Anda di halaman 1dari 23

FORWARD MODELING PADA PASIR BESI CILACAP BAHAN GALIAN

GOLONGAN C

OLEH:
MUHAMMAD ZAKARIYA PANATAGAMA
22322304

MAGISTER TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN


PERMINYAKAN INSITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2023

1
DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................4
1.3 Tujuan.....................................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
DASAR TEORI...............................................................................................................................5
2.1 Dasar teori metode magnetic..................................................................................................5
2.1.1 Gaya Magnetik....................................................................................................................5
2.1.2 Kuat Medan Magnetik......................................................................................................5
2.1.3 Intensitas Kemagnetan......................................................................................................6
2.1.4 Suseptibilitas Kemagnetan................................................................................................6
2.1.5 Jenis - jenis Magnet Pada Batuan....................................................................................6
2.1.6 Pengenalan Alat (Magnetometer)........................................................................................7
BAB III..........................................................................................................................................15
DESAIN SURVEY........................................................................................................................15
3.1 Desain Survey Metode Magnetik.........................................................................................15
3.2 Desain Survey Metode Geolistrik........................................................................................16
BAB IV PEMODELAN SINTESIS..............................................................................................17
4.1 Metode Magnetik.................................................................................................................17
4.2 Metode Geolistrik................................................................................................................17
BAB V...........................................................................................................................................19
RENCANA ANGGARAN BIAYA................................................................................................19
BAB VI..........................................................................................................................................22
PENUTUP.....................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................23

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Potensi pasir besi di wilayah pesisir timur Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia
terdapat di daerah Pesisir pantai Binangun dan Nusawungu. Cadangan pasir besi di daerah ini
belum diexploitasi secara maksimal dengan memiliki luas lebih dari 500 hektar, derajat
kemagnetan 12,2%, dan kandungan besi (Fe) lebih dari 53%. Cadangan pasir besi di wilayah
pesisir timur Kabupaten Cilacap diperkirakan tersebar dari pesisir Welahan Wetan di Kecamatan
Binangun hingga pesisir Jetis di Kecamatan Nusawungu dengan perkiraan sekitar 744.678,85
ton. Mineral magnetit (Fe2O4) merupakan jenis bijih besi yang dominan di daerah pesisir
Kabupaten Cilacap bahan tambang tersebut merupakan bahan dasar untuk logam besi. Pasir besi
memiliki potensi sebagai pengganti bahan semen dalam produksi beton bertulang yang memiliki
kualitas tinggi. Selain itu, pasir besi nano dapat digunakan sebagai campuran semen, bahan dasar
tinta kering, printer laser, dan sensor elektronik (Sehah dkk, 2020). Di dalam pembuatan
penulisan ini, penulis menggunakan metode geofisika magnetic. Untuk mendapatkan iron ore
deposit metode yang paling mendekati efisien dan efektif ialah metode magnetic dan metode
geolistrik.
Untuk menyelidiki potensi dan distribusi pasir besi di wilayah pesisir timur Kabupaten
Cilacap, Jawa Tengah, dapat dilakukan survei geofisika. Survei geofisika merupakan survei yang
bertujuan untuk menyelidiki struktur geologi atau batuan bawah permukaan atau sumber daya
alam lainnya di bawah permukaan melalui pengukuran kuantitas fisik di permukaan bumi. Survei
geofisika yang cocok untuk penyelidikan pasir besi di bawah permukaan adalah survei magnetik,
karena metode ini sangat responsif terhadap sifat magnetik mineral besi. Survei magnetik
didasarkan pada variasi medan magnet yang diukur di permukaan karena distribusi batuan atau
mineral yang termagnetisasi di bawah permukaan yang homogen.
Salah satu metode geofisika yang sering digunakan dalam beberapa survei geofisika,
yaitu geolistrik. Metode geolistrik yang dimaksud di sini adalah resistivity atau tahanan jenis.
Metode tersebut menyelidiki kondisi bawah permukaan dengan mempelajari sifat aliran listrik
pada batuan di bawah permukaan bumi. Metode geolistrik sangat baik untuk mengetahui kondisi
atau struktur geologi bawah permukaan berdasarkan variasi tahanan jenis batuannya,terutama

3
untuk daerah yang mempunyai kontras tahanan jenis yang cukup jelas terhadap
sekitarnya,misalnya untuk ore deposit pasir besi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana prinsip forward modeling untuk pengolahan data magnetic?
2. Bagaimana prinsip forward modeling untuk pengolahan data geolistrik resistivitas?

1.3 Tujuan
Tujuan dilakukan penelitian ini ialah dapat memahami konsep forward modeling pada
pengolahan data magnetic dan geolistrik resistivitas.

4
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Dasar teori metode magnetic


Metode magnetik didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnetik di
permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi distribusi benda termagnetisasi di bawah
permukaan bumi (suseptibilitas). Variasi yang terukur (anomali) berada dalam latar belakang
medan yang relatif besar. Variasi intensitas medan magnetik yang terukur kemudian ditafsirkan
dalam bentuk distribusi bahan magnetik di bawah permukaan, yang kemudian dijadikan dasar
bagi pendugaan keadaan geologi yang mungkin. Metode magnetik memiliki latar belakang fisika
berdasarkan kepada teori potensial, Sehingga sering disebut sebagai metoda potensial. Dalam
metode magnetik harus mempertimbangkan variasi arah dan besar vektor magnetisasi. Data
pengamatan magnetik lebih menunjukan sifat residual yang kompleks. Dengan demikian, metode
magnetik memiliki variasi terhadap waktu jauh lebih besar. Pengukuran intensitas medan
magnetik bisa dilakukan melalui darat, laut dan udara. Metode magnetik sering digunakan dalam
eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral serta bisa diterapkan pada
pencarian prospeksi benda-benda arkeologi (Telford, 1976).

2.1.1 Gaya Magnetik


Dasar dari metode magnetik adalah gaya Coulumb (Telford et al), antara dua kutub magnetik m1
dan m2 (e.m.u) yang berjarak r (cm) dalam bentuk :

(2.1)
Konstanta µ0 adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa, tidak berdimensi dan berharga
satu yang besarnya dalam SI adalah 4π x 10-7 newton/ampere2 (Telford, 1976).

2.1.2 Kuat Medan Magnetik


Kuat medan magnetik (𝐻̅) ialah besarnya medan magnet pada suatu titik dalam ruangan
yang timbul sebagai akibat adanya kuat kutub yang berada sejauh r dari titik m tersebut. Kuat
medan magnet (𝐻̅ ) didefinisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet.

(2.2)

5
Satuan untuk kuat medan magnet H adalah Oersted ( 1 Oersted = 1 dyne / unit kutub ) (cgts)
atau A/m (SI) (Telford, 1976).

2.1.3 Intensitas Kemagnetan


Sejumlah benda-benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan benda magnetik.
Apabila benda magnet tersebut diletakkan dalam medan luar, benda tersebut menjadi
termagnetisasi karena induksi. Dengan demikian, intensitas kemagnetan dapat didefinisikan
sebagai tingkat kemampuan menyearahkan momen-momen magnetik dalam medan magnetik
luar dapat pula dinyatakan sebagai momen magnetik persatuan volume.

Satuan magnetisasi dalam cgs adalah gauss atau emu. Cm3 dalam satuan SI adalam Am-1
(Sartono, 1998)

2.1.4 Suseptibilitas Kemagnetan


Kemudahan suatu benda magnetik untuk dimagnetisasi ditentukan oleh suseptibitas
kemagnetan k yang dirumuskan dengan persamaan :
𝐼=𝑘𝐻 (2.4)
Besaran yang tidak berdimensi ini merupakan parameter dasar yang digunakan dalam
metode magnetik. Nilai suseptibilitas magnetik dalam ruang hampa sama dengan nol karena
hanya benda berwujud yang dapat termagnetisasi. Suseptibilitas magnetik dapat diartikan sebagai
derajat kemgntan suatu benda. Harga k pada batuan semakin besar apabila dalam batuan
semakin banyak dijumpai mineral-mineral yang bersifat magnetik. Berdasarkan harga
suseptibilitas k, benda- benda magnetik dapat dikategorikan sebagai diamagnetik,
paramagnetik, ferromagnetik. Diamagnetik adalah benda yang mempunyai niai k kecil dan
negatif. Paramagnetik adalah benda magnetik yang mempunyai nilai k kecil dan positif.
Sedangkan Ferromagnetik adalah benda magnetik yang mempunyai nilai k positif dan besar
(Telford, 1976).

2.1.5 Jenis - jenis Magnet Pada Batuan


Sifat magnetisasi batuan atau suseptibilitas pada batuan beranekaragam, tergantung pada
pembentukan batuan itu sendiri diantaranya :

6
• Diamagnetik
Merupakan jenis magnet dimana jumlah elektron dalam atomnya berjumlah genap dan
semuanya sudah saling berpasangan sehingga efek magnetisasinya paling kuat dalam
medan polarisasi. Pada diamagnetik ini nilai dari k akan negatif, hal ini menunjukan
bahwa intensitas induksinya akan berlawanan arah dengan gaya magnetnya atau medan
polarisasi.Contoh : kuarsa, marmer, air, kayu dll (Sharma,1997)

Gambar 2.1 Posisi Momen Magnet Diamagnetik (Sharma,1997)


• Paramagnetik
Pada paramagnetik ini medan magnetiknya hanya akan ada jika dimagnetisasi oleh
medan magnet dari luar saja, sehingga jika pengaruh medan magnet dari luarnya
dihilangkan, maka pengaruh medannya menghilang juga. Karena pengaruh termal, maka
gerakan elektronnya menjadi random kembali dan nilai k positif dan berbanding terbalik
dengan temperatur absolut (hk. Curie – wiess). Junlah elektron paramagnetik adalah
ganjil, momen magnet pada paramagnetik ini searah dengan medan polarisasi dan induksi
magnetiknya bernilai kecil karena hanya sebagian kecil spin teralenisasi (Sharma,1997)

Gambar 2.2 Posisi Momen Magnet Paramagnetik (Sharma,1997)

2.1.6 Pengenalan Alat (Magnetometer)


Dalam melakukan pengukuran geomagnetik, peralatan paling utama yang digunakan
adalah magnetometer. Peralatan ini digunakan untuk mengukur kuat medan magnetik di lokasi
survei. Salah satu jenisnya adalah Proton Precisssion Magnetometer (PPM) yang digunakan
untuk mengukur nilai kuat medan magnetik total. Peralatan lain yang bersifat pendukung di

7
dalam survei magnetik adalah Global Positioning System (GPS) . Peralatan ini digunakan untuk
mengukur posisi titik pengukuran yang meliputi bujur, lintang, ketinggian, dan waktu. GPS ini
dalam penentuan posisi suatu titik lokasi menggunakan bantuan satelit. Penggunaan sinyal satelit
karena sinyal satelit menjangkau daerah yang sangat luas dan tidak terganggu oleh gunung,
bukit, lembah, dan jurang (Santoso, 2002).
Beberapa peralatan penunjang lain yang sering digunakan di dalam survei magnetik, antara lain :
a. Kompas geologi, untuk mengetahui arah utara dan selatan dari medan magnet bumi
b. Peta topografi, untuk menentukan rute perjalanan dan letak titik pengukuran pada saat
survei magnetik di lokasi.

c. Sarana transportasi
d. Buku kerja untuk mencatat data dan PC/Laptop dengan software.

Gambar 2.3 Komponen Magnetometer (Suyanto, 2003)


Magnetometer adalah instrumen geofisika yang digunakan untuk mengukur kekuatan medan
magnet Bumi, pengukuran medan magnet Bumi ini bertujuan untuk mengetahui lokasi deposit
mineral, situs arkeologi, material di bawah tanah, atau objek dibawah permukaan laut seperti
kapal selam atau kapal karam dan lain sebagainya (Suyanto, 2003).
Prinsip kerja Proton Procession Magnetometer adalah dengan proton yang ada pada
semua atom memintal atau berputar pada sumbu axis yang sejajar dengan medan magnet Bumi.
Normalnya, proton cenderung untuk sejajar dengan medan magnet Bumi. Ketika subjek
diinduksi medan magnet (dibuat sedemikian), maka proton dengan sendirinya akan
menyesuaikan dengan medan yang baru. Dan ketika medan baru itu dihentikan maka proton akan
kembali seperti semula yang sejajar dengan medan magnet Bumi. Saat terjadi perubahan

8
kesejajaran, perputaran proton berpresesi, dan putarannya semakin melambat. Frekuensi pada
saat presesi berbanding lurus dengan kuat medan magnet Bumi. Rasio Gyromagnetic proton
adalah 0,042576 Hertz / nano Tesla. Sebagai contoh, pada area dengan kekuatan medan sebesar
57.780 nT maka frekuensi presesi menjadi 2460 Hz. Komponen sensor pada proton precession
magnetometer adalah tabung silinder yang berisi cairan penuh atom hidrogen yang dikelilingi
oleh lilitan kabel. Cairan yang digunakan umumnya terdiri dari air, kerosin, dan alkohol. Sensor
tersebut dihubungkan dengan kabel ke unit yang berisi sebuah power supply, sebuah saklar
elektronik, sebuah amplifier, dan sebuah pencatat frekuensi (Indratmoko, 2004).
Ketika saklar ditutup, arus DC mengalir dari baterai ke lilitan, kemudian memproduksi
kuat medan magnet dalam silinder tersebut. Atom hidrogen (proton) yang berputar seperti dipol
magnet, menjadi sejajar dengan arah medan (sepanjang sumbu silinder). Daya listrik kemudian
memotong lilitan dengan membuka saklar. Karena medan magnet Bumi menghasilkan torsi
(tenaga putaran) pada putaran atom hydrogen, maka atom hydrogen memulai presesi disekitar
arah total medan Bumi. Prosesi tersebut menunjukkan medan magnet dalam berbagai wktu
(time-varying) yang mana menginduksi sedikit arus AC pada lilitan tersebut. Frekuensi pada arus
AC memiliki persamaan dengan frekuensi presesi atom tersebut. Karena frekuensi presesi
berbanding dengan kuat medan total dan karena konstanta perbandingan diketahui, maka kuat
medan total dapat ditetapkan dengan akurat (Indratmoko, 2004).

2.2 Dasar teori Geolistrik

Geolistrik (resistivity) merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui


perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan
arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus
listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah
dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik
dapat menembus lapisan batuan lebih dalam. Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh
Conrad Schlumberger pada tahun 1912 (Asra, 2012).

Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di
dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah dengan menggunakan multimeter
yang terhubung melalui dua buah elektroda tegangan M dan N yang jaraknya lebih pendek
daripada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka

9
tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis
batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar. Dengan asumsi bahwa
kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh jarak AB
yang biasa disebut AB/2 (apabila digunakan arus listrik DC murni),maka diperkirakan pengaruh
dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari – jari AB/2 (Broto, 2008).

Eksplorasi metode tahanan jenis (resistivity) telah dikembangkan sejak 2 abad yang lalu
dengan menggunakan alat yang sederhana.Penggunaan sifat kelistrikan untuk maksud eksplorasi
sudah dikenal peradaban manusia lebih dari beberapa abad yang lalu.Tokoh yang awalnya
menggunakan metode geolistrik untuk tujuan eksplorasi adalah Gray dan Wheeler pada tahun
1720 untuk melakukan pengukuran konduktivitas listrik batuan serta membakukan tabel
konduktivitas listrik bermacam batuan.Watson (1746) menemukan bahwa tanah merupakan
konduktor di mana potensial yang diamati pada titik - titik di antara dua elektroda yang diletakan
sejauh 2 mil,bervariasi akibat adanya perbedaan kondisi geologi setempat, dibandingkan arus
listrik yang diamatinya melalui kabel langsung.Robert W. Fox, th. (19891877) yang mula - mula
mempelajari hubungan sifat listrik dengan keadaan geologi,temperatur,terrestrial electric dan
panas tahanan tinggi pada medan panas Bumi. Fox mempelajari sifat-sifat tersebut ditambang
Corn Wall Inggris,di mana beliau mempelajari sifat - sifat kelistrikan yang dikaitkan dengan
keadaan geologi batuan setempat,beliau juga yang menentukan adanya gradien geothermal di
Bumi.Perkembangan selanjutnya berlanjut secara bertahap antara lain : Charles Matteucci
(1847), W. Skey (1871), Carl Barus (1882), Tahun 1891 Brown (1891), Bernfield (1897),
Gotchalk (1912), R. C. Wells (1914), George Ottis (1914) dan lain-lain (Pariadi, 2010).

Perkembangan sedikit berbeda setelah Conrad Schlumberger dan R. C. Well dimana


metoda tahanan jenis berkembang di dua benua,dengan cara dan sejarah yang berbeda.Akan
tetapi diujung perkembangan tersebut kedua mazhab ini bertemu lagi,terutama dalam
menggunakan konsep matematik yang sama yang diterapkan pada teori interpretasi
masingmasing.Sejarah perkembangan eksplorasi geolistrik merupakan perkembangan yang
paling unik dari seluruh sejarah geofisika eksplorasi,karena dalam perkembangannya metoda ini
terbagi menjadi beberapa mazhab.Perbedaan - perbedaan tersebut terletak pada tata cara
kerja,konfigurasi elektroda,maupun interpretasi dan alat yang digunakan (Pariadi, 2010).

10
Gambar 2.4 Definisi resistansi
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa metode geolistrik menggunakan
beberapa sifat listrik.Salah satunya adalah konsep tentang resistansi.Menurut hukum Ohm :

𝑉=𝐼𝑅 (1)

Dengan V = tegangan (volt), I = arus (ampere), R = resistansi (ohm). Resistansi (R) ini
bergantung pada sifat bahan dan juga pada ukuran atau geometri (Reynold, 1997). Karena sifat
resistansi yang sangat bergantung pada ukuran atau geometri benda maka didefinisikan
parameter baru yang menunjukkan karakteristik suatu benda, yaitu resistivitas (ρ). Jadi,
resistivitas adalah resistansi yang dinormalisasi terhadap geometri dan merupakan besaran
karakteristik bahan atau suatu material (Reynold, 1997).

Gambar 2.5 Definisi resistivitas


Sebagian besar batuan bukan konduktor yang baik melainkan hanya sedikit arus yang
mengalir melalui matriks batuan.Arus listrik pada batuan terjadi terutama akibat adanya fluida
elektrolit pada pori – pori atau rekahan batuan.Resistivitas ternyata juga bergantung pada
porositas (besar dan susunan butir,umur,proses geologi),fluida (mobilitas dan konsentrasi
ion,temperatur),dan kandungan lempung (Reynold, 1997).

Apabila terdapat suatu sumber arus tunggal pada medium homogen maka arus akan
mengalir secara radial dan homogen.Selain itu akan terbentuk permukaan ekuipotensial yang

11
konsentris sehingga berbentuk seperti bola.Berdasarkan hukum Ohm maka potensial berbanding
lurus dengan arus.Sebaliknya potensial akan berbanding terbalik dengan jarak dari sumber arus
(Telford, 1990).

Gambar 2.6 Sumber arus tunggal pada medium homogen


Asumsikan bumi homogen,yang memiliki resistivitas yang seragam (ρ).Misalkan
kemudian diinjeksikan arus +I pada titik C1,yang akan mengalir secara radial setengah bola di
dalam bumi.Sehingga equipotensial di belahan tadi akan dipusatkan di titik C1. Pada
kenyataannya pengukuran geolistrik dilakukan pada medium nonhomgen,yaitu resistivitasnya
bervariasi secara vertikal maupun horizontal.Oleh karena itu,hasil pengukuran resistivitas yang
diperoleh bukanlah resistivitas sebenarnya (true resistivity) melainkan resistivitas semu
(apparent resistivity).Resistivitas semu ini merupakan resistivitas medium homogen ekuivalen
yang dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

(2)

dengan I adalah arus listrik yang diinjeksikan, ΔV adalah beda potensial yang ditimbulkan dan K
adalah faktor geometri.Resistivitas semu adalah nilai yang diperoleh sebagai hasil dari resistansi
yang diukur (R) dengan faktor geometri (K).Faktor geometri merupakan besaran korelasi
terhadap perbedaan letak titik pengamatan.Oleh karena itu,faktor geometri sangat ditentukan
oleh jenis konfigurasi pengukuran yang digunakan.Faktor geometri ini dihitung berdasarkan
bentangan elektroda yang memiliki satuan panjang, yaitu meter.Jadi,resisitivitas semu (ρa)
memiliki satuan ohm-meter (Ωm).Resistivitas semu ini sebagai fungsi posisi (mapping) dan /
atau sebagai fungsi spasi elektroda (sounding) (Reynold, 1990).

12
Bumi tersusun atas lapisan-lapisan dengan resistivitas yang berbeda-beda,sehingga
potensial yang terukur merupakan pengaruh lapisan-lapisan tersebut atau bersifat
anisotropi.Harga resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk satu
lapisan saja (Santoso, 2011). Apabila terdapat dua buah sumber arus di bawah dan di permukaan
bumi maka bidang ekuipotensial antara kedua sumber arus tersebut akan tampak seperti pada
gambar di bawah ini (Telford, 1990).

Gambar 2.7 Dua sumber arus pada (a) dalam bumi (b) permukaan
bumi
Berdasarkan tujuan dan cara pengubahan jarak elektroda,survei geofisika dibagi menjadi
dua cara: mapping dan sounding. Mapping dimaksudkan untuk mengetahui variasi horizontal
atau lateral tahanan jenis batuan pada kedalaman tertentu.Sedangkan sounding dimaksudkan
untuk mengetahui variasi tahanan jenis batuan terhadap kedalaman (secara vertikal).Gabungan
antara teknik sounding dan mapping adalah teknik sounding-mapping yang menggambarkan
variasi resistivitas 2D (imaging). Dibandingkan teknik mapping-sounding, teknik sounding lebih
mudah dilakukan karena pada dasarnya hanya elektroda arus saja yang dipindahkan sedangkan
elektrode potensialnya tetap. Sehingga teknik sounding membutuhkan lebih sedikit tenaga dalam

13
pengambilan data. Teknik sounding juga mempunyai kelebihan yaitu mampu mendeteksi batas
antar lapisan batuan. Pada dasarnya, yang membedakan teknik sounding dan teknik imaging
adalah sebaran datum point-nya.Teknik sounding mengambil datum point pada satu garis vertikal
sedangkan teknik imaging mengambil datum point pada bidang 2 dimensi (vertikal dan
horizontal). Data 2 dimensi tersusun atas beberapa data 1 dimensi.Oleh karena itu, beberapa titik
sounding yang berdekatan dapat memberikan gambaran resistivitas 2D (imaging) (Santoso,
2011).

Istilah sounding diambil dari Vertical Electrical Sounding (VES),yaitu teknik pengukuran
geofisika yang bertujuan untuk memperkirakan variasi resistivitas sebagai fungsi dari kedalaman
dari suatu titik pengukuran.Batasan terbesar dari teknik sounding adalah teknik ini tidak
mencatat perubahan lateral pada resistivitas lapisan.Ketidakmampuan dalam mengikutkan
perubahan lateral dapat mengakibatkan kesalahan dalam interpretasi resistivitas lapisan atau
ketebalannya. Teknik pengukuran secara lateral mapping (2D) digunakan untuk mengetahui
sebaran harga resistivitas pada suatu areal tertentu. Teknik imaging (Resistivity 2D) merupakan
gabungan antara teknik sounding dan teknik mapping sehingga akan tampak variasi resistivitas
lateral dan vertikal.Survey geolistrik metode resistivitas mapping dan sounding menghasilkan
informasi perubahan variasi harga resistivitas baik arah lateral maupun arah vertical (Santoso,
2011).

