Geomagnetisme
Metode magnetic merupakan salah satu metode geofisika tertua yang mempelajari
karakteristik medan magnet bumi. Sejak lebih dari tiga abad yang lalu telah diketahui bahwa
bumi merupakan magnet yang besar. Bentuk bumi sendiri tidak benar-benar bulat dan material
penyusunnya pun tidak homogen, hal ini mengakibatkan perubahan-perubahan pada lintasan
garis gaya magnet. Metode ini didasarkan pada pengukuran variasi intensitas magnetic
dipermukaan bumi yang disebabkan adanya variasi distribusi (anomaly) benda termagnetisasi
dibawah permukaan bumi. Variasi intensitas medan magnetic yang terukur kemudian ditafsirkan
dalam bentuk distribusi bahan magnetic dibawah permukaan, kemudian dijadikan dasar sebagai
pendugaan keadaan geologi yang mungkin teramati. Pengukuran intensitas medan magnetic
dapat dilakukan didarat, dilaut maupun udara.
Susceptibilitas magnet batuan adalah harga magnet suatu batuan terhadap pengaruh
magnet, yang pada umumnya erat kaitannya dengan kandungan mineral dan oksida besi.
Semakin besar kandungan mineral magnetic didalam batuan, akan semakin besar harga
susceptibilitasnya. Metode ini sangat cocok untuk pendugaan struktur geologi bawah
permukaan dengan tidak mengabaikan factor control adanya kenampakan geologi di permukaan
dan kegiatan gunung api.
Metode magnetic sering digunakan untuk eksplorasi minyak bumi, panas bumi, dan
batuan mineral serta bisa diterapkan pada pencarian prospeksi benda-benda arkeologi. Metode
magnetic mendasari survei geofisika dalam pencarian jebakan mineral dan struktur bawah
permukaan bumi secara signifikan.
Kekuatan batuan atau mineral untuk terimbas oleh medan magnet luar dapat dibedakan
menjadi beberapa bagian, tergantung dari atom-atom penyusunnya seperti Diamagnetik,
Paramagnetik, Ferromagnetik, Ferrimagnetik, dan Antiferromagnetik. Dibawah ini merupakan
penjelasan dari masing-masing bagian.
1. Diamagnetik
Batuan yang berkategori diamagnetic mempunyai harga suseptibilitas (k)
negative, sehingga intensitas imbasan dalam batuan atau mineral tersebut memberikan
efek magnet lemah dan mengarah berlawanan dengan gaya medan magnet tersebut. Hal
ini terjadi karena dalam batuan yang mempunyai kulit electron yang telah jenuh atau
tiap electron telah memiliki pasangan, sehingga electron tersebut akan berpresisi jika
mendapat medan magnet luar (H). Contoh batuan diamagnetic antara lain : Marmer,
Grafit, Bismut, Garam, Kuarsa, dan Gipsum atau Anhidrit.
2. Paramagnetik
Batuan atau mineral paramagnetic mempunyai susceptibilitas batuan (k) positif
dan sedikit lebih besar dari satu. Interaksi antar atomnya lemah, karena kulit electron
terluar belum jenuh (tidak berpasangan). Elektron-elektron tersebut akan mengisi
tempat yang kosong terlebih dahulu sebelum berpasangan. Adapun momen magnetic
batuan paramagnetic ini menyebar secara acak seiring perubahan suhu. Tetapi bila
diberi medam magnet luar, momen magnetnya akan searah dengan medan magnet luar,
sehingga memperkuat medan magnet luar. Contoh batuan jenis ini antara lain :
Piroksen, Olivin, Granit, Biotit dll.
3. Ferromagnetik
Besi, Cobalt, Nikel merupakan bahan mineral yang bersifat ferromagnetic.
Atom-atom penyusunnya mempunyai momen magnet dan interaksi antara atom-atom
tetangganya begitu kuat, sehingga momen semua atom dalam suatu daerah mengarah
sesuai dengan medan magnet luar yang diimbaskan. Bahan magnetic yang bersifat
ferromagnetic lebih banyak memiliki kulit electron yang hanya diisi oleh satu electron
dibandingkan batuan yang bersifat paramagnetic, sehingga material ferromagnetic akan
lebih mudah terinduksi oleh medan magnet luar.
