Anda di halaman 1dari 8

Penelitian ini menggunakan data sekunder magnetik, topografi, dan bor (coring).

Dengan
melakukan pemodelan 2D dan 3D yang akan dibandingkan dengan data hasil bor (coring). Daerah
penelitian ini memiliki luas area sekitar ±30 hektar (300000 m2 ). Titik-titik pengambilan data
dilapangan dilakukan dengan cara acak (random) dengan jarak antar titik pengukuran 25 meter,
dengan banyak titik 251. Pengolahan data meliputi koreksi IGRF, menentukan anomali magnetik,
melakukan filter kontinuasi ke atas dan reduksi ke kutub. Didapatkan lokasi penelitian berada pada
inklinasi -29.38o , deklinasi 0.52o , medan magnet 38641.26 nT dan IGRF 44344 nT.

Penelitian ini menggunakan metode Survey Geomagnetic dengan bantuan alat


GSM-19 T Magnetometer, dengan data yang diperoleh yaitu kuat medan magnet, nilai
koordinat peta (x,y,z), sampel batuan, hasil sampel XRF, peta geologi, peta kontur, nilai
IGRF, nilai inklinasi dan deklinasi. Pengukuran menggunakan metode base-rover (mobile)
menggunakan dua buah alat PPM yaitu untuk pengambilan data base dan untuk
pengambilan data di lapangan, guna mencatat intensitas medan total dari tiap lintasan.
Penelitian ini dimulai dengan aktivitas pengamatan atau observasi, pengukuran, akuisi data
dan mapping. Selain itu, pembuatan peta daerah terduga memiliki anomali dengan nilai
tinggi menggunakan perangkat lunak Oasis Montaj 8.4. Panjang lintasan yang diukur ± 2.5
– 3.5 km dengan spasi antar lintasan ± 200 meter dan pengambilan data mobile dilakukan
3x per stasiun dengan jarak per-stasiun atau satu titik dengan titik lainnya sepanjang 10
meter.
Menurut Evans sebagaimana dikutip Perdana (2011:36), larutan hidrotermal adalah suatu
cairan panas yang berasal dari kulit bumi yang bergerak ke atas permukaan dengan membawa
komponen-komponen pembentuk mineral bijih. Larutan hidrotermal pada suatu sistem dapat
berasal dari fluida magmatik, air hujan dan connate atau fluida yang berisi mineral. fluida ini
dihasilkan selama proses metamorfosi yang menjadi panas di dalam bumi sehingga menjadi larutan
hidrotermal. Larutan hidrotermal ini mempunyai komposisi kimia tertentu yang sangat penting
untuk mendeterminasi potensi pembentukan mineral bijih pada suatu sisterm serta memiliki
komponen kimia lain yang berperan dalam pembentukan mineral alterasi. Sistem hidrotermal
mungkin berhubungan dengan sumber-sumber panas magmatik, namun mungkin juga tidak. Sistem
yang berhubungan dengan sumber panas magmatik biasanya terjadi pada busur volkanik, pada
pemekaran samudra dan juga dalam daerah hot spot. Sedangkan sistem yang tidak berhubungan
dengan sumber panas magmatik mungkin ditemukan di lingkungan kontinen yang mengalami
uplifing cepat dan menyebabkan gradien hidrotermal tinggi. Larutan hidrotermal yang ada pada
suatu sistem bisa berasal dari larutan magmatik atau dari air meteorik atau kombinasi keduanya.
Oleh karena itu, lingkungan tektonik atau geologi yang berbeda akan menghasilkan karakteristik
larutan hidrotermal dan kandungan logam yang berbeda pula (Perdana, 2011:37).

2.4.2 Alterasi Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks yang
melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, tekstur dan hasil interaksi fluida dengan batuan yang
dilewatinya. Perubahan tersebut akan bergantung pada karakter batuan dinding, karakter fluida (Eh,
pH), kondisi tekanan maupun temoeratur pada saat reaksi berlangsung, konsentrasi serta lama
aktivitas hidrotermal. Walaupun faktor- faktir diatas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia
fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam proses hidrotermal.
Menurut Corbett dan Leach sebagaimana dikutip Faeyumi (2012:10), faktor yang mempengaruhi
proses alterasi hidrotermal adalah sebagai berikut : 2.4.2.1 Temperatur dan Tekanan Peningkatan
suhu membentuk mineral yang terhidrasi lebih stabil, suhu juga berpengaruh terhadap tingkat
kristalin mineral. pada saat suhu yang lebih tinggi akan membentuk suatu mineral menjadi lebih
kristalin kondisi suhu dengan tekanan dapat dideterminasi berdasarkan tipe alterasi yang terbentuk.
Temperatur dan tekanan juga berpengaruh terhadap kemampuan larutan hidrotermal untuk
bergerak, bereaksi dan berdifusi, melarutkan serta membawa bahan-bahan yang akan bereaksi
dengan batuan samping. 2.4.2.2 Permeabilitas Permeabilitas akan menjadi lebih besar pada kondisi
batuan yang terekahkan serta pada batuan yang berpermeabilitas tinggi. Hal tersebut akan
mempermudah pergerakan fluida, selanjutnya akan memperbanyak kontak reaksi antra fluida
dengan batuan. 2.4.2.3 Komposisi Kimia dan Konsentrasi Larutan Hidrotermal Komposisi kimia
dan konsentrasi larutan panas yang bergerak, bereaksi dan berdifusi memiliki pH yang berbeda-
beda. Sehingga banyak mengandung klorida dan sulfida. Konsentrasi yang encer memudahkan
untuk bergerak. 2.4.2.4 Komposisi Batuan Samping Komposisi batuan samping sangat
berpengaruh terhadap penerimaan bahan larutan hidrotermal sehingga memungkinkan terjadinya
alterasi. Pada saat kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan
mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (mineral assemblage). Secara umum
himpunan mineral tertentu akan mencerminkan tipe alterasinya

Metode Magnetik merupakan Metode geofisika diterapkan untuk mengetahui sifat-sifat


fisik batuan yang ada di bawah permukaan. Salah satu metode geofisika adalah metode magnetik.
Metode magnetik bekerja berdasarkan pengukuran variasi kecil intensitas medan magnet di
permukaan bumi yang disebabkan karena perbedaan antara sifat magnetisasi batuan di kerak bumi
sehingga meningkatkan munculnya medan magnet bumi yang tidak homogen atau disebuat
anomali magnetik (Santosa, 2013). Metode magnetik merupakan salah satu metode geofisika yang
aplikasinya sering digunakan dalam bidang eksplorasi. Penggunaan metode magnetik untuk
eksplorasi didasarkan pada sifat kemagnetan batuan. Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan
karakteristik batuan-batuan tersebut. Dalam bidang geofisika metode magnetik sangat efektif untuk
menentukan struktur bawah permukaan serta mineral logam yang terkandungnya (Perdana, 2011).
Metode magnetik merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menghitung medan magnet yang
ada di bumi. Metode magnetik dalam aplikasi geofisika akan tergantung pada pengukuran yang
akurat dari anomali medan geomagnet lokal yang dihasilkan variasi intensitas magnetisasi dalam
formasi batuan. Intensitas magnetik dalam batuan itu sendiri sebagian disebabkan oleh adanya
magnetisasi permanen. Intensitas dari induksi geomagnet akan bergantung pada suseptibilitas
magnetik batuannya dan gaya magnetnya, serta intensitas permanennya pada sejarah geologi
terbentuknya batuan tersebut. Chen et al. (2013:503) menerapkan metode magnetik untuk
mengenali anomali magnetik lemah dalam keadaan geologi kompleks dan hasil model
menunjukkan bahwa anomali magnetik akibat lingkungan geologi kompleks menjadi sangat lemah.
Sebagian besar respon dari batuan vulkanik menunjukkan sifat kemagnetan yang lebih kuat karena
adanya kandungan mineral ferromagnetik dibandingkan dengan batuan lainnya. Nilai suseptibilitas
batuan vulkanik bervariasi antara 200 x 10-5 SI hingga 4000 x 10-5 SI, kemudian suseptibilitas
lembah sedimen bervariasi antara 0 sampai 0,3 x 10-5 SI. Batuan vulkanik seringkali menghasilkan
anomali magnetik yang kuat dibandingkan dengan batuan lainnya. Beberapa bekas penggalian
terletak dalam daerah anomali negatif yang disebabkan oleh faktor lapisan vulkanik sangat
terpengaruh oleh alterasi hidrotermal sehingga menghasilkan suseptibilitas lemah.
2.1.1 Gaya Magnetik Gaya magnetik menurut hukum Coloumb, bila terdapat muatan atau
kutub (m1 dan m2) yang berada pada jarak r maka kedua muatan atau kutub tersebut, bila sejenis
akan tolak menolak sedangkan kalau berlawanan jenis akan tarik menarik dengan gaya.
2.1.2 Kuat Medan Magnet Kuat medan magnetik ialah besarnya medan magnet pada suatu
titik dalam ruangan yang timbul sebagai akibat adanya kuat kutub yang berada sejauh r dari titik m
tersebut. Kuat medan magnetik didefinisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet.
2.1.3 Intensitas Magentik Suatu benda magnetik yang ditempatkan pada suatau medan
magnet dengan kuat medan , maka akan mengalami magnetisasi karena induksi (Telford et al.,
1990:63). Satuan magnetisasi dalam SI adalam A/m, sedangkan dalam cgs adalah gauss.
2.1.4 Susceptibilitas/ Kerentanan Magnetik Suseptibilitas magnetik batuan merupakan
harga magnet suatu bahan terhadap pengaruh magnet yang erat kaitannya dengan kandungan
mineral dan oksida besi. Semakin besar kandungan mineral magnetit dalam batuan, semakin besar
harga suseptibilitasnya. Nilai suseptibilitas magnetik dalam ruang hampa sama dengan nol karena
hanya benda berwujud yang dapat termagnetisasi. Harga pada batuan semakin besar apabila dalam
batuan tersebut semakin banyak dijumpai mineral-mineral yang bersifat magnetik (Burger et al.,
2006). Sifat kemagnetan batuan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama yaitu
diamagnetik, paramagnetik dan feromagnetik. Material diamagnetik memiliki suseptibilitas rendah
dan negatif serta memiliki magnetisasi yang berlawanan dengan medan yang diberikan. Material
paramagnetik memiliki suseptibilitas rendah dan positif. Sifat feromagnetik dikarakterisasi dengan
sifat kemagnetan kuat, memiliki suseptibilitas tinggi dan bernilai positif (Lowrie, 2007:289).
Berikut ini adalah tabel nilai suseptibilitas magnetik berbagai macam batuan dan mineral :
2.1.5 Induksi Magnetik Adanya medan magnetik regional yang berasal dari bumi dapat
menyebabkan terjadinya induksi magnetik pada batuan yang mempunyai suseptibilitas baik. Total
medan magnetik yang dihasilkan pada batuan ini dinyatakan sebagai induksi magnetik. Medan
magnetik yang terukur oleh magnetometer adalah medan magnet induksi termasuk efek
magnetisasi yang diberikan

2.2Medan Magnet Bumi Medan magnet bumi adalah medan dimana dapat dideteksi
distribusi gaya magnet (Indratmoko et al., 2009: 155). Penyebab terjadinya proses magnetisasi
pada batuan umumnya bersumber dari medan magnet bumi, bumi juga dapat diasumsikan sebagai
dinamo. Dimana pada teori dinamo tersebut menyatakan adanya konveksi arus bawah permukaan
bumi akibat reaksi nuklir pada inti luar bumi yang mayoritas merupakan material besi dan nikel
cair. Konveksi ini menyebabkan adanya arus listrik pada inti bumi, dan arus tersebut memunculkan
medan magnet bumi dimana kedua kutubnya berada dekat dengan kutub-kutub bumi. Medan
magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen medan magnet bumi,
yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut
meliputi : a. Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara magnetik dengan komponen horizontal yang
dihitung dari utara menuju timur b. Inklinasi(I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan
bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah. c.
Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang horizontal. d. Medan
magnetik total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.

Proses terbentuknya timah primer adalah batuan granit yang berasosiasi dengan magma
asam dan menembus lapisan sedimen (intrusi granit). Pada tahap akhir kegiatan intrusi, terjadi
peningkatan konsentrasi elemen di bagian atas, baik dalam bentuk gas maupun cair, yang akan
bergerak melalui pori-pori atau retakan. Karena tekanan dan temperatur berubah, maka terjadilah
proses kristalisasi yang akan membentuk deposit dan batuan samping.Mineralisasi terdapat pada
daerah kontak dan puncak granit berupa, skarn, greissen dan vein

Berdasarkan konsep diatas, Tim Eksplorasi PT. Timah Eksplomin (2007) menyebutkan
kasiterit primer yang ekonomis terdapat dalam 3 fase yaitu fase Pneumatolitik, Pneumatolitik-
hydrothermal tinggi, dan Hipotermal mesotermal. Berikut uraian dari beberapa fase tersebut : •
Fase pneumatolitik Terbentuk greisen muskovit yang mengandung kasiterit. Dalam jumlah jarang
terdapat greisen topaz dan turmalin. • Fase kontak pneumatolitik-hydrothermal Mengandung timah
yang menerobos masuk dalam batuan sedimen melalaui celah dan mengubah secara
metasomatisme kontak. • Fase hipotemal-mesotermal Mengandung timah dengan komponen utama
mengisi perangkap yang telah ada berupa jalur sesar, kekar, retakan, bidang lapisan, dicirkan
dengan adanya urat-urat kwarsa yang mengandung kasiterit. Minerlasisasi dan tipe timah primer
Bangka (Tempilang dan Pemali) dibagi menjadi 3 tipe yaitu: 1. Tipe Greisen Merupakan endapan
hasil proses pneumatolitik/metasomatisme kontak berupa batu lempung, batu pasir, meta sedimen
maupun metamorf, berada di Daerah Pemali. 12 2. Tipe urat (vein) Terbentuk pada granit dekat
dengan kontak metasedimen. Asosiasi endapan ini adalah mineral turmalin, kuarasa sering
dijumpai sebagai urat kwarsa dan kasiterit saja. 3. Stockwork Mineral timah primer dalam bentuk
urat jejarinngan (strockwork) terjadi pada granit gneiss, asosiasi mineral: monasit, arsenopirit,
oksida besi, wolframit, pirit, kalkopirit. Berdasarkan ganesa pembentukan mineral, endapan primer
terdapat pada batuan granit dan pada daerah sentuhan batuan endapan malih yang biasanya
berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah. Endapan terdiri dari lensa kuarsa yang
mengandung kasiterit dan wolframit dnegan jumlah kadar yang dimanfaatkan sebesar 0,4%.
Endapan timah di Kelapa Kampit merupakan jenis yang khas. Hal ini disebabkan karena urat pada
bidang perlapisan dan terhampar mengikuti bidang jurus perlapisan. Dengan demikian arah
penyebarannya dapat diramalkan. Selain itu mempunyai kemiringan yang curam dan umumnya
berasosiasi dengan minerla sulfida ataupun bersifat magnet. Di Pulau Bangka endapan yang
penting terdapat di daerah Pemali dan Tempilang. Di Daerah Pemali endapan timah didapatkan
sebagai jejaring dan greisens dalam granit dan urat tormaline kasitrit yang membujur sejajar
dengan sentuhan atau di dekatnya. Ditinjau dari segi kemungkinannya endapan timah primer yang
terdpat pada batuan sedimen di Pulau Belitung mempunyai prosepek untuk ditambang. Di Pulau
Bangka endapan jenis dalam granit harapannya bahkan lebih 13 baik. Batuan asal (mother rock)
dari timah adalah batuan beku bersifat asam yakni granit yang mengalami mineralisasi. Namun
tidak semua jenis granit menghasilkan timah tergantung dari kandungan magma serta batuan yang
diterobos magma. (Burhamzah, 2016).

Struktur Geologi yang dijumpai di Kabupaten Bangka Selatan berupa lipatan, patahan dan
kelurusan. Veerbek (1897) menyebutkan bahwa di Bangka Selatan ditemukan sesar mayor berarah
utara-selatan melalui Teluk Klabat yang menurut Zwierzycki (1928) memanjang sampai kearah
timur sampai ke Pulau Sumatera. Ukoko (1984) mengemukakan adanya strike slip fault pada
sedimen tersier yang terbentuk pada Mesozoik Bawah-Tersier Awal. Struktur sesar yang
berkembang adalah sesar mendatar dan sesar normal. Sesar mendatar berarah timurlautbaratdaya
sedangkan sesar normal berarah baratlaut-tenggara (Margono, 1995). Struktur lipatan terdapat pada
satuan batupasir dan batulempung formasi Tanjung Genting dan Formasi Ranggam dengan
kemiringan antara 18° - 75° dengan sumbu lipatan berarah timur laut- barat daya.

Stratigrafi Kabupaten Bangka Selatan dapat dibagi menjadi 5 Formasi (Margono, 1995). 1.
Kompleks Malihan Pemali merupakan kompleks batuan metamorf yang terdiri dari filit, sekis dan
kuarsit yang merupakan produk metamorfisme dinamotermal berumur perm, terkekarkan,
terlipatkan, tersesarkan dan diterobos oleh Granit Klabat. Filit berwarna kelabu kecoklatan, struktur
mendaun dan berurat kuarsa. Sekis berwarna kelabu kehijauan, struktur mendaun, terkekarkan,
setempat kekarnya terisi kuarsa atau oksida besi, berselingan dengan kuarsit. Kuarsit berwarna
putih kotor kecoklatan, keras tersusun oleh kuarsa dan felsfar, perlapisannya mencapai 1 cm. 2.
Formasi Tanjung Genting terdiri dari perselingan batupasir, batulempung pasiran, dengan lensa
batugamping. Batupasir umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, berbutir halus-sedang, terpilah
baik, keras, tebal 2 s.d. 60 cm dengan struktur sediment silang siur danm laminasi bergelombang.
Lensa batugamping ditemukan dengan ketebalan 1,5 m. Batulempung berwarna kelabu kecoklatan,
berlapis baik dengan tebal 15 cm. 3. Granit Klabat terdiri dari granit biotit, granodiorit, dan granit
genesan. Granit biotit berwarna kelabu, tekstur porfiritik dengan butiran Kristal berukuran
sedangkasar, fenokris feldsfar panjangnya 4 cm dan memperlihatkan struktur foliasi. Granodiorit
berwarna putih kotor, berbintik hitam, Granit genesan berwarna kelabu dan berstruktur daun. 4.
Formasi Ranggam terdiri dari perselingan batupasir, batulempung dan konglomerat. Batupasir
berwarna putih kotor, berbutir haluskasar, menyudut-membundar tanggung, mudah diremas,
berlapis baik, struktur sedimen pada batupasir silang-siur, perlapisan sejajar dan dan perlapisan
bersusun, setempat ditemukan lensa-lensa batubara dengan tebal 0,5 m dan mengandung timah
sekunder yang bercampur dengan pasir kuarsa. Batulempung mengandung sisasisa tumbuhan dan
lensa gambut. Konglomerat, komponen terdiri dari pecahan granit, kuarsa dan batu malihan. 5.
Endapan aluvial umumnya terdiri dari lumpur, lempung, pasir, kerikil, kerakal dan gambut yang
terendapkan sebagai endapan sungai, rawa dan pantai. Endapan ini mengandung residual gravel
yang kaya akan timah dengan ketebalan mencapai 2 meter. Bentuk butir menyudut
tanggungmembundar, mengandung fosil kayu, fosil tumbuhan dan fosil cangkang.

