Anda di halaman 1dari 11

IDENTIFIKASI STRUKTUR LAPISAN BAWAH

PERMUKAAN DAERAH MANIFESTASI EMAS DENGAN


MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK DI PAPANDAYAN
GARUT JAWA BARAT

Ditulis Oleh

Deristy Sabrina Anadia Putri 01151003

Program Studi Fisika

Jurusan Sains Teknologi Pangan dan Kemaritiman

Institut Teknologi Kalimantan

Balikpapan

2017
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk ke depannya, dan dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih


kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran
dan kritik yang mebangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Balikapan, 11 November 2017

Deristy Sabrina AP
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode magnetik merupakan suatu metode geofisika yang
mengukur intensitas medan magnetik total di suatu tempat. Metode
magnetik biasa digunakan untuk eksplorasi emas. Metode magnetik ini
didasarkan oleh sifat kemagnetan batuan yaitu kandungan magnetiknya
sehingga efektifitasnya bergantung oleh kontras magnetik yang ada di
bawah permukaan. Pada daerah panas bumi terdapat larutan hidrotermal
yang dapat menyebabkan perubahan terhadap sifat kemagnetan batuan
karena panas yang ditimbulkan oleh larutan tersebut.
Pada jurnal yang akan saya riview akan mengidentifikasi struktur
lapisan bawah permukaan daerah manifestasi emas dengan menggunakan
metode magnetik di Papandayan Garut Jawa Barat. Pada jurnal tersebut
dikatakan bahwa survei geologi yang dilakukan oleh PT. Aneka Tambang
Jakarta di Blok Depok Kabupaten Trenggalek Jawa Timur menemukan
urat kuarsa dalam singkapan batuan. Urat kuarsa merupakan salah satu
jenis batuan metamorf yang terbentuk akibat adanya intrusi batuan beku
yang menembus batuan sedimen dan terjadi aliran hidrotermal yang
mengakibatkan kenaikan suhu dan tekanan pada batuan tersebut sehingga
terjadi mineralisasi. Hasil mineralisasi ini adalah urat kuarsa. Intrusi
merupakan batuan beku yang telah menjadi kristal dari sebuah magma
yang meleleh di bawah permukaan bumi.
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa ke-efektifan metode
geomagnetik bergantung oleh kontras magnetik yang ada di bawah
permukaan. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa batuan intrusi
mempunyai harga suseptibilitas yang sangat tinggi sedangkan batuan
sedimen mempunyai harga suseptibilitas yang sangat rendah sehingga
batuan beku yang mengintrusi batuan sedimen akan mempunyai kontras
suseptibilitas yang tinggi dibandingkan dengan batuan di sekitarnya.
Suseptibilitas merupakan tingkat kemagnetan suatu benda untuk
termagnetisasi.
Daerah Papandayan Jawa Barat dikategorikan sebagai daerah yang
memiliki prospek logam mulia (emas) karena di daerah ini secara umum
dijumpai keberadaan urat-urat kuarsa. Daerah yang memiliki prospek emas
biasanya berada di sekitar daerah kawasan gunung berapi, kawasan sesar.
Lokasi penelitian berada di daerah Papandayan Garut Jawa Barat. Daerah
ini terletak antara 786081 BT 9178110 LU (UTM) sampai 786262 BT
9177924 LU (UTM). Daerah penelitian berada pada formasi Jampang
yang ditutupi oleh formasi Bentang. Formasi Jampang diduga menjadi
batuan sedimen dari formasi Bentang.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Metode Geomagnetik


Metode Geomagnetik merupakan salah satu metode geofisika yang
didasari oleh sifat kemagnetan batuan, yaitu kandungan magnetiknya
sehingga efektifitas metode ini bergantung kepada kontras magnetik di
bawah permukaan. Di daerah panas bumi, larutan hidrotermal dapat
menimbulkan perubahan sifat kemagnetan batuan, dengan kata lain
kemagnetan batuan akan menjadi turun atau hilang akibat panas yang
ditimbulkan.

2.2 Mineral Pembawa Emas


Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral
ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa,
karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam.
Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang
telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum,
emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur
belerang, antimon, dan selenium.

