Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

GEOGRAFI LINGKUNGAN PROVINSI BANTEN

Disusun oleh:
Kelompok 1 :
ARYA ROLLANDA
JAKA WILAGA
RYAN ADJI
UNEDA FAQIH

DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu termasuk dalam wilayah
Karesidenan Banten Provinsi Jawa Barat dan terbentuk melalui Undang-undang No. 23 Tahun
2000. Pada awalnya, Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang,
Lebak Tangerang, Serang dan dua kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Dalam
perkembangannya terjadi pemekaran wilayah, Kabupaten Serang menjadi Kabupaten Serang dan
Kota Serang.
Selanjutnya, Kabupaten Tangerang dimekarkan menjadi Tangerang dan Kota Tangerang
Selatan. Sehingga, Provinsi Banten saat ini terdiri dari empat kabupaten dan empat kota. Secara
geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa dan berjarak sekitar 90 km dari
DKI Jakarta serta memiliki luas sebesar 9.662,92 km 2 atau sekitar 0,51 persen dari luas wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berbicara mengenai geomorfologi, Provinsi Banten memiliki satuan geomorfologi yang
cukup beragam, yaitu: Dataran Rendah, Pegunungan Blok Patahan, Vulkanik, dan Perbukitan
Karst. Satuan dataran rendah berada di daerah wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang,
Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten
Pandeglang dengan morfologi datar, kemiringan lereng 0-8%. Satuan Blok Patahan berada di
sebagian wilayah Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, yang cenderung berbukit
dengan kemiringan lereng dominan lebih dari 37%. Satuan Vulkanik di Provinsi Banten dapat
dijumpai di sebagian wilayah Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, dengan kondisi
topografi bergunung, yaitu dengan kelerengan 40%. Satuan Karst di Provinsi Banten terletak di
Kabupaten Lebak dan Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang. Sedangkan struktur geologi
daerah Banten terdiri dari formasi batuan dengan tingkat ketebalan dari tiap-tiap formasi berkisar
antara 200 – 800 meter dan tebal keseluruhan diperkirakan melebihi 3.500 meter. Batuan yang
terdapat di daerah tersebut terdiri atas batuan sedimen, batuan gunung api, batuan terobosan dan
Alluvium yang berumur mulai Miosen awal hingga Resen.
Provinsi Banten memiliki iklim tropis dipengaruhi oleh Angin Manson dan Gelombang
La Nina. Musim penghujan terjadi pada bulan November-Maret, cuaca dipengaruhi oleh angin
barat (dari Sumatera, Samudera Hindia sebelah selatan India) dan angin dari Asia yang melewati
Laut Cina Selatan. Musim kemarau terjadi pada bulan Juni-Agustus, cuaca dipengaruhi oleh
angin timur.

1.2 Rumusan Masalah


Karakteristik geologi dan geomorfologi Provinsi Banten seperti dipaparkan di atas, tentu perlu
dikaji lebih lanjut mengenai proses pembentukan dan potensi sumber daya geologi yang dapat
dimanfaatkan serta kaitannya dengan tingkat kerawanan bencana.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan,
sebaran dan potensi sumber daya serta kebencanaan geologi di Provinsi Banten.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Topografi Wilayah Banten
Topografi wilayah Provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0 – 1.000 m dpl. Secara umum kondisi
topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran rendah yang berkisar antara 0 – 200 m dpl yang
terletak di daerah Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar
Kabupaten Serang. Adapun daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil Kabupaten Pandeglang memiliki
ketinggian berkisar 201 – 2.000 m dpl dan daerah Lebak Timur memiliki ketinggian 501 – 2.000 m
dpl yang terdapat di Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun.
Kondisi topografi suatu wilayah berkaitan dengan bentuk raut permukaan wilayah atau morfologi.
Morfologi wilayah Banten secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu morfologi dataran,
perbukitan landai-sedang (bergelombang rendah-sedang) dan perbukitan terjal. Morfologi Dataran
Rendah umumnya terdapat di daerah bagian utara dan sebagian selatan. Wilayah dataran merupakan
wilayah yang mempunyai ketinggian kurang dari 50 meter dpl (di atas permukaan laut) sampai
wilayah pantai yang mempunyai ketinggian 0 – 1 m dpl. Morfologi Perbukitan Bergelombang Rendah .
Wilayah perbukitan terletak pada wilayah yang mempunyai ketinggian minimum 50 m dpl. Di bagian
utara Kota Cilegon terdapat wilayah puncak Gunung Gede yang memiliki ketingian maksimum 553 m
dpl, sedangkan perbukitan di Kabupaten Serang terdapat wilayah selatan Kecamatan Mancak dan
Waringin Kurung dan di Kabupaten Pandeglang wilayah perbukitan berada di selatan.
Di Kabupaten Lebak terdapat perbukitan di timur berbatasan dengan Bogor dan Sukabumi dengan
karakteristik litologi ditempati oleh satuan litologi sedimen tua yang terintrusi oleh batuan beku dalam
seperti batuan beku granit, granodiorit, diorit dan andesit. Biasanya pada daerah sekitar terobosaan
batuan beku tersebut terjadi suatu proses remineralisasi yang mengandung nilai sangat ekonomis
seperti cebakan bijih timah dan tembaga.
2.2 Fisiografi Regional
Menurut Van Bemmelen (1949) fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu:

 Zona Gunungapi Kuarter,


 Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat,
 Zona Antiklinorium Bogor,
 Kubah dan Punggungan pada Zona Depresi Tengah,
 Zona Depresi Tengah Jawa Barat, dan
 Pegunungan Selatan Jawa Barat (Gambar 1).
Gambar 1. Zona fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949).
Mengacu pada klasifikasi di atas, maka Banten termasuk dalam Kubah dan Punggunan pada Zona
Depresi Tengah Jawa Barat (Gambar 1). Kubah dan Zona Depresi Tengