Anda di halaman 1dari 13

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8

Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

SISTEM AIR TANAH ENDAPAN VULKANIK LERENG GUNUNG BROMO


KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

Heru Hendrayana*, M. Haris Miftakhul Fajar, Wahyu Wilopo


Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No.2, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
*corresponding author: heruha@ugm.ac.id

ABSTRAK
Pegunungan vulkanik mempunyai peran yang sangat besar dalam siklus aliran air tanah.
Kapasitasnya sebagai daerah imbuhan, menjadikan bentang alam ini sebagai salah satu objek utama
dalam usaha perlindungan air tanah. Tingginya tingkat keanekaragaman formasi geologi, menjadikan
aliran air tanah di bentang alam ini memiliki keunikan tersendiri dibanding bentang alam yang lain.
Gunung Bromo merupakan salah satu gunungapi aktif di Indonesia. Lereng timur laut Gunung Bromo,
secara administratif berada di wilayah Kabupaten Probolinggo dan merupakan daerah penelitian
yang akan diulas dalam tulisan ini. Keberadaaan daerah penelitian yang berada di lereng
pegunungan vulkanik, ternyata tidak serta merta menjamin tercukupinya kebutuhan air bersih bagi
penduduk setempat. Berdasarkan data PDAM Kab. Probolinggo tahun 2013, terdapat tiga desa di
tiga kecamatan yang hampir setiap tahun mengalamai bencana kekeringan.
Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan dengan pengamatan fisik geologi lapangan untuk
mengetahui hidrostratigrafi daerah penelitian, pengamatan hidrogeokimia air tanah untuk
mengetahui fasies air tanah, dan pengamatan isotop 2H untuk mengetahui lokasi daerah imbuhan air
tanah. Dari hasil pengamatan ini, diketahui bahwa hidrostratigrafi lereng timur laut Gunung Bromo
sangat dipengaruhi oleh sejarah geologi Gunung Bromo yang mana pada sekitar 150.000 tahun yang
lalu mengalami letusan besar membentuk kaldera Ngadisari dan lembah Sapikerep. Hal ini
menyebabkan fasies air tanah pada daerah penelitian memiliki perbedaan dengan lereng Gunung
Bromo di sisi lain walaupun masih dalam satu zona fasies stratovulkanik. Selain itu, adanya daerah
rawan kekeringan di lokasi penelitian juga sangat berhubungan dengan material vulkanik akibat dari
letusan tersebut.

I. PENDAHULUAN II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL


Gunung Bromo merupakan salah satu Berdasakan bentuk tubuhnya, Gunung Bromo
gunungapi aktif di Indonesia. Lereng timur laut merupakan gunung stratovulkanik di Indonesia.
Gunung Bromo, secara administratif berada di Menurut Cas dan Wright (1988) gunungapi
wilayah Kab. Probolinggo. Di kaki Gunung stratovulkanik terbentuk akibat adanya
Bromo lereng timur laut ini ada beberapa pengendapan material piroklastik yang
daerah yang hampir setiap tahun mengalami berulang-ulang dan sedikit aliran lava pada
musibah kekeringan dan masuk dalam daerah zona pusat erupsi. Batuan yang terendapkan
rawan air (PDAM Kab. Probolinggo, 2013). dan membentuk tubuh stratovulkanik
Daerah ini meliputi tiga desa dari tiga berbeda-beda. Bogie dan Mackenzie (1998)
kecamatan, yaitu Ds. Sumberejo Kec. Tongas, telah membuat fasies model untuk
Ds. Sumberbendo Kec. Sumberasih dan Ds. stratovulkanik. Dalam fasies model tersebut
Sumberkare Kec. Wonomerto. Oleh karena stratovulkanik dapat dibagi menjadi 4 zona
adanya daerah rawan air di kaki pegunungan fasies, yaitu : zona sentral, zona proksimal,
vulkanik, perlu dilakukan penelitian untuk zona medial, zona medial, dan zona distal.
mengetahui penyebab kekeringan dengan
Gunung Bromo secara geologi regional masuk
mengetahui sistem air tanah di daerah
dalam daerah vulkanik kuarter (Gambar 1).
tersebut.
Gunung ini terkenal dengan kaldera yang