Ada beberapa macam konfigurasi elektroda pada metode resistivitas.Salah satunya adalah
Wenner. Jarak MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga dari jarak AB.Bila jarak AB
diperbesar,maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN tetap sepertiga jarak AB (Asra,
2012).

Gambar 2.8 Pemasangan elektroda konfigurasi Wenner

14
BAB III
DESAIN SURVEY

3.1 Desain Survey Metode Magnetik

Gambar 3.1 Desain Survey Magnetik

Pada metode magnetic ini, penulis membuat desain survey berupa grid dengan jumlah 27
titik. Dengan dimulai dari titip 01 dan sistem akuisisi berjalan looping dengan jarak setiap titik
pengukuran 500 meter.

15
3.2 Desain Survey Metode Geolistrik

Gambar 3.2 Desain Survey Geolistrik

Pada survey geolistrik ini penulis menggunakan desain survey metode geolistrik metode
wenner. Dikarenakan metode ini lebih efektif untuk memetakan secara mapping pada tambang

16
BAB IV
PEMODELAN SINTETIKS

4.1 Metode Magnetik

Gambar 4.1 Forward modeling magnetic


Pada gambar diatas merupakan forward modeling dengan menggunakan nilai
suseptibiltas 0.0025 Homogen isotropis. Dengan digunakan software mag2dc asumsi bahwa
bawah permukaan daerah penelitian ialah 1 lapisan dengan nilai suseptibilitas tersebut.

17
4.2 Metode Geolistrik

Gambar 4.2 Forward modeling Resistivity


Pada gambar 4.2 diperoleh forward modeling resistivity model block homogen dengan
resistivitas value berkisar 150 Ohm m. Digunakan software Res2dmod untuk mengolah pada
forward modeling

18
BAB V
RENCANA ANGGARAN BIAYA

01. EXCAVATOR
TARGET 40 RIT SEHARI X Rp. 40.000,- ( Rp. 1600.000,- ) x 30 RP.48.000.000,-
Rp. 48.000.000, x 2
Jumlah Rp.96.000.000,-

02. Armada Dump


Dengan 10 unit dump truck 9 M3
Terhitung Sewa Full Maintenance Rp. 425.0000,- / unit
Rp.110.500.000,
Jadi Rp.425.000,- x 26 hari (efektif Kerja 1 bulan ) x 10 -

Hasil Jual Tambang


Operasional tambang dengan hitungan 40 Rit/Hari
Solar Exa 150 Lt/10 Jam x Rp. 7.000,- Rp.1.050.000
Ceker /Orang Rp.100.000,-
Operator Rp.200.000,-
Penjaga Rp.100.000,-
Tenaga Serabutan Rp.50.000,-
Lain - lain Rp.100.000,-
Joger /Rit Rp. 15.000,- x 40 Rp.600.000,-
Lahan Rp. 40.000,- x 40 Rp.1600.000,-

Jumlah Rp.3.800.000,-

Rp.150.0
Harga Jual 00,-

Selisih Rp. 150.000,- x 40 Rp.6.000.000,-


Rp.
2.200.000,-
Jasa Loading Exca 40 rit Rp.

