Anda di halaman 1dari 25

WELL TO SEISMIC TIE

(Laporan Praktikum Seismik Stratigrafi)

Oleh
Syatiya Mirwanda
1915051026

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
Judul Praktikum : Korelasi Log Sumur (Well Log)

Tanggal Praktikum : 20 Mei 2022

Tempat Praktikum : Rumah Praktikan

Nama : Syatiya Mirwanda

NPM : 1915051001

Fakultas : Teknik

Jurusan : Teknik Geofisika

Kelompok : 4 (Empat)

LEMBAR PENGESAHAN

Bandar Lampung, 5 Juni 2022


Mengetahui,
Asisten

Arsy Nurrochman
NPM. 1815051017

ii
WELL TO SEISMIC TIE

Oleh
Syatiya Mirwanda

ABSTRAK

Telah dilaksanakan praktikum seismik stratigrafi secara daring pada tanggal 20


Mei 2022 dengan topik pembahasan mengenai Well to seismic tie yang
merupakan bab lanjutan dalam praktikum ini. Praktikum diawali dengan
melakukan pretest, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi mengenai
Well to seismic tie. Praktikum ini bertujuan agar praktikan mampu memahami
konsep sekuen berdasarkan data log secara teoritis, menganalisis batas sekuen
dalam data log, membedakan system tract pada sekuen di data log, memahami
konsep pengikatan data sumur ke data seismik secara teoritis, menganalisis
parameter-parameter input dalam proses Well to seismic tie, serta
mengaplikasikan parameter yang ada dalam tahap Well to seismic tie untuk
memperoleh korelasi maksimal. Well seismic tie adalah proses pengikatan data
sumur terhadap data seismik. Sebelum dilakukan diproses, data sumur harus
dikoreksi terlebih dahulu karena bertujuan untuk menghilangkan efek washout
zone, cashing shoe, dan artifak-artifak lainnya. Polaritas dilakukan karena adanya
ketidakpastian dari bentuk gelombang seismik yang terekam sehingga dilakukan
pendekatan bentuk polaritas yang berbeda yaitu polaritas normal dan terbalik atau
reverse. Suatu polaritas normal dan polaritas terbalik atau reverse untuk sebuah
Wavelet fasa nol (zero phase) dan fasa minimum (minimum phase) pada suatu
koefisien refleksi atau reflection coefficient (KR atau RC) meningkat pada saat
RC positif.

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii

ABSTRAK.............................................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan Praktikum..........................................................................................1

II. TEORI DASAR

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan..............................................................................................6


B. Diagram Alir.................................................................................................7

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan..........................................................................................8
B. Pembahasan...................................................................................................8

V. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

LAMPIRAN..........................................................................................................15

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Modul Praktikum Seistra................................................................6

Gambar 2. Laptop.............................................................................................6

Gambar 3. Software Hampson Russell.................................................................6

Gambar 4. Diagram Alir...................................................................................7

v
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada seismik stratigrafi ini diperlukan suatu korelasi log sumur dengan
parameter lainnya seperti penampang seismik. Korelasi adalah penghubungan
titik-titik kesamaan waktu atau penghubugan satuan-satuan stratigrafi dengan
mempertimbangkan waktu. Korelasi yang dimaksud dalam percobaan ini
adalah melakukan korelasi dengan dua data sumur atau lebih dan juga dari
pengukuran dua metode, yaitu metode well log dengan seismik. Proses Well to
seismic tie, yang merupakan proses pengikatan data sumur yang berdomain
kedalaman ke data seismik yang berdomain waktu sehingga dihasilkan sebuah
data hubungan antara waktu dan kedalaman dari data seismik dan data sumur
yang digunakan. Proses pengikatan data log ke data sumur ini perlu ketelitian
dan korelasi maksimal agar data yang dihasilkan dianggap memiliki
kedalaman sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Data sumur yang diperlukan
untuk well seismic tie adalah sonic (DT), density (RHOB), dan Checkshot.
Data seismik umumnya berada dalam domain waktu (TWT) sedangkan data
sumur berada dalam domain kedalaman. Sehingga, sebelum kita melakukan
pengikatan, langkah awal yang harus kita lakukan adalah konversi data sumur
ke domain waktu. Untuk konversi ini, kita memerlukan data sonic log dan
Checkshot.