803
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

begitu luas. Menurut Akkerdisjk (1930) dalam fisik geologi lapangan dilakukan dengan
Zaennudin (1990) sebelum terbentuk kaldera, menelusuri 7 sungai di lokasi penelitian dan
Gunung Bromo merupakan gunung api diperoleh sekitar 200 singkapan. Selain itu
berketinggian sekitar 4.500 m dengan juga dilakukan pengamatan terhadap mata air
puncaknya yaitu Guning Ijo. untuk mengetahui hidrostratigrafi dan genesa
mata air.
Menurut Zaennudin (1990), Gunung Bromo
mengalami letusan besar sekitar 152.000 Pengambilan sampel mata air dilakukan di 19
tahun yang lalu sehingga membentuk kaldera titik yang masing-masing mewakili zona fasies
Ngadisari. Letusan besar ini diawali dengan stratovulkanik. Analisa data hasil laboratorium
robohnya kerucut Gunung Ijo dan dinding dilakukan dengan menggunakan software
kawah Gunung Bromo bagian timur sehingga Aquachem 2014.2. Pengambilan sampel isotop
membentuk kaldera Ngadisari dan lembah dilakukan di 3 mata air yang memiliki debit
Sapikerep. Hasil letusan ini berupa ignimbrit besar dan mempunyai peran penting dan luas
yang berdasarkan hasil dating berumur bagi masyarakat sekitar.
152.000 ± 30.000 y BP. Ignimbrit hasil letusan
ini mengisi lembah Sapikerep dan menyebar IV. DATA DAN ANALISIS
ke arah timur laut sampai Selat Madura. Di
A. Hidrostratigrafi
dalam mineral penyusun ignimbrit, banyak
mangandung air, yang mengindikasikan Daerah fokus penelitian dapat dilihat pada
adanya kawah berisi air pada saat letusan. gambar 3. Berdasarkan peta topografi, dapat
diidentifikasi adanya anomali pola aliran
Pada periode selanjutnya terbentuk kerucut sungai pada lereng sebelah timur laut Gunung
vulkanik di bagian barat kaldera Ngadisari Bromo. Bila dilihat pada Peta Geologi Gunung
berupa kerucut Argowulan dan Cemoro Bromo, anomali pola aliran sungai tersebut
Lawang yang menghasilkan material lava dan diakibatkan oleh adanya endapan ignimbrit
mengisi lembah Sapikerep dan menyebar jauh hasil letusan besar yang membentuk kipas
sampai sejauh ±15 km ke arah timur laut. Lava piroklastik. Adanya kipas tersebut
ini berumur 135.000 ± 30.000 y BP. Periode mengakibatkan sungai-sungai mengalami
selanjutnya terbentuk kaldera lautan pasir penimbunan material ignimbrit dan
yang menurut Mulyadi (1991) kaldera tersebut mengindikasikan adanya channel sungai yang
terbentuk bukan karena letusan yang besar tertimbun (gambar 3a). Indikasi channel yang
tetapi karena adanya amblesan dan sesar tertimbun diperkuat dengan kemunculan mata
normal pada dinding kawah. Secara garis besar air pada bagian tepi kipas piroklastik (gambar
batuan yang berada di daerah penelitian 3b).
ditunjukkan pada gambar 2. Pada gambar
tersebut hanya menunjukkan beberapa Untuk menjawab indikasi tersebut, dan untuk
batuan dominan di lokasi penelitian. mengetahui hidrostratigrafi daerah penelitian,
dilakukan pengamatan geologi lapangan pada
III. METODE PENELITIAN 7 sungai di daerah penelitian, yaitu S. Kelor, S.
Untuk mengetahui sistem air tanah di lokasi Besi, S. Taman, S. Buring, S. Wungu, S. Curah
penelitian, dilakukan dengan 3 pendekatan, Mayit dan S. Curah Jero (gambar 4). Peneliti
yaitu dengan pengamatan fisik geologi menggunakan terminologi ignimbrit untuk
lapangan untuk mengetahui hidrostratigrafi membedakan endapan ini dengan jenis
daerah penelitian, pengamatan hidrogeokimia endapan aliran piroklastik lainnya. Hal ini
air tanah untuk mengetahui fasies air tanah, dilakukan karena lapisan ignimbrit dijadikan
dan pengamatan isotop 2H untuk mengetahui sebagai lapisan kunci. Penentuan iginimbrit
lokasi daerah imbuhan air tanah. Pengamatan sebagai lapisan kunci karena penyebarannya

