Dengan
melakukan pemodelan 2D dan 3D yang akan dibandingkan dengan data hasil bor (coring). Daerah
penelitian ini memiliki luas area sekitar ±30 hektar (300000 m2 ). Titik-titik pengambilan data
dilapangan dilakukan dengan cara acak (random) dengan jarak antar titik pengukuran 25 meter,
dengan banyak titik 251. Pengolahan data meliputi koreksi IGRF, menentukan anomali magnetik,
melakukan filter kontinuasi ke atas dan reduksi ke kutub. Didapatkan lokasi penelitian berada pada
inklinasi -29.38o , deklinasi 0.52o , medan magnet 38641.26 nT dan IGRF 44344 nT.
2.4.2 Alterasi Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks yang
melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, tekstur dan hasil interaksi fluida dengan batuan yang
dilewatinya. Perubahan tersebut akan bergantung pada karakter batuan dinding, karakter fluida (Eh,
pH), kondisi tekanan maupun temoeratur pada saat reaksi berlangsung, konsentrasi serta lama
aktivitas hidrotermal. Walaupun faktor- faktir diatas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia
fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam proses hidrotermal.
Menurut Corbett dan Leach sebagaimana dikutip Faeyumi (2012:10), faktor yang mempengaruhi
proses alterasi hidrotermal adalah sebagai berikut : 2.4.2.1 Temperatur dan Tekanan Peningkatan
suhu membentuk mineral yang terhidrasi lebih stabil, suhu juga berpengaruh terhadap tingkat
kristalin mineral. pada saat suhu yang lebih tinggi akan membentuk suatu mineral menjadi lebih
kristalin kondisi suhu dengan tekanan dapat dideterminasi berdasarkan tipe alterasi yang terbentuk.
Temperatur dan tekanan juga berpengaruh terhadap kemampuan larutan hidrotermal untuk
bergerak, bereaksi dan berdifusi, melarutkan serta membawa bahan-bahan yang akan bereaksi
dengan batuan samping. 2.4.2.2 Permeabilitas Permeabilitas akan menjadi lebih besar pada kondisi
batuan yang terekahkan serta pada batuan yang berpermeabilitas tinggi. Hal tersebut akan
mempermudah pergerakan fluida, selanjutnya akan memperbanyak kontak reaksi antra fluida
dengan batuan. 2.4.2.3 Komposisi Kimia dan Konsentrasi Larutan Hidrotermal Komposisi kimia
dan konsentrasi larutan panas yang bergerak, bereaksi dan berdifusi memiliki pH yang berbeda-
beda. Sehingga banyak mengandung klorida dan sulfida. Konsentrasi yang encer memudahkan
untuk bergerak. 2.4.2.4 Komposisi Batuan Samping Komposisi batuan samping sangat
berpengaruh terhadap penerimaan bahan larutan hidrotermal sehingga memungkinkan terjadinya
alterasi. Pada saat kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan
mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (mineral assemblage). Secara umum
himpunan mineral tertentu akan mencerminkan tipe alterasinya
2.2Medan Magnet Bumi Medan magnet bumi adalah medan dimana dapat dideteksi
distribusi gaya magnet (Indratmoko et al., 2009: 155). Penyebab terjadinya proses magnetisasi
pada batuan umumnya bersumber dari medan magnet bumi, bumi juga dapat diasumsikan sebagai
dinamo. Dimana pada teori dinamo tersebut menyatakan adanya konveksi arus bawah permukaan
bumi akibat reaksi nuklir pada inti luar bumi yang mayoritas merupakan material besi dan nikel
cair. Konveksi ini menyebabkan adanya arus listrik pada inti bumi, dan arus tersebut memunculkan
medan magnet bumi dimana kedua kutubnya berada dekat dengan kutub-kutub bumi. Medan
magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen medan magnet bumi,
yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut
meliputi : a. Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara magnetik dengan komponen horizontal yang
dihitung dari utara menuju timur b. Inklinasi(I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan
bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah. c.
Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang horizontal. d. Medan
magnetik total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.