B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum kali ini yaitu :
1. Mahasiswa mampu memahami konsep sekuen berdasarkan data log
secara teoritis.
2. Praktikan mampu menganalisis batas sekuen dalam data log.
3. Praktikan mampu membedakan system tract pada sekuen di data log.
4. Praktikan mampu memahami konsep pengikatan data sumur ke data
seismik secara teoritis.
5. Praktikan mampu menganalisis parameter-parameter input dalam
proses Well to seismic tie.
6. Praktikan mampu mengaplikasikan parameter yang ada dalam tahap
Well to seismic tie untuk memperoleh korelasi maksimal.
II. TEORI DASAR

Konsep geologi dapat diterapkan secara langsung pada refleksi seismik, karena
refleksi seismik terjadi akibat adanya perbedaan impendansi akustik dari
permukaan batuan yang merupakan permukaan lapisan dan atau bidang
ketidakselarasan (bidang diskontinuitas). Bidang permukaan lapisan tersebut
mewakili suatu hiatus kecil atau suatu ruang waktu minimal, sehingga untuk
keperluan praktis dapat dianggap sebagai permukaan waktu/isokron. Dalam hal
ini horison seismik dianggap pula sebagai bidang permukaan lapisan, dengan
demikian penarikan horison seismik pada penampang seismik adalah merupakan
bidang kesamaan waktu (Koesoemadinata,1980).

Korelasi merupakan suatu penentuan unit stratigrafi dan struktur yang mempunyai
persamaan waktu, umur dan posisi stratigrafi. Adapun pada korelasi ini yaitu
digunakan untuk keperluan dalam pembuatan penampang dan peta bawah
permukaan. Dimana data yang digunakan dalam korelasi antar sumur adalah
berupa wireline log dan seismik. Tahap awal dalam melakukan korelasi suatu unit
stratigrafi terlebih dahulu kita harus menyamakan datum yang akan dipakai (Di-
flatten pada satu datum), datum yang dipakai harus sama antara satu sumur
dengan sumur lainnya supaya sumur dapat dikorelasikan. Datum merupakan suatu
kesamaan data yang dimiliki oleh semua sumur yang akan dikorelasikan, datum
tersebut dapat berupa kedalaman (depth) lapisan maupun kesamaan waktu geologi
yang dikontrol oleh dinamika muka air laut (principal of stratigraphic sequence)
dalam hal ini yang biasa dipakai adalah Maximum Flooding Surface (MFS),
Unconformity (UC)/Sequence Boundary (SB). Pengertian sequence boundary
sendiri merupakan batas atas dan bawah satuan sikuen stratigrafi yang berupa
bidang ketidakselarasan atau bidang keselarasan padanannya. Maximum flooding
surface dapat teridentifikasi oleh adanya maximum landward onlap dari lapisan
marine pada batas basin dan kenaikan maksimum secara relatif dari sea level.
MFS biasanya ditunjukan oleh adanya akumulasi shale yang melimpah yang
merupakan amplitude dari log pada daerah shale (High gamma ray), akan tetapi
pada kondisi litologi berupa batugamping terumbu (Reef Carbonate). MFS
biasanya ditandai oleh pertumbuhan gamping yang optimal pada saat genang laut
sehingga datum yang dipakai yaitu pada zonareservoir (low gamma ray) yaitu
3

kondisi dimana log gamma ray menunjukan akumulasi batugamping yang sangat
melimpah (Mastoadji, 1996).

