Anda di halaman 1dari 23

“PENENTUAN KARAKTERISTIK FISIS BATUAN LAVA BANTAL DI DUSUN

WATUADEG KECAMATAN BERBAH, KABUPATEN SLEMAN, D. I.


YOGYAKARTA”

MAKALAH GEOLOGI

(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Geologi)

Disusun Oleh :
Merlistya Dewi Asti
16306141039
Fisika B

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
dapat selesai tepat waktu. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman Kelompok
Lava Bantal pada mata kuliah Geologi yang telah berkontribusi bersama-sama dalam
melakukan observasi guna pengambilan sample. Berkat teman-teman makalah ini dapat
disusun dengan baik dan rapi.

Makalah ini disusun pada bulan April 2019 dengan sample batuan lava bantal yang
diambil berada di Daerah Berbah, Yogyakarta. Peneliti menyusun makalah dengan berbagai
sumber sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Yogyakarta, 24 April 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

A. Batuan Gunung Api 8


B. Lava Bantal 11

BAB III HASIL PENELITIAN 16

BAB IV PENUTUP 18

A. Kesimpulan 18
B. Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 20

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah dengan keunikan


bentangalam dan budaya mulai dari wilayah pegunungan sampai dengan pesisir
menjadi faktor yang menyebabkan daerah ini menarik untuk dikaji lebih mendalam.
Lokasi penelitian yang menarik menarik untuk dikaji ini, tepatnya terletak lebih kurang
10 km sebelah timur kota Yogyakarta berada di Dusun Sumber Kidul, Desa Kalitirto,
dan Kali Opak di sebelah barat Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah,
Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian


Secara fisiografis, daerah ini merupakan perbukitan kecil-kecil dengan
ketinggian kurang dari 100 m, yang di sekitarnya berupa dataran pesawah-an subur.
Perbukitan kecil tersebut tersusun oleh batuan gunung api Tersier, yang menjadi
penyusun sebagian Pegunungan Selatan. Dataran pesawahan di sekitarnya terdiri atas
endapan aluvium sebagai bahan rombakan produk Gunung Api Merapi, yang terletak
30 km di sebelah utara daerah penelitian. Secara umum, aliran sungai di wilayah ini
berpola paralel, yang berhulu di Gunung Api Merapi. Sungai utama di daerah penelitian
adalah Kali Opak. Sungai itu mempunyai cabang Kali Gendol yang hulunya di bawah
Kawah Gendol di puncak Merapi.

4
Batuan gunung api Tersier banyak dijumpai di Pegunungan Selatan, baik
berupa batuan beku luar (ekstrusi/lava) dan intrusi maupun batuan klastika gunung api
fraksi kasar hingga halus. Secara litostratigrafis, batuan gunung api tersebut dibagi
menjadi beberapa satuan batuan, mulai dari Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir,
Formasi Nglanggeran, dan Formasi Sambipitu (Surono drr., 1992). Lava basal
berstruktur bantal banyak dijumpai di dalam Formasi Kebo-Butak, antara lain terdapat
di Bayat, Tegalrejo, dan Gunung Sepikul (Bronto drr., 2004a). Lava bantal di Watuadeg
belum jelas termasuk ke dalam formasi batuan yang mana karena tidak berasosiasi
dengan batuan sedimen Formasi Kebo-Butak dan langsung ditindih oleh Formasi
Semilir.
Berdasarkan pandangan geologi sedimenter, keberadaan batuan beku luar di
dalam suatu formasi batuan sedimen (gunung api) umumnya hanya dipandang sebagai
sisipan (Suryono and Setyowiyoto, 2001), yang tidak diperhatikan sumber erupsinya
(Bronto drr., 2004b). Lebih lanjut, formasi batuan sedimen itu dinyatakan diendapkan
di cekungan busur depan (Suyoto, 2007) yang tidak ada gunung apinya. Pandangan itu
menimbulkan gagasan bahwa sisipan lava berasal dari vulkanisme dasar Samudra India
dan keberadaannya di Pegunungan Selatan sebagai ofiolit, yang bergeser ke Pulau Jawa
bersama-sama dengan pergerakan kerak dasar Samudra Hindia. Kalau pemikiran ini
benar, lava tersebut seharusnya sudah mengalami deformasi tektonik sangat kuat dan
komposisi geokimianya juga tidak sama dengan batuan gunung api yang berhubungan
dengan penunjaman kerak bumi.
Lava bantal merupakan situs yang merupakan peninggalan masa-masa awal
kejayaan Gunungapi Purba (volcanic art). Umurnya lebih dari 30 juta tahun. Lokasi
lava bantal juga terletak di sebelah timur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
tepatnya terletak di Sungai Opak, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten
Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Lava bantal tersebut kontak langsung
dengan formasi semilir. Namun, lava bantal dan formasi semilir terletak pada dua desa
yang berbeda, yaitu Desa Jogotirto dan Desa Tegaltirto. Jika dilihat dari lokasinya, lava
bantal dan formasi semilir dipisahkan oleh Sungai Opak yang merupakan batas kedua
desa tersebut.