Proses terbentuknya timah primer adalah batuan granit yang berasosiasi dengan magma
asam dan menembus lapisan sedimen (intrusi granit). Pada tahap akhir kegiatan intrusi, terjadi
peningkatan konsentrasi elemen di bagian atas, baik dalam bentuk gas maupun cair, yang akan
bergerak melalui pori-pori atau retakan. Karena tekanan dan temperatur berubah, maka terjadilah
proses kristalisasi yang akan membentuk deposit dan batuan samping.Mineralisasi terdapat pada
daerah kontak dan puncak granit berupa, skarn, greissen dan vein
Berdasarkan konsep diatas, Tim Eksplorasi PT. Timah Eksplomin (2007) menyebutkan
kasiterit primer yang ekonomis terdapat dalam 3 fase yaitu fase Pneumatolitik, Pneumatolitik-
hydrothermal tinggi, dan Hipotermal mesotermal. Berikut uraian dari beberapa fase tersebut : •
Fase pneumatolitik Terbentuk greisen muskovit yang mengandung kasiterit. Dalam jumlah jarang
terdapat greisen topaz dan turmalin. • Fase kontak pneumatolitik-hydrothermal Mengandung timah
yang menerobos masuk dalam batuan sedimen melalaui celah dan mengubah secara
metasomatisme kontak. • Fase hipotemal-mesotermal Mengandung timah dengan komponen utama
mengisi perangkap yang telah ada berupa jalur sesar, kekar, retakan, bidang lapisan, dicirkan
dengan adanya urat-urat kwarsa yang mengandung kasiterit. Minerlasisasi dan tipe timah primer
Bangka (Tempilang dan Pemali) dibagi menjadi 3 tipe yaitu: 1. Tipe Greisen Merupakan endapan
hasil proses pneumatolitik/metasomatisme kontak berupa batu lempung, batu pasir, meta sedimen
maupun metamorf, berada di Daerah Pemali. 12 2. Tipe urat (vein) Terbentuk pada granit dekat
dengan kontak metasedimen. Asosiasi endapan ini adalah mineral turmalin, kuarasa sering
dijumpai sebagai urat kwarsa dan kasiterit saja. 3. Stockwork Mineral timah primer dalam bentuk
urat jejarinngan (strockwork) terjadi pada granit gneiss, asosiasi mineral: monasit, arsenopirit,
oksida besi, wolframit, pirit, kalkopirit. Berdasarkan ganesa pembentukan mineral, endapan primer
terdapat pada batuan granit dan pada daerah sentuhan batuan endapan malih yang biasanya
berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah. Endapan terdiri dari lensa kuarsa yang
mengandung kasiterit dan wolframit dnegan jumlah kadar yang dimanfaatkan sebesar 0,4%.
Endapan timah di Kelapa Kampit merupakan jenis yang khas. Hal ini disebabkan karena urat pada
bidang perlapisan dan terhampar mengikuti bidang jurus perlapisan. Dengan demikian arah
penyebarannya dapat diramalkan. Selain itu mempunyai kemiringan yang curam dan umumnya
berasosiasi dengan minerla sulfida ataupun bersifat magnet. Di Pulau Bangka endapan yang
penting terdapat di daerah Pemali dan Tempilang. Di Daerah Pemali endapan timah didapatkan
sebagai jejaring dan greisens dalam granit dan urat tormaline kasitrit yang membujur sejajar
dengan sentuhan atau di dekatnya. Ditinjau dari segi kemungkinannya endapan timah primer yang
terdpat pada batuan sedimen di Pulau Belitung mempunyai prosepek untuk ditambang. Di Pulau
Bangka endapan jenis dalam granit harapannya bahkan lebih 13 baik. Batuan asal (mother rock)
dari timah adalah batuan beku bersifat asam yakni granit yang mengalami mineralisasi. Namun
tidak semua jenis granit menghasilkan timah tergantung dari kandungan magma serta batuan yang
diterobos magma. (Burhamzah, 2016).
Struktur Geologi yang dijumpai di Kabupaten Bangka Selatan berupa lipatan, patahan dan
kelurusan. Veerbek (1897) menyebutkan bahwa di Bangka Selatan ditemukan sesar mayor berarah
utara-selatan melalui Teluk Klabat yang menurut Zwierzycki (1928) memanjang sampai kearah
timur sampai ke Pulau Sumatera. Ukoko (1984) mengemukakan adanya strike slip fault pada
sedimen tersier yang terbentuk pada Mesozoik Bawah-Tersier Awal. Struktur sesar yang
berkembang adalah sesar mendatar dan sesar normal. Sesar mendatar berarah timurlautbaratdaya
sedangkan sesar normal berarah baratlaut-tenggara (Margono, 1995). Struktur lipatan terdapat pada
satuan batupasir dan batulempung formasi Tanjung Genting dan Formasi Ranggam dengan
kemiringan antara 18° - 75° dengan sumbu lipatan berarah timur laut- barat daya.
Stratigrafi Kabupaten Bangka Selatan dapat dibagi menjadi 5 Formasi (Margono, 1995). 1.
Kompleks Malihan Pemali merupakan kompleks batuan metamorf yang terdiri dari filit, sekis dan
kuarsit yang merupakan produk metamorfisme dinamotermal berumur perm, terkekarkan,
terlipatkan, tersesarkan dan diterobos oleh Granit Klabat. Filit berwarna kelabu kecoklatan, struktur
mendaun dan berurat kuarsa. Sekis berwarna kelabu kehijauan, struktur mendaun, terkekarkan,
setempat kekarnya terisi kuarsa atau oksida besi, berselingan dengan kuarsit. Kuarsit berwarna
putih kotor kecoklatan, keras tersusun oleh kuarsa dan felsfar, perlapisannya mencapai 1 cm. 2.
Formasi Tanjung Genting terdiri dari perselingan batupasir, batulempung pasiran, dengan lensa
batugamping. Batupasir umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, berbutir halus-sedang, terpilah
baik, keras, tebal 2 s.d. 60 cm dengan struktur sediment silang siur danm laminasi bergelombang.
