OLEH
BARA INDO CONSULTING
Pengawas Operasional Pertama
KATA PENGANTAR
Peran pengawas operasional pertama (POP) sebagai front line supervisor adalah
membawahi langsung para karyawan tingkat pelaksana dan bertanggung jawab dalam
pengelolaan K3 pertambangan, sesuai dengan Keputusan Dirjen Geologi dan Sumber Daya
Mineral No. 0228.K/40/DJG/2003 tentang Kompetensi Pengawas Operasional pada
perusahaan pertambangan mineral dan batubara. Untuk dapat diangkat sebagai pengawas
operasional tingkat pertama seseorang harus memiliki sertifikat kompetensi yang diperoleh
melalui uji kompetensi.
Modul ini diperuntukkan bagi perserta didik dan pelatihan pengawas operasional
pertama sebagai bekal dan bahan persiapan sebelum mengikuti uji kompetensi, sehingga pada
akhir pelatihan ini diharapkan peserta didik mampu melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai pengawas operasional pertama pada kegiatan pertambangan di area yang
menjadi tanggung jawabnya.
Demikian modul ini kami susun sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri
ESDM Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Penetapan Dan Pemberlakuan Standar Kompetensi
Kerja Khusus Pengawas Operasional Di Bidang Pertambangan Mineral Dan Batubara, yang
diharapkan dapat menfasilitasi dan menjadi acuan bagi peserta didik dan pelatihan.
A. Tujuan Umum
Setelah mempelajari modul ini peserta pelatihan diharapkan mampu memenuhi kompetensi
sebagai Pengawas Operasional Pertama.
B. Tujuan Khusus
Adapun tujuan mempelajari unit kompetensi melalui modul ini yaitu untuk memfasilitasi
peserta didik dan pelatihan sehingga pada akhir pelatihan diharapkan memiliki kemampuan
sebagai berikut :
Pada sektor pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)di Indonesia, pemerintah melalui
Kementrian ESDM menerbitkan Permen ESDM No. 26 tahun 2018 tentang Pelaksanaan
Kaidah Pertambangan Yang Baik dan Pengawasan Mineral dan Batubara serta mencabut
regulasi sebelumnya. Sebagai pedoman pelaksanaan ketentuan dari Permen ESDM No. 26
tahun 2018, pemerintah mengeluarkan Kepmen ESDM No. 1827 K/30/MEM/2018 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan Yang Baik.
Diterbitkannya Kepmen ESDM No. 1827 K/30/MEM/2018 sebagai pengganti Kepmen 555
K/26/M.PE/1995 yang telah dicabut merupakan bentuk penyesuaian dengan peraturan-
peraturan yang telah ada, diantaranya UU No. 23 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara serta UU No. 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Perubahan tersebut guna membekan pedoman dalam penerapan kaidah
pertambangan (good Mining practice) sesuai dengan ketentuan PP No. 55 tahun 2010 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik sesuai Kepmen ESDM No. 1827
K/30/MEM/2018 terdiri atas :
a. pedoman permohonan, evaluasi, dan/atau pengesahan kepala teknik tambang,
penanggung jawab teknik dan lingkungan, kepala tambang bawah tanah, pengawas
operasional, pengawas teknis, dan/atau penanggung jawab operasional yang tercantum
dalam Lampiran I;
b. pedoman pengelolaan teknis pertambangan yang tercantum dalam Lampiran II;
c. pedoman pelaksanaan keselamatan pertambangan dan keselamatan pengolahan
dan/atau pemurnian mineral dan batubara yang tercantum dalam Lampiran III;
d. Pedoman pelaksanaan sistem manajemen keselamatan pertambangan mineral dan
batubara yang tercantum dalam Lampiran IV;
e. Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan mineral dan
batubara yang tercantum dalam Lampiran V;
f. Pedoman pelaksanaan reklamasi dan pascatambang serta pasca operasi pada kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. yang tercantum dalam Lampiran VI;
g. Pedoman pelaksanaan konservasi mineral dan batubara yang tercantum dalam
Lampiran VII;
h. Pedoman kaidah teknik usaha jasa pertambangan dan evaluasi kaidah teknik usaha jasa
pertambangan yang tercantum dalam Lampiran VIII.
a. Manajemen Risiko
Manajemen risiko merupakan suatu aktivitas dalam mengelola risiko yang ada, terdiri
atas:
Cidera akibat kecelakaan tambang dicatat dalam buku daftar kecelakaan tambang dan
digolongkan dalam kategori sebagai berikut:
1) Cidera Ringan
Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu
melakukan tugas semula lebih dari 1 (satu) hari dan kurang dari 3 (tiga) minggu,termasuk
hari minggu dan hari libur.
2) Cidera Berat
a) cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak
mampu melakukan tugas semula selama sama dengan atau lebih dari 3 (tiga) minggu
termasuk hari minggu dan hari libur;
b) cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang cacat tetap
(invalid); dan
c) cidera akibat kecelakaan tambang tidak tergantung dari lamanya pekerja tambang
tidak mampu melakukan tugas semula, tetapi mengalami seperti salah satu di bawah
ini:
(1) keretakan tengkorak, tulang punggung, pinggul, lengan bawah sampai ruas jari,
lengan atas, paha sampai ruas jari kaki, dan lepasnya tengkorak bagian wajah;
(2) pendarahan di dalam atau pingsan disebabkan kekurangan oksigen;
3) Mati
Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati akibat kecelakaan
tersebut.
Sebelum pekerja bekerja pada tempat yang memiliki risiko tinggi, perlu melakukan hal
sebagai berikut:
a) memastikan risiko yang ada sudah dikendalikan secara memadai;
Kepmen ESDM No. 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan Yang Baik.
Permen ESDM No. 26 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik
UU No. 23 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara
UU No. 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Kriteria KTT terbagi atas 4 (empat) klasifikasi dengan urutan sebagai berikut:
1. KTT Kelas IV
KTT Kelas IV memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) untuk pemegang Izin Pertambangan Rakyat (IPR); dan
b) mempunyai sertifikat kualifikasi yang diakui oleh KaIT atau telah mengikuti
pendidikan atau bimbingan teknis terkait penerapan kaidah teknik pertambangan
yang baik.
3. KTT Kelas II
KTT Kelas II memenuhi kriteria sebagai berikut:
4. KTT Kelas I
KTT Kelas I memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi:
tahap operasi produksi dengan metode tambang semprot (Hidrolis), tambang terbuka,
tambang bawah tanah, kuari, kapal keruk, dan/atau kapal isap.
b) jumlah produksi rata-rata:
1) tambang terbuka untuk batubara ≥ 500 metrik ton per hari;
2) tambang bawah tanah untuk batubara pada semua kapasitas produksi;
3) mineral logam meliputi tambang semprot > 5 ton bijih per hari, tambang terbuka
untuk mineral logam > 1.500 ton bijih per hari, tambang bawah tanah untuk
mineral logam pada semua kapasitas produksi, dan kapal keruk dan/atau kapal
isap > 5 ton bijih per hari;
4) mineral batuan atau mineral bukan logam meliputi mineral batuan atau mineral
bukan logam dengan produksi ≥ 500 ton per hari dan tambang bawah tanah untuk
mineral bukan logam pada semua kapasitas produksi;
c) jumlah pekerja > 200 (dua ratus) orang; dan
d) memiliki Sertifikat Kompetensi Pengawas Operasional Utama (POU) atau sertifikat
kualifikasi yang diakui oleh KaIT.
Kriteria PTL dibagi atas 3 (tiga) klasifikasi dengan urutan sebagai berikut:
3) PTL Kelas I
PTL Kelas I memenuhi kriteria sebagai berikut:
5. Pengawas Operasional
Pengawas Operasional adalah orang yang ditunjuk oleh KTT/PTL dan bertanggung jawab
kepada KTT/PTL dalam melaksanakan inspeksi, pemeriksaan, dan pengujian kegiatan
operasional pertambangan di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kaidah teknik pertambangan yang
baik.
6. Pengawas Teknis
Pengawas Teknis adalah orang yang ditunjuk oleh KTT/PTL dan bertanggung jawab
kepada KTT/PTL atas keselamatan pemasangan, pemeliharaan, pemeriksaan, dan
pengujian terhadap sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan yang menjadi
tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
kaidah Teknik pertambangan yang baik.
Kepmen ESDM No. 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan Yang Baik.
Permen ESDM No. 26 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik
UU No. 23 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara
UU No. 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
A. Pendahuluan
Dalam program keselamatan kerja “ Pertemuan kelompok” (group meeting) untuk membahas
masalah keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu kegiatan yang sangat penting serta dapat
menentukan keberhasilan pelaksanaan program K3 dalam suatu perusahaan. Pertemuan ini
bisa berupa safety talk yang hanya melibatkan suatu kelompok kerja yang dipimpin oleh
pengawasnya (supervisor) tapi bisa juga merupakan pertemuan kelompok yang lebih besar
yang melibatkan pekerja maupun pengawas dari beberapa kelompok kerja bahkan untuk yang
lebih besar lagi bisa melibatkan pengawas dari seluruh perusahaan.
Pengawas (supervisor) karena posisinya akan terlibat dalam kedua jenis pertemuan K3 ini,
mungkin dalam pertemuan kelompok yang besar dia hanya sebagai peseta rapat tapi dalam
pertemuan safety talk dia akan menjadi pemimpin rapat. Sebagai pemimpin rapat peranannya
sangat menentukan karena merekalah yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan
pertemuan, melaksanakan pertemuan dan sekaligus untuk menindaklanjuti hasil pertemuan
tersebut.
Saat ini Supervisor adalah merupakan anggota kunci dari manajemen sehingga dia harus dapat
menggunakan suatu pendekatan manajemen yang profesional dan karena tulisan ini
dipersiapkan untuk kursus para pengawas maka penulis mencoba untuk menguraikan tentang
bagaimana mempersiapkan pertemuan kelompok, bagaimana melakukan pertemuan kelompok
yang efektif seta bagaimana menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut sehingga pertemuan K3
tersebut dapat berhasil guna untuk meningkatkan kinerja K3 pada perusahaan tersebut.
Dalam suatu pertemuan kelompok, faktor komunikasi memegang peranan yang sangat vital
karena tanpa komunikasi yang baik mustahil didapatkan hasil yang baik bahkan bisa
mengakibatkan kesalahpahaman. Oleh karena itu dalam bab ini juga dibahas masalah
komunikasi.
B. Komunikasi K3
Komunikasi bukanlah suatu hal yang sederhana yang hanya memerlukan logika, fakta, gambar,
simbol otak dan fikiran tapi juga harus menyertakan perasaan sikap serta emosi. Komunikasi
adalah proses 2 (dua) arah yang melibatkan pengirim dan penerima, pembicara dan pendengar
serta penulis dan pembaca . Dengan kata lain komunikasi adalah apa yang kita katakan/lakukan
untuk memberi dan menerima pengertian.
Dalam manajemen K3, faktor komunikasi ini sangat penting karena dengan komunikasi yang
baik antara sesama manajemen, antara manajemen dengan pengawas, antara pengawas dengan
pengawas, antara pengawas dengan pekerja serta antara pekerja dengan pekerja akan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan K3, karena dengan komunikasi yang baik
maka hubungan dan interaksi antara pekerja, pengawas dan manajemen dapat terjalin dengan
baik, sehingga apa yang diharapkan pihak manajemen akan sampai kepada pekerja melalui
pengawas dan sebagai hasilnya akan diperoleh pemahaman serta motivasi yang sama dari
semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program K3 tersebut.
Ramli, Soehatman. 2013. SMART SAFETY “Panduan Penerapan SMK3 yang Efektif”.
Jakarta : PT. Dian Rakyat.
Suprapto. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta.: Medpress
A. DEFINISI
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak
dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta
benda.
Kepmen 1827 tahun 2018 mendefinisikan Kecelakaan tambang apabila memenuhi 5 (lima)
unsur, terdiri atas:
1) benar-benar terjadi, yaitu tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan tanpa unsur
kesengajaan;
2) mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh kepala teknik
tambang (KTT) atau penanggungjawab teknik dan lingkungan (PTL);
3) akibat kegiatan usaha pertambangan atau pengolahan dan/atau pemurnian atau akibat
kegiatan penunjang lainnya;
4) terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang
yang diberi izin; dan
5) terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.
Dalam peraturan tersebut juga diatur tentang penggolongan Cidera akibat kecelakaan tambang
sebagai berikut:
1) Cidera Ringan
Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu
melakukan tugas semula lebih dari 1 (satu) hari dan kurang dari 3 (tiga) minggu,termasuk
hari minggu dan hari libur.
3) Mati
Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati akibat kecelakaan
tersebut.
a. Pra-Kontak
1) Mengembangkan dan mengimplementasikan suatu program guna menjauhkan
resik mencegah kejadian yang merugikan (HIRARC, JSA, WP dll).
2) Merencanakan hal-hal untuk mengurangi kerugian bila dan ketika terjadi
kecelakaan
3) Membuat ERT
4) Memberikan Training untuk menekan penyebab langsung dari kecelakaan seperti
Training BBS
5) Melaksanakan dan memelihara SOP dengan baik
6) Memastikan peralatan yang digunakaan layak pakai
7) Kelengkaan Alat Pelindung Diri
b. Kontak
1) Menisolasi Energi
2) Mengurangi jumlah tenaga kerja yang mungkin akan mengalami kontak
(evakuasi)
3) Mengubah permukaan kontak
4) Penempatan barikade antara sumber dan orang
c. Pasca Kontak
1) Pelaksanaan tangga darurat oleh ERT
2) Pemberian pertolongan/ perawatan medis
3) Barikade area untuk investigasi
4) Mengumpulkan barang-barang sekitar sebagai bahan investigasi
5) Perbaikan area, peralatan yang rusak
Investigasi kecelakaan adalah suatu cara untuk mencari data dan fakta yang berhubungan
dengan kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban jiwa atau kerugian harta benda.
Investigasi kecelakaan dilakukan guna mencari akar penyebab dari kecelakaan agar kejadian
serupa tidak terulang kembali.
Melakukan investigasi kecelakaan sendiri akan memberi Anda sebuah pemahaman lebih dalam
tentang risiko terkait pekerjaan yang dilakukan. Investigasi juga menjadi alat yang penting
untuk mengembangkan dan memperbaiki sistem manajemen K3 perusahaan Anda.
Bagan SCAT
1. Deskripsi atau gambaran suatu kejadian. Misalnya, keracunan gas, defisiensi oksigen,
terjepit mesin bergerak, atau jatuh dari ketinggian.
2. Faktor pemicu timbulnya kecelakaan atau berbagai hal yang menyebabkan kecelakaan.
Misalnya, pekerja (korban) kontak dengan gas beracun atau kontak dengan peralatan
bertenaga.
3. Penyebab langsung, terdiri dari perilaku tidak aman (unsafe action) dan kondisi tidak aman
(unsafe condition).
4. Penyebab dasar, terdiri dari faktor individu, faktor pekerjaan, dan faktor manajemen.
a. Faktor Individu
1) Kemampuan fisik dan mental pekerja tidak memadai
2) Kurangnya pengetahuan
b. Faktor Pekerjaan
1) Kurangnya pengawasan/ kepemimpinan yang lemah
2) Rekayasa teknik tidak memadai
3) Peralatan kerja tidak memadai
4) Perawatan peralatan yang tidak memadai
5) Prosedur bekerja aman tidak memadai
6) Peralatan yang rusak/ aus tetap digunakan
7) Penyalahgunaan peralatan
c. Faktor Manajemen
1) Program K3 tidak memadai/ tidak efektif
2) Standar operasional prosedur (SOP) tidak sesuai
3) Kurangnya kepatuhan terhadap standar
4) Kurangnya pelatihan
5) Tidak ada inspeksi dan evaluasi
6) Tidak ada audit
7) Budaya keselamatan yang apatis
8) Manajemen bersikap acuh tak acuh
9) Komunikasi K3 yang buruk
10) Investigasi kecelakaan yang buruk dan dangkal
Dilansir hse.gov.uk, sebuah penelitian tentang investigasi kecelakaan yang dilakukan oleh
Human Reliability Associates menyatakan bahwa sebuah proses investigasi dapat dianggap
baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Metode investigasi yang digunakan harus mampu menganalisis semua faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja dan mengembangkan tindakan
perbaikan
2) Tim investigasi melibatkan pihak-pihak yang relevan
3) Memiliki prosedur atau panduan terstruktur dan sistematis yang mendukung proses
investigasi
4) Mengidentifikasikan penyebab langsung dan tidak langsung
5) Membuat rekomendasi untuk menindaklanjuti penyebab langsung dan tidak langsung
6) Menerapkan rekomendasi dan melakukan analisis risiko lanjutan setelah penerapan
rekomendasi
7) Memastikan bahwa langkah-langkah pencegahan atau perbaikan terbukti menurunkan
risiko kecelakaan serupa
8) Membagikan pelajaran yang didapat dari sebuah kecelakaan (lesson learned) kepada
pihak-pihak terkait
9) Laporan investigasi didokumentasikan secara jelas dan terperinci
10) Memiliki basis data kecelakaan yang mudah diakses.
Langkah Investigasi Kecelakaan tergantung dari Sumber Daya Manusia dari Manajemen,
sarana dan prasarana yang dimiliki. Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan :
2. Mengumpulkan Bagian-bagian
a. Saksi langsung
Saksi langsung adalah saksi yang melihat atau mengalami langsung dari suatu
kejadian misalkan : korban atau rekan kerja yang melihat kejadian langsung.
Saksi tidak langsung adalah orang yang mempunyai informasi yang dapat
membantu kita dalam menentukan apa yang terjadi, missal : security, karyawan
department lain, saksi ahli. Saksi ahli adalah orang yang pendapatnya berdasarkan
pendidikan, pelatihan, sertifikasi, keterampilan atau pengalaman.
Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk mencegah terjadinya
kecelakaan yang tidak diinginkan secara komperhensif, terencana dan terstruktur dalam suatu
kesisteman yang baik. Manajemen risiko K3 berkaitan dengan bahaya dan risiko yang harus
dikelola di tempat kerja, dimana diprediksi dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Sebaliknya, keberadaan risiko dalam kegiatan perusahaan mendorong perlunya adanya upaya
keselamatan untuk mengendalikan semua risiko yang ada. Dengan demikian, risiko adalah
bagian tidak terpisahkan dengan manajemen K3 yang diibaratkan mata uang dengan dua sisi.
Dalam implementasi K3 manajemen risiko dimulai dengan perencanaan yang baik yang
meliputi, Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Dan Penetapan Pengendalian Risiko disingkat
dengan IBPRPB (Hazards identification, Risk assessment, dan Determining
Control_HIRADC). HIRADC inilah yang menentukan arah penerapan K3 dalam perusahaan.
Secara umum ada enam tujuan risk management dalam perusahaan atau badan usaha,
diantaranya adalah:
1. Melindungi Perusahaan
Memberikan perlindungan terhadap perusahaan dari tingkat risiko signifikan yang bisa
menghambat proses pencapaian tujuan perusahaan.
2. Membantu Pembuatan Kerangka Kerja
Membantu dalam proses pembuatan kerangka kerja manajemen risiko yang konsisten atas
ririko yang ada pada proses bisnis dan fungsi-fungsi di dalam sebuah perusahaan.
3. Mendorong Manajemen Agar Proaktif
Mendorong manajemen agar bertindak proaktif dalam mengurangi potensi risiko, dan
menjadikan manajemen risiko sebagai sumber keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan.
4. Sebagai Peringatan untuk Berhati-Hati
Mendorong semua individu dalam perusahaan agar bertindak hati-hati dalam menghadapi
risiko perusahaan demi tercapainya tujuan yang diinginkan bersama.
5. Meningkatkan Kinerja Perusahaan
Membantu meningkatkan kinerja perusahaan dengan menyediakan informasi tingkat risiko
yang disebutkan dalam peta risiko/ risk map. Hal ini juga berguna dalam pengembangan
strategi dan perbaikan proses risk management secara berkesinambungan.
6. Sosialisasi Manajemen Risiko
Membangun kemampuan individu maupun manajemen untuk mensosialisasikan
pemahaman tentang risiko dan pentingnya risk management.
Menurut standar AS/NZS 4360 tentang Standar Manajemen Risiko, proses manajemen risiko
mencakup langkah sebagai berikut:
a. Menentukan konteks
b. Identifikasi Risiko
c. Penilaian Risiko
d. Pengendalian Risiko
e. Pemantauan dan Tinjau Ulang
f. Komunikasi dan Konsulatasi
1. Menentukan Konteks
Penetapan konteks dari manajemen risiko harus dilakukan pertama kali agar proses
pengelolaan risiko tidak salah arah dan tepat sasaran. Penetapan konteks memudahkan Anda
mengidentifikasi dan melakukan tahapan-tahapan selanjutnya.
Penetapan konteks ini biasanya mengacu pada beberapa hal, di antaranya visi dan misi
perusahaan, Rencana Jangka Panjang (RJP), Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP),
dan Key Performance Indicator (KPI).
Identifikasi risiko dilakukan sebagai langkah untuk mengenali atau untuk menjawab
pertanyaan apa saja risiko yang dapat terjadi, bagaimana dan mengapa hal tersebut dapat
terjadi. Identifikasi risiko bertujuan untuk mengetahui semua sumber bahaya dan aktivitas
berisiko pada suatu kegiatan kerja atau proses kerja tertentu.
Membuat daftar risiko secara lengkap dari berbagai kejadian yang dapat berdampak
pada setiap elemen kegiatan
Mencatat faktor-faktor yang memengaruhi risiko yang ada secara rinci
Membuat skenario proses kejadian yang akan menimbulkan risiko berdasarkan
informasi gambaran hasil identifikasi.
Hasil identifikasi risiko nantinya akan memberikan gambaran mengenai konsekuensi dan
probabilitas dari risiko yang ada untuk menentukan tingkat atau level risiko pada tahap
analisis.
3. Penilaian Risiko
Tahapan ini dilakukan melalui proses analisis risiko dan evaluasi risiko. Analisis risiko
dilakukan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan tingkat
konsekuensi (keparahan) dan kemungkinan yang dapat terjadi untuk mengambil tindakan
pengendalian.
Untuk menentukan tingkat atau level risiko, Anda dapat melakukan penilaian menggunakan
matriks sesuai standar AS/ NZS 4360 di bawah ini:
Matriks Risiko
Keterangan:
Sebagai tindak lanjut dari penilaian risiko perlu dilakukan evaluasi risiko. Tujuannya untuk
melihat apakah risiko yang telah dianalisis dapat diterima atau tidak dengan tingkat/ level
risiko sesuai kriteria standar yang digunakan, di mana selanjutnya akan masuk pada
pertimbangan tahapan pengendalian.
4. Pengendalian Risiko
Pemantauan selama pengendalian risiko berlangsung perlu dilakukan minimal setiap tiga
bulan (tergantung kebijakan perusahaan) untuk mengetahui efektivitas dan berbagai
perubahan yang dapat terjadi. Berbagai perubahan atau tindakan pengendalian yang kurang
efektif kemudian akan ditinjau ulang untuk selanjutnya dilakukan perbaikan.
Hasil manajemen risiko harus dikomunikasikan dan diketahui oleh semua pihak yang
berkepentingan sehingga akan memberikan manfaat dan keuntungan bagi semua pihak.
Pihak berkepentingan yang dimaksud adalah manajemen, pekerja, pemasok, kontraktor dan
masyarakat sekitar aktivitas perusahaan. Dengan mengetahui dan memahami semua risiko
yang ada di lingkungannya, maka semua pihak akan bertindak dengan hati-hati dan
mengutamakan keselamatan dalam aktivitasnya.
a. HIRADC
b. JSA
c. Observasi Atau Inspeksi Terencana
d. Data Kecelakaan
e. What If
f. FMEA
g. HAZOPS
h. AEA
a. Identifikasi Bahaya
1. Bahaya Kimia
Bahaya kimia biasanya dapat menyebabkan kecelakan pada manusia melalui pernapasan
atau kontak dengan kulit. Bahaya-bahaya tersebut antara lain: Debu, Asap (smole), Gas,
Uap, Fume, Kabut (mists/aerosols), Bedak/tepung (vapors), Fiber,
2. Bahaya Fisik.
Suara Bising yaitu suara yang tidak diinginkan atau diatas ambang batas; Getaran yaitu
suatu getaran bolak balik (oscillating), seluruh body, dan getaran sebagian; Pencahayaan
yaitu intensitas, terlalau terang/silau; Radiasi yaitu radiasi ion dan radiasi non ion (electric
& magnetic fields); Temperatur: yaitu temperatur yang terlalau tinggi atau terlalu rendah;
Tekanan yaitu tekanan yang rendah atau tinggi.
3. Bahaya Biologi.
Bahaya yang timbul oleh suatu mahluh hidup baik tampak maupun tidak tampak oleh
mata dan bahaya tersebut dapat dibedakan menjadi: Mikro Biologi ; Bakteri, Virus, Jamur
(fungi), Tengu (Mites) dan Makro Biologi; Serangga, Parasit, Tumbuhan & Binatang.
4. Bahaya Ergonomi
Bahaya Ergonomi adalah suatu bahaya yang terjadi oleh karena adanya interaksi antara
seseorang/pekerja dengan lingkungan tempat kerjanya. Peralatan dan tempat kerja yang
tidak dirancang dengan baik (disesuaikan dengan manusia) termasuk bahaya ergonomi.
5. Bahaya Mekanis
Permesinan atau Peralatan yaitu bahaya yang ada pada titik operasi seperti pemotongan,
pemboran; bahaya pada titik jepit (nip point) seperti putaran pulley, roller; bahaya pada
gerakan mesin yang maju mundur atau naik turun, dan bahaya pada tempat pemindahan
dan pada bagian yang berputar atau bergerak lainnya dari suatu perlatan atau permesinan.
6. Bahaya Lingkungan Sekitar
Kemiringan, Permukaan tidak rata atau licin, Cuaca tidak ramah (temperatur, kelembaban,
berkabut, dll), Berlumpur/berair, Kegelapan
7. Bahaya Psikososial
Intimidasi, Trauma, Pola gilir kerja, Pola promosi, Pengorganisasian kerja
b. Analisa risiko
Analisa risiko (risk analisys) adalah suatu pengujian secara rinci dan sistematis terhadap
suatu sistem yang komplek dan unsur-unsurnya serta keterkaitan yang ada melalui
identifikasi risiko.
1) Analisis kualitatif;
Metoda kualitatif menggunakan matrik risiko menganalisa dan menilai suatu risiko dengan
cara membandingkan terhadap suatu diskripsi/uraian dari parameter (peluang dan akibat)
yang menggambarkan tingkat dari kemungkinan dan keparahan suatu kejadian, dinyatakan
dalam bentuk rentang dari risiko paling rendah sampai risiko paling tinggi. Ukuran kualitatif
dari “Kemungkinan (likelihood)” dan “Keparahan (severity/consequency)” Menurut standar
AS/NZS 4360
2) Semi-kuantitatif
Metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan analisa kualitatif, perbedaannya pada
metode ini uraian/deskripsi dari parameter yang ada dinyatakan dengan nilai/skore
tertentu, Nilai risiko digambarkan dalam angka numeric. Namun nilai ini tidak bersifat
absolute.
