Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM INTERPRETASI DATA SEISMIK

APLIKASI METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK DAN SEISMIK ATRIBUT


PADA ZONA RESERVOIR HIDROKARBON PADA LAPANGAN CEKUNGAN
SUMATERA TENGAH

Disusun oleh :
Kelompok 7
1. Deo Danes Else Rahayu 5017201002
2. Ahmad Faqih 5017201004
3. Tatang Prabowo 5017201038
4. Muh Mushollin Fahdian 5017201056
5. Ester Hotmaria 5017201062

DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL PERENCANAAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Geologi Regional 4
2.2 Well Seismic Tie 6
2.3 Picking Horizon 6
2.4 Time to Depth Conversion 7
2.5 Analisa Cross Plot 8
2.6 Inversi Impedansi Akustik 8
2.6.1 Model Based 8
2.6.2 Bandlimited 9
2.7 Atribut RMS Amplitudo 9
2.8 Atribut Variance 10
BAB III 11
METODOLOGI 11
3.1 Alat dan Bahan 11
3.2 Langkah Kerja Pengolahan 11
3.3 Diagram Alir 14
BAB IV 15
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
4.1 Peta Struktur Waktu 15
4.2 Peta Struktur Kedalaman 16
4.3 Analisis Sensitivitas 17
4.4 Analisis Inversi Impedansi Akustik 19
4.4.1 Model Based 19
4.4.2 Bandlimited 21
4.5 Peta Atribut RMS Amplitudo 22
4.6 Peta Atribut Variance 24
4.7 Interpretasi 25
BAB V 26
KESIMPULAN 26
DAFTAR PUSTAKA 27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan sumber energi minyak dan gas bumi masih menjadi energi utama dalam
mendukung kegiatan manusia. Potensi sumber minyak dan gas masih terus dikembangkan guna
mencukupi kebutuhan pasar. Untuk itu kegiatan eksplorasi terus dikembangkan. Dalam
eksplorasi hidrokarbon yang menjadi perhatian utama dalam dunia eksplorasi adalah
menentukan keberadaan posisi zona reservoar yang berada di bawah lapisan permukaan bumi.
Seismik refleksi merupakan metode eksplorasi yang proporsional dalam mencari zona
hidrokarbon dikarenakan mampu memberikan resolusi tinggi untuk menggambarkan struktur
bawah permukaan.
Salah satu tahapan dalam eksplorasi seismik refleksi adalah interpretasi data seismik
yang mana melakukan sebuah pengkajian, evaluasi, dan pembahasaan data seismik dengan
pendekatan kondisi geologi bawah permukaan sebenarnya agar lebih mudah untuk dipahami.
Metode inversi impedansi akustik dan seismik atribut merupakan tahapan dalam interpretasi
data seismik untuk analisa reservoir untuk memperkuat resolusi data seismik sehingga dalam
melakukan interpretasi dapat lebih akurat. Inversi seismik merupakan suatu teknik untuk
membuat model geologi bawah permukaan dengan menggunakan data seismik sebagai input
dan data sumur sebagai kontrol, hasil akhir dari suatu proses inversi seismik adalah berupa data
impedansi akustik yang memiliki informasi lebih lengkap dibandingkan data seismik. Metode
inversi seismik impedansi akustik dapat membaca properti fisis dari data seismik karena dapat
membedakan karakter tiap lapisan litologi sehingga akan meningkatkan justifikasi saat
penentuan zona reservoir hidrokarbon. Perpaduan antara atribut dan inversi seismik merupakan
metode efektif dalam memberikan informasi geologi bawah permukaan.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana korelasi peta struktur waktu dengan peta struktur kedalaman?
2. Bagaimana hasil analisis sensitivitas pada lapangan penelitian?
3. Bagaimana hasil dan perbandingan dari inversi impedansi akustik model based dengan
bandlimited?
4. Bagaimana asosiasi zona patahan berdasarkan peta seismik dengan peta variance?
5. Bagaimana persebaran zona prospek hidrokarbon dari hasil Inversi dan Atribut Seismik
berdasarkan geologi regional?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukan praktikum ini adalah:
1. Mengetahui korelasi antara peta struktur waktu dengan struktur kedalaman.
2. Mengetahui hasil analisis sensitivitas pada lapangan penelitian.
3. Mengetahui hasil dan perbandingan dari hasil inversi impedansi akustik model based
dengan bandlimited.
4. Memperkirakan zona patahan berdasarkan peta seismik dengan peta variance.
5. Mengetahui persebaran zona prospek hidrokarbon dari hasil Inversi dan Atribut
Seismik berdasarkan geologi regional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
Cekungan Sumatra Tengah terletak di lima graben produktif (Bengkalis, Aman, Balam,
Tanjung Medan, dan Kiri/Rangau) dengan formasi stratigrafi yang serupa dengan asosiasi
proximal facies. Daerah ini terbentuk sepanjang tren struktural pra-Terier (utara-selatan dan
WNW-ESE) serta berasal sebagai half-graben pada rezim tegangan oblique extension.
Cekungan ini memiliki empat tahap sejarah pembentukan, yaitu:

Gambar 2.1 Geologi Regional Cekungan Sumatra Tengah

a. Synrift Awal (Eosen Akhir hingga Oligosen): Formasi Pematang dan Kelesa. Terdiri
dari asosiasi fasies alluvial, lakustrin dangkal hingga dalam, dan fluvio-delta yang digambarkan
sebagai shale berlaminasi, silts, dan sands dengan coals serta interval konglomerat. Danau
dalam kaya akan lapisan organik yang mengandung material alga/amorf dengan pasir tipis
(Formasi Shale Coklat), danau dangkal terdiri dari lapisan shale abu-abu terang dengan batu
bara humik dapat dipastikan bahwa cadangan dari masa awal sinrift adalah campuran dari
danau dan daratan, terutama tipe I/II, memiliki empat klasifikasi oil family yang dibedakan
(Katz, 1995). Reservoir terbaik ditemukan dalam pasir fluvio-deltaik, di mana porositas dan
permeabilitasnya dapat mencapai 17% dan 100 mD.
b. Synrift Akhir - Postrift Awal (Oligosen Akhir hingga Miosen Awal): Sequence ini
setara dengan sebagian besar Grup Sihapas, mencakup beberapa fasies paralik yang mencatat
transgresi bertahap: Formasi Menggala masih fluvial, tetapi ditindih oleh fasies shallow marine
sandy (Formasi Bekasap) dan berlempung (Formasi Bangko), yang terakhir membentuk
regional seal. Formasi Bekasap dan Formasi Menggala mengandung reservoir cekungan
terbaik, dengan porositas 25% dan permeabilitas hingga empat Darcy.
c. Postrift Awal (Miosen Awal hingga Miosen Tengah): Hal ini termasuk fasies laut distal
dari Grup Sihapas, yang mencatat tahap terakhir transgresi (Formasi Duri delta front sands dan
shales). Diikuti oleh periode banjir Tersier maksimum (Formasi Telisa shale dan silt).
d. Postrift Akhir (Miosen Tengah hingga Kuarter): Tahapan ini merepresentasikan
pengisian sedimen Tersier Akhir dari cekungan, dan mencakum sedimen deltaik dan aluvial
regresif yang diselingi oleh unconfomities. Hanya bagian terdalam (Formasi Petani dengan
marine shales, sands, dan batu bara) yang memiliki signifikansi sebagai tempat akmulasi
minyak bumi.

