beton
yang dibuat sebagai pengganti perekat semen dengan bahan polimer.
Pada umumnya beton polimer yang dibuat dengan polimer lateks mempunyai ikatan
yang baik untuk memperkuat baja dan beton tahan lama, baik dalam hal elastis, anti karat dan
menghentikan adanya kerusakan. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penambahan fiber ke
dalam adukan beton akan menurunkan kelecakan adukan secara cepat sejalan dengan
penambahan konsentrasi fiber dan aspek ratio fiber. Penurunan kelecakan adukan dapat
dikurangi dengan penurunan diameter maksimal agregat, peninggian faktor air semen,
penambahan semen ataupun pemakaian bahan tambah. Meskipun demikian jika konsentrasi fiber
dan aspek ratio fiber (nilai banding panjang dan diameter fiber) melampaui suatu batas tertentu,
tetap akan didapat suatu adukan dengan kelecakan yang sangat rendah yang sulit diaduk dan
dicor dengan cara-cara biasa.
2.3 Polimer
Polimer (poly = banyak, meros = bagian) adalah molekul raksasa yang biasanya
memiliki bobot molekul tinggi dan dibangun dari pengulangan unit-unit. Molekul sederhana
yang membentuk unit-unit ulangan ini disebut monomer. Sedangkan reaksi pembentukan
polimer dikenal dengan istilah polimerisasi.
Polimer digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer alam seperti pati, selulosa,
sutra dan polimer sintetik seperti polimer vinil. Polimer sangat penting karena dapat menunjang
ketersediaan pangan, sandang, transportasi dan komunikasi (serat optik).
Menurut Putri, 2018 ada tiga polimer yang ketiganya secara umum disebut sebagai resin
diantaranya sebagai berikut:
1. Thermoplastik
Thermoplastic adalah yang bisa dipanaskan secara reversible artinya polimer jenis ini
diolah kembali dengan kata lain bahan akan melelh jika dipanaskan dan dapat ditekan atau
ditransfer dari tempat pemanasan ke cetakan, jika didinginkan akan mengeras kembali hingga
mempunyai bentuk yang sesuai dengan cetakan. Bahan ini dapat dipanaskan lagi dan dapat
didaur ulang. Bahan thermoplastic diperoleh dengan polimerisasi adisi.
Sifat dari thermoplastic adalah dapat terbentuk semikristalin dengan ikatan atomnya
terjadi secara Van der Wals. Dibandingkan dengan bahan thermosetting, thermoplastic lebih
tangguh, umur pemakaian lebih panjang, proses pembentukan atau fabrikasi yang pendek, dapat
dipanaskan dan dibentuk. Jenis-jenis bahan thermoplastik yang popular digunakan dalam
pembuatan benda-benda teknik dipasaran, yaitu : polypropylene (PP), polyethyelene (PE),
polyvinyl chloride (PVA), polyvinyl acetate (PVAC), polustryene (PS), polyamide (PA),
polyester (PET), polycarbonate (PC) dan polyacetate.
2. Thermoset
Thermoset adalah polimer yang dibentuk melalui proses polimerisasi kondensasi, bahan
plastik yang tidak dapat dilunakkan kembali atau dibentuk kekeadaan sebelum mengalami
pengeringan, bahan ini mempunyai sifat-sifat: mempunyai struktur amorf, tidak bisa meleleh,
tidak bisa meleleh, tidak bisa didaur ulang, atom-atomnya berikatan kuat sekali, tidak
mengalami pergeseran rantai, dan dibentuk dengan proses injeksi pada cetakan panas. Jenis-jenis
thermoset : phenol-formaldehyde (PF), aminiplastik, epoxy resin (ER), usaturated polyester,
polyurethane (PU), phenol-aralkyl (xyloks), dan sebagainya.
3. Elastromer
Elastromer adalah jenis yang tidak dimasukkan dalam kelompok thermoplastic atau
thermoset. Elastromer biasa juaga dikenal sebagai karet yang merupakan bahan polimer yang
mempunyai sifat khusus, yaitu memiliki rantai linier yang mengkristala dan mempunyai sifat
deformasi yang sangat besar (sampai 1000%).