Lensa batugamping ditemukan dengan ketebalan 1,5 m. Batulempung berwarna kelabu kecoklatan,
berlapis baik dengan tebal 15 cm. 3. Granit Klabat terdiri dari granit biotit, granodiorit, dan granit
genesan. Granit biotit berwarna kelabu, tekstur porfiritik dengan butiran Kristal berukuran
sedangkasar, fenokris feldsfar panjangnya 4 cm dan memperlihatkan struktur foliasi. Granodiorit
berwarna putih kotor, berbintik hitam, Granit genesan berwarna kelabu dan berstruktur daun. 4.
Formasi Ranggam terdiri dari perselingan batupasir, batulempung dan konglomerat. Batupasir
berwarna putih kotor, berbutir haluskasar, menyudut-membundar tanggung, mudah diremas,
berlapis baik, struktur sedimen pada batupasir silang-siur, perlapisan sejajar dan dan perlapisan
bersusun, setempat ditemukan lensa-lensa batubara dengan tebal 0,5 m dan mengandung timah
sekunder yang bercampur dengan pasir kuarsa. Batulempung mengandung sisasisa tumbuhan dan
lensa gambut. Konglomerat, komponen terdiri dari pecahan granit, kuarsa dan batu malihan. 5.
Endapan aluvial umumnya terdiri dari lumpur, lempung, pasir, kerikil, kerakal dan gambut yang
terendapkan sebagai endapan sungai, rawa dan pantai. Endapan ini mengandung residual gravel
yang kaya akan timah dengan ketebalan mencapai 2 meter. Bentuk butir menyudut
tanggungmembundar, mengandung fosil kayu, fosil tumbuhan dan fosil cangkang.
Kabupaten Bangka Selatan secara fisiografi dapat dibedakan menjadi 6 wilayah fisiografi
yaitu : 1. Fisiografi dataran rendah pesisir aluvium rawa mempunyai bentuk morfologi pedataran
dengan kemiringan lereng 0° - 2°, terletak pada dataran rendah sekitar pantai di bagian utara
Kabupaten Bangka Selatan di Bangka Kota bagian barat, bagian timur Kabupaten Bangka Selatan
di sebelah selatan yang berbatasan dengan laut dari Gudang, Batubetumpang dan Serdang. Daerah
di bagian timur Kabupaten Bangka Selatan hampir seluruhnya termasuk termasuk dalam satuan
fisiografi ini meliputi bagian timur dari Kepoh. Di Pulau lepar yang daerah dengan fisiografi ini
terletak di bagian utara dan timur. 2. Fisiografi dataran rendah aluvium sungai mempunyai bentuk
morfologi pedataran dengan kemiringan lereng 0° - 2°, terletak pada dataran sungai-sungai utama
yang memiliki tingkat erosi lateral tinggi dengan morfologi pedataran. Daerah dengan fisiografi ini
terutama terdapat di sungai kepoh mulai dari hulu di Tabau, Air Gegas sampai bertemu dengan Air
Resungriga di tenggara brunuk, Sungai Ulin mulai dari hulu di bagian barat Pinang sampai bagian
barat Kelubi, Air Pelawan mulai dari hulu di bagian timur Jelutung sampai bagian timur Malumut.
3. Fisiografi perbukitan granit mempunyai bentuk morfologi perbukitan dengan kemiringan lereng
7° - 15° sampai lebih dari 15°. Terletak pada bagian utara Kabupaten Bangka Selatan di bukit
Nangka, Bukit Batang, Bukit Murup, Bukit Burang, Bukit Mudung, Gunung Gebang, Gunung
Neneh, Gunung Berah, Bukit Terubuk manawar, Bukit Keledang, dan Bukit Tebas. Pada bagian
selatan Kabupaten Aspek fisik dasar dalam penentuan arahan kesesuaian lahan pada rencana tata
ruang wilayah Kabupaten Bangka Selatan (Bombom Rachmat Suganda) 9 Bangka Selatan meliputi
BukitGunung, Gunung Toboali, Gunung Muntai, Gunung Namak dan Daerah Tanjung Baginda
serta Tanjung Ru. Sedangkan di Pulau Lepar terdapat di Bukit Modiuk serta sekitar Tanjung Merun
dan Tanjung Labu. 4. Fisiografi dataran metamorf mempunyai bentuk morfologi pedataran landai
dengan kemiringan lereng antara 2° - 7°, terletak di bagian utara Kabupaten Bangka Selatan di
bagian selatan Kindeng. 5. Fisiografi dataran metasedimen mempunyai bentuk morfologi pedataran
landai dengan kemiringan lereng antara 2° - 7°, terletak menyebar dan merata pada setiap daerah di
Kabupaten Bangka Selatan. 6. Fisiografi dataran sedimen mempunyai bentuk morfologi pedataran
landai dengan kemiringan lereng antara 2° - 7°, terletak di bagian selatan Kabupaten Bangka
Selatan di daerah Lesat.