5
Lava bantal terbentuk karena ada aliran lava yang masuk kedalam tubuh air
seperti laut maupun danau. Lava bantal sering dijadikan indikator lingkungan
pengendapan bawah air. Di banyak tempat lava bantal terbentuk pada lingkungan laut
dan dijumpai bersamaan dengan batuan vulkanistik. Pegunungan Selatan Jawa Timur,
lava bantal berasosiasi dengan batuan vulkanistik berumur Palaeogen-Neogen dijumpai
di beberapa tempat,seperti di Desa Watuadeg, Berbah(Bronto dkk,2008), Nampurejo,
Bayat dan Sukoharjo.
Lebih kurang 150 m di sebelah barat sungai terdapat sebuah bukit kecil setinggi
15 m, yang mempunyai komposisi sama dengan aliran lava bantal. Keduanya berupa
basal piroksen berwarna abu-abu gelap, bertekstur vitrofir – porfir, mengandung
fenokris halus terdiri atas piroksen (10 %) dan plagioklas (25 %) yang tertanam di
dalam massa dasar gelas. Berdasarkan data tersebut diperkirakan bahwa bukit kecil itu
merupakan sumber erupsi aliran lava bantal Watuadeg. Lava bantal itu ditindih oleh
batuan klastika gunung api yang terdiri atas tuf, batu lapili, dan breksi pumis yang
merupakan bagian Formasi Semilir. Di dekat kontak, batuan klastika gunung api
tersebut mengandung fragmen basal piroksen yang berkomposisi sama dengan aliran
lava bantal. Hal ini, bersama dengan analisis data petrologi, vulkanologi, dan umur
radiometri menunjukkan bahwa aliran lava bantal Watuadeg secara tidak selaras
ditindih oleh Formasi Semilir.
Formasi Semilir di daerah Watuadeg, Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman
(Bronto dkk. (2008) menginterpretasi bahwa lava bantal Watuadeg ditumpangi secara
tidak selaras oleh Formasi Semilir berdasarkan perbedaan yang sangat mencolok antara
umur lava bantal dan Formasi semilir, yaitu 56 ± 3,8 juta tahun lalu (Ngkoimani dkk.,
2006) dan Miosen Awal – Miosen Tengah (Surono dkk., 1992 dan Rahardjo, 2007),
secara berurutan. Bukti lain yang digunakan oleh Bronto dkk. (2008) adalah
keberadaan fragmen batuan pecahan lava bantal di dalam Formasi Semilir yang
diinterpretasikan sebagai hasil dari erosi karena ada selang pengendapan. Formasi
semilir tersusun oleh batuan vulkanik dengan ketebalan ±600 m. Formasi ini terbentuk
dalam waktu yang singkat pada suatu periode puncak vulkanisme. Berdasarkan
beberapa pernyataan ini maka perlu dilakukan uji fisis terhadap jenis batuan yang ada
di Lava Bantal guna mengetahui jenis batuan yang ada.