2.4 Semen
Ada dua macam semen, yaitu semen hidrolis dan semen non-hidrolis. Semen
hidrolis adalah semen yang akan mengeras bila bereaksi dengan air, tahan terhadap air dan
stabil di dalam air setelah mengeras sedangkan semen non-hidrolis adalah semen yang dapat
mengeras tetapi tidak stabil dalam air. (Nugroho, dkk., 2007). Semen Portland merupakan
semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker dengan bahan utama
terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambah.
Fungsi semen adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa
yang padat. Selain itu untuk mengisi rongga-rongga di antara butiran agregat. Semen hanya
kira-kira mengisi 10 % saja dari volume beton (Kardiyono, 1996).
Semen portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya
adalah kalsium dan aluminium silikat (Tabel 2.4). Penambahan air pada mineral ini
menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Bahan
utama pembentuk semen portlandyaitu kapur (CaO), silika (SiO2), alumina (Al2O3), dan
ditambah sedikit persentase dari magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali, serta terkadang
ditambahkan oksida besi. Untuk mengatur waktu ikat semen ditambah gipsum (CaSO4.2H 2O)
(Mulyono, 2003).
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Semen Portland
Unsur utama yang terkandung dalam semen dapat digolongkan ke dalam empat bagian
yaitu : Trikalsium Silikat (C3S), Dikalsium Silikat (C2S), Trikalsium Aluminat (C3A), dan
Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF). Unsur C3S dan C2S merupakan bagian terbesar (70% - 80%)
dan paling dominan dalam memberikan sifat semen (Tjokrodimuljo, 1996).
Menurut Tjokrodimuljo, 1996 Unsur C3S dan C2S merupakan bagian terbesar (70% -
1. Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2 senyawa ini bila terkena air akan
langsung terhidrasi (proses reaksi semen dengan air), dan menghasilkan panas.
Panas akan berpengaruh pada kecepatan pengerasan semen sebelum hari ke-14.
2. Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2 senyawa ini bila bereaksi dengan air lebih
berumur 7 hari dan memberikan kekuatan akhir C2S juga membuat tahan terhadap
serangan kimia (chemical attack) dan juga mengurangi besar susutan pengeringan.
awal yang sangat cepat pada 24 jam pertama. Dalam semen kandungan senyawa ini
tidak boleh lebih dari 10% karena dapat menyebabkan semen lemah terhadap
serangan sulfat.
begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan semen. Kandungan besi yang sedikit
dalam semen putih akan memberikan kandungan C4AF yang sedikit dalam semen,
2.5 Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran mortar atau beton. Agregat ini kira-kira agregat merupakan bagian yang sangat
penting karena karakteristik agregat akan sangat mempengaruhi sifat-sifat mortar atau beton
(Tjokrodimuljo, 1996).
Menurut Gensel. et.al., (2010), Agregat merupakan butiran mineral alami yang
berfungsi sebagai bahan pengisi beton. Agregat ini kira-kira menempati sebanyak 70% sampai
80% dari volume beton.
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan
didasarkan pada ukuran butir-butirnya. Agregat yang mempunyai ukuran butir-butir besar
disebut agregat kasar, sedangkan agregat yang ukuran butir-butir kecil disebut agregat
halus. Sebagai batasnya ukuran butir dengan diameter 4.75 mm atau 4.80 mm.
Agregat yang diameternya lebih besar dari 4.80 mm disebut agregat kasar, dan
agregat yang diameternya lebih kecil dari 4.80 mm disebut agregat halus. Secara umum,
agregat kasar sering disebut sebagai kerikil, kericak, batu pecah, atau split. Sedangkan agregat
halus disebut pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah
galian, atau dari hasil pemecahan batu (Kardiyono, 1996).
Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya
baik berupa hasil alam maupun buatan (SNI No: 1737- 1989-F). Agregat adalah material
granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah yang dipakai bersama-sama dengan suatu media
pengikat untuk membentuk suatu beton semen hidraulik atau adukan.