3) Analisa kuantitatif
Analisa risiko kuantitatif menggunakan perhitungan probabilitas kejadian atau
konsekuensinya dengan data numeric dimana besarnya risiko tidak berupa peringkat
seperti pada metoda semi-kuantitatif. Analisis dengan metode ini menggunakan nilai
numerik. Kualitas dari analisis tergantung pada akurasi dan kelengkapan data yang ada.
Konsekuensi dapat dihitung dengan menggunakan metode modeling hasil dari kejadian
atau kumpulan kejadian atau dengan mempekirakan kemungkinan dari studi
eksperimen atau data sekunder/ data terdahulu. Probabilitas biasanya dihitung sebagai
salah satu atau keduanya (exposure dan probability). Kedua variabel ini (probabilitas
dan konsekuensi) kemudian digabung untuk menetapkan tingkat risiko yang ada.
Tingkat risiko ini akan berbeda-beda menurut jenis risiko yang ada. Besarnya risiko
lebih dinyatakan dalam angka seperti 1,2,3, atau 4 yang mana 2 mengandung arti
risikonya dua kali lipat dari 1 .
Nilai 1-2 : Risiko Rendah
Nilai 3-4 : Risiko Sedang
Nilai 6-9 : Risiko tinggi
c. Pengendalian Risiko
Semua risiko yang telah teridentifikasi dan dianalisis selanjutnya dilakukan pengendalian agar
bahaya/risiko tersebut hilang atau berkurang sehingga tidak menimbulkan kecelakaan. Di
dalam melakukan pengendalian, kita harus memahami hirarki pengendalian (Hierarchi
Controls) sehingga pengendalian yang kita lakukan betul-betul tepat sasaran.
3. DATA KECELAKAAN
Data kecelakaan adalah salah satu sumber informasi mengenai adanya bahaya di tempat kerja
dan merupakan sumber informasi yang paling mendasar. Setiap kecelakaan selalu ada
sebabnya yang didasari adanya kondisi tidak aman baik menyangkut manusia, penggunaan
material dan peralatan, tata cara kerja termasuk lingkungan kerja. Karena itu dari setiap
kecelakaan, bagaimanapun kecilnya akan ditemukan adanya sumber bahaya Pusdiklat SDA
dan Konstruksi atau risiko atas kejadian kecelakaan tersebut, sehingga didapatkan banyak
informasi yang berguna untuk mengenal bahaya misalnya pengaruh:
a. Lokasi kejadian
b. Peralatan atau alat kerja
c. Pekerja yang terlibat dalam kecelakaan
d. Keadaan atau Data korban
e. Waktu kejadian
f. Bagian badan yang cedera atau Keparahan yang terjadi
4. OBSERVASI ATAU INSPEKSI TERENCANA
Merupakan suatu metode untuk menganalisa menggunakan daftar tertulis yang terstruktur
untuk menganalisa suatu sistem. Metode Check List ini seringkali disebut Experience base
Analysis. Penggunaan daftar yang tertulis sangat ditekankan sebisa mungkin untuk mendetail
di setiap unit kegiatan di dalam sistem tersebut. Maka dari itu analisis ini sering digunakan
untuk menganalisa suatu sistem dengan standard, misalnya SOP, UU, dan lain-lain. Karakter
metode analisis ini adalah mudah digunakan oleh “Less Experience Engineer”. Analisis ini
harus terus diaudit dan di-upgrade annually.
Let’s success with us... 46
Pengawas Operasional Pertama
Tujuan dari pelaksanaan analisis ini adalah untuk memastikan dan menjamin bahwa
perusahaan telah memenuhi standard yang telah ditentukan. Prosedur pelaksanaannya adalah:
a. Memilih/ membuat daftar pertanyaan yang terstruktur,
b. Pelaksanaan dan survey
c. Dokumentasi hasil
d. Analisa.
5. WHAT IF ANALYSIS
Merupakan suatu metode identifikasi bahaya dengan pendekatan brainstorming dan melibatkan
tim yang multidisiplin. Analisis ini digunakan untuk memeriksa secara sistematis dari setiap
aspek, baik dari facility design dan operasi, misalnya seperti bangunan, sistem pembangkit
tenaga, bahan baku, produk, tanki, prosedur operasi, keamanan pabrik dan lain-lain. Metode
ini merupakan alternatif untuk mengidentifikasi bahaya yang dianggap efisien dari beberapa
metode lain, seperti HAZOP, FMEA, maupun FTA, karena dapat dihindarkan terjadinya
perdebatan mengenai kondisi area. Metode ini dapat digunakan dalam berbagai tahap dari
siklus suatu sistem mulai dari tahap konsep, rancangan, operasi, hingga pada tahap pasca
operasi.
Kelemahan metode “What If Analysis” ini adalah kurang terstruktur dibandingkan metode
lainnya. Dan bila dilakukan oleh orang yang kurang berpengalaman, maka dia akan mengalami
kesulitan mengajukan pertanyaan. Jika persediaan pertanyaan telah habis, dapat digunakan
what if check list yang tersedia untuk meyakinkan semua potensi bahaya telah direview.
Prosedur pelaksanaannya adalah:
a. Persiapan Review
Siapkan informasi yang diperlukan, misalnya PFD, SOP, dan lain-lain
Untuk review existing plant, maka perlu dilakukan kunjungan lapangan dan
interview terhadap personel dari fungsi operasi, pemeliharaan, dan lain-lain.
Menyusun daftar pertanyaan “what if”.
b. Pelaksanaan Review
Penjelasan tentang sistem proses termasuk pelaksanaan plant safety equipment,
health control procedure, dan lain-lain
Untuk sistem yang kompleks, dilakukan pemecahan sistem atas beberapa bagian,
sehingga proses review bisa lebih difokuskan.
6. FMEA
Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) merupakan teknik analisa resiko secara sirkulatif
yang digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana suatu peralatan, fasilitas/sistem dapat gagal
serta akibat yang dapat ditimbulkannya. Hasil FMEA berupa rekomendasi untuk meningkatkan
kehandalan tingkat keselamatan fasilitas, peralatan/sistem. Untuk bisa menjalankan metode ini,
diperlukan tersedianya data dan informasi seperti pengetahuan tentang fungsi dari tiap-tiap
peralatan serta model kegagalannya, pengetahuan tentang fungsi sistem/plant dan respon
terhadap suatu kegagalan.
Langkah-langkah yang harus ditempuh ketika melakukan FMEA di antaranya adalah:
1) Penentuan masalah
7. HAZOP
Hazard and Operability (HAZOP) Analysis adalah suatu cara yang sistematis dalam
menganalisa resiko suatu sistem dimana masalah kegiatan pengoperasian yang potensial dalam
suatu sistem yang diidentifikasi dengan menggunakan suatu rangkaian kata kunci untuk
menyelidiki penyelewengan proses di dalam sistem. Metode ini dapat berlaku pada berbagai
mode operasi dari suatu proses aliran dan juga dapat diaplikasikan pada berbagai prosedur atau
flowchart.
Beberapa kelebihan dari metode analisa HAZOP adalah:
– Mudah dipelajari
– Memacu kreatifitas dan membangkitkan ide-ide
– Sistematis
– Diterima secara luas sebagai salah satu metode untuk identifikasi bahaya
– Tidak hanya fokus pada safety, karena juga mengidentifikasi hazard (mencegah
kecelakaan) dan operability (berjalan lancarnya suatu proses sehingga meningkatkan plant
performance).
Sedangkan kelemahan penerapan metode HAZOP adalah:
– Sangat bergantung kepada kemampuan anggota tim.
– Memerlukan waktu yang panjang dan melelahkan
– Perlu komitmen tim dan manajemen.
8. AEA
Action Error Analysis (AEA) digunakan untuk menganalisa interaksi antara mesin dan
manusia. Tujuan Action Error Analysis adalah untuk mencari akibat yang ditimbulkan jika
manusia membuat kesalahan dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan mesin-mesin
otomatis. Metode ini digunakan untuk mempelajari konsekuensi dari kesalahan manusia yang
Britisih Standar Institution. 2018. ISO 450001: Occupational Health and Safety Management
System Requirements with Guidance For Use. Geneva:BSI Standars Limited
Ramli, Soehatman. 2011. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3.
Jakarta:PT. Dian Rakyat
Standars Australia/ Standars New Zealand. 2004.AS/NZS 4360;Risk Management.
Sydney:Standars Australia International Ltd
Tarwaka. 2017. Keselamatan & Kesehatan Kerja Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat
Kerja. Surakarta : Harapan Press
A. Dasar Hukum
Dalam pasal 35 UU no. 4 tahun 2009 disebutkan bahwa usaha pertambangan dilaksanakan
dalam bentuk:
a. Izin Usaha Pertambangan (IUP);
b. Izin Pertambangan Rakyat (IPR); dan
c. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Selanjutnya dalam pasal 36 UU no. 4 tahun 2009 disebutkan bahwa IUP terdiri atas dua
tahap:
1. penyelidikan umum,
2. eksplorasi
3. studi kelayakan;
1. konstruksi,
2. penambangan,
3. pengolahan dan pemurnian,
4. pengangkutan dan penjualan.
IUP adalah legalitas dalam pengelolaan bahan galian yang diperuntukkan bagi; badan usaha
baik swasta maupun badan usaha asing, koperasi, dan perseorangan.
IUP diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
1. Persyaratan Pengurusan IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara untuk badan usaha
1) Persyaratan Administratif :
1) surat permohonan;
2) susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
3) surat keterangan domisili.
2) Persyaratan Teknis :
1) surat permohonan; daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan
dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun.
2) peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai
dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional
3) Persyaratan Lingkungan :
Surat pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
4) Persyaratan Finansial :
1) surat bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi;
2) bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang WIUP mineral
logam atau batubara sesuai dengan nilai penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya
pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan logam
atau batuan atas permohonan wilayah
5) Keterangan Pendukung :
1) Dalam Peraturan Pemerintah no. 23 tahun 2010 pasal 6 disebutkan bahwa IUP
diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya
2) Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) akan dilakukan setelah mendapatkan
Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Dalam 1 (satu) WUP dapat terdiri atas
1 (satu) atau beberapa WIUP.
Dalam pasal 99 UU on. 4 th 2009 disebutkan bahwa setiap pemegang IUP dan
IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat
mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.
Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pascatambang dilakukan sesuai dengan
Pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana
jaminan pascatambang. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan
pascatambang dengan dana jaminan yang telah disediakan pemegang IUP dan/atau
IUPK.
Menurut UU on. 4 th 2009 pasal 90, 91, dan 92 Pemegang IUP dan IUPK berhak :
Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak
lain. Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya
dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu.
a. keadaan kahar;
b. keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau
seluruh kegiatan usaha pertambangan;
Dalam pasal 114 UU on. 4 th 2009 disebutkan bahwa jangka waktu penghentian
sementara karena keadaan kahar dan/atau keadaan yang menghalangi diberikan paling
lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 1 (satu) kali untuk 1 (satu)
tahun. Apabila dalam kurun waktu sebelum habis masa penghentian sementara berakhir
pemegang IUP dan IUPK sudah siap melakukan kegiatan operasinya, kegiatan
dimaksud wajib dilaporkan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya mencabut keputusan penghentian sementara setelah menerima
laporan.
Dalam PP 23 th 2010 pasal 79 disebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK yang telah
diberikan persetujuan penghentian sementara dikarenakan keadaan kahar tidak
mempunyai kewajiban untuk memenuhi kewajiban keuangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Dalam pasal 52, 55, 58, dan 61 UU Minerba diatur mengenai luas WIUP Eksplorasi.
2. Persyaratan Pengurusan IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara untuk badan
usaha
IUP Operasi Produksi izin usaha yang diberikan untuk kegiatan konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. IUP Operasi Produksi diberikan
setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi
produksi.
a. Persyaratan Pengurusan IUP Operasi Produksi Bagi Badan Usaha untuk Mineral
Logam dan Batubara
1) Persyaratan Administratif :
a. surat permohonan;
b. susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
c. surat keterangan domisili.
a. peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai
dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional;
b. laporan lengkap eksplorasi;
c. laporan studi kelayakan;
d. rencana reklamasi dan pascatambang;
e. rencana kerja dan anggaran biaya;
f. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi; dan
g. tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling
sedikit 3 (tiga) tahun.
3) Persyaratan Lingkungan :
4) Persyaratan Finansial :
a. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;
b. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan
c. bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran lelang bagi
pemenang lelang WIUP yang telah berakhir.
Dalam pasal 103 UU Minerba disebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi
wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Untuk
pengolahan dan pemurnian, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi
dapat melakukan kerja sama dengan badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah
mendapatkan IUP atau IUPK husus untuk pengolahan dan pemurnian yang dikeluarkan oleh
Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 105 UU Minerba menyebutkan bahwa badan usaha yang tidak bergerak pada usaha
pertambangan yang bermaksud menjual mineral dan/atau batubara yang tergali wajib terlebih
dahulu memiliki IUP Operasi Produksi untuk penjualan. IUP khusus penjualan ini hanya dapat
diberikan untuk 1 (satu) kali penjualan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya. Mineral atau batubara yang tergali dan akan dijual tersebut akan
dikenai iuran produksi. Badan usaha tersebut wajib menyampaikan laporan hasil penjualan
mineral dan/atau batubara yang tergali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Selain itu dalam pasal 106 UU Minerba disebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK harus
mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, dan jasa dalam negeri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melakukan kegiatan operasi
b. Jangka Waktu dan Luas Wilayah IUP dan IUPK Operasi Produksi
Perpanjangan IUP
Jenis Bahan Galian Jangka Waktu
(2 x) masing2
IUP dan IUPK Mineral Logam 20 tahun 10 tahun
Mineral Bukan Logam 10 tahun 5 tahun
Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu 20 tahun 10 tahun
Batuan 5 tahun 5 tahun
IUP dan IUPK Batubara 20 tahun 10 tahun
Dalam pasal 53, 56, 59, dan 62 UU Minerba diatur mengenai luas WIUP Operasi
Produksi.
Serta dijelaskan mengenai luas wilayah penambangan yaitu luas wilayah untuk 1 (satu) IPR
yang dapat diberikan kepada:
Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara
BAB 23 diatur mengenai Ketentuan Pidana terhadap Penyimpangan Perizinan IUP dan
IUPK.
Meskipun industri pertambangan merupakan bagian dari dunia industri umum tetapi terdapat
karakteristik khusus dari investasi pada industri pertambangan yang berbeda dengan industri
lainnya. Pemahaman tentang karakteristik khusus ini penting untuk melakukan analisis
kelayakan suatu proyek tambang. Beberapa karakteristik tersebut adalah :
Besarnya modal yang dibutuhkan untuk industri tambang bervariasi, tergantung dari jenis
bahan tambang, metode penambangan, skala penambangan, lokasi dan parameter lainnya.
Lama perioda pra produksi tergantung dari metode penambangan, metoda pengolahan, ukuran
dan letak deposit, kompleksitas operasi, dan kendala lingkungan. Periode pra produksi ini
berkisar antara 3-12 tahun. Perioda pra produksi yang panjang akan berdampak terhadap besar
modal yang dibutuhkan dan terhadap tingkat pengembalian modal.
3. Beresiko tinggi
Disamping resiko yang berhubungan dengan kebutuhan modal yang besar serta masa pra
produksi yang lama, terdapat resiko lain yang mempengaruhi keputusan investasi pada industri
tambang, yaitu : resiko geologi, resiko engineering dan konstruksi, resiko ekonomi, resiko
politik, dan resiko pasar mineral.
Implikasi dari sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui ini terhadap industri tambang
adalah bahwa pendapatan utama perusahaan hanya diperoleh dari penjualan bahan tambang,
dan mengakibatkan umur tambang tergantung dari jumlah cadangan dan tingkat produksi
sehingga dibutuhkan eksplorasi kontinu untuk menemukan deposit baru.
Dikarenakan letak aktivitas penambangan banyak terdapat di daerah terpencil, hal ini akan
dapat memberikan dampak positif terhadap aktivitas ekonomi masyarakat setempat sehingga
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
Kegiatan eksploitasi bahan tambang akan mengubah bentang alam sehingga berdampak buruk
terhadap keadaan lingkungan. Oleh karena itu tingkat kepedulian industri tambang terhadap
lingkungan harus tinggi. Reklamasi merupakan salah satu upaya untuk mengurangi dampak
lingkungan dari kegiatan penambangan dan pengolahan.
Konsekuensi dari sifat ini adalah munculnya pasar sekunder dan dapat mengurangi prosentase
kebutuhan akan bijih/ bahan tambang. Daur ulang logam sering dipertimbangkan lebih
menguntungkan dibandingkan menambang bijih untuk dijadikan logam.
Kegiatan ini merupakan langkah awal usaha pertambangan yang ditujukan untuk mencari
endapan-endapan metal atau endapan-endapan mineral komersil batubara atau nonmetal.
Penyelidikan umum terbatas pada mineral yang spesifik (tipe mineral tertentu) atau pada
area tertentu (negara atau wilayah) yang memiliki geologic anomaly (keganjilan geologi)
yang mencerminkan adanya karakteristik dari sebuah endapan bahan galian.
b. Eksplorasi (Exploration)
Jika tujuan dari penyelidikan umum adalah untuk mencari lokasi-lokasi yang memiliki
anomalies karena adanya endapan bahan galian, maka tujuan dari eksplorasi adalah untuk
mendefinisikan dan mengevaluasi endapan bahan galian tersebut.
Eksplorasi menentukan geometri, luas, dan nilai dari sebuah endapan menggunakan
teknik yang sama dengan yang digunakan pada tahap penyelidikan umum tetapi lebih
seksama/teliti. Kegiatan eksplorasi akan berlanjut pada proses pecarian melalui fase taktis
dari penilaian detil dan evaluasi serta persiapan laporan studi kelayakan yang akan
menentukan layak-tidaknya endapan tersebut untuk ditambang.
Terdapat tiga hal utama yang membedakan antara kegiatan penyelidikan umum dan
eksplorasi, yaitu:
a) Lokasi.
Karena area pencarian berkurang dan tingkat kepercayaan meningkat, lokasi pencarian
beraliha dari udara ke permukaan dan bawah permukaan (subsurface). Geofisik udara
digantikan oleh geofisik tanah, orientasi geologi bawah permukaan meningkat, dan
menggunakan teknik-teknik tambahan dalam kegiatan eksplorasi bawah permukaan.
b) Bukti fisik.
Karena area pencarian beralih dari permukaan ke bawah tanah, metode pencarian beralih
ke metode pencarian langsung yang akan memberikan bukti fisik. Karena sebagian besar
endapan saat ini tersembunyi, metode penggalian bawah permukaan (subsurface
excavation) untuk mendapatkan sampel mineral perlu dilakukan. Metode yang paling
sering digunakan adalah pengeboran.
Merupakan tahapan akhir dari rentetan penyelidikan awal yang dilakukan sebelumnya sebagai
penentu apakah kegiatan penambangan endapan bahan galian tersebut layak dilakukan atau
tidak. Dasar pertimbangan yang digunakan meliputi pertimbangan teknis dan ekonomis dengan
memperhatikan keselamatan kerja serta kelestarian lingkungan hidup.
4. Persiapan penambangan
Kegiatan ini meliputi penyiapan infrastruktur dan lahan kerja penambangan yang antara lain
meliputi pembuatan jalan, pembabatan semak/pohon, pengupasan tanah penutup,
pembangunan kantor, gedung, bengkel, dll.
5. Penambangan
Kegiatan penambangan yang dimaksud adalah kegiatan yang ditujukan untuk membebaskan
dan mengambil bahan galian dari dalam kulit bumi, kemudian dibawa ke permukaan untuk
dimanfaatkan.
Kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kadar atau mempertinggi mutu bahan galian
yang dihasilkan dari tambang sampai memenuhi persyaratan untuk diperdagangkan atau
sebagai bahan baku untuk industri lain. Keuntungan lain dari kegiatan ini adalah mengurangi
jumlah volume dan beratnya sehingga dapat mengurangi ongkos pengangkutan.
7. Pengangkutan
Segala usaha untuk memindahkan bahan galian hasil tambang atau pengolahan dan pemurnian
dari daerah penambangan atau tempat pengolahan dan pemurnian ke tempat pemasaran atau
pemanfaatan selanjutnya dari bahan galian tersebut.
8. Pemasaran
9. Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang
terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna
sesuai peruntukannya. Kegiatan reklamasi dan penutupan tambang yang tepat ini diharapkan
menghasilkan nilai tambah bagi lingkungan dan menciptakan kedaan yang jauh lebih baik
setelah kegiatan penambangan selesai dilakukan pada suatu daerah.
Pelaksanaan kegiatan pertambangan selain memiliki dampak positif seperti membuka lapangan
pekerjaan baru, menambah pendapatan masyarakat setempat dan lain-lain namun juga dapat
merusak lingkungan apabila tidak dilaksanakan secara baik dan benar. Dampak negatif
terhadap lingkungan tersebut, antara lain :
6. Permasalahan sosial
E. Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk
menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat
berfungsi kembali sesuai peruntukannya..
c. program reklamasi terhadap lahan terganggu yang meliputi lahan bekas tambang dan
lahan di luar bekas tambang yang bersifat sementara dm/ atau permanen;
e. rencana biaya reklarnasi terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung.
a. Jaminan Reklamasi
Jaminan Reklamasi adalah dana yang disediakan oleh Pemegang Izin Usaha
Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai jaminan
untuk melakukan kegiatan reklamasi.
Jaminan reklamasi ditempatkan pada bank pemerintah dalam bentuk deposit berjangka.
Penempatan jaminan reklamasi dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kalender sejak rencana reklamasi disetujui. Pemberian persetujuan
pencairan atau pelepasan Jaminan Reklamasi paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
diterimanya laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi.
b. Pelaksanaan Reklamasi
Pelaksanaan Reklamasi dipimpin oleh Kepala Teknik Tambang yang dibantu oleh
tenaga teknis pertambangan yang berkompeten dalam perencanaan dan pelaksanaan
Reklamasi.
Dalam KepMen ESDM on. 1827 th 2018 Lampiran 6 disebutkan bahwa program
reklamasi dapat dilaksanakan dalam bentuk revegetasi dan/atau peruntukan lainnya
yang terdiri atas area permukiman, pariwisata, sumber air, dan/atau area
pembudidayaan. Tahapan kegiatan reklamasi dalam bentuk revegetasi meliputi
kegiatan penatagunaan lahan, revegetasi, dan pemeliharaan.
d) pemeliharaan tanaman.
3) Pada lahan yang sudah direvegetasi wajib dilakukan pemeliharaan paling sedikit
selama 3 (tiga) tahun, yang paling sedikit terdiri atas:
a) pemupukan;
b) pengendalian gulma, hama dan penyakit;
c) penyulaman;
d) pemeliharaan sarana pengendalian erosi dan sedimentasi; dan
e) akses jalan.
1) Lahan bekas kegiatan Eksplorasi (lubang pengeboran, sumur uji, dan parit uji).
2) Lahan bekas fasilitas penunjang Eksplorasi (akses jalan Eksplorasi, base camp,
helipad, dan/atau workshop yang tidak digunakan lagi)
Pelaksanaan Reklamasi tahap Eksplorasi dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari
kalender setelah tidak ada kegiatan Eksplorasi pada lahan terganggu.
Pemegang IUP dan IUPK Eksplorasi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Reklamasi
tahap Eksplorasi disertai dengan permohonan pencairan jaminan reklamasi setiap 1 (satu) tahun
kepada Menteri melalui Direktur Jenderal atau gubernur sesuai dengan kewenangannya paling
lambat tanggal 31 Januari pada tahun berjalan.
Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan Reklamasi tahap Operasi
Produksi pada lahan terganggu akibat kegiatan Operasi Produksi yang meliputi lahan bekas
tambang dan lahan di luar bekas tambang yang tidak digunakan lagi.
Lahan bekas tambang pada sistem tambang bawah tanah antara lain shaft, raise, stope, adit,
decline, pit, tunnel, dan/atau final void.
Lahan di luar bekas tambang pada sistem tambang terbuka terdiri atas:
Dalam hal area yang sudah direklamasi akan dibuka kembali untuk kegiatan Penambangan,
pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan rencana kegiatan
Penambangan untuk mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri atau
gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
1. Izin Lingkungan
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Dalam Peraturan Pemerintah no. 27 tahun 2012 pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa Izin
Lingkungan dapat diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL;
b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
c. permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
2. AMDAL
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut AMDAL, adalah
kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. Dampak Penting adalah perubahan lingkungan
a. Kerangka Acuan ANDAL, yaitu ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup
yang merupakan hasil pelingkupan.
b. ANDAL, yaitu telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana
Usaha dan/atau Kegiatan.
c. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), adalah upaya penanganan dampak terhadap
lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
3. UKL-UPL
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang
selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau
Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
Dalam UU no. 32 tahun 2009 Pasal 34 ayat (1) disebutkan bahwa setiap usaha dan/atau
kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal wajib memiliki UKLUPL.
Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat surat
pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL).
a. Pastikan Apakah rencana usaha dan/atau kegiatan termasuk ke dalam daftar jenis
rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL (lihat PerMen LH
no. 5 tahun 2012 Lampiran I), jika tidak maka lanjut ke tahap 2.
b. Pastikan apakah lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan berada di dalam dan/atau
berbatasan langsung dengan kawasan lindung (lihat PerMen LH no. 5 tahun 2012
Lampiran III), jika iya maka lanjut ke tahap 3, tapi jika tidak maka wajib memiliki
UKL-UPL atau SPPL.
c. Pastikan Apakah rencana usaha dan/atau kegiatan termasuk ke dalam daftar jenis
rencana usaha dan/atau kegiatan yang dikecualikan (lihat PerMen LH no. 5 tahun
2012 pasal 3 ayat 4) jika iya maka wajib memiliki UKL-UPL atau SPPL, tapi jika
tidak maka wajib memiliki AMDAL.
2) memastikan potensi dampak dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan dari berbagai sektor
telah tersedia teknologi untuk menanggulangi dampak tersebut;
3) memeriksa peraturan yang ditetapkan oleh kementerian atau lembaga pemerintah non
kementerian tentang jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib UKL-UPL.
4) Dalam hal tidak tersedia teknologi penananganan dampak dari suatu rencana Usaha
dan/atau Kegiatan, rencana Usaha dan/atau Kegiatan tersebut termasuk dalam kriteria
wajib memiliki Amdal.
Dalam hal kementerian atau lembaga pemerintah nun kementerian belum menetapkan
jenis Usaha dan/atau Kegiatan wajib UKL-UPL dan SPPL atau telah menetapkan jenis
Usaha dan/atau Kegiatan wajib UKLUPL dan SPPL, tetapi tidak dilengkapi dengan
skala/besaran atau skala/besarannya telah ditentukan tetapi tidak ditentukan batas
bawahnya, penapisan dapat dilakukan dengan melibatkan satuan kerja perangkat
daerah, kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian terkait dan/atau pakar
terkait.