Gambar 2.2 Peta Tektonostratigrafi Cekungan Sumatra Tengah


Gambar 2.3 Perbandingan syn-rift sekuen stratigrafi pada cekungan Sumatra Tengah

2.2 Well Seismic Tie


Well seismic Tie adalah proses pengikatan data sumur (well) terhadap data seismik.
Data sumur yang diperlukan untuk well seismic tie adalah sonic (DT), densitas (RHOB), dan
checkshot. Sebelum diproses, data well tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu untuk
menghilangkan efek washout Zone, cashing shoe, dan artifak lainnya. Sebagaimana yang kita
ketahui, data seismik umumnya berada dalam domain waktu (TWT) sedangkan data well
berada dalam domain kedalaman (depth). Sehinggga, sebelum kita melakukan pengikatan,
langkah awal yang harus kita lakukan adalah konversi data well ke domain waktu. Untuk
konversi ini, kita memerlukan data log sonic dan checkshot (Pratama, 2016).

2.3 Picking Horizon


Picking Fault dan Picking Horizon merupakan salah satu tahap interpretasi data
seismik. Interpretasi dilakukan dengan mempertimbangkan konsep geologi seperti struktur
geologi, kemenrusan lapisan Sedangkan interpretasi seismik seperti kemenerusan amplitudo
gelombang, low and high amplitude, polaritas seismik dll. Untuk melakukan picking horizon
harus dibantu dengan top marker data sumur, setelah itu dilakukanlah picking horizon dengan
melihat kemenerusan amplitudo. Tahap selanjutnya yaitu picking fault dengan menandai
adanya sesar (Thirafi & Yatini, 2019).
Picking horizon dilakukan dengan cara membuat garis horizon pada kemenerusan
lapisan pada penampang seismic. Informasi mengenai keadaan geologi, lingkungan
pengendapan dan arah penyebaran dari reservoar sangat dibutuhkan dalam melakukan Picking
horizon. Dalam melakukan Picking horizon yang paling penting adalah harus memperhatikan
hasil well seismic tie. Karena dengan melihat hasil well seismic tie maka akan dapat ditentukan
dimana tempat dilakukannya picking horizon, pada bagian peak atau trough.

2.4 Time to Depth Conversion


Konversi waktu menjadi kedalaman adalah proses transformasi interpretasi peta
seismic ke peta kedalaman. Tujuan dilakukan konversi adalah untuk menginterpretasikan
struktur asli dari masing-masing top di dalam domain kedalaman. Struktur dari horizon pada
domain waktu memiliki perbedaan pada saat berada di domain kedalaman yang disebabkan
oleh efek refleksi dari gelombang seismik.
Untuk mengkonversi time structure map ke depth structure map digunakan aplikasi
time depth chart yang diperoleh dari hasil seismic well tie. Dari data tersebut, didapatkan
trendline dari hubungan waktu dan kedalaman dalam bentuk persamaan linier. Time structure
map yang terdiri dari grid waktu akan dikonversi kedalam domain kedalaman setelah
didapatkannya trendline time depth curve. Nilai gradient dari regresi linier pada scatter plot
antara kedalaman dengan one-way time dapat digunakan sebagi nilai kecepatan untuk setiap
zona. Dari hasil kalkulasi trendline time depth curve pada data time structure map didapatkan
hasil depth structure map dari masing-masing horizon (Alifudin, 2016).
Data seismik refleksi menggambarkan bawah permukaan dengan nilai two way time
atau waktu dua arah (TWT). Interpretasi seismik banyak dilakukan dengan menggunakan
domain waktu yang cepat dan diterima dalam banyak kondisi. Untuk mengidentifikasi fasies
seismik dan sekuen stratigrafi dapat menggunakan interpretasi stratigrafi dalam domain waktu
karena interpretasi yang dilakukan masih berupa perubahan struktur. Pada kondisi ini
merupakan kegiatan yang beresiko yang berarti menerima resiko model kecepatan konstan,
atau segala penyimpangan kecepatan yang terperangkap oleh interpreter. Geologi sederhana
dapat menghasilkan struktur tinggian yang salah atau mengaburkan struktur tinggian yang
sebenarnya. Hal ini berarti terdapat sebuah kecepatan anomali yang tidak diperlukan dalam
memperoleh struktur waktu. Zona tebal dengan materi berkecapatan tinggi tersamarkan dalam
domain waktu sebagai lapisan rata yang terendapkan oleh struktur tinggi batuan di atasnya
seperti pada (Gambar 1). Konversi kedalaman dapat menunjukkan keberadaan struktur yang
sebenarnya, dari struktur yang dianggap ada, walaupun sebenarnya tidak ada, dan
menunjukkan cadangan potensial yang terlewati (Etris et al., 2001)

Gambar 2.4 Risiko dalam Interpretasi Struktur Domain Waktu

Time to Depth Conversion adalah cara untuk menghilangkan ambiguitas struktural


yang terdapat dalam domain waktu serta memastikan kondisi struktur yang ada. Sebelum
melakukan eksplorasi sumur untuk mengetahui keberadaan perangkap struktur, diperlukannya
kepastian terkait keberadaan struktur. Terdapat banyak metode yang digunakan untuk
melakukan konversi kedalaman. Setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahannya
masing-masing. Pemilihan metode dilakukan secara subjektif seperti pengaruh faktor waktu
dan kendala biaya. Oleh karena itu, tidak ada metode tunggal yang exact atau dapat terbukti
unggul untuk semua kasus (Etris et al., 2001).