Agregat berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat
ini kira-kira menempati sebanyak 70% dari volume mortar atau beton. Walaupun hanya sebagai
bahan pengisi, akan tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat betonnya, sehingga
pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan beton.
Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain-lain)
ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya
dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan
terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap
penyusutan.
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun harganya paling
murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan sebagai bahan pelumas antara butir-
butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan di padatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air
yang diperlukan hanya sekitar 25 % massa semen saja. Tetapi kenyataannya nilai faktor air
semen yang dipakai sulit kurang dari 0.35. Kelebihan air ini digunakan sebagai pelumas namun
tambahan air untuk pelumas ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan beton akan
rendah.
Air adalah alat untuk mendapatkan kelecakan yang perlu untuk penggunaan beton.
Jumlah air yang digunakan tentu tergantung pada sifat material yang digunakan. Air yang
mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses pengerasan atau
ketahanan beton.
Air yang digunakan untuk campuran beton harus sesuai SNI 03-2847-2002 dalam Pasal
5.4 ayat 1 s/d 3. Air yang diperlukan dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut (Nugraha, 2007) :
1. Ukuran agregat maksimum, apabila diameter agregat besar maka kebutuhan air
menurun.
2. Bentuk butir, apabila bentuk agregat bulat maka kebutuhan air menurun.
3. Gradasi agregat, gradasi yang baik menurunkan kebutuhan air untuk kelecakan
yang sama.
4. Kotoran dalam agregat, semakin banyak lumpur maka kebutuhan air meningkat.
5. Jumlah agregat halus, bila jumlah agregat halus lebih sedikit dari agregat kasar
maka kebutuhan air menurun.
Faktor air semen (FAS) adalah perbandingan antara air dan berat semen yang
digunakan dalam adukan beton. Faktor air semen yang tinggi dapat menyebabkan beton
yang dihasilkan mempunyai kuat tekan beton semakin tinggi. Namun demikian, nilai
faktor air semen yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton
semakin tinggi. Kekuatan bton sangat dipengaruhi oleh perbandingan jumlah air
terhadap semen, faktor air semen (FAS) atau (w/c- ratio).
Secara teori, reaksi hidrasi yang sempurna akan terjadi bila w/e = 0.40, artinya
secara ideal semen akan habis bereaksi dengan air pada perbandingan tersebut. Nilai
faktor air semen yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu
kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang akhirnya akan menyebabkan mutu beton
menurun. Oleh sebab itu ada suatu nilai faktor air semen optimum yang menghasilkan
kuat tekan maksimum. Umumnya nilai faktor air semen minimum untuk beton normal
sekitar 0.25 dan maksimum 0.65 (Mulyono, 2003).
Faktor air semen yang rendah, merupakan faktor yang paling menentukan dalam
menghasilkan beton mutu tinggi, dengan tujuan untuk mengurangi seminimal mungkin
porositas beton yang dihasilkan. Dengan demikian semakin besar volume faktor air
semen (FAS), maka semakin rendah kuat tekan betonnya. Idealnya semakin rendah FAS
kekuatan beton semakin tinggi, akan tetapi karena kesulitan pemadatan, maka dibawah
FAS tertentu sekitar (0.30) kekuatan beton menjadi lebih rendah, karena betony kurang
padat akibat kesulitan pemadatan.
Untuk mengatasi kesulitan pemadatan dapat digunakan aat getar (vibrator) atau
dengan bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang bersifat menambah
kemudahan pengerjaan (Tjokrodimuljo,1996). Untuk membuat beton bermutu tinggi
faktor air semen yang dipergunakan antara 0.28 sampai dengan 0.38. Untuk beton
bermutu sangat tinggi faktor air semen yang dipergunakan lebih kecil dari 0.2 (Jianxin
Ma & Jorg Dietz, 2002).