Log adalah suatu terminologi yang secara original mengacu pada hubungan nilai
dengan kedalaman, yang diambil dari pengamatan kembali (mudlog). Sekarang
itu diambil sebagai suatu pernyataan untuk semua pengukuran kedalam lubang
sumur. Tahap awal dalam melakukan korelasi suatu unit stratigrafi terlebih dahulu
kita harus menyamakan datum yang akan dipakai, datum yang dipakai harus sama
antara satu sumur dengan sumur lainnya supaya sumur dapat dikorelasikan.
Datum merupakan suatu kesamaan data yang dimiliki oleh semua sumur yang
akan melimpah yang merupakan amplitude dari log pada daerah shale (High
gamma ray), akan tetapi pada kondisi litologi berupa batugamping terumbu
(dikorelasikan, datum tersebut dapat berupa kedalaman (depth) lapisan maupun
kesamaan waktu geologi yang dikontrol oleh dinamika muka air laut (principal of
stratigraphic sequence) dalam hal ini yang biasa dipakai adalah Maximum
Flooding Surface (MFS), Unconformity (UC) / Sequence Boundary (SB).
Maximum flooding surface dapat teridentifikasi oleh adanya maximum landward
onlap dari lapisan marine pada batas basin dan kenaikan maksimum secara relatif
dari sea level. MFS biasanya ditandai oleh pertumbuhan gamping yang optimal
pada saat genang laut sehingga datum yang dipakai yaitu pada zona reservoir (low
gamma ray) yaitu kondisi dimana log gamma ray menunjukan akumulasi
batugamping yang sangat melimpah (Wijaya, 2006).

Suatu korelasi untuk dapat menghasilkan hasil korelasi yang lebih akurat jika
semua data tersedia sehingga sebaiknya korelasi didasarkan pada metode organik
dan anorganik. Korelasi organik ini merupakan korelasi yang dilakukan
berdasarkan kandungan fosil yang terdapat pada suatu lapisan. Sedangkan,
korelasi anorganik yaitu merupakan korelasi yang dilakukan dengan
membandingkan kesamaanunsur litologi (urutan stratigrafi). Pada metode ini yaitu
metode yang sering dilakukan. Adapun macam-macamnya yaitu sebagai berikut.
Memakai lapisan penunjuk (key bed atau marker bed). Pada lapisan yang dicirikan
key bed ini yaitu antara lain abu vulkanik, batugamping terumbu,lapisan tipis
serpih. Kemudian pada horizon dengan karakteristik tertentu karena perubahan
kimiawi dari massa air akibat perubahan pada sirkulasi air seperti zona mineral
tertentu atau zona kimiawi tertentu. Korelasi dengan cara meneruskan bidang
refleksi pada penampang seismik. Lalu, korelasi atas dasar persamaan posisi
stratigrafi batuan. Korelasi atas dasar aspek fisis atau litologis. Selanjutnya yang
terakhir yaitu berupa korelasi atas dasar maximum flooding surface (Mastoadji,
2007).

Pada umumnya, beberapa contoh korelasi stratigrafi yang umum dilakukan antara
lain korelasi litostratigrafi, korelasi biostratigrafi dan korelasi kronostratigrafi.
4

Korelasi litostratigrafi adalah korelasi yang menghubungkan lapisan-lapisan


batuan yang mengacu pada kesamaan jenis litologinya. Dalam hal ini, satu lapis
batuan yaitu satu satuan waktu pengendapan. Pada korelasi biostratigrafi adalah
suatu korelasi yang menghubungkan lapisan-lapisan batuan didasarkan atas
kesamaan kandungan dan penyebaran fosil yang terdapat di dalam batuan. Dalam
korelasi biostratigrafi ini yaitu dapat terjadi jenis batuan yang berbeda, dimana
memiliki kandungan fosil yang sama. Kemudian, pada korelasi kronostratigrafi
adalah suatu korelasi yang menghubungkan lapisan lapisan batuan yang mengacu
pada kesamaan umur geologinya (Walker, 1992).

