Anda di halaman 1dari 19

KAJIAN BANJIR JAKARTA DITINJAU DARI ILMU GEOLOGI

A.D. Wirakusumah dan D. Murdohardono


STEM Akamigas, Jl. Gajah Mada No. 38 Cepu Kab. Blora
E-mail: ade.wirakusumah@gmail.com

ABSTRAK

Secara morfologi Kawasan Jakarta berpotensi banjir karena merupakan dataran rendah luas diantara
kawasan tinggian di sebelah baratnya (Tangerang), sebelah timurnya yaitu pegunungan kuarter
(Bekasi), dan tinggian selatan (Bogor). Tiga dari 13 total DAS yang mengalir se-Jakarta, yaitu Sungai
Pesanggrahan, Ciliwung, Sunter dipilih sebagai lokasi yang diperhatikan dalam kajian Banjir ini.
Perubahan fungsi tutupan lahan terjadi di Kawasan Jabodetabek-Punjur berdasarkan interpretasi data
citra tahun 2003 dengan 2013 yang selanjutnya diolah melalui Program Map Info 95, terlihat cukup
mencolok menyebabkan air yang meresap ke tanah jauh berkurang terhadap air yang mengalir di
permukaan (“run off”). Penghitungan Volume “run off” diperoleh sebagai fungsi dari luas jenis tutupan
lahan, jenis batuan secara geologi teknik, koefisien “run off”, dan nilai curah hujan di masing-masing
lokasi tersebut. Di antara 5 jenis tutupan lahan se-Jabodetabek-Punjur, Perubahan jenis tutupan lahan
paling mencolok adalah akibat berkembang pesatnya pemukiman sehingga dari tahun 2003 sampai
2013 volume “run off” atau volume air banjir meningkat sekitar 100 juta m3. Penanganan longsor di
hulu dan titik-titik amblasan di kawasan kota Jakarta harus diperhatikan untuk tujuan mitigasi bencana
banjir di Jakarta.

Banjir, tutupan lahan, curah hujan, mitigasi

ABSTRACT

Jakarta area morphologically has a high potential for flooding as it is a lowland situated among the
west high border (Tangerang), Quaternary Volcanic softly mountain as the east border (Bekasi), and
Bogor highland as the south border. Three of 13 total River-Flow Areas over Jakarta namely Rivers
of Pesanggrahan, Ciliwung, and Sunter were chosen as the study area. Significant changes of land
cover function which were analyzed by mean citra landsat data of 2003 and 2013 processed by Map
Info 95 software was found causing less of water infiltration volume rather than that of run off
water. The run off water volume was calculated as the functions of land cover kinds, run off
coefisien, and rain fall values at each area respectively. The most significant change of land cover
function during the above 10 years among 5 kinds of it was the change of setlement areas function
causing the volume of run off or the flooding grew up to about 100 million m³. Anticipation of
landslide-overcoming at upstream areas and subsidence at Jakarta city areas have to be paid
attention for mitigation purposes so that the flooding risk at Jakarta area can be decreased in the
next future.
Keywords: Flood, land cover, rain fall, mitigation

1. PENDAHULUAN kantoran, pendidikan dan lain-lain di bebe-rapa lokasi.


Penyebab yang terkait geologi Dalam tiga dekade terakhir ini telah umumnya melibatkan
komponen-komponen
terjadi banjir relatif besar di ibu kota Jakarta seperti, kondisi geologi, seperti kondisi geo-
antara lain pada tahun 1982, 1996, 2000, morfologi, kondisi hidrogeologi, serta peru-2002,
1)
tahun 2007 dan 2013 yang meng- bahan fungsi lahan di beberapa tempat yang akibatkan
kelumpuhan kegiatan manusia mengakibatkan terganggunya fungsi daerah seperti di bidang
perdagangan rakyat, per- resapan. Penyebab lainnya adalah non geo-

