Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL USULAN SKRIPSI

GEOLOGI DAERAH BANJARHARJA DAN SEKITARNYA KECAMATAN


KALIPUCANG KABUPATEN PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT

Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik


Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral
Institut Teknologi Nasional Yogyakarta 

Oleh :
IMAM AMARIJAMI SAPUTRA
410016070

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
A. JUDUL
“Geologi daerah Banjarharja dan sekitarnya, Kecamatan Kalipucang,
Kabupaten Pangandaran, Propinsi Jawa Barat”

B. LOKASI PENELITIAN

Lokasi
penelitian

Gambar 1.1 daerah lokasi penelitian

Daerah penelitian terletak di daerah Banjarharja dan sekitarnya, kecamatan


Kalipucang, kabupaten pangandaran, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa
Barat, Indonesia. Kabupaten Pangandaran memiliki luas wilayah sekira 1.011,04 km.
Wilayah Kabupaten Pangandaran berbatasan dengan Kabupaten Ciamis di sebelah
utara, Kabupaten Cilacap (Provinsi Jawa Tengah) di sebelah timur, Samudera
Hindia di sebelah selatan, serta Kabupaten Tasikmalaya di sebelah barat. Kabupaten
Pangandaran terletak di bagian ujung tenggara dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang
berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah timur.
Berjarak 300 km dari kampus ITNY, kabupaten ini merupakan salah satu
tujuan wisata favorit karena keindahan objek wisata alam yang disuguhkan di
kabupaten ini. Pantai Pangandaran dan Cukang Taneuh (the Green Canyon)
merupakan objek wisata yang cukup diandalkan di Kabupaten Pangandaran.
Kabupaten ini merupakan buah pemekaran dari Kabupaten Ciamis dan beribu kota
di Parigi.
C. KESAMPAIAN DAERAH
Daerah penelitian bisa dicapai dengan menggunakan jalur darat baik
kendaraan roda empat maupun kendaraan roda dua dari Yogyakarta. Rute yang dapat
dilalui dari Yogyakarta yaitu Yogyakarta – Wates – Adipala – Kaliputjang, dengan
perkiraan lama waktu tempuh ± 7 jam 4 menit dengan jarak tempuh ± 300 km.
Sedangkan untuk lokasi pengamatan dapat dicapai dengan kendaraan roda dua,
kecuali dibeberapa tempat yang hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki.

Gambar 1.2 Kesampaian daerah

D. TAHAP PENELITIAN
Tahap yang dilakukan untuk melakukan penelitian sebagai berikut: Penelitian
pendahuluan (studi pustaka, izin penelitian, dan pembuatan proposal), penelitian
lapangan, tahap pra-mapping (survey awal dan ”reconaissence”, observasi, perizinan
tempat tinggal dan persiapan peta-peta), tahap mapping (pengamatan geomorfologi,
stratigrafi, struktur geologi), pengolahan data (laboratorium dan studio), analisis data,
pembuatan laporan, dan presentasi hasil laporan.
E. GEOLOGI REGIONAL
1. Fisiografi
Fisiografi adalah pembagian zona batuan berdasarkan kenampakan morfologi
daerah tersebut. Van Bemellen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi lima
zona fisografi yang berarah barat – timur sesuai dengan arah memanjang Pulau Jawa
(Gambar 1), yaitu Zona Dataran Rendah Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung,
Zona Pegunungan Bayah, Zona Pegunungan Selatan.

Gambar 1. Zona Fisiografi Jawa Barat


1. Dataran Pantai Jakarta (Plain of Batavia)
Daerah ini terletak di tepi laut Jawa dengan lebar lebih kurang 40 Km
terbentang mulai dari Serang sampai ke Cirebon. Sebagian besar tertutupi oleh
endapan alluvial yang terangkut.
2. Zona Bogor (Bogor Zone)
Zona ini membentang mulai dari Rangkasbitung melalui Bogor, Purwakarta,
Subang, Sumedang, Kuningan dan Manjalengka. Daerah ini merupakan perbukitan
lipatan yang terbentuk dari batuan sedimen tersier laut dalam membentuk suatu
Antiklonorium, dibeberapa tempat mengalami patahan yang diperkirakan pada zaman
Pliosen-Plistosen sezaman dengan terbentuknya patahan Lembang dan pengangkatan
Pegunungan Selatan. Zona Bogor sekarang terlihat sebagai daerah yang berbukit-
bukit rendah di sebagian tempat secara sporadis terdapat bukit-bukit dengan batuan
keras yang dinamakan vulkanik neck atau sebagai batuan intrusi seperti Gunung
Parang dan Gunung Sanggabuana di Plered Purwakarta, Gunung Kromong dan
Gunung Buligir sekitar Majalengka. Batas antara zona Bogor dengan zona Bandung
adalah Gunung Ciremai (3.078 meter) di Kuningan dan Gunung Tampomas (1.684
meter) di Sumedang.
3. Zona Bandung
Daerah Merupakan gunung api, zone ini merupakan suatu depresi jika
dibanding dengan zona Bogor dan zona Pegenungan Selatan yang mengapitnya yang
terlipat pada zaman tersier. Zona Bandung sebagain besar terisi oleh endapan
vulkanik muda produk dari gunungapi disekitarnya. Gunung-gunung berapi terletak
pada dataran rendah antara kedua zone itu dan merupakan dua barisan di pinggir zone
Bandung pada perbatasan Zone Bogor dan zone Pegunungan Selatan. Walaupun zona
Bandung merupakan suatu depresi, ketinggiannya masih cukup besar, misalnya
depresi Bandung dengan ketinggian 650 – 700 mdpl. Zona Bandung sebagian terisi
oleh endapan-endapan alluvial dan vukanik muda (kwarter), tetapi di beberapa tempat
merupakan campuran endapan tertier dan kwarter. Pegunungan - pegunungan tersier
tersebut adalah pegunungan Bayah, bukit di lembah Cimandiri-Sukabumi, bukit-bukit
Rajamandala dan bukit-bukit Kabanaran. Pegunungan itu telah tertoreh-toreh dan
tererosikan dengan kuat, sehingga merupakan permukaan yang agak datar(peneplain).
Peneplain itu terus melandai ke Barat ke Selat Sunda. Dibeberapa tempat di Selatan
pantai zona Bandung lautnya curam, terdiri atas: depresi Cianjur Sukabumi, depresi
Bandung, depresi Garut dan depresi Citanduy para ahli geologi menyebutnya sebagai
cekungan antar pegunungan (cekungan intramontana).
Daerah penelitian berdasarkan klasifikasi diatas terletak pada barisan
Pegunungan Selatan Jawa Barat yang merupakan bagian dari Zona Pegunungan
Selatan, pada kelompok Jampang, dan merupakan bagian dari lantai samudera hindia
yang terangkat. Memiliki tiga satuan morfologi utama, yaitu Satuan Perbukitan
Volkanik dengan kemiringan lereng sedang hingga terjal, Satuan Perbukitan
Karbonat dengan kemiringan lereng sedang-landai dan Satuan morfologi pedataran
Aluvium. Perbedaan topografi dismaping dikontrol oleh aspek batuannya, juga
dipengaruhi oleh struktur geologinya, yaitu struktur lipatan, sesar naik dan sesar
normal.
Sebagian besar morfologi di daerah penelitian disusun oleh batuan
volkaniklastik Formasi Jampang. Formasi ini memiliki lapisan yang baik,
menunjukan batuannya merupakan hasil transportasi ketika bersamaan atau segera
setalh terjadinya erupsi gunungapi pada saat itu. Bentuk perbukitannya memanjang
dengan arah umum barat-timur, menunjukan arah kompresi utara-selatan, dan
membentuk struktur lipatan berarah barat-timur. Adanya perbedaan elevasi yang
tajam antara perbukitan volkanik Formasi Jampang dengan batuan di sekitarnya, atau
dengan alluvium, menunjukan adanya peran sesar normal atau sesar mendatar
normal. Adanya sebaran alluvium atau daerah berawa diantara jalur perbukitan,
menunjukan adanya segmen sesar normal yang pembentukannya berhubungan