2.5 Analisa Cross Plot


Analisa cross plot memilik tujuan untuk membedakan antara zona permeabel dan non
permeabel yang dapat diiasumsikan berisi karbonat. Ini dapat diketahui dari analisis pada nilai
gamma ray yang tinggi mengindikasikan zona non permeabel dan pada gamma ray yang rendah
mengindikasikan zona permeabel (Bahar,2016). Hal tersebut dilakukan untuk karakterisasi
reservoir dengan perlu adanya penentuan prameter yang akan diinversikan sehingga dapat
menjelaskan sifat batuan di bawah permukaan. Analisis ini juga dilakukan untuk melihat
hubungan antara parameter fisis batuan. Parameter fisis tersebut antara lain: lambda-rho, mu-
rho, shear impedance, acoustic impedance, Vp/Vs, dan densitas. Dari perbandingan cross plot
nilai Vp/Vs jika terdapat anomali pada lapisan reservoir target akan ada perbedaan trendline
yang cukup signifikan (Juventa et al., 2021). Log resistivitas digunakan untuk memberi kode
warna pada plot silang area untuk memberikan indikasi keberadaan hidrokarbon dalam interval
kedalaman yang di-cross-plot. Nilai yang sangat tinggi resistivitas yang sangat tinggi
merupakan indikasi adanya cairan yang kurang konduktif daripada air garam. Nilai resistivitas
yang tinggi seperti itu adalah indikasi adanya media yang lebih resistif seperti hidrokarbon,
yang dapat menggantikan sebagian atau seluruh air asin di dalam reservoir (Ogbamikhumi et
al., 2020).

2.6 Inversi Impedansi Akustik


Akustik Impedansi (AI) merupakan sifat batuan yang dipengaruihi oleh jenis litologi,
porositas, kedalaman, tekanan, dan temperatur. Hal tersebut menyebabkan adanya akustik
impedansi yang dapat digunakan sebagai indikator litologi. Apabila data seismik konvensional
melihat batuan di bawah permukaan sebagai batas antar lapisan batuan, maka data akustik
impedansi melihat batuan di bawah permukaan bumi sebagai susunan lapisan batuan itu
sendiri. Inversi seismik menghasilkan tampilan impedansi akustik yang lebih akurat dalam
menggambarkan keadaan bawah permukaan bumi menggunakan atribut seismik. Di mana
metode inversi impedansi akustik merupakan suatu proses konversi dari data seismik menjadi
data impedansi akustik yang merupakan sifat dasar dari batuan (Ginting, 2018).

2.6.1 Model Based


Inversi model based/ blockyl merupakan metode inversi amplitudo dengan
menggunakan teknik inversi Generalized Linear Inversion (GLI) memiliki hasil dengan ralat
yang terkecil. Proses inversi linear umum GLI merupakan proses untuk menghasilkan model
impedansi akustik yang paling cocok dengan data hasil pengukuran berdasarkan harga rata-
rata kesalahan terkecil (Least Square). Inversi model based memiliki keunggulan dikarenakan
hasil yang diperoleh memiliki kontrol yang baik sebab menghindari inversi langsung dari data
seismik. Hasil inversi digambarkan dalam bentuk blocky yang memiliki nilai impedansi akustik
yang kontras sehingga mempermudah dalam penentuan batas pada lapisan reservoir.
Kelemahan dari inversi ini adalah terletak pada ketidakunikan inversi karena terdapat banyak
kemungkinan solusi model untuk dapat menghasilkan keluaran hasil yang sama (Prastika et al.,
2018).

2.6.2 Bandlimited
Inversi bandlimited atau rekursif merupakan inversi yang mengabaikan efek wavelet
seismik dan memperlakukan seolah-olah trace seismik merupakan kumpulan koefisien refleksi
yang telah di filter oleh wavelet berfasa nol. Metode ini merupakan metode paling sederhana
dari semua macam metode inversi seismik (Simanjuntak, 2014). Dalam arti lain, nilai
impedansi satu lapisan dengan lapisan lain memiliki hubungan yang sangat bergantung.
Kelemahan dari metode inversi bandlimited, yaitu: (1) nilai impedansi lapisan yang paling atas
harus ditemukan atau diasumsikan terlebih dahulu, (2) frekuensi data masih sama dengan
frekuensi input awal, tidak adanya data frekuensi rendah membuat hasil inversi ini sama saja
dengan forward modelling, dan (3) antar nilai impedansi yang ditemukan sangat saling
bergantung tanpa adanya pengkoreksi, kesalahan dari lapisan atas akan terus terbawa hingga
lapisan berikutnya (Arifien, 2010).

2.7 Atribut RMS Amplitudo


Atribut dalam seismik memiliki empat klasifikasi, yaitu time, amplitude, frequency,
dan, attenuation. Atribut seismik didefinisikan sebagai transformasi matematid dari data trace
seismik (Brown, 2000). Amplitudo sendiri merupakan atribut yang paling sering digunakan
untuk mengenali anomali amplitudo atas prospek hidrokarbon. Atribut amplitudo juga banyak
digunakan untuk mengidentifikasi ketidak selarasan, efek tuning, dan perubahan stratigrafi
sekuen. Pada gelombang seismik amplitudo menggambarkan jumlah energi pada domain
waktu. Atribut amplitudo dibedakan menjadi atribut amplitudo jejak kompleks dan amplitudo
primer. Contoh atribut jejak komplekas adalah kuat refleksi atau amplitudo sesaat. Sedangkan,
contoh dari atribut amplitudo primer adalah amplitudo RMS. Pada atribut RMS amplitudo,
atribut ini sensitif terhadap nilai amplitudo yang ekstrem, sebaliknya amplitudo rata-rata tidak
terlalu ekstrem (Bahar,2016).

Gambar 2.4 Ilustrasi Penghitungan Amplitudo RMS


Amplitudo RMS merupakan akar dari jumlah energi dalam domain waktu yang berdasarkan
persamaan berikut:

Dengan N adalah jumlah amplitudo pada jangkauan tertentu dan r adalah nilai dari amplitudo
(Hadji et al., 2006).

2.8 Atribut Variance


Atribut Variance adalah kebalikan dari koherensi yang menghitung dalam 3D ditujukan
untuk melacak variabilitas pada interval sampel tertentu, sehingga menghasilkan perubahan
lateral yang ditafsirkan dalam impedansi akustik. Jejak yang sama menghasilkan koefisien
variansi rendah, sedangkan diskontinuitas memiliki koefisien tinggi. Karena kesalahan dan
chanel dapat menyebabkan diskontinuitas dalam satuan satuan batuan sekitar. Variance
attribute secara bebas dapat diartikan sebagai ragam nilai satuan data. Ide variance attribute
berasal dari ilmu geostatistika yang dirumuskan sebagai berikut.