6
Metode dalam memecahkan masalah ini adalah pengukuran stratigrafi,
pengambilan sampel petrografi dan paleontologi, analisis difraksi sinar X (XRD), dan
analisis geokimia batuan. Metode ini kemudian digunakan sebagai dasar analisa
mekanisme transportasi batuan vulkaniklastik, genesa lava bantal, dan perbedaan
karakteristik lava bantal pada daerah penelitian (Richa Hidayati, 2015). Namun,
metode yang dapat dilakukan dalam mengkaji batuan yang ada di Lava Bantal adalah
metode uji fisis sample batuan. Pendekatan menggunakan hasil uji dari beberapa
penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti terkait batuan Lava Bantal perlu
dilakukan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
Jenis batuan apa yang ada di Lava Bantal, Desa Watuadeg, Kecamatan Berbah,
Kabupaten Sleman, Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis batuan yang ada di Lava
Bantal, Desa Watuadeg, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Batuan Gunung Api
Secara umum, untuk mendeskripsi dan memberikan nama batuan geologist
sudah membekali diri dengan ilmu yang mempelajari batuan, yakni Petrologi dan
Petrografi yang didukung antara lain oleh Mineralogi dan Geokimia. Sedangkan untuk
mendeskripsi dan menamakan batuan gunungapi penguasaan ilmu pengetahuan itu
perlu ditambah dengan dasar-dasar ilmu gunungapi atau Volkanologi. Dalam tahapan
pembelajaran selama ini, Petrologi lebih diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
batuan secara mata telanjang (megaskopik) dan hanya dibantu dengan peralatan
sederhana seperti kaca pembesar (loupe), pisau lipat, palu geologi dan cairan HCl 0,1
N. Sedangkan Petrografi lebih ditekankan pada pembelajaran batuan di bawah
mikroskop (secara mikroskopik). Namun dalam arti luas Petrologi adalah ilmu yang
mempelajari batuan, dimulai dari pengamatan secara mata telanjang, pemeriksaan di
bawah mikroskop, analisis geokimia dan bahkan sampai dengan radioisotope (
www.geologinesia.com ).
Penggunaan kata ‘batuan’ diartikan secara luas, yaitu bahan bentukan alam
(gunungapi), mulai dari bahan lepas (loose material) sampai dengan yang sudah
membatu (lithified material). Jadi dalam hal ini tidak dipersoalkan perbedaan antara
bahan berupa endapan dan yang sudah menjadi batuan. Lebih lanjut batuan gunungapi
yang dibahas juga terbatas yang segar, dalam arti tidak dalam keadaan sudah lapuk,
teroksidasi lanjut, termalihkan (termetamorfose) ataupun terubah (teralterasi) secara
hidrotermal. Untuk batuan gunungapi yang terubah secara hidrotermal akan saya bahas
kesempatan yang lain ( www.geologinesia.com ).
Setiap magma yang muncul ke permukaan bumi, apakah di dasar laut atau di
daratan, adalah gunung api (Bronto, 2008). Magma yang muncul di permukaan itu
dapat berupa lava koheren atau bahan piroklastika (McPhie drr., 1993). Lava koheren
adalah magma yang keluar ke permukaan secara erupsi lelehan (effusive eruption);
berbentuk sumbat lava, kubah lava atau aliran lava. Jika sudah membeku, lelehan lava
membentuk batuan beku luar atau batuan beku ekstrusi. Ke arah dalam atau diatrema,
kubah lava dan sumbat lava mempunyai leher gunung api.