dengan sesar naik atau sesar mendatar.
4. Zona Pegunungan Selatan
Terbentang mulai dari teluk Pelabuhanratu sampai Pulau Nusakambangan.
Zone ini mempunyai lebar ±50 km,tetapi di bagian Timur menjadi sempit dengan
lebar hanya beberapa km. Pegunungan Selatan telah mengalami pelipatan dan
pengangkatan pada zaman Miosen dengan kemiringan lemah ke arah Samudera
lndonesia. Pegunungan Selatan dapat dikatakan suatu plateau dengan permukaan
batuan endapan Miosen Atas, tetapi pada beberapa tempat permukaannya tertoreh-
toreh dengan kuat sehingga tidak merupakan plateau lagi. Sebagian besar dari
pegunungan Selatan mempunyai dataran erosi yang letaknya lebih rendah, disebut
dataran Lengkong yang terletak di bagian Baratnya dan sepanjang hulu sungai
Cikaso. Pada waktu pengangkatan Pegunungan Selatan (Pleistosen Tengah) dataran
Lengkong ikut terangkat pula, sehingga batas Utara mencapai ketinggian ±800 m dan
bukit-bukit pesisir mencapai ±400 m. Di pegunungan Selatan terdapat bagian-bagian
Plateau Jampang, Plateau Pangalengan dan Plateau Karangnunggal. Di Tenggara
Sukaraja terdapat bukit Pasirkoja setinggi 587m, di daerah ini perbatasan antara zone
Bandung dan pegunungan Selatan tertimbun oleh endapan muda alluvial dan
vulkanis. Di sebelah Timur Gunung Bongkok (1.114 m), suatu bukit intrusi terdapat
pula escarpment sebagai batas plateau itu dengan lembah Citanduy di zona Bandung.
Pegunungan Selatan di Timur tertimbun dataran alluvial yang sempit, karena
sebagian masuk ke laut dan berakhir di dekat Pulau Nusakambangan.
2. Stratigrafi Regional
Jawa Barat dibagi menjadi tiga mandala sedimentasi berdasarkan macam sedimen
pembentuknya (Martodjojo, 1984) (Gambar 2), yaitu, Mandala Paparan Kontinen di
utara, Mandala Banten di barat, Mandala Cekungan Bogor di selatan dan timur.
Gambar 2. Tatanan Stratigrafi Jawa Barat menurut Martodjojo (1984)
Berdasarkan pembagian di atas, daerah penelitian termasuk kedalam Mandala
Cekungan Bogor. Mandala Cekungan Bogor meliputi beberapa Zona Fisiografi van
Bemmelen (1949), yaitu Zona Bogor, Zona Bandung dan Zona Pegunungan Selatan.
Mandala sedimentasi ini dicirikan dengan endapan aliran gravitasi, yang kebanyakan
berupa fragmen batuan beku dan sedimen, seperti andesit, basalt, tufa, dan gamping.
Ketebalannya secara pasti sulit ditentukan, tetapi diperkirakan lebih dari 7000 m.
Terdapat tujuh formasi pada daerah penelitian, (simanjutak dan surono,1992)
diantaranya yaitu:
1. Formasi Jampang (Tomj), Formasi ini merupakan batuan gunung api klastika
yang sangat menonjol,berupa breksi,tuf,dan sisipan lava.batuan ini
berselingan dengan batuan pasir, batulempung dan napal dengan sisipan
konglomerat,batupasir kerikil dan diamiktit. Breksi berwarna abu tua sampai
hitam,coklat,kelabu kehijauan dan kebiruan. Umumnya padu terpilah
buruk,dengan komponen berukuran antara 0,5cm dan 2m - 3m, bentuk
butirnya menyudut hingga menyudut tanggung.komponennya terdiri dari
andesit plagioklas,andesit hornblenda,andesit hipersten,trakit basal,
batugamping, argilit dan tuf hablur terkersikan atau batupasir tufaan.
Satuan ini tersingkap luas didaerah perbukitan dibarat citanduy dan
nusakambangan .tebal seluruhnya tidak diketahui secara pasti,karena bagian
bawah tidak tersingkap.berdasarkan penampang geologi tebalnya diperkirakan
melebihi 1000m.satuan ini menjemari dengan formasi Nusakambangan dan
ditindih secara tidak selaras oleh formasi Pamutuan,tetapi dengan formasi
Halang dibatasi Oleh sesar .satuan ini dapat disetarakan dengan bagian bawah
dari formasi Gabon ( Lembar Banyumas)
2. Endapan alluvial (Qa), Endapan alluvial ini terdiri dari lumpur, pasir , kerikil.
Endapan ini cukup luas terdapat disekitar muara Citanduy dan dibeberapa
tempat sepanjang pantai utara Pulau Nusakambangan.tebal satuan ini berkisar
antara satu sampai puluhan meter. Endapan pantai yang terdiri dari pasir lepas