63
Kata kunci:
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014, hlm. 63-76

logi seperti akibat perbuatan kehidupan Peta lokasi dibuat di atas Peta Rupa Bumi
manusia sehari-hari di kawasan Jakarta dan 2)
Lembar 1209 Jakarta .
sekitarnya dan lain-lain.
Penelitian Banjir Jakarta secara geologi, 2. METODE
harus dilihat berdasarkan kawasan yang luas
yaitu hulu-hilir mencakup Kawasan Jabode- Penelitian banjir Jakarta secara geologi
tabek-Punjur (Jakarta-Bogor-Tangerang-Be- memerlukan data komprehensif yang meli-
kasi-Puncak-Cianjur). Di Kawasan Jabodeta- batkan antara lain informasi Peta Geologi,
bek-Punjur, Jakarta menempati bagian utara- peta Geologi Teknik, Peta Hidrogeologi, Peta
nya. Secara geomorfologi Jakarta dibatasi Resapan Air Tanah, Peta Geomorfologi, Peta
oleh Laut Jakarta di sebelah utara, di sebelah Kemiringan Lereng, serta Peta Curah Hujan
barat dibatasi oleh tinggian Tangerang serta di kawasan Jabodetabek-Punjur.
perbukitan dengan batuan relatif tua, di sebe- Pendekatan penelitian banjir di Jakarta
lah timur dibatasi oleh perbukitan agak lan- ini adalah dengan cara mempelajari data
dai berbatuan relatif tua serta beberapa gu- sekunder geomorfologi secara kualitatatif
nung api berumur Kuarter, sedangkan di se- dan umum dengan mengacu kepada Peta
belah selatan dibatasi secara berangsur dan Geologi yang tersedia. Pendekatan lainnya
tegas oleh pegunungan dan tinggian Bogor. adalah dengan mempelajari data dan infor-
Geologi se-Jabodetabek Punjur terutama masi sekunder tentang hidrogeologi Jakarta
dari segi batuannya yang baik dipakai untuk dan sekitarnya dengan tujuan untuk menge-
meneliti banjir adalah Geologi Teknik. Pela- tahui daerah yang amblas secara umum seba-
pukan berbagai jenis batuan yang berfungsi gai akibat penurunan muka air tanah yang
sebagai tanah penutup sangat berpengaruh terus menerus terjadi.
terhadap resiko banjir. Media pembahasan secara geologi pe-
Permasalahannya dalam penelitian ini nyebab banjir tentu sangat kompleks, akan
adalah pada kondisi geologi Kawasan Jabo- tetapi pendekatan dalam kajian banjir di
detabek-Punjur seperti pada saat ini banyak Jakarta ini difokuskan dari segi Ilmu Geologi
terjadi air kurang meresap ke bumi, sehingga khususnya Geologi Teknik dengan meng-
pada saat curah hujan sedang ekstrim tinggi, gunakan Peta Citra “Land Sat” se-kawasan
air permukaan atau “run off” menjadi luas di Jabodetabek-Punjur dengan mengambil kon-
kota Jakarta yang mengakibatkan banjir di disi tahun 2003 dan 2013 yang di dalamnya
kota Jakata. Apa penyebab lebih rinci dari dapat terdelinasi berbagai jenis penggunaan
“run off” yang meninggi tersebut merupakan lahan termasuk luasnya masing-masing.
masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini dilakukan secara
Selanjutnya, upaya apa yang perlu dilakukan kuantitatif dengan meneliti banjir pada
untuk memperkecil risiko banjir di Jakarta daerah 3 Daerah Aliran Sungai (DAS) dari
ini. Di samping itu Perkembangan penduduk 13 DAS total yang mengalir masuk kawasan
kota Jakarta yang terus berlangsung menye- Metro-politan Jakarta, yaitu DAS Pesang-
babkan terjadinya perkembangan kepadatan grahan di sebelah barat, DAS Ciliwung di
kawasan tinggal di Jakarta bahkan se-Jabo- sebelah tengah, dan DAS Sunter di sebelah
detabek. timur. S Pesanggrahan berhulu di kota Bogor
Berdasarkan aliran sungai, di wilayah dan bermuara di Pantai Utara Jakarta sebelah
Jabodetabek-Punjur bagian utara tersebut barat Kapuk Utara. S Ciliwung berhulu di
dipengaruhi oleh adanya 13 sungai besar puncak G. Pangrango dan bermuara di
yang sebagian besar memasuki Daerah Penjaringan dekat Waduk Pluit. S Sunter
Khusus Ibukota Jakarta. Dalam penelitian ini berhulu di daerah Cibinong dan bermuara di
difokuskan melalui 3 sungai besar yaitu Pantai Utara Jakarta daerah Pademangan.
Sungai Pesanggrahan di bagian Barat, Volume banjir merupakan fungsi dari luas
Sungai Ciliwung di bagian Tengah, dan “run off”, data curah hujan, Peta Geologi
Sungai Sunter di bagian Timur (Gambar 1). Teknik, dan aplikasi koefisien “run off”.

64
Wirakusumah, Kajian Banjir Jakarta Ditinjau...

S. Sunter
S. Pesanggrahan

S. Ciliwung

2)
Gambar 1. Peta lokasi Penelitian dibuat di atas Peta Rupa Bumi Lembar 1209 Jakarta

Aplikasi koefisien “run off” untuk tanah yaitu penggunaan lahan, kemiringan
masing-masing jenis penggunaan lahan di lereng, jenis tanah, dan formasi batuan.
lingkungan ke tiga DAS tersebut. Nilai “run off” merupakan kebalikan
Penghitungan volume “run off” untuk dari besarnya infiltrasi dan nilainya tergan-
daerah penelitian didasarkan kepada persa- tung pada curah hujan, jenis penggunaan
maan neraca air yang diajukan oleh F.J. lahan, dan jenis tanah, diperoleh melalui
3)
Mock yaitu : persamaan :

P = ET + R + I …….......… (1) R = A x Crun off x P ..…........… (2)

P = curah hujan rata-rata tahunan R = Volume “run off” (dalam m³)


(m³/tahun) ET = evapotranspirasi (mm) P = curah hujan.
R = Volume “run off” (dalam m³). I A = luas jenis tutupan (penggunaan) lahan
= infiltrasi (dalam m²)
Crun off = Koefisien run off untuk masing-
Dari keempat komponen neraca air ter- masing jenis penggunaan lahan.
sebut di atas, curah hujan merupakan kom-
ponen bebas yang tidak terpengaruh keadaan Penghitungan volume banjir dilakukan
permukaan dan bawah permukaan. Tiga melalui metoda Sistem Informasi Geografi
komponen lainnya dapat terpengaruh oleh (SIG) yang menggunakan perangkat lunak
klimatologi terutama curah hujan juga dipe- Map Info dengan menginterpretasi 5 jenis
ngaruhi keadaan permukaan dan bawah penggunaan lahan dari kedua peta citra

65
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014, hlm. 63-76

satelit daerah tersebut berdasarkan hubungan antara volume “run off” dengan data curah hujan
dan jenis batuan di daerah penelitian pada tahun 2003 dan 2013 menggunakan Persamaan 2.
Hasil perhitungan dibanding-kan dengan data primer hasil tinjauan ke lapangan selama
penelitian serta data sekun-der lainnya. Melalui cara ini sekaligus dapat diketahui penyebab
banjir Jakarta akhir-akhir ini, dan diharapkan dapat diusulkan beberapa upaya memperkecil
resikonya.
Dalam penghitungan volume “run off” untuk daerah penelitian ini menggunakan nilai
Koefisien “run off” 5 jenis penggunaan lahan (“land use”) yaitu pemukiman, hutan, kebun
campuran, sawah dan rawa, serta padang rumput. Daerah penelitian mencakup DAS
Pesanggrahan di bagian barat, Cili-wung di bagian tengah, dan Sunter di bagian timur. Jumlah
total volume “run off” tersebut merupakan bahan banjir.
Dengan demikian dalam penghitungan volume “run off” tersebut memerlukan data digit
Peta Geologi Teknik, Peta digit Curah Hujan, dan data kofisien ”run off” daerah penelitian,
serta Peta Citra daerah penelitian untuk menginterpretasi dan mendeliniasi masing-masing
luas dari 5 jenis penggunaan lahan yaitu untuk pemukiman (kota dan pinggiran kota),
kehutanan, tegalan / kebun, sawah, dan padang rumput.
Penjelasan berdasarkan data sekonder dan kualitatif secara geomorfologi dan
hidrogeologi di atas dikombinasikan dengan pendekatan penghitungan volume “run off”
sehingga dapat dipahami penyebab banjir secara teknik yang terjadi di kawasan Jakarta dan
sekitarnya. Dengan demikian dapat diajukan saran-saran penting terkait Banjir di Jakarta.