Adapun pada suatu well seismic tie yaitu pada umumnya bertujuan untuk
meletakkan horizon seismik pada posisi kedalaman sebenarnya sehingga
interpretasi data seismik dapat dikorelasikan dengan data geologi yang biasanya
diplot pada skala kedalaman. Data yang digunakan dalam korelasi antar sumur
adalah berupa wireline log dan seismik. Adapun tahap awal dalam melakukan
korelasi suatu unit stratigrafi terlebih dahulu harus dilakukan penyamaan datum
yang akan dipakai. Dalam hal ini datum yang dipakai harus sama antara satu
sumur dengan sumur lainnya agar sumur dapat dikorelasikan. Kemudian
pemilihan pada tipe log untuk korelasi tergantung pada kondisi geologi daerah
yang bersangkutan. Kemudian mengkorelasikan antara kedua data tersebut.
Secara umum, ditemukan bahwa korelas data log sumur dan seismik dapat
digunakan untuk melihat penyebaran litologi (Dikman, 2015).

Well to seismic tie merupakan sebuah proses mengintegrasikan data sumur yang
berada pada domain kedalaman dengan data seismik yang berada pada domain
waktu, sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi horizon target
(Purnamasari, 2008).

Well-seismic tie atau pengikatan data seismik dan sumur dilakukan untuk
meletakkan horison seismik dalam skala waktu pada posisi kedalaman sebenarnya
dan agar data seismik dapat dikorelasikan dengan data geologi lainnya yang diplot
pada skala kedalaman (Hamdallah, 2019).

Adapun pada suatu atribut seismik yaitu merupakan sebagai suatu informasi dasar
derivatif dari data seismik. Informasi dasar yang dapat diturunkan dari data
seismik adalah waktu, amplitudo, frekuensi dan atenuasi yang kemudian
digunakan sebagai dasar klasifikasi atribut seismik. Dimana pada umumnya
atribut turunan waktu akan cenderung memberikan informasi perihal struktur,
sedangkan atribut turunan amplitudo lebih cenderung memberikan informasi
perihal stratigrafi dan reservoir. Atribut-atribut yang terdapat umumnya adalah
atribut hasil pengolahan poststack yang dapat diekstrak sepanjang satu horizon
atau dijumlahkan sepanjang kisaran window tertentu (Brown, 1977).
5

Adapun pada suatu data sumur yaitu merupakan data yang memiliki domain
kedalaman sedangkan data seismik merupakan data yang memiliki domain waktu.
Berdasarkan hal ini maka antara data sumur dan data seismik dapat dikorelasikan
dengan cara pengikatan antara data sumur dengan data seismik. Well seismic tie
adalah proses pengikatan data sumur terhadap data seismik. Data sumur yang
diperlukan untuk well seismic tie adalah sonic (DT), density (RHOB), dan
Checkshot. Pada data sumur terdapat data check-shot yang digunakan sebagai
pengikat data sumur yang berdomain kedalaman dan data seismik yang berdomain
waktu. Akan tetapi, masih memiliki nilai koefisian korelasi yang kecil, sehingga
dibutuhkan suatu peningkatan nilai koefisien korelasi agar data sumur dan data
seismik dapat terikat dengan baik (Sukmono, 2000).

Pada data well tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu untuk menghilangkan efek
washout zone, cashing shoe, dan artifak-artifak lainnya. Sebagaimana yang kita
ketahui, data seismic umumnya berada dalam domain waktu (TWT) sedangkan
data well berada dalam domain kedalaman. Adapun sebelum melakukan
pengikatan, langkah awal yang harus dilakukan yaitu berupa konversi data sumur
ke domain waktu. Berdasarkan pada konversi ini, yaitu memerlukan data sonic
log dan Checkshot. Data sonic log dan Checkshot memiliki kelemahan dan
keunggulan masing-masing. Kelemahan data sonic diantaranya adalah sangat
rentan terhadap perubahan lokal di sekitar lubang bor seperti washout zone,
perubahan litologi yang tiba-tiba, serta hanya mampu mengukur formasi batuan
sedalam 1 sampai dengan 2 feet. Sedangkan kelemahan data Checkshot adalah
resolusinya tidak sedetail sonic. Untuk menutupi kelemahan satu sama lain ini,
maka kita melakukan koreksi dengan memproduksi sonic corrected Checkshot.
Berdasarkan besarnya koreksi Checkshot terhadap sonic disebut dengan drift
(Mitchum, 1997).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

