Abstrak
Manusia membutuhkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, seperi minum, mandi,
mencuci, dan kakus. DKI Jakarta sebagai ibukota masih mengalami defisit air bersih untuk kebutuhan
air baku. Derah Jakarta Utara khususnya memiliki air tanah yang payau, menyebabkan tidak dapat
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air baku. Wilayah Jakarta memiliki curah hujan rata-rata
1000 mm/tahun memiliki potensi air tanah dangkal 19.365 liter/detik sehingga pada tahun 2012
kebutuhan air bersih di Jakarta mencapai 29.474 liter/detik mengalami kekurangan sebesar 10.099
liter/detik. Asumsi menurut Koran Kompas, jumlah penduduk Jakarta tahun 2030 sebanyak 12,7 juta
jiwa sehingga prediksi kekurangan air bersihnya menjadi 22.638 liter/detik. Air bersih sangat
dibutuhkan oleh manusia dan merupakan sumber daya alam yang bisa diperbaharui. DKI Jakarta
sebagai salah satu kawasan pembangunan yang secara tata ruang kurang tertata dengan baik sehingga
mempengaruhi potensi meresapnya air kedalam tanah. Metode yang akan digunakan pada penelitian
ini adalah: Korelasi Litostratigrafi dan pembuatan penampang berdasarkan litostratigrafi. Hasil
pembuatan penampang digunakan untuk interpretasi geometri akifer sehingga didapatkan pembagian
sistem akifer di Cekungan Air Tanah (CAT) DKI Jakarta. Akifer bebas CAT DKI Jakarta memiliki
kedalaman 0 mbmt (meter bawah muka tanah) – 20 mbmt di selatan Jakarta dan di utara Jakarta
memiliki kedalaman 0mbmt - 100mbmt. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Jakarta diperlukan
alternatif pengambilan air dari akifer setengah tertekan atas atau dari air permukaan. Manajemen yang
harus dilakukan adalah menggunakan air daur ulang untuk kakus sehingga defisit air berkurang
sebanyak 3.539,35 liter/detik pada tahun 2030.
Kata Kunci : Geometri akifer, Akifer air tanah, Air permukaan
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
kota Bandung, dan berakhir di Segara Anakan dibatasi oleh ketidakselarasan. Satuan dibawah
di muara S. Citanduy, dengan lebar antara 20 terdiri dari Fm. Jampang dan Saguling
km-40 km. (Soejono, 1981) dan yang lebih muda adalah
Fm. Beser dan Bentang.
Van Bemmelen (1949) menganggap
Zona Bandung merupakan puncak geantiklin Formasi Beser dan Bentang, khususnya
Jawa Barat, kemudian runtuh setelah yang terakhir, miring landai (Soejono,
pengangkatan. Daerah rendah ini kemudian maksimum 8°; Pannekoek, 2°) ke selatan,
terisi oleh endapan gunungapi muda. membentuk dataran yang luas dan Pannekoek
menamakan sebagai Plateau Jampang. Plateau
Dalam Zona Bandung, terdapat beberapa
Jampang ditempati oleh endapan laut dangkal
tinggian yang terdiri dari endapan sedimen tua
yang khas dan kadang-kadang masih terlihat
yang menyembul diantara endapan volkanik.
tanda-tanda tepi pantai (Pannekoek, 1946).
Salah satu yang penting adalah G. Walat di
Arah tepi pantai di daerah ini umumnya
Sukabumi dan Perbukitan Rajamandala di
daerah Padalarang. berarah baratlaut-tenggara, terlihat di utara
kota Jampang Kulon.
Dari penyelidikan ini, Zona Bandung
dalam sejarah geologinya tidak dapat Aliran sungai di Pegunungan Selatan ini
umumnya dari utara ke selatan (S. Cibuni, S.
dipisahkan dengan Zona Bogor, kecuali oleh
Cikarang d1l.) yang rupanya sangat
banyaknya puncak-puncak gunungapi yang
dipengaruhi oleh kemiringan asal dari sedimen
masih aktif sampai sekarang.
Fm. Bentang. Sungai-sungai ini merupakan
Zona Pegunungan Selatan contoh khas dari apa yang dinamakan sungai
Batas zona Pegunungan Selatan Jawa konsekwen.
