Anda di halaman 1dari 8

Nikel Laterit Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa

Adalah suatu pertanyaan “Mengapa nikel laterit banyak terbentuk di


daerah Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa, mengapa tidak di daerah yang
lain??”. Bagi kebanyakan orang, pertanyaan seperti ini memang cukup menarik,
bahkan buat para ahli geologi yang banyak berkecimpung dalam
dunia eksplorasi juga ternyata menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji.
Beberapa ahli geologi yang terkenal telah memberikan kajian-kajian yang cukup
penting untuk lebih memahami tentang fenomena ini, diantaranya adalah Paul
Golightly dan Waheed Ahmad.

Tulisan ini mencoba mengupas sedikit tentang beberapa hal seperti pengertian nikel
laterit, geologi dan proses pembentukannya dengan mengutip dari beberapa
pendapat ahli geologi sebelumnya. Tulisan ini juga akan mengupas sedikit tentang
prospek keberadaan endapan nikel laterit di Sorowako, Bahodopi dan
Pomalaa.

Pengertian Nikel Laterit


Istilah “laterite” atau laterit berasal dari bahasa Latin “later” yang berarti bata.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Buchanan Hamilton pada tahun 1807
untuk bongkahan-bongkahan tanah (earthy iron crust) yang telah dipotong menjadi
bata (bricks) untuk bangunan dari orang Malabar – South Central India. Masyarakat
Malabar mengenali material ini dalam bahasa mereka sebagai “brickstone” atau batu
bata (dikutip dari Waheed Ahmad, 2006).
Sekarang ini, istilah “laterite” digunakan untuk pengertian residu tanah yang
kaya akan senyawa oksida besi (sesquioxsides of iron) yang terbentuk dari
akibat pelapukan kimia dengan kondisi air tanah tertentu. Untuk residu tanah yang
kaya dengan oksida alumina (hydrated aluminium oxides) dinamakan “bauxite”
atau bauksit. Jadi secara umum dapat dipahami bahwa batuan-batuan mafik yang
mana mengandung lebih banyak Fe daripada Al cenderung akan membentuk laterit
sedangkan batuan-batuan granitik dan argillik sebaliknya cendrung akan membentuk
endapan bauksit karena kandungan Al lebih banyak dari Fe-nya.
Geologi Secara umum, nikel laterit diartikan sebagai suatu endapan bijih nikel yang
terbentuk dari proses laterisasi pada batuan ultramafik (peridotit, dunit dan
serpentinit) yang mengandung Ni dengan kadar yang tinggi, yang pada umumnya
terbentuk pada daerah tropis dan sub tropis. Kandungan Ni di batuan asal berkisar
0.28 % dapat mengalami kenaikan menjadi 1 % Ni sebagai konsentrasi sisa
(residual concentration) pada zona limonit ( Waheed Ahmad, 2006). Proses laterit ini
selanjutnya dapat berkembang menjadi proses pengayaan nickel (supergene
enrichment) pada zona saprolit sehingga dapat meningkatkan kandungan nikel
menjadi lebih besar dari 2 %. 
Estimasi sumberday nikel laterit di pt trimegah banSebetulnya, disamping endapan
nikel laterit, terdapat juga type endapan lain seperti yang dikenal dengan
nama nikel sulfida yang mana terbentuk dari proses hidrothermal sehingga
membentuk suatu cebakan/ endapan nikel dalam bentuk urat-urat (veins). Salah
satu contoh dari type endapan ini bisa ditemukan di tambang Sudbury-Kanada.
Namun demikian, untuk tulisan ini kita hanya ingin mengenal lebih jauh tentang
nikel laterit itu sendiri, yang mana tersebar banyak di daerah Sorowako, Bahodopi
dan Pomalaa.

Faktor Pembentuk Nikel Laterit


Menurut P Golightly, endapan nikel laterit berasal dari batuan beku yang kaya akan
mineral olivin seperti batuan peridotit dan dunit. Nikel ini dihasilkan dari hasil
pelapukan mineral olivin atau serpentin sebagai komposisi mineral utama dari
batuan tersebut, atau bahkan  magnetite yang mengandung nikel. Jumlah
kandungan nikel yang paling tinggi ditemukan dalam mineral olivine (Mg,Fe,Ni)2SiO4
yang mana berkisar 0.3 % nikel.
Beberapa faktor yang dianggap sangat mempengaruhi proses penbentukan endapan
nikel laterit ini adalah:
 Kandungan dari batuan peridotite dan pola tektoniknya
 Iklim
 Topografi
 Proses geomorfologi (bentuk bentangan alam)
 Kesemua faktor ini berkaitan begitu kompleks dimana peranan secara individu
dari masing-masing faktor sangat susah dibedakan. Kesemuanya bisa
mempengaruhi bentuk profil pelapukan secara individual berbeda, bentuk
topografi dari “ore body” pada batuan peridotitnya dan bentuk secara umum
dari residu nikel laterit tersebut.