804
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

yang luas dan umur yang telah diketahui melalui konglomerat yang berada di bawah
dengan jelas. endapan aliran debris.

Selain itu, peneliti menggunakan Istilah tephra S. Taman berawal pada ketinggian sekitar 500
untuk menyebut produk dari letusan eksplosif meter dengan batuan lava kemudian di
yang terlontar ke udara, baik berupa litik, abu bawahnya terdapat ignimbrit. Pada ketinggian
vulkanik, pumis, bom dan xenolith (Heiken dan sekitar 100 m, terdapat rembesan pada
Wohletz, 1991). Penggunaan terminologi ignimbrit yang menumpang di atas lapisan
aliran debris untuk menyebut lahar yang lebih aliran debris. Ignimbrit ini terus menipis dan
tua, yaitu berada di bawah ignimbrit, sepenuhnya diganti oleh endapan aliran debris
sedangkan untuk lahar yang berada di atas pada ketinggian 50 m. Seiring menipisnya
ignimbrit, peneliti menggunakan istilah young ignimbrit, bersama dengan S. Buring,
lahar, yaitu lahar yang berada di atas ignimbrit. ketebalan endapan aliran debris tampak lebih
menonjol dari pada sungai lainnya. Bahkan
Di S. Kelor, pada ketinggian 1.800-900 m
pada daerah ini endapan aliran debris
didominasi oleh endapan piroklastik surge,
mencapai puncak bukit di sekitar S. Buring dan
piroklastik jatuhan berupa ash dan tephra.
S. Taman.
Selain itu juga terdapat lava yang cukup masif
dan tebal. Setidaknya ada dua jenis lava, yaitu Pada S. Wungu diawali dengan adanya mata
lava andesit dan lava basal yang mana lava air yang keluar dari ignimbrit di bawah lava.
andesit berada di bawah lava basal. Di antara Aliran lava ini sangat panjang, mulai dari
keduanya tersusun atas material piroklastik kaldera Ngadisari yang berketinggian sekitar
aliran dan terkadang terdapat piroklastik surge. 2.300 m sampai daerah berketinggian sekitar
Di antara dua lava ini sering terdapat mata air 350 m. Pada ketinggan sekitar 20 m, mata air
atau sekedar rembesan. Lapisan ignimbrit kembali muncul dari konglomerat di bawah
mulai terlihat pada ketinggian 800 m melalui endapan aluvial.
air terjun Umbulan dan berada di dasar sungai.
Pada S. Curah Mayit, sejak sungai ini muncul,
Pada lokasi ini terdapat mata air Umbulan
endapan aliran debris yang awalnya cukup
dengan ignimbrit sebagai akuifer utamanya.
tebal, perlahan menipis dan tidak menerus.
Pada ketinggian sekitar 600 meter, di bawah
Sedangkan ignimbrit, pelamparannya relatif
ignimbrit terdapat perselingan lava dan
lebih jauh daripada aliran debris. Semakin ke
piroklastik aliran secara bergantian yang
utara ignimbrit semakin tipis dan diakhiri
mengindikasikan batuan Tengger Tua.
dengan munculnya mata air pada konglomerat
Pada ketinggan sekitar 350-250 m, ignimbrit di bawah ignimbrit tersebut.
tertutupi oleh lahar muda. Pada ketinggian
S. Curahjero merupakan sungai yang cukup
sekitar 150 m, tidak ditemukan lagi ignimbrit
dalam dan curam. Sungai ini pada ketinggian
pada S. Kelor. Sungai ini hanya tersusun oleh
2.000-800 m tersusun oleh selang-seling lava
lahar muda dan perselingan antara pasir dan
dan piroklastik aliran. Lava pada sungai ini
abu vulkanik hasil dari endapan aluvial.
sangat bervariasi, mulai dari beberapa puluh
S. Besi dimulai dari adanya rembesan dan sentimenter sampai beberapa puluh meter.
mata air yang berasal dari ignimbrit yang Perselingan lava dan piroklastik aliran ini
ditindih oleh lava. Pada ketinggian sekitar 250 mengindikasikan batuan Tengger Tua. Lapisan
m, terdapat lapisan aliran debris berupa breksi ignimbrit mulai terlihat pada ketinggian 700 m
di bawah ignimbrit. Endapan aliran debris ini dan berada di puncak bukit. Pada ketinggian
menerus sampai ketinggan 30 m, dan 500 m, ignimbrit mempunyai ketebalan
berakhirnya lapisan ini ditandai dengan berpuluh-puluh meter, dan keras bahkan
munculnya mata air. Mata air ini keluar