Barat dengan Zona Bandung di beberapa Pada ujung barat dari Plateau Jampang
tempat sangat mudah dilihat, seperti misalnya ditemukan morfologi amphitheater, yang
di Lembah Cimandiri. Disini batas tersebut membentuk cekungan mirip sepatu kuda,
merupakan perbedaan morfologi yang terbuka ke baratdaya. Amphitheater ini dapat
menyolok dari perbukitan bergelombang pada dinamakan sebagai Amphitheater Ciletuh
Lembah Cimandiri, langsung berbatasan (penulis). Pada morfologi ini intinya terdiri
dengan dataran tinggi (plateau) (Pannekoek, dari endapan mélange dan Fm. Ciletuh yang
1946) dari Pegunungan Selatan, dengan beda berumur Eosen dan lebih tua (Martodjojo.,
tinggi sekitar 200 m. Di daerah Padalarang, 2003).
sebaiknya batas ini diambil pada Perbukitan
Cekungan Jawa Barat Utara terletak di
Rajamandala. Hal ini berbeda dengan pendapat
van Bemmelen (1949), dimana perbukitan ini antara Paparan Sunda di Utara, Jalur Perlipatan
dianggap sebagai bagian dari Zona Bandung. Bogor di Selatan, daerah Pengangkatan
Kearah timur dari Rajamandala batas ini lebih Karimun Jawa di Timur dan Paparan Pulau
Seribu di Barat. Cekungan Jawa Barat Utara
tidak jelas lagi.
dipengaruhi oleh sistem block faulting yang
Morfologi Pegunungan Selatan Jawa berarah Utara–Selatan. Patahan yang berarah
Barat telah dipelajari secara mendalam oleh Utara-Selatan membagi cekungan menjadi
Pannekoek (1946), dimana ia membaginya graben atau beberapa sub-cekungan, yaitu
menjadi 19 satuan morfologi. Pannekoek Jatibarang, Pasir Putih, Ciputat, Rangkas
menekankan pentingnya dua generasi Bitung dan beberapa tinggian batuan dasar
morfologi, yakni : morfologi Pra-Miosen seperti Arjawinangun, Cilamaya, Pamanukan,
Akhir (sebaiknya Pliosen Awal, N18) dan Kandanghaur–Waled, Rengasdengklok dan
morfologi Resen. Kedua satuan morfologi ini Tangerang. Berdasarkan stratigrafi dan pola
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
strukturnya, serta letaknya yang berada pada resapan umumnya berada di daerah selatan,
pola busur penunjaman dari waktu ke waktu, dan adanya perbedaan landai hidrolik alami
ternyata cekungan Jawa Barat Utara telah disertai pula adanya perbedaan permeabilitas
mengalami beberapa kali fase sedimentasi dan pada setiap kelompok terdapat perbedaan
tektonik sejak Eosen sampai dengan sekarang tingkat permeabilitas yang mencolok
(Novianto, 2012). (Assegaf., 1998).
CAT DKI Jakarta termasuk kedalam
Zona Dataran Pantai Jakarta, sub-Cekungan Hasil dan diskusi
Ciputat, Cekungan Jawa Barat Utara yang
dibatasi oleh Tinggian Tangerang dan Data Pemboran
Tinggian Rengasdengklok. Digunakan 31 data pemboran sebagai
validasi. Data pemboran yang berada di daerah
penelitian memiliki elevasi yang beragam,
Hidrogeologi daerah penelitian mulai dari 0 meter diatas permukaan laut
Cekungan air tanah DKI Jakarta (mdpl.) sampai 140 mdpl. Kedalaman sumur
merupakan cekungan (basin) yang dibatasi di bor juga beragam, mulai dari pemboran
bagian atasnya oleh muka air tanah bebas dangkal dengan kedalaman 56 m, sampai
(muka freatik) dan di bagian bawahnya oleh dengan 450 m. Data pemboran menunjukkan
batuan berumur Tersier yang secara nisbi urutan stratigrafi perselingan klastika halus
bersifat kedap air. Sementara itu, batas dan kasar berupa lempung, pasir, konglomerat,
horizontal di bagian utara berada di laut lepas; breksi, pasir tufaan, lempung pasiran, lempung
di bagian barat adalah Kali Cisadane yang tufaan, dan batugamping. Persebaran data bor
termasuk kategori noflow boundary, batas di dan penarikan penampang dari titik-titik sumur
bagian selatan adalah Batugamping Formasi bor terdapat pada Gambar 1.