Gambar 1. Modul Praktikum Seistra

Gambar 2. Laptop

Gambar 3. Software Hampson Russell


7

B. Diagram Alir
Adapun langkah-langkah praktikum ini dapat dirincikan dalam diagram alir
berikut.

Mulai

Menginput data log seismik

Melakukan cekout correction

Mengestrak statistical wavelet

Melakukan log correlation

Data Log Seismik yang


terkorelasi

Selesai

Gambar 4. Diagram Alir


8

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan praktikum kali ini terlampir pada lampiran.

B. Pembahasan

Praktikum kali ini dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2022 dan menjelaskan
mengenai Well to seismic tie. Adapun dalam praktikum kali ini menggunakan
software Hampson Russel. Well to seismic tie adalah proses pengikatan data
sumur terhadap data seismik. Data sumur yang diperlukan untuk well seismic
tie adalah sonic (DT), density (RHOB), dan Checkshot. Well seismic tie ini
yaitu digunakan untuk mengetahui parameter-parameter yang terkandung
dalam data seismik berupa fasa, polaritas dan frekuensi serta mengetahui
posisi horizon. Dimana sebelum dilakukan diproses, data well tersebut harus
dikoreksi terlebih dahulu yang bertujuan untuk menghilangkan efek washout
zone, cashing shoe, dan artifak-artifak lainnya. Dimana dalam proses
pengikatan data log ke data sumur ini yaitu diperlukannya ketelitian dan
korelasi maksimal agar data yang dihasilkan dianggap memiliki kedalaman
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Proses yang dilakukan pada
praktikum kali ini yaitu melakukan input data seismik. Kemudian dilakukan
well seismic tie, dengan tahapan pertama berupa Checkshot. Digunakan data
berupa log sonic dan log densitas. Log densitas ini mampu mengukur berat
jenis batuan yang kemudian digunakan sebagai penentuan porositas batuan
tersebut, dapat membedakan minyak dan gas dalam ruang pori-pori. Pada log
densitas ini kemudian dilakukan proses perkalian pada P-wave terkoreksi
Checkshot. Pada langkah ini, data yang digunakan adalah data sonik (p-wave)
dan data Checkshot. Checkshot ini dilakukan sebagai fungsi dalam melakukan
konversi antara data sumur yang merupakan data domain kedalaman terhadap
data seismik yang memiliki domain waktu. Adapun tahapan berikutnya yaitu
meng-extract wavelet. Dimana wavelet ini sebagai langkah awal pada proses
pengikatan data seismik dan data sumur. Wavelet sendiri yaitu merupakan
kumpulan dari sejumlah gelombang harmonik yang mempunyai amplitudo,
frekuensi, dan fasa tertentu. Pada umumnya, terdapat empat macam jenis
wavelet berdasarkan pada fase gelombangnya, yaitu wavelet fase nol, fase
maksimum, fase minimum, dan fase campuran. Adapun tahapan selanjutnya
yaitu membuat seismogram sintetik sebagai hasil konvolusi dari koefisien
reflektifitas terhadap wavelet. Koefisien reflektifitas tersebut dapat dari hasil
9

perubahan impedansi akustik atau p-impedance. Adapun pada nilai perubahan


impedansi akustik didapatkandari perkalian log densitas terhadap
logkecepatan gelombang atau dapat disebut sebagai p-wave. Pada tahapan
wavelet tersebut akan didapatkan kurva wavelet time response pada tiap
sumur. Berdasarkan pada hasil seismogram sintetik yang menyerupai bentuk
trace seismik asli, akan digunakan sebagai well seismic tie. Impedansi akustik
(AI) sendiri merupakan suatu kemampuan batuan untuk melewatkan
gelombang seismik yang merupakan hasil perkalian dari densitas batuan dan
kecepatan gelombang P. Tahapan selanjutnya yaitu melakukan cross
corellation, yaitu pada menu log correlation. Pada cross corellation ini
melakukan plot yang sesuai agar menghasilkan nilai current cor yang semakin
besar. Karena semakin besar korelasi maka akan semakin baik.