805
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

membentuk tebing sungai. Semakin ke utara bahkan material aliran debris pada daerah ini
ignimbrit ini semakin tipis. muncul kepermukaan tanpa ditutupi oleh
ekuifer ignimbrit (gambar 7). Di sebelah
Dari semua singkapan tersebut, dibuat peta
selatan daerah rawan air ini juga merupakan
penyebaran kipas piroklastik pada gambar 5,
daerah dengan endapan aliran debris cukup
dan untuk mengetahui komposisi kipas
tebal dan bahkan muncul ke permukaan. Dari
piroklastik tersebut dibuat sayatan pada
hasil pengamatan lapangan, daerah ini bukan
gambar 6. Jenis batuan pada sayatan dibuat
merupakan daerah rawan air, karena untuk
lebih ringkas dari pada measuring section
pemenuhan kebutuhan air bersih, penduduk
untuk lebih mudah membedakan
mengambil air dari daerah sebelah selatannya
komposisinya.
yang notabene memiliki sumber mata air yang
Pada saat terjadi letusan besar yang cukup melimpah.
membentuk kaldera Ngadisari, diawali dengan
B. Daerah imbuhan
runtuhnya kerucut Gunung Ijo dan dinding
kawah sebelah timur yang membentuk Untuk mengetahui daerah imbuhan, dipilih 3
lembah Sapikerep (Zaennudin, 1990). Adanya mata air yang memiliki debit besar dan
material aliran debris di bawah ignimbrit memiliki peran penting dan luas bagi
diperkirakan merupakan material hasil masyarakat. Ketiga mata air tesebut adalah
longsoran dinding kawah pada pembentukan mata air Tirtoageng, mata air Umbulan, dan
kaldera Ngadisari. Oleh karena itu, sungai yang mata air Cecep. Ketiga sampel mata air ini
tertimbun kipas piroklastik tidak langsung dikirim ke BATAN untuk dilakukan analisa
ditindih oleh ignimbrit, tetapi terlebih dahulu isotop 2H.
ditutup oleh material hasil longsoran dinding
Sebelun mengetahui daerah imbuhan
kawah berupa aliran debris.
berdasarkan data isotop, perlu diketahui
Dari data ini dapat diketahui bahwa terlebih dahulu mean weight isotop 2H di
hidrostratigrafi di daerah penelitian berupa: Gunung Bromo. Data mean weight isotop 2H
Gunung Bromo diperoleh dari database
1. Ignimbrit dan endapan aliran piroklastik
BATAN (tabel 1).
berperan sebagai akuifer. Ditunjukkan
dengan adanya beberapa mata air yang Dari data isotop 2H diketahui bahwa ketinggian
keluar dari akuifer ini. daerah imbuhan mata air Umbulan,
2. Endapan fluvial terutama konglomerat Tirtoageng, dan Cecep berturut-turut 2030 m,
berperan sebagai akuifer melalui channel- 2430 m, dan 1763 m sampai puncak Gnung
channel sungai yang tertimbun. Bromo (tabel 2). Akuifer mata air Tirtoageng
3. Di antara ignimbrit dan endapan fluvial dan Umbulan sama, yaitu ignimbrit, dan dari
(berupa konglomerat), dipisahkan oleh data isotop diketahui bahwa ignimbrit
akuitar berupa endapan aliran debris. tersebut mengalami imbuhan air tanah pada
Endapan ini berperan sebagai akuitar daerah di sekitar puncak Gunung Bromo.
disebabkan karena kekerasannya cukup Diperkirakan area imbuhan yang paling utama
besar sehingga tidak mudah menyimpan yaitu kaldera lautan pasir Gunung Bromo.
dan mengalirkan air. Untuk mata air Cecep yang akuifernya berupa
4. Lava berperan sebagai akuifug. material piroklastik aliran dan berada pada
batuan Tengger Tua, dari data isotop diketahui
Berdasarkan hidrostratigrafi tersebut dan peta
bahwa daerah imbuhannya berada pada
persebaran batuan, yang di overlay dengan
ketinggian 1763 m sampai sekitar puncak
peta daerah rawan air, diketahui bahwa
Gunung Bromo.
daerah rawan air berada pada area yang
memiliki endapan aliran debris cukup tebal,
806
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