Kelapanunggal yang menjemari dengan Dilakukan penyederhanaan pada
Batulempung Formasi Jatiluhur dan berarah beberapa genesa litologi menjadi besar butir
barat-timur yang melewati sekitar Kota Depok; atau fisik litologi, seperti lempung tufaan
sementara di bagian timur adalah Kali Cikeas menjadi lempung, pasir tufaan menjadi pasir
atau Kali Bekasi dan termasuk kategori noflow dikarenakan akifer sulit diidentifikasi. Genesa
boundary (Haryadi Tirtomihardjo et al., 2012). lainya seperti batugamping, konglomerat, dan
Kondisi D.K.I Jakarta termasuk daerah breksi tetap digunakan.
tropis dengan 2 musim, yaitu kemarau dan Lapisan yang dapat berfungsi sebagai
penghujan. Curah hujan tahunan rata-rata di akiklud terdapat pada kedalaman yang
kawasan D.K.I Jakarta antara 1500 mm–2000
berbeda-beda yaitu 20 m-40 m dan 60 m-80 m
mm per tahun atau jumlah curah hujan bulanan di selatan Jakarta, dan 100 m-110 m dan 170
antara 125 mm–166,7 mm per bulan
m-200 m di utara Jakarta.
(Klimatologi, Stasiun D.K.I Jakarta Juanda
1994). Berdasarkan data pemboran, terdapat
tiga lapisan akuifer, yaitu: lapisan akifer I
Berdasarkan sifat lapis penutupnya, (akifer tak tertekan) berada pada kedalaman 0
sistem cekungan air tanah Jakarta dapat dibagi mbmt-20 mbmt di selatan Jakarta sampai 0
menjadi dua kelompok, yaitu: kelompok mbmt-100 mbmt di utara Jakarta, sedangkan
akuifer tak tertekan (elevasi 0 mdpl-20 mdpl) lapisan akifer II (akifer setengah tertekan atas)
dan kelompok akuifer tertekan (elevasi 20 berada pada kedalaman kedalaman 40 mbmt-
mdpl-300 mdpl), berdasarkan pola penyebaran
60 mbmt di selatan Jakarta dan 110 mbmt-170
air tanah dapat diungkapkan bahwa daerah mbmt di utara Jakarta, dan lapisan akifer III
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
S U
Gambar 5. Penampang 4
S U
Gambar 6. Penampang 5
Gambar 1. Base Map Penampang dan Sebaran Data
Pemboran
B T S U
Gambar 7. Penampang 6
Gambar 2. Penampang 1
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
mengakibatkan air tanah tidak bisa untuk kebutuhan flushing, maka dapat dihemat
dipergunakan untuk mandi, cuci, dan kakus kebutuhan air baku sebanyak 2.699,07
apalagi untuk kebutuhan air minum. Hal ini liter/detik pada tahun 2015 dengan jumlah
dibuktikan oleh data kimia air tanah Jakarta penduduk sebesar 10,6 juta jiwa, dan pada
(Tabel 3) yang dikeluarkan oleh BKAT (Balai tahun 2030 dengan asumsi jumlah penduduk
Konservasi Airtanah) pada tahun 2014, bahwa menjadi 13,9 juta jiwa dapat dihemat kebuthan
nilai kimia air tanah pada beberapa lokasi uji
air baku sebanyak 3.539,35 liter/detik.
melebihi batas maksimum yang diperbolehkan
untuk kebutuhan konsumsi (Tabel 2).
Pustaka
Kesimpulan dan Saran Assegaf, Abdurachman. (1998)
Akuifer yang berkembang di Cekungan Hidrodinamika Airtanah Alamiah
Air Tanah DKI Jakarta secara litologi adalah Cekungan Jakarta. ITB: Bandung
sedimen trumbu dan sedimen klastika kasar di Kulsum, Umi. (2015) Menanti Air Bersih
Selatan berubah secara perlahan menjadi Murah dan Layak Konsumsi. Koran
klastika halus di Utara. Tipologi akuifer yang Kompas edisi Rabu, 29 April 2015.
berkembang adalah Sistem Endapan Aluvium http://megapolitan.kompas.com/read/2015
di Selatan dan Pengembangan Pantai di Utara. /04/29/18050541/Menanti.Air.Bersih.Mur
Batuan penyusun endapan ini umumnya ah.dan.Layak.Konsumsi
berupa lempung, pasir, dan kerikil hasil erosi Martodjojo, Soejono. (2003) Evolusi
dan transportasi batuan. Cekungan Bogor Jawa Barat. ITB:
Bandung
Di CAT DKI Jakarta, akifer tidak
Tirtomihardjo, Haryadi. (2012) Kuantifikasi
tertekan memiliki ketebalan mulai dari 20 m– dan Pemodelan Air Tanah Cekungan Air
100 m. Bagian Utara dari CAT Jakarta Tanah Jakarta Provinsi D.K.I Jakarta,
didominasi oleh klastika sedimen halus dengan Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten.