2.7 Styrofoam
Styrofoam atau expanded polystyrene dikenal sebagai gabus putih yang biasa digunakan
sebagai pembungkus barang-barang elektronik dan lainnya. Polystyrene sendiri dihasilkan dari
styrene (C6H5H9CH2), yang mempunyai gugus phenyl (enam cincin karbon) yang tersusun secara
tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul seperti pada Gambar 2.1. Penggabungan acak
benzena mencegah molekul membentuk garis yang sangat lurus sebagai hasil polyester
mempunyai bentuk yang tidak tetap, transparan dan dalam berbagai bentuk plastic
(Satyarno,2004).
Propanon (aseton) dan poli (feniletena) dapat mengembang. Poli (feniletena) berbusa
atau styrofoam diperoleh dari pemanasan poli (feniletena) yang menyerap hidrokarbon
volatile, ketika dipanasi dengan cara dikukus (steam) maka butiran akan melunak, dan
penguapan hidrokarbon di dalam butiran akan menyebabkan butiran mengembang. Polystyrene
memiliki berat satuan sampai 1050 kg/m3, kuat tarik sampai 40 MN/m2, modulus lentur sampai 3
GN/m2, modulus geser sampai 0.99 GN/m2, angka poisson 0.33 (crauford,1998 dalam Satyarno,
2004). Styrofoam atau Expanded Polystyrene yang berbentuk granular maka berat satuannya
menjadi sangat kecil yaitu hanya berkisar antara 13-16 kg/m3 (Ginting, 2007).
(Kepadatan)
(Kekuatan Kompresi)
(Kekuatan Lentur)
(Kekuatan Geser)
(Kekuatan Pembengkokan)
(Koefisien Ekstensi)
(Permeabilitas Uap)
(1 Tahun)
Penggunaan stryrofoam dalam konstruksi beton dengan perkuatan wiremesh pada panel
dinding setebal 7 cm telah diteliti oleh Wibowo dan Siswosukarto (2011). Penggunaan styrofoam
dalam beton dapat dianggap sebagai udara yang terjebak. Keuntungan menggunakan
styrofoamdibandingkan dengan menggunakan rongga udara dalam beton berongga adalah
styrofoam memiliki kekuatan tarik, selain membuat beton menjadi ringan, styrofoam dapat juga
bekerja sebagai serat yang meningkatkan kemampuan kekuatan khususnya daktilitas beton.
Kerapatan beton atau berat satuan beton dengan campuran styrofoam dapat di atur dengan
mengontrol jumlah campuran styrofoam dalam beton (Satyarno, 2004).
Styrofoam sangat berbahaya bagi lingkungan dikarenakan senyawa polystyrene ini tidak
dapat diuraikan oleh alam, sehingga akan menumpuk dan mencemari lingkungan yang
berdampak turunnya kualitas lingkungan. Salah satu dampak dari penggunaan styrofoam adalah
global warming dikarenakan senyawa Cloro Fluoro Carbon (CFC) yang memberikan dampak
efek rumah kaca.
CFC bila berada diatmosfer menyerap sinar inframerah yang dipantulkan oleh bumi.
Peningkatan kadar gas rumah kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat
menyebabkan terjadinya pemanasan global. Pengaruh masing-masing gas rumah kaca terhadap
terjadinya efek rumah kaca bergantung pada besarnya kadar gas rumah kaca di atmosfer, waktu
tinggal di atmosfer dan kemampuan penyerapan energi. Makin panjang waktu tinggal gas di
atmosfer, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu. Kemampuan gas-gas rumah
kaca dalam penyerapan panas (sinar inframerah) seiring dengan lamanya waktu tinggal di
atmosfer dikenal sebagai GWP (Greenhouse Warming Potential).