8
Batuan gunung berapi terbentuk dari magma dan lava yang membeku. Magma
adalah bagian inti bumi yang masih cair terdapat pada bagian dalam dari gunung berapi.
Apabila magma itu sampai keluar mengalir diatas tanah ia disebut lava.oleh karena itu
batuan gunung berapi ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

1. Batuan Bekuan dalam, disebut juga batuan intrusif karena terbentuk ketika magma
cair membeku ketika ia hendak menyusup ke luar permukaan bumi. Batuan ini
berbentuk tanggul. Ada pila magma yang sempat menyusup diantara celah-celah
batuan lain secara horizontal. Bentuknya agak pipih dan sejajar dengan muka
tanah atau agak miring. Batuan ini disebut batu ambang atau sill. Batuan intrusif
terbentuknya sangat perlahan yang mengakibatkan terbentuk batuan yang besar
dan sangat keras. Salah satu jenis batuan intrusif yang terkenal adalah granit.
Granit tersusun oleh senyawa-senyawa silikat dan merupakan komponen utama
dari kerak bumi.
2. Batu bekuan luar, disebut juga batuan ekstrusif. Disebut demikian karena
terbentuk setelah magma keluar dari perut bumi ke permukaan. Batuan ini
membeku dalam waktu yang relatif singkat yang mengakibatkan bentuknya yang
relatif kecil dan bermuka kasar. Contoh yang terkenal dari batuan ekstrusif ini
adalah batu basalt dan batu apung.
Adapun batuan endapan terbentuk dari endapan yang mengeras jadi batu.
Endapan ini berasal dari hasil pengikisan dari batuan bagung berapi oleh air, gletser
atau angina. Endapan tertimbun di suatu tempat kemudian mengeras menjadi batuan.
Proses mengerasnya endapan itu dapat terjadi karena “pemadatan” oleh pengaruh
tekanan. Kemungkinan lain adalah kerena proses “sememntasi”, yang terjadi pada
endapan batu-batu kerilik yang sukar mengeras atas pengaruh tekanan pengerasan
dapat terjadi karena hadirnya mineral lain disela-sela batuan kerikil tadi. Pada saat air
yang membawa mineral tadi meninggalkannya, maka terjadilah pengerasan. Jenis
batuan endapan ada tiga yaitu :
1. Batuan klastik, dapat terbentuk melalui proses pemadatan maupun sementasi.
Contoh dari batuan ini adalah batuan “konglomerat”, “batu pasir” , batu “liat”.

9
2. Batuan kimia, disebut juga batuan evaporit. Berasal dari hasil reaksi kimia. Apabila
larutan atau endapan yang terbentuk ditinggalkan airnya, misalnya karena
menguap, sisanya akan memadat menjadi batu. Contoh gips dan halit (batu garam).
3. Batuan organik, atau fosil, yaitu batuan yang berasal dari makhluk hidup.
Contohnya batu bara (bitumen, antrasit), batu kapur dari sisa rumah kerang yang
tertimbun di dasar laut.
Selanjutnya ada pun batuan metamorf ini yang berasal dari batuan gunung
berapi dan batuan endapan dan mengalami perubahan bentuk karena tekanan serta
panas yang tinggi, dan pengaruh kimia. Prosesnya berlangsung di bawah tanah yang
dalam. Contoh batuan metamorf adalah batuan marmer (batuan pualam) yang berasal
batu kapur biasa. Batu marmer yang putih bersih dapat mengalami metamorfosis
selanjutnya menjadi berlapis-lapis yang berwarna-warni. Contoh lain adalah batuan
quartz (kuarsa) dan batu tulis.
Berdasarkan proses berlangsungnya metamorfosis, batuan metamorfik dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Batuan metamorfik termal atau sentuh, terjadi pada suhu sangat tinggi, karena
adanya gas-gas yang panas ataupun dalam larutan yang panas. Contoh batuan ini
adalah bijih timah di Bangka dan marmer atau pualam.
2. Batuan metamorfik dinamo, terbentuk karena tekanan tinggi yang terarah.
Misalnya, terjadi pada bagian atas kerak bumi karena tekanan dari gaya-gaya yang
disebabkan oleh patahan kulit bumi. Pada pergesekan patahan tersebut timbul
panas, sehingga batuan sedimen dapat menghablur seperti sabak, serpih, dan
milonit.
3. Batuan metamorfik regional, terbentuk karena pengaruh tekanan dan suhu tinggi
yang berkerja bersama-sama, menghasilkan metamorfosis batuan di daerah yang
luas dan umumnya terjadi pada bagian dalam bumi yang jauh letaknya dari
permukaan. Contoh batuan ini adalah sekis.