4. Ferrimagnetik
Pada umumnya mineral dengan sifat kemmagnetan tinggidialam bersifat
ferrimagnetik. Bahan-bahan dikatakan ferrimagnetik bila momen magnet pada dua
daerah magnet saling berlawanan arah satu sama lain, tetapi garis gaya magnet tidal nol
saat H = 0. Ini menunjukkan adanya gaya magnet yang lebih kuat yang mendominasi
daripada yang lain.
5. Antiferromagnetik
Suatu bahan mineral akan bersifat antiferromagnetic pada saat kemagnetan
benda ferromagnetic naik sesuai kenaikan temperature yang kemudian hiang setelah
temperature mencapai titik curie (400C-700C). Harga momen magnetic sangat kecil
hingga nol, karena momen magnet saling tolak menolak dan berlawanan arah . Nilai
suseptibilitasnya (k) sangat kecil seperti batuan atau mineral yang bersifat
paramagnetic, misalnya hematite.
Medan Magnet Bumi
Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen medan
magnet bumi, yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter
fisis tersebut meliputi :
Inklinasi (I), yaitu sudut antara medan magnet total dengan bidang horizontal yang
dihitund dari utara menuju timur.
Intensitan Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetic total pada bidang
horizontal.
Medan Magnetik Total (F), yaitu besar dari vector medan magnet.
Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk menyeragamkan nilai-nilai
medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai yang disebut International Geomagnetics
Reference (IGRF) yang diperbarui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut diperoleh dari
hasil pengukutran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang dilakukan dalam waktu
satu tahun. Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian yaitu
Dalam survey dengan metode magnetic yang menjadi target dari pengukuran adalah
variasi medan magnetic yang terukur dipermukaan (anomaly magnetic). Secara garis besar
anomaly medan magnetic disebabkan oleh medan magnetic remanen dan medan magnetic
induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar terhadap magnetisasi natuan
yaitu pada besar dana rah medan magnetiknya serta berkaitan dengan peristiwa kemagnetan
sebelumnya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali yang diperoleh dari survei
merupakan hasil gabungan medan magnet remanen dan induksi, bila arah medan
magnetremanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah besar.
Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetic, efek medan remanen akan diabaikan apabila
anomaly medan magnetic kurang dari 25% medan magnet utama bumi.
Mineral ferrimagnetik merupakan sumber utama dari anomaly magnetic local, telah
dilakukan percobaan untuk membuat persamaan hubungan antara susceptibilitas batuan dengan
konsentrasi Fe3O4. Kenagnetan pada batuan sebagian disebabkan oleh imbasan dari suatu gaya
magnet yang berasosiasi dengan medan magnet bumi dan sebagian dari kemagnetan sisa.
Kemagnetan imbas suatu formasi batuan merupakan suatu fungsi dari kerentanan magnet
volume k ( volume magnetic susceptibilitas ), serta besar dan arah dari magnet yang
mengimbas.
Suatu benda yang mudah terimbas oleh medan magnet luar memiliki kerentanan magnet
yang tinggi. Unsur-unsur yang mengontrol kerentanan megnet batuan diantaranya adalah jumlah
serta ukuran butur dan penyebaran mineral ferrimagnetik yang terkandung. Harga kerentanan
magnet (k) untuk tiap sampel batuan berbeda-beda . Batuan beku dan batuan metamorf pada
umumnya mempunyai harga k yang relative besar dibandingkan dengan sedimen. Batuan basa
dan ultrabasa mempunyai harga k paling tinggi, batuan gunung api asam dan batuan metamorf
mempunyai kerentanan magnet sedanghingga rendah, dan batuan sedimen pada umumnya
mempunyai kerentanan magnet yang sangat rendah.
Kemagnetan Sisa (Remanent Magnetism)
Kemagnetan batuan bergantung pada medan magnet yang dimiliki bumi dan kemagnetan batuan
atau mineral itu sendiri. Kemagnetan sisa yang terjadi saat pembentukan batuan disebut
kemagnetan sisa alami (Natural Remanent Magnetism / NRM) dan dibagi menjadi dua bagian
yaitu
1. Kemagnetan sisa alami primer. Terdiri dari tiga komponen utama yaitu
a) Kemagnetan sisa kimia (Chemical Remanent Magnetism/ CRM)
Kemagnetan sisa kimia terbentuknya ketika ukuran butiran batuan magnetic
mengalami perubahan (rekristalisasi), sebagai akibat proses kimia pada
temperature jauh dibawah titik Curie (400C-700C) dari satu bentuk
kebentuk lainnya.
b) Kemagnetan sisa panas (Thermoremanent Magnetism/ TMR)
Kemagnetan sisa panas terbentuknya ketika batuan beku mengalami
pendinginan dari proses pemanasan. Dalam beberapa hal TRM dapat
berlawanan arah dengan medan magnet bumi.
c) Kemagnetan sisa Detrial (Detrial Remanent Magnetism/ DRM)
Kemagnetan sisa detrial terjadi pada saat pembentukan batuan sedimen yang
mengandung mineral ferromagnetic.