Pada umumnya, saat ini terdapat dua jenis konvesi polaritas yaitu terdapat
pada standar SEG (Society of Exporation Geophysicist) dan Standar Eropa.
Diketahui bahwa pada keduanya berkebalikan. Adapun polaritas yaitu
menggambarkan nilai koefisien refleksi positif atau negatif. Pada polaritas ini
dilakukan karena adanya ketidakpastian dari bentuk gelombang seismik yang
terekam sehingga dilakukan pendekatan bentuk polaritas yang berbeda yaitu
polaritas normal dan terbalik atau reverse. Adapun pada gambar 5 yaitu
merupakan suatu polaritas normal dan polaritas terbalik atau reverse untuk
sebuah wavelet fasa nol (zero phase) dan fasa minimum (minimum phase)
pada suatu koefisien refleksi atau reflection coefficient (KR atau RC)
meningkat pada saat RC positif dimana terjadi di batas air laut dengan
lempung atau dasar laut.

Polaritas didefinisikan sebagai tampilan wiggle seismik yang digambarkan


dalam penampang seismik. Refleksi amplitudo negatif pada tape rekaman
dapat digambarkan sebagai garis wiggle ke kiri atau ke kanan terhadap sumbu
waktu vertikal. Selain dengan wiggle seismik, polaritas juga sering
ditampilkan dalam loop seismik hitam atau putih. SEG (Society of Exporation
Geophysicist) mendefinisikan polaritas normal sebagai sinyal seismic positif
yang akan menghasilkan tekanan akustik positif pada hydrophone di air atau
pergerakan awal ke atas pada geophone di darat dan sinyal seismic yang
negative akan terekam sebagai nilai negatif pada tape defleksi negatif pada
monitor dan trough pada penampang seismik. Porositas mempunyai peranan
sangat kritis dalam interpretasi dan polaritas dapat ditentukan dari keterangan
penampang seismik, menghitung jenis polaritas untuk batas impedansi akustik
yang pasti, dan membandingkan data seismic dengan data sumur pada saat
pengikatan data seismik dan sumur.
10

Well tie adalah proses pengikatan data sumur (well) terhadap data seismik.
Data sumur yang diperlukan untuk well seismic tie adalah sonic (DT), density
(RHOB), dan Checkshot. Sebelum diproses, data well tersebut harus dikoreksi
terlebih dahulu untuk menghilangkan efek washout zone, cashing shoe, dan
artifak-artifak lainya. Sebagaimana yang kita ketahui, data seismik umumnya
berada dalam domain waktu (TWT) sedangkan data sumur berada dalam
domain kedalaman. Sehingga, sebelum melakukan pengikatan, langkah awal
yang harus kita lakukan adalah konversi data well ke domain waktu. Untuk
konversi ini, kita memerlukan data sonic log dan Checkshot. Proses
pengikatan data log ke data sumur ini perlu ketelitian dan korelasi maksimal
agar data yang dihasilkan dianggap memiliki kedalaman sesuai dengan kondisi
sesungguhnya. Well seismic tie adalah pekerjaan meletakkan horizon seismik
(dalam skala waktu) pada posisi kedalaman sebenarnya dan agar data seismik
dapat dikorelasikan dengan data geologi yang lain yang diplot pada skala
kedalaman dengan memindahkan data sumur kedalam seismik, sehingga
diketahui pelamparannya. Langkah pertama pada well seismic tie yaitu
melakukan Checkshot dengan data yang digunakan adalah data sonik (pwave)
dan data Checkshot. Kegunaan dari korelasi Checkshot adalah untuk
melakukan konversi antara data sumur yang merupakan data domain
kedalaman terhadap data seismik yang memiliki domain waktu. Kemudian
mengekstraksi wavelet. Setelah melakukan proses ekstraksi wavelet lalu dapat
dibuat hasil seismogram sintetik yang merupakan hasil konvolusi dari
koefisien reflektifitas terhadap wavelet. Koefisien reflektifitas didapatkan dari
hasil perubahan impedansi akustik (p-impedance). Nilai perubahan impedansi
akustik didapatkan dari perkalian log densitas terhadap log kecepatan
gelombang (p-wave). Hasil seismogram sintetik ini dianggap telah mirip
dengan bentuk trace seismik aslinya akan digunakan untuk well seismic tie.