Menurut Fadil, GWP adalah suatu nilai relative dimana karbon dioksida diberi nilai 1
sebagai standar. Berikut bahaya monomer styrene terhadap kesehatan dalam dalam jangka
panjang menurut badan POM (Afifah, 2013) :
a) Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit kepala,
letih, depresi, disfungsi sistem syaraf pusat (waktu reaksi, memori, akurasi, dan
kecepatan visiomotor, fungsi intelektual), hilang pendengaran, dan neurofati peripheral.
b) Paparan Styrene dapat meningkatkan resiko leukemia dan limfoma.
c) Styrene termasuk bahan yang diduga dapat menyebabkan kanker pada manusia, yaitu
terdapat bukti terbatas pada manusia dan kurang cukup bukti pada binatang.
d) Monomer Styrene dapat masuk ke dalam janin jika wadah polystyrene digunakan untuk
mewadahi pangan beralkohol, karena alkohol bersifat dapat melintasi plasenta. Hal ini
menjelaskan mengapa dalam jaringan tubuh anak-anak ditemukan Universitas Sumatera
Utara monomer styrene meskipun anak-anak tersebut tidak pernah terpapar secara
langsung.
e) Monomer Styrene juga dapat mengkontaminasi ASI. Residu Styrofoam dalam makanan
sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu
penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi
manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.
Gambar 2.2 Butiran Styrofoam
Pengujian sampel dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik dari keadaan
beton polimer yang telah diteliti. Sampel yang diuji akan diketahui kelebihan, kekurangan dan
kadar kelayakan pemakaian serta kualitasnya.
Compression Testing Machine merupakan alat uji kuat tekan beton secara merusak
(destructive test) dan pengujian menggunakan alat inilah yang paling mendekati nilai kuat
tekan beton sebenarnya dimana pengujian ini harus dilakukan di laboratorium dengan
menggunakan alat Compression Testing Machine.
Pemeriksaan kuat tekan beton dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan
kekuatan tekan beton ringan pada umur 28 hari yang sebenarnya apakah sesuai dengan
yang telah disyaratkan. Pada mesin uji tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai
benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja (Mulyono. T, 2004).
Untuk pengukuran kuat tekan beton polimer dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
F maks
P= (2.3)
A
Dengan:
P = Kuat tekan (N/m2)
SEM-EDX merupakan dua perangkat analisis yang digabungkan menjadi satu panel
analitis sehingga mempermudah proses analisa dan lebih efisien. Pada dasarnya SEM-EDX
merupakan pengembangan SEM. Analisa SEM-EDX dilakukan untuk memperoleh
gambaran permukaan atau fitur material dengan resolusi yang sangat tinggi hingga
memperoleh suatu tampilan dari permukaan sampel yang kemudian dikomputasikan
dengan software untuk menganalisis komponen materialnya baik dari kuantitatif maupun
dari kualitatifnya. Energi dispersif spektroskopi sinar-X (EDS atau EDX) adalah sebuah
teknik analisis yang digunakan untuk elemen analisis atau karakterisasi kimia sampel. Ini
adalah salah satu varian dari flouresensi sinar-X spektroskopi yang bergantung pada
penyelidikan sampel.
Menu fungsi ini digunakan untuk mengatur secara bersamaan, menyimpan, dan
mengingat parameter untuk analisis SEM dan EDX.
Kondisi pengukuran EDX dapat diatur dari Unit SEM (Spektral pengukuran,
multi-titik pengukuran, pemetaan, tampiln menganalisis elemen pada SEM
monitor).
Image data yang diperoleh dengan SEM dapat digunakan sebagai data dasar
untuk EDX.
Menetapkan kondisi untuk unit SEM secara otomatis dipindahkan ke unit
EDX. (Rahmat, 2010)
Prinsip Kerja SEM-EDX
Prinsip kerja SEM yaitu bermula dari elektron beam yang dihasilkan oleh sebuah
filamen pada elektron gun. Pada umumnya electron gun yang digunakan adalah tungsten
hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda.
Tegangan yang diberikan kepada lilitan yang mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda
kemudian akan gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda. Kemudian
elektron beam difokuskan ke suatu titik pada permukaan sampel dengan menggunakan dua
buah consender lens. Consender lens kedua (atau biasa disebut dengn lensa objektif)
memfokuskan beam dengan diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10-20nm.
Hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE)
dari permukaan sampel yang akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk
gambar pada layar CRT.
Gambar 2.5 merupakan skema alat XRD, suatu material dikenai sinar- X,
maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang.