2. Kemagnetan sisa alami sekunder, terjadi karena proses kimia, terdiri dari :
a) Kemagnetan sisa Viskos (Viskos Remanent Magnetism/ VRM)
Tebentuk oleh imbasan medan magnet luar secara terus menerus dengan
temperature yang berubah-ubah.
b) Kemagnetan sisa panas tetap (Isotheral Remanent Magnetism/ IRM)
Berasal dari suhu tetap yangmendapat imbasan medan magnet dari luar
secara sesaat.
c) Kemagnetan sisa Deposisional (Depositional Remanent Magnetism/ DRM)
Merupakan kemagnetan sisa yang terjadi selama pengendapan butiran
batuan dalam suatu lembah atau cekungan yang mendapat imbasan medan
magnet bumi.
Paleomagnetisme
Ketika pertama kali hipotesa Pengapungan benua dikemukakan oleh Wegener, yaitu
pada periode 1930 hingga awal tahun 1950-an, bukti-bukti yang mengandung hipotesa ini
sangat minim sekali. Adapun perhatian terhadap hipotesa ini baru terjadi ketika penelitian
mengenai penentuan intensitas dana rah medan magnet bumi. Setiap orang yang pernah
menggunakan kompas, tahu bahwa medan magnet bumi mmempunyai kutub, yaitu kutub utara
dan kutub selatan yang arahnya hamper berimpit dengan arah kutub geografis bumi. Medan
magnet juga mempunyai kesamaan dengan yang dihasilkan oleh suatu batang magnet, yaitu
menghasilkan garis-garis imaginer yang berasal dari gaya magnet bumiyang bergerak melalui
bumi dan menerus dari suatu kutub ke kutub lainnya. Jarum kompas itu sendiri berfungsi
sebagai suatu magnet kecil yang bebas bergerak didalam medan magnet bumi dan akan ditarik
kearah kutub-kutub magnet bumi. Suatu metode yang dipakai untuk mengetahui medan magnet
purba adalah dengan cara menganalisa beberapa batuan yang mengandung mineral- mineral
yang kaya unsur besinya yang dikenal sebagai fosil kompas. Mineral yang kaya akan unsur besi,
seperti magnetite banyak terdapat dalam aliran lava yang berkomposisi basaltis. Saat suatu lava
yang berkomposisi basaltis mendingin (menghablur) dibawah temperature curie (kurang lebih
580C), maka butiran-butiran yang kaya akan unsur besi akan mengalami magnetisasi dengan
arah medan magnet yang ada pada saat ini. Sekali batuan tersebut membeku maka arah
kemagnetan (magnetisasi) yang dimilikinya akan tertinggal didalam batuan tersebut. Arah
kemagnetan ini akan bertindak sebagai suatu kompas kearah kutub magnet yang ada. Jika
batuan tersebut berpindah dari tempat asalnya, maka kemagnetan batuan tersebut akan tetap
pada arah aslinya. Batuan-batuan yang terbentuk jutaan tahun yang lalu akan merekam arah
kutub magnet pada saat dan tempat dimana batuan tersebut terbentuk dan hal ini dikenal sebagai
Paleomagnetisme. Penelitian mengenai arah kemagnetan purba pada aliran lava yang diambil
di Eropa dan Asia pada tahun 1950-an menunjukkan bahwa arah kemagnetan untuk batuan yang
berumur mudah cocok dengan arah medan magnet bumi saat ini. Akan tetapi arah kemagnetan
(magnetic aligment) pada aliran lava yang lebih tua ternyata menunjukkan arah kemagnetan
yang sangat bervariasi dengan perbedaan yang cukup besar.
Tugas Tektonofisik
WAWAN ANGGRIAWAN
F1H1 14 003
KENDARI
2015