Kabupaten Bangka Selatan secara fisiografi dapat dibedakan menjadi 6 wilayah fisiografi
yaitu : 1. Fisiografi dataran rendah pesisir aluvium rawa mempunyai bentuk morfologi pedataran
dengan kemiringan lereng 0° - 2°, terletak pada dataran rendah sekitar pantai di bagian utara
Kabupaten Bangka Selatan di Bangka Kota bagian barat, bagian timur Kabupaten Bangka Selatan
di sebelah selatan yang berbatasan dengan laut dari Gudang, Batubetumpang dan Serdang. Daerah
di bagian timur Kabupaten Bangka Selatan hampir seluruhnya termasuk termasuk dalam satuan
fisiografi ini meliputi bagian timur dari Kepoh. Di Pulau lepar yang daerah dengan fisiografi ini
terletak di bagian utara dan timur. 2. Fisiografi dataran rendah aluvium sungai mempunyai bentuk
morfologi pedataran dengan kemiringan lereng 0° - 2°, terletak pada dataran sungai-sungai utama
yang memiliki tingkat erosi lateral tinggi dengan morfologi pedataran. Daerah dengan fisiografi ini
terutama terdapat di sungai kepoh mulai dari hulu di Tabau, Air Gegas sampai bertemu dengan Air
Resungriga di tenggara brunuk, Sungai Ulin mulai dari hulu di bagian barat Pinang sampai bagian
barat Kelubi, Air Pelawan mulai dari hulu di bagian timur Jelutung sampai bagian timur Malumut.
3. Fisiografi perbukitan granit mempunyai bentuk morfologi perbukitan dengan kemiringan lereng
7° - 15° sampai lebih dari 15°. Terletak pada bagian utara Kabupaten Bangka Selatan di bukit
Nangka, Bukit Batang, Bukit Murup, Bukit Burang, Bukit Mudung, Gunung Gebang, Gunung
Neneh, Gunung Berah, Bukit Terubuk manawar, Bukit Keledang, dan Bukit Tebas. Pada bagian
selatan Kabupaten Aspek fisik dasar dalam penentuan arahan kesesuaian lahan pada rencana tata
ruang wilayah Kabupaten Bangka Selatan (Bombom Rachmat Suganda) 9 Bangka Selatan meliputi
BukitGunung, Gunung Toboali, Gunung Muntai, Gunung Namak dan Daerah Tanjung Baginda
serta Tanjung Ru. Sedangkan di Pulau Lepar terdapat di Bukit Modiuk serta sekitar Tanjung Merun
dan Tanjung Labu. 4. Fisiografi dataran metamorf mempunyai bentuk morfologi pedataran landai
dengan kemiringan lereng antara 2° - 7°, terletak di bagian utara Kabupaten Bangka Selatan di
bagian selatan Kindeng. 5. Fisiografi dataran metasedimen mempunyai bentuk morfologi pedataran
landai dengan kemiringan lereng antara 2° - 7°, terletak menyebar dan merata pada setiap daerah di
Kabupaten Bangka Selatan. 6. Fisiografi dataran sedimen mempunyai bentuk morfologi pedataran
landai dengan kemiringan lereng antara 2° - 7°, terletak di bagian selatan Kabupaten Bangka
Selatan di daerah Lesat.

Anda mungkin juga menyukai