Bentuk topografi/morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya, dimana


endapan laterit masih mampu untuk ditopang oleh permukaaan topografi sehingga
nikel laterit tersebut tidak hilang oleh proses erosi maupun ketidakstabilan lereng.
Adanya tumbuhan penutup yang berfungsi untuk mengurangi tingkat intensitas erosi
endapan laterit menyebakan endapan laterit tersebut relatif tidak terganggu.

Meskipun komposisi batuan asal memegang peran penting untuk menghasilkan


endapan laterit, kondisi iklim yang ada dan sejarah geologi yang berkenaan dengan
proses pembentukan soil akhirnya memegang peranan penting dalam mengontrol
komposisi akhir dari soil residu tersebut. Pelapukan dari batuan mafik pada kondisi
iklim dingin cenderung akan membentuk endapan clay (lempung) sementara pada
pelapukan yang tinggi dengan kondisi iklim panas dan lembab akan menyebakan
laterit berkembang dengan baik.
Oleh karena itu, agar laterit tersebut dapat berkembang dengan baik, menurut
Waheed Ahmad (2006), maka dibutuhkan beberapa kondisi seperti:
 Keberadaan batuan yang mengandung besi Relatively high temperature (to
aid in chemical attack)
 Air tanah yang bersifat agak asam (slightly acidic) untuk membantu dalam
reaksi kimia
 Curah hujan yang tinggi untuk membantu pelapukan kimia dan
menghilangkan unsure-unsur yang mudah larut (mobile elements)
 Lingkungan oksidasi yang kuat (untuk mengubah Fe2+ (FeO) menjadi Fe3+
(Fe2O3)
 Proses pengayaan (supergene enrichments) untuk menghasilkan konsentrasi
nikel dalam jumlah yang cukup tinggi.
 Bentuk topografi yang sedang untuk melindungi laterit dari proses erosi
 Waktu yang cukup untuk agar laterit terakumulasi untuk ketebalan yang baik.

Penampang Laterit
Pembentukan penampang lapisan laterit sebagai hasil dari proses laterisasi
memperlihatkan  urutan laterit yang tertua dari atas ke bawah. Secara umum
penampang laterit dapat dikategorikan menjadi:
1. Zona limonit pada bagian atas
2. Zona saprolit pada bagian tengah, dan
3. Zona batuan dasar (bedrock) pada bagian bawah.

Gambar 1. Bentuk sederhana penampang laterit (Waheed Ahmad, 2006).

Gambar 2. Bentuk ragam dari penampang laterit hubungannya dengan iklim


dan topografi (Waheed Ahmad, 2006).
Menurut Golithly, endapan laterit yang berkembang baik di daerah Sorowako dapat
dibedakan atas dua kategory yaitu:
 Endapat laterit yang berkembang pada batuan dasar (bedrock) yang tidak
mengalami serpentinisasi (unserpentinized) yang dikenal dengan West type,
dan
 Endapan laterit yang berkembang pada batuan dasar yang mengalami
serpentinisasi 20% samapi 80% pada mineral olivinnya (East type).

Akibat dari perbedaan kedua kondisi lingkungan tersebut  mengakibatkan


pekembangan bentuk penampang laterit yang berbeda pula (lihat gambar 3.).

Gambar 3. Penampang laterit Sorowako East Block dan West Block


secara lengkap (Waheed Ahmad, 2006).

Kondisi Geologi dan Pola Tektonik Endapan


Daerah Sorowako, bahodopi, Pomalaa dan sekitarnya merupakan bagian mandala
Sulawesi Timur yang tersusun oleh kompleks ofiolit, batuan metamorf, kompleks
mélange dan batuan sediment pelagis. Kompleks ofiolit memanjang dari utara
Pegunungan balantak ke arah tenggara Pegunungan Verbeek, yang disusun oleh
batuan dunit, hazburgit, lerzolit, serpentinit, werlit, gabro, diabas, basalt dan diorite.
Geologi regional dari pulau Sulawesi ini dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4.  Peta geologi dan struktur regional Sulawesi (Kadarusman dkk, 2004).