besar butir lempung dan berselang-seling PSD Air Tanah dan Geologi Lingkungan:
dengan klastika sedimen sedang dengan besar Bandung
butir pasir sedang-pasir halus. Hal ini
disebabkan oleh sistem pengendapan yang
berkembang di daerah ini adalah pengendapan
pengembangan pantai.
Air tanah di daerah Jakarta Utara tidak
layak untuk di gunakan sebagai kebutuhan air
baku sehingga memerlukan sumber air bersih
dari air pam.
Cara memanajemen kebutuhan air baku
adalah dengan menggunakan air daur ulang
atau air tanah untuk keperluan kakus. Jika
diasumsikan seluruh penduduk Jakarta
menggunakan toilet duduk (kebutuhan untuk 1
(satu) kali flushing dengan menggunakan toilet
duduk adalah sekitar 3 galon atau 11 liter) dan
menggunakan air daur ulang atau air tanah
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
SD Cakung 3148 2100 8,31 29,5 0,62 0,01 665,8 0,2 453,3 700,7 120,8 0 0
Kantor Camat
Cakung
4875 3252 6,25 30,6 23,97 1,91 812,0 2 37,20 1585 126,7 0,06 0
Distam Pulo Lio 729 488 8,28 30,0 0,14 0,02 124,6 2 96,80 74,50 0,29
89,10 0
KBN Cilincing, 1004 672 8,81 30,5 0,43 0,03 228,5 0,1 320,9 103,0 26,40 0 0
KBN Marunda 396 264 7,69 28,9 0,75 0,43 30,50 0,2 158,0 20,20 97,50 0,01 0
Desa Buni Sakti 1493 996 7,69 29,1 0,77 0,09 267,6 3,3 126,6 351,8 76,60 0 0
Walang Baru I,
Jakarta Utara
333 224 7,73 28,6 1,16 0,09 37,80 0 76,90 60,60 5,30 0 18,2
Walang Baru II,
Jakarta Utara
1604 1072 8,66 29,2 1,23 0,06 380,0 0,2 488,0 152,1 98,80 0,78 35,1
Sunter 2 735 492 8,14 29,4 1,96 0,04 775,3 0,1 360,6 742,0 217,30 58,7
Sunter IV 3299 2200 8,63 29,5 1,30 0,24 723,5 0,1 554,2 675,5 266,9 0,12 0
Kelurahan Kamal 3601 2400 7,94 29,2 0,24 2,77 663,4 0,9 397,0 1387 49,70 0 2,80
Kecamatan
Penjaringan
1864 1244 7,81 27,9 0,83 4,39 3052 7,7 24,80 7458 539,5 0,04 0
PAM Palija 17364 11576 6,43 29,2 5,07 5,25 1085 2,9 85,20 1697 630,1 0,01 2,70
SP Air Tanah
Telemetri PLG,
16319 10880 6,77 27,4 0,11 0,03 215,6 0,5 339,1 110,1 20,0 0 0
PT. Diamond 1050 700 7,82 25,0 0,33 0,11 295,6 0,3 340,0 214,7 89,20 0 0,60
PT. Siemens 1227 820 8,58 31,7 0,21 0,79 440,4 0,4 372,2 512,3 186,0 0 6,20
PT. Naga Mas
Mundo
2281 1524 7,41 32,1 1,31 0,10 175,5 0,5 270,5 73,70 78,40 0,01 2,80
PT. Cipta Perdana
Plastik
1243 832 8,29 32,0 0,06 0,04 256,70 0,5 492,2 84,0 20,0 0 3,60
PT. Cipta Perdana
Plastik 2
1375 920 8,23 33,4 0,77 0,06 290,70 0,4 462,4 90,70 94,70 0 5,20
Distam Tongkol XI 6760 4508 7,75 27,4 19,59 0,70 1547 0,8 62,0 2357 12,80 0 3,10
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Sumber: Laporan Penyelidikan Air Tanah, Balai Konservasi Air Tanah. 2014
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”