C. Fasies air tanah mempunyai akuifer yang sama yaitu


konglomerat dan endapan fluvial. Mata air
Untuk mengetahui fasies air tanah, dilakukan
pada zona medial dan mata air Umbulan pada
pengambilan sampel pada 19 mata air di lokasi
zona proksimal, yang mana memiliki akuifer
penelitian untuk dilakukan analisa kation dan
dan genesa keterbentukan mata air yang sama,
anion (gambar 8). Kesembilan belas mata air
berada dalam satu kelompok fasies air tanah.
tersebut dipilih berdasarkan zona fasies
Keenam mata air yang berasal dari zona yang
stratovulkanik.
sama yaitu proksimal, memiliki fasies air tanah
Dari hasil analisa kation dan anion yang yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan
disajikan pada diagram pipper (gambar 9), bahwa mata air dalam kelompok zona fasies
terlihat bahwa semua mata air menunjukkan stratovulkanik tertentu tidak berhubungan
kandungan kation yang hampir sama, yaitu secara langsung terhadap kelompok fasies air
tipe tidak dominan di salah satu kation. tanah. Fasies air tanah sangat bergantung
Namun, mata air tersebut memiliki perbedaan dengan jenis batuan yang dilewatinya.
mencolok pada kandungan anion. Mata air
yang berasal dari zona distal memiliki V. KESIMPULAN
kandungan anion Cl yang begitu dominan, Hidrostratigrafi suatu daerah sangat
sedangkan mata air pada zona medial bergantung pada sejarah geologi daerah
mempunyai kandungan anion bikarbonat yang tersebut. Gunung Bromo merupakan
dominan. Mata air yang berada pada zona gunungapi yang memiliki kekhasan dengan
sentral memiliki kandungan anion yang relatif adanya kaldera, lembah Sapikerep dan kipas
berimbang antara SO4, HCO3 maupun Cl. piroklastiknya. Pembentukan kipas piroklastik
Hal yang cukup menarik terjadi pada hasil dimulai saat terjadi longsoran dinding kawah
fasies mata air di zona proksimal. Pada zona sebelum pembentukan kaldera Ngadisari.
ini peneliti sengaja mengambil sampel tidak Longsoran ini membentuk endapan aliran
hanya berasal dari zona proksimal di lembah debris pada bagian bawah kipas piroklastik.
Sapikerep, tetapi juga mengambil sampel Setelah longsoran, terjadi letusan hebat yang
mata air di zona proksimal lain yang notabene menghasilkan ignimbrit dan membentuk kipas
batuan penyusunnya berupa batuan Tengger piroklastik bagian atas. Terbentuknya kipas
Tua, yaitu mata air Madakaripura, mata air piroklastik menyebabkan beberapa saluran
Tempuran, mata air Mbok mami dan mata air sungai (channel) mengalami penimbunan.