3. PEMBAHASAN
A. Geomorfologi Daerah Jakarta dan Jabodetabek-Punjur
Berdasarkan geomorfologi, posisi Jakar-ta di dalam kawasan Jabodetabek-Punjur
merupakan tempat dengan bentuk seperti “sekop dengan bentuk persegi” yang di sisi barat
dibatasi oleh bidang patahan berarah utara-selatan dengan dataran Jakarta relatif turun
terhadap Tinggian Tangerang, di selatan dibatasi patahan normal berarah barat-timur di Bogor
dengan posisi Dataran rendah Jakarta relatif turun terhadap Tinggian Bogor, dan di timur
dibatasi oleh deretan gunung api tua di Bekasi, dan di sebelah utara dibatasi oleh pantai yang
4,5,6)
berah umum barat-timur .
Dengan demikian kawasan Jakarta merupakan dataran rendah yang secara
geomorfologi kawasan Jakarta merupakan kawasan berpotensi menampung air permukaan
yang apabila volumenya besar dapat mengakibatkan terjadinya banjir.

B. Geologi Umum Daerah Jakarta dan Jabodetabek-Punjur

Secara litologi, di daerah penelitian bagian Selatan tersingkap batuan vulkanik berumur
Kuarter yang bersumber dari G. Pangrango (Qvpy dan Qvpo), G. Gede (Qvba dan Qvk), dan
G. Salak (Qvsb). Batuan vul-kanik tersebut terdiri dari Lava, piroklastik dan endapan lahar
dengan komposisi basalt sampai andesit (Gambar 2 (a)).
Di bagian Utara daerah penelitian, per-mukaannya ditutupi oleh endapan kipas aluvial
(Qav) yang secara umum tersingkap dari Bogor sampai hampir ke pantai Utara Jakarta
(daerah Gambir). Aluvial tersebut berupa endapan hasil rombakan vulkanik kuarter yang
membentuk kipas alluvium terdiri dari lanau, batupasir, kerikil, dan kerakal. Di samping itu
terdapat pula endapan alluvium (Qa) berupa endapan sungai terdiri dari endapan lempung,
lanau, pasir, kerikil, dan kerakal yang tersingkap di sepanjang pantai Utara Jakarta
memanjang dari Barat ke Timur.

Batuan-batuan atau endapan-endapan tersebut didasari oleh batuan dasar yang lebih tua
berumur Tersier yang tergabung dalam antara lain seperti Formasi Raja-mandala (berumur
Oligosen Akhir sampai Miosen awal), Formasi Jampang (berumur Miosen Awal), Formasi
Jatiluhur (berumur Miosen Awal), Formasi Bojongmanik (ber-umur Miosen Tengah).
Di bagian barat, batas antara Tinggian Tangerang dengan Dataran Jakarta ditandai dengan
kelurusan yang berarah utara-selatan yang diinterpretasikan sebagai patahan nor-mal di mana
Blok berupa Barat relatif naik dan Blok Timur relatif turun. Hal yang sama di bagian selatan,
batas antara Tinggian Bo-gor dengan Dataran Jakarta adalah berupa Patahan normal berarah
Barat-Timur dengan posisi Blok Utara (Dataran Jakarta) relatif turun terhadap Blok Selatan
(Tinggian Bo-gor).

Secara sejarah geologi (Effendi dkk, 2011; Turkandi dkk, 1992; Achdan, 1992), daerah
Jakarta dan sekitarnya berkembang mulai sejak Awal Miosen yang kala itu daerah ini
merupakan tepian selatan dari cekungan busur belakang tempat diendap-kannya Formasi
Rengganis. Pada umur Miosen Tengah Formasi-formasi tersebut terangkat, terlipatkan dan
tersesarkan serta diterobos batuan intrusi di beberapa tempat. Pada kala Pliosen Awal, bagian
utara daerah ini mengalami penurunan dan berlingkungan laut dangkal. Selanjutnya daerah ini
menga-lami pengangkatan kembali sehingga menja-di daratan, dan terbentuk endapan sungai.
Hasil kegiatan gunung api di bagian selatan (di kabupaten Bogor dan sekitarnya)
membentuk morfologi tinggi, akan tetapi akibat proses erosi dan gerakan tanah maka
terbentuk endapan kipas alluvium. Selain proses pengangkatan dan erosi, di pantai terbentuk
gumuk-gumuk pasir yang meman-jang sejajar pantai, di Dataran Jakarta terben-tuk
pengendapan alluvium hingga sekarang.
C. Peta Geologi Teknik Daerah Jabode-tabek-Punjur

Geologi Teknik merupakan media ilmu geologi yang mempelajari karakteristik batu-
annya. Berdasarkan Geologi Tekniknya, dae-rah Jabodetabek-punjur terbagi menjadi 13
7)
satuan (gambar 2 (b)) . Dalam penghitungan volume ‘run off” di kawasan Jabodetabek-
punjur, pembeda batuan dipisahkan menjadi 2 bagian besar yaitu batuan yang berukuran butir
pasir dan batuan yang berukuran lem-pung.
D. Data Curah Hujan Daerah Jabode-tabek-Punjur