dan ada juga yang berlapis mengandung magnetit dan ilmenit, belum
mengalami proses kompaksi .dibeberapa tempat di pantai selatan Pulau
Nusakambangan dan disekitar Cilacap berupa endapan epantai dengan
ketebalan antara 1-10m. Satuan ini diperkirakan terbentuk sejak plistosen.
3. Formasi Kalipucang (Tmkl), Formasi ini terdiri atas batugamping terumbu,
banyak mengandung koral dan algae ,batuan ini tersusun oleh mineral
kalsit ,aragonit,apatit dan sedikit lempung. terbentuk dalam lingkungan litoral
yang berumur miosen tengah sampai miosen akhir . satuan ini terdapat di
daerah perbukitan rendah dan tersebar secara terpisah pisah di barat Citanduy
dan Pulau Nusakambangan,tebal maksimum satuan ini sekitar 300m.batuan
terumbu ini cukup berkembang dan menindih secara tak selaras di atas
formasi Jampang dan formasi Nusakambangan, sedangkan bagian bawah
menjemari dengan anggota tuf napalan dan anggota kalkarenit formasi
Pamutuan.
4. Formasi Nusakambangan (Tmnt), Formasi ini terdiri dari tuf,tuf lapili,tuf pasir
dan kerikil dengan sisipan batupasir sela di bagian bawah,secara berangsur
batupasir sela makin bertambah ke bagian atas, dengan selingan batulempung
dengan sisipan breksi.satuan ini tidak berfosil, umurnya didasarkan pada
kedudukan stratigrafi nya yang menjemari dengan formasi Jampang yaitu
miosen tengah, serta lingkungan pengendapan lautan. Satuan ini terdapat di
Pulau Nusakambangan dan di beberapa tempat di barat Citanduy, biasanya
membentuk perbukitan rendah. Tebal berkisar antara 200 dan 800m. Satuan
ini terletak selaras dibawah Formasi Pamutuan serta tertindih tidak selaras
oleh Formasi Kalipucang. Nama formasi didasarkan pada singkapan terbaik di
Pulau Nusakambangan. Satuan ini dapat disertakan dengan anggota Tuf
formasi Gabon di lembar Banyumas.
5. Formasi Pamutuan (Tmpa), Formasi ini terdiri dari barupasir berselingan
dengan batugamping kalkarenit,napal.batulempung dan tufa yang diendapkan
dalam lingkungan laut dangkal sampai neritik,berumur miosen tengah. Dalam
formasi ini terdapat batugamping kalkarenit yang dikelompokan dalam
anggota formasi Pamutuan yang terdiri atas batugamping kalkarenit
berselingan dengan napal yang berumur miosen tengah. napal dan
batugamping mengandung fosil foraminifera jenis bentos dan
plangton,kepingan kerang dan ganggang.satuan ini tersingkap baik di aliran
Sungai Cipamutuan di sebelah utara Pangandaran .tebal satuan ini sekitar
600m, menindih selaras formasi Jampang .hubungan nya dengan formasi
Kalipucang tidak jelas ,diduga menjemari.
6. Formasi Halang (Tmph), berupa endapan turbidit, terdiridari perselingan
napal, kalkarenit, batu pasir sela, konglomerat, dengan sisipan batu gamping
dan batu pasir dibagian bawah, napal semakin dominan dibagian atas.
7. Anggota Kalkarenit (Tmpt), formasi ini terdiri dari kalkarenit dan batu
gamping klastika berselingan dengan napal.
3. Struktur Regional
Tatanan tektonik dan struktur geologi di daerah Jawa bagian barat
dipengaruhi oleh tektonik kepulauan Indonesia bagian barat yang merupakan
produk konvergensi Lempeng IndoAustralia yang relatif bergerak ke arah utara dan
Lempeng Eurasia yang relatif diam. (Hamilton, 1979). Berdasarkan rekonstruksi
geodinamika (Katili, 1975 op.cit Hamilton, 1979), subduksi lempeng Australia
kebawah lempeng Eurasia yang aktif pada Eosen telah menghasilkan sistem busur
kepulauan yang dapat diikuti kemenerusannya mulai dari Burma di baratlaut,
Andaman, Sumatra, Jawa, sampai ke Lengkong Banda di Indonesia bagian timur.
Aktivitas lempeng yang bekerja sangat berperan dalam membentuk tatanan
tektonik suatu daerah, baik dalam membentuk blok-blok ketinggian atau blok-blok
depresi yang dapat berubah fungsi menjadi cekungan-cekungan pengendapan.
Aktivitas lempeng tersebut menjadi faktor yang sangat penting dalam
pembentukkan tatanan struktur dan stratigrafi suatu daerah.