Pada umumnya, batuan gunung api yang pembentukannya berhubungan dengan


penunjaman kerak samudra di bawah kerak benua, seperti halnya di Pulau Jawa,
termasuk seri kalk-alkali atau kalium menengah, sedangkan basal yang dierupsikan di
dasar samudra (Ocean Floor Basalts) bercirikan seri toleit atau kalium rendah. Batuan

10
gunung api di belakang busur kebanyakan berkomposisi kalium tinggi sangat tinggi
atau shosonit.

B. Lava Bantal

Lava bantal terbentuk jika ada aliran lava masuk ke dalam tubuh air seperti laut
maupun danau. Oleh karena itu, lava bantal sering dijadikan indikator lingkungan
pengendapan bawah air. Di banyak tempat lava bantal terbentuk pada lingkungan laut
dan dijumpai bersama dengan batuan vulkaniklastik. Di Pegunungan Selatan Jawa
timur, lava bantal berasosiasi dengan batuan vulkaniklastik berumur Paleogen -
Neogen dijumpai di beberapa tempat seperti di desa Watuadeg, Berbah (Bronto dkk.,
2008), Nampurejo, Bayat (Surono, 2008), Sukoharjo (Hartono dkk., 2008). Namun,
karena kompleksitas dan kelangkaan data umur baik umur relatif maupun umur mutlak,
hubungan stratigrafi antara lava bantal dengan batuan vulkaniklastik yang
melingkupinya menjadi sulit ditentukan.
Demikian juga yang terjadi dengan keberadaan lava bantal yang dilingkupi
batuan vulkaniklastik bagian dari Formasi Semilir di daerah Watuadeg, Kecamatan
Berbah Kabupaten Sleman (Gambar 1). Bronto dkk. (2008) menginterpretasi bahwa
lava bantal Watuadeg ditumpangi secara tidak selaras oleh Formasi Semilir
berdasarkan perbedaan umur yang sangat mencolok antara umur lava bantal dan
Formasi semilir, yaitu 56 ± 3,8 juta tahun lalu (Ngkoimani dkk., 2006) dan Miosen
Awal – Miosen Tengah (Surono dkk., 1992 dan Rahardjo, 2007), secara berurutan.
Bukti lain yang digunakan oleh Bronto dkk. (2008) adalah keberadaan fragmen batuan
pecahan lava bantal di dalam Formasi Semilir yang diinterpretasikan sebagai hasil dari
erosi karena ada selang pengendapan.

11
Gambar 2. Kolom stratigrafi regional daerah Pegunungan Selatan.

Breksi polimik berada di bawah lava bantal pada sisi sebelah barat, dan tidak
ditemukan kontak dengan lava bantal pada sisi sebelah timur. Breksi polimik berwarna
coklat kehijauan, struktur masif, tekstur berupa ukuran fragmen kerikil-kerakal, ukuran
matriks pasir kasar, derajat pembundaran fragmen subangular, kemas terbuka
didukung matrik, sortasi jelek. Fragmen terdiri dari basal, pecahan batuan
vulkaniklastik terubah, dengan matrik plagioklas, pumis. Batuan vulkaniklastik
tersusun oleh breksi batuapung, batupasir kerikil tufan, batupasir tufan, dan batulanau
tufan. Struktur sedimen batuan vulkaniklastik berupa double grading, flame, lensa,
perlapisan, perlapisan laminasi, dan minislump.
Proses terbentuknya lava bantal, saat mengalir dan mengalami pendinginan
serentak oleh air laut. Selanjutnya, bagian kulitnya langsung membeku dan tertahan
tekanan hidrostatis. Karenanya, membentuk batuan beku membulat atau melonjong.
Bentuknya bulat lonjong yang disebut lava bantal. Umumnya, berkomposisi basalt
yang bersifat asam. Dari ciri-ciri fisiknya, lava bantal terbentuk pada zona pemekaran
lantai samudera (sea floor spreading). Ciri fisik batuan ini membentuk pola bantal.