Dalam penelitian banjir, selain data Geologi Teknik, komponen air yaitu berupa air
hujan merupakan komponen penting dalam perhitungan banjir ini. Oleh karena itu data curah
hujan di kawasan Jabodetabek-Punjur harus diperoleh.
Badan Geologi (2011) telah membuat Peta Intensitas Curah Hujan tahunan se-
Jabodetabek-punjur berdasarkan data curah hujan tahunan rata-rata sepanjang 10 tahun
8)
terakhir (2000 sampai dengan 2010) seperti terlihat pada Gambar 3 . Oleh karena itu untuk
data curah hujan dalam perhitungan “run off” di daerah penelitian akan diper-gunakan data
curah hujan tersebut.
Dalam hal ini perlu mengasumsikan bahwa di daerah penelitian mempunyai nilai curah
hujan harian rata-rata yang sama pada tahun 2003 dan 2013. Dengan demikian data curah
hujan ini dipergunakan dalam meng-hitung jenis penggunaan lahan.
Didaerah penelitian intensitas curah hujan Didaerah penelitian intensitas curah hujan
berkisar antara1500 sampai 5000 mm/tahun atau 1,5 sampai 5 m/tahun.

E. Pengolahan Data

Untuk menghitung volume banjir di


daerah penelitian yang mencakup Daerah Aliran Sungai Pesanggrahan, Ciliwung, dan Sunter,
maka dipergunakan penghitungan volume total dari “run off” (aliran air di permukaan) dengan
mempergunakan Persa-maan 2.
Tutupan lahan di kawasan Jabodetabek-Punjur terdiri atas 5 jenis yaitu pemukiman,
hutan, kebun campuran, sawah dan ladang, serta padang rumput.
Dalam penghitungan volume “run off” untuk daerah penelitian, digunakan nilai Koefisien
“run off” untuk 5 jenis tutupan lahan tersebut di atas yang dikombinasikan dengan data batuan
berdasarkan kondisi Geologi Tekniknya. Nilai koefisien “run off tersebut diambil dengan
9)
mengacu kepada U.S Forest Service, 1980 .
Khusus untuk tutupan lahan kebun dan padang rumput, pada perhitungannya dibe-dakan
berdasarkan perbedaan batuan secara geologi teknik.
(a) (b)
Gambar 2. Peta Geologi
5) 7)
(a) Daerah Jakarta dan Sekitarnya (b) Teknik Jakarta dan Sekitarnya
Selanjutnya untuk kawasan pemukiman juga di bagi berdasarkan lokasi perkotaan dan di
luar perkotaan. Oleh karena itu nilai koefisien “run off” untuk masing-masing jenis “land use”
tersebut secara kese-luruhan dapat terbagi menjadi 8 unit (Tabel 1).
Penghitungan volume “run off” (air larian) dilakukan dengan metoda SIG yaitu :
 Rumus yang dipakai adalah Persamaan 2.
 Daerah penelitian dibagi menjadi 5 jenis penggunaan lahan (“land use”), seperti tersebut di
atas diperoleh dari interpretasi citra land sat hasil pemotretan tahun 2003 dan 2013.
Pengolahan citra land sat dengan menggunakan perangkat lunak Map Info menghasilkan
deliniasi dalam bentuk peta digital dari masing-masing jenis “land use”, sehingga
diperoleh luas
(A) masing-masing.
 Hasil digitasi dari Peta Curah Hujan (P) di- “over lay”-kan dengan masing-masing
“land use” tadi.
 Nilai koefisien “run off” masing-masing “land use” diperlihatkan pada Table 1.

9)
Tabel 1. Nilai-Nilai Koefisien “Run off” untuk Masing-Masing Jenis “Land use”
Koefisien
No. Jenis “land use”
“run off”
 Pengolahan nilai 1 Sawah 0,65 “run off” diperoleh
dengan Padang rumput dengan batuan menggunakan
2 0,30
fasilitas program lempung Map Info seri 9.5.
3 Padang rumput dengan batuan pasir 0,15
Hasil interpretasi 4 Pemukiman di kota 0,65 citra tutupan lahan
yang dibagi menjadi 5 Pemukiman di pingiran (luar) kota 0,35 seperti pada Tabel 1
dihitung masing- 6 Tegalan dengan batuan lempung 0,35 masing luasnya, yang
7 Tegalan dengan batuan pasir 0,175
selanjutnya dibandingkan
8 Hutan 0,15
berdasarkan data citra tahun 2003
dengan 2013.
Gambar 3. Peta Intensitas Curah Hujan Harian Rata-Rata Daerah Jabodetabek, dibuat
8)
berdasarkan Data Tahun 2010
Data dan informasi dalam Peta geologi Teknik (gambar 2 (b)) dan Peta Intensitas Curah
Hujan (gambar 3) di-“over lay” dengan Peta Citra Land Sat dalam meng-interpretasi dan
mendeliniasi “land use ter-sebut. Hasil perhitungan untuk komponen pemukiman
diperlihatkan pada Tabel 2, 3, 4, dan 5, serta Gambar 4.
Hasil keseluruhan perhitungan luas tutupan lahan untuk masing-masing jenisnya dapat
dilihat pada Tabel 6. dan Gambar 6. Jumlah total dari volume “run off” tersebut yang
mengalir di sekitar DAS Pesanggrahan, Ciliwung, dan Sunter merupakan data banjir di
sebagian kota Jakarta.

F. Diskusi
Jakarta yang menempati lokasi di bagian
utara dari kawasan Jabodetabek sebagai kawasan hilir mempunyai bentuk “sekop persegi” di
mana Jakarta sebagai dataran rendahnya, sedangkan di sisi barat, timur, dan selatan berupa
tinggian. Sejak zaman Kuarter, Jakarta ditutupi oleh endapan banjir yang disebut alluvium
vulkanik (endapan kipas) dan juga alluvium sungai sehingga Jakarta merupakan kawasan
yang berpotensi banjir.