19
1.600.000,-

Selisih Rp.600.000,-

jadi keuntungan per 30 hari x Rp.600.000,- Rp.18.000.000,-

Hitungan
Stockpile
Kebutuhan Stockpile
Ceker 2 orang RP.150.000,-
Admin 2 x Rp. 75.000,- RP.150.000,-
Penjaga 1 x Rp. 100.000,- Rp.100.000,-

Jumlah Operasional Tetap Rp.400.000

KEBUTUHAN BELANJA
MATERIAL

HARGA Pasir Laut Per Rit Rp.470.000 x 120 Rp.56.400.000


Harga Pasir Kali Per rit Rp. 330.000
x 40 Rp.13.200.000

Jumlah Pembelian Pasir Rp.69.600.000


Kebutuhan Stock Pasir Per Minggu Rp.
69.6000 x 6 Rp.417.600.000

Jasa Loading Loader Rp.150.000 x


45 Rp.6.750.000
Jasa Parkir Tronton Per Rit
Rp.25.000 x 45 Rp. 1.125.000

Jumlah
Operasional Rp.8.275.000
Jadi Operasional Per M3 Rp.8.275.000 : 45 : Rp.700
26 0
Kebutuhan Operasional per 6 hari
Rp.8.275.000 x 6 Rp.49.650.00

Jadi Kebuhan Total Per 6 Hari 417.600.000 + 49.650.000 Rp.467.250.000

20
Konversi Rit Ke M3 Rata rata 9 M3 /
Rit
470.000 : 9 Rp.52.500
330.000 : 9 Rp.36.500

Harga Jual
Rp.63.000 x 500
Pasir Laut M3 Rp.31.500.000
Pasir Rp.60.000 x 500
Mix M3 Rp.30.000.000
Rp.50.000 x 270
Pasir Sungai M3 Rp.13.500.000
Sisa 170 M3 x
Pasir Rp.60.000 Rp.10.200.000
Jumlah Rp.85.200.000
Selisih Harga Jual Dan
Beli
Rp.85.200.000 -
77.875.000 Rp.7.325.000
Entertaint dan Operasional 15 % Rp.1.098.750
Over Head 10 % Rp. 732.500
Keuntungan
Bersih Rp.5.493.750
Hitungan Stockpile
Kebutuhan Stockpile
Ceker 4 x Rp. 100.000,- Rp.400.000,-
Admin 2 x Rp. 75.000,- RP.150.000,-
Penjaga 1 x Rp. 100.000,- Rp.100.000,-
Jasa loading loader dan
Rp.1.500.00
Jasa Parkir Tronton Rp.150.000,-/rit x 20 tronton 0,-
Lain lain Rp.200.000,-
RP.2.350.00
Jumlah Operasional Stockpile 0,-
Rp.18.000.0
Harga beli pasir Rp.36.000,-/ M3 x 500 M3 00,-
Rp.20.350.0
Jumlah 00

Harga jual Stockpile Rp. 47.000,- 500M3 Rp.23.500.000,-


Rp.3.150.00
Selisih keuntungan 0,-

Hitungan rata - rata /25 hari kerja Rp. 3.150.000,- Rp.78.750.000,-

21
Kebutuhan Total dana operasional
Rp.228.000.
Terhitung 1 bulan adalah Rp.3.800.000,- x 2 x 30 000,-
Rp.58.750.0
Kebutuhan dana operasional stockpile Rp. 2.350.000,- x 25 00,-

BAB VI
PENUTUP

Pada penelitian ini menggunakan software Res2dmod untuk forward modeling resistivity
model block homogen dan digunakan nilai 150 Ohm m. Digunakan software mag2dc untuk
forward modeling pada magnetic, dan nilai suseptibilitas 0.0025

22
DAFTAR PUSTAKA

Indratmoko, Putut. 2004. Interpretasi Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Panas Bumi
Parang Tritis Kabupaten Bantul DIY Dengan Metode Magnetik. Semarang :
Universitas Diponegoro.
Santoso, Djoko. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung : Penerbit ITB
Sartono. 1998. Geofisika Eksplorasi. Jakarta : Dewan Riset Nasional
Sehah et al 2020 J. Phys.: Conf. Ser. 1494 012038
Sharma, Prem. 1997. Environmental an Engineering Geophysics. England : Cambridge
University Press.
Suyanto, Imam. 2003. Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik. Jakarta : Erlangga
Telford, 1976. Applied Geophysics. England : Cambridge University Press.

23

Anda mungkin juga menyukai