Dimana :
S = variance attribute
N = jumlah sampel data dari jendela atribut
Xi = besarnya sampel
(Waluyo, 2006)
Atribut variance menginterpretasikan variasi vertikal pada impedansi akustik. Atribut
ini membandingkan jejak samping satu sama lain pada setiap posisi sampel. Jika terdapat
perbedaan, hal tersebut dapat terjadi karena adanya noise. Penggunaan atribut diasosiasikan
dengan structural smooth atribut untuk mengurangi noise.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Data yang digunakan pada praktikum pengolahan ini berupa data sekunder dari wilayah
Cekungan Sumatera Tengah, sehingga dalam proses pengolahan dibutuhkan alat dan bahan
sebagai berikut:
1. Data Seismik (data_seismik.sgy)
2. Data well (terdiri dari 2 data well yaitu Well_01 dan Well_2)
3. Data Checkshot (terdiri dari 2 data checkshot yaitu Checkshot_Well_01 dan
Checkshot_Well_02)
4. Software Petrel 2018
5. Software Hampson Russell (HRS)
6. Software Microsoft Excel

3.2 Langkah Kerja Pengolahan


3.2.1 Pengolahan WST Software HRS
1. Koreksi Checkshot
Pada menu processes ketik log processing dan pilih menu Checkshot correlation >
muncul tipe interpolasi yang sesuai dan OK. Kemudian atur kurva berwarna hitam dan
merah berdekatan agar koreksi checkshot yang didapatkan baik. Selanjutnya klik OK
2. Membuat Arbitrary Line dan Mencari Frequency Dominan, Time Window, dan
Wavelet Length
Dilakukan pada menu Processes dan mencari kedua parameter tersebut yang kemudian
diatur sesuai hasil yang diinginkan
3. Ekstraksi Wavelet Racker
Pada menu processes ketik ricker dan pilih menu create new ricker wavelet. Atur
frekuensi dominan dan wavelet length yang sudah didapatkan sebelumnya > redraw >
save.
4. Ekstraksi Wavelet Statistical
Pada menu processes ketik statistical dan pilih menu create new statistical wavelet. atur
dengan input menggunakan data seismik, Sedangkan time widow dan range form
sesuaikan data marker, sesuaikan juga Wavelength sesuai nilai wavelength yang telah
didapatkan sebelumnya. > klik ok
5. Log correlation
● Membuat well seismic tie > klik project data > pilih well yang akan dilakukan
wst > klik kanan pada DT_chk_w1 > set as active log > Yes.
● Atur calculation window start-end sesuai zona target > stretch and apply shift
hingga Current correlation mendekati 1 dan Time shift mendekati 0 > klik OK.
● Lakukan pada well yang berbeda
6. Export DT hasil WST menggunakan semua wavelet satu per satu dengan klik data
explorer > pilih export well ties.

3.2.2 Pengolahan Picking Horizon Software Petrel


1. Input hasil WST pada masing-masing well dengan cara klik kanan > Import (on
selection) > pilih WST sesuai well.
2. Atur Import WST sesuai dengan data marker untuk ricker dan statistical pada W-1 dan
W-2, kemudian Run hasil WST pada well dengan cara klik well 2 kali yang dipilih >
ceklis WST dan unceklis DT > klik run > apply dan ok.
3. Picking Horizon
● Atur window menjadi 2 bagian bagian 1 3D window dan bagian 2 Interpretasi
window.
● Menu seismic interpretation ditambahkan pada menu tool palette dan juga
menambahkan increment dengan menu players.
● Lakukan picking dengan memilih warna antara biru atau merah, dan Ketika
sudah memilih salah satu harus dilakukan sampai akhir tidak boleh mengganti
atau memotong ke warna lain.
4. Pembuatan Time Structure Map
● Pilih menu seismic interpretation > make surface > klik dan masukan horizon
yang sudah dibuat > ubah nama dan klik ok.
● Buka map window > ceklis hasil Time structure map dan beri warna

3.2.3 Pengolahan Dept-Time Curve


1. Buka dan Pilih salah satu data checkshot dan copy data tersebut ke microsoft excel
2. Ubah atau konversi nilai TVD (ft) dan TT (s) menjadi TVD (m) dan TVD (ms)
3. Plot hasil konversi dengan sumbu Y adalah TVD (m) dan sumbu x adalah TWT (ms),
kemudian tampilkan nilai trendline untuk digunakan sebagai input pada software petrel.
4. Buka software petrel dan klik menu seismic interpretation > klik calculator > masukkan
persamaan trendline dengan mengganti y sebagai peta struktur kedalaman dan x sebagai
peta struktur waktu > enter.
5. Ubah keterangan pada peta dari elevation time menjadi elevation depth dengan cara
pada menu>atur template menjadi elevation dept > apply > Ok.

3.2.4 Pengolahan Velocity Model


1. Memastikan terlebih dahulu data checkshot sudah terinput pada well yang akan
digunakan dan terdapat atribut seperti TWT, MD, dll.
2. Buat folder pada input “saved searches” >klik new saved search > input data well >
apply > Ok.
3. Buat velocity model dengan cara klik menu ‘Seismic Interpretation’ >> create new >
convert TT to Z. Atur datum menjadi Time: SRD Z=0. Kemudian add surface dan input
data time structure map hasil pengolahan sebelumnya dan pilih persamaan yang
dianggap sesuai. Serta pilih Well TDR pada menu model, Apply dan ok.
4. Pilih menu seismic interpretation > klik general domain conversion > pilih velocity
model yang telah dibuat > input data time structure map > ok.

3.2.5 Pengolahan Inversi Seismik


1. Dalam seismik inversi, software yang digunakan adalah hampson russel, pertama buka
project yang telah dibuat sebelumnya, yang sudah ada input data seismik, well, serta
marker. Buka menu data explorer > klik tanda panah pada data sumur > buat duplikat
pada data DT yang sudah terkoreksi checkshot > ubah satuannya menjadi ms > dan atur
menjadi DT aktif. Langkah yang sama dilakukan pada semua well yang ingin
digunakan.
2. Gabungkan 2 parameter log yang digunakan yaitu density dan p-wave, buka menu well
> math > cari multiply > pilih multiple well > input well dan parameter yang digunakan
> ubah output menjadi P-impedance dan sesuaikan satuan sesuai dengan data log > OK.
3. Pembuatan initial model. Buka menu workflow > post stack inversion > build initial
model > pilih build post stack > beri nama output > input data seismik dan data well >
show advance option > next hingga muncul pengaturan well seperti data explorer
sebelumnya > atur inputan sesuai yang diinginkan > next > ubah satuan ke ms > next >
creat horizon from tops > pilih top dan bottom yang diinginkan > OK > select all > next
> atur frekuensi > OK.
4. Pada tahap pra inversi, pilih workflow > post stack inversion > inversion analysis >
input data seismik dan well > ubah wavelet sesuai yang diinginkan > next > pilih
inversion model yang diinginkan (model based / bandlimited) > next hingga inversion
window > atur batas sesuai target > next hingga muncul hasil inversion analysis.
5. Proses inversi, pilih menu workflow > post stack inversion >apply to volume > input
data seismik > beri nama output > pilih trace single Xline > trace window pilih entire
trace > pilih well yg diinginkan > pilih wavelet > constraint option pilih yang hard >
pilih time window yang keseluruhan > run > maka akan muncul hasil inversi. Ulangi
langkah 4 -5 untuk inversi dengan metode atau model lain dan bandingkan hasilnya.