12
Berwarna hitam, keras, bertekstur afanitik. Singkapan batuan lava bantal di Kali
Muncar berwujud dinding lava hampir tegak. Karena mengalami pengangkatan dan
pensesaran yang dicirikan adanya kekar dan cermin sesar sebagai konsekuensi dari
aktivitas tektonik yang kuat.

13
BAB III
HASIL PENELITIAN

Observasi Lapangan

Gambar 3. Aliran lava basal berstruktur bantal (kiri), batu pasir tuf Formasi Semilir (kanan),
dan aliran Kali Opak (tengah). Gambar difoto dari atas jembatan dengan lensa menghadap ke
utara.
Lava Bantal Watuadeg tersingkap di badan Sungai Opak sebelah barat bersebelahan
dengan batuan vulkaniklastik yang termasuk dalam Formasi Semilir Lava bantal dan batuan
vulkaniklastik ini terpisahkan oleh arus sungai, namun pada bagian barat sungai, yaitu pada
lava bantal terdapat kontak antara lava bantal dan breksi polimik. Di sela-sela bongkah lava
bantal terisi oleh batuan sedimen vulkaniklastik berwarna kehijauan. Breksi polimik berada di
bawah lava bantal pada sisi sebelah barat, dan tidak ditemukan kontak dengan lava bantal pada
sisi sebelah timur. Breksi polimik berada di bawah lava bantal pada sisi sebelah barat, dan
tidak ditemukan kontak dengan lava bantal pada sisi sebelah timur.

14
Hasil Penelitian

1. Menurut (Faidmuhlis, 2013)


Singkapan batuan di Dusun Watuadeg adalah batuan beku basa vulkanik dengan warna
lapuk cokelat kemerahan, warna fresh abu-abu, yang menunjukkan struktur Pillow Lava
dengan tekstur derajat kristalisasinya adalah Hipokristalin, derajat granularitasnya adalah
Afanitik-Fenerik sedang (1mm-5mm) bentuk kristalnya Subherdal, relasinya
Inequigranular Vitoverik. Batuan beku mempunyai komposisi mineral amfibol (10%),
Piroksen(30%), dan Massa dasar gelas (40%). Dari bentuknya singkapan menunjukkan
adanya struktur Pillow Lava.

Gambar 4. Sampel batuan yang diuji (Faidmuhlis, 2013)

Jenis Batuan : Batuan Beku Basa Vulkanik


Warna : Abu-Abu
Struktur : Masif
Derajat Kristalisasi : Hipokristalin
Derajat Granularitas : Afanitik – Fanerik Halus (1mm-5mm)
Bentuk Kristal : Subhedral
Relasi : Inequigranular vitroverik
Komposisi Mineral : Amfibol 10%, Piroksen 30%, Plagioklas 20%, Gelas 40%

Nama Batuan : Basalt

15
2. Menurut (Agung dkk, 2004)
Lava Bantal Watuadeg tersingkap di badan Sungai Opak sebelah barat bersebelahan
dengan batuan vulkaniklastik yang termasuk dalam Formasi Semilir seperti gambar
berikut.

Gambar 5. Posisi Lava Bantal dan batuan Vulkanistik, dengan V: batuan vulkanistik,
dan LB: Lava Bantal Watuadeg

Lava bantal dan batuan vulkaniklastik ini terpisahkan oleh arus sungai, namun pada
bagian barat sungai, yaitu pada lava bantal terdapat kontak antara lava bantal dan breksi
polimik

Gambar 6. Kontak Lava dan breksi hyaloklastit, dengan B: Lava Bantal dan H: Breksi
Hyaloklastit