Tabel 2. Perhitungan Volume Run off (M³) berdasarkan Land use berupa Pemukiman
Kota Padat pada Tahun 2003
JENIS PENGGUNAAN LUAS UNIT KOEF. RUN CURAH VOL RUN OFF
LAHAN (m²) OFF HUJAN (m/th) (m³)
Pemukiman kota 306.303.000 0,65 1,750 348.419.000
Pemukiman kota 39.000.000 0.65 2,250 57.037.500
Pemukiman kota 6.290.000 0,65 2,750 11.243.375
Pemukiman kota 0 0,65 3,250 0
Pemukiman kota 0 0,65 3,750 0
Pemukiman kota 0 0,65 4,250 0
JUMLAH TOTAL 416.700.536
Tabel 3. Perhitungan Volume Run off (M³) berdasarkan Land use berupa Pemukiman
Pinggiran Kota pada Tahun 2003
JENIS PENGGUNAAN KOEF. CRH HUJAN VOL RUN
LUAS UNIT (m²)
LAHAN RUN OFF (m/th) OFF (m³)
Pemukiman pinggir kota 9.496.000 0,325 1,750 5.400.875
Pemukiman pinggir kota 31.280.000 0.325 2,250 22.873.500
Pemukiman pinggir kota 42.160.000 0,325 2,750 37.680.500
Pemukiman pinggir kota 52.510.000 0,325 3,250 55.463.688
Pemukiman pinggir kota 38.290.000 0,325 3,750 46.665.938
Pemukiman pinggir kota 11.940.000 0,325 4,250 16.492.125
JUMLAH TOTAL 118.621.751

Tabel 4. Perhitungan Volume Run off (M³) berdasarkan Land use berupa Pemukiman
Kota Padat pada Tahun 2013
JENIS PENGGUNAAN KOEF. CRH HUJAN VOL RUN OFF
LUAS UNIT (m²)
LAHAN RUN OFF (m/th) (m³)
Pemukiman kota 390.600.000 0,65 1,750 450.450.000
Pemukiman kota 50.610.000 0.65 2,250 74.017.125
Pemukiman kota 7.061.000 0,65 2,750 12.621.538
Pemukiman kota 0 0,65 3,250 0
Pemukiman kota 0 0,65 3,750 0
Pemukiman kota 0 0,65 4,250 0
JUMLAH TOTAL 537.088.663

Tabel 5. Perhitungan Volume Run off (M³) berdasarkan Land use berupa Pemukiman
Pinggiran Kota pada Tahun 2013
JENIS
KOEF. CRH HUJAN VOL RUN OFF
PENGGUNAAN LUAS UNIT (m²)
RUN OFF (m/th) (m³)
LAHAN
Pemukiman di luar kota 11.660.000 0,325 1,750 6.631.625
Pemukiman di luar kota 37.970.000 0.325 2,250 27.765.563
Pemukiman di luar kota 46.810.000 0,325 2,750 41.836.438
Pemukiman di luar kota 48.810.000 0,325 3,250 51.555.563
Pemukiman di luar kota 26.750.000 0,325 3,750 32.601.563
Pemukiman di luar kota 15.150.000 0,325 4,250 20.925.938
JUMLAH TOTAL 181.316.690

G. Diskusi
Jakarta yang menempati lokasi di bagian
utara dari kawasan Jabodetabek sebagai kawasan hilir mempunyai bentuk “sekop persegi” di
mana Jakarta sebagai dataran rendahnya, sedangkan di sisi barat, timur, dan selatan berupa
tinggian. Sejak zaman Kuarter, Jakarta ditutupi oleh endapan banjir yang disebut alluvium
vulkanik (endapan kipas) dan juga alluvium sungai sehingga Jakarta merupakan kawasan
yang berpotensi banjir.

Tabel 2. Perhitungan Volume Run off (M³) berdasarkan Land use berupa Pemukiman
Kota Padat pada Tahun 2003
JENIS PENGGUNAAN LUAS UNIT KOEF. RUN CURAH VOL RUN OFF
LAHAN (m²) OFF HUJAN (m/th) (m³)
Pemukiman kota 306.303.000 0,65 1,750 348.419.000
Pemukiman kota 39.000.000 0.65 2,250 57.037.500
Pemukiman kota 6.290.000 0,65 2,750 11.243.375
Pemukiman kota 0 0,65 3,250 0
Pemukiman kota 0 0,65 3,750 0
Pemukiman kota 0 0,65 4,250 0
JUMLAH TOTAL 416.700.536
Tabel 3. Perhitungan Volume Run off (M³) berdasarkan Land use berupa Pemukiman
Pinggiran Kota pada Tahun 2003
JENIS PENGGUNAAN KOEF. CRH HUJAN VOL RUN
LUAS UNIT (m²)
LAHAN RUN OFF (m/th) OFF (m³)
Pemukiman pinggir kota 9.496.000 0,325 1,750 5.400.875
Pemukiman pinggir kota 31.280.000 0.325 2,250 22.873.500
Pemukiman pinggir kota 42.160.000 0,325 2,750 37.680.500
Pemukiman pinggir kota 52.510.000 0,325 3,250 55.463.688
Pemukiman pinggir kota 38.290.000 0,325 3,750 46.665.938
Pemukiman pinggir kota 11.940.000 0,325 4,250 16.492.125
JUMLAH TOTAL 118.621.751

Tabel 4. Perhitungan Volume Run off (M³) berdasarkan Land use berupa Pemukiman
Kota Padat pada Tahun 2013
JENIS PENGGUNAAN KOEF. CRH HUJAN VOL RUN OFF
LUAS UNIT (m²)
LAHAN RUN OFF (m/th) (m³)
Pemukiman kota 390.600.000 0,65 1,750 450.450.000
Pemukiman kota 50.610.000 0.65 2,250 74.017.125
Pemukiman kota 7.061.000 0,65 2,750 12.621.538
Pemukiman kota 0 0,65 3,250 0
Pemukiman kota 0 0,65 3,750 0
Pemukiman kota 0 0,65 4,250 0
JUMLAH TOTAL 537.088.663