2.3 Mineral Induk


Emas berasosiasi dengan kebanyakan mineral-mineral yang
biasanya membentuk batuan. Emas biasanya berasosiasi dengan sulfida
(mineral yang mengandung silfur/belerang). Pyrite merupakan mineral
induk yang paling umum. Emas ditemukan dengan pyrite sebagai emas
nativ dan elektrum dalam berbagai bentuk dan ukuran, yang tergantung
pada kadar emas dalam bijih dan karakterisitik lainnya. Urutan selanjutnya
arsenopyrite, Chalcipyrite mineral sulfida lainnya berpotensi sebagai
mineral induk terhadap emas. Bila mineral sulfida tidak terdapat dalam
batuan, maka emas berasosiasi dengan oksida besi (magnetit dan oksida
besi sekunder), slica dan karboanat, material berkarbon serta pasir dan
kerikil (endapan plaser).
Terkadang sulit mengidentifikasi emas dengan mineral yang
menyerupainya seperti pyrite, chalcopyrite, pyrrhotite, pentlandite dan
mika berwarna emas. Pyrrhotite mudah diidentifikasi menggunakan batang
magnet karena bersifat magnetik. Emas berbentuk butiran sedangkan mika
berbentuk kepingan.
2.4 Medan Magnet Bumi
Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau
disebut juga elemen medan magnet bumi, yang dapat diukur yaitu meliputi
arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi:
1. Deklinasi (D), yaitu sudut antar utara magnetik dengan komponen
horizontal yang dihitung dari utara menuju timur
2. Inklinasi (I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan
bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju
bidang vertikal ke bawah.
3. Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total
pada bidang horizontal
4. Medan magnetik total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik
total.

Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk


menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai
yang disebut International Geomagnetics Reference Field (IGRF) yang
diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut diperoleh dari
hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang
dilakukan dalam waktu satu tahun. Medan magnet bumi terdiri dari 3
bagian:

1. Medan magnet luar (external field) pengaruh medan magnet luar


berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan hasil ionisasi di
atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar UV dan matahri. Karena
sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang
mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, maka perubahan
medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.
2. Medan magnet utama (main field) medan magnet utama dapat
didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil pengukuran dalam
jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan luas lebih
dari 106 km2.
3. Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal
(crustal fiield). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang
mengandung mineral bermagnet seperti magnetite, titanomagnetite,
dan lain-lain yang berada di kerak bumi.

Pada survei dengan menggunakan metode gomagnetik yang menjadi target


dari pengukuran adalah variasi medan magnetik yang terukur di
permukaan (anomali magnetik). Secara garis besar anomali medan
magnetik disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnetik
induksi. Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan
medan magnetik remanen dan induksi, bila arah medan magnet remanen
sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah
besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik, efek medan
remanen akan diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang dari
25% medan magnet utama bumi.
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Pengambilan Data di Lapangan

Studi pendahuluan mengenai kondisi daerah penelitian dilakukan


dengan tujuan untuk membuat perencanaan survei, yaitu jalur lintasan
yang akan ditempuh, posisi titik (base station) magnetik, dan posisi titik
ukur magnetik. Tahapan selanjutnya adalah pengambilan data di lapangan.

Pengambilan data dilakukan selama 3 hari di daerah Papandayan


Garut Jawa Barat. Dengan luas area 600 m x 1100 m. Daerah penelitian
memiliki 921 titik pengukuran dengan jarak antar titik 5 meter. Alat yang
digunakan untuk mengukur medan magnet total adalah PPM (Proton
Precession Magnometer). PPM juga dilengkapi dengan sensor noise yang
akan berbunyi apabila terdapat banyak gangguan di sekitar lokasi
pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan dua buah PPM.
Satuunit dioperasikan di base camp secara otomatis akan merekam data
magnet total dengan selang waktu dua menit. Tujuan perekaman data
dengan selang dua menit ini adalah untuk mendapatkan data variasi harian.
Satu unit PPM lainnya dioperasikan di lapangan untuk merekam intensitas
medan magnet total.

3.2 Pengolahan Data Geomagnetik

Untuk memperoleh nilai anomali medan magnetik yang


diinginkan, maka dilakukan koreksi terhadap data medan magnetik total
hsil pengukuran pada setiap titik lokasi atau stasiun pengukuran, yang
mencakup koreksi harian, IGRF dan topografi.