5) Selain itu untuk menetapkan apakah wajib UKL-UPL dan SPPL hal yang paling
menentukan adalah berdasarkan kriteria berikut ini :
4. SPPL
Air Asam Tambang (AAT) atau “acid mine drainage (AMD)” atau “acid rock drainage (ARD)”
adalah air yang berasal dari kegiatan tambang terbuka atau tambang bawah tanah atau timbunan
bijih atau batubara yang dicirikan oleh tingkat keasaman yang tinggi (pH rendah) dengan
peningkatan kandungan logam terlarut. Air Asam Tambang (AAT) terbentuk saat mineral
sulphida tertentu yang ada pada batuan terpapar dengan kondisi dimana terdapat air dan
oksigen (sebagai faktor utama) yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan
menghasilkan air dengan kondisi asam.
Mineral sulphida yang umum ditemukan pada kegiatan penambangan antara lain (FeS2) pyrite,
(Cu2S) chalcocite, (CuS) cuvellite, (CuFeS2) chalcopyrite, (MoS2) molybdenite, (NiS)
millerite, (PbS) galena, (ZnS) sphalerite, dan (FeAsS) arsenopyrite.
Ketentuan Pidana dan Denda terhadap Penyimpangan Lingkungan Hidup diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup BAB 15.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah
Teknik Pertambangan Yang Baik
Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2018 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang
Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan
yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara
Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa
Pertambangan Mineral Dan Batubara
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2014 tentang Program Penilaian Kinerja
Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
1. Pengertian Inspeksi K3
Inspeksi K3 adalah suatu upaya untuk memeriksa atau mendeteksi semua faktor (peralatan,
proses kerja, material, area kerja, prosedur) yang berpotensi menimbulkan cedera atau PAK,
sehingga kecelakaan kerja ataupun kerugian dapat dicegah atau diminimalkan. Inspeksi K3
diperlukan untuk menemukan sumber-sumber bahaya yang mengakibatkan kerugian dan
segera menentukan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya tersebut.
Inspeksi K3 biasanya dilakukan oleh supervisor, manajer, perwakilan departemen K3, pekerja
yang kompeten, dan/ atau pihak ketiga dari luar perusahaan.
2. Tujuan Inspeksi K3
3. Jenis Inspeksi K3
Waktu pelaksanaan inspeksi ini tidak menentu, sehingga umumnya bersifat dangkal dan tidak
sistematis. Inspeksi tidak terencana mencakup beberapa hal berikut ini:
Umumnya hanya memeriksa kondisi tidak aman (kondisi tidak aman yang memerlukan
perhatian besar yang sering terlewati)
Fokus lebih besar pada kepentingan produksi
Tidak tercatat atau tidak didokumentasikan
Inspeksi rutin biasanya dilakukan minimal satu bulan sekali, tetapi ada juga yang
melakukannya setiap enam bulan sekali hingga setahun sekali, tergantung kebijakan
perusahaan. Inspeksi harus dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan manajemen
K3.
b. Inspeksi khusus
Perbedaan antara inspeksi umum dan khusus adalah inspeksi umum direncanakan
dengan cara walk-through survey ke seluruh area kerja dan bersifat komprehensif,
sedangkan inspeksi khusus direncanakan untuk fokus kepada kondisi-kondisi tertentu,
seperti mesin, peralatan, atau area kerja yang memiliki risiko tinggi.
Pengawas dapat melakukan pembetulan segera terhadap tindakan atau kondisi tidak
standar (tidak aman) yang ditemukan selama inspeksi ;
Inspeksi secara teratur dan berkelanjutan mendorong para pekerja untuk lebih tanggap
terhadap tindakan tidak aman yang dilakukan oleh sesama pekerja serta akan lebih giat
memeriksa kondisi tidak aman alat/tempat kerja.
Pengawas akan dapat melakukan kontak langsung dengan setiap pekerja dan dapat
memberikan bantuan atau arahan dalam meniadakan tindakan atau kondisi yang dapat
menimbulkan kecelakaan ;
Pengawas dapat menetapkan secara tepat alat-alat pelindung keselamatan yang
diperlukan untuk setiap jenis dan kondisi kerja ;
Inspeksi dapat memberikan semangat serta meningkatkan kesadaran setiap pekerja
terhadap pentingnya K3;
Inspeksi membantu apresiasi serta sekaligus merealisasikan program K3 dikalangan
para karyawan.
Lingkungan
Peralatan
Proses
Bahaya fisik
Bahan kimia
Bahaya biologi
Ergonomi
Psiko-sosial
c) INFORMASI LAINNYA
Denah Area
Inventarisasi Peralatan
Inventarisasi Bahan Kimia
1) Tahap persiapan
2) Tahap Pelaksanaan
Bila persiapan Anda sudah matang dan terencana, saatnya Anda melaksanakan
inspeksi K3. Berikut langkah-langkahnya:
Buat catatan ringkas tentang ketidaksesuaian dan kesesuaian peralatan, tindakan dan
kondisi terhadap standar, kemudian lakukan identifikasi bahaya. Pencatatan hasil
pengamatan diperlukan untuk meninjau semua informasi yang dikumpulkan dan
memudahkan tim inspeksi untuk membuat klasifikasi bahaya dalam laporan.
Kategori Probabilitas
Keterangan
Kecelakaan
Cenderung dapat segera terjadi atau terjadi
A dalam waktu dekat bila terdapat paparan
bahaya
Kemungkinan akan terjadi pada waktu
B
tertentu
Kemungkinan terjadi pada waktu tertentu
C
lebih kecil (dibanding kategori B)
D Cenderung tidak akan terjadi
1. Buat Standart Prosedur Inspeksi ( SPI) secara jelas sebelum melulai inspeksi
2. Siapkan Checklist sesuai dengan kebutuhan Inspeksi
3. Pada waktu membuat checklist, TK perlu diajak diskusi sehingga kita tahu isu-isu K3
yang sedang dihadapi.
4. Bila memungkinkan, beri saran praktis dan petunjuk keselamatan kepada tenaga kerja
terhadap metode atau cara kerja yang benar & aman dari permasalahan K3.
5. Jika pada waktu inspeksi ditemukan kondisi-kondisi yang tidak selamat atau tidak
sehat, secepatnya hal tersebut dilaporkan kepada senior manajer.
6. Buatlah laporan inspeksi dan laporkan kepada manajemen yang menangani bidang K3
untuk segera dilakukan tindakan korektif.
7. Segera lakukan tindakan korektif berdasarkan skala prioritas tingkat resiko
8. Arsipkan laporan sebagai dokumentasi K3 dan juga bisa di share / di publikasikan
dengan informasi yang relevan lainnya.
b) Reaksi Seseorang
Apabila anda melihat orang bereaksi atas kehadiran anda, apakah itu merupakan isyarat yang
baik ? jawabnya Ya dan tidak. Isyarat baik apabila mereka menjadi lebih menyadari tindakan
tidak amannya. Isyarat/pratanda buruk apabila hal ini bukti bahwa mereka belum
mengembangkan sikap keselamatan kerja dengan baik.
Anda harus waspada atas reaksi pekerja anda sebab reaksi-reaksi tersebut merupakan petunjuk
terhadap tindakan tidak aman yang mungkin terjadi. Reaksi-reaksi tersebut biasanya terjadi 10
c) Posisi Seseorang
Posisi seseorang sering merupakan perbuatan membahayakan yang perlu diperhatikan karena
sering menjadi penyebab kecelakaan. Cara Analisis dapat dengan pertanyaan apakah posisi
pekerja tersebut dapat :
• Terbentur atar terkena benturan;
• Terjepit atau terkait;
• Terjatuh ketempat tang lebih rendah;
• Terkena temperatur/suhu ekstrim atau arus listrik;
• Mengisap/ Menyerap melalui kuliut atau Menelan zat-zat berbahaya; dan
• Memforsir tenaga saat mengangkat, menarik, mendorong, atau menjangkau.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah
Teknik Pertambangan Yang Baik
Tarwaka. 2017. Keselamatan & Kesehatan Kerja Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat
Kerja. Surakarta : Harapan Press.
LAMPIRAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAIDAH
TEKNIK PERTAMBANGAN YANG BAIK.
A. RUANG LINGKUP
Pedoman Permohonan, Evaluasi, dan/atau Pengesahan Kepala Teknik
Tambang, Penanggung Jawab Teknik dan Lingkungan, Kepala Tambang
Bawah Tanah, Pengawas Operasional, Pengawas Teknis, dan/atau
Penanggung Jawab Operasional meliputi:
1. permohonan, evaluasi, dan pengesahan Kepala Teknik Tambang;
2. permohonan, evaluasi, pengesahan Penanggung Jawab Teknik dan
Lingkungan;
3. permohonan, evaluasi, dan pengesahan Kepala Tambang Bawah
Tanah;
4. permohonan, evaluasi, dan pengesahan Pengawas Operasional;
5. pengesahan Pengawas Teknis; dan
6. permohonan, evaluasi, pengesahan, dan evaluasi kinerja Penanggung
Jawab Operasional
B. ACUAN
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4959);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
-6-
C. PENGERTIAN
1. Kepala Inspektur Tambang yang selanjutnya disebut KaIT adalah
pejabat yang secara ex-officio menduduki jabatan Direktur yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang keteknikan dan
lingkungan pertambangan mineral dan batubara pada kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertambangan mineral dan batubara.
2. Inspektur Tambang adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 36 Tahun 2017 tentang Jabatan Fungsional Inspektur
Tambang.
3. Kepala Teknik Tambang yang selanjutnya disingkat KTT adalah
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah
Pertambangan Yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral
Dan Batubara.
4. Penanggung Jawab Teknik dan Lingkungan yang selanjutnya
disingkat PTL adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018
tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik dan
Pengawasan Pertambangan Mineral Dan Batubara.
5. Kepala Tambang Bawah Tanah yang selanjutnya disingkat KTBT
adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan
Kaidah Pertambangan Yang Baik dan Pengawasan Pertambangan
Mineral Dan Batubara.
-8-
Tanggapan
Keterangan:
1. Pengajuan Permohonan
a. badan usaha/koperasi/perusahaan firma/perusahaan
komanditer/orang perseorangan yang telah ditetapkan
oleh menteri atau gubernur sebagai pemegang Izin Usaha
Pertambangan (IUP)/IUP Operasi Produksi/IUP Operasi
Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian
mengajukan permohonan kepada KaIT/Kepala Dinas atas
nama KaIT.
b. atas permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a
pada tabel di atas, KaIT/Kepala Dinas atas nama KaIT
memberikan disposisi kepada Evaluator melalui Unit
Teknis Pertambangan Mineral atau Batubara yang
membidangi.
c. evaluator menerima dokumen dan melakukan evaluasi
terhadap berkas dokumen sesuai format evaluasi.
2. Evaluasi
a) evaluator membuat konsep surat, apabila hasil evaluasi
dinyatakan memadai maka evaluator menyiapkan surat
untuk proses presentasi dan diskusi apabila diperlukan
atau langsung menyiapkan rancangan surat pengesahan
KTT/PTL/KTBT. Namun apabila terdapat kekurangan
persyaratan atau ketidaksesuaian dalam persyaratan
maka evaluator menyiapkan surat tanggapan sesuai hasil
evaluasi terhadap permohonan.
b) KaIT/Kepala Dinas atas nama KaIT menandatangani surat
untuk proses presentasi dan diskusi, atau rancangan
surat pengesahan KTT/PTL/KTBT, atau surat tanggapan
hasil evaluasi.
c) pemohon menerima surat proses presentasi dan diskusi,
atau surat tanggapan hasil evaluasi apabila terdapat
kekurangan atau ketidaksesuaian persyaratan. Untuk
pemohon yang menerima surat proses presentasi dan
diskusi maka akan dilakukan presentasi dan diskusi
tersebut, setelah itu dilanjutkan rancangan surat
pengesahan KTT/PTL/KTBT.
- 12 -
Kriteria KTT/PTL/KTBT:
a. Kriteria KTT
Kriteria KTT terbagi atas 4 (empat) klasifikasi dengan urutan
sebagai berikut:
1. KTT Kelas IV
KTT Kelas IV memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) untuk pemegang Izin Pertambangan Rakyat (IPR); dan
b) mempunyai sertifikat kualifikasi yang diakui oleh
KaIT atau telah mengikuti pendidikan atau bimbingan
teknis terkait penerapan kaidah teknik pertambangan
yang baik.
2. KTT Kelas III
KTT Kelas III memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) tahapan kegiatan pertambangan:
1) tahap eksplorasi; dan
2) tahap operasi produksi dengan metode tambang
semprot (Hidrolis), tambang bor, tambang
terbuka berjenjang tunggal, kuari, dan kapal
keruk, dan/atau kapal isap;
b) jumlah produksi rata-rata:
1) tambang terbuka berjenjang tunggal, untuk
batubara kurang dari atau sama dengan 150
(seratus lima puluh) metrik ton per hari;
2) mineral logam meliputi:
i. tambang semprot kurang dari atau sama
dengan 1 (satu) ton bijih per hari; dan
ii. kapal keruk dan/atau kapal isap dengan
menggunakan ponton kurang dari atau
sama dengan 1 (satu) ton bijih per hari;
3) mineral batuan atau mineral bukan logam
meliputi:
- 15 -
Tidak
Memadai
Kesesuaian Persyaratan 8 Hari Rancanga Unit Teknis
c b a
2. Evaluasi KPO n KPO
Memadai
Penerbitan
3. a
KPO b - 3 Hari KPO Unit Teknis
- 21 -
Keterangan:
1. Permohonan
a. diajukan oleh KTT/PTL badan usaha/koperasi/perusahaan
firma/perusahaan komanditer/orang perseorangan yang telah
ditetapkan oleh menteri atau gubernur sebagai pemegang
IUP/IUP Operasi Produksi/ IUP Operasi Produksi khusus untuk
Pengolahan dan/atau Pemurnian. Permohonan dapat dilakukan
secara online melalui website yang telah ditentukan atau secara
offline kepada Kepala Dinas.
b. atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1),
KaIT/Kepala Dinas atas nama KaIT memberikan disposisi
kepada Evaluator melalui Unit Teknis Pertambangan Mineral
atau Batubara yang membidangi.
c. evaluator menerima dokumen dan melakukan evaluasi terhadap
berkas dokumen sesuai format evaluasi.
2. Evaluasi
a. evaluator membuat konsep surat, apabila hasil evaluasi
menyatakan memadai maka evaluator menyiapkan rancangan
KPO, namun apabila terdapat kekurangan persyaratan atau
ketidaksesuaian dalam persyaratan maka evaluator menyiapkan
surat tanggapan sesuai hasil evaluasi terhadap permohonan.
b. KaIT/Kepala Dinas atas nama KaIT menandatangani rancangan
KPO atau surat tanggapan hasil evaluasi apabila terdapat
kekurangan persyaratan atau ketidaksesuaian.
c. pemohon menerima surat tanggapan hasil evaluasi apabila
terdapat kekurangan persyaratan atau ketidaksesuaian.
3. Penerbitan KPO
a. KaIT/Kepala Dinas atas nama KaIT menerbitkan KPO.
b. pemohon menerima KPO.
Persyaratan Administratif Permohonan Evaluasi dan Pengesahan
Pengawas Operasional terdiri atas:
a. salinan sertifikat kompetensi operasional yang dikeluarkan oleh
lembaga yang menangani sertifikasi, dan sudah teregistrasi di
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. Selain sertifikat ini, dapat
juga menggunakan sertifikat dari KaIT. Sertifikat dari KaIT adalah
sertifikat kursus KTT/PTL yang dikeluarkan sebelum tahun 2003,
sertifikat kompetensi Pengawas Operasional Pertama, Madya, dan
Utama (POP, POM, dan POU) yang ditandatangani oleh KaIT, dan
sertifikat kualifikasi yang diakui oleh KaIT;
b. pas foto latar belakang biru ukuran 2 x 3 (dua kali tiga) cm sebanyak
1 (satu) lembar;
c. salinan Kartu Tanda Penduduk;
- 22 -
Gambar 1 - Tata Cara Permohonan Pengesahan PJO dan Evaluasi oleh KTT
Diagram alir di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Direksi perusahaan jasa pertambangan menunjuk calon PJO dan
dibuktikan dengan surat penunjukkan
2. Direksi perusahaan jasa pertambangan membuat dan mengajukan
surat permohonan pengesahan calon PJO kepada KTT. Surat
permohonan tersebut dilengkapi dengan dokumen pemenuhan
syarat PJO.
3. KTT melakukan evaluasi terhadap permohonan pengesahan calon
PJO.
4. Apabila berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh KTT, calon PJO
dinyatakan layak, selanjutnya KTT menerbitkan surat pengesahan
PJO
- 27 -
A. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pada pedoman ini terdiri atas eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, dan pengujian alat pertambangan (commisioning),
pemanfaatan teknologi, kemampuan rekayasa, rancang bangun,
pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan, pemasangan
tanda batas, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian,
pengangkutan, dan pengelolaan teknis pascatambang.
B. ACUAN
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
- 28 -
C. PENGERTIAN
1. Air Tambang adalah air yang berada di lokasi dan/atau berasal dari
proses kegiatan pertambangan, baik penambangan maupun
pengolahan, termasuk air larian di area penambangan.
2. Alat Pertambangan adalah peralatan yang digunakan yang menjadi
bagian dari suatu sistem operasional tambang mulai dari eksplorasi,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian, serta
pengangkutan yang tidak terpisahkan.
3. Cadangan Mineral dan Batubara yang selanjutnya disebut cadangan
adalah bagian sumber daya derajat keyakinan terunjuk dan/atau
terukur yang setelah dievaluasi secara ekonomis, teknis, lingkungan,
dan hukum dinyatakan layak tambang.
4. Eksplorasi Pendahuluan adalah kegiatan teknis dalam rangka
penyelidikan umum untuk mengetahui kondisi geologi regional,
indikasi adanya cebakan mineral, dan endapan batubara termasuk
prospeksi.
5. Eksplorasi Rinci adalah kegiatan teknis dalam rangka memperoleh
informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi,
sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari komoditas tambang.
6. Geoteknik Tambang adalah pengelolaan teknis pertambangan yang
meliputi penyelidikan, pengujian conto, dan pengolahan data
geoteknik serta penerapan rekomendasi geometri dan dimensi bukaan
tambang, serta pemantauan kestabilan bukaan tambang.
7. Jalan Pertambangan adalah jalan khusus yang diperuntukan untuk
kegiatan pertambangan dan berada di area pertambangan atau area
proyek yang terdiri atas jalan penunjang dan jalan tambang.
8. Jalan Tambang/Produksi adalah jalan yang terdapat pada area
pertambangan dan/atau area proyek yang digunakan dan dilalui oleh
alat pemindah tanah mekanis dan unit penunjang lainnya dalam
kegiatan pengangkutan tanah penutup, bahan galian tambang, dan
kegiatan penunjang pertambangan.
9. Jalan Penunjang adalah jalan yang disediakan untuk jalan
transportasi barang/orang di dalam suatu area pertambangan
dan/atau area proyek untuk mendukung operasi pertambangan atau
penyediaan fasilitas pertambangan.
10. Jalan Masuk adalah jalan untuk memasuki area tambang permukaan
dan tambang bawah tanah.
- 30 -
D. KETENTUAN UMUM
1. Sarana dan Prasarana
a. sarana dan prasarana pertambangan antara lain stockpile,
fasilitas penampungan air tambang, fasilitas penampungan sisa
hasil pengolahan dan/atau pemurnian, bangunan perkantoran,
perumahan karyawan, perbengkelan, fasilitas pengolahan
dan/atau pemurnian, fasilitas penyimpanan sementara limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3), fasilitas penyimpanan
bahan bakar cair, pembangkit tenaga listrik, fasilitas
penyimpanan material B3, pelabuhan, fasilitas penyimpanan,
fasilitas peribadatan, fasilitas pembibitan, fasilitas
pengangkutan, dan sejenisnya.
b. konstruksi sarana dan prasarana pertambangan
mempertimbangkan paling kurang:
1) daya dukung tanah;
2) faktor kegempaan;
3) struktur geologi;
4) tidak berada di area yang terdapat sumber daya dan/atau
cadangan mineral dan batubara; dan
5) berada dalam wilayah izin usaha pertambangan atau
wilayah proyek.
c. pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi atau Izin
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi atau IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi Produksi
khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian menggunakan
sarana dan prasarana pertambangan yang memenuhi kelaikan
teknis.
d. konstruksi sarana dan prasarana berada di area yang terdapat
sumber daya mineral dan batubara maka menyampaikan kajian
teknis kepada Kepala Inspektur Tambang paling lambat 1 (satu)
bulan sebelum konstruksi.
- 34 -
a) tujuan;
b) tahapan;
c) lokasi;
d) metode;
e) pelaksana;
f) waktu; dan
g) biaya.
b. Pelaksanaan
1) Pelaksanaan Eksplorasi
a) pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi
melaksanakan kegiatan eksplorasi sesuai dengan
rencana eksplorasi.
b) pelaksanaan teknis eksplorasi pada penyelidikan
umum dilakukan dengan kegiatan ekplorasi
pendahuluan dan pada eksplorasi dilakukan dengan
kegiatan eksplorasi rinci.
2) Eksplorasi pendahuluan dan rinci
a) Eksplorasi pendahuluan terdiri atas:
i. studi pustaka dan basis data dengan
menggunakan referensi yang sudah
dipublikasikan dan/atau dapat dipertanggung
jawabkan;
ii. survei tinjau:
(a) survei tinjau terdiri dari pemetaan geologi
regional (reconnaissance), penginderaan jauh,
pendataan singkapan, dan/atau pemetaan
batuan pembawa komoditas tambang.
penginderaan jauh sebagaimana dimaksud
meliputi: citra satelit, foto udara digital,
dan/atau airborne data lainnya;
menggunakan resolusi spasial dan spektral
masing-masing paling kurang 7 (tujuh) meter
dan 5 (lima) saluran (band) serta Hasil
penginderaan jauh menggunakan data
dengan usia paling lama 5 (lima) tahun; dan
- 41 -
3) Kelaikan teknis
a) konstruksi dan alat pertambangan dinyatakan laik
teknis untuk beroperasi apabila hasil pengujian,
pemeriksaan, dan uji coba operasi menunjukkan
kemampuan beroperasi sekurang-kurangnya 70%
(tujuh puluh persen) dari kapasitas terpasang;
b) dalam hal kemampuan beroperasi konstruksi dan alat
pertambangan kurang dari 70% (tujuh puluh persen)
dari kapasitas terpasang maka menyampaikan laporan
khusus upaya pemenuhan kelaikan teknis;
c) inspektur tambang melakukan pengawasan
pelaksanaan pengujian, pemeriksaan hasil pengujian,
serta uji coba operasi terhadap konstruksi, dan alat
pertambangan dalam rangka memenuhi kriteria
kelaikan teknis;
4) Perubahan dan/atau penambahan terhadap konstruksi
perubahan dan/atau penambahan terhadap konstruksi
yang sudah ada (existing construction) berdasarkan kajian
teknis dan tertuang dalam persetujuan RKAB Tahunan.
4. PEMANFAATAN TEKNOLOGI, KEMAMPUAN REKAYASA, RANCANG
BANGUN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
PERTAMBANGAN
a. pemanfaatan teknologi, kemampuan rekayasa, rancang bangun,
pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan dengan
teknologi baru untuk pertambangan hanya dapat dilakukan
berdasarkan hasil kajian teknis;
b. kajian teknis paling kurang memuat:
1) latar belakang pemilihan teknologi;
2) jenis dan spesifikasi peralatan;
3) pertimbangan kesesuaian teknologi dengan karakteristik
pertambangan Indonesia;
4) analisis risiko;
5) tingkat produktivitas atau efisiensi yang ditawarkan; dan
6) kriteria keberhasilan penerapan teknologi;
- 73 -
x. Pengalihan sungai
(i) dalam hal penambangan perlu melakukan
pengalihan sungai untuk optimasi cadangan
dan keberlanjutan umur tambang maka
mempertimbangkan orde dan sempadan
sungai, serta mendapatkan persetujuan
prinsip dari instansi yang berwenang.
(ii) pemegang IUP menyampaikan rencana
pengalihan sungai dan menyusun kajian
teknis kepada Kepala Inspektur Tambang
yang paling kurang mencakup:
(a) jumlah cadangan mineral dan batubara;
(b) lokasi dan luas ruas sungai dan rencana
sungai yang dialihkan;
(c) kondisi hidrologi dan hidrolika sungai
lama dan rencana sungai baru;
(d) rencana desain konstruksi dan daya
dukung pengalihan sungai;
(e) dampak lingkungan terhadap pengalihan
sungai; dan
(f) analisis ekonomi pengalihan sungai;
xi. Pengalihan Jalan Umum
(i) dalam hal penambangan perlu melakukan
pengalihan jalan umum dalam rangka
keberlanjutan umur tambang maka
mempertimbangkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dari instansi terkait
dan menyusun kajian teknis yang paling
kurang mencakup:
(a) cadangan yang ditambang;
(b) lokasi, panjang, dan kelas jalan yang
akan dialihkan;
(c) desain dan konstruksi (daya dukung)
jalan yang baru;
(d) jarak aman (buffer) antara batas akhir
penambangan dengan jalan yang baru;
- 88 -
2) Pelaksanaan
a) Kapal Keruk yang dioperasikan di pertambangan
memiliki spesifikasi teknis dan memenuhi kriteria
unjuk kerja peralatan yang meliputi physical
availability (PA), mechanical availability (MA), utilization
of availability (UA), effective utilization (EU), dan
produktivitas;
b) dalam merencanakan lokasi penambangan kapal keruk
yang beroperasi di laut mempertimbangkan kondisi
cuaca sepanjang tahun, morfologi dasar laut, jalur lalu
lintas kapal, dan bentuk endapan;
c) penempatan lokasi operasional sesuai dengan
koordinat yang telah direncanakan dan telah
ditetapkan oleh bagian survei;
d) koordinat yang telah ditetapkan diukur dengan
menggunakan peralatan global navigation satellite
system (gnss);
e) posisi operasional kapal keruk dapat dipantau secara
real time dan dipastikan tidak keluar dari WIUP;
f) dalam hal kapal keruk dioperasikan pada fasilitas
pengendapan maka ketentuan pada huruf b, huruf c,
dan huruf d dapat dikecualikan;
g) Kepala Teknik Tambang menetapkan tata cara baku
penambangan bawah air dengan Kapal Keruk
termasuk pemeliharaan dan perawatan;
h) Kapal Isap dan Ponton Isap Produksi
(1) dalam hal pengoperasian kapal keruk dengan
metode kapal isap dan ponton isap produksi
mempertimbangkan jarak aman operasi antar
kapal paling kurang sejauh jangkauan operasi;
(2) dalam hal pengoperasian kapal keruk dengan
metode ponton isap produksi paling kurang
memenuhi persyaratan teknis, persyaratan
operasional, rancang bangun dan tata cara
operasional;
- 116 -
e. Peralatan Penambangan
1) Umum
a) jenis, jumlah, dan kapasitas peralatan dilengkapi
dengan informasi unjuk kerja peralatan;
b) peralatan utama dan peralatan pendukung memenuhi
kelaikan teknis;
c) unjuk kerja peralatan meliputi:
(1) ketersediaan fisik atau physical availability (PA)
adalah persentase waktu ketersediaan yang
dihitung berdasarkan perbandingan antara waktu
kerja ditambah waktu tidak beroperasi/tunggu
dibagi dengan waktu kerja ditambah waktu tidak
beroperasi/tunggu dan waktu perbaikan.