16
Di sela-sela bongkah lava bantal terisi oleh batuan sedimen vulkaniklastik berwarna
kehijauan.

Gambar 7. Sedimen antar bongkah (Interpillow sediment, merujuk ke terminology


oleh McPhie, 1994). Dengan L: Lobe Lava Bantal, S: sedimen antar bongkah, R: Kulit
gelas dari lava bantal.
Breksi polimik berada di bawah lava bantal pada sisi sebelah barat, dan tidak ditemukan
kontak dengan lava bantal pada sisi sebelah timur. Breksi polimik berwarna coklat, struktur
masif, fragmen kerikil-kerakal, ukuran matriks pasir kasar, bentuk fragmen subangular,
kemas matriks supported, sortasi jelek. Komposisi batuan berupa fragmen basal, pumis,
batulempung yang tercampur dalam matriks berupa litik (batuapung, basal), plagioklas,
dan gelas. Batuan vulkaniklastik tersusun oleh breksi batuapung, batupasir kerikil tufan,
batupasir tufan, dan batulanau tufan. Struktur sedimen batuan vulkaniklastik berupa double
grading, flame, lensa, perlapisan, perlapisan laminasi, dan mini slump.
Data analisis XRD menunjukkan keterdapatan mineral ubahan di dalam batuan
sedimen yang terjebak di antara bongkah lava bantal. Mineral ubahan tersebut terdiri dari
heulandite dan kristobalit. Kandungan heulandite dan kristobalit menunjukkan adanya
interaksi antara batuan dan air panas pada suhu relatif rendah untuk suatu air hidrotermal.
Panas ini diduga datang dari lava bantal ketika erupsi.

17
Gambar 8. Sayatan tipis dari Lava Bantal Watuadeg yang diuji XRD
Analisis difraksi sinar-X (XRD) yang dilakukan terhadap batuan sedimen
menunjukkan bahwa batuan sedimen telah mengalami ubahan hidrotermal. Oleh karena itu
bisa diinterpretasikan bahwa batuan vulkaniklastik diendapkan bersamaan dengan erupsi
lava bantal di Watuadeg. Lebih lanjut lagi, analisis paleontologi mendapati fosil
foraminifera bentonik Amphitegina lessonii yang menunjukkan lingkungan pengendapan
neritik dalam – tengah.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa batuan sedimen yang terjebak di antara
bongkah lava bantal adalah bagian dari Formasi Semilir yang terjebak ketika lava bantal
panas erupsi dan kontak dengan sedimen lepas. Batuan sedimen yang terjebak ini
mengalami ubahan hidrotermal yang ditandai dengan kehadiran mineral ubahan seperti
smektit, kristobalit dan heulandit. Analisis paleontologi menemukan kehadiran fosil
Globoquadrina altispira (Cushman dan Jarvis) dan Globorotalia peripheroronda (Blow
dan Banner) yang menandai batuan berumur N5 – N10. Umur ini sessuai dengan kisaran
umur F. Semilir. Oleh karena itu hubungan stratigrafi antara lava bantal dengan batuan
vulkaniklastik yang menumpangi adalah selaras, atau bisa dikatakan bahwa lava bantal
menyisip di antara F. Semilir. Berdasarkan kandungan fosil foraminifera bentonik di dalam
batuan sedimen yang terjebak, maka lingkungan erupsi lava bantal diperkirakan adalah
neritik dalam – tengah

18
Analisis dan Pembahasan

Sampel batuan pada penelitian pertama yang didapat dari hasil observasi lapangan di
Lava Bantal merupakan sampel batuan yang diuji memiliki struktur masif dengan tekstur :
derajat kristalisasi Hipokristalin, derajat Granularitas Afanitik-Fanerik halus (1 mm-5 mm).
Dengan hasil uji ini sampel batuan merupakan jenis batuan beku basa vulkanik.