3.2.6 Pengolahan Seismik Attribute


1. Open Data seismik awal pada software petrel hingga muncul penampang seismik
2. Ubah data seismik dari domain waktu menjadi domain attribute (RMS Amplitude),
dengan cara open toolbar seismic interpretation > volume attribute > RMS Amplitude
> input data seismik > Ok.
3. Open hasil RMS Amplitude agar RMS dapat di ceklis > close menu RMS Amplitude >
ceklis RMS Amplitude.
4. Terapkan pada hasil surface_well yang telah dibuat pada pengolahan sebelumnya,
dengan cara Open surface attribute > pilih RMS Amplitude > input RMS Amplitude
yang telah dibuat sebelumnya > add to surface > pilih single horizon > input horizon
dengan hasil map TWT > OK.
3.3 Diagram Alir

Gambar 3.1 Diagram Alir prosesing dan interpretasi data seismik


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Peta Struktur Waktu

Gambar 4.1 Peta Struktur Waktu

Pada proses picking horizon, didapatkan output berupa Time Structure Map yang dapat
dilihat pada gambar 4.1, Well 1 dan Well 2 terletak di tengah peta yang ditunjukkan dengan
titik merah. Warna kuning-merah menunjukkan elevasi waktu yang lebih tinggi, sedangkan
biru muda-hijau menunjukkan elevasi waktu yang lebih rendah. Berdasarkan gambar tersebut,
daerah yang menunjukkan ketinggian berada di Utara, sedangkan yang menunjukan daerah
lebih rendah berada di Tenggara dan Barat Daya. Di Selatan, menunjukkan daerah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan daerah Tenggara dan Barat Daya. Hal ini dapat diinterpretasikan
sebagai struktur antiklin dengan arah Selatan ke Utara. Struktur antiklin berpotensi sebagai
penjebak hidrokarbon. Sehingga dapat dikatakan bahwa jebakan hidrokarbon di daerah ini
adalah jebakan dengan tipe struktural.
4.2 Peta Struktur Kedalaman

Gambar 4.2 Peta Struktur Kedalaman

Peta kedalaman pada gambar 4.2 adalah dengan menggunakan metode velocity
modelling. Velocity model adalah model yang menjelaskan kecepatan rambat gelombang
seismik di dalam lapisan bumi yang digunakan untuk memperkirakan kedalaman sebenarnya
dari fitur geologi di bawah permukaan. Velocity yang digunakan adalah velocity dari data
checkshot. Velocity model dari data checkshot akan mengkalkulasi time structure map
sehingga akan menjadi depth structure map. Model digambarkan dengan kecepatan (V) dengan
persamaan yang digunakan adalah:
V = V0 + K (Z-Z0)
Kemudian pada peta struktur kedalaman dilakukan koreksi penyamaan kedalaman oleh marker
sumur yang telah dilakukan picking horizon pada proses sebelumnya. Dimana pada Well 1, top
marker berada pada kedalaman 1243 m dan pada Well 2 berada pada kedalaman 1243 m.
Hasil peta kedalaman sudah sesuai dengan kedalaman top marker pada Well 1 dan Well
2. Hal ini ditandai dengan warna hijau tosca yang memiliki kedalaman 1220-1260 m. Peta
kedalaman menggunakan metode velocity modelling memiliki akurasi baik dalam menentukan
kondisi kedalaman Well 1 dan Well 2.

4.3 Analisis Sensitivitas


Analisa sensitivitas dilakukan sebelum melakukan inversi impedansi akustik. Dari hasil
cross plot antara log impedansi akustik, density, dan gamma ray pada gambar 4.3. Dapat dilihat
bahwa nilai impedansi akustik yang rendah berasosiasi dengan nilai densitas yang rendah. Hasil
analisa cross plot terbagi menjadi tiga zona berdasarkan log gamma ray, yaitu sand (kuning),
shaly sand (hijau), dan shale (biru). Zona shaly sand memiliki impedansi akustik yang rendah
sekitar (2000-6000 m/s*g/cc), densitas rendah sekitar (1.6-2.2 g/cc), dan gamma ray transisi
rendah ke tinggi sekitar (75-120 API). Zona sand memiliki impedansi akustik sedang sekitar
(6000-9000 m/s*g/cc), densitas sedang sekitar (2.1-2.4 g/cc), gamma ray rendah sekitar (45-
75 API). Serta zona shale memiliki impedansi akustik sedang sekitar (5000-9000 m/s*g/cc),
densitas tinggi sekitar (2.3-2.6 g/cc), dan gamma ray tertinggi sekitar (120-150 API).

Gambar 4.3 Crossplot P-Impedance vs Density

Analisa cross plot berikutnya antara log impedansi akustik, NPHI, dan gamma ray
seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.4. Hasil cross plot berbentuk linier sehingga apabila
nilai impedansi akustik tinggi, maka NPHI rendah. Terdapat tiga zona yang teridentifikasi,
yaitu sand (kuning), shaly sand (hijau), dan shale (biru). Zona shaly sand memiliki impedansi
akustik yang rendah sekitar (2000-6000 m/s*g/cc), densitas NPHI tinggi sekitar (40-60 %), dan
gamma ray transisi rendah ke tinggi sekitar (75-120 API). Zona sand memiliki impedansi
akustik sedang sekitar (6000-9000 m/s*g/cc), NPHI rendah sekitar (10-30 %), gamma ray
rendah sekitar (45-75 API). Serta zona shale memiliki impedansi akustik sedang sekitar (5000-
9000 m/s*g/cc), NPHI sedang sekitar (20-50 %), dan gamma ray tertinggi sekitar (120-150
API).
Gambar 4.4 Crossplot P-Impedance vs NPHI

Analisa cross plot terakhir antara log impedansi akustik, depth-time, dan gamma ray
pada gambar 4.5. Terdapat tiga zona yang teridentifikasi, yaitu sand (kuning), shaly sand
(hijau), dan shale (biru). Zona shaly sand memiliki impedansi akustik yang rendah sekitar
(2000-6000 m/s*g/cc), depth-time rendah sekitar (300-900 ms), dan gamma ray transisi rendah
ke tinggi sekitar (75-120 API). Zona sand memiliki impedansi akustik sedang sekitar (6000-
9000 m/s*g/cc), depth-time sedang sekitar (900-1250 ms), gamma ray rendah sekitar (45-75
API). Serta zona shale memiliki impedansi akustik sedang sekitar (5000-9000 m/s*g/cc),
depth-time tinggi sekitar (1100-1280 ms), dan gamma ray tertinggi sekitar (120-150 API).

Gambar 4.5 Crossplot P-Impedance vs Depth-time


Setelah diketahui persebaran nilai impedansi akustik, densitas, NPHI, kedalaman, dan
gamma ray pada cross plot, dapat diketahui bahwa cross plot impedansi akustik tidak terlalu
sensitif terhadap perubahan nilai densitas dan NPHI.

