Anda di halaman 1dari 54

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN INVESTIGASI

UJIAN AKHIR SEMESTER

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK RINJANI B
ARYO BIMO PRATAMA (2006523565)
BENITA ARYANI (2006571532)
DEVA FITRIANTI RAHAYU (2006524302)
NAUFAL FAIZ DERMAWAN (2006531573)
YUDHA ADI PUTRA (2006571646)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI GEOFISIKA
DEPOK
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
BAB I
PENDAHULUAN 2
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
BAB II
LANDASAN TEORI 3
2.1 Geologi Regional Bayat 3
2.2 Teori Dasar 4
2.2.1 Metode AMT 4
2.2.2 Metode Gravitasi 5
2.2.3 Metode Seismik 6
2.2.4 Metode Magnetik 7
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 5
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 5
3.2 Pengolahan Data 5

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
BAB V
PENUTUP 7
5.1 Kesimpulan 7
5.2 Saran 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara garis besar geofisika adalah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk
mengetahui dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan bumi, atau dapat pula
diartikan mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika (Santoso, 2002).
Metode Geofisika diaplikasikan untuk mengukur kontras fisik di dalam bumi dengan dua
jenis metode yakni metode aktif dan metode pasif. Metode pasif adalah metode yang
digunakan untuk mengukur medan alami yang dipancarkan bumi, misalnya metode gravitasi
dan metode magnetik. Sedangkan metode aktif dilakukan dengan membuat medan buatan
kemudian mengukur respons yang diberikan bumi, misalnya metode resistivity dan seismik.
Data yang menjadi output akuisisi menggunakan masing-masing metode geofisika
termasuk kontras fisik atau anomali yang ada nantinya akan diolah dan dihasilkan model
yang dapat digunakan untuk mencerminkan keadaan nyata bawah permukaan untuk
kemudian diinterpretasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mempelajari, memahami, dan menambah pengetahuan identifikasi masing-masing
metode geofisika.
2. Mempelajari kelebihan dan limitasi masing-masing metode geofisika..
3. Mampu membuat penampang dari hasil akuisisi data tiap metode yang digunakan.
4. Mengetahui bentuk dan kondisi dan struktur geologi yang ada di lokasi penelitian.
5. Mendapatkan informasi geofisika daerah Bayat berupa delineasi zona intrusi dan
struktur, serta hubungan antar formasi batuan dengan integrasi data geologi
permukaan pada daerah penelitian
6. Mempelajari karakteristik lapisan batuan secara vertikal dan lateral pada lokasi
penelitian.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan bidang ilmu
geofisika dalam operasional dari suatu penelitian di lapangan.
2. Meningkatkan kapasitas dan kualitas dengan melibatkan diri secara langsung dalam
kegiatan di lapangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Geologi Regional Bayat
Secara fisiografis Perbukitan Bayat merupakan suatu inlier dari batuan Pra Tersier dan
Tersier di sekitar endapan Kuarter, yang terutama terdiri dari endapan fluvio-vulkanik dari
Merapi. Elevasi tertinggi dari Puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 meter diatas
muka laut, sehingga perbukitan tersebut dapat disebut perbukitan rendah. Perbukitan itu
tersebar menurut jalur yang arahnya berbeda.
Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf berupa
filit, sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat untuk batuan malihan
didasarkan fosil tunggal Orbitolina yang ditemukan oleh Bothe (1927) di dalam fragmen
konglomerat yang menunjukkan umur Kapur. Dikarenakan umur batuan sedimen tertua yang
menutup batuan malihan tersebut berumur awal Tersier (batu pasir batu gamping Eosen),
maka umur batuan malihan tersebut disebut batuan Pre-Tertiary Rocks.
Di atas batuan malihan adalah batu pasir yang tidak gampingan sampai sedikit
gamping dan batu lempung, kemudian di atasnya tertutup oleh batu gamping yang
mengandung fosil nummulites yang melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping
Discocyclina, menunjukkan lingkungan laut dalam. Keberadaan foraminifera besar ini
berwarna dengan foraminifera planktonik yang sangat jarang ditemukan di dalam batu
lempung gampingan, menunjukkan umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas. Secara resmi,
batuan berumur Eosen ini disebut Formasi Wungkal-Gamping. Keduanya, batuan malihan
dan Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh batuan beku menengah bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utama Gunung Pendul, yang terletak di
bagian timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike. Singkapan batuan beku di
Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi di atas batuan Eosen yang miring ke
arah selatan. Batuan beku ini secara stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu gamping
yang masih mempunyai kemiringan lapisan ke arah selatan. Ditafsirkan bahwa batuan beku
tersebut adalah merupakan leher/ neck dari gunung api Oligosen.
Sebelum kala Eosen tengah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut disebabkan
oleh pengangkatan atau penurunan muka air laut selama periode akhir oligosen. Proses erosi
tersebut telah menurunkan permukaan daratan yang ada, kemudian disusul oleh periode
transgresi dan menghasilkan pengendapan batugamping dimulai pada kala Miosen Tengah.
Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut mempunyai ciri litologi yang sama dengan Formasi Oyo
yang tersingkap lebih banyak di Pegunungan Selatan atau daerah Sambipitu Nglipar dan
sekitarnya. (Dikutip dari tulisan yang disusun berdasarkan Wartono Rahardjo, Dosen
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada)
2.2 Teori Dasar
2.1.1 Metode AMT
Magnetotelurik merupakan metode geofisika yang mengukur secara pasif medan
elektromagnetik alam yang dipancarkan oleh bumi. Medan listrik dan medan magnet
merupakan parameter yang berhubungan dengan arus telurik yang mengalir di bumi sebagai
akibat dari variasi medan elektromagnetik alami bumi yang bergantung pada sifat kelistrikan
terutama konduktivitas medium. Perbandingan antara medan listrik dengan medan magnet
yang saling tegak lurus disebut impedansi.
AMT menggunakan frekuensi dari rentang 0,1 Hz hingga 10 kHz. Sumber medan
elektromagnetik pada frekuensi yang cukup rendah (kurang dari 1 Hz) berasal dari interaksi
antara partikel yang dikeluarkan oleh matahari sedangkan frekuensi tinggi (lebih dari 1 Hz)
akibat dari aktivitas kilat. Arus telurik timbul karena proses ionisasi hidrogen menjadi plasma
yang terjadi di permukaan matahari. Plasma yang mengandung proton dan neutron memiliki
kecepatan rendah dan berubah terhadap waktu (solar wind). Apabila solar wind berdekatan
dengan medan magnet bumi, maka muatan positif dan muatan negatif yang terdapat dalam
plasma akan terpisah dengan arah yang berlawanan, sehingga menimbulkan arus listrik dan
medan EM. Medan EM yang dibawa oleh angin matahari akan terus menjalar sampai ke
lapisan ionosfer dan terjadi interaksi dengan lapisan ionosfer. Interaksi tersebut menyebabkan
terjadinya gelombang EM yang mengalir di lapisan ionosfer tersebut. Gelombang EM
tersebut kemudian menjalar sampai ke permukaan bumi dengan sifat berfluktuasi terhadap
waktu. Apabila medan EM tersebut menembus permukaan bumi, maka akan berinteraksi
dengan material bumi yang dapat bersifat sebagai konduktor. Arus induksi ini akan
menginduksi ke permukaan bumi sehingga terjadi arus eddy yang dikenal sebagai arus
telurik. Informasi mengenai tahanan jenis medium yang terdapat pada data MT dapat
diperoleh dari persamaan Maxwell mengenai medan magnet dan medan listrik. Persamaan
menunjukkan sifat penjalaran gelombang pada medan elektromagnetik yang memiliki sifat
difusif dan akustik. Sifat penjalaran medan ini tergantung pada frekuensi yang digunakan.
Apabila frekuensi yang digunakan tinggi (GHz/MHz) maka sifat akustik yang mendominasi.
Sedangkan pada metode magnetotellurik yang menggunakan gelombang frekuensi rendah
maka sifat difusif yang mendominasi gelombang.
2.1.2 Metode Gravitasi
Metode gravitasi merupakan metode gofisika yang memanfaatkan perbedaan massa
jenis batuan penyusun untuk menentukan benda atau struktur batuan yang terdapat di bawah
permukaan bumi. Perbedaan massa jenis batuan penyusun menyebabkan terjadinya anomali
gravitasi di permukaan bumi. Nilai perbedaan ini cenderung kecil sehingga dibutuhkan alat
yang memiliki ketelitian tinggi agar nilai tersebut dapat diukur dan dibandingkan antara suatu
titik pengukuran dengan titik pengukuran lainnya.
Terdapat tiga tahapan dalam eksplorasi menggunakan metode gravitasi yaitu akuisisi
data, pengolahan data, dan interpretasi. Pada tahap akuisi dilakukan pengukurang pada titik
yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap pengolahan akan dilakukan beberapa koreksi
seperti drift correction, tide correction, terrain correction, bouger correction, dan free air
correction. Dari hasil pengolahan tersebut akan dihasilkan gambaran mengenai complete
bouger anomaly (CBA), Anomali regional dan residual, first horizontal derivative (FHD), dan
second vertical derivative (SVD). Pada tahapan interpretasi akan dilakukan analisa terhadapa
gambaran yang telah dihasilkan dari pengolahan data lapangan.

Gambar 2.1.2 Tabel Densitas Batuan dan Mineral


2.1.3 Metode Seismik Refraksi
Menurut Docherty dan Boschettin et al., Metode Seismik biasanya digunakan dalam
menentukan struktur lapisan karena mempunyai ketepatan serta resolusi yang tinggi di dalam
menentukan struktur geologi, metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi variasi lateral
maupun kedalaman dalam parameter fisis yang relevan yaitu kecepatan seismik,
memungkinkan untuk mendeteksi langsung keberadaan hidrokarbon, dan dapat
menampakkan citra struktur bawah permukaan.
Metode Seismik Refraksi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai struktur geologi bawah permukaan yang didasarkan pada
sifat penjalaran gelombang yang mengalami refraksi dengan melalui bidang batas yang
memisahkan suatu lapisan dengan lapisan di bawahnya dengan danya kecepatan gelombang
yang lebih besar.
Menurut Susilawati (2004), prinsip Huygens dalam metode seismik refraksi
diasumsikan bahwa Titik-titik yang dilewati gelombang akan menjadi gelombang baru.
Wavefront yang menjalar menjauhi sumber adalah superposisi dari beberapa muka
gelombang yang dihasilkan oleh sumber gelombang baru tersebut. Metode seismik refraksi
yang di ukur adalah waktu tempuh gelombang dari sumber menuju geophone. Berdasarkan
bentuk kurva waktu tempuh terhadap jarak, dapat ditafsirkan kondisi batuan di daerah
penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1.3 Data Kecepatan Gelombang Primer


2.1.4 Metode Magnetik
Metode Geomagnet adalah salah satu metode geofisika yang digunakan untuk
menyelidiki kondisi permukaan bumi dengan memanfaatkan sifat kemagnetan batuan
yang diidentifikasikan oleh kerentanan magnet batuan. Metode Ini didasarkan pada
pengukuran variasi intensitas magnetik di permukaan bumi yang disebabkan adanya
variasi distribusi (anomali) benda termagnetisasi dibawah permukaan bumi. Dalam
metode geomagnetik ini, bumi diyakini sebagai batang magnet raksasa dimana
medan magnet utama bumi dihasilkan. Kerak bumi menghasilkan medan magnet jauh lebih
kecil daripada medan utama magnet yang dihasilkan bumi secara keseluruhan. Teramatinya
medan magnet pada bagian bumi tertentu, biasanya disebut anomali magnetik yang
dipengaruhi suseptibilitas batuan tersebut dan remanen magnetiknya. Berdasarkan pada
anomali magnetik batuan ini, pendugaan sebaran batuan yang dipetakan baik secara lateral
maupun vertikal.
Eksplorasi menggunakan metode magnetik, pada dasarnya terdiri atas tiga tahap :
akuisisi data lapangan, processing, interpretasi. Setiap tahap terdiri dari beberapa perlakuan
atau kegiatan.Pada tahap akuisisi, dilakukan penentuan titik pengamatan dan pengukuran
dengan satu atau dua alat. Untuk koreksi data pengukuran dilakukan pada tahap
processing .Koreksi pada metode magnetik terdiri atas koreksi harian (diurnal),
koreksi topografi (terrain) dan koreksi lainnya. Sedangkan untuk interpretasi dari
hasil pengolahan data dengan menggunakan software diperoleh peta anomali magnetik.
Metode ini didasarkan pada perbedaan tingkat magnetisasi suatu batuanyang
diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya perbedaan sifat
kemagnetan suatu material. Kemampuan untuk termagnetisasi tergantung dari
suseptibilitas magnetik masing-masing batuan.Harga suseptibilitas ini sangat penting di
dalam pencarian benda anomali karena sifat yang khas untuk setiap jenis mineral atau
mineral logam. Harganya akan semakin besar bila jumlah kandungan mineral magnetik pada
batuan semakin banyak.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Akuisisi data menggunakan empat metode geofisika dilakukan selama empat hari
dibagi menjadi empat kelompok pengukuran yang menjalankan pengukuran berbeda di tiap
harinya dimulai dari tanggal 26 September 2022 hingga 29 September 2022 berlokasi pada
beberapa titik di daerah Bayat berada kurang lebih 25 km di sebelah timur kota Yogyakarta.
Secara umum fisiografi Bayat dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah di sebelah utara
Kampus Lapangan terutama di sisi utara jalan raya Kecamatan Wedi yang disebut sebagai
area Perbukitan Jiwo (Jiwo Hills).

Gambar 3.1.1 Peta Geologi Lembar Klaten (Bayat), Jawa

3.2 Pengolahan Data


1. Metode AMT
Gambar 3.2.1 Nilai Resistivitas Batuan
(a)

(b)
Gambar 3.2.2 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B57

Interpretasi:

- Pengukuran pada titik ini dilakukan pada lokasi dengan koordinat -7.767793,
110.663691 dengan elevasi 144 meter.
- Akuisisi AMT pada titik pertama menghasilkan 36 data AMT yang telah diinversi
oleh main unit secara otomatis.
- Titik B57 diukur pada lokasi geologi yang menunjukkan batuan aluvium tua, sehingga
diinterpretasikan mulai dari kedalaman 100 m hingga seterusnya termasuk lapisan
batuan aluvium.
- Dan lapisan paling atas merupakan batuan topsoil dengan nilai resistivitas rendah
diduga merupakan area resapan air.

(a)

(b)
Gambar 3.2.3 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B45

Interpretasi:
- Pengukuran titik kedua dilakukan pada lokasi dengan koordinat -7.769656,
110.663932 dengan elevasi 151 meter.
- Akuisisi pada titik kedua menghasilkan 23 data AMT yang telah diinversi oleh main
unit secara otomatis.
- Pengukuran berada pada lokasi batuan Diorit Pendur, dengan korelasi geologi dan
penyesuaian dengan harga resistivitas yang didapat maka lapisan mulai dari
kedalaman 100 m hingga 250 m diidentifikasi sebagai batuan diorit.

(a)

(b)
Gambar 3.2.4 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B01
Interpretasi:
- Titik ini diukur pada batuan yang termasuk dalam formasi semilir berupa tufa, lapili,
breksi piroklastik, kadang ada sisipan lempung dan batu pasir vulkanik.
- Pada lapisan paling atas diidentifikasi sebagai lapisan top soil sebagai area resapan
fluida meteorik.
- Pada kedalaman mulai dari 80 m hingga 300 m dari informasi nilai resistivitas dan
korelasi dengan data geologi, maka dapat diidentifikasikan bahwa lapisan ini
merupakan lapisan batuan basalt yang merupakan batuan vulkanik.
- Di lapisan terbawah diidentifikasikan sebagai batuan granit homogen.

(a)
(b)
Gambar 3.2.5 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B02

Interpretasi:
- Titik ini berada pada lokasi batuan yang dekat dengan Formasi Semilir
- Pada lapisan paling atas diidentifikasi sebagai lapisan top soil sebagai area resapan
fluida meteorik.
- Pada kedalaman mulai dari 80 m hingga 300 m dari informasi nilai resistivitas dan
korelasi dengan data geologi, maka dapat diidentifikasikan bahwa lapisan ini
merupakan lapisan batuan basalt yang merupakan batuan vulkanik.
- Di lapisan terbawah diidentifikasikan sebagai batuan granit homogen.
(a)

(b)
Gambar 3.2.6 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik A31

Interpretasi:
- Pada kedalaman paling dangkal batuan diinterpretasikan sebagai ground water/ top oil
dengan nilai resistivitas yang tidak tinggi atau rendah
- Ada respon dari A31 ternyata ada lonjakan resistivitas di kedalaman sekitar 200 m.
Resistivitasnya lebih besar daripada diorit yaitu sekitar 1000.
- Kemudian, jika dikaitkan dengan pembentukan batuan diorit yang merupakan
endapan dari granit yang lebih tua dengan nilai resistivitas dalam range yang tidak
jauh berbeda, maka diinterpretasikan mulai dari kedalaman 250 m merupakan lapisan
batuan granit.

(a)

(b)
Gambar 3.2.7 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik A32

Interpretasi:

- Bisa diasumsikan aluvial tua yang ada di A32 kemenerusannya kearah A31.
Resistivitas aluvial tua di A31 sekitar 1000 sedangkan di A32 resistivitasnya mengecil
sekitar 100 karena kemungkinan tersaturasi oleh air.

- Lokasi ini terletak pada lokasi dengan geologi regional diidentifikasi sebagai batuan
aluvium tua. Pasir vulkanik yang berasal dari gunung api Merapi yang masih aktif
mempengaruhi proses sedimentasi endapan aluvial terutama di sebelah utara dan barat
laut dari Perbukitan Jiwo.
- Lapisan aluvium berada diantara lapisan diorit dan juga granit.

(a)

(b)
Gambar 3.2.8 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B32

Interpretasi:
● Pada litologi pertama memiliki tingkat resistivitas yang rendah, yang diakibatkan oleh
adanya tingkat kebasahan permukaan. Dan pada titik ini karena lokasi akuisisi tidak
jauh dari titik B31 maka identifikasi litologi tidak jauh berbeda
● Pada litologi kedua terjadi kenaikan resistivitas yang tinggi yang kemungkinan
terdapat gua di bawah tanah atau ada alterasi oleh sulfida dan dari nilai resistivitas dan
lokasi yang terdapat pada Diorit Pendul diinterpretasikan sebagai batuan diorit.
● Sedangkan, pada litologi ketiga memiliki resistivitas yang konstan dan dengan
kedalaman yang sangat dalam menandakan litologi tersebut adalah homogen

(a)

(b)
Gambar 3.2.10 (a) Apparent resistivity pengukuran lapangan dan Grafik penyesuaian nilai
resistivitas di software; (b) True resistivity pengukuran lapangan dan Perlapisan batuan di
titik B31

Interpretasi:
● Pada litologi pertama memiliki tingkat resistivitas yang rendah, yang diakibatkan oleh
adanya tingkat kebasahan permukaan.
● Pada litologi kedua terjadi kenaikan resistivitas yang tinggi yang kemungkinan
terdapat gua di bawah tanah atau ada alterasi oleh sulfida dan dari nilai resistivitas dan
lokasi yang terdapat pada Diorit Pendur diinterpretasikan sebagai batuan diorit.
● Sedangkan, pada litologi ketiga memiliki resistivitas yang konstan dan dengan
kedalaman yang sangat dalam menandakan litologi tersebut adalah homogen

Gambar 3.2.11 Korelasi Geologi Antara Titik A31, A32, dan B45
Gambar 3.2.12 Korelasi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Antara Titik A31, A32, dan B45
Interpretasi:
● Tiga titik yang ditarik untuk menentukan korelasi batuan adalah titik A31, A32, dan
B45
● Terdapat struktur patahan antara titik A31 dan A32
● Lapisan yang diinterpretasi berkorelasi antara ketiga titik ini adalah lapisan batuan
paling atas yakni top soil, kemudian lapisan diorit dan lapisan granit di posisi paling
bawah.
● Terbukti bahwa metode AMT dapat merepresentasikan litologi batuan bawah
permukaan dengan hasil pembacaan yang sama dengan hasil geologi yang
mengatakan titik berada pada batuan Diorit Pandur.
● Dengan batuan yang menerobos menjari di titik A31 sebagai batuan aluvium.
Gambar 3.2.13 Korelasi Geologi Antara Titik B57, B45, dan B32

Gambar 3.2.14 Korelasi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Antara Titik B57, B45 dan B32
Interpretasi:
● Tiga titik yang ditarik untuk menentukan korelasi batuan adalah titik B57, B45 dan
B32
● Terdapat struktur patahan antara titik B57 dan B45
● Lapisan yang diinterpretasi berkorelasi antara ketiga titik ini adalah lapisan batuan
paling atas yakni top soil, kemudian lapisan diorit dan lapisan granit di posisi paling
bawah.
● Terbukti bahwa metode AMT dapat merepresentasikan litologi batuan bawah
permukaan dengan hasil pembacaan yang sama dengan hasil geologi yang
mengatakan titik berada pada batuan Diorit Pandur.
● Dengan batuan yang menerobos menjari di titik B57 sebagai batuan aluvium dengan
lokasi penelitian memang terdapat di litologi aluvium tua.
2. Metode Gravitasi

Gambar 3.2.15 Peta Pengukuran Metode Gravitasi


Pengolahan data CBA dan Data Cyling :
https://docs.google.com/spreadsheets/d/1-DBfqqM2nexvYACXOT-yTdrMLH72zbvg/
edit?usp=sharing&ouid=104824451643457910308&rtpof=true&sd=true

Gambar 3.2.16 Penghitungan CBA


Hasil CBA :

Gambar 3.2.17 Hasil CBA Oasis Montaj

Gambar 3.2.18 Hasil CBA Pada Peta Geologi


Hasil Anomali Regional :

Gambar 3.2.19 Hasil Peta Regional Oasis Montaj

Gambar 3.2.20 Peta Regional Pada Peta Geologi


Hasil Anomali Residual :

Gambar 3.2.21 Hasil Peta Residual Oasis Montaj

Gambar 3.2.22 Hasil Peta Residual Pada Peta Geologi


Hasil First Horizontal Derivative:

Gambar 3.2.23 Hasil FHD Oasis Montaj

Gambar 3.2.24 Hasil FHD Pada Peta Geologi


Hasil Second Vertical Derivative

Gambar 3.2.25 Hasil SVD Oasis Montaj

Gambar 3.2.26 Hasil SVD Pada Peta Geologi


Interpretasi
● Peta CBA merupakan peta distribusi anomali gaya berat di wilayah penelitian.
Nilai anomali ini merupakan nilai anomali gabungan dari anomali regional,
anomali residual dan noise. Nilai CBA dihasilkan setelah dilakukan koreksi
pada data melalui microsoft excel. Koreksi yang dilakukan antara lain drift
correction, tide correction, terrain correction, bouger correction, dan free air
correction. Nilai CBA tersebut dilakukan visualisasi menggunakan software
oasis montaj dan menghasilkan gambar 3.2.17. CBA pada wilayah penelitian
memiliki rentang anomali gravitasi dari 114.7 mGal hingga 135.6 mGal.
Anomali rendah memiliki rentang 114.7 mGal hingga 126.6 mGal dan berada
di daerah barat laut dan barat daya dari area penelitian. Anomali tinggi
memiliki rentang 131.4 mGal hingga 135.6 mGal dan berada di daerah barat
area penelitian. Anomali tinggi pada daerah penelitian diperkirakan berasal
dari batuan dengan densitas tinggi, sedangkan anomali rendah diperkirakan
berasal dari batuan dengan densitas yang relatif rendah. Jika disesuaikan
dengan peta geologi maka anomali rendah tersebut diakibatkan oleh alluvium
tua
● Anomali regional merupakan anomali gravitasi yang disebabkan oleh
perbedaan densitas batuan pada daerah yang lebih dalam. Pada daerah yang
dalam batuan akan cenderung seragam. Anomali regional dipisahkan
menggunakan bandpass filter sehingga menghasilkan gambar 3.2.19. Anomali
regional pada wilayah penelitian memiliki rentang anomali gravitasi dari 121.7
mGal hingga 132.9 mGal. Anomali rendah memiliki rentang 121.7 mGal
hingga 126.6 mGal dan berada di daerah barat area penelitian. Anomali tinggi
memiliki rentang 130.5 mGal hingga 132.9 mGal dan berada di daerah timur
area penelitian.
● Anomali residual merupakan anomali gravitasi yang disebabkan oleh
perbedaan densitas batuan pada daerah yang dangkal, Anomali residual
dipisahkan menggunakan bandpass filter dan menghasilkan gambar 3.2.21.
Anomali residual pada wilayah penelitian memiliki rentang anomali gravitasi
dari -9.4 mGal hingga 6.2 mGal. Anomali rendah memiliki rentang -9.4 mGal
hingga -2.1 mGal dan berada di daerah barat laut dan barat daya dari area
penelitian. Anomali tinggi memiliki rentang 1.9 mGal hingga 6.2 mGal dan
berada di daerah barat area penelitian.
● Metode First Horizontal Derivative (FHD) diterapkan pada data gravitasi
untuk menganalisis patahan pada wilayah studi. FHD dapat digunakan untuk
menganalisis variasi spasial dalam medan gravitasi, seperti perubahan dalam
akselerasi gravitasi atau potensial, sebagai fungsi jarak atau posisi. Untuk
mengetahui posisi struktur FHD akan dikombinasikan dengan SVD
● Metode Second Vertical Derivative (SVD) diterapkan pada data gravitasi untuk
menganalisis patahan pada wilayah studi. SVD dilakukan untuk menampilkan
diskontinuitas struktur geologi berupa sesar di bawah permukaan daerah
penelitian. Untuk mengetahui posisi struktur FHD akan dikombinasikan
dengan SVD. Ketika terdapat kontras densitas pada peta SVD dimana densitas
tinggi berdekatan dengan densitas rendah yang dapat menyebabkan adanya
patahan. SVD dapat menentukan jenis dari struktur patahan regional apakah
naik atau turun
3. Metode Seismik Refraksi
Pada metode seismik refraksi, digunakan software SummitX yang disambungkan
dengan main unit dan berfungsi untuk display gelombang seismik. Setelah melakukan
akuisisi data, data diolah menggunakan software EasyRefract. Selanjutnya, input
jumlah geophone yang digunakan dan jarak antar geophone sebesar 5m.Kemudian,
picking first break pada setiap shot. Dalam definisinya, first break adalah gelombang
seismik tercepat yang terekam pertama kali pada geophone yang ditandai adanya
wiggle pada gambar gelombang tiap receiver. Langkah selanjutnya adalah picking first
break pada semua shot dan interpretasi gelombang velocity pada menu travel time
curve. Grafik ini digunakan untuk menentukan velocity pada setiap lapisan, semakin
besar gradien yang dihasilkan maka semakin kecil velocity. Semakin compact batuan
maka semakin besar pula nilai velocity. Velocity yang baik saat pengolahan data
adalah yang berwarna hijau, karena jika berwarna merah maka kualitas hasil
interpretasi yang menjadi kurang baik.
Pengolahan data Seismik Refraksi:
https://docs.google.com/presentation/d/1RtGMIq55776GvHGuWZyPBjvkV0dgYAtf
SHb6rxy4LP8/edit#slide=id.g1d03e35676f_0_321
- Rinjani Lintasan 1 :

Gambar 3.2.27 Hasil Picking Pada Shot 1


Gambar 3.2.28 Hasil Travel Time Curve Pada Shot 1

Gambar 3.2.29 Hasil Velocity Function

Gambar 3.2.30 Hasil Time Depth Function


Gambar 3.2.31 Hasil Morphology of Refractors

Gambar 3.2.32 Hasil Velocity Map


Interpretasi
● Berdasarkan hasil dari pengolahan data pada lintasan rinjani 1 tersebut,
didapatkan bahwa terdapat pertemuan adanya perbedaan litologi pada sisi
lateral dengan diperlihatkan terdapat 3 jenis perbedaan litologi yang dapat
disebabkan karena adanya perbedaan cepat rambat gelombang Vp/Vs. Lapisan
pertama dengan kecepatan Vp sebesar 479.98 m/s, lapisan kedua sebesar
1423,62 m/s, dan Vp ketiga sebesar 3749,63m/s.
- Merapi Lintasan 1 :
Gambar 3.2.33 Hasil Picking Pada Shot 1

Gambar 3.2.34 Hasil Travel Time Curve Pada Shot 1

Gambar 3.2.35 Hasil Velocity Function


Gambar 3.2.36 Hasil Time Depth Function

Gambar 3.2.37 Hasil Morphology of refraction


Gambar 3.2.38 Hasil Velocity Map
Interpretasi
● Berdasarkan hasil dari pengolahan data pada lintasan merapi 1 tersebut,
didapatkan bahwa terdapat 3 jenis litolologi dengan adanya kecenderungan
data velocity pada 482 m/s teridentifikasi sebagai lapisan lapuk, 1609 m/s
teridentifikasi sebagai lapisan yang lebih padat, dan 5835 m/s sebagai lapisan
yang lebih padat lagi, karena semakin padat batuan maka semakin besar
Vpnya..
- Merapi Lintasan 2 :

Gambar 3.2.39 Hasil Picking Pada Shot 1


Gambar 3.2.40 Hasil Time Travel Curve Pada Shot 1

Gambar 3.2.41 Hasil Velocity Function

Gambar 3.2.42 Hasil Velocity Function


Gambar 3.2.43 Hasil Morphology

Gambar 3.2.44 Hasil Velocity Map


Interpretasi
● Berdasarkan hasil dari pengolahan data pada lintasan merapi 2 tersebut,
didapatkan bahwa terdapat 2 jenis litologi dengan adanya kecenderungan data
velocity pada 1697 m/s hingga 2003.9 m/s
- Rinjani Lintasan 2 :

Gambar 3.2.45 Hasil Picking Shot 1


Gambar 3.2.46 Hasil Travel Time Curve 1

Gambar 3.2.47 Hasil Velocity Function

Gambar 3.2.48 Hasil Time Depth Function


Gambar 3.2.49 Hasil Morphology

Gambar 3.2.50 Hasil Velocity Map


Interpretasi
● Berdasarkan hasil dari pengolahan data pada lintasan rinjani 2 tersebut,
didapatkan bahwa terdapat 2 jenis litologi dengan adanya kecenderungan data
velocity pada 789.59 m/s hingga 2023.85 m/s sebagai lapisan yang lebih
padat.
- Bromo Lintasan 1 :
Gambar 3.2.51 Hasil Picking Shot 1

Gambar 3.2.52 Hasil Travel Time Curve Shot 1

Gambar 3.2.53 Hasil Velocity Function


Gambar 3.2.54 Hasil Time Depth Function

Gambar 3.2.55 Hasil Morphology

Gambar 3.2.56 Hasil Velocity Map


Interpretasi
● Berdasarkan hasil dari pengolahan data pada lintasan bromo 1 tersebut,
didapatkan bahwa terdapat 2 jenis litologi dengan adanya kecenderungan data
velocity pada 246.702 m/s hingga 6615.629 m/s.
- Bromo Lintasan 2 :

Gambar 3.2.57 Hasil Picking Shot 1

Gambar 3.2.58 Hasil Travel Time Curve Shot 1


Gambar 3.2.59 Hasil Velocity Function

Gambar 3.2.60 Hasil Time Depth Function


Gambar 3.2.61 Hasil Morphology

Gambar 3.2.62 Hasil Morphology


Interpretasi
● Berdasarkan hasil dari pengolahan data pada lintasan bromo 2 tersebut,
didapatkan bahwa terdapat 2 jenis litologi dengan adanya kecenderungan data
velocity pada 528.76 m/s hingga 1457.76 m/s.
- Tambora Lintasan 1 :

Gambar 3.2.63 Hasil Picking Shot 1


Interpretasi
● Berdasarkan hasil dari pengolahan data pada lintasan tambora 1 tersebut,
didapatkan bahwa data yang didapat berupa trash data sehingga tidak bisa
dilakukan proses picking.
4. Metode Magnetik

Gambar 4.1 Peta Pengukuran Metode Magnetik


Gambar 4.2 Hasil Pengolahan Koreksi Harian dengan Excel titik pada hari ke-1 dan ke-2

Gambar 4.3: Peta Anomal Residual


Gambar 4.4: Peta Anomal Regional

Gambar 4.5: Peta Anomal Magnetik Bayat


Gambar 4.6: Kontur Persebaran Anomali Magnetik pada Aplikasi Surfer

Gambar 4.7: Penampang 2D

Gambar 4.8: Nilai Radially Averaged dan Depth Estimate

Interpretasi peta anomali magnetik:


● Anomali magnetik mempunyai nilai paling rendah berwarna biru tua bernilai
-265 nT dan paling tinggi berwarna merah muda bernilai 433 nT dengan
kedalaman hingga 366 m.
● Berdasarkan peta penampang 2D dan anomali diduga terdapat 3 batuan yang
paling mendominasi: paling atas yakni top soil, kemudian lapisan diorit dan
lapisan granit di posisi paling bawah. Hal ini juga berkesesuaian dengan peta
geologi yang diketahui.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pengerjaan kami, berikut beberapa hal yang dapat kami simpulkan:
● Dari dua korelasi peta korelasi yang dibuat dari penarikan 3 titik dari pengukuran
AMT di lokasi penelitian, terbukti bahwa hasil pengukuran berkorelasi dengan
geologi yang ada. Dimana penampang korelasi yang menunjukkan lapisan batuan
diorit dan aluvium pada lokasi geologi Diorit Pendur dan lokasi Aluvium Tua.
● Berdasarkan kelima peta yang dihasilkan dari pengolahan gravitasi dapat dilihat
bahwa pada wilayah penelitian memiliki rentang anomali gravitasi dari 114.7 mGal
hingga 135.6 mGal di dekat permukaanya. Anomali rendah berada di daerah barat laut
dan barat daya dari area penelitian sedangkan anomali tinggi berada di daerah barat
area penelitian. Anomali tinggi pada daerah penelitian diperkirakan berasal dari
batuan dengan densitas tinggi, sedangkan anomali rendah diperkirakan berasal dari
batuan dengan densitas yang relatif rendah. Untuk mengetahui posisi struktur FHD
akan dikombinasikan dengan SVD. Jika disesuaikan dengan peta geologi maka
anomali rendah tersebut diakibatkan oleh alluvium tua. Jika dilakukan korelasi
dengan peta geologi terdapat kesesuaian antara peta hasil pengolahan dengan peta
geologi
● Berdasarkan hasil pengolahan data yang didapatkan pada metode seismik refraksi,
didapatkan bahwa kondisi geologi pada lintasan pertama rinjani mempunyai litologi
dengan rentang kecepatan berkisar 124 m/s - 4044 m/s, sementara itu pada lintasan
kedua rinjani memiliki rentang kecepatan berkisar 789.59 m/s -2023.85 m/s. Pada
lintasan pertama merapi mempunyai litologi dengan kecepatan berkisar 482 m/s -
5835 m/s. Sementara itu, pada lintasan pertama bromo mempunyai litologi dengan
kecepatan berkisar 246.702 m/s - 6615.629 m/s dan pada lintasan kedua bromo
mempunyai litologi dengan kecepatan berkisar 528.76 m/s - 1457.76 m/s. Akan tetapi,
pada lintasan pertama tambora tidak bisa dilakukannya proses picking karena data
yang didapatkan memiliki kecenderungan berupa data yang mengalami kesalahan.
● Berdasarkan peta anomali magnetik dan hasil penampang 3D diketahui bahwa nilai
anomali magnetik berkisar antara -265 nT– 433 nT dan kedalaman hingga 366 m.
Selain itu diketahui juga batuan yang mendominasi adalah diorit dan aluvium tua.
4.2 Saran
Perlunya untuk memperhatikan grid yang dipakai saat melakukan processing magnetik
sehingga perbedaan anomali rendah ke tinggi di peta regional dan residual dapat lebih besar
dan lebih bervariasi hasilnya.
Perlunya untuk lebih memperhatikan kualitas gambar gelombang saat akuisisi data dan
mengakibatkan terdapat beberapa lintasan yang tidak dapat dilakukan picking first breaknya
karena data yang kurang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ilham, D. K. (2002). Eksplorasi Geofisika Dengan Metode Magnetik Untuk Identifikasi Awal
Cekungan Minyak Di Perairan Utara Cirebon (Doctoral dissertation, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember).

Nurdiyanto, B., E. Hartanto, D. Ngadmanto, B. Sunardi, & P. Susilanto. 2011. Penentuan


Tingkat Kekerasan Batuan Menggunakan Metode Seismik Refraksi. Jurnal Meteorologi
dan Geofisika Volume. 12 Nomor. 3. Hal : 211-220.

Priyantari, N., & A. Suprianto. 2009. Penentuan Kedalaman Bedrock Menggunakan Metode
Seismik Refraksi di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Jurnal
ILMU DASAR Vol. 10 No. 1.

Setiawan, B. 2008. Pemetaan Tingkat Kekerasan Batuan Menggunakan Metode Seismik


Refraksi. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia.

Telford, W.M., Geldart, L.P. and Sheriff, R.E. (2010) Applied Geophysics. Cambridge:
Cambridge Univ. Press.

Anda mungkin juga menyukai