Batuan yang merupakan anggota Lajur Ofiolit Sulawesi Timur berupa batuan
ultrabasa (Mtosu) yang terdapat di sekitar danau Matano, terdiri atas dunit,
harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit dan serpentinit. Jenis batuan yang menyusun
daerah Sorowako dan sekitarnya ini sangat mempengaruhi keterdapatan dan
penyebaran nikel laterit. Batuan dasar penyusun Sorowako dan sekitarnya ini
merupakan batuan ultramafik yang mengandung nikel, cobal, besi, magnesium, dan
silika. Jika batuan ini mengalami proses lateritisasi maka konsentrasi kadar nikel,
kobal, basi, magnesium dan silica akan meningkat dalam zona laterit tertentu.
Struktur geologi banyak dijumpai pada daerah Sorowako dan sekitarnya, baik
berupa sesar, lipatan maupun kekar (Gambar 4). Secara umum sesar yang terdapat
di daerah ini berupa sesar naik, sesar sungkup, sesar geser dan sesar turun; yang
diperkirakan mulai terbentuk sejak Mesozoikum. Sesar matano dan sesar Palu Koro
merupakan sesar utama yang terdapat pada daerah ini. 
Kondisi Iklim
Daerah Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa juga merupakan daerah yang mengalami
perubahan temperature yang kontras dan bercurah hujan yang tinggi, sehingga
batuan penyusunnya mudah mengalami pelapukan mekanis. Pelapukan mekanis
atau disebut juga disintegrasi dapat mengubah ukuran batuan atau partikel batuan
menjadi semakin kecil. Perubahan ukuran batuan yang semakin kecil ini
menyebabkan luas permukaan batuan yang mengalami kontak dengan agen-agen
proses laterisasi menjadi semakin luas sehingga jumlah laterit yang dihasilkan juga
semakin besar.

Keberadaaan nikel laterit di daerah Sorowako dan sekitarnya juga sangat


dipengaruhi oleh pelapukan kimia dan sirkulasi air tanah. Semakin tinggi tingkat
pelapukan kimia dan sirkulasi air tanahnya maka jumlah lateritpun akan semakin
besar. Menurut Ollier, 1966, pelapukan kimia yang berhubungan dengan proses
laterisasi terdiri atas pelarutan, oksidasi-reduksi, hidrasi, karbonasi, hidrolisis dan
desilisikasi. Proses pelapukan kimia dan sirkulasi air tanah terutama yang bersifat
asam pada batuan ultramafik, akan menyebabkan terjadinya penguraian
magnesium, nikel, besi, dan silica pada mineral olivin, piroksin, maupun serpentin
yang membentuk larutan yang kaya dengan unsur-unsur tersebut (Waheed Ahmad,
2006).

Penyebaran Endapan dan Pendekatan Konsep Ekplorasi

Pulau Sulawesi dengan kondisi geografis, iklim, topografi, geologi dan tektonik
memiliki potensi sebaran nikel laterit dibeberapa daerah di lengan timur Sulawesi.
Dapat dipahami bahwa keberadaan endapan ini terkait dengan beberapa faktor
tersebut diatas. Pada Kenyataannya, proses pengkayaan nikel dari hingga menjadi
suatu endapan yang bernilai ekonomis sangat tergantung berbagai macam
kombinasi faktor yang cukup kompleks. 

Oleh karena itu, pendekatan dari konsep eksplorasi endapan ini secara umum
dipahami bahwa endapan ini berasosiasi terhadap batuan-batuan ultramafik yang
kaya akan mineral-mineral ferromagnesian yang mengandung nikel. Bentuk
bentangan alam (morphology) dan struktur gelologi yang berkembang serta kondisi
iklim merupakan satu informasi yang sangat penting untuk bagi para explorer
(geologist) untuk menindak lanjuti potensi keterdapan endapan nikel laterit tersebut.

Dari bahasan sebelumnya, disimpulkan bahwa endapan nikel yang banyak terbentuk
di daerah Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa karena sangat didukung oleh kondisi
geologi dimana batuan penyusun daerah terdiri dari batuan ultramafik yang
mengandung nikel. Endapan nikel dari hasil pelapukan batuan tersebut banyak
mengalami proses pengayaan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti
cuaca dan topografi serta kondisi fisik batuan yang terpengaruh oleh adanya
struktur geologi yang berkembang cukup intensif di daerah ini. Masing-masing faktor
ini akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan dengan proporsi yang berbeda
dan kompleks sehingga akan meghasilkan penampang laterit sangat bervariasi untuk
suatu daerah maupun dengan daerah yang lain.

Pendekatan explorasi yang dilakukan oleh para geologist dengan melakukan


pemetaan geologi untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi batuan penyusun,
bentuk topography dan struktur geologi akan memberikan informasi awal tentang
potensi endapan nikel laterit dari suatu daerah yang diteliti.

Anda mungkin juga menyukai