Tracap. Dari mata air zona proksimal pada Channel ini tertutup tidak hanya oleh ignimbrit
lembah Sapikerep, yaitu Umbulan dan Cecep, yang bertindak sebagai akuifer, tetapi juga
memiliki perbedaan fasies air tanah. Pada adanya aliran debris yang bertindak sebagai
mata air Cecep yang notabene akuifernya akuitar. Pada beberapa daerah yang tersusun
berasal dari batuan Tengger Tua, mempunyai atas material aliran debris cukup tebal, akan
kandungan bikarbonat yang sangat dominan, mengalami masalah terhadap pemenuhan
sedangkan mata air Umbulan memiliki fasies kebutuhan air bersih. Melalui akuifer ignimbrit,
air tanah yang mirip dengan mata air di zona pada daerah zona medial dan proksimal
medial. Persamaan antara mata air Umbulan muncul beberapa mata air dengan debit yang
dan mata air di zona medial, diperkirakan cukup besar. Akuifer ignimbrit pada mata air
karena kesamaan akuifer pembawa. ini merupakan akuifer tertekan karena
ditutupi oleh lava masif hasil aktifitas vulkanik
Dari hasil analisa fasies air tanah ini dapat pasca terbentuknya kaldera Ngadisari.
memberikan gambaran bahwa mata air yang
berada di zona distal memiliki fasies air tanah Daerah imbuhan mata air di zona medial dan
yang hampir sama. Kelima mata air tersebut proksimal berada di sekitar puncak Gunung
Bromo dan kaldera lautan pasir. Berkenaan
807
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

dengan fasies air tanah, mata air di daerah Walaupun begitu, fasies air tanah tidak
penelitian pada umumnya memiliki kandungan berhubungan secara langsung terhadap lokasi
kation yang hampir sama. Perbedaan zona stratovulkanik. Hal ini terlihat dari hasil
mencolok berada pada kandungan anion yang fasies air tanah pada zona proksimal, yang
mana pada daerah distal didominasi oleh Cl, mana pada mata air tersebut batuan
daerah medial dan proksimal didominasi oleh akuifernya berbeda-beda. Fasies air tanah
bikarbonat, dan daerah sentral mempunyai sangat bergantung pada batuan yang dilewati
kandungan anion yang relatif seimbang. oleh air tanah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Final Report Penelitian Potensi Sumber Mata Air Kebon Candi Pasuruan. BATAN. tidak
dipublikasikan.

Anonim. 2013. Database Prasarana Air Bersih Kab. Probolinggo, PDAM Kab. Probolinggo. tidak
dipublikasikan.

Bogie., Mackenzie, K.M., 1998. The Application of A Volcanic Facies Model to An Andesitic
Stratovolcano Hosted Geothermal System At Wayang Windu Java Indonesia, Proceedings 20th NZ
Geothermal Workshop,. hal 265-270.