Kemudian pada penelitian kedua menunjukkan bahwa jenis batuan Sedimen


Vulkanistik. Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil observasi lapangan dan juga
hasil dari uji XRD sampel batuan di Lava Bantal menunjukkan batuan sedimen mengalami
ubahan hidrotermal dan diintepretasikan bahwa batuan vulkanistik diendapkan bersamaan
dengan erupsi. Kemudian berdasarkan analisis ini dapat menunjukkan bahwa Lava Bantal
merupakan Formasi Similir dengan hubungan stratigrafi antara Lava Bantal dan jenis batuan
vulkanistik nya selaras (seperti Gambar 8. diatas dan Gambar 9. berikut)

Gambar 9. Sampel batuan hasil observasi lapangan

Berdasarkan kedua penelitian tersebut maka penjelasan berikut berurutan terhadap


penelitian pertama dan kedua terhadap sampel batuan yang didapat oleh penulis.

Berdasarkan gambar sampel batu yang ada dilihat dari warna batu yang memiliki warna
yang sama ,kemudian tempat pengambilan sampel yang sama diperoleh bahwa sampel batu
yang diambil merupakan jenis batuan vulkanis. Hal ini terjadi karena Lava Bantal terjadi
karena magma yang keluar ke permukaan bumi melalui zona rekah, magma yang keluar
langsung bertemu dengan air sungai akibatnya adanya suhu yang berbeda menyebabkan
magma membeku pada bagian permukaan. Proses ini berulang hingga magma membeku.

19
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampel batu yang diuji fisis memiliki kesamaan
dengan jenis batuan yang tertera (Gambar )yang merupakan sampel batu yang diuji XRD
dengan hasil batu terdiri dari Plagioklas, piroksen dan gelas.

Pada saat observasi juga ditemukan batuan breksi dan didapatkan analisis uji fisis
seperti gambar berikut.

Gambar 10. Sampel batuan lainnya hasil observasi lapangan

20
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan


bahwa, sifat fisik dari batuan yang berada di Lava Bantal jenis batuannya adalah
batuan Vulkanistik dan breksi vulkanik yang diilihat dari warna, bentuk dan asal
tempat dari pengambilan batu.

B. Saran

Penelitian ini disarankan untuk lebih spesifikasi lagi dalam melakukan uji
karakteristik batuan yaitu dapat dilakukan dengan uji lab. Dari uji lab tersebut akan
diketahui kandungan mineral dari sampel batuan yang diuji. Karena jika hanya
dilakukan uji fisis sepertinya kurang meyakinkan akan kandungan mineral dan
sebagainya.

C. Penutup

Penulis mengucapkan banyak terimakasih dan memohon maaf jika ada kata-
kata yang kurang tepat serta kurang berkenan. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://sm-iagi.ft.ugm.ac.id/geologi-regional-pegunungan-selatan/
https://www.academia.edu/16153231/Batuan_Gunung_Berapi?auto=download
https://www.geologinesia.com/2015/10/deskripsi-dan-penamaan-batuan-gunungapi.html

Bronto, S., Partama, Hartono, dan Sayudi. 1994. Penyelidikan Awal Lava Bantal Watuadeg,
Bayat, dan Karangsambung, Jawa Tengah. Proceedings Geologi dan Geotektonik Pulau
Jawa. Hal 143-150.
Bronto, S., S. Mulyanigsih, G. Hartono, dan B. Hastuti, 2008. Gunung api purba Watuadeg:
Sumber erupsi dan posisi stratigrafi. Jurnal Geologi Indonesia, 3 (3) September 2008.
Hal: 117-128
Bronto, S., 2006. Fasies Gunung Api dan Aplikasi. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 2:
59-71, Bandung.
Bronto, S., 2013. Geologi Gunung Api Purba. Badan Geologi, Bandung.
Agung H dkk. Re-interpretasi hubungan Lava Bantal Watuadeg dengan batuan
vulkaniklastik di Desa Watuadeg, Berbah, Sleman, D.I.Yogyakarta. 08:886-896.

22
Lampiran 1.

Batu di sisi kiri (pada Gambar 3)

Batu di sisi kanan (pada Gambar 3)

23

Anda mungkin juga menyukai