4.4 Analisis Inversi Impedansi Akustik


Setelah diketahui hasil cross plot bahwa impedansi akustik tidak terlalu sensitif
terhadap nilai densitas dan NPHI, kemudian akan dilakukan analisis inversi impedansi akustik
menggunakan dua metode inversi, yaitu model based dan bandlimited. Berikut ini adalah hasil
dari hasil inversi model based dan bandlimited seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.8 dan
gambar 4.9.

4.4.1 Model Based


Pada gambar 4.8 adalah gambar yang menunjukkan hasil inversi model based. Sebelum
melakukan inversi, dibuat model awal terlebih dahulu dengan menggunakan data log
impedansi akustik. Data log impedansi akustik didapatkan dari hasil perkalian log sonic dan
log densitas. Model awal ini sangat menentukan pada hasil inversi model based. Model awal
yang digunakan menggunakan dua sumur, yaitu Well 1 dan Well 2. Serta menggunakan enam
horizon, yaitu Horizon_3, Horizon_3_1, Horizon_4, Horizon_4_1, Horizon_5, dan
Horizon_5_1. Horizon digunakan sebagai panduan ekstrapolasi data sumur pada volume
seismik.

Gambar 4.6 Inisial Model Awal

Inversi impedansi akustik model based dilakukan setelah mendapatkan inisial model
terbaik. Gambar 4.6 adalah inisial model yang digunakan dalam proses inversi ini. Parameter
yang digunakan dalam pembuatan model awal adalah high cut frequency 10/15 Hz. Penentuan
frekuensi ini dimaksudkan untuk menghilangkan frekuensi tinggi yang lebih dari skala 10-15
Hz, sehingga model awal dapat menggambarkan nilai impedansi akustik secara umum pada
Lapangan Cekungan Sumatera Tengah. Dapat dilihat dari inisial model, lapisan Horizon_3
hingga Horizon_5_1 belum dapat tergambarkan dengan jelas pemisah antar tiap-tiap horizon
olehi warna dari impedansi akustik.
Gambar 4.7 Parameter Pra-Inversi dengan Soft Constraint Well 1 dan Well 2

Pada gambar 4.7 adalah hasil analisis parameter sebelum inversi metode model based
pada Well 1 dan Well 2. Kurva merah menunjukkan nilai impedansi hasil inversi. Kurva biru
merupakan impedansi pada data log. Kurva hitam adalah impedansi pada inisial model.
Semakin berhimpit antar kurva, maka nilai impedansi hasil inversi memiliki nilai yang sama
dengan impedansi pada sumur dan inisial model. Well 1 memiliki nilai error terkecil yaitu
0.167444 dan korelasi sebesar 0.992491, sedangkan Well 2 memiliki error 0.366463 dan
korelasi sebesar 0.953387.
Respon parameter yang dihasilkan dari proses inversi ini dapat menunjukkan bahwa
inversi impedansi akustik kurang efektif untuk menggambarkan nilai impedansi akustik pada
Lapangan Cekungan Sumatera Tengah. Hal ini terjadi karena pada kurva log yang diinversi
dengan log asli impedansi akustik, tidak terdapat perubahan yang signifikan atau sensitif
terhadap perubahan litologi dari Horizon _3 hingga Horizon _5_1. Hal ini dapat terjadi karena
pengaruh zona reservoir masih bercampur antara sand dan shale, serta jarak antar horizon yang
dangkal dapat berpengaruh karena dapat dimungkinkan masih dalam satu litologi yang sama.

Gambar 4.8 Inversi Model Based

Gambar 4.8 adalah hasil inversi impedansi akustik model based dengan impedansi
akustik dari sumur sebagai pengontrol. Dari hasil tersebut, secara kualitatif masih terdapat
ketidak sesuaian warna antara hasil inversi dengan Well 1 seperti yang ditunjukkan pada kotak
merah. Nilai impedansi Horizon_3 hingga Horizon_5_1 adalah berkisar antara 6600-9600
m/s*g/cc ditandai dengan warna biru muda-ungu. Nilai tersebut masih sesuai dengan nilai pada
analisa cross plot. Zona hidrokarbon dicirikan dengan nilai impedansi akustik dan densitas
yang rendah seperti pada garis berwarna hitam. Zona tersebut memiliki warna kuning-orange
dengan impedansi berkisar antara 4700-6200 m/s*g/cc. Kecepatan gelombang yang melewati
batuan dengan porositas tertentu akan melambat, sehingga densitas rendah akan berpengaruh
dan memberikan nilai impedansi akustik yang rendah. Begitu pula sebaliknya, nilai densitas
tinggi akan memberikan nilai impedansi akustik yang tinggi.

4.4.2 Bandlimited
Inversi Bandlimited adalah inversi dengan mengabaikan efek wavelet seismik dan
memperlakukan seolah-olah trace seismik merupakan kumpulan koefisien refleksi yang telah
di filter oleh wavelet berfasa nol. Untuk membuat model impedansi akustik, high cut filter yang
digunakan adalah 10 Hz. Hal ini dimaksudkan untuk menerapkan low-pass filter yang memiliki
dua tujuan. Tujuan pertama adalah, membuat trend dari low impedance frekuensi yang
diperlukan untuk merecovery low frekuensi yang hilang saat proses stacking data seismik.
Kedua adalah nilai frekuensi impedance di atas 10 Hz sudah diperoleh dari data seismik. Oleh
karena itu, frekuensi tersebut harus dihilangkan pada data well log saat membuat model
impedance. Berikut ini adalah hasil dari inversi bandlimited dengan Well 1 sebagai
pengontrolnya dan digunakan Horizon_3 hingga Horizon_5_1.

Gambar 4.9 Inversi Bandlimited

Hasil inversi bandlimited seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.9. Jika diamati secara
kualitatif, masih terdapat perbedaan antara hasil inversi dengan control well (Well 1) yang
ditandai dengan kotak merah. Nilai impedansi Horizon_3 hingga Horizon_5_1 adalah berkisar
antara 6600-9600 m/s*g/cc ditandai dengan warna biru muda-ungu yang masih berkorelasi
dengan nilai pada analisa cross plot. Pada zona hidrokarbon, wana hasil inversinya adalah
merah-orange dengan nilai impedansi berkisar 5100-6200 m/s*g/cc (kotak hitam).
Perbandingan inversi model based dan bandlimited adalah berada pada hasil inversinya.
Hasil inversi pada model based secara kualitatif menunjukkan banyak perbedaan dengan
control wellnya (Well 1). Kemudian dari hasil inversinya juga, model based memberikan
kontras impedansi akustik yang lebih banyak daripada bandlimited pada Horizon_3 hingga
Horizon_5_1. Sehingga, reservoir yang terdapat pada metode model based memiliki nilai
impedansi akustik yang lebih rendah dibandingkan dengan metode bandlimited. Berikut ini
adalah komparasi kedua metode seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.10