Cas, R.A.F., Wright, J.S., 1988. Volcanic Succession: Modern and Ancient., Unwin Hyman, London.

Heiken, G., Wohletz, K., 1991. Fragmentation Porecesses in Explosive Volcanic Eruption, dalam
Sedimentation in Volcanic Settings, Society for Sedimentary Geology, United State of America.

Mulyadi, E., 1991. The Sand Sea and Other Caldera Formation in Bromo-Tengger Complex East Java,
Proceeding IAGI 22nd. hal 34-45.

Ratman, N., Suwarti, T., Samodra, 1998, Peta Geologi Indonesia Lembar Surabaya, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Zaennudin, A., 1990. Stratigrafi dan Genesis Kerucut Cemara Lawang di Kaldera Bromo-Tengger Jawa
Timur, Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI XIX. hal 19-34.

Zaennudin, A., Hadisantono, R.D., Erfan, R.D., Mulyana, A.R., 1994. Peta Geologi Gunungapi Bromo-
Tengger Jawa Timur, DIrektorat Vulanologi, Bandung.

TABEL
Tabel 1. Data mean weight isotop 2H di Gunung Bromo - Tengger (BATAN, 2006)

No. Stasiun Elevasi Mean Weight Isotop 2H


Curah Hujan (m) (‰)

1 Gondang 35 -35,0
Wetan

2 Puspo 640 -42,5

3 Tosari 1640 -46,3

808
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

Tabel 2. Hasil analisis isotop stabil 2H


2
No Nama Sumber H (‰) Elevasi
Air Baku Daerah imbuhan (m)

1 MA Umbulan -50,7 2030


2 MA Tirtoageng -53,7 2430
3 MA Cecep -48,7 1763

GAMBAR

Gambar 1. Peta Geologi Regional daerah penelitian. (Ratman dkk., 1998)

809
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

Keterangan:
 TDK : Dinding Kaldera
Tengger;
 BRI : Lava Branggah;
 BI : Lava Bulukandang;
 SUig : Ignimbrit;
 Nla : Lava Nadesit
Ngadas; Njp: Jatuhan
Piroklastik Ngadas;
 CMjp: Jatuhan Piroklastik
Kerucut Muda;
 WJph: Abu Hitam
Widodaren;
 Bojp : Jatuhan Piroklastik
Bromo;
 Bajp : Jatuhan Piroklastik
Batok

Gambar 2. Penampakan 3D lereng timur laut Gunung Bromo dengan batuan utama penyusunnya.
(Zaennudin dkk., 1994 dengan modifikasi)

810
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3. A. Adanya anomali pola penyaluran pada daerah penelitian. Garis hijau diperkirakan
sebagai channel yang tertimbun.; B. Titik hijau menunjukkan kemunculan mata air dan warna oranye
adalah persebaran kipas piroklastik (Persebaran kipas piroklastik berdasar Peta Geologi Lembar
Probolinggo).

811
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 4. Singkapan batuan dari jalur ketujuh sungai di lokasi penelitian.

812
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 5. Peta persebaran batuan pada lembah Sapikerep dan kipas piroklastik.

813
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 6. Sayatan E-F pada peta persebaran batuan di lokasi penelitian. Pada S. Curah jero di bagian
hulu yang notabene berada pada batuan Tengger Tua, dasar sungai yang berupa bongkah
diinterpretasikan sebagai paleochannel.

Gambar 7. Overlay antara peta persebaran batuan dengan peta daerah rawan air.

814
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 8. Peta lokasi mata air yang dilakukan analisa kimia. Lingkaran biru menunjukkan mata air
yang juga diambil sampelnya untuk analisa isotop; (MA = Mata air).

Gambar 9. Hasil analisa hidrogeokimia 19 mata air di lokasi penelitian berdasarkan diagram pipper.

815

Anda mungkin juga menyukai