Hal tersebut disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghambuan
oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar yang dihamburkan tersebut ada
yang saling menguatkan, namun juga ada yang saling menghilangkan, berkas
tersebut disebut berkas difraksi.
𝑛 𝜆 = 2 𝑑 sin 𝜃 (2.4)
dimana 𝜆 adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah jarak antara
dua bidang kisi, 𝜃 adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal, dan n
(http://www.shimadzu.com/an/elemental/xrd/onesight.html)
Sinar-X hasil difraksi struktur material yang diuji selanjutnya akan dideteksi
sinar-X, maka posisi material yang diuji harus berada tepat pada arah sudut pantul
radiasi sinar-X. Setelah berhasil dideteksi, interferensi konstruktif radiasi sinar-X
akan diperkuat dengan amplifier dan akan terbaca sebagai puncak-puncak grafik
Gambar 2.6 merupakan grafik XRD dari bahan grafit, graphene oxide,
graphene powder, dan reduced graphene oxide. Material graphene oxide, graphene
powder, dan reduced graphene oxide merupakan bahan nanomaterial yang dihasilkan
dari grafit dengan metode ME, LE, dan LSE. Tabel 3 merupakan hasil uji XRD dari
bahan grafit, graphene oxide, graphene powder, dan reduced graphene oxide.
METODE PENELITAN
Material yang digunakan dalam pembuatan benda uji meliputi semen, agregat kasar,
agregat halus berupa pasir, air dan limbah Styrofoam masyarakat sebagai bahan tambahan.
Presentase penambahan limbah Styrofoam yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Benda uji yang
digunakan berbentuk silinder dengan dan d=15cm, t=30cm dimana setiap variasi terdapat 6
sampel.
b. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian di tempuh selama 2 bulan dimulai dari bulan awal
bulan September 2021 berakhir pada akhir bulan Oktober 2021.
3.2 Alat dan Bahan Penelitan
a. Alat Penelitan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebgaimana tertera pada Tabel
3.1 dibawah ini:
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagaimana tercantum pada
Tabel 3.2 dibawah ini:
4. Styrofoam -
5. Air PAM
6. Oli Kotor -
Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode eksperimental. Pada
penelitian ini dibuat beton dengan campuran limbah Styrofoam yang dilakukan di
Laboratorium Teknik Sipil dan di Laboratorium Universitas Negeri Medan.
Kriteria dasar perancangan beton adalah kekuatan tekan dan hubunga dengan faktor air
semen yang digunakan kontradiktif dengan kemudahan pengerjaan karena jika air yang
digunakan sedikit akan timbul dalam pengerjaan yang mempertibangkan pengaruh rongga.
Kriteria lain yang harus dipertibangkan adalah kemudahan pngerjaan seperti disebut
diatas faktor air semen yang lebih kecil akan menghabiskan kekuatan yang tinggi tetapi
kemudahan dalam pengerjaan takkan tercapai. Pemilihan agregat yang digunakan juga akan
mempengaruhi sifat pengerjaan beton. Butiran yang besar akan menyebabkan kesulitan karena
akan menimbulkan segresi (Mulyono, 2005).
Styrofoam divariasikan yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% dari berat agregat halus
dan agregat kasar yang dipergunakan. Faktor Air Semen (FAS) dalam penelitian ini ditetapkan
sebesar 0.5 yan beada dalam rentang nilai secara teoritis yaitu: nilai FAS antara 0.25 sampai 0.65
untuk campuran beton secara umum. Penentuan FAS sebesar 0.5 dengan asumsi agar adukan
semen dan air (pasta beton) tidak terlalu encer atau terlalu kental (lengket). Pemilihan agregat
yang digunakan juga akan mempengaruhi sifat pengerjaan beton, butiran yang besar akan
menyebabkan kesulitan karena akan menimbulkan segresi (Mulyono, 2005).
Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan beton mutu K-225 yang dimana sesuai
dengan standar (SNI 7394 : 2008) komposisi material adukan beton dengan perbandingan semen
1 : pasir 1.9 : agregat kasar 2.8 : dan FAS 0.5 sebagaimana tertera pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.