Tabel 5. Perhitungan Volume Run off (M³) berdasarkan Land use berupa Pemukiman
Pinggiran Kota pada Tahun 2013
JENIS
KOEF. CRH HUJAN VOL RUN OFF
PENGGUNAAN LUAS UNIT (m²)
RUN OFF (m/th) (m³)
LAHAN
Pemukiman di luar kota 11.660.000 0,325 1,750 6.631.625
Pemukiman di luar kota 37.970.000 0.325 2,250 27.765.563
Pemukiman di luar kota 46.810.000 0,325 2,750 41.836.438
Pemukiman di luar kota 48.810.000 0,325 3,250 51.555.563
Pemukiman di luar kota 26.750.000 0,325 3,750 32.601.563
Pemukiman di luar kota 15.150.000 0,325 4,250 20.925.938
JUMLAH TOTAL 181.316.690

Tabel 6. Perbandingan Hasil Perhitungan Volume “Run off” Jabodetabek-Punjur di


Daerah Penelitian Berdasarkan Data “Land use” Tahun 2003 Dan 2013
VOLUME RUN OFF VOLUME RUN OFF
No JENIS LAND USE
TAHUN 2003 (m³) TAHUN 2013 (m³)
1 Sawah 100.401.039 9.154.925
Padang Rumput lempungan 16.541.491 382.275
2
Padang Rumput pasiran 11.456.100 975.236,5
Pemukiman kota (padat) 416.700.536 537.088.663
3
Pemukiman Pinggiran kota (jarang) 118.621.751 181.316.690
4 Hutan 28.486.463 17.154.975
Tegalan/Kebun lempungan 102.520.338 134.390.462
5
Tegalan/Kebun pasiran 82.363.101 98.144.069
JUMLAH TOTAL 877.990.919 978.607.295,5

Hasil perhitungan luas penggunaan lahan tahun 2013 mencapai sekitar 720 juta m³,
berupa pemukiman pada tahun 2013 mening- sedangkan pada tahun 2003 volume “run kat
sangat signifikan dibandingkan dengan off”-nya sekitar 535 juta m³ (Gambar 5 dan luas
pemukiman pada tahun 2003, meng- Tabel 6). akibatkan total volume “run off”-nya pada
TAHUN 2003

(a) (b)
Gambar 4. Peta Volume “Run off” di atas Lahan Pemukiman
(a) Tahun 2003 (b) Tahun 2013

TAHUN 2003

Gambar 5. Peta Volume “Run off” Total di Daerah Penelitian untuk


Tahun 2003 dan 2013.

Pertumbuhan pemukiman dan perkem-bangan pembangunan infra struktur yang


signifikan tersebut pada kenyataannya me-nempati zona resapan air tanah Kawasan
Jabodetabek-Punjur (Gambar 6) sehingga meningkatkan jumlah “run off” di kawasan tersebut
yang berarti pula meningkatkan po-tensi banjir di kota Jakarta. Perbedaan yang juga tampak
besar yaitu terkait penggunaan lahan sawah, bahwa luas sawah se-Jabo-detabek pada tahun
2003 menyebabkan besar volume “run off”-nya sekitar 100 juta m³ sedangkan pada tahun
2013 tinggal sekitar 10 % yaitu sekitar 10 juta m³.
Dilihat dari volume “run off”-nya tam-paknya menjadi kecil pada tahun 2013 akan tetapi
sebenarnya tergantikan posisinya men-jadi kawasan pemukiman yang mengakibat-kan
volume “run off” menjadi sangat besar terutama dikawasan antara kota Bogor dan kota
Depok. Untuk volume “run off” di atas kawasan penggunaan lahan berupa padang rumput,
tegalan/hutan, dan hutan tidak ter-lalu signifikan perubahannya pada keadaan tahun 2003
dengan 2013.
Berdasarkan perhitungan volume “run off” tersebut, ternyata banjir Jakarta selama kurun
waktu 10 tahun tersebut, sekitar 80 % disebabkan oleh perkembangan luas kawa-san
pemukiman (terutama di kota) yang berlokasi di kawasan Resapan air tanah se Jabodetabek-
Punjur.
Dari hasil perhitungan memperlihatkan Volume “run off” tahun 2013 adalah 100 juta
m³ lebih besar dari dibanding hasil tahun 2003 (Gambar 5 dan Tabel 6). Hal ini berarti apa-
bila terjadi banjir besar di Jakarta sesudah tahun 2013, maka banjirnya berpo-tensi meluap
100 juta m³ lebih banyak diban-ding banjir Jakarta yang terjadi sebelum ta-hun 2003. Hal ini
berarti kelebihan air banjir tersebut dapat Dianalogikan dengan asumsi Jakarta terendam air
setinggi 1 meter, maka Jakarta terendam seluas 100.000.000m² atau 100 km². Sedangkan luas
kota Jakarta adalah sekitar 660 km2, dengan kata lain hanya dari kelebihan air “Run off”
tersebut berpotensi bahwa 1/6 luas Jakarta terendam air setinggi 1 meter atau Jakarta
terendam setinggi 50 cm seluas 1/3 luas total Jakarta.
Penelitian ini hanya berdasarkan 3 DAS (Pesanggrahan, Ciliwung, dan Sunter), se-hingga
untuk studi banjir besar di kota Jakarta, harus mempelajari keseluruhan DAS yang masuk ke
kota Jakarta (13 DAS). Penelitian lebih lanjut terkait seluruh DAS sekawasan Jakarta yang
disertai komponen geomorfologi dan amblasan Jakarta akan sangat memperoleh informasi
yang lebih baik dalam mempelajari banjir Jakarta ditin-jau dari segi geologi.
Sesudah tahun 2013, maka banjirnya berpo-tensi meluap 100 juta m³ lebih banyak
diban-ding banjir Jakarta yang terjadi sebelum ta-hun 2003. Hal ini berarti kelebihan air
banjir tersebut dapat Dianalogikan dengan asumsi Jakarta terendam air setinggi 1 meter, maka
Jakarta terendam seluas 100.000.000m² atau 100 km². Sedangkan luas kota Jakarta adalah
sekitar 660 km2, dengan kata lain hanya dari kelebihan air “Run off” tersebut berpotensi
bahwa 1/6 luas Jakarta terendam air setinggi 1 meter atau Jakarta terendam setinggi 50 cm
seluas 1/3 luas total Jakarta.
Penelitian ini hanya berdasarkan 3 DAS (Pesanggrahan, Ciliwung, dan Sunter), se-hingga
untuk studi banjir besar di kota Jakarta, harus mempelajari keseluruhan DAS yang masuk ke
kota Jakarta (13 DAS). Penelitian lebih lanjut terkait seluruh DAS sekawasan Jakarta yang
disertai komponen geomorfologi dan amblasan Jakarta akan sangat memperoleh informasi
yang lebih baik dalam mempelajari banjir Jakarta ditin-jau dari segi geologi.

