LAPORAN INVESTIGASI
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK RINJANI B
ARYO BIMO PRATAMA (2006523565)
BENITA ARYANI (2006571532)
DEVA FITRIANTI RAHAYU (2006524302)
NAUFAL FAIZ DERMAWAN (2006531573)
YUDHA ADI PUTRA (2006571646)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
BAB V
PENUTUP 7
5.1 Kesimpulan 7
5.2 Saran 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara garis besar geofisika adalah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk
mengetahui dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan bumi, atau dapat pula
diartikan mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika (Santoso, 2002).
Metode Geofisika diaplikasikan untuk mengukur kontras fisik di dalam bumi dengan dua
jenis metode yakni metode aktif dan metode pasif. Metode pasif adalah metode yang
digunakan untuk mengukur medan alami yang dipancarkan bumi, misalnya metode gravitasi
dan metode magnetik. Sedangkan metode aktif dilakukan dengan membuat medan buatan
kemudian mengukur respons yang diberikan bumi, misalnya metode resistivity dan seismik.
Data yang menjadi output akuisisi menggunakan masing-masing metode geofisika
termasuk kontras fisik atau anomali yang ada nantinya akan diolah dan dihasilkan model
yang dapat digunakan untuk mencerminkan keadaan nyata bawah permukaan untuk
kemudian diinterpretasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mempelajari, memahami, dan menambah pengetahuan identifikasi masing-masing
metode geofisika.
2. Mempelajari kelebihan dan limitasi masing-masing metode geofisika..
3. Mampu membuat penampang dari hasil akuisisi data tiap metode yang digunakan.
4. Mengetahui bentuk dan kondisi dan struktur geologi yang ada di lokasi penelitian.
5. Mendapatkan informasi geofisika daerah Bayat berupa delineasi zona intrusi dan
struktur, serta hubungan antar formasi batuan dengan integrasi data geologi
permukaan pada daerah penelitian
6. Mempelajari karakteristik lapisan batuan secara vertikal dan lateral pada lokasi
penelitian.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan bidang ilmu
geofisika dalam operasional dari suatu penelitian di lapangan.
2. Meningkatkan kapasitas dan kualitas dengan melibatkan diri secara langsung dalam
kegiatan di lapangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Geologi Regional Bayat
Secara fisiografis Perbukitan Bayat merupakan suatu inlier dari batuan Pra Tersier dan
Tersier di sekitar endapan Kuarter, yang terutama terdiri dari endapan fluvio-vulkanik dari
Merapi. Elevasi tertinggi dari Puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 meter diatas
muka laut, sehingga perbukitan tersebut dapat disebut perbukitan rendah. Perbukitan itu
tersebar menurut jalur yang arahnya berbeda.
Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf berupa
filit, sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat untuk batuan malihan
didasarkan fosil tunggal Orbitolina yang ditemukan oleh Bothe (1927) di dalam fragmen
konglomerat yang menunjukkan umur Kapur. Dikarenakan umur batuan sedimen tertua yang
menutup batuan malihan tersebut berumur awal Tersier (batu pasir batu gamping Eosen),
maka umur batuan malihan tersebut disebut batuan Pre-Tertiary Rocks.
Di atas batuan malihan adalah batu pasir yang tidak gampingan sampai sedikit
gamping dan batu lempung, kemudian di atasnya tertutup oleh batu gamping yang
mengandung fosil nummulites yang melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping
Discocyclina, menunjukkan lingkungan laut dalam. Keberadaan foraminifera besar ini
berwarna dengan foraminifera planktonik yang sangat jarang ditemukan di dalam batu
lempung gampingan, menunjukkan umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas. Secara resmi,
batuan berumur Eosen ini disebut Formasi Wungkal-Gamping. Keduanya, batuan malihan
dan Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh batuan beku menengah bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utama Gunung Pendul, yang terletak di
bagian timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike. Singkapan batuan beku di
Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi di atas batuan Eosen yang miring ke
arah selatan. Batuan beku ini secara stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu gamping
yang masih mempunyai kemiringan lapisan ke arah selatan. Ditafsirkan bahwa batuan beku
tersebut adalah merupakan leher/ neck dari gunung api Oligosen.
Sebelum kala Eosen tengah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut disebabkan
oleh pengangkatan atau penurunan muka air laut selama periode akhir oligosen. Proses erosi
tersebut telah menurunkan permukaan daratan yang ada, kemudian disusul oleh periode
transgresi dan menghasilkan pengendapan batugamping dimulai pada kala Miosen Tengah.
Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut mempunyai ciri litologi yang sama dengan Formasi Oyo
yang tersingkap lebih banyak di Pegunungan Selatan atau daerah Sambipitu Nglipar dan
sekitarnya. (Dikutip dari tulisan yang disusun berdasarkan Wartono Rahardjo, Dosen
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada)
2.2 Teori Dasar
2.1.1 Metode AMT
Magnetotelurik merupakan metode geofisika yang mengukur secara pasif medan
elektromagnetik alam yang dipancarkan oleh bumi. Medan listrik dan medan magnet
merupakan parameter yang berhubungan dengan arus telurik yang mengalir di bumi sebagai
akibat dari variasi medan elektromagnetik alami bumi yang bergantung pada sifat kelistrikan
terutama konduktivitas medium. Perbandingan antara medan listrik dengan medan magnet
yang saling tegak lurus disebut impedansi.
AMT menggunakan frekuensi dari rentang 0,1 Hz hingga 10 kHz. Sumber medan
elektromagnetik pada frekuensi yang cukup rendah (kurang dari 1 Hz) berasal dari interaksi
antara partikel yang dikeluarkan oleh matahari sedangkan frekuensi tinggi (lebih dari 1 Hz)
akibat dari aktivitas kilat. Arus telurik timbul karena proses ionisasi hidrogen menjadi plasma
yang terjadi di permukaan matahari. Plasma yang mengandung proton dan neutron memiliki
kecepatan rendah dan berubah terhadap waktu (solar wind). Apabila solar wind berdekatan
dengan medan magnet bumi, maka muatan positif dan muatan negatif yang terdapat dalam
plasma akan terpisah dengan arah yang berlawanan, sehingga menimbulkan arus listrik dan
medan EM. Medan EM yang dibawa oleh angin matahari akan terus menjalar sampai ke
lapisan ionosfer dan terjadi interaksi dengan lapisan ionosfer. Interaksi tersebut menyebabkan
terjadinya gelombang EM yang mengalir di lapisan ionosfer tersebut. Gelombang EM
tersebut kemudian menjalar sampai ke permukaan bumi dengan sifat berfluktuasi terhadap
waktu. Apabila medan EM tersebut menembus permukaan bumi, maka akan berinteraksi
dengan material bumi yang dapat bersifat sebagai konduktor. Arus induksi ini akan
menginduksi ke permukaan bumi sehingga terjadi arus eddy yang dikenal sebagai arus
telurik. Informasi mengenai tahanan jenis medium yang terdapat pada data MT dapat
diperoleh dari persamaan Maxwell mengenai medan magnet dan medan listrik. Persamaan
menunjukkan sifat penjalaran gelombang pada medan elektromagnetik yang memiliki sifat
difusif dan akustik. Sifat penjalaran medan ini tergantung pada frekuensi yang digunakan.
Apabila frekuensi yang digunakan tinggi (GHz/MHz) maka sifat akustik yang mendominasi.
Sedangkan pada metode magnetotellurik yang menggunakan gelombang frekuensi rendah
maka sifat difusif yang mendominasi gelombang.
2.1.2 Metode Gravitasi
Metode gravitasi merupakan metode gofisika yang memanfaatkan perbedaan massa
jenis batuan penyusun untuk menentukan benda atau struktur batuan yang terdapat di bawah
permukaan bumi. Perbedaan massa jenis batuan penyusun menyebabkan terjadinya anomali
gravitasi di permukaan bumi. Nilai perbedaan ini cenderung kecil sehingga dibutuhkan alat
yang memiliki ketelitian tinggi agar nilai tersebut dapat diukur dan dibandingkan antara suatu
titik pengukuran dengan titik pengukuran lainnya.
Terdapat tiga tahapan dalam eksplorasi menggunakan metode gravitasi yaitu akuisisi
data, pengolahan data, dan interpretasi. Pada tahap akuisi dilakukan pengukurang pada titik
yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap pengolahan akan dilakukan beberapa koreksi
seperti drift correction, tide correction, terrain correction, bouger correction, dan free air
correction. Dari hasil pengolahan tersebut akan dihasilkan gambaran mengenai complete
bouger anomaly (CBA), Anomali regional dan residual, first horizontal derivative (FHD), dan
second vertical derivative (SVD). Pada tahapan interpretasi akan dilakukan analisa terhadapa
gambaran yang telah dihasilkan dari pengolahan data lapangan.
(b)
Gambar 3.2.2 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B57
Interpretasi:
- Pengukuran pada titik ini dilakukan pada lokasi dengan koordinat -7.767793,
110.663691 dengan elevasi 144 meter.
- Akuisisi AMT pada titik pertama menghasilkan 36 data AMT yang telah diinversi
oleh main unit secara otomatis.
- Titik B57 diukur pada lokasi geologi yang menunjukkan batuan aluvium tua, sehingga
diinterpretasikan mulai dari kedalaman 100 m hingga seterusnya termasuk lapisan
batuan aluvium.
- Dan lapisan paling atas merupakan batuan topsoil dengan nilai resistivitas rendah
diduga merupakan area resapan air.
(a)
(b)
Gambar 3.2.3 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B45
Interpretasi:
- Pengukuran titik kedua dilakukan pada lokasi dengan koordinat -7.769656,
110.663932 dengan elevasi 151 meter.
- Akuisisi pada titik kedua menghasilkan 23 data AMT yang telah diinversi oleh main
unit secara otomatis.
- Pengukuran berada pada lokasi batuan Diorit Pendur, dengan korelasi geologi dan
penyesuaian dengan harga resistivitas yang didapat maka lapisan mulai dari
kedalaman 100 m hingga 250 m diidentifikasi sebagai batuan diorit.
(a)
(b)
Gambar 3.2.4 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B01
Interpretasi:
- Titik ini diukur pada batuan yang termasuk dalam formasi semilir berupa tufa, lapili,
breksi piroklastik, kadang ada sisipan lempung dan batu pasir vulkanik.
- Pada lapisan paling atas diidentifikasi sebagai lapisan top soil sebagai area resapan
fluida meteorik.
- Pada kedalaman mulai dari 80 m hingga 300 m dari informasi nilai resistivitas dan
korelasi dengan data geologi, maka dapat diidentifikasikan bahwa lapisan ini
merupakan lapisan batuan basalt yang merupakan batuan vulkanik.
- Di lapisan terbawah diidentifikasikan sebagai batuan granit homogen.
(a)
(b)
Gambar 3.2.5 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B02
Interpretasi:
- Titik ini berada pada lokasi batuan yang dekat dengan Formasi Semilir
- Pada lapisan paling atas diidentifikasi sebagai lapisan top soil sebagai area resapan
fluida meteorik.
- Pada kedalaman mulai dari 80 m hingga 300 m dari informasi nilai resistivitas dan
korelasi dengan data geologi, maka dapat diidentifikasikan bahwa lapisan ini
merupakan lapisan batuan basalt yang merupakan batuan vulkanik.
- Di lapisan terbawah diidentifikasikan sebagai batuan granit homogen.
(a)
(b)
Gambar 3.2.6 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik A31
Interpretasi:
- Pada kedalaman paling dangkal batuan diinterpretasikan sebagai ground water/ top oil
dengan nilai resistivitas yang tidak tinggi atau rendah
- Ada respon dari A31 ternyata ada lonjakan resistivitas di kedalaman sekitar 200 m.
Resistivitasnya lebih besar daripada diorit yaitu sekitar 1000.
- Kemudian, jika dikaitkan dengan pembentukan batuan diorit yang merupakan
endapan dari granit yang lebih tua dengan nilai resistivitas dalam range yang tidak
jauh berbeda, maka diinterpretasikan mulai dari kedalaman 250 m merupakan lapisan
batuan granit.
(a)
(b)
Gambar 3.2.7 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik A32
Interpretasi:
- Bisa diasumsikan aluvial tua yang ada di A32 kemenerusannya kearah A31.
Resistivitas aluvial tua di A31 sekitar 1000 sedangkan di A32 resistivitasnya mengecil
sekitar 100 karena kemungkinan tersaturasi oleh air.