Gambar 4.10 Model Based vs Bandlimited

4.5 Peta Atribut RMS Amplitudo


Interpretasi data menggunakan peta struktur waktu seperti pada gambar 4.1 belum
cukup untuk menggambarkan informasi potensi reservoir sebenarnya. Hal ini karena peta
struktur waktu hanya bisa menggambarkan keberadaan struktur tinggian dan rendahan saja.
Oleh karena itu dilakukan pembuatan peta atribut RMS Amplitudo yang bertujuan untuk
mengetahui potensi reservoir litologi pasir yang prospek dengan mengamatinya melalui
anomali amplitudo.
Berdasarkan gambar 4.11 dapat dilihat bahwa adanya perubahan warna kontras pada
peta atribut RMS Amplitudo. Kontras warna yang ditunjukkan oleh warna biru muda hingga
hijau kekuningan mengindikasikan adanya litologi pasir yang berkemungkinan menjebak
hidrokarbon. Kontras tersebut menyebar dari arah Timur-Barat. Perbedaan kontras warna
anomali terlihat di sekitar Well 1 dan Well 2 yang cukup terang dengan nilai amplitudo yang
tinggi berkisar antara 3.75-5. Kontras anomali amplitudo pada area Well 1 dan Well 2
ditunjukkan dengan skala surface attribute. Kontras anomali tinggi tersebut umumnya
dipengaruhi oleh litologi pasir yang kemungkinan terisi oleh fluida hidrokarbon.
Gambar 4.11 Hasil Peta Atribut RMS Amplitudo

Kontras anomali amplitudo tinggi di Well 1 dan Well 2 diinterpretasikan sebagai


litologi pasir yang terisi fluida hidrokarbon atau biasa disebut sebagai brightspot. Hal ini
didukung dengan data well log dari Well 1 dan Well 2, bahwa litologi pasirnya mengandung
hidrokarbon dengan perubahan nilai resistivitas tinggi dan keberadaan crossover antara NPHI
dan RHOB.

4.6 Peta Atribut Variance


Pada analisa struktur menggunakan hasil atribut variance untuk mengidentifikasi
adanya struktur atau fault pada daerah penelitian. Terdapat dua patahan besar yang ditandai
dengan kotak berwarna merah dan hijau seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.12 berikut.

Gambar 4.12 Hasil Peta Atribut Variance


Gambar 4.13 Patahan Pada Penampang Inline Seismik

Jika dibandingkan dengan penampang seismik inline seperti pada gambar 4.13, atribut
variance berkorelasi dengan patahan ditandai dengan kotak merah dan hijau.

4.7 Interpretasi
Interpretasi dengan mengintegrasikan peta struktur waktu, hasil inversi, dan RMS
Amplitudo, peta-peta tersebut saling berkorelasi satu sama lain. Dapat dilihat pada peta bahwa
daerah rendahan yang berada pada peta waktu di daerah Selatan (warna kuning sampai dengan
merah) tidak memiliki potensi hidrokarbon yang ditunjukkan dengan nilai RMS Amplitudo
rendah (warna ungu). Daerah tinggian yang berada pada Utara peta struktur waktu
menunjukkan sedikit persebaran hidrokarbon. Sedangkan pada daerah sekitar well yaitu Timur
ke Barat, terdapat potensi hidrokarbon yang tinggi dengan ditandai RMS Amplitudo tinggi
(warna kuning sampai merah). Hasil inversi di kedalaman 1100-1300 ms yang menunjukkan
Group Sihapas berada pada perbatasan Formasi Bangko dan Bekasap. Formasi Bangko terdiri
dari litologi serpih karbonatan dengan sisipan batupasir dan sedikit gamping. Formasi Bekasap
terdiri dari litologi batupasir berbutir sedang hingga kasar dan sedikit serpih. Hidrokarbon
terjebak di sisipan pasir pada Formasi Bangko dan di litologi batupasir pada Formasi Bekasap.
Hasil inversi memberikan informasi bahwa hidrokarbon ditunjukkan dengan nilai P-impedance
rendah (kuning hingga merah) berkisar antara 4700-6200 m/s*g/cc pada inversi model based
dan 5100-6200 m/s*g/cc pada bandlimited. Nilai tersebut sesuai dengan analisa sensitivitas
crossplot. Selanjutnya adalah menentukan patahan pada lapangan penelitian seperti yang
digambarkan pada gambar 4.12. Terdapat dua patahan besar dari hasil peta atribut variance
yang kemudian diasosiasikan dengan penampang inline seismik.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Time Structure Map dan Depth Structure Map memiliki korelasi yang sama yaitu
digunakan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan berdasarkan domain waktu
atau kedalaman. Sehingga keduanya dapat mengetahui adanya struktur antiklin
sebagai identifikasi jebakan hidrokarbon dan kesesuaian kedalaman antara top
marker dengan Well 1 dan Well 2.
2. Hasil persebaran antara log impedansi akustik, depth-time, dan gamma ray,
diketahui bahwa cross plot impedansi akustik tidak terlalu sensitif terhadap
perubahan nilai densitas dan NPHI. Respon Parameter tersebut menunjukkan bahwa
inversi impedansi akustik kurang efektif untuk menggambarkan nilai impedansi
akustik pada Lapangan Cekungan Sumatera Tengah.
3. Hasil Inversi Model Based dapat diidentifikasi adanya zona hidrokarbon dengan
nilai impedansi berkisar antara 4700-6200 m/s*g/cc. Sedangkan pada hasil Inversi
Bandlimited dapat diidentifikasi adanya zona hidrokarbon nilai impedansi berkisar
5100-6200 m/s*g/cc. Sehingga perbandingan dari kedua metode tersebut terlihat
pada hasil model based yang secara kualitatif menunjukkan banyak perbedaan
dengan control wellnya (Well 1). Selain itu juga model based juga memiliki kontras
impedansi akustik yang lebih banyak daripada bandlimited pada Horizon_3 hingga
Horizon_5_1.
4. Hasil atribut variance terlihat adanya dua patahan besar dan jika dibandingkan
dengan penampang seismik inline, keduanya berkorelasi satu sama lain.
5. Hasil Peta Atribut RMS Amplitudo terlihat dari kontras warna di sekitar Well 1 dan
Well 2 dengan nilai amplitudo yang tinggi berkisar antara 3.75-5 dengan sebaran
dari arah Timur-Barat, diinterpretasikan sebagai litologi pasir yang terisi fluida
hidrokarbon atau biasa disebut sebagai brightspot. Sehingga jika ditinjau dari
geologi regional, hidrokarbon terjebak di sisipan pasir pada Formasi Bangko dan di
litologi batupasir pada Formasi Bekasap. Hasil tersebut diperkuat berdasarkan hasil
inversi dan hasil analisa sensitivitas crossplot.
DAFTAR PUSTAKA
AGFA, C. I., (2018). APLIKASI METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK DAN
SEISMIK MULTIATRIBUT UNTUK KARAKTERISASI ZONA RESERVOIR
HIDROKARBON PADA LAPANGAN “CVN” - CEKUNGAN SUMATERA
TENGAH. Surabaya: DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA ITS.
Alawy, H. (2020). PENERAPAN INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE DAN ATRIBUT
SEISMIK UNTUK MEMPREDIKSI PENYEBARAN RESERVOAR BATUPASIR
KONGLOMERATAN PADA FORMASI TALANGAKAR BAWAH DI LAPANGAN
TABAH, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN (Doctoral
dissertation, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta).
Alifudin, R. F. (2016). Karakterisasi Reservoir Karbonat Dengan Aplikasi Seismik Atribut Dan
Inversi Seismik Impedansi Akustik Pada Lapangan “Rf”, Job Pertamina Petrochina
East Java.
Alifudin, R. F., Lestari, W., Syaifuddin, F., & Haidar, M. W. (2016). Karakterisasi reservoir
karbonat dengan aplikasi seismik atribut dan inversi seismik impedansi akustik. Jurnal
Geosaintek, 2(2), 107-112.
Arifien, H. (2010). Inversi Seismik Berbasik Model Untuk Karakterisasi Reservoir: Studi
Kasus Haurgeulis.
Bahar, M. F. (2016). Penggunaan metode inversi Impedansi Akustik (IA) untuk menentukan
sebaran reservoarkarbonat: Studi kasus formasi petrel member pada lapangan
Penobscot Kanada (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim).
Brown, R.A., 2000, Interpretation of ThreeDimensional Seismic Data Fifth Edition, AAPG
Memoir 42
Etris, E. L., Crabtree, N. J., Dewar, J., & Pickford, S. (2001). True depth conversion: more than
a pretty picture. CSEG recorder, 26(9), 11-22.
GINTING, H. B. (2018). KARAKTERISTIK RESERVOIR MENGGUNAKAN METODE
SEISMIK INVERSI AKUSTIK IMPEDANSI DAN ATRIBUT SEISMIK DI
LAPANGAN “RST” CEKUNGAN TARANAKI, NEW ZEALAND.
Hadi, J. M., Nurwidyanto, M. I., & Yulianto, G. (2006). Analisis Atribut Seismik untuk
Identifikasi Potensi Hidrokarbon. BERKALA FISIKA, 9(4), 165-170.
Herlambang, N., Sapto Mulyanto, B., Dewanto, O., & Boetje Sinartio, F. (2017).
IDENTIFIKASI PATAHAN DAN KARAKTERISASI RESERVOAR
MENGGUNAKAN METODE SEISMIK ATRIBUT DAN METODE SEISMIK
INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK PADA LAPANGAN TEAPOT DOME USA.
Jurnal Geofisika Eksplorasi.
Juventa, J., & Fatkhan, F. (2021). KARAKTERISASI RESERVOIR UNTUK
MENENTUKAN PERSEBARAN BATUPASIR PEMBAWA HIDROKARBON
MENGGUNAKAN INVERSI SIMULTAN. JGE (Jurnal Geofisika Eksplorasi), 7(1),
5-16.
Ogbamikhumi, A., & Igbinigie, N. S. (2020). Rock physics attribute analysis for hydrocarbon
prospectivity in the Eva field onshore Niger Delta Basin. Journal of Petroleum
Exploration and Production Technology, 10, 3127-3138.
Prastika, N., Sapto Mulyanto, B., Dewanto, O., & Wijaksono, E. (2018). ANALISIS
PERBANDINGAN METODE SEISMIK INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK MODEL
BASED, BAND LIMITED, DAN SPARSE SPIKE UNTUK KARAKTERISASI
RESERVOAR KARBONAT LAPANGAN “NBL” PADA CEKUNGAN NIAS.
Jurnal Geofisika Eksplorasi.
Purba, D. F. (2022). KARAKTERISASI RESERVOIR MENGGUNAKAN INVERSI SEISMIK
IMPEDANSI AKUSTIK DI SUB CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA
SELATAN (Doctoral dissertation, Teknik Geofisika).
Rizqi, M. I. F., & Firdaus, R. (2021). Karakterisasi reservoir menggunakan metode Seismik
Inversi Acoustic Impedance (AI) dan Seismik Multiatribut dengan Probabilistic Neural
Network (PNN) pada lapangan Blok F3, North Sea Netherland. Journal of Science and
Applicative Technology, 5(2), 274-284.
Simanjuntak, A. S. (2014). Karakterisasi Reservoar Hidrokarbon Pada Lapangan “TAB”
dengan Menggunakan Pemodelan Inversi Impedansi Akustik. JGE (Jurnal Geofisika
Eksplorasi), 2(01), 2-13.
Thirafi, E. H., & Yatini, Y. (2019). Interpretasi Fault dan Horizon pada Reservoar Berdasarkan
Penampang Seismik 2D dan Structure Map di Lapangan" T" Cekungan Jawa Timur
Utara. Jurnal Mineral, Energi, dan Lingkungan, 3(1), 11-19.
Waluyo, 2006, Analisa Atribut Seismik dan Inversi pada Lapangan Indah, Universitas
Indonesia, Jakarta.
LOGBOOK
Tanggal Nama Kegiatan Bukti Catatan

Pengolahan crossplot, Inversi dan atribut


5/6/2023 Faqih
RMS Amplutudo

Pembahasan peta struktur waktu dan


5/7/2023 Faqih kedalaman, analisis sensitivitas, inversi,
RMS Amplitudo, interpretasi

5/9/2023 Faqih Pengolahan atribut variance


5/6/2023 Faqih Pembahasan atribut variance

5/9/2023 Faqih BAB 2 atribut variance

5/9/2023 Faqih Membuat rumusan masalah dan tujuan


5/9/2023 Faqih Membuat logbook

02/06/2023Deo Danes Else Rahayu Membuat Bab 1

Muh. Mushollin
04/06/2023 Membuat alat dan bahan, langakah kerja
Fahdian

Muh. Mushollin
05/06/2023 Membuat Flowchart
Fahdian
Muh. Mushollin
05/06/2023 Membuat Kesimpulan
Fahdian

08/06/2023 Ester Hotmaria BAB II: dasar teori "Geologi Regional"

BAB II: Membuat dasar teori "Analisa cross


09/06/2023 Ester Hotmaria plot, - Inversi Impedansi Akustik - Seismik
atribute "

Bab III : Dasar Teori "Well Seismik Tie",


08/06/2023 Tatang Prabowo "Picking Horizon", "Time to Depth
Convertion"

Anda mungkin juga menyukai