Peta Pola Struktur Jawa Barat (Martodjojo, 2003)

Terdapat 3 pola struktur dominan yang berkembang di Pulau Jawa berdasarkan


Martodjojo (2003), yaitu:
1. Pola Meratus berarah timurlaut-baratdaya yang merupakan pola tertua dan
terbentuk pada 80-53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal). Pola
ini diwakili oleh Sesar Cimandiri, Sesar Naik Rajamandala serta sesar-sesar
lainnya. Pola Meratus yang dihasilkan oleh tektonik kompresi diduga
merupakan arah awal penunjaman lempeng Samudra Indo-Australia ke
bawah Paparan Sunda.
2. Pola Sunda, berarah utara-selatan yang terbentuk pada 53-32 juta tahun yang
lalu (Eosen Awal – Oligosen Awal). Pola ini berupa kelurusan Ciletuh –
Kepulauan Seribu. Pola Sunda dihasilkan oleh tektonik regangan. Fasa
regangan ini membentuk horst dan graben yang ditafsirkan terbentuk pada
akhir Eosen. Pola ini umumnya terdapat di bagian barat wilayah Jawa Barat
dan lepas pantai utara Jawa Barat.
Pola Jawa berarah barat-timur merupakan pola struktur termuda yang
terbentuk pada Kala Neogen yang mengaktifkan pola sebelumnya dan
mengakibatkan Pulau Jawa mengalami pola kompresi dengan tegasan berarah
utara-selatan. Pola ini diwakili oleh Sesar Baribis, sesar- sesar di lembah
Cimandiri dan G. Walat. Pada Kala Miosen Awal-Pliosen, Cekungan Bogor
yang Kala Eosen Tengah-Oligosen merupakan cekungan depan busur
magmatik, berubah menjadi cekungan belakang busur magmatik sehingga
terbentuk sesar-sesar anjakan dan lipatan.

F. RENCANA PENELITIAN
Waktu pelaksanaan Kegiatan Penelitian Usulan Skripsi direncanakan dari
April 2022 sampai dengan juni 2022(Tabel 1.)

Tabel 1. Rencana Kegiatan

April Mei juni


No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Administrasi dan
persiapan
2 Proposal
Pembuatan peta dasar dan
3
rencana lintasan
Pemetaan recognize dan
4
awal
5 Pemetaan semi detail
Penyusunan laporan
6
penelitian
7 Pengolahan data
8 Konsultasi/Bimbingan
9 Sidang Usulan Skripsi

Perencanaan kegiatan tersebut dapat berubah dengan menyesuaikan kalender


akademik yang ada di Institut Teknologi Nasional Yogyakarta. Pada dasarnya,
rencana tersebut merupakan suatu gambaran kasar pencapaian target penelitian yang
akan dilaksanakan sehingga pelaksanaan penelitian diharapkan dapat berlangsung
secara optimal dan efisien dalam skala ruang dan waktu.
G. LAMPIRAN
1. lampiran prta lokasi penelitian

2. peta geologi regional daerah penelirian

Lampiran I .

Peta lokasi penelitian


Dalam skala 1:25.000
Lampiran II

Peta Geologi Regional Daerah Penelitian


Skala 1:25.000

Anda mungkin juga menyukai