Tabel 3.3 Komposisi Pencampuran Bahan Baku Beton
(%)
0% A11 A12
2% B11 B12
4% C11 C12
6% D11 D12
8% E11 E12
10 % F11 F12
3.3.2 Prosedur Pembuatan Sampul
i) Menyediakan bahan campuran beton yaitu semen Portland tipe I, pasir sungai,
kerikil, air dan Styrofoam.
ii) Membersihkan alat-alat yang digunakan.
iii) Menyediakan cetakan yang telah diolesi oli kotor terlebih dahulu.
iv) Menakar bahan baku sesuai dengan komposisi yang tertera pada Tabel 3.3.
v) Memasukkan semen, pasir sungai, kerikil untuk beton normal, diaduk sampai
merata, kemudian tuang air sesuai FAS yaitu 0.5.
vi) Setelah campuran beton merata, campuran dituang kedalam cetakan sebanyak
1/3 bagian.
vii) Memasukkan kembali campuran kedalam cetakan hingga 2/3 tinggi cetakan.
viii) Kemudian cetakan diletakkan keatas mesin vibrator setelah itu nyalakan mesin,
dimasukkan kembali campuran ke dalam cetakan hingga penuh berisi.
ix) Permukaan cetakan diratakan mengunakan sendok semen kemudian ditutup
dengan besi penutup plat besi dan disimpan diruangan perawatan selama 24
jam.
x) Setelah 24 jam cetakan beton dibuka dan diberi nomor kode sesuai dengan
yang diinginkan.
xi) Menggulangi prosedur v-x untuk beton campuran limbah Styrofoam.
xii) Perawatan beton dilakukan selama 28 hari.
xiii) Bentuk cetakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
D = 15 cm
F maks
P ( Tekanan ) = (3.3)
A
Dengan:
P = Kuat tekan (N/m2)
Melalui pengujian kuat tekan beton akan diperoleh data dan akan dianalisis
menggunakan Microsoft Excel. Sehingga dari data tersebut akan didapatkan
grafik hubungan pengaruh variasi jenis dan komposisi dengan limbah Styrofoam.
Komponen utama SEM terdiri dari dua unit yaitu electron column (B) dan
display console (A). Electron column adalah model electron beam scanning.
Sedangkan display console merupakan electron skunder yang didalamnya terdapat
CRT. Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua
tipenya berdasar pada pemanfaatan arus.
3.6 Standarisasi yang Dipakai
Tabel 3.5 Standarisasi yang dipakai
Spesifikasi Standar
Tahapan dalam penelitian ini digambarkan dalam flow chart pada Gambar 3.6
sebagai berikut:
Mulai
Agregat Kasar :
Gradasi
Derajad kehancuran
Analisa Data
Memenuhi Syarat
Kesimpulan dan Saran
Rencana Campuran (Mix Design)
Selesai
Dari Gambar 3.6 dapat diuraikan dengan mempersiapkan bahan penyusun beton.
Setelah bahan telah siap dilakukan pengujian terhadap material penyusun beton meliputi
pengujian semen, agregat halus, agregat kasar, air dan Styrofoam. Setelah bahan penyusun beton
memenuhi spesifikasi dilaksanakan perencanaan campuran. Pembuatan adukan beton beserta
pengujian slump.
Salah satu pengukuran pada kondisi beton basah adalah nilai slump. Pengukuran nilai
slump dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekentalan (consistency) adukan beton, yang
selanjutnya dapat menggambarkan kemudahan pengerjaan beton (workability).
Setelah campuran beton dirasa homogen dilakukan pembuatan benda uji dengan cetakan
silinder. Masukkan kedalam cetakan benda uji silinder padatkan menggunakan alat penusuk baja
dan getarkan menggunakan vibrator lalu diamkan selama 24 jam. Setelah beton kering, bongkar
cetakan beton. Selanjutnya dilakukan proses curing beton. Setelah 7 hari dilakukan uji kuat tekan
beton yang mengacu pada ASTM.