1. Koreksi Harian
Koreksi harian (diurnal correction) merupakan penyimpangan nilai
medan magnetik bumi akibat adanya perbedaan waktu dan efek
radiasi matahari dalam satu hari. Waktu yang dimaksudkan harus
mengacu atau sesuai dengan waktu pengukuran data medan
magnetik di setiap titik lokasi (stasiun pengukuran) yang akan
dikoreksi. Apabila nilai variasi harian negatif, maka koreksi harian
dilakukan dengan cara menambahkan nilai variasi harian yang
terekam pada waktu tertentu terhadap data medan magnetik yang
akan dikoreksi. Sebaliknya apabila variasi harian bernilai positif,
maka koreksinya dilakukan dengan cara mengurangkan nilai
variasi harian yang terekam pada waktu tertentu terhadap data
medan magnetik yang akan dikoreksi.
2. Koreksi IGRF
Data hasil pemhukuran medan magnetik pada dasarnya adalah
konstribusi dari tiga komponen dasar, yaitu medan magnetik utama
bumi, medan magnetik luar dan medan anomali. Nilai medan
magnetik utama tidak lain adalah nilai IGRF. Jika nilai medan
magnetik utama dihilangkan dengan koreksi harian, maka
kontribusi medan magnetik utama dihilangkan dengan koreksi
IGRF. Koreksi IGRF dapat dilakukan dengan cara mengurangkan
nilai IGRF terhadap nilai medan magnetik total yang telah
terkoreksi harian pada setiap titik pengukuran pada posisi geografis
yang sesuai.
3. Kontinuasi ke atas
Pengangkatan ke atas atau upward continuation merupakan proses
transformasi data medan potensial dari suatu bidang datar ke
bidang datar lainnya yang lebih tinggi. Pada pengolahan data
geomagnetik, proses ini dapat berfungsi sebagai filter tapis rendah,
yaitu untuk menghilangkan suatu reduksi efek magnetik lokal yang
berasal dari berbagai sumber benda magnetik yang tersebar di
permukaan topografi yang tidak terkait dengan survei. Proses
pengangkatan tidak boleh terlalu tinggi, karena ini dapat mereduksi
anomali magnetik lokal yang bersumber dari benda magnetik atau
struktur geologi yang menjadi target survei magnetik ini. Pada
penelitian ini digunakan perangkat lunak Gravmap untuk mengolah
data medan magnet total.
4. Reduksi ke kutub
Reduksi ke kutub dilakukan pada data anomali magnet lokal.
Reduksi ke kutub ini dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak PFPROC dengan tujuan membuat respon anomali terlihat
monopole, sehingga memudahkan penentuan lokasi benda anomali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Anomali Medan Magnet Total


Anomali medan magnet total dihasilkan dengan melakukan
beberapa reduksi terhadap data hasil pengukuran di lapangan.
Reduksi yang dilakukan adalah koreksi IGRF, dan koreksi variasi
harian.
Pola kontur anomali medan magnet total terdiri dari klosur
positif dan klosur negatif. Klosur positif dan klosur negatif ini
menunjukkan anomali medan magnet adalah dipole (dwi kutub).
Jumlah dipole magnetik yang banyak menunjukkan anomali medan
magnet total masih sangat dipengaruhi oleh anomali lokal.

4.2 Kontinuasi ke Atas


Untuk penelitian ini kontinuasi yang dipilih adalah pada
ketinggian 150 meter di atas sferoida referensi, karena pada
ketinggian 150 m sudah terlihat bahwa kontur yang rapat atau
kontur yang mempunyai frekuensi tinggi sudah mulai hilang. Data
pengamatan tersebut diperhalus guna mengeliminasi efek lokal
dengan kontinuasi ke atas (upward continuation) setinggi 150
meter dengan menggunakan perangkat lunak Gravmap. Hasil
kontinuasi ini dapat terlihat dengan anomali yang muncul lebih
jelas. Peta anomali medan magnet yang telah dikontinuasi ke atas
terlihat lebih halus hasilnya.

4.3 Interpretasi Kualitatif


Interpretasi secara kualitatif dilakukan dengan menganalisa
kontur anomali medan magnet total hasil kontinuasi ke atas dan
kontur anomali medan magnet total yang sudah direduksi ke kutub.
Sayatan-sayatan pada peta anomali kontinuasi 150 mter
ditunjukkan pada gambar 4. Penentuan pasangan ini didasarkan
pada kecendrungan arah grid masing-masing pasangan kontur pola
tetap tertutup terlihat mempunyai gradien anomali yang lebih tajam
dari daerah sekitarnya. Pasangan pola kontur tertutup yang pertama
yaitu sayatan A-B, pasangan pola kontur kedua yaitu sayatan C-D,
pasangan pola kontur ketiga yaitu sayatan E-F, dan pasangan pola
kontur keempat yaitu sayatan G-H.

4.4 Interpretasi Kuantitatif


Interpretasi kuantitaif dilakukan dengan pemodelan benda
anomali menggunakan metode 2D yang dibuat dalam suatu paket
program Geomodel.pemodelan dilakukan pada anomali medan
magent total yang telah dikontinuasi setinggi 150 m. Untuk
melakukan interpretasi secara kuantitatif, sebelumnya data anomali
medan magnet kontinuasi ke atas disayat terlebih dahulu.
1. Sayatan A-B
Sayatan A-B (Gambar 4) ditarik dari

Anda mungkin juga menyukai