PA = x 100%
Dimana:
W = Waktu kerja atau working hours (jam),
R = Waktu perbaikan atau repair hours (jam),
S = Waktu tidak operasi/tunggu atau standby
hours (jam)
(2) ketersediaan mekanik atau Mechanical availability
(MA) adalah persentase waktu ketersediaan yang
dihitung berdasarkan perbandingan antara waktu
kerja dibagi waktu kerja ditambah waktu
perbaikan.
MA = x 100%
Dimana:
W = Waktu kerja atau working hours (jam),
R = Waktu perbaikan atau repair hours (jam),
(3) utilization of availability (UA) adalah persentase
waktu ketersediaan yang dihitung berdasarkan
perbandingan antara waktu kerja dibagi waktu
kerja ditambah waktu tidak operasi/tunggu.
UA = x 100%
Dimana:
W = Waktu kerja atau working hours (jam),
- 117 -
EU = x 100%
Dimana:
W = Waktu kerja atau working hours (jam),
R = Waktu perbaikan atau repair hours (jam),
S = Waktu tidak operasi/tunggu atau standby
hours (jam).
(5) pencapaian produktivitas adalah aktual produksi
per satuan waktu dibagi target produksi per
satuan waktu dikali seratus persen.
Pencapaian Produktivitas = x
100%
d) Nilai unjuk kerja peralatan utama:
(1) ketersediaan fisik atau physical availability (pa)
peralatan tambang paling kurang 90% (sembilan
puluh persen);
(2) ketersediaan mekanik atau mechanical availability
(ma) peralatan tambang paling kurang 85%
(delapan puluh lima persen);
(3) ketersediaan penggunaan atau utilization of
availability (ua) peralatan tambang paling kurang
75% (tujuh puluh lima persen);
(4) efektifitas penggunaan atau effective utilization (eu)
peralatan tambang sekurang-kurangnya 65%
(enam puluh lima persen);
(5) pencapaian produktivitas peralatan tambang
sekurang-kurangnya mencapai 85% (delapan
puluh lima persen) dari target produktivitas yang
telah ditetapkan;
- 118 -
2) Peledakan Mangkir
a) Suatu kejadian disebut sebagai peledakan mangkir
apabila:
(1) pengujian sebelum peledakan menunjukkan
ketidaksinambungan yang tidak dapat diperbaiki;
atau
(2) sebuah lubang ledak atau bagian dari sebuah
lubang ledak gagal meledak pada saat diledakkan.
b) Apabila terjadi peledakan mangkir maka juru ledak
yang bertugas melakukan peledakan menghubungi
pengawas operasional, dan pengawas operasional
tersebut:
(1) melarang setiap orang memasuki area bahaya
tersebut kecuali juru ledak atau orang lain yang
ditunjuknya;
(2) mengambil langkah yang tepat untuk menentukan
penyebabnya dan menangani peledakan mangkir
tersebut; dan
(3) menunjuk petugas apabila diperlukan untuk
mengambil langkah pengamanan untuk mencegah
pencurian bahan peledak ataupun bahan pemicu
ledaknya.
c) Apabila peledakan mangkir tidak dapat ditangani pada
hari yang sama maka peledakan mangkir tersebut
dikategorikan sebagai peledakan tidur, dan
penanganannya mengikuti ketentuan pada huruf (j)
angka 3.
7. Keselamatan Fasilitas Pertambangan
a. Gedung dan Bangunan
Gedung dan bangunan dibangun cukup kuat dan kokoh dengan
memperhatikan kondisi alam seperti gempa, banjir dan lainnya.
Perawatan gedung dilakukan secara berkala sehingga kondisinya
tetap aman dan memenuhi persyaratan keselamatan dan
kesehatan gedung, yang terdiri atas:
- 169 -
c. Tangki Timbun
Tangki timbun dapat berupa tangki bahan bakar cair dan tangki
bahan kimia. Dalam pembangunan tangki timbun
memperhatikan hal sebagai berikut:
1) jarak aman minimum untuk bahan bakar cair;
2) konstruksi tangki untuk bahan bakar cair;
3) tangki pendam bahan bakar cair; dan
4) persediaan, penyimpanan bahan bakar dan minyak
pelumas.
d. Tangki Portable
Tangki portable didesain sesuai dengan standar yang berlaku.
Jika tangki portable tidak dilengkapi dengan dinding ganda,
maka tangki portable dipersyaratkan mempunyai tanggul
pengaman, lantai dilapisi terpal yang tahan bocor.
e. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Dalam Kegiatan Pertambangan
atau Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral dan Batubara.
Stasiun pengisian bahan bakar dalam kegiatan pertambangan
paling kurang memenuhi persyaratan:
1) area pengisian (pump island) minimum terdiri atas fuel
dispenser, refuse container, dan bollard pengaman;
2) jalan keluar masuk mudah untuk berbelok ke tempat
pompa dan ke dekat pompa, dan mudah untuk berbelok
pada saat keluar dari tempat pompa tanpa halangan
dengan jarak pandang yang baik bagi pengemudi pada saat
keluar area pengisian bahan bakar minyak;
3) jalur masuk dan keluar kendaraan tidak boleh saling
bersilangan;
4) lebar jalur masuk dan keluar minimal selebar kendaraan
terbesar yang dilayani ditambah allowance/kelonggaran
yang memadai;
5) petugas pompa bahan bakar dipersyaratkan yang
berkemampuan; dan/atau
6) sarana pencegahan dan pemadam kebakaran.
- 171 -
f. Stockpile
3) perlengkapan P3K;
h. Laboratorium
2) bak cuci;
8. Keselamatan Eksplorasi
b) Sistem komunikasi
3) tahapan penambangan;
5) sistem penyaliran;
6) bendungan;
1) pembersihan lahan;
5) penataan lahan;
1) corongan bijih;
5) pengoperasian derek;
7) kawat derek;
10) sinyal;
1) jalan pengangkutan;
6) motor bakar;
8) pengangkutan orang;
4) ventilasi alam;
1) permuka kerja;
2) penyangga alami;
4) penyangga sistematis;
5) kayu penyangga;
b) Kapal Keruk
A. RUANG LINGKUP
Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara
(SMKP Minerba) yang terdiri atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Pertambangan dan Keselamatan Operasi (KO) Pertambangan, diterapkan
oleh Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi,
IUPK Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan
dan/atau pemurnian, dan perusahaan jasa pertambangan.
Penerapan SMKP Minerba terdiri atas elemen sebagai berikut:
1. kebijakan;
2. perencanaan;
3. organisasi dan personel;
4. implementasi;
5. pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut;
6. dokumentasi; dan
7. tinjauan manajemen dan peningkatan kinerja.
B. PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN
PADA PEMEGANG IUP EKSPLORASI, IUPK EKSPLORASI, IUP OPERASI
PRODUKSI, IUPK OPERASI PRODUKSI DAN PERUSAHAAN JASA
PERTAMBANGAN
1. Kebijakan
Dalam elemen kebijakan, Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi,
IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan Perusahaan Jasa
Pertambangan mengikuti prinsip dasar sebagai berikut:
a. Penyusunan kebijakan
Dalam penyusunan kebijakan, mempertimbangkan hasil
tinjauan awal dan masukan dari para pekerja tambang.
b. Isi kebijakan
1) mencakup visi, misi, dan tujuan; dan
- 185 -
2. Perencanaan
Pemegang IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau
pemurnian dalam menyusun perencanaan keselamatan Pengolahan
dan/atau Pemurnian berpedoman pada:
a. hasil proses penelaahan awal yang mencakup:
1) sistematika bisnis proses dan interaksi proses;
2) penyesuaian terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan dan standar; dan
3) peninjauan terhadap kebijakan Keselamatan Pengolahan
dan/atau pemurnian.
b. manajemen risiko.
Proses manajemen risiko meliputi 5 (lima) kegiatan terdiri atas
komunikasi dan konsultasi risiko, penetapan konteks risiko,
identifikasi bahaya dan penilaian risiko, pengendalian risiko,
serta pemantauan dan peninjauan.
c. identifikasi dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang terkait.
d. penetapan tujuan, sasaran, dan program
1) pembuatan, penetapan, penerapan, dan pemeliharaan,
serta pendokumentasian tujuan, sasaran, dan program
Keselamatan Pengolahan dan/atau Pemurnian dan selaras
dengan kebijakan serta dapat diukur; dan
2) tujuan, sasaran, dan program Keselamatan Pengolahan
dan/atau Pemurnian ditetapkan dan disahkan oleh Komite
Keselamatan Pengolahan dan/atau Pemurnian.
e. rencana kerja, anggaran dan biaya.
Melakukan penetapan rencana kerja, anggaran, dan biaya aspek
Keselamatan Pengolahan dan/atau Pemurnian, yang mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri atau
gubernur sesuai kewenangannya.
3. Organisasi dan Personel
Dalam elemen organisasi dan personel mengikuti pedoman sebagai
berikut:
a. penyusunan dan penetapan struktur organisasi, tugas, tanggung
jawab, dan wewenang.
Untuk penerapan SMKP khusus Pengolahan dan/atau
Pemurnian, struktur organisasi Keselamatan Pengolahan
dan/atau Pemurnian diintegrasikan dalam struktur organisasi.
- 190 -
b. penunjukan PTL;
c. penunjukan PJO untuk perusahaan jasa pada kegiatan
pengolahan dan/atau pemurnian;
d. pembentukan dan penetapan Bagian K3 Pengolahan dan/atau
Pemurnian dan Bagian KO Pengolahan dan/atau Pemurnian;
e. penunjukan pengawas operasional dan pengawas teknis;
f. penunjukan Tenaga Teknis Pertambangan yang Berkompeten
bidang pengolahan dan/atau pemurnian;
g. pembentukan dan penetapan Komite Keselamatan Pengolahan
dan/atau Pemurnian;
h. penunjukan Tim Tanggap Darurat;
i. seleksi dan penempatan personel;
j. penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
serta kompetensi kerja;
l. penyusunan, penetapan, dan penerapan komunikasi
Keselamatan Pengolahan dan/atau Pemurnian;
1. pengelolaan administrasi Keselamatan Pengolahan dan/atau
Pemurnian; dan
m. penyusunan, penerapan, dan pendokumentasian partisipasi,
konsultasi, motivasi, dan kesadaran.
4. Implementasi
Dalam melaksanakan implementasi atas pemenuhan kegiatan
Pengolahan dan/atau Pemurnian berdasarkan perencanaan,
meliputi:
a. pelaksanaan pengelolaan operasional;
b. pelaksanaan pengelolaan lingkungan kerja;
c. pelaksanaan pengelolaan kesehatan kerja;
d. pelaksanaan pengelolaan KO Pengolahan dan/atau Pemurnian;
e. penetapan sistem perancangan dan rekayasa;
f. penetapan sistem pembelian;
g. pengelolaan keadaan darurat;
h. penyediaan dan penyiapan pertolongan pertama pada
kecelakaan; dan
i. pelaksanaan keselamatan di luar pekerjaan.
5. Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut
Untuk mengukur keberhasilan SMKP maka pemegang IUP Operasi
Produksi Khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian melakukan
- 191 -
A. RUANG LINGKUP
1. Pedoman pengelolaan lingkungan hidup pertambangan mineral
dan batubara meliputi:
a. pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan eksplorasi;
b. pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan konstruksi;
c. pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan penambangan;
d. pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan pengangkutan;
e. pengelolaan lingkungan hidup kegiatan pengolahan
dan/atau pemurnian;
f. pemantauan lingkungan hidup;
g. penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup;
h. sistem pengelolaan perlindungan lingkungan hidup
pertambangan; dan
i. penghargaan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
2. Ruang lingkup pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada angka 1,
meliputi kegiatan:
a. pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
pertambangan sesuai dengan dokumen lingkungan hidup;
b. penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup apabila
terjadi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
B. ACUAN
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4959);
- 195 -
D. KEGIATAN
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Kegiatan Eksplorasi
Dalam melaksanakan kegiatan eksplorasi, Pemegang IUP
Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, dan IUPK
Operasi Produksi wajib melakukan pengelolaan lingkungan
hidup pertambangan sesuai dengan dokumen lingkungan hidup
dengan tujuan untuk pencegahan dan penanggulangan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
a. Pembukaan Lahan Kegiatan Eksplorasi
1) Rencana pembukaan lahan untuk kegiatan eksplorasi
dicantumkan dalam rencana kerja tahunan.
2) Pemegang IUP dan IUPK menyiapkan sarana
pengelolaan lingkungan dalam rangka pengendalian
erosi dan sedimentasi sebelum melakukan pembukaan
lahan.
3) Pembukaan lahan dilaksanakan sesuai dengan
rencana kerja tahunan yang disetujui.
b. Pembuatan Jalan Akses Eksplorasi
1) Jalan untuk akses pada kegiatan eksplorasi
diupayakan menggunakan jalan yang sudah ada.
2) Pembuatan jalan akses untuk kegiatan eksplorasi
hanya dapat dilakukan apabila di lokasi eksplorasi
tersebut belum terdapat jalan akses.
3) Pembukaan lahan untuk pembuatan jalan diupayakan
seoptimal mungkin.
c. Pembuatan Sumur Uji dan Parit Uji
1) Pemegang IUP dan IUPK menyiapkan fasilitas
pengelolaan lingkungan dalam rangka pengendalian
erosi dan sedimentasi sebelum melakukan pembuatan
sumur uji dan parit uji.
2) Tanah dan/atau batuan penutup yang terambil pada
kegiatan pembuatan sumur uji dan parit uji
ditempatkan pada lokasi yang aman dalam rangka
menghindari erosi.
- 199 -
d. Pengeboran
1) Pemegang IUP dan IUPK menyiapkan fasilitas
pengelolaan lingkungan sebelum melakukan kegiatan
pengeboran eksplorasi.
2) Fasilitas pengelolaan lingkungan ditujukan untuk
pengendalian erosi dan sedimentasi, perlindungan
terhadap kualitas air permukaan, serta perlindungan
terhadap kontaminasi bahan berbahaya dan beracun
dan limbah bahan berbahaya dan beracun ke media
lingkungan hidup. Fasilitas pengelolaan lingkungan
tersebut meliputi:
a) saluran drainase;
b) kolam pengendap; dan
c) wadah penampung limbah bahan berbahaya dan
beracun dan bukan bahan berbahaya dan
beracun.
e. Kajian Geokimia
1) Dalam hal terdapat potensi air asam tambang dan
pelindian logam, pemegang IUP dan IUPK melakukan
kajian geokimia.
2) Kajian geokimia tersebut sedikitnya meliputi:
a) identifikasi potensi pembentukan air asam
tambang
b) pencegahan pembentukan air asam tambang; dan
c) penanggulangan air asam tambang
2. Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Kegiatan Konstruksi
Dalam melaksanakan kegiatan konstruksi, Pemegang IUP
Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi
Produksi Khusus Pengolahan dan/atau Pemurnian wajib
melakukan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan sesuai
dengan dokumen lingkungan hidup dengan tujuan untuk
pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
- 200 -
a) drainase;
b) kolam pengendap;
c) kolam perangkap limbah cair terkontaminasi
hidrokarbon;
d) instalasi pengolahan air limbah;
e) tempat sampah yang terdiri dari tempat sampah
organik, sampah anorganik dan sampah
terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan
beracun; dan/atau
f) wadah penampung limbah bahan berbahaya dan
beracun.
4) Media lingkungan hidup yang terkontaminasi
hidrokarbon atau bahan kimia lainnya pada sarana
dan prasarana pertambangan dilakukan pengelolaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5) Melakukan pemeliharaan secara berkala terhadap
fasilitas pengelolaan lingkungan agar tetap berfungsi
dengan baik.
c. Pembuatan Jalan Akses
Pengelolaan lingkungan hidup pada jalan akses kegiatan
konstruksi meliputi:
1) pembuatan saluran drainase di sisi kiri dan/atau
kanan jalan akses;
2) saluran drainase di sisi kiri dan/atau kanan jalan
akses dialirkan ke kolam pengendap yang berfungsi
dengan baik;
3) melaksanakan program pemeliharaan terhadap jalan
akses, drainase, dan kolam pengendap; dan
4) pembuatan jalan akses disesuaikan dengan rencana
kerja tahunan yang telah disetujui.
d. Pengelolaan lingkungan hidup pada bengkel meliputi:
1) pembuatan dasar lantai bengkel yang kedap fluida
untuk mencegah terjadinya pencemaran tanah oleh
hidrokarbon atau bahan kimia lainnya;
2) melengkapi bengkel dengan kolam perangkap limbah
cair terkontaminasi hidrokarbon;
- 202 -
o. Tambang Semprot
1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi pada kegiatan tambang semprot melakukan
pengelolaan lingkungan meliputi:
a) pengupasan tanah penutup terlebih dahulu
sebelum mengoperasikan semprotan air; dan
b) pengelolaan tanah penutup.
2) Luas daerah genangan akibat kegiatan tambang
semprot disesuaikan dengan luas lahan yang
direncanakan dalam rencana kerja tahunan yang
disetujui.
3) Pasir sisa hasil pencucian diutamakan untuk menjadi
material pengisi lubang bekas tambang.
4) Kegiatan pengisian lubang bekas tambang dilanjutkan
dengan kegiatan penebaran tanah penutup dan/atau
tanah zona pengakaran untuk keperluan revegetasi.
5) Penggunaan air kerja pada tambang semprot
diutamakan menggunakan sirkulasi tertutup.
p. Tambang Kapal Keruk Darat
1) Tambang kapal keruk darat merupakan kegiatan
tambang yang dilakukan di darat dengan
menggunakan ponton isap darat dan kapal keruk
darat.
2) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi menyesuaikan luasan daerah genangan
akibat kegiatan pengerukan dengan rencana kerja
tahunan yang disetujui.
3) Penggunaan air kerja pada kegiatan tambang kapal
keruk darat diutamakan menggunakan sirkulasi
tertutup.
4) Pasir sisa hasil pencucian diutamakan untuk menjadi
material pengisi lubang bekas tambang.
5) Kegiatan pengisian lubang bekas tambang dilanjutkan
dengan kegiatan penebaran tanah penutup dan/atau
tanah zona pengakaran untuk keperluan revegetasi.
- 209 -
A. RUANG LINGKUP
Pedoman Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang serta Pascaoperasi
pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara meliputi:
1. Penyusunan Rencana Reklamasi, Rencana Pascatambang, dan
Rencana Pascaoperasi;
2. Penilaian dan Persetujuan;
3. Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang;
4. Pelaksanaan Reklamasi, Pascatambang, dan Pascaoperasi;
5. Pelaporan dan Pencairan Jaminan Reklamasi dan Jaminan
Pascatambang;
6. Penyerahan Lahan Reklamasi; dan
7. Penyerahan Lahan Pascatambang dan Pascaoperasi.
B. ACUAN
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4959);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
- 217 -
11. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun
2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan
Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 596);
C. PENGERTIAN
1. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki
kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali
sesuai peruntukannya.
2. Kegiatan Pascatambang, yang selanjutnya disebut Pascatambang,
adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir
sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk
memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut
kondisi lokal di seluruh wilayah pertambangan.
3. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, Penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan Pascatambang.
4. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang
memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur
atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk
lepas atau padu.
5. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk
secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
6. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi
kelayakan.
7. IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi
kelayakan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
8. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah
selesai pelaksanaan IUP Ekplorasi untuk melakukan tahapan
kegiatan operasi produksi.
- 219 -
18. Jaminan Reklamasi adalah dana yang disediakan oleh Pemegang Izin
Usaha Pertambangan atau Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai
jaminan untuk melakukan kegiatan Reklamasi.
19. Jaminan Pascatambang adalah dana yang disediakan oleh Pemegang
Izin Usaha Pertambangan atau Izin Usaha Pertambangan Khusus
sebagai jaminan untuk melakukan kegiatan Pascatambang.
20. Dokumen Lingkungan Hidup adalah Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup atau Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya
Pemantauan Lingkungan, atau Surat Pernyataan Pengelolaan
Lingkungan.
21. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-
UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan.
22. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertambangan Mineral dan Batubara.
23. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang melaksanakan
tugas dan bertanggung jawab atas perumusan serta pelaksanaan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Mineral dan Batubara.
D. KEGIATAN
1. PENYUSUNAN RENCANA REKLAMASI, RENCANA PASCATAMBANG,
DAN RENCANA PASCAOPERASI
a. Penyusunan Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi
1) Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi sebelum
melakukan kegiatan Eksplorasi wajib menyusun rencana
Reklamasi tahap Eksplorasi berdasarkan Dokumen
Lingkungan Hidup yang telah disetujui dengan jangka
waktu kegiatan Eksplorasi dengan rincian tahunan.
2) Rencana Reklamasi tahap Eksplorasi sebagaimana
dimaksud meliputi:
a) tata guna lahan sebelum dan sesudah kegiatan
Eksplorasi;
b) rencana pembukaan lahan kegiatan Eksplorasi yang
menyebabkan lahan terganggu;
c) program Reklamasi tahap Eksplorasi;
- 221 -
Format Keterangan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Status pemegang IUP atau IUPK berisikan tentang:
a. identitas pemegang IUP atau IUPK
(nama badan usaha/
koperasi/perseorangan, alamat
- 257 -
Format Keterangan
lengkap, penanggung jawab rencana
atau kegiatan); dan
b. uraian singkat mengenai status
perizinan (nomor, tanggal
diterbitkannya, masa berlaku, status
PMA/PMDN, IUP atau IUPK).
1.2. Luas wilayah IUP atau IUPK berisikan tentang Uraian luas wilayah
dalam IUP atau IUPK yang direncanakan
untuk kegiatan Eksplorasi.
1.3. Persetujuan Dokumen Lingkungan berisikan tentang Uraian persetujuan
Hidup Dokumen Lingkungan Hidup dari
instansi yang berwenang (nomor,
tanggal, nama instansi).
1.4. Lokasi dan kesampaian wilayah berisikan tentang:
a. Uraian singkat mengenai lokasi
kegiatan Eksplorasi (desa,
kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi, posisi geografis) dilengkapi
dengan peta situasi lokasi dengan
ketelitian peta skala minimal 1 :
25.000 (satu banding dua puluh lima
ribu); dan
b. Uraian singkat mengenai sarana
transportasi dari dan ke lokasi
kegiatan Eksplorasi.
1.5. Tata guna lahan sebelum dan berisikan tentang uraian mengenai tata
sesudah kegiatan Ekplorasi guna lahan sebelum dan sesudah
dilakukan kegiatan Eksplorasi.
BAB II RENCANA PEMBUKAAN LAHAN
2.1. Kegiatan Eksplorasi berisikan tentang:
a. Uraian mengenai kegiatan lapangan
yang dilakukan, terdiri atas
pemetaan geologi, pemetaan
topografi, penyelidikan geofisika,
penyelidikan geokimia, pembuatan
sumur uji, parit uji, pengeboran,
pembuatan terowongan, dan lain
sebagainya;
b. Uraian mengenai metode yang akan
digunakan (geologi, geofisika seperti
polarisasi terimbas, potensial diri,
seismik, gaya berat, geomagnet,
- 258 -
Format Keterangan
sounding, side scan sonar dan lain
sebagainya; geokimia endapan
sungai, tanah, dan batuan, parit uji,
sumur uji, pengeboran) dan peralatan
yang akan digunakan dalam kegiatan
Eksplorasi; dan
c. Uraian mengenai lokasi dan luas
lahan yang digunakan untuk
melakukan kegiatan pada setiap
metode.
2.2. Jalan berisikan tentang Uraian mengenai
lokasi dan luas lahan yang dibuka untuk
pembuatan jalan akses.
2.3. Fasilitas penunjang berisikan tentang Uraian mengenai luas
lahan dan lokasi yang dibuka untuk
digunakan sebagai perumahan (camp
atau flying camp), bengkel, dan fasilitas
penunjang lainnya.
BAB III PROGRAM REKLAMASI
3.1 Lahan yang akan direklamasi berisikan tentang Uraian mengenai
tahapan kegiatan Reklamasi pada lokasi
dan luas lahan terganggu yang akan
direklamasi yang meliputi:
a. penataan permukaan tanah (bekas
kegiatan Eksplorasi dan bekas
fasilitas penunjang Eksplorasi);
b. penimbunan kembali lahan bekas
kegiatan Eksplorasi (bekas lubang
bor, kolam pengeboran, sumur uji,
dan parit uji); dan
c. pengendalian erosi.
3.2 Teknik dan peralatan yang akan berisikan tentang Uraian mengenai
digunakan dalam Reklamasi teknik dan peralatan yang digunakan
untuk Reklamasi lahan.
3.3 Revegetasi berisikan tentang Uraian mengenai jenis
tanaman dan jumlah tanaman, jarak
tanam, lokasi, dan luas lahan yang akan
direvegetasi.
3.4 Pemeliharaan
berisikan tentang Uraian mengenai
pemeliharaan lahan yang telah
direklamasi, pemupukan, serta
pemberantasan hama dan penyakit
tanaman.
- 259 -
Format Keterangan
BAB IV KRITERIA KEBERHASILAN berisikan tentang Uraian mengenai
kriteria keberhasilan yang akan dicapai
meliputi standar keberhasilan
penatagunaan lahan, revegetasi, dan
penyelesaian akhir.
BAB V RENCANA BIAYA REKLAMASI
5.1. Biaya langsung
5.1.1. Biaya penatagunaan lahan berisikan tentang biaya:
a. penataan permukaan tanah;
b. penimbunan lahan bekas kegiatan
Ekplorasi; dan
c. pengendalian erosi dan pengelolaan
air.
5.1.2. Biaya revegetasi berisikan tentang biaya:
a. analisis kualitas tanah;
b. pemupukan;
c. pengadaan bibit;
d. penanaman; dan
e. pemeliharaan tanaman.
5.2. Biaya tidak langsung berisikan tentang Uraian mengenai biaya
yang harus dimasukkan dalam
perhitungan Reklamasi dan sedapat
mungkin ditetapkan dengan
menggunakan standar acuan yang
ditentukan sebagai berikut:
a. biaya mobilisasi dan demobilisasi alat
sebesar 2,5% (dua koma lima persen)
dari biaya langsung atau berdasarkan
perhitungan;
b. biaya perencanaan Reklamasi sebesar
2% (dua persen) sampai dengan 10%
(sepuluh persen) dari biaya langsung;
c. biaya administrasi dan keuntungan
pihak ketiga sebagai pelaksana
Reklamasi tahap Eksplorasi sebesar
3% (tiga persen) sampai dengan 14%
(empat belas persen) dari biaya
langsung; dan
d. biaya supervisi sebesar 2% (dua
persen) sampai dengan 7% (tujuh
persen) dari biaya langsung.
5.3. Total Biaya berisikan tentang Uraian mengenai total
biaya langsung ditambah dengan biaya
- 260 -
Format Keterangan
tidak langsung dan biaya tersebut sudah
harus memperhitungkan nilai uang
masa depan dalam mata uang Rupiah
atau Dolar Amerika Serikat.
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta situasi rencana pembukaan
lahan dengan ketelitian peta skala
minimal 1 : 10.000 (satu banding
sepuluh ribu) beserta data spasial
dalam bentuk shape file (.shp)
2. Peta situasi rencana Reklamasi
dengan ketelitian peta skala minimal 1
: 10.000 (satu banding sepuluh ribu)
beserta data spasial dalam bentuk
shape file (.shp)
Catatan:
Jika wilayahnya sangat luas dan/atau
terdiri dari beberapa blok Eksplorasi,
sehingga tidak dapat digambarkan dalam
1 (satu) peta untuk setiap tahun, maka
dapat digambarkan dalam beberapa
lembar peta dan dilengkapi dengan peta
indeks.
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Rencana Reklamasi Tahap format disusun dengan Matrik 1.1
Eksplorasi
2. Tabel 2 Rencana Biaya Reklamasi format disusun dengan Matrik 1.2
Tahap Eksplorasi
Format Keterangan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Status pemegang IUP atau IUPK berisikan tentang:
a. identitas pemegang IUP atau IUPK
(nama badan usaha/
koperasi/perseorangan, alamat
lengkap, penanggung jawab rencana
atau kegiatan); dan
b. uraian singkat mengenai status
perizinan (nomor, tanggal
diterbitkannya, masa berlaku, status
PMA/PMDN, IUP atau IUPK).
1.2. Luas wilayah IUP atau IUPK berisikan tentang:
a. uraian luas wilayah dalam IUP atau
IUPK yang direncanakan untuk
kegiatan Operasi Produksi dan
fasilitas penunjang; dan
b. uraian luas fasilitas penunjang di
luar wilayah IUP atau IUPK yang
digunakan untuk menunjang
kegiatan Operasi Produksi (project
area).
1.3. Persetujuan Dokumen Lingkungan berisikan tentang uraian persetujuan
Hidup Dokumen Lingkungan Hidup dari
instansi yang berwenang (nomor,
tanggal, dan nama instansi).
1.4. Lokasi dan kesampaian wilayah berisikan tentang:
a. uraian singkat mengenai lokasi
kegiatan Operasi Produksi (desa,
kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi, posisi geografis) dilengkapi
dengan peta situasi lokasi dengan
ketelitian peta skala minimal 1 :
25.000 (satu banding dua puluh
lima ribu); dan
- 264 -
Format Keterangan
b. uraian singkat mengenai sarana
transportasi dari dan ke lokasi
kegiatan Operasi Produksi.
1.5. Tata guna lahan sebelum dan berisikan tentang Uraian mengenai tata
sesudah kegiatan Operasi Produksi guna lahan sebelum dan sesudah
dilakukan kegiatan Operasi Produksi.
BAB II RENCANA PEMBUKAAN LAHAN
2.1. Area Penambangan berisikan tentang:
a. uraian mengenai lokasi dan luas
penyebaran cadangan, metode
Penambangan, umur tambang,
peralatan yang digunakan, lokasi,
dan luas lahan yang digunakan
untuk Penambangan; dan
b. uraian mengenai rencana produksi,
nisbah pengupasan (strip ratio), dan
lain-lain.
2.2. Timbunan berisikan tentang:
a. uraian mengenai lokasi dan luas
lahan yang digunakan untuk:
1) penimbunan tanah zona
pengakaran; dan
2) penimbunan batuan samping
dan/atau tanah/batuan
penutup di dalam dan di luar
tambang.
b. uraian mengenai luas lahan dan
lokasi yang digunakan untuk
penimbunan komoditas tambang.
2.3. Jalan berisikan tentang Uraian mengenai
lokasi dan luas lahan yang dibuka
untuk pembuatan jalan tambang
dan/atau jalan angkut.
2.4. Kolam Sedimen berisikan tentang Uraian mengenai
lokasi dan luas lahan yang dibuka
untuk pembuatan kolam sedimen.
- 265 -
Format Keterangan
2.5. Fasilitas Penunjang berisikan tentang Uraian mengenai
lokasi dan luas lahan yang dibuka
untuk digunakan sebagai instalasi dan
fasilitas pengolahan dan/atau
pemurnian, kantor, perumahan (camp
atau flying camp), bengkel, dan fasilitas
penunjang lainnya.
BAB III PROGRAM REKLAMASI
3.1 Lahan yang akan direklamasi berisikan tentang Uraian mengenai
tahapan kegiatan Reklamasi pada lokasi
dan luas lahan terganggu yang akan
direklamasi yang meliputi:
a. lahan bekas tambang;
b. timbunan batuan samping
dan/atau tanah/batuan penutup di
luar tambang;
c. jalan tambang dan/atau jalan
angkut yang tidak digunakan lagi;
d. bekas kolam sedimen; dan
e. fasilitas penunjang lainnya.
3.2 Teknik dan peralatan yang akan berisikan tentang Uraian mengenai
digunakan dalam Reklamasi teknik dan peralatan yang digunakan
untuk Reklamasi lahan.
3.3 Penatagunaan lahan berisikan tentang Uraian rencana
kegiatan penatagunaan lahan pada
lahan bekas tambang dan di luar bekas
tambang, meliputi lokasi dan luas serta
Uraian mengenai jenis, lokasi asal
material, dan volume sumber material
pengisi (apabila dilakukan back filling).
3.4 Revegetasi berisikan tentang Uraian mengenai
jenis tanaman dan jumlah tanaman,
jarak tanam, lokasi, dan luas lahan
yang akan direvegetasi.
3.5 Pekerjaan sipil sesuai peruntukan berisikan tentang Uraian mengenai
lahan Pascatambang atau program kegiatan penatagunaan lahan beserta
reklamasi bentuk lain lokasi dan luasannya yang
peruntukannya bukan revegetasi
(contoh: area permukiman, kawasan
industri, pariwisata, pembudidayaan,
dan lain-lain).
- 266 -
Format Keterangan
3.6 Rencana pemanfaatan lubang bekas berisikan tentang Uraian rinci mengenai
tambang (void) rencana Reklamasi pada lahan bekas
tambang berupa lubang bekas tambang
(void) yang meliputi:
a. stabilisasi lereng;
b. pengamanan lubang bekas tambang
(void);
c. pemulihan dan pemantauan kualitas
air serta pengelolaan air dalam
lubang bekas tambang (void) sesuai
dengan peruntukannya; dan
d. pemeliharaan lubang bekas tambang
(void).
3.7 Pemeliharaan berisikan tentang Uraian mengenai
pemeliharaan lahan yang telah
direklamasi, pemupukan,
pemberantasan hama dan penyakit
tanaman, upaya menjaga kestabilan
lereng, dan lain-lain.
BAB IV KRITERIA KEBERHASILAN berisikan tentang Uraian mengenai:
a. kriteria keberhasilan Reklamasi
dalam bentuk revegetasi meliputi
standar keberhasilan penatagunaan
lahan, revegetasi, pekerjaan sipil,
dan penyelesaian akhir; dan
b. kriteria keberhasilan Reklamasi
bentuk lain sesuai kajian.
BAB V RENCANA BIAYA REKLAMASI
5.1. Biaya langsung berisikan tentang biaya:
5.1.1. Biaya penatagunaan lahan a. penataan lahan;
b. penebaran tanah zona pengakaran;
dan
c. pengendalian erosi dan sedimentasi.
5.1.2. Biaya revegetasi berisikan tentang biaya:
b. analisis kualitas tanah;
c. pemupukan;
d. pengadaan bibit;
e. penanaman; dan
f. pemeliharaan tanaman.
- 267 -
Format Keterangan
5.1.3. Biaya pencegahan dan
penanggulangan air asam
tambang
5.1.4. Biaya pekerjaan sipil sesuai
peruntukan lahan
Pascatambang atau program
Reklamasi bentuk lain
5.1.5. Biaya pemanfaatan lubang berisikan tentang biaya:
bekas tambang (void) a. stabilisasi lereng;
b. pengamanan lubang bekas tambang
(void);
c. pemulihan dan pemantauan kualitas
air serta pengelolaan air dalam
lubang bekas tambang (void) sesuai
dengan peruntukannya; dan
d. pemeliharaan lubang bekas tambang
(void).
5.2. Biaya tidak langsung berisikan tentang Uraian mengenai
biaya yang harus dimasukkan dalam
perhitungan Reklamasi dan sedapat
mungkin ditetapkan dengan
menggunakan standar acuan yang
ditentukan sebagai berikut:
a. biaya mobilisasi dan demobilisasi
alat sebesar 2,5% (dua koma lima
persen) dari biaya langsung atau
berdasarkan perhitungan;
b. biaya perencanaan Reklamasi
sebesar 2% (dua persen) sampai
dengan 10% (sepuluh persen) dari
biaya langsung;
c. biaya administrasi dan keuntungan
pihak ketiga sebagai pelaksana
Reklamasi tahap Operasi Produksi
sebesar 3% (tiga persen) sampai
dengan 14% (empat belas persen)
dari biaya langsung; dan
d. biaya supervisi sebesar 2% (dua
persen) sampai dengan 7% (tujuh
persen) dari biaya langsung.
- 268 -
Format Keterangan
5.3. Total Biaya berisikan tentang Uraian mengenai total
biaya langsung ditambah dengan biaya
tidak langsung dan biaya tersebut
sudah harus memperhitungkan nilai
uang masa depan yang berlaku dan
dibuat dalam mata uang Rupiah atau
Dolar Amerika Serikat.
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta situasi rencana pembukaan
lahan dengan ketelitian peta skala
minimal 1 : 10.000 (satu banding
sepuluh ribu) beserta data spasial
dalam bentuk shape file (.shp)
2. Peta situasi rencana Reklamasi
dengan ketelitian peta skala minimal
1 : 10.000 (satu banding sepuluh
ribu) beserta data spasial dalam
bentuk shape file (.shp)
Catatan:
Jika wilayahnya sangat luas dan atau
terdiri dari beberapa blok
Penambangan/produksi, sehingga tidak
dapat digambarkan dalam 1 (satu) peta
untuk setiap tahun, maka dapat
digambarkan dalam beberapa lembar
peta dan dilengkapi dengan peta indeks.
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Rencana Reklamasi Tahap format disusun dengan Matrik 2.1
Operasi Produksi
2. Tabel 2 Rencana Biaya Reklamasi format disusun dengan Matrik 2.2
Tahap Operasi Produksi
- 269 -
File)
**3) besarnya 3% - 14% dari biaya langsung (grafik Englemen’s Heavy Construction Cost
File)
**4) besarnya 2% - 7% dari biaya langsung (grafik Englemen’s Heavy Construction Cost
File )
Format Keterangan
KATA PENGANTAR
INTISARI
DAFTAR ISI
BATANG TUBUH
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang berisikan tentang:
a. identitas pemegang IUP atau IUPK
(nama badan usaha/
koperasi/perseorangan, alamat
lengkap, penanggung jawab rencana
atau kegiatan);
b. Uraian singkat mengenai peraturan
perundang-undangan yang berkaitan
- 273 -
Format Keterangan
dengan kegiatan Pascatambang; dan
c. Uraian singkat mengenai status
perizinan (nomor, tanggal
diterbitkannya, masa berlaku, status
PMA/PMDN, IUP atau IUPK).
1.2. Maksud dan tujuan
1.3 Pendekatan dan ruang lingkup
BAB II PROFIL WILAYAH
2.1. Lokasi dan kesampaian wilayah berisikan tentang:
a. Uraian singkat mengenai lokasi
kegiatan Operasi Produksi (desa,
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi
dan posisi geografi), dilengkapi
dengan peta situasi lokasi tambang
dengan ketelitian peta skala minimal
1 : 25.000 (satu banding dua puluh
lima ribu); dan
b. Uraian singkat mengenai sarana
perhubungan dari dan ke lokasi
kegiatan Operasi Produksi.
2.2. Kepemilikan dan peruntukan lahan Uraian rinci mengenai status
kepemilikan dan peruntukan lahan di
dalam WIUP atau WIUPK dilengkapi
dengan peta peruntukan lahan dengan
skala minimal
1 : 25.000 (satu banding dua puluh lima
ribu).
2.3. Rona lingkungan awal Uraian rinci mengenai rona lingkungan
hidup awal yang diperkirakan terkena
dampak serta telaahan komponen
lingkungan yang terkena dampak,
meliputi:
a. peruntukan lahan;
b. morfologi dilengkapi peta dengan
ketelitian peta skala minimal
1 : 25.000 (satu banding dua puluh
lima ribu);
- 274 -
Format Keterangan
c. air permukaan (sungai, danau, dan
rawa);
d. air tanah;
e. biologi akuatik dan terestrial; dan
f. sosial, budaya, dan ekonomi
(demografi, mata pencaharian,
kesehatan, pendidikan, dan lain-lain).
2.4. Kegiatan lain di sekitar tambang Uraian rinci mengenai kegiatan lain yang
berada di sekitar tambang dilengkapi
dengan peta situasi dengan skala
minimal 1: 25.000 (satu banding dua
puluh lima ribu).
BAB III DESKRIPSI KEGIATAN
PERTAMBANGAN
3.1. Keadaan cadangan awal Uraian rinci mengenai cadangan
komoditas tambang pada awal kegiatan
dan/atau pada saat dokumen ini
disusun yang meliputi penyebaran,
jumlah, kadar dan klasifikasi, serta
karakteristik geokimia batuan samping
dan/atau tanah/batuan penutup.
3.2. Sistem dan metode Penambangan Uraian rinci mengenai sistem dan
metode Penambangan, persiapan
Penambangan, jadwal Penambangan,
tingkat produksi dan umur tambang,
penanganan tanah zona pengakaran,
batuan samping dan/atau tanah/batuan
penutup, dan air asam tambang serta
upaya pengendalian erosi dan
sedimentasi.
3.3. Pengolahan dan/atau pemurnian Uraian rinci mengenai kegiatan
pengolahan dan/atau pemurnian
komoditas tambang yang meliputi
proses, jenis dan jumlah pemakaian
reagen, serta jumlah dan upaya
penanganan Iimbah.
3.4. Fasilitas penunjang Uraian rinci mengenai fasilitas
penunjang yang telah dan/atau akan
dibangun, antara lain kantor, mess,
gudang, sekolah, rumah sakit/poliklinik,
- 275 -
Format Keterangan
laboratorium, transmisi tegangan tinggi,
tangki bahan bakar minyak, tempat
ibadah, jembatan, jalan, tangki air,
pelabuhan/dermaga, bandara, rel kereta
api, jalur kabel, jalur pipa, jalur
conveyor, dam/bendungan, pembangkit
listrik, beserta informasi lokasi, ukuran,
konstruksi serta dilengkapi peta situasi
dengan skala minimal
1: 25.000 (satu banding dua puluh lima
ribu).
BAB IV RONA LINGKUNGAN AKHIR
LAHAN PASCATAMBANG
4.1. Keadaan cadangan tersisa Uraian rinci mengenai cadangan
komoditas tambang yang tersisa setelah
umur tambang berakhir sebelum daerah
tersebut ditinggalkan.
4.2. Peruntukan lahan Uraian rinci mengenai peruntukan
lahan:
a. pada akhir umur tambang; dan
b. pada akhir Pascatambang.
4.3. Morfologi Uraian rinci mengenai prediksi kondisi
morfologi:
a. pada akhir umur tambang; dan
b. pada akhir Pascatambang.
4.4. Air permukaan dan air tanah Uraian rinci mengenai prediksi kondisi
kualitas air sungai, danau, rawa dan
kondisi air tanah setelah umur tambang
berakhir.
4.5. Biologi akuatik dan terrestrial berisikan tentang:
a. uraian rinci mengenai prediksi
kondisi flora akuatik dan terestrial
setelah umur tambang berakhir; dan
b. uraian rinci mengenai prediksi
kondisi fauna akuatik dan terestrial
setelah umur tambang berakhir.
4.6. Sosial, budaya, dan ekonomi Uraian rinci mengenai prediksi kondisi
sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat
- 276 -
Format Keterangan
setempat pada saat umur tambang
berakhir.
BAB V HASIL KONSULTASI DENGAN Uraian rinci mengenai konsultasi
PEMANGKU KEPENTINGAN (tanggapan, saran, pendapat, dan
(STAKEHOLDERS) pandangan) dengan pihak yang
berkepentingan terhadap rencana
Pascatambang, termasuk rencana alih
pengelolaan fasilitas tambang kepada
Pemangku Kepentingan dan perubahan
rencana peruntukan lahan.
BAB VI PROGRAM PASCATAMBANG
6.1. Reklamasi pada sisa lahan bekas
tambang dan lahan di luar bekas
tambang
6.1.1. tapak bekas tambang Uraian rinci mengenai rencana lokasi
dan luas lahan tapak bekas tambang
yang akan ditutup yang meliputi
kegiatan:
a. pembongkaran fasilitas tambang;
b. reklamasi lahan bekas fasilitas
tambang;
c. pembongkaran dan Reklamasi jalan
tambang;
d. Reklamasi lahan bekas tambang
permukaan;
e. Reklamasi lahan bekas kolam
pengendap; dan
f. pengamanan semua lahan bekas
tambang dengan sistem tambang
bawah tanah yang berpotensi bahaya
terhadap manusia (shaft, raise, stope,
adit, decline, pit, tunnel, final void dan
lain-lain).
6.1.2. fasilitas pengolahan dan/atau Uraian rinci mengenai rencana lokasi
pemurnian dan luas lahan pada fasilitas pengolahan
dan/atau pemurnian yang meliputi
kegiatan:
1) pembongkaran fasilitas pengolahan
- 277 -
Format Keterangan
dan/atau pemurnian;
2) Reklamasi lahan bekas fasilitas
pengolahan dan/atau pemurnian;
3) Reklamasi lahan bekas kolam tailing
dan upaya stabilisasinya;
4) Reklamasi lahan bekas timbunan
komoditas tambang; dan
5) pemulihan (remediasi) tanah yang
terkontaminasi bahan kimia, minyak,
serta bahan berbahaya dan beracun
dan limbah bahan berbahaya dan
beracun.
6.1.3. fasilitas penunjang Uraian rinci mengenai rencana lokasi
dan luas lahan serta kegiatan yang
meliputi:
1) Reklamasi lahan bekas landfill;
2) pembongkaran sisa-sisa bangunan,
transmisi listrik, pipa, pelabuhan
(udara dan air), dan fasilitas lainnya;
3) Reklamasi lahan bekas bangunan,
transmisi listrik, pipa, pelabuhan
(udara dan air), dan fasilitas lainnya;
4) pembongkaran peralatan, mesin,
tangki bahan bakar minyak, dan
pelumas;
5) penanganan sisa bahan bakar
minyak, pelumas, serta bahan kimia;
6) Reklamasi lahan bekas sarana
transportasi;
7) Reklamasi lahan bekas bangunan
dan fondasi beton; dan
8) pemulihan (remediasi) tanah yang
terkontaminasi bahan kimia, minyak,
serta bahan berbahaya dan beracun
dan limbah bahan berbahaya dan
beracun.
6.2. Pengembangan sosial, budaya, dan berisikan tentang:
ekonomi a. Uraian mengenai penanganan
pengurangan dan pemutusan
hubungan kerja, bimbingan, dan
- 278 -
Format Keterangan
bantuan untuk pengalihan pekerjaan
bagi karyawan; dan
b. pengembangan usaha alternatif
untuk masyarakat lokal yang
disesuaikan dengan program sosial,
budaya, dan ekonomi.
6.3. Pemeliharaan Uraian rinci mengenai pemeliharaan
terhadap tapak bekas tambang, lahan
bekas fasilitas pengolahan dan/atau
pemurnian, dan lahan bekas fasilitas
penunjang.
BAB VII PEMANTAUAN Uraian rinci mengenai program dan
prosedur pemantauan, termasuk lokasi,
metode dan frekuensi pemantauan,
pencatatan hasil pemantauan serta
pelaporannya
7.1. Kestabilan fisik Uraian mengenai pemantauan kestabilan
lereng, keamanan bangunan pengendali
erosi dan sedimentasi, penimbunan
material penutup, serta fasilitas lain.
7.2. Air permukaan dan air tanah Uraian mengenai pemantauan terhadap
kualitas air sungai, air sumur di sekitar
lokasi bekas tambang, sumur pantau, air
di kolam bekas tambang dan lain-lain.
7.3. Biologi akuatik dan teresterial Uraian mengenai pemantauan terhadap
flora dan fauna akuatik dan terestrial.
7.4. Sosial, budaya, dan ekonomi Uraian mengenai pemantauan sosial,
budaya dan ekonomi (demografi, mata
pencaharian, kesehatan, pendidikan,
dan lain-lain).
BAB VIII ORGANISASI
8.1. Organisasi
8.2. Jadwal pelaksanaan Pascatambang Uraian mengenai waktu dimulainya
kegiatan Pascatambang sampai berakhir.
BAB IX KRITERIA KEBERHASILAN Uraian mengenai kriteria keberhasilan
PASCATAMBANG yang akan dicapai pada kegiatan
Pascatambang yang meliputi standar
keberhasilan pada tapak bekas tambang,
fasilitas pengolahan dan/atau
- 279 -
Format Keterangan
pemurnian, fasilitas penunjang, dan
pemantauan.
BAB X RENCANA BIAYA PASCATAMBANG
10.1. Biaya langsung
10.1.1. biaya pada tapak bekas terdiri atas biaya:
tambang 1) pembongkaran fasilitas tambang;
2) Reklamasi lahan bekas fasilitas
tambang;
3) pembongkaran dan Reklamasi jalan
tambang;
4) Reklamasi tambang permukaan (pit,
waste dump);
5) Reklamasi lahan bekas kolam
pengendap; dan
6) pengamanan semua lahan bekas
tambang dengan sistem tambang
bawah tanah yang berpotensi bahaya
terhadap manusia (shaft, raise, stope,
adit, decline, tunnel, dan lain-lain).
10.1.2. biaya pada fasilitas terdiri atas biaya:
pengolahan dan/atau 1) pembongkaran fasilitas pengolahan
pemurnian dan/atau pemurnian;
2) Reklamasi lahan bekas fasilitas
pengolahan dan/atau pemurnian;
3) Reklamasi lahan bekas kolam tailing
dan upaya stabilisasinya;
4) Reklamasi lahan bekas timbunan
komoditas tambang; dan
5) pemulihan (remediasi) tanah yang
terkontaminasi bahan kimia, minyak,
serta bahan berbahaya dan beracun
dan limbah bahan berbahaya dan
beracun.
10.1.3. biaya pada fasilitas terdiri atas biaya:
penunjang 1) pembongkaran sisa bangunan,
transmisi listrik, pipa, pelabuhan
(udara dan air), dan fasilitas lainnya;
2) pembongkaran peralatan, mesin,
- 280 -
Format Keterangan
serta tangki bahan bakar minyak dan
pelumas;
3) Reklamasi lahan bekas landfill;
4) Reklamasi lahan bekas bangunan,
transmisi listrik, pipa, pelabuhan
(udara dan air), dan fasilitas lainnya;
5) Reklamasi lahan bekas sarana
transportasi;
6) Reklamasi lahan bekas bangunan
dan pondasi beton;
7) penanganan sisa bahan bakar
minyak, pelumas, serta bahan kimia;
dan
8) pemulihan (remediasi) tanah yang
terkontaminasi bahan kimia, minyak,
serta bahan berbahaya dan beracun
dan limbah bahan berbahaya dan
beracun.
10.1.4. pengembangan sosial,
budaya, dan ekonomi
10.1.5. pemeliharaan
10.1.6. pemantauan
10.2. Biaya tidak langsung
10.2.1. biaya mobilisasi dan sebesar 2,5% (dua koma lima persen)
demobilisasi alat dari biaya langsung atau berdasarkan
perhitungan.
10.2.2. biaya perencanaan sebesar 2% (dua persen) sampai dengan
Pascatambang 10% (sepuluh persen) dari biaya
langsung.
10.2.3. biaya administrasi dan sebesar 3% (tiga persen) sampai dengan
keuntungan pihak ketiga 14% (empat belas persen) dari biaya
sebagai pelaksana langsung.
Pascatambang
10.2.4. biaya supervise sebesar 2% (dua persen) sampai dengan
7% (tujuh persen) dari biaya langsung.
10.3. Total biaya Uraian mengenai total biaya langsung
ditambah dengan biaya tidak langsung
dan biaya tersebut harus sudah
memperhitungkan pajak yang berlaku
- 281 -
Format Keterangan
dan dibuat dalam mata uang Rupiah
atau Dolar Amerika Serikat.
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta situasi rona awal, dengan skala
minimal 1 : 25.000 (satu banding dua
puluh lima ribu) beserta data spasial
dalam bentuk shape file (.shp);
2. Peta situasi lokasi pertambangan,
dengan skala minimal 1 : 25.000 (satu
banding dua puluh lima ribu) beserta
data spasial dalam bentuk shape file
(.shp);
3. Peta situasi rona awal Pascatambang,
dengan skala minimal 1 : 25.000 (satu
banding dua puluh lima ribu) beserta
data spasial dalam bentuk shape file
(.shp);
4. Peta situasi rencana rona akhir
pascatambang, dengan skala minimal 1
: 25.000 (satu banding dua puluh lima
ribu) beserta data spasial dalam
bentuk shape file (.shp);
5. Peta lokasi pemantauan, dengan skala
minimal 1 : 10.000 (satu banding
sepuluh ribu) beserta data spasial
dalam bentuk shape file (.shp).
DAFTAR TABEL
Rencana dan biaya Pascatambang. format disusun dengan Matrik 3.1
File)
**3) besarnya 3% - 14% dari biaya langsung (grafik Englemen’s Heavy Construction Cost
File)
**4) besarnya 2% - 7% dari biaya langsung (grafik Englemen’s Heavy Construction Cost File)
Format Keterangan
b. Uraian singkat mengenai
peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan kegiatan
Pascatambang; dan
c. Uraian singkat mengenai status
perizinan (nomor, tanggal
diterbitkannya, masa berlaku,
status PMA/PMDN, IUP atau
IUPK).
1.2. Maksud dan tujuan
1.3 Pendekatan dan ruang lingkup
BAB II PROFIL WILAYAH
2.1. Lokasi dan kesampaian wilayah berisikan tentang:
a. Uraian singkat mengenai lokasi
kegiatan Operasi Produksi (desa,
kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi dan posisi geografi),
dilengkapi dengan peta situasi
lokasi tambang; dan
b. Uraian singkat mengenai sarana
perhubungan dari dan ke lokasi
kegiatan Operasi Produksi.
2.2. Kepemilikan dan peruntukan Uraian rinci mengenai status
lahan kepemilikan dan peruntukan lahan di
dalam WIUP.
2.3. Rona lingkungan awal Uraian rinci mengenai rona
lingkungan hidup awal yang
diperkirakan terkena dampak serta
telaahan komponen lingkungan yang
terkena dampak, meliputi:
a. peruntukan lahan;
b. morfologi (bentang alam) dilengkapi
peta; dan
c. air permukaan (sungai, danau, dan
rawa);
2.4. Kegiatan lain di sekitar tambang Uraian rinci mengenai kegiatan lain
yang berada di sekitar tambang
dilengkapi dengan peta situasi.
BAB III DESKRIPSI KEGIATAN
PERTAMBANGAN
- 285 -
Format Keterangan
3.1. Keadaan cadangan awal Uraian rinci mengenai cadangan
komoditas tambang pada awal
kegiatan.
3.2. Sistem dan metode Penambangan Uraian rinci mengenai sistem dan
metode Penambangan, jadwal
Penambangan, tingkat produksi, dan
umur tambang.
3.3. Pengolahan Uraian rinci mengenai kegiatan
pengolahan komoditas tambang yang
meliputi proses pengolahan dan upaya
penanganan Iimbah.
3.4. Fasilitas penunjang Uraian rinci mengenai fasilitas
penunjang yang telah dan/atau akan
dibangun, sebagai contoh antara lain
kantor, mess, gudang, tangki bahan
bakar minyak, jalan, beserta informasi
lokasi, ukuran, konstruksi, serta
dilengkapi peta situasi.
BAB IV RONA LINGKUNGAN AKHIR
LAHAN PASCATAMBANG
4.1. Keadaan cadangan tersisa Uraian rinci mengenai cadangan
komoditas tambang yang tersisa
setelah umur tambang berakhir
sebelum daerah tersebut ditinggalkan.
4.2. Peruntukan lahan Uraian rinci mengenai peruntukan
lahan setelah umur tambang
berakhir.
4.3. Morfologi (bentang alam) Uraian rinci mengenai prediksi
kondisi morfologi:
a. pada akhir umur tambang; dan
b. pada akhir Pascatambang.
4.4. Air permukaan Uraian rinci mengenai prediksi
kondisi kualitas air permukaan.
BAB V HASIL KONSULTASI DENGAN Uraian rinci mengenai konsultasi
PEMANGKU KEPENTINGAN (tanggapan, saran, pendapat, dan
pandangan) dengan pihak yang
berkepentingan terhadap rencana
Pascatambang, termasuk rencana alih
pengelolaan fasilitas tambang kepada
- 286 -
Format Keterangan
pihak yang berkepentingan dan
perubahan rencana peruntukan
lahan.
BAB VI PROGRAM PASCATAMBANG
6.1. Reklamasi tahap Operasi Produksi
periode 5 (lima) tahun atau sesuai
dengan umur tambang
6.2. Reklamasi pada sisa lahan bekas
tambang dan lahan di luar bekas
tambang pada saat Pascatambang
6.1.1. tapak bekas tambang Uraian rinci mengenai rencana lokasi
dan luas lahan tapak bekas tambang
yang akan direklamasi meliputi
kegiatan:
a. reklamasi lahan bekas tambang;
b. pembongkaran fasilitas tambang;
c. Reklamasi lahan bekas fasilitas
tambang;
d. pembongkaran dan Reklamasi
jalan tambang;
e. Reklamasi lahan bekas kolam
pengendap; dan
f. Pengamanan lahan bekas tambang
yang berpotensi bahaya terhadap
manusia
6.1.2. fasilitas pengolahan Uraian rinci mengenai rencana lokasi
dan luas lahan pada fasilitas
pengolahan yang meliputi kegiatan:
1) pembongkaran fasilitas
pengolahan;
2) Reklamasi lahan bekas fasilitas
pengolahan; dan
3) Reklamasi lahan bekas timbunan
komoditas tambang.
6.1.3. fasilitas penunjang Uraian rinci mengenai rencana lokasi
dan luas lahan serta kegiatan yang
meliputi:
1) pembongkaran sisa-sisa bangunan
dan fasilitas lainnya; dan
- 287 -
Format Keterangan
2) Reklamasi lahan bekas bangunan
dan fasilitas lainnya.
6.3. Pemeliharaan Uraian rinci mengenai pemeliharaan
terhadap tapak bekas tambang, lahan
bekas fasilitas pengolahan, dan lahan
bekas fasilitas penunjang.
BAB VII PEMANTAUAN Uraian rinci mengenai program dan
prosedur pemantauan disesuaikan
dengan Dokumen Lingkungan Hidup.
BAB VIII ORGANISASI
8.1. Organisasi
8.2. Jadwal pelaksanaan Uraian mengenai waktu dimulainya
Pascatambang kegiatan Pascatambang sampai
berakhir.
BAB IX KRITERIA KEBERHASILAN Uraian mengenai kriteria keberhasilan
PASCATAMBANG yang akan dicapai pada kegiatan
Pascatambang yang meliputi standar
keberhasilan pada tapak bekas
tambang, fasilitas pengolahan,
fasilitas penunjang, dan pemantauan.
BAB X RENCANA BIAYA
PASCATAMBANG
10.1. Biaya langsung
10.1.1. biaya pada tapak bekas terdiri atas biaya:
tambang 1) pembongkaran fasilitas tambang;
dan
2) Reklamasi lahan bekas fasilitas
tambang.
10.1.2. biaya pada fasilitas terdiri atas biaya:
pengolahan 1) pembongkaran fasilitas
pengolahan; dan
2) Reklamasi lahan bekas fasilitas
pengolahan.
10.1.3. Pemeliharaan
10.1.4. Pemantauan
10.2. Biaya tidak langsung
10.2.1. biaya mobilisasi dan sebesar 2,5% (dua koma lima persen)
demobilisasi alat dari biaya langsung atau berdasarkan
perhitungan.
- 288 -
Format Keterangan
10.2.2. biaya administrasi dan sebesar 3% (tiga persen) sampai
keuntungan pihak ketiga dengan 14% (empat belas persen) dari
sebagai pelaksana biaya langsung.
Pascatambang
10.3. Total biaya Uraian mengenai total biaya langsung
ditambah dengan biaya tidak
langsung dan biaya tersebut harus
sudah memperhitungkan nilai uang
masa depan dan dibuat dalam mata
uang Rupiah atau Dolar Amerika
Serikat.
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta situasi rona awal
2. Peta situasi lokasi pertambangan
3. Peta situasi akhir tambang
4. Peta situasi rencana rona akhir
pascatambang
5. Peta lokasi pemantauan
DAFTAR TABEL
Format Keterangan
c. Uraian singkat mengenai status
perizinan (nomor dan tanggal
diterbitkannya masa berlaku).
1.2. Maksud dan tujuan
1.3 Pendekatan dan ruang lingkup
BAB II PROFIL WILAYAH
2.1. Lokasi dan kesampaian wilayah berisikan tentang:
a. Uraian singkat mengenai lokasi
kegiatan pengolahan dan/atau
pemurnian (desa, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi dan
posisi geografi), dilengkapi dengan
peta situasi lokasi tambang dengan
ketelitian peta skala minimal 1 :
25.000 (satu banding dua puluh
lima ribu); dan
b. Uraian singkat mengenai sarana
perhubungan dari dan ke lokasi
kegiatan pengolahan dan
pemurnian.
2.2. Kepemilikan dan peruntukan lahan Uraian rinci mengenai status
kepemilikan dan peruntukan lahan
dilengkapi dengan peta peruntukan
lahan dengan skala minimal
1 : 25.000 (satu banding dua puluh
lima ribu).
2.3. Rona lingkungan awal Uraian rinci mengenai rona
lingkungan hidup awal yang
diperkirakan terkena dampak serta
telaahan komponen lingkungan yang
terkena dampak, meliputi:
a. peruntukan lahan;
b. air permukaan (sungai, danau,
dan laut);
c. air tanah;
d. biologi akuatik dan terestrial; dan
e. sosial, budaya, dan ekonomi
(demografi, mata pencaharian,
kesehatan, pendidikan, dan lain-
lain).
- 290 -
Format Keterangan
2.4. Kegiatan lain di sekitar lokasi Uraian rinci mengenai kegiatan lain
yang berada di sekitar lokasi
dilengkapi dengan peta situasi dengan
skala minimal 1: 25.000 (satu banding
dua puluh lima ribu).
BAB III DESKRIPSI KEGIATAN
PENGOLAHAN DAN/ATAU PEMURNIAN
3.1. Proses pengolahan dan/atau Uraian rinci mengenai kegiatan
pemurnian pengolahan dan/atau pemurnian
komoditas tambang yang meliputi
proses, jenis dan jumlah pemakaian
reagen, serta jumlah dan upaya
penanganan Iimbah.
3.2. Fasilitas penunjang Uraian rinci mengenai fasilitas
penunjang yang telah dan/atau akan
dibangun, antara lain kantor, mess,
gudang, sekolah, rumah
sakit/poliklinik, laboratorium,
transmisi tegangan tinggi, tangki
bahan bakar minyak, tempat ibadah,
jembatan, jalan, tangki air,
pelabuhan/dermaga, bandara, rel
kereta api, jalur kabel, jalur pipa, jalur
conveyor, dam/bendungan,
pembangkit listrik, beserta informasi
lokasi, ukuran, konstruksi serta
dilengkapi peta situasi dengan skala
minimal
1: 25.000 (satu banding dua puluh
lima ribu).
BAB IV PROGRAM PASCAOPERASI
4.1 Reklamasi pada lahan bekas
fasilitas pengolahan dan/atau
pemurnian
4.1.1 fasilitas pengolahan Uraian rinci mengenai rencana lokasi
dan/atau pemurnian dan luas lahan pada fasilitas
pengolahan dan/atau pemurnian yang
meliputi kegiatan:
- 291 -
Format Keterangan
1) pembongkaran fasilitas pengolahan
dan/atau pemurnian;
2) Reklamasi lahan bekas fasilitas
pengolahan dan/atau pemurnian;
3) Reklamasi lahan penyimpanan
material sisa pengolahan dan/atau
pemurnian (misalnya untuk slag
diperlukan stabilisasi fasilitas
penimbunan); dan
4) pemulihan (remediasi) tanah yang
terkontaminasi bahan kimia,
minyak, serta bahan berbahaya
dan beracun dan limbah bahan
berbahaya dan beracun.
4.2 fasilitas penunjang Uraian rinci mengenai rencana lokasi
dan luas lahan serta kegiatan yang
meliputi:
1) Reklamasi lahan bekas landfill jika
ada;
2) pembongkaran sisa-sisa bangunan,
transmisi listrik, pipa, pelabuhan
(udara dan air), dan fasilitas
lainnya;
3) Reklamasi lahan bekas bangunan,
transmisi listrik, pipa, pelabuhan
(udara dan air), dan fasilitas
lainnya;
4) pembongkaran peralatan, mesin,
tangki bahan bakar minyak, dan
pelumas;
5) penanganan sisa bahan bakar
minyak, pelumas, serta bahan
kimia; dan
6) pemulihan (remediasi) tanah yang
terkontaminasi bahan kimia,
minyak, serta bahan berbahaya
dan beracun dan limbah bahan
berbahaya dan beracun.
- 292 -
Format Keterangan
4.3. Pengembangan sosial, budaya, dan berisikan tentang:
ekonomi a. Uraian mengenai penanganan
pengurangan dan pemutusan
hubungan kerja, bimbingan, dan
bantuan untuk pengalihan
pekerjaan bagi karyawan; dan
b. pengembangan usaha alternatif
untuk masyarakat lokal yang
disesuaikan dengan program sosial,
budaya, dan ekonomi.
4.4 Pemeliharaan Uraian rinci mengenai pemeliharaan
terhadap lahan bekas fasilitas
pengolahan dan/atau pemurnian dan
lahan bekas fasilitas penunjang.
BAB V PEMANTAUAN Uraian rinci mengenai program dan
prosedur pemantauan, termasuk
lokasi, metode dan frekuensi
pemantauan, dan pencatatan hasil
pemantauan.
BAB VI ORGANISASI
a) Organisasi
b) Jadwal pelaksanaan Pascaoperasi Uraian mengenai waktu dimulainya
kegiatan Pascaoperasi sampai
berakhir.
BAB VII RENCANA BIAYA
PASCAOPERASI
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta situasi rona awal Pascaoperasi
2. Peta situasi rencana rona akhir
Pascaoperasi
3. Peta lokasi pemantauan
DAFTAR TABEL
Rencana dan biaya Pascaoperasi.
- 293 -
Umur
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Tambang
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8 ke-9 ke-10 ke-11 ke-12 ke-13 ke-14 ke-15 ke-16 ke-17 ke-18 ke-19 ke-20
(tahun)
1 1,000 - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 1,000 - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
3 1,000 - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
4 0,500 0,500 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
14 - - 0,010 0,030 0,050 0,063 0,080 0,100 0,130 0,150 0,180 0,207 - - - - - - - -
15 - - - 0,010 0,030 0,050 0,063 0,080 0,100 0,130 0,150 0,180 0,207 - - - - - - -
16 - - - 0,009 0,027 0,045 0,057 0,073 0,091 0,118 0,136 0,164 0,188 0,092 - - - - - -
17 - - - 0,008 0,025 0,042 0,053 0,067 0,083 0,108 0,125 0,150 0,173 0,083 0,083 - - - - -
18 - - - 0,008 0,023 0,038 0,048 0,062 0,077 0,100 0,115 0,138 0,159 0,077 0,077 0,078 - - - -
19 - - - 0,007 0,021 0,036 0,045 0,057 0,071 0,093 0,107 0,129 0,148 0,071 0,071 0,071 0,073 - - -
20 - - - 0,007 0,020 0,033 0,042 0,053 0,067 0,087 0,100 0,120 0,138 0,067 0,067 0,067 0,067 0,065 - -
- 294 -
1 1,000 - - - -
2 1,000 - - - -
3 1,000 - - - -
4 0,500 0,500 - - -
5 0,500 0,300 0,200 - -
DAFTAR ISI
BATANG TUBUH
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Status pemegang IUP atau IUPK Berisikan tentang:
a. identitas pemegang IUP atau
IUPK (nama badan usaha/
koperasi/perseorangan,
alamat lengkap, penanggung
jawab rencana atau kegiatan);
dan
b. Uraian singkat mengenai
status perizinan (nomor,
tanggal diterbitkannya, masa
berlaku, status PMA/PMDN
IUP atau IUPK).
berisikan Uraian luas wilayah
dalam IUP atau IUPK yang
1.2 Luas Wilayah IUP atau IUPK direncanakan untuk kegiatan
Eksplorasi.
- 295 -
Format Keterangan
1.3 Persetujuan Dokumen berisikan Uraian persetujuan
Lingkungan Hidup Dokumen Lingkungan Hidup dari
instansi yang berwenang (nomor,
tanggal, dan nama instansi).
Format Keterangan
lokasi yang dibuka untuk
digunakan sebagai perumahan
(camp atau flying camp), bengkel,
dan fasilitas penunjang lainnya.
Format Keterangan
BAB IV BIAYA REKLAMASI Terdiri atas:
Kumulatif Kumulatif
Tahun
No. Uraian s.d. Tahun s.d. Tahun
2018*)
2017*) 2018*)
d) bekas parit uji
3) pengendalian erosi dan
pengelolaan air
b. Revegetasi (m2):
1) analisis kualitas
tanah (conto)
2) pemupukan (m2)
3) pengadaan bibit
(batang) dan/atau kg)
4) penanaman (batang)
5) pemeliharaan
tanaman (m2)
Keterangan:
*) Contoh
Tahun 2018*)
No. Deskripsi Biaya
Rencana Realisasi
2. Biaya tidak langsung (Rp/ US$)
a. biaya mobilisasi dan
demobilisasi alat
b. biaya perencanaan Reklamasi
c. biaya administrasi dan
keuntungan pihak ketiga
sebagai pelaksana Reklamasi
tahap Eksplorasi
d. biaya supervisi
SUBTOTAL 2 (Rp/US$)
TOTAL (RP/US$)
Keterangan:
*)Contoh
Pada hari ini … tanggal/Bulan/Tahun, kami yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama : ..................................
NIP : ..................................
Unit Kerja : ..................................
2. Nama : ..................................
NIP : ..................................
Unit Kerja : ..................................
3. dan seterusnya
Sesuai dengan surat tugas ... nomor ... tanggal ..., telah melakukan evaluasi
pelaksanaan Reklamasi dan revegetasi Tahun ... pada kegiatan Pertambangan
Mineral/Batubara IUP atau IUPK ... di Kabupaten ..., Provinsi ...
Berdasarkan hasil evaluasi serta penilaian laporan dan/atau peninjauan lapangan IUP
atau IUPK ... telah melaksanakan kewajiban Reklamasi dan revegetasi tahun ..., namun
masih perlu dilakukan ...
Dengan demikian hasil evaluasi pelaksanaan Reklamasi tahun ... disimpulkan sebagai
berikut:
URAIAN TAHUN
2018*) 2019*) 2020*)
Keberhasilan Reklamasi (%)
Sisa (%)
(hasil perhitungan terlampir)
Demikian Berita Acara ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
tempat, tanggal
Tim Pemeriksa Pelaksanaan Pascatambang.
Nama Nama
NIP NIP
Nama Nama
NIP NIP
Keterangan:
*)Contoh
- 305 -
Matrik 13
Format penyusunan laporan Pelaksanaan Reklamasi Tahap Operasi Produksi
Format Keterangan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BATANG TUBUH
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Status pemegang IUP atau IUPK Berisikan tentang:
a. identitas pemegang IUP atau IUPK
(nama badan usaha/
koperasi/perseorangan, alamat
lengkap, penanggung jawab rencana
atau kegiatan); dan
b. Uraian singkat mengenai status
perizinan (nomor, tanggal
diterbitkannya, masa berlaku,
status PMA/PMDN, IUP atau IUPK).
1.2 Luas Wilayah IUP atau IUPK dan Berisikan tentang:
fasilitas penunjang di luar wilayah IUP a. Uraian luas wilayah dalam IUP atau
atau IUPK (project area) IUPK yang direncanakan untuk
kegiatan Operasi Produksi dan
fasilitas penunjang; dan
b. Uraian luas fasilitas penunjang di
luar wilayah IUP atau IUPK yang
digunakan untuk menunjang
kegiatan Operasi Produksi (project
area).
1.3 Persetujuan Dokumen Lingkungan Berisikan Uraian persetujuan
Hidup Dokumen Lingkungan Hidup dari
instansi yang berwenang (nomor,
tanggal, nama instansi).
BAB II PEMBUKAAN LAHAN
- 306 -
Format Keterangan
2.1 Area Penambangan Berisikan tentang:
a. Uraian mengenai lokasi dan luas
lahan yang dibuka; dan
b. Uraian mengenai rencana dan
realisasi produksi, stripping ratio,
dan lain-lain.
2.2 Timbunan Berisikan tentang:
a. Uraian mengenai lokasi dan luas
lahan yang digunakan untuk:
1) penimbunan tanah zona
pengakaran; dan
2) penimbunan batuan samping
dan/atau tanah/batuan
penutup di dalam dan di luar
tambang.
b. Uraian mengenai lokasi dan luas
lahan yang digunakan untuk
penimbunan komoditas tambang;
c. Uraian mengenai lokasi dan luas
lahan yang digunakan untuk
penimbunan/ penyimpanan limbah
fasilitas penunjang.
Berisikan Uraian mengenai lokasi dan
luas lahan yang dibuka untuk
pembuatan jalan tambang dan/atau
jalan angkut.
Berisikan Uraian mengenai lokasi dan
luas lahan yang dibuka untuk
pembuatan kolam sedimen dan sarana
kendali erosi.
2.3 Jalan Berisikan Uraian mengenai lokasi dan
luas lahan yang dibuka untuk
digunakan sebagai instalasi dan
fasilitas pengolahan dan/atau
pemurnian, kantor, perumahan (camp
atau flying camp), bengkel, dan fasilitas
2.4 Kolam sedimen penunjang lainnya.
Format Keterangan
a. lahan bekas tambang;
b. timbunan batuan samping
dan/atau tanah/batuan penutup
di luar tambang;
c. jalan tambang dan/atau jalan
angkut yang tidak digunakan lagi;
d. bekas kolam sedimen; dan
e. fasilitas penunjang lainnya.
Berisikan Uraian mengenai teknik dan
3.2 Teknik dan peralatan yang digunakan peralatan yang digunakan untuk
dalam reklamasi Reklamasi lahan.
Berisikan Uraian mengenai kegiatan
3.3 Penataan lahan penatagunaan lahan pada lahan bekas
tambang dan di luar bekas tambang,
meliputi lokasi dan luas serta Uraian
mengenai jenis, lokasi asal material,
dan volume sumber material pengisi
(apabila dilakukan back filling).
Berisikan Uraian mengenai jenis
3.4 Revegetasi tanaman dan jumlah tanaman, jarak
tanam, lokasi, dan luas lahan yang
direvegetasi.
Berisikan Uraian mengenai kegiatan
3.5 Pekerjaan sipil sesuai peruntukan penatagunaan lahan beserta lokasi dan
lahan Pascatambang atau program luasannya yang peruntukannya bukan
reklamasi bentuk lain revegetasi (contoh: area permukiman,
kawasan industri, pariwisata, dan lain-
lain).
Uraian rinci mengenai Reklamasi pada
3.6 Pemanfaatan lubang bekas tambang lahan bekas tambang berupa lubang
(void) bekas tambang (void) yang meliputi:
a. stabilisasi lereng;
b. pengamanan lubang bekas tambang
(void);
c. pemulihan dan pemantauan
kualitas air serta pengelolaan air
dalam lubang bekas tambang (void)
sesuai dengan peruntukannya; dan
3.7 Pemeliharaan d. pemeliharaan lubang bekas
tambang (void).
- 308 -
Format Keterangan
Berisikan Uraian mengenai
pemeliharaan lahan yang telah
direklamasi, pemupukan, serta
pemberantasan hama dan penyakit
tanaman.
BAB IV BIAYA REKLAMASI terdiri atas:
4.1 Biaya penatagunaan lahan a. penataan lahan;
b. penebaran tanah zona pengakaran;
dan
c. pengendalian erosi dan
sedimentasi
4.2 Biaya revegetasi terdiri atas biaya:
a. analisis kualitas tanah:
b. pemupukan;
c. pengadaan bibit;
d. penanaman; dan
e. pemeliharaan tanaman.
4.3 Biaya pencegahan dan penanggulangan Terdiri atas biaya:
air asam tambang kegiatan penatagunaan lahan beserta
lokasi dan luasannya yang
4.4 Biaya pekerjaan sipil sesuai peruntukannya bukan revegetasi
peruntukan lahan Pascatambang atau (contoh: area permukiman, kawasan
program reklamasi bentuk lain industri, pariwisata, dan lain-lain).
Terdiri atas biaya:
a. stabilisasi lereng;
b. pengamanan lubang bekas tambang
(void);
4.5 Biaya pemanfaatan lubang bekas c. pemulihan dan pemantauan
tambang kualitas air serta pengelolaan air
dalam lubang bekas tambang (void)
sesuai dengan peruntukannya; dan
d. pemeliharaan lubang bekas
tambang (void).
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel 1 Rekapitulasi Pelaksanaan Disusun dengan format Matrik 14.
Reklamasi tahap Operasi Produksi
2. Tabel 2 Rekapitulasi Biaya Reklamasi Disusun dengan format Matrik 15.
tahap Operasi Produksi
3. Peta realisasi dan rencana pembukaan Peta dibuat harus dengan skala yang
lahan dengan ketelitian peta skala representatif dan informatif.
- 309 -
Format Keterangan
minimal
1 : 10.000 (satu banding sepuluh ribu)
beserta data spasial dalam bentuk shape
file (.shp)
4. Peta realisasi dan rencana kemajuan
reklamasi dengan ketelitian peta skala
minimal
1 : 10.000 (satu banding sepuluh ribu)
beserta data spasial dalam bentuk shape
file (.shp)
5. Peta citra satelit resolusi tinggi (definisi
mengikuti sdpt) realisasi kemajuan
Reklamasi (untuk mineral logam dan
batubara)
Kumulatif
Tahun Kumulatif s.d. Tahun
No. Uraian s.d. Tahun
2018*) 2018*)
2018*)
1. Lahan yang dibuka (ha):
a. area Penambangan
b. area di luar area
Penambangan:
1) timbunan tanah zona
pengakaran
2) timbunan batuan
samping dan/atau
tanah/batuan penutup
3) timbunan komoditas
tambang
4) timbunan/penyimpa-
nan limbah fasilitas
penunjang
5) jalan tambang
dan/atau jalan angkut
6) kolam sedimen
7) instalasi dan fasilitas
pengolahan dan/atau
pemurnian
- 310 -
Kumulatif
Tahun Kumulatif s.d. Tahun
No. Uraian s.d. Tahun
2018*) 2018*)
2018*)
8) kantor dan perumahan
(camp atau flying camp)
9) bengkel
10) fasilitas penunjang
lainnya
2. Penambangan:
a. lahan selesai ditambang
(ha)
b. lahan/front aktif
ditambang (ha)
c. volume batuan samping
dan/atau tanah/batuan
penutup yang digali (BCM
atau m3)
3. Penimbunan
a. di bekas tambang (ha)
b. di luar bekas tambang (ha)
c. volume yang ditimbun di
bekas tambang (m3)
d. volume yang ditimbun di
luar bekas tambang (m3)
4. Reklamasi
a. penatagunaan lahan:
1) penataan lahan (ha)
2) penebaran tanah zona
pengakaran (ha)
3) pengendalian erosi dan
sedimentasi
b. revegetasi (ha):
1) analisis kualitas tanah
(conto)
2) pemupukan (ha)
3) pengadaan bibit
(batang dan/atau kg)
4) penanaman (batang)
5) pemeliharaan tanaman
(ha)
- 311 -
Kumulatif
Tahun Kumulatif s.d. Tahun
No. Uraian s.d. Tahun
2018*) 2018*)
2018*)
5. Pencegahan dan
penanggulangan air asam
tambang (conto)
6. Pekerjaan sipil sesuai
peruntukan lahan
Pascatambang atau program
reklamasi bentuk lain (satuan
luas)
7. Pemanfaatan lubang bekas
tambang (void):
a. stabilisasi lereng (ha)
b. pengamanan lubang bekas
tambang (void) (ha)
c. pemulihan dan
pemantauan kualitas air
serta pengelolaan air dalam
lubang bekas tambang
(void) sesuai dengan
peruntukkannya
d. pemeliharaan lubang bekas
tambang (void) (ha)
Keterangan:
Contoh
*)
Tahun 2018*)
No. Deskripsi Biaya
Rencana Realisasi
1) analisis kualitas tanah
2) pemupukan
3) pengadaan bibit
4) penanaman
5) pemeliharaan tanaman
c. biaya pencegahan dan
penanggulangan air asam
tambang
d. biaya untuk pekerjaan sipil
sesuai peruntukan lahan
Pascatambang atau program
reklamasi bentuk lain
e. biaya pemanfaatan lubang bekas
tambang (void), terdiri atas
biaya:
1) stabilisasi lereng
2) pengamanan lubang bekas
tambang (void)
3) pemulihan dan pemantauan
kualitas air serta
pengelolaan air dalam
lubang bekas tambang (void)
sesuai dengan
peruntukannya
4) pemeliharaan lubang bekas
tambang (void)
SUBTOTAL 1 (Rp/US$)
2. Biaya tidak langsung (Rp/US$)
a. biaya mobilisasi dan
demobilisasi alat
b. biaya perencanaan Reklamasi
Tahun 2018*)
No. Deskripsi Biaya
Rencana Realisasi
TOTAL (Rp/US$)
Keterangan:
*)Contoh
Reali
Kegiatan Obyek sasi/ Hasil
Ren- Standar
No. Reklama- Kegia- Parameter Hasil Evalu-
cana Keberhasilan
si tan Penil asi
aian
Sedang
(4,5 - <5);
Pengen- a. saluran Tidak terjadi
dalian drainase erosi dan
erosi sedimentasi
dan aktif pada
sedimen lahan yang
tasi sudah ditata
b. bangunan Tidak terjadi
pengen- alur-alur
dali erosi erosi
2. Revege- Pena- a. luas area ... ... Sesuai
tasi naman penana- (ha) (ha) dengan
man rencana
1. tana-
man
penu-
tup
(cover
crop)
2. tana-
man
cepat
tumbuh
3. tana-
man
lokal
b. Pertum- ... ... Baik (rasio
buhan (ha) (ha) tumbuh >
tanaman 80%;
1. tana- Sedang
man (rasio
penu- tumbuh
tup 60-80%);
(cover
- 315 -
Reali
Kegiatan Obyek sasi/ Hasil
Ren- Standar
No. Reklama- Kegia- Parameter Hasil Evalu-
cana Keberhasilan
si tan Penil asi
aian
crop)
2. tana-
man
cepat
tumbuh
3. tana-
man
lokal
Pengelo- a. pengelo- Sesuai
laan laan dengan
material Material rencana
pem- b. bangunan Tidak terjadi
bangkit pengen- alur-alur
air dali erosi erosi
asam c. kolam Kualitas air
tam- pengen- keluaran
bang dap memenuhi
sedimen ketentuan
Baku Mutu
Lingkungan
3. Penyele- Penutu- > 80%
saian pan
Akhir tajuk
Pemeli- a. Pemupu- Sesuai
haraan kan dengan dosis
yang
dibutuhkan
b. pengen- Pengendalian
dalian berdasarkan
gulma, hasil analisis
hama, dan
penyakit
c. penyula- Sesuai
man dengan
jumlah
- 316 -
Reali
Kegiatan Obyek sasi/ Hasil
Ren- Standar
No. Reklama- Kegia- Parameter Hasil Evalu-
cana Keberhasilan
si tan Penil asi
aian
tanaman
yang mati
Pada hari ini … tanggal/Bulan/Tahun, kami yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama : ...
NIP : ...
Unit Kerja : ...
2. Nama : ...
NIP : ...
Unit Kerja : ...
3. dan seterusnya
Sesuai dengan surat tugas ... nomor ... tanggal ..., telah melakukan evaluasi
pelaksanaan Reklamasi dan revegetasi Tahun ... pada kegiatan pertambangan
mineral/batubara IUP atau IUPK ... di Kabupaten ..., Provinsi ...
Berdasarkan hasil evaluasi lapangan IUP atau IUPK ... telah melaksanakan
kewajiban Reklamasi dan revegetasi tahun ... , namun masih perlu dilakukan ...
URAIAN TAHUN
2018*) 2019*) 2020*)
Keberhasilan Reklamasi (%)
Sisa (%)
(hasil perhitungan terlampir)
tempat, tanggal
Nama Nama
NIP NIP
Keterangan:
*) Contoh
- 318 -
Matrik 18
Format penyusunan Laporan Triwulan Pelaksanaan Pascatambang
Format Keterangan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BATANG TUBUH
BAB I PENDAHULUAN Uraian singkat mengenai kemajuan
pekerjaan Pascatambang pada periode
pelaporan dan evaluasi menyeluruh
terhadap hasil pekerjaan Pascatambang
serta pihak-pihak yang berkepentingan
yang dilibatkan.
BAB II PELAKSANAAN
PASCATAMBANG
2.1. Reklamasi pada lahan bekas
tambang dan lahan di luar bekas
tambang kegiatan Eksplorasi
2.1.1. Tapak Bekas Tambang Uraian rinci mengenai pelaksanaan
Pascatambang, lokasi, dan luas lahan
disertai data teknis (tabel, grafik, gambar
desain, dan data peralatan yang
digunakan) yang meliputi:
1) pembongkaran fasilitas tambang;
2) Reklamasi lahan bekas fasilitas
tambang;
3) pembongkaran dan Reklamasi jalan
tambang;
4) Reklamasi lahan bekas tambang
permukaan;
5) Reklamasi lahan bekas kolam
pengendap; dan
6) pengamanan semua lahan bekas
tambang dengan sistem tambang
bawah tanah yang berpotensi bahaya
terhadap manusia (shaft, raise, stope,
adit, decline, pit, tunnel, final void,
dan lain-lain);
- 319 -
Format Keterangan
2.1.2. Fasilitas Pengolahan Uraian rinci mengenai pelaksanaan
dan/atau Pemurnian pascatambang, lokasi, dan luas lahan
disertai data teknis (tabel, grafik, gambar
desain, dan data peralatan yang
digunakan) yang meliputi:
1) pembongkaran fasilitas pengolahan
dan/atau pemurnian;
2) Reklamasi lahan bekas fasilitas
pengolahan dan/atau pemurnian;
3) Reklamasi lahan bekas kolam tailing
dan upaya stabilisasinya;
4) Reklamasi lahan bekas timbunan
komoditas tambang; dan
5) pemulihan (remediasi) tanah yang
terkontaminasi bahan kimia, minyak,
serta bahan berbahaya dan beracun
dan limbah bahan berbahaya dan
beracun;
2.1.3. Fasilitas Penunjang Uraian rinci mengenai lokasi dan luas
lahan serta kegiatan (disertai data
teknis) yang meliputi :
1) Reklamasi lahan bekas landfill;
2) pembongkaran sisa-sisa bangunan,
transmisi listrik, pipa, pelabuhan
(udara dan air), dan fasilitas lainnya;
3) Reklamasi lahan bekas bangunan,
transmisi listrik, pipa, pelabuhan
(udara dan air), dan fasilitas lainnya;
4) pembongkaran peralatan, mesin,
tangki bahan bakar minyak, dan
pelumas;
5) penanganan sisa bahan bakar
minyak, pelumas, serta bahan kimia;
6) Reklamasi lahan bekas sarana
transportasi;
7) Reklamasi lahan bekas bangunan
dan fondasi beton; dan
- 320 -
Format Keterangan
8) pemulihan (remediasi) tanah yang
terkontaminasi bahan kimia, minyak,
serta bahan berbahaya dan beracun
dan limbah bahan berbahaya dan
beracun.
2.2. Pengembangan sosial, budaya,
dan ekonomi
2.2.1. Uraian ringkas mengenai
penanganan pengurangan
dan pemutusan hubungan
kerja, bimbingan, dan
bantuan untuk pengalihan
pekerjaan bagi karyawan;
2.2.2. Biaya Konstruksi dan
Infrastruktur
pengembangan usaha
alternatif untuk
masyarakat lokal yang
disesuaikan dengan
program sosial, budaya,
dan ekonomi.
2.3. Pemeliharaan Uraian rinci mengenai pemeliharaan
terhadap tapak bekas tambang, lahan
bekas fasilitas pengolahan dan/atau
pemurnian, dan lahan bekas fasilitas
penunjang.
BAB III PEMANTAUAN
3.1 Air permukaan dan air bawah Hasil pemantauan terhadap kualitas air
tanah sungai, air sumur di sekitar lokasi bekas
tambang, sumur pantau, air di kolam
bekas tambang, dan lain-lain serta
Uraian rinci evaluasi atas hasil
pemantauan tersebut.
3.2 Air permukaan dan air bawah Hasil pemantauan terhadap kualitas air
tanah sungai, air sumur di sekitar lokasi bekas
tambang, sumur pantau, air di kolam
bekas tambang, dan lain-lain serta
Uraian rinci evaluasi atas hasil
pemantauan tersebut.
- 321 -
Format Keterangan
3.3 Biologi akuatik dan teresterial Hasil pemantauan flora dan fauna
akuatik dan teresterial termasuk lokasi,
sifat, metode, dan frekuensi
pemantauan.
3.4 Sosial, budaya dan ekonomi Hasil pemantauan sosial, budaya, dan
ekonomi (demografi, mata pencaharian,
kesehatan, pendidikan, dan lain-lain).
BAB IV ORGANISASI DAN BIAYA
4.1 Organisasi Uraian rinci mengenai struktur
organisasi, penggunaan tenaga kerja,
dan kompetensinya.
4.2 Biaya Uraian rinci mengenai biaya yang
dikeluarkan pada periode pelaporan
dibandingkan dengan rencana.
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta kemajuan pascatambang
dengan skala minimal
1 : 25.000 (satu banding dua
puluh lima ribu rupiah) beserta
data spasial dalam bentuk shape
file (.shp).
2. Peta Lokasi Pemantauan dengan
skala minimal
1 : 10.000 (satu banding sepuluh
ribu rupiah).
3. Dokumen-dokumen yang terkait
(seperti hasil analisa
laboratorium).
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rekapitulasi biaya disusun dengan format Matrik 19.
pelaksanaan Pascatambang
Format Keterangan
1) pembongkaran sisa-sisa bangunan,
dan fasilitas lainnya; dan
2) Reklamasi lahan bekas bangunan
dan fasilitas lainnya;
2.2. Pemeliharaan Uraian rinci mengenai pemeliharaan
terhadap tapak bekas tambang, lahan
bekas fasilitas pengolahan, dan lahan
bekas fasilitas penunjang.
BAB III PEMANTAUAN
Air permukaan dan air tanah Hasil pemantauan terhadap kualitas
air sungai, air sumur di sekitar lokasi
bekas tambang.
BAB IV ORGANISASI DAN BIAYA
4.1 Organisasi Uraian rinci mengenai struktur
organisasi dan penggunaan tenaga
kerja.
4.2 Biaya Pascatambang Uraian rinci mengenai biaya
Pascatambang yang dikeluarkan pada
periode pelaporan dibandingkan
dengan rencana.
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Kemajuan Pascatambang
2. Peta Lokasi Pemantauan
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rekapitulasi biaya pelaksanaan
Pascatambang
- 327 -
Reali-
sasi/ Standar Keberhasilan Hasil
Kegiatan Obyek Ren-
No. Hasil Rencana Evalu-
Reklamasi Kegiatan cana
Peni- Pascatambang asi
laian
tambang pengamanan sesuai
dengan dengan rencana dalam
sistem dokumen rencana
tambang Pascatambang
bawah
tanah yang
berpotensi
bahaya
terhadap
manusia
(shaft, raise,
stope, adit,
decline,
tunned, dan
lain-lain)
2) Fasilitas a. Pembongka Fasilitas pengolahan
pengolahan ran fasilitas dan/atau pemurnian
dan/atau pengolahan sudah dibongkar
pemurnian dan/atau seluruhnya sesuai
pemurnian rencana dalam
dokumen rencana
Pascatambang
b. Reklamasi (ha) (ha) lahan bekas fasilitas
lahan bekas pengolahan telah
fasilitas direklamasi
pengolahan seluruhnya sesuai
dan/atau rencana dalam
pemurnian rencana
Pascatambang
c. Reklamasi (ha) (ha) lahan bekas kolam
lahan bekas tailing telah
kolam direklamasi
tailing dan seluruhnya dan
upaya dilakukan upaya
stabilisasi- stabilisasinya telah
nya berhasil
- 329 -
Reali-
sasi/ Standar Keberhasilan Hasil
Kegiatan Obyek Ren-
No. Hasil Rencana Evalu-
Reklamasi Kegiatan cana
Peni- Pascatambang asi
laian
d. Reklamasi (ha) (ha) lahan bekas timbunan
lahan bekas konsentrat telah
timbunan direklamasi
komoditas seluruhnya sesuai
tambang rencana dalam
rencana
Pascatambang
e. Pemulihan Program remediasi
(remediasi) telah dilaksanakan
tanah yang dan berhasil
terkontamin
asi bahan
kimia,
minyak,
serta bahan
berbahaya
dan
beracun
dan limbah
bahan
berbahaya
dan
beracun
3) Fasilitas a. Reklamasi Lahan bekas landfill
penunjang lahan bekas telah dilakukan
landfill reklamasi seluruhnya
sesuai dengan
rencana dalam
rencana
Pascatambang
b. Pembong- Fasilitas bangunan,
karan sisa transmisi listrik, pipa,
bangunan, pelabuhan dan
transmisi fasilitas lainnya sudah
listrik, pipa, dibongkar seluruhnya
- 330 -
Reali-
sasi/ Standar Keberhasilan Hasil
Kegiatan Obyek Ren-
No. Hasil Rencana Evalu-
Reklamasi Kegiatan cana
Peni- Pascatambang asi
laian
pelabuhan sesuai rencana dalam
(udara dan dokumen rencana
air), dan Pascatambang
fasilitas
lainnya
c. Reklamasi Lahan bekas
lahan bekas bangunan, transmisi
bangunan, listrik, pipa,
transmisi pelabuhan dan
listrik, pipa, fasilitas lainnya telah
pelabuhan direklamasi
(udara dan seluruhnya sesuai
air), dan rencana dalam
fasilitas rencana
lainnya Pascatambang
d. Pembongka Peralatan, mesin dan
ran tangki bahan bakar
peralatan, dan pelumas sudah
mesin, serta dibongkar seluruhnya
tangki sesuai rencana dalam
bahan dokumen rencana
bakar Pascatambang
minyak dan
pelumas
e. Penanganan (ha) (ha) Program penanganan
sisa bahan sisa bahan bakar
bakar minyak, pemulas dan
minyak, bahan kimia telah
pelumas, dilaksanakan sesuai
serta bahan rencana
kimia
f. Reklamasi (ha) (ha) lahan bekas sarana
lahan bekas transportasi telah
sarana direklamasi sesuai
transportasi rencana dalam
- 331 -
Reali-
sasi/ Standar Keberhasilan Hasil
Kegiatan Obyek Ren-
No. Hasil Rencana Evalu-
Reklamasi Kegiatan cana
Peni- Pascatambang asi
laian
rencana
Pascatambang
g. Reklamasi (ha) (ha) lahan bekas bangunan
lahan bekas dan pondasi beton
bangunan telah direklamasi
dan pondasi seluruhnya sesuai
beton rencana
Pascatambang
h. pemulihan Program remediasi
(remediasi) telah dilaksanakan
tanah yang dan berhasil
terkontamin
asi bahan
kimia,
minyak,
serta bahan
berbahaya
dan
beracun
dan limbah
bahan
berbahaya
dan
beracun
4) Pengemban 4 Dilaksanakan sesuai
gan sosial, dengan program yang
budaya, telah ditetapkan
dan dalam rencana
ekonomi Pascatambang
5) Pemelihara-
an
6) Pemantau- a. Kualitas air Kualitas air telah
an permukaan memenuhi kriteria
keberhasilan dalam
dokumen rencana
Pascatambang
- 332 -
Reali-
sasi/ Standar Keberhasilan Hasil
Kegiatan Obyek Ren-
No. Hasil Rencana Evalu-
Reklamasi Kegiatan cana
Peni- Pascatambang asi
laian
b. Kualitas air Kualitas air telah
laut memenuhi kriteria
keberhasilan dalam
dokumen rencana
Pascatambang
c. Kualitas air Kualitas air
tanah permukaan telah
memenuhi kriteria
keberhasilan dalam
dokumen rencana
Pascatambang
d. Kualitas Kualitas udara
udara permukaan telah
memenuhi kriteria
keberhasilan dalam
dokumen rencana
Pascatambang
e. Kebisingan Tingkat kebisingan
telah memenuhi
kriteria keberhasilan
dalam dokumen
rencana
Pascatambang
f. Kualitas Kualitas tanah telah
tanah memenuhi kriteria
keberhasilan dalam
dokumen rencana
Pascatambang
- 333 -
Reali-
sasi/ Standar Keberhasilan Hasil
Kegiatan Obyek Ren-
No. Hasil Rencana Eva-
Reklamasi Kegiatan cana
Peni- Pascatambang luasi
laian
1. Tapak a. reklamasi (ha) (ha) Lahan telah terealisasi
Bekas lahan direklamasi
Tambang bekas seluruhnya sesuai
tambang rencana dalam
rencana
Pascatambang
Reali-
sasi/ Standar Keberhasilan Hasil
Kegiatan Obyek Ren-
No. Hasil Rencana Eva-
Reklamasi Kegiatan cana
Peni- Pascatambang luasi
laian
f. Pengama- Seluruh lahan bekas
nan lahan tambang telah
bekas dilakukan
tambang pengamanan sesuai
yang dengan rencana dalam
berpotensi dokumen rencana
bahaya Pascatambang
terhadap
manusia
Reali-
sasi/ Standar Keberhasilan Hasil
Kegiatan Obyek Ren-
No. Hasil Rencana Eva-
Reklamasi Kegiatan cana
Peni- Pascatambang luasi
laian
lainnya rencana
Pascatambang
b. Reklamasi (ha) (ha) Fasilitas bangunan,
lahan bekas transmisi listrik, pipa,
bangunan pelabuhan dan
dan fasilitas fasilitas lainnya sudah
Matrik 24. Pedoman Penilaian Pascatambang IUP Operasi Produksi dan IUPK
Operasi Produksi pertambangan mineral bukan logam dan batuan dengan
umur tambang kurang dari atau sama dengan 5 (lima) tahun
a. Pembongkaran
b. Reklamasi
a. Pembongkaran
b. Reklamasi
3. Fasilitas penunjang:
a. Pembongkaran
b. Reklamasi
4. Pemeliharaan
5.
Pemantauan
- 338 -
Sesuai dengan surat tugas ... nomor ... tanggal ..., telah melakukan evaluasi
pelaksanaan Pascatambang tahun ... pada kegiatan pertambangan
mineral/batubara IUP atau IUPK ... di Kabupaten ..., Provinsi ...
Berdasarkan hasil evaluasi lapangan IUP atau IUPK ... telah melaksanakan
kewajiban Pascatambang tahun ... , namun masih perlu dilakukan ...
Demikian ...
tempat, tanggal
Tim Pemeriksa Pelaksanaan Pascatambang.
Nama Nama
NIP NIP
Nama Nama
NIP NIP
Nama Nama
Jabatan Jabatan
- 339 -
Format Keterangan
2.1.2. Fasilitas Penunjang Uraian rinci mengenai lokasi dan
luas lahan serta kegiatan (disertai
data teknis) yang meliputi :
1) Reklamasi lahan bekas landfill,
jika ada;
2) pembongkaran sisa-sisa
bangunan, transmisi listrik, pipa,
pelabuhan (udara dan air), dan
fasilitas lainnya;
3) Reklamasi lahan bekas bangunan,
transmisi listrik, pipa, pelabuhan
(udara dan air), dan fasilitas
lainnya;
4) pembongkaran peralatan, mesin,
tangki bahan bakar minyak, dan
pelumas;
5) penanganan sisa bahan bakar
minyak, pelumas, serta bahan
kimia; dan
6) pemulihan (remediasi) tanah yang
terkontaminasi bahan kimia,
minyak, serta bahan berbahaya
dan beracun dan limbah bahan
berbahaya dan beracun.
2.2. Pengembangan sosial, budaya, dan
ekonomi
2.2.1. Uraian ringkas mengenai
penanganan pengurangan
dan pemutusan hubungan
kerja, bimbingan, dan
bantuan untuk pengalihan
pekerjaan bagi karyawan;
2.2.2. Biaya Konstruksi dan
Infrastruktur pengembangan
usaha alternatif untuk
masyarakat lokal yang
- 341 -
Format Keterangan
disesuaikan dengan program
sosial, budaya, dan ekonomi.
2.3. Pemeliharaan Uraian rinci mengenai pemeliharaan
terhadap lahan bekas fasilitas
pengolahan dan/atau pemurnian,
serta lahan bekas fasilitas
penunjang.
BAB III PEMANTAUAN
3.1 Air permukaan dan air tanah Hasil pemantauan terhadap kualitas
air sungai, air tanah, air laut di
sekitar lokasi lokasi pengolahan
dan/atau pemurnian, sumur pantau,
dan lain-lain serta Uraian rinci
evaluasi atas hasil pemantauan
tersebut.
3.2 Biologi akuatik dan teresterial Hasil pemantauan flora dan fauna
akuatik dan teresterial termasuk
lokasi, sifat, metode, dan frekuensi
pemantauan.
3.3 Sosial, budaya dan ekonomi Hasil pemantauan sosial, budaya,
dan ekonomi (demografi, mata
pencaharian, kesehatan, pendidikan,
dan lain-lain).
BAB IVORGANISASI DAN BIAYA
PASCAOPERASI
4.1 Organisasi Uraian rinci mengenai struktur
organisasi, penggunaan tenaga kerja,
dan kompetensinya.
4.2 Biaya Pascaoperasi Uraian rinci mengenai biaya
Pascaoperasi yang dikeluarkan pada
periode pelaporan dibandingkan
dengan rencana.
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta kemajuan Pascaoperasi dengan
skala minimal
- 343 -
A. RUANG LINGKUP
1. Pedoman pelaksanaan konservasi mineral dan batubara pada
kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara bagi pemegang
IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi meliputi:
a. perencanaan recovery penambangan;
b. perencanaan recovery pengolahan; dan
c. pengelolaan batubara kualitas rendah, mineral kadar rendah,
dan mineral ikutan
2. Pedoman pelaksanaan konservasi mineral dan batubara pada
kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara bagi pemegang
IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi meliputi:
a. perencanaan dan pelaksanaan recovery penambangan;
b. perencanaan dan pelaksanaan recovery pengolahan;
c. pengelolaan batubara kualitas rendah, mineral kadar rendah,
mineral ikutan, sisa hasil pengolahan dan pemurnian, serta
cadangan marginal;
d. pemanfaatan batubara kualitas rendah, mineral kadar rendah
dan mineral ikutan; dan
e. pendataan cadangan mineral dan batubara yang tidak
tertambang serta sisa hasil pengolahan dan pemurnian.
3. Pedoman pelaksanaan konservasi mineral dan batubara pada
kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara bagi pemegang
IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau
pemurnian meliputi:
a. perencanaan dan pelaksanaan recovery pengolahan;
b. pengelolaan sisa hasil pengolahan dan pemurnian; dan
c. pendataan sisa hasil pengolahan dan pemurnian.
- 344 -
C. PENGERTIAN
Dalam pedoman pelaksanaan konservasi mineral dan batubara ini yang
dimaksud dengan:
1. Cadangan marginal adalah bagian dari cadangan mineral dan
batubara yang berada pada batas keekonomian pada saat
penyusunan studi kelayakan tetapi masih harus mempertimbangkan
perubahan faktor teknis dan ekonomi untuk dilakukan perencanaan
penambangan sehingga status cadangan dapat kembali menjadi
sumberdaya.
2. Cadangan tidak tertambang adalah cadangan mineral dan batubara
yang direncanakan untuk dilakukan penambangan pada saat
penyusunan studi kelayakan, tetapi pada saat dilakukan kegiatan
penambangan terjadi perubahan teknis dan ekonomi, sehingga tidak
dapat ditambang sehingga status cadangan kembali menjadi
sumberdaya.
3. Cut off grade adalah kadar rata-rata terendah suatu logam di dalam
bijih yang apabila ditambang masih bernilai ekonomis.
4. Cut off thickness adalah batas ketebalan minimum dari endapan
lapisan batubara yang apabila ditambang masih bernilai ekonomis.
5. Dilusi adalah masuknya material pengotor ke dalam bijih atau
batubara pada kegiatan pertambangan.
6. Konservasi mineral dan batubara adalah upaya dalam rangka
optimalisasi pengelolaan, pemanfaatan dan pendataan sumberdaya
mineral dan batubara secara terukur, efisien, bertanggung jawab dan
berkelanjutan.
7. Mineral ikutan adalah mineral lain yang menurut genesanya terjadi
secara bersama-sama dengan mineral utama.
8. Mineral kadar rendah adalah mineral yang memiliki kadar tertentu
yang masih memiliki peluang untuk diusahakan secara ekonomis.
9. Batubara kualitas rendah adalah batubara dengan kualitas tertentu
yang masih memiliki peluang untuk diusahakan secara ekonomis.
10. Pengolahan adalah upaya untuk meningkatkan mutu mineral atau
batubara yang menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia
yang tidak berubah dari mineral atau batubara asal.
- 347 -
A. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dalam pedoman ini terdiri atas:
1. Kaidah teknik usaha jasa pertambangan dan kewajiban usaha jasa
pertambangan; dan
2. Pedoman evaluasi kaidah teknik usaha jasa pertambangan.
B. ACUAN
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4959);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3853);
- 364 -
Keterangan:
*)Format Penjelasan Penggunaan Perusahaan Jasa Penanaman Modal Asing (PMA)
FORMAT PENJELASAN
PENGGUNAAN PERUSAHAAN JASA PENANAMAN MODAL ASING (PMA)
PT …
(Pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi Produksi khusus
untuk pengolahan dan/atau pemurnian Mineral dan Batubara)
Perizinan
No Perusahaan Jasa Alasan Penggunaan
IUJP Non Inti
1
2
…
Catatan:
Disampaikan berkala bersama-sama dengan laporan berkala
-2-
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL TENTANG PELAKSANAAN KAIDAH
PERTAMBANGAN YANG BAIK DAN PENGAWASAN
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat
IUP, Izin Usaha Pertambangan Khusus yang selanjutnya
disingkat IUPK, Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang
selanjutnya disebut WIUP, Wilayah Izin Usaha
Pertambangan Khusus yang selanjutnya disebut WIUPK,
Izin Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat
IPR, Mineral, Batubara, Penyelidikan Umum, Eksplorasi,
Studi Kelayakan, Konstruksi, Pengangkutan, dan
Penjualan adalah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara.
2. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk
melakukan tahapan kegiatan Penyelidikan Umum,
Eksplorasi, dan Studi Kelayakan.
3. IUP Khusus Eksplorasi yang selanjutnya disebut IUPK
Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk
melakukan tahapan kegiatan Penyelidikan Umum,
Eksplorasi, dan Studi Kelayakan di WIUPK.
4. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan
setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk
melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.
5. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan
setelah selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk
melakukan tahapan kegiatan operasi produksi di WIUPK.
-4-
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
a. pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik;
b. pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan
Usaha Pertambangan; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan Usaha
Pertambangan.
Pasal 3
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi dalam setiap
tahapan kegiatan Usaha Pertambangan wajib
melaksanakan kaidah pertambangan yang baik.
(2) Kaidah pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. kaidah teknik pertambangan yang baik; dan
b. tata kelola pengusahaan pertambangan.
-7-
Pasal 4
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian dalam kegiatan
Pengolahan dan/atau Pemurnian wajib melaksanakan
kaidah pertambangan yang baik.
(2) Kaidah pertambangan yang baik untuk kegiatan
Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. kaidah teknik Pengolahan dan/atau Pemurnian; dan
-8-
Pasal 5
(1) Pemegang IUJP wajib melaksanakan kaidah
pertambangan yang baik sesuai dengan bidang
usahanya.
(2) Kaidah pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. kaidah teknik usaha jasa pertambangan yang baik;
dan
b. tata kelola pengusahaan jasa pertambangan.
(3) Kaidah teknik usaha jasa pertambangan yang baik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. upaya pengelolaan lingkungan hidup, keselamatan
pertambangan, konservasi Mineral dan Batubara,
dan teknis pertambangan sesuai dengan bidang
usahanya; dan
b. kewajiban untuk mengangkat penanggung jawab
operasional sebagai pemimpin tertinggi di lapangan.
-9-
Pasal 6
Pemegang IPR wajib menerapkan kaidah teknik pertambangan
yang baik dan tata kelola pengusahaan pertambangan sesuai
dengan kegiatannya.
BAB II
PELAKSANAAN KAIDAH TEKNIK
PERTAMBANGAN YANG BAIK
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Dalam pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang
baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf
a, pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP
Operasi Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib:
a. mengangkat KTT sebagai pemimpin tertinggi di
lapangan untuk mendapatkan pengesahan dari
KaIT; dan
b. memiliki tenaga teknis pertambangan yang
berkompeten sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 10 -
Pasal 8
(1) Dalam pelaksanaan kaidah teknik Pengolahan dan/atau
Pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf a, pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian wajib:
a. mengangkat PTL sebagai pemimpin tertinggi di
lapangan untuk mendapatkan pengesahan dari
KaIT; dan
b. memiliki tenaga teknis pertambangan yang
berkompeten sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) PTL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus
memiliki kompetensi aspek teknis Pengolahan dan/atau
Pemurnian.
Pasal 9
(1) Dalam pelaksanaan kaidah teknik usaha jasa
pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf a, pemegang IUJP wajib:
a. mengangkat penanggung jawab operasional di
lapangan untuk mendapatkan pengesahan dari KTT;
dan
- 11 -
Pasal 10
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi sebelum memulai
kegiatan usahanya wajib menunjuk KTT.
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian sebelum memulai
kegiatan usahanya wajib menunjuk PTL.
(3) KTT dan PTL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) wajib mendapat pengesahan dari KaIT.
Pasal 11
Menteri menetapkan pedoman permohonan, evaluasi, dan
pengesahan serta standar kompetensi KTT, KTBT, PTL, dan
penanggung jawab operasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 sampai dengan Pasal 10.
Bagian Kedua
Teknis Pertambangan
Pasal 12
(1) Dalam pelaksanaan aspek teknis pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a,
pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib:
a. menggunakan metode Eksplorasi, Penambangan,
Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan
Pengangkutan sesuai dengan persetujuan RKAB
Tahunan;
b. menggunakan tenaga teknis pertambangan yang
berkompeten;
- 12 -
Pasal 13
Menteri menetapkan pedoman pelaksanaan pengelolaan
teknis pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
- 13 -
Bagian Ketiga
Pengelolaan Keselamatan Pertambangan dan Keselamatan
Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral dan Batubara
Paragraf 1
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Keselamatan Operasi
Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 14
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib
melaksanakan ketentuan keselamatan pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c
dan huruf d.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi dalam
melaksanakan ketentuan keselamatan pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. menyediakan segala peralatan, perlengkapan, alat
pelindung diri, fasilitas, personil, dan biaya yang
diperlukan untuk terlaksananya ketentuan
keselamatan pertambangan; dan
b. membentuk dan menetapkan organisasi bagian
keselamatan pertambangan berdasarkan
pertimbangan jumlah pekerja, sifat, atau luas area
kerja.
(3) Ketentuan keselamatan pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
dan
b. keselamatan operasi pertambangan.
(4) Keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling
sedikit terdiri atas:
a. keselamatan kerja pertambangan yang meliputi:
1. manajemen risiko;
- 14 -
Pasal 15
Menteri menetapkan pedoman pelaksanaan keselamatan
pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
Paragraf 2
Pengelolaan Keselamatan Pengolahan dan/atau
Pemurnian Mineral dan Batubara
Pasal 16
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian mineral dan batubara
wajib melaksanakan ketentuan keselamatan Pengolahan
dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf b.
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian mineral dan batubara
dalam melaksanakan ketentuan keselamatan Pengolahan
dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib:
- 16 -
Pasal 17
Menteri menetapkan pedoman pelaksanaan keselamatan
Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16.
Paragraf 3
Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan
Pasal 18
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian
wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan
pertambangan.
(2) Sistem manajemen keselamatan pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi elemen:
a. kebijakan;
b. perencanaan;
c. organisasi dan personel;
d. implementasi;
e. pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut;
f. dokumentasi; dan
g. tinjauan manajemen dan peningkatan kinerja.
(3) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian
wajib melakukan audit internal penerapan sistem
manajemen keselamatan pertambangan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(4) Dalam hal terjadi kecelakaan, kejadian berbahaya,
kejadian akibat penyakit tenaga kerja, penyakit akibat
kerja, bencana, dan/atau untuk kepentingan penilaian
kinerja keselamatan pertambangan, KaIT dapat meminta
kepada Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP
Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau
pemurnian untuk melakukan audit eksternal penerapan
sistem manajemen keselamatan pertambangan.
- 19 -
Pasal 19
Menteri menetapkan pedoman pelaksanaan sistem
manajemen keselamatan pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18.
Bagian Keempat
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pertambangan, Reklamasi,
dan Pascatambang, serta Pascaoperasi
Paragraf 1
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pertambangan
Pasal 20
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan
pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf e.
(2) Pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup pertambangan sesuai dengan
Dokumen Lingkungan Hidup; dan
b. penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup
apabila terjadi pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.
Pasal 21
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian wajib melakukan
pengelolaan lingkungan hidup dan pascaoperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c.
- 20 -
Paragraf 2
Reklamasi dan Pascatambang serta Pascaoperasi
Pasal 22
(1) Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib:
a. menyampaikan rencana Reklamasi tahap Eksplorasi
sesuai Dokumen Lingkungan Hidup;
b. menempatkan jaminan Reklamasi tahap Eksplorasi
sesuai dengan penetapan Menteri atau gubernur
sesuai dengan kewenangannya;
c. melaksanakan Reklamasi tahap Eksplorasi;
d. melaporkan pelaksanaan Reklamasi tahap
Eksplorasi;
e. menyampaikan rencana Reklamasi tahap operasi
produksi pada saat mengajukan permohonan
peningkatan IUP Operasi Produksi atau IUPK
Operasi Produksi; dan
f. menyampaikan rencana Pascatambang pada saat
mengajukan permohonan peningkatan IUP Operasi
Produksi atau IUPK Operasi Produksi.
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi wajib:
a. menempatkan jaminan Reklamasi tahap operasi
produksi dan jaminan Pascatambang sesuai dengan
penetapan Menteri atau gubernur sesuai dengan
kewenangannya;
b. menyampaikan rencana Reklamasi tahap operasi
produksi secara periodik;
- 21 -
Pasal 23
Menteri menetapkan pedoman pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup pertambangan, Reklamasi dan
Pascatambang, serta pascaoperasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22.
Bagian Kelima
Konservasi Mineral dan Batubara
Pasal 24
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan
upaya konservasi Mineral dan Batubara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b.
(2) Upaya konservasi Mineral dan Batubara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. perencanaan dan pelaksanaan recovery
Penambangan;
b. perencanaan dan pelaksanaan recovery pengolahan;
c. pengelolaan Batubara kualitas rendah dan Mineral
kadar rendah, Mineral ikutan, sisa hasil Pengolahan
dan/atau Pemurnian, dan cadangan marginal;
- 22 -
Pasal 25
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian wajib melakukan upaya
konservasi Mineral dan Batubara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d.
(2) Upaya konservasi Mineral dan Batubara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. perencanaan dan pelaksanaan recovery pengolahan;
b. pengelolaan sisa hasil Pengolahan dan/atau
Pemurnian; dan
c. pendataan sisa hasil Pengolahan dan/atau
Pemurnian.
(3) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian wajib melakukan
upaya konservasi Mineral dan Batubara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berdasarkan RKAB Tahunan.
Pasal 26
Menteri menetapkan pedoman pelaksanaan konservasi
Mineral dan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
dan Pasal 25.
- 23 -
Bagian Keenam
Pemanfaatan Teknologi, Kemampuan Rekayasa,
Rancang Bangun, Pengembangan,
dan Penerapan Teknologi Pertambangan
Pasal 27
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib
melaksanakan pemanfaatan teknologi, kemampuan
rekayasa, rancang bangun, pengembangan, dan
penerapan teknologi pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf f.
(2) Menteri menetapkan pedoman pelaksanaan pemanfaatan
teknologi, kemampuan rekayasa, rancang bangun,
pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan
sebagai bagian dari pedoman pengelolaan teknis
pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
Bagian Ketujuh
Standar Kompetensi Kerja Khusus, Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia, serta Standar Nasional Indonesia
Pasal 28
Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi Produksi
khusus untuk pengolahan dan/pemurnian wajib menerapkan
standar kompetensi kerja khusus, standar kompetensi kerja
nasional Indonesia, serta standar nasional Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 24 -
BAB III
PELAKSANAAN TATA KELOLA PENGUSAHAAN
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 29
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib menerapkan
tata kelola pengusahaan pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b berdasarkan
prinsip:
a. keterbukaan;
b. akuntabilitas;
c. bertanggung jawab;
d. mandiri; dan
e. kewajaran.
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian wajib menerapkan tata
kelola pengusahaan Pengolahan dan/atau Pemurnian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b
berdasarkan prinsip:
a. keterbukaan;
b. akuntabilitas;
c. bertanggungjawab;
d. mandiri; dan
e. kewajaran.
(3) Tujuan pelaksanaan tata kelola pengusahaan
pertambangan dan tata kelola pengusahaan Pengolahan
dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) untuk mendorong pengelolaan Usaha
Pertambangan yang profesional, efisien, dan efektif serta
untuk meningkatkan kontribusi dalam perekonomian.
- 25 -
Bagian Kedua
Pemasaran
Pasal 30
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi wajib melaksanakan ketentuan pemasaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a
yang paling sedikit terdiri atas:
a. pelaksanaan kegiatan penjualan Mineral atau
Batubara yang sesuai dengan kualitas dan
kuantitas yang telah disetujui di dalam RKAB
Tahunan;
b. pengutamaan pemenuhan kebutuhan Mineral atau
Batubara untuk kepentingan dalam negeri;
c. harga penjualan Mineral dan Batubara berpedoman
pada harga patokan Mineral, harga patokan
Batubara, atau harga jual yang ditetapkan oleh
Menteri;
d. penetapan harga pada kontrak penjualan yang
berpedoman pada harga patokan Mineral atau harga
patokan Batubara;
e. biaya Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral
mengacu pada besaran biaya yang berlaku umum di
pasar internasional; dan/atau
f. rencana dan realisasi pencampuran Mineral atau
Batubara sesuai dengan persetujuan pada RKAB
Tahunan.
(2) Kualitas dan kuantitas Mineral atau Batubara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang akan
dijual di dalam negeri wajib dilakukan verifikasi oleh
surveyor pelaksana yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
- 26 -
Pasal 31
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian wajib melaksanakan
ketentuan pemasaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (4) huruf a yang paling sedikit terdiri atas:
a. realisasi produksi dan realisasi penjualan termasuk
kualitas dan kuantitas serta harga Mineral atau
Batubara;
b. biaya penjualan yang dikeluarkan sesuai dengan
standar yang ditetapkan; dan
c. biaya Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral atau
Batubara sesuai dengan kewajaran dan kelaziman.
(2) Kualitas dan kuantitas Mineral atau Batubara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang akan
dijual di dalam negeri wajib dilakukan verifikasi oleh
surveyor pelaksana yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
Bagian Ketiga
Keuangan
Pasal 32
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib
melaksanakan ketentuan aspek keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b sesuai dengan
persetujuan RKAB Tahunan yang paling sedikit terdiri
atas:
a. perencanaan dan realisasi anggaran;
b. perencanaan dan realisasi investasi dan sumber
pembiayaan;
c. pembayaran penerimaan negara bukan pajak yang
terdiri atas:
1. jasa penyediaan sistem informasi data Mineral
dan Batubara;
2. iuran tetap;
3. iuran produksi/royalti;
4. dana hasil penjualan Batubara;
- 27 -
Pasal 33
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian wajib melaksanakan
ketentuan aspek keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (4) huruf b sesuai dengan persetujuan RKAB
Tahunan yang paling sedikit terdiri atas:
a. perencanaan dan realisasi anggaran;
b. perencanaan dan realisasi investasi dan sumber
pembiayaan; dan
c. pembayaran iuran produksi/royalti sepanjang belum
dibayar royaltinya untuk komoditas Mineral logam.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan aspek keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau
pemurnian wajib:
a. menyusun laporan keuangan sesuai dengan
pernyataan standar akuntansi keuangan;
b. menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman dalam
transaksi keuangan;
c. menerapkan manajemen risiko dan sistem
pengendalian internal; dan
d. menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit
oleh akuntan publik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pengelolaan Data
Pasal 34
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib mengelola
data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf
c dengan menggunakan sistem pengelolaan data yang
paling sedikit meliputi:
a. metode perolehan;
b. pengadminstrasian;
c. pengolahan;
d. penataan;
- 29 -
e. penyimpanan;
f. pemeliharaan; dan
g. pemusnahan.
(2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. data hasil eksplorasi;
b. data penambangan;
c. data Pengolahan dan/atau Pemurnian; dan/atau
d. data pemasaran.
(3) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib menyerahkan
data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya
secara periodik dan pada akhir kegiatan.
Pasal 35
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian wajib mengelola data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf c
dengan menggunakan sistem pengelolaan data yang
paling sedikit meliputi:
a. metode perolehan;
b. pengadminstrasian;
c. pengolahan;
d. penataan;
e. penyimpanan;
f. pemeliharaan; dan
g. pemusnahan.
(2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
meliputi:
a. data Pengolahan dan/atau Pemurnian; dan
b. data pemasaran.
(3) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus pengolahan
dan/atau pemurnian wajib menyerahkan data
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri
atau gubernur sesuai dengan kewenangannya secara
periodik dan pada akhir kegiatan.
- 30 -
Bagian Kelima
Pengutamaan Pemanfaatan Barang, Jasa,
dan Teknologi Dalam Negeri
Pasal 36
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian
wajib memanfaatkan barang, jasa, dan teknologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf d
dan Pasal 4 ayat (4) huruf d sesuai dengan RKAB
Tahunan yang telah disetujui.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian
dalam pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggunakan
produk dalam negeri.
(3) Dalam hal barang, jasa, dan teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak tersedia di dalam negeri
dengan pertimbangan:
a. harga yang tidak kompetitif;
b. kualitas/mutu yang tidak memenuhi standar; dan
c. tidak tercukupinya jumlah dan kontinuitas pasokan,
pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian
dapat menggunakan barang, jasa, dan teknologi dari luar
negeri.
(4) Dalam pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemegang IUP
Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, IUPK
Operasi Produksi, dan IUP Operasi Produksi khusus
untuk pengolahan dan/atau pemurnian wajib memenuhi
tingkat kandungan dalam negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Menteri menetapkan daftar barang, jasa, dan teknologi
yang diproduksi di dalam negeri.
- 31 -
Bagian Keenam
Pengembangan Tenaga Kerja Teknis Pertambangan
Pasal 37
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi,
dan IUP Operasi Produksi khusus pengolahan dan/atau
pemurnian wajib melakukan pengembangan tenaga kerja
teknis Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (4) huruf e dan Pasal 4 ayat (4) huruf e
sesuai dengan RKAB Tahunan yang telah disetujui.
(2) Dalam melakukan pengembangan tenaga kerja teknis
Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi,
dan IUP Operasi Produksi khusus pengolahan dan/atau
pemurnian wajib:
a. menyusun program pengembangan kompetensi
tenaga kerja teknis;
b. melaksanakan program pengembangan tenaga kerja
teknis setempat dan nasional;
c. melaksanakan alih teknologi, keahlian, dan
keterampilan; dan
d. melaksanakan alih tenaga kerja asing kepada tenaga
kerja lokal atau nasional.
Bagian Ketujuh
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Setempat
serta Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Pasal 38
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi wajib melaksanakan pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf f sesuai dengan
RKAB Tahunan yang telah disetujui yang paling sedikit
terdiri atas:
a. pemetaan sosial masyarakat sekitar lokasi
pertambangan;
- 32 -
Bagian Kedelapan
Kegiatan Lain di Bidang Usaha Pertambangan
Menyangkut Kepentingan Umum
Pasal 39
Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi
wajib melaksanakan kegiatan lain di bidang Usaha
Pertambangan yang menyangkut kepentingan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf g yang
paling sedikit terdiri atas:
a. penyelenggaraan fasilitas umum yang dibangun
pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi
Produksi; dan
- 33 -
Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Kegiatan sesuai dengan
IUP atau IUPK
Pasal 40
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib
melaksanakan kegiatan pertambangan sesuai dengan IUP
atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4)
huruf h, yang terdiri atas:
a. luas wilayah;
b. lokasi penambangan;
c. lokasi Pengolahan dan/atau Pemurnian;
d. jangka waktu tahap kegiatan;
e. penyelesaian masalah pertanahan atau lahan;
f. penyelesaian perselisihan; dan/atau
g. penguasaan, pengembangan, dan penerapan
teknologi pertambangan Mineral atau Batubara.
(2) Dalam melaksanakan kegiatan pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mempertimbangkan:
a. kesesuaian luas wilayah, lokasi, dan jangka waktu
IUP atau IUPK;
b. upaya penyelesaian hak atas tanah dan/atau lahan
di dalam WIUP atau WIUPK; dan/atau
c. upaya penyelesaian perselisihan dengan
mengutamakan musyawarah mufakat.
- 34 -
Bagian Kesepuluh
Jumlah, Jenis, dan Mutu Hasil Usaha Pertambangan
Pasal 41
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi wajib melaksanakan ketentuan terkait jumlah,
jenis, dan mutu hasil Usaha Pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf i, sesuai dengan
RKAB Tahunan yang telah disetujui yang paling sedikit
terdiri atas:
a. jenis komoditas tambang;
b. jumlah dan mutu produksi untuk setiap lokasi
Penambangan;
c. jumlah dan mutu pencucian dan/atau Pengolahan
dan/atau Pemurnian; dan/atau
d. tempat penimbunan sementara (run of mine), tempat
penimbunan (stockpile), dan titik serah penjualan
(sale point).
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib
melakukan pencatatan atas realisasi kegiatan
Penambangan.
Pasal 42
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian wajib melaksanakan
ketentuan terkait jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha
Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (4) huruf g, sesuai dengan RKAB
Tahunan yang telah disetujui yang paling sedikit terdiri
atas:
a. sumber bahan baku pengolahan dan/atau
pemurnian;
b. jumlah dan mutu produksi hasil Pengolahan
dan/atau Pemurnian; dan/atau
c. tempat penimbunan (stockpile) dan titik serah
penjualan (sale point).
- 35 -
BAB IV
PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN
USAHA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 43
(1) Penyelenggaraan pengelolaan Usaha Pertambangan
dilakukan oleh Menteri atau gubernur sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan Usaha
Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
gubernur wajib:
a. melaporkan penyelenggaraan dan pelaksanaan
kegiatan Usaha Pertambangan yang menjadi
kewenangannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6
(enam) bulan kepada Menteri;
b. melaksanakan pengelolaan data Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara; dan
c. menyusun dan menetapkan cetak biru (blueprint)
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
berdasarkan pertimbangan dari Direktur Jenderal.
(3) Menteri menetapkan pedoman pelaporan
penyelenggaraan kegiatan Usaha Pertambangan dan
pedoman penyusunan cetak biru (blueprint)
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf
c.
- 36 -
Bagian Kedua
Ruang Lingkup Pengawasan
Pasal 44
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pengelolaan Usaha Pertambangan yang
dilaksanakan oleh gubernur.
(2) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan
Usaha Pertambangan yang dilaksanakan oleh gubernur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pengawasan terhadap:
a. penetapan dan pemberian WIUP Mineral bukan
logam dan WIUP batuan;
b. pemberian WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara;
c. penerbitan IPR;
d. penerbitan IUP;
e. penerbitan IUP Operasi Produksi khusus pengolahan
dan/atau pemurnian;
f. penerbitan IUP Operasi Produksi khusus
pengangkutan dan penjualan;
g. penerbitan IUJP;
h. pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kegiatan
yang dilakukan oleh pemegang IPR, IUP, IUP Operasi
Produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian,
IUP Operasi Produksi khusus pengangkutan dan
penjualan, dan IUJP berkaitan dengan penerapan
tata kelola pengusahaan pertambangan;
i. pengelolaan data Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara; dan
j. penyusunan cetak biru (blueprint) pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat.
(3) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal
atas nama Menteri.
- 37 -
BAB V
PENGAWASAN TERHADAP KEGIATAN
USAHA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Pengawasan terhadap Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan yang Baik
Pasal 45
(1) Menteri dan gubernur sesuai dengan kewenangannya
melakukan pengawasan pelaksanaan kaidah teknik
pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf a, pelaksanaan kaidah teknik
Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, dan pelaksanaan kaidah
teknik usaha jasa pertambangan yang baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Inspektur Tambang melalui:
a. evaluasi terhadap laporan berkala dan laporan
khusus;
b. pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan; dan
c. penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program
dan kegiatan.
(3) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Inspektur Tambang melakukan kegiatan
inspeksi, penyelidikan, dan pengujian.
(4) Inspektur Tambang menyusun dan menyampaikan
laporan hasil inspeksi, penyelidikan, dan pengujian
sebagaimana dimaksud ayat (3) kepada KaIT.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memuat
perintah, larangan, dan petunjuk yang harus segera
ditindaklanjuti oleh pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi
Produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian dan
IUJP.
- 38 -
Pasal 46
Dalam melakukan inspeksi, penyelidikan, dan pengujian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3), Inspektur
Tambang berwenang:
a. memasuki tempat kegiatan Usaha Pertambangan setiap
saat;
b. menghentikan sementara, sebagian, atau seluruh
kegiatan pertambangan Mineral dan Batubara apabila
kegiatan pertambangan dinilai dapat membahayakan
keselamatan pekerja/buruh tambang, keselamatan
umum, atau menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan; dan
c. mengusulkan penghentian sementara sebagaimana
dimaksud dalam huruf b menjadi penghentian secara
tetap kegiatan pertambangan Mineral dan Batubara
kepada KaIT.
Pasal 47
Menteri menetapkan pedoman bagi Inspektur Tambang untuk
melakukan pengawasan kaidah teknik pertambangan yang
baik, kaidah teknik Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan
kaidah teknik usaha jasa pertambangan yang baik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.
- 39 -
Bagian Kedua
Pengawasan terhadap Pelaksanaan
Tata Kelola Pengusahaan Pertambangan
Pasal 48
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tata kelola
pengusahaan pertambangan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 3 ayat (2) huruf b, pelaksanaan tata kelola
pengusahaan Pengolahan dan/atau Pemurnian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b,
dan pelaksanaan tata kelola pengusahaan jasa
pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf b dilakukan oleh Menteri atau gubernur
sesuai kewenangannya.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pejabat yang Ditunjuk oleh Menteri
atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. evaluasi terhadap laporan berkala dan laporan
akhir;
b. pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan; dan
c. penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program
dan kegiatan.
(4) Pejabat yang Ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menyusun dan menyampaikan laporan hasil
pengawasan kepada Direktur Jenderal atau gubernur.
(5) Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) memuat perintah, larangan, dan petunjuk yang
harus segera ditindaklanjuti oleh pemegang IUP, IUPK,
IUP Operasi Produksi khusus pengolahan dan/atau
pemurnian dan IUJP.
- 40 -
Pasal 49
Menteri menetapkan tata cara pengangkatan pelaksanaan
tugas, serta pedoman bagi Pejabat yang Ditunjuk untuk
melakukan pengawasan tata kelola pengusahaan
pertambangan, tata kelola pengusahaan Pengolahan dan/atau
Pemurnian, dan tata kelola pengusahaan jasa pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.
BAB VI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 50
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi, yang tidak
mematuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 7 ayat (1), Pasal 10 ayat
(1), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 14 ayat (1), ayat
(2), dan ayat (6), Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 20
ayat (1), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 27 ayat (1),
Pasal 28, Pasal 29 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 34 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 36 ayat (1), ayat (2),
dan ayat (4), dan Pasal 40 ayat (1), dikenakan sanksi
administratif.
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi
Produksi yang tidak mematuhi atau melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2), dikenakan sanksi administratif.
- 41 -
Pasal 51
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
ayat (8) huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan
jangka waktu peringatan masing-masing paling lama 30 (tiga
puluh) hari kalender.
Pasal 52
(1) Dalam hal pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi,
IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau
pemurnian, IUJP, atau IPR yang mendapat sanksi
peringatan tertulis setelah berakhirnya jangka waktu
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 belum melaksanakan kewajibannya, dikenakan
sanksi administratif berupa penghentian sementara
sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (8) huruf b.
(2) Sanksi administratif berupa penghentian sementara
sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenakan dalam jangka waktu
paling lama 60 (enam puluh) hari kalender.
Pasal 53
Sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (8) huruf c dikenakan kepada
pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, IUPK Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi
khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, IUJP, atau
IPR yang tidak melaksanakan kewajiban sampai dengan
berakhirnya jangka waktu pengenaan sanksi berupa
penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
- 43 -
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 54
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pengelolaan pengusahaan
pertambangan mineral dan batubara, Direktur Jenderal
menerbitkan daftar IUP hasil penataan IUP dan IUPK
yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. WIUP atau WIUPK-nya tidak tumpang tindih sama
komoditas;
b. telah memenuhi kewajiban pembayaran penerimaan
negara bukan pajak; dan
c. telah memenuhi kewajiban teknis dan lingkungan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam hal pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sedang dalam proses penyelesaian sengketa
di pengadilan atau lembaga terkait yang berwenang,
Direktur Jenderal memasukkan IUP atau IUPK dalam
daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
adanya putusan pengadilan atau lembaga terkait yang
berwenang menyatakan IUP atau IUPK dimaksud telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Penerbitan daftar IUP dan IUPK oleh Direktur Jenderal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai
dasar pemberian pelayanan perizinan dalam kegiatan
usaha pertambangan mineral dan batubara.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 55
Rencana Reklamasi dan/atau rencana Pascatambang yang
telah disetujui oleh Menteri atau gubernur sesuai dengan
kewenangannya sebelum diundangkannya Peraturan Menteri
ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan jangka waktunya
berakhir.
- 44 -
Pasal 56
Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan
dan/atau pemurnian wajib menyampaikan rencana
pascaoperasi kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan
kewenangannya paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak
Peraturan Menteri ini diundangkan.
Pasal 57
(1) Dalam hal belum terdapat cetak biru (blueprint) yang
disusun oleh gubernur pada saat Peraturan Menteri ini
diundangkan, pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK
Eksplorasi tetap wajib menyusun rencana induk
pengembangan pemberdayaan masyarakat bersamaan
dengan penyusunan studi kelayakan.
(2) Dalam hal belum terdapat cetak biru (blueprint) yang
disusun oleh gubernur pada saat Peraturan Menteri ini
diundangkan, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK
Operasi Produksi tetap wajib menyusun rencana induk
pengembangan pemberdayaan masyarakat paling lambat
1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini
diundangkan.
Pasal 58
Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang
telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal atas nama
Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya
sebelum diundangkannya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku
dan dilaksanakan sesuai dengan persetujuan RKAB Tahunan.
Pasal 59
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pemegang
Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara wajib melaksanakan ketentuan
mengenai kaidah pertambangan yang baik sesuai dengan
Peraturan Menteri ini.
- 45 -
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 60
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 02 Tahun 2013 tentang Pengawasan terhadap
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan yang
Dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 78);
b. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi
dan Pascatambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 274);
c. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 38 Tahun 2014 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan Pertambangan Mineral dan
Batubara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 2014);
d. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pertambangan Umum;
e. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
1211.K/008/M.PE/1995 tentang Pencegahan dan
Penganggulangan Perusakan dan Pencemaran
Lingkungan pada Usaha Pertambangan Umum; dan
f. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 1457 K/28/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Lingkungan di Bidang Pertambangan dan
Energi,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.