Gambar 6. Peta Perubahan Kemampuan Resapan Air di kawasan


8)
Jabodetabek-Punjur
Berdasarkan data Curah hujan yang ditakar di daerah Puncak Pass selama 2003 – 2012,
juga terutama saat terjadi banjir tahun 1996, juga saat terjadi banjir besar pada tahun 2002 dan
tahun 2007, ternyata curah hujan maksimum harian di Wilayah Pesang-grahan, Ciliwung, dan
10)
Sunter terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari . Akan tetapi dari ke tiga bulan
tersebut dengan curah hujan harian maksimum, ter-nyata umumnya banjir terjadi pada bulan
Januari atau Februari. Hal ini dimungkinkan karena pada bulan Desember di daerah ter-sebut
tanahnya belum jenuh air sedangkan Januari atau Februari tanahnya sudah jenuh air sehingga
air benar-benar tidak dapat me-resap ke dalam tanah dan terjadi banjir.
Dari data jumlah debit curah hujan wilayah harian maksimum di setiap DAS pada
beberapa kali banjir besar di Jakarta (Oktariadi dan Riyadi, 2010), selanjutnya dibuat nilai
10)
rata-rata-nya yang hasilnya diperlihatkan pada Tabel 7 .

10)
Tabel 7. Debit Curah Hujan Harian Maksimum pada setiap DAS se-Jabodetabek
Deb Cur Huj harian Deb Cur Huj Deb Cur Huj Rata-rata DBH
No DAS max harian max harian max (jt harian max
(jt m³/hr), 6-1-96 (jt m³/hr), 30-1-02 m³/hr), 3-2-07 (jt m³/hr)
1 Cisadane 101,20 77,67 150,33 109,73
2 Angke 9,98 11,47 28,05 16,50
3 Pesanggrahan 7,52 6,19 22,17 11,96
4 Krukut-Grogol 13,75 9,04 43,69 22,16
5 Ciliwung 33,32 23,92 46,44 34,56
6 Sunter 10,54 8,94 32,72 17,40
7 Cakung 10,55 13,69 38,06 20,77
8 Bekasi 37,23 39,34 90,32 55,63
9 Cengkareng Drain - - 48,13 ?
10 Ancol 6,00 4,87 23,71 11,53
11 Tiram 0,69 2,35 4,83 2,62

10)
Gambar 7. Peta Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Jabodetabek-Punjur
Diasumsikan bahwa nilai rata-rata Debit Curah Hujan harian (Juta m³/hari) di daerah
tersebut dapat dijadikan nilai peringatan dini untuk masing-masing DAS se-Jabodetabek,
sehingga apabila curah hujan yang terjadi pada bulan Januari atau Februari dan debit
hujannya telah mencapai nilai-nilai tersebut secara bersamaan waktunya pada seluruh DAS,
maka banjir besar di Jakarta dapat se-gera terjadi.
Banyak situ atau danau alamiah dijum-pai di kawasan Jabodetabek-punjur seperti di
Cibinong, Situ Gintung (S. Pesanggrahan), Danau Sunter dll serta sungai-sungai yang
dinormalisasi agar aliran sungai lebih lancar. Pemeliharaan Danau dan normalisasi sungai
seperti ini sebaiknya dilanjutkan terus kebe-radaannya, karena berfungsi sebagai pen-cegah
banjir.
Komponen geologi penting lainnya yang dapat mempengaruhi atau memperparah ter-jadinya
banjir besar di Jakarta adalah terja-dinya gerakan tanah di hulu mengingat hasil longsoran
tersebut dapat berfungsi sebagai penyumbang sedimentasi di bagian hilir yang berarti terjadi
pendangkalan di sungai-sungai utama terutama di Dataran Jakarta Berdasarkan Peta
Kerentanan Gerakan Tanah (Gambar 7) yang terkait daerah pene-litian, daerah Cibogo dan
Cipayung meru-pakan kawasan rawan longsor. Oleh karena itu apabila terjadi gerakan tanah
terutama di kedua daerah tersebut harus segera ditang-gulangi untuk mencegah pendangkalan
di sepanjang S Ciliwung terutama di Jakarta Pusat sampai Jakarta Utara.

Komponen penting lainnya adalah penurunan tanah di daerah-daerah Jakarta (Gambar


11)
8) yang terjadi antara lain di sebelah timur Pademangan, juga di Ceng-kareng dan Tanjung
Priuk sehingga daerah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara berpotensi terjadi banjir. Peta Zonasi
Penurunan Tanah (Gambar 8) dapat dijadikan rujukan dalam hal mengetahui kawasan potensi
banjir di Jakarta pada masa akan datang. Hal ini sesuai dengan hasil penyelidikan tentang
12)
karakteristik amblasan Jakarta .