- Lokasi ini terletak pada lokasi dengan geologi regional diidentifikasi sebagai batuan
aluvium tua. Pasir vulkanik yang berasal dari gunung api Merapi yang masih aktif
mempengaruhi proses sedimentasi endapan aluvial terutama di sebelah utara dan barat
laut dari Perbukitan Jiwo.
- Lapisan aluvium berada diantara lapisan diorit dan juga granit.
(a)
(b)
Gambar 3.2.8 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B32
Interpretasi:
● Pada litologi pertama memiliki tingkat resistivitas yang rendah, yang diakibatkan oleh
adanya tingkat kebasahan permukaan. Dan pada titik ini karena lokasi akuisisi tidak
jauh dari titik B31 maka identifikasi litologi tidak jauh berbeda
● Pada litologi kedua terjadi kenaikan resistivitas yang tinggi yang kemungkinan
terdapat gua di bawah tanah atau ada alterasi oleh sulfida dan dari nilai resistivitas dan
lokasi yang terdapat pada Diorit Pendul diinterpretasikan sebagai batuan diorit.
● Sedangkan, pada litologi ketiga memiliki resistivitas yang konstan dan dengan
kedalaman yang sangat dalam menandakan litologi tersebut adalah homogen
(a)
(b)
Gambar 3.2.10 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B31
Interpretasi:
● Pada litologi pertama memiliki tingkat resistivitas yang rendah, yang diakibatkan oleh
adanya tingkat kebasahan permukaan.
● Pada litologi kedua terjadi kenaikan resistivitas yang tinggi yang kemungkinan
terdapat gua di bawah tanah atau ada alterasi oleh sulfida dan dari nilai resistivitas dan
lokasi yang terdapat pada Diorit Pendur diinterpretasikan sebagai batuan diorit.
● Sedangkan, pada litologi ketiga memiliki resistivitas yang konstan dan dengan
kedalaman yang sangat dalam menandakan litologi tersebut adalah homogen
Gambar 3.2.11 Korelasi Geologi Antara Titik A31, A32, dan B45
Gambar 3.2.12 Korelasi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Antara Titik A31, A32, dan B45
Interpretasi:
● Tiga titik yang ditarik untuk menentukan korelasi batuan adalah titik A31, A32, dan
B45
● Terdapat struktur patahan antara titik A31 dan A32
● Lapisan yang diinterpretasi berkorelasi antara ketiga titik ini adalah lapisan batuan
paling atas yakni top soil, kemudian lapisan diorit dan lapisan granit di posisi paling
bawah.
● Terbukti bahwa metode AMT dapat merepresentasikan litologi batuan bawah
permukaan dengan hasil pembacaan yang sama dengan hasil geologi yang
mengatakan titik berada pada batuan Diorit Pandur.
● Dengan batuan yang menerobos menjari di titik A31 sebagai batuan aluvium.
Gambar 3.2.13 Korelasi Geologi Antara Titik B57, B45, dan B32
Gambar 3.2.14 Korelasi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Antara Titik B57, B45 dan B32
Interpretasi:
● Tiga titik yang ditarik untuk menentukan korelasi batuan adalah titik B57, B45 dan
B32
● Terdapat struktur patahan antara titik B57 dan B45
● Lapisan yang diinterpretasi berkorelasi antara ketiga titik ini adalah lapisan batuan
paling atas yakni top soil, kemudian lapisan diorit dan lapisan granit di posisi paling
bawah.
● Terbukti bahwa metode AMT dapat merepresentasikan litologi batuan bawah
permukaan dengan hasil pembacaan yang sama dengan hasil geologi yang
mengatakan titik berada pada batuan Diorit Pandur.
● Dengan batuan yang menerobos menjari di titik B57 sebagai batuan aluvium dengan
lokasi penelitian memang terdapat di litologi aluvium tua.
2. Metode Gravitasi
Ilham, D. K. (2002). Eksplorasi Geofisika Dengan Metode Magnetik Untuk Identifikasi Awal
Cekungan Minyak Di Perairan Utara Cirebon (Doctoral dissertation, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember).
Priyantari, N., & A. Suprianto. 2009. Penentuan Kedalaman Bedrock Menggunakan Metode
Seismik Refraksi di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Jurnal
ILMU DASAR Vol. 10 No. 1.
Telford, W.M., Geldart, L.P. and Sheriff, R.E. (2010) Applied Geophysics. Cambridge:
Cambridge Univ. Press.