Untuk mengetahui kesamaan lapisan tersebut kita dapat membaca pola dari
log sumur baik itu log gamma ray, resistivity, neutron, density maupun
photoelectric dan juga bila perlu dikalibrasi dengan data sampel cutting dan
side wall core untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Lapisan dengan
litologi sejenis dan memiliki umur geologi yang sama diasumsikan akan

Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah : 1. Well seismic
tie adalah pekerjaan meletakkan horizon seismik (dalam skala waktu) pada
posisi kedalaman sebenarnya dan agar data seismik dapat dikorelasikan
dengan data geologi yang lain yang diplot pada skala kedalaman dengan
memindahkan data sumur kedalam seismik, sehingga diketahui
pelamparannya. 2. Polaritas didefinisikan sebagai tampilan wiggle seismik
yang digambarkan dalam penampang seismik. Polaritas ini dilakukan karena
adanya ketidakpastian dari bentuk gelombang seismik yang terekam sehingga
11

dilakukan pendekatan bentuk polaritas yang berbeda yaitu polaritas normal


dan terbalik atau reverse. 3. Suatu polaritas normal dan polaritas terbalik atau
reverse untuk sebuah wavelet fasa nol (zero phase) dan fasa minimum
(minimum phase) pada suatu koefisien refleksi atau reflection coefficient (KR
atau RC) meningkat pada saat RC positif dimana terjadi di batas air laut
dengan lempung atau dasar laut. 4. Well tie adalah proses pengikatan data
sumur (well) terhadap data seismik. Data sumur yang diperlukan untuk well
seismic tie adalah sonic (DT), density (RHOB), dan Checkshot. Sebelum
diproses, data well tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu untuk
menghilangkan efek washout zone, cashing shoe, dan artifak-artifak lainya. 5.
Pada sumur Boreas didapatkan nilai korelasi 0,011, sumur Kronos sebesar
0,624, sumur Pharos sebesar 0,747, sumur Poseidon 0,030, dan sumur Proteus
sebesar 0,447. 6. Dari kelima sumur yang telah diolah menghasilkan satu
sumur dengan nilai korelasi yang sudah baik. Dimana diketahui bahwa nilai
korelasi yang baik yaitu berkisar antara diatas 0,7 dan sumur Pharos memiliki
nilai korelasi sebesar 0,747.
V. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :

1. Well seismic tie adalah pekerjaan meletakkan horizon seismik (dalam skala
waktu) pada posisi kedalaman sebenarnya dan agar data seismik dapat
dikorelasikan dengan data geologi yang lain yang diplot pada skala kedalaman
dengan memindahkan data sumur kedalam seismik, sehingga diketahui
pelamparannya.
2. Polaritas didefinisikan sebagai tampilan wiggle seismik yang digambarkan
dalam penampang seismik. Polaritas ini dilakukan karena adanya
ketidakpastian dari bentuk gelombang seismik yang terekam sehingga
dilakukan pendekatan bentuk polaritas yang berbeda yaitu polaritas normal
dan terbalik atau reverse.
3. Suatu polaritas normal dan polaritas terbalik atau reverse untuk sebuah
wavelet fasa nol (zero phase) dan fasa minimum (minimum phase) pada suatu
koefisien refleksi atau reflection coefficient (KR atau RC) meningkat pada saat
RC positif dimana terjadi di batas air laut dengan lempung atau dasar laut.
4. Well tie adalah proses pengikatan data sumur (well) terhadap data seismik.
Data sumur yang diperlukan untuk well seismic tie adalah sonic (DT), density
(RHOB), dan Checkshot. Sebelum diproses, data well tersebut harus dikoreksi
terlebih dahulu untuk menghilangkan efek washout zone, cashing shoe, dan
artifak-artifak lainya.
5. Pada sumur Boreas didapatkan nilai korelasi 0,011, sumur Kronos sebesar
0,624, sumur Pharos sebesar 0,747, sumur Poseidon 0,030, dan sumur Proteus
sebesar 0,447.
6. Dari kelima sumur yang telah diolah menghasilkan satu sumur dengan nilai
korelasi yang sudah baik. Dimana diketahui bahwa nilai korelasi yang baik
yaitu berkisar antara diatas 0,7 dan sumur Pharos memiliki nilai korelasi
sebesar 0,747.
DAFTAR PUSTAKA

Dikman, S. Susilo, A. dan Sabbeq, S. 2015. Korelasi Data Log Sumur dan
Seismik untuk Penyebaran Litologi dan Porositas Reservoir Hidrokarbon
Formasi Gumai Cekungan Sumatera Selatan. Jurnal Geologi Natural. Vol. 3,
No. 2 (167-174).

Koesoemadinata, R. Prayatna (1980), Geologi minyak dan gas bumi, Penerbit


ITB, Bandung.

Mastoadji, E. K. 2007. Basic Well Log Interpretation. Handout of AAPG SC


UNDIP Course.

Wijaya, H. 2006. Korelasi Well Log. Department of Geology: Diponegoro


University. Semarang.

Walker, R. G. dan James, P. 1992. Facies Models : Response to Sea Level


Change, 2nd ed. Geological Assosiation of Canada: Canada.

Brown L, F, Jr., dan Fisher, W, L. 1977. Seismic-Stratigraphic Interpretation of


Depositional Systems: Examples from Brazilian Rift and Pull-Apart Basins:
Section 2. Application of Seismic Reflection Configuration to Stratigraphic
Interpretation. AAPG: Datapages Combined Publications Database, (213-
248).

Hamdalah, Hafiz. 2019 Buku Panduan Praktikum Seismik Refleksi 2017.


Yogyakarta: Laboratorium Geofisika Eksplorasi Program Studi Teknik
Geofisika Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta.

Sukmono, S. 2000. Seismik Inversi untuk Karakterisasi Reservoir. Bandung:


Institut Teknologi Bandung. Telford, W. M., Geldart, L. P.,and Sheriff, R. E.,
1990. Applied Geophysics, Second Edition. New York: Cambridge Univ.
Press.

Telford, W. M., Geldart, L. P.,and Sheriff, R. E., 1990. Applied Geophysics,


Second Edition. New York: Cambridge Univ. Press. Vail, P. R., Mitchum, R.
M., Todd, J.R., Widmer J.M., Thomson III, S., Sangree, J.B., Bubb, J.N.
(1977), Seismic stratigraphy and global changes of sea level, Part 1-11,
AAPG Memoir 26th, p.49-212.

Mitchum Jr., P.R., Vail, dan J.B. Sangree. 1977. Stratigraphic Interpretation Of
Seismic Reflection Patterns In Depositional Sequences. AAPG Memoir;
Seismic Stratigraphy - Applications to Hydrocarbon Exploration 26, 117–
133.

R. Purnamasari, Ekstraksi Properti Reservoir dari Attribut Seismik 3-D Dengan


Metoda Inversi dan Geostatistik di Lapangan ‘X’ Universitas Indonesia,
2008.
LAMPIRAN
Gambar 6. Lembar Pretest
1. Sumur Boreas
2. Sumur Kronos
2. Sumur Pharos
4. Sumur Poseidon

Anda mungkin juga menyukai