11
Gambar 8. Peta Zonasi Penurunan Tanah Jakarta Tahun 2000-2011
Wirakusumah, Kajian Banjir Jakarta Ditinjau...

4. SIMPULAN tabek yang memuat ketentuan perbandingan


antara luas bangunan dengan luas halaman
Secara morfologi, Jakarta merupakan untuk menjaga penyerapan air hujan menjadi
dataran rendah yang berbentuk seperti air tanah, yang berarti harus memperketat
“sekop persegi” menurun ke arah utara yang ijin pembangunan bangunan atau pemukikan
berarti secara alamiah berpotensi banjir. di daerah Bogor sampai Puncak yang
Secara geologi, Banjir di Jakarta dapat merupakan daerah resapan air di kawasan se-
terjadi apabila ada akumulasi antara curah Jabodetabek-Punjur dan apabila terjadi long-
hujan yang sangat tinggi ditambah dengan sor di Cibogo atau Cipayung harus segera
terjadi perubahan perubahan fungsi dari ditangani atau dibersihkan untuk mencegah
faktor-faktor komponen geologi antara lain sedimentasi atau pendangkalan sungai di
perubahan penggunaan lahan (tata guna hilir sekaligus berarti mencegah banjir di
lahan) karena menambah volume “run off”; Jakarta.
juga terjadinya gerakan tanah di bagian hulu Pengketatan aturan dalam hal penye-
sehingga dapat disusul oleh terjadinya sedi- dotan Air Tanah di kota perlu dilakukan
mentasi yang berarti terjadi proses pen- untuk mencegah terjadinya penurunan tanah
dangkalan sungai di bagian hilir; kemudian di beberapa tempat dan menyarankan pem-
perubahan morfologi berupa amblasan tanah buatan sumur resapan di daerah resapan
atau penurunan tanah di beberapa tempat ; (Kabupaten Bogor) dan di hilir (Jakarta).
juga terjadi kenaikan muka air laut. Dua
komponen yang disebutkan terakhir menye- 5. DAFTAR PUSTAKA
babkan air di daratan menjadi sangat lambat
mengalir ke arah laut. 1. Badan Nasional Penanggulangan Ben-
Peningkatan volume “run off” pada tahun cana. Peta Perkembangan Banjir Jakarta
2013 dibanding 2003 (sekitar 100 juta m³) tahun 1982, 2000, 2002, 2007, dan 2013.
terjadi akibat perubahan relatif banyak dalam 2013
hal lahan pemukiman (termasuk infra struk- 2. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
tur) yaitu sekitar 100 juta m³ yang dapat Nasional. Peta Rupa Bumi Lembar 1209
mengakibatkan peningkatan potensi banjir di Jakarta. 2008
Jakarta apabila curah hujan harian yang 3. Mock, F.J, Land. Capability Appraisal
tinggi terjadi. Dengan demikian peningkatan Indonesia Water Availibility Appraisal,
pembangunan pemukiman termasuk infra Food and Agriculture Organization of
struktur yang kurang disertai pembuatan The United Nation, Bogor. 1973.
resapan air merupakan salah satu penyebab 4. Effendi. A,C. Peta Geologi Lembag
banjir yang signifikan. Bogor, Skala 1 : 100.000, Pusat Pengem-
Banjir besar Jakarta sangat berpotensi bangan dan Penelitian Geologi, Ditjen
terjadi pada bulan Januari atau Februari Geologi dan Sumber Daya Mineral. 1974
dengan curah hujan hariannya di ketiga DAS 5. Turkandi. Peta Geologi Lembar Jakarta
tersebut melampaui nilai rata-rata (DAS Cili- Skala 1 : 100.000, Jawa, Pusat Pengem-
wung sebesar 34,56 juta m³/hari, untuk DAS bangan dan Penelitian Geologi, Bandung.
Pesanggrahan sebesar 11,96 juta m³/hari, dan 1992.
untuk DAS Sunter sebesar 17,40 juta 6. Achdan. Peta Geologi Lembar Kara-
m³/hari) secara bersamaan termasuk curah wang, Jawa Barat Skala 1 : 100.000,
hujan harian di masing-masing DAS di Pusat Pengembangan dan Penelitian
seluruh Jakarta. Geologi, Bandung. 1992.
Dengan demikian banjir Jakarta dapat 7. Murdohardono, D.. Peta Geologi Teknik
diminimalisasi dengan menjaga agar peru- Daerah Jabodetabek-punjur Lembar
bahan tata guna lahan dikawasan Jabodeta- Jakarta-Bogor, Pusat Lingkungan Geo-
bek-punjur dengan memperhatikan dari Peta logi, Badan Geologi, Kementerian Energi
Koefisien Dasar Bangunan di daerah Jabode- dan Sumber Daya Mineral. 2009.

75
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014, hlm. 63-76

8. Badan Geologi, Kementerian Energi dan


Sumber Daya Mineral. Atlas Geologi
Lingkungan Daerah Jabodetabek-punjur,
Bandung, 22 halaman. 2011.
9. U.S Forest Service, 1980, dalam : Asdak
C. Hidrologi dan Pengolahan Daerah Ali-
ran Sungai, Yogyakarta : Gajah mada
University Press. 2007
10. Oktariadi dan Riyadi, D. Penyelidikan
Geologi Lingkungan Untuk Menentukan
Koefisien Dasar Bangunan Zona B3 dan
B4 Rencana Tata Ruang Wilayah Kawa-
san Jabodetabek-punjur. 2010.
11. ------------- , Dinas Perindustrian dan
Energi Propinsi DKI Jakarta , Penye-
lidikan Amblesan kota Jakarta tahun
2013. 2013.
12. Abidin, H, Z, et all. Land Subsidence
Characteristics of Jakarta Basin (Indo-
nesia) and its Relationship with Ground-
water Extraction and Sea Level Rise, in :
Groundwater Response to Changing
Climate, Editor : Taniguchi.M, Holman.
I.I. P, CRC Pres/Balkema, Leiden,
Netherlands, p. 113-130. 2009.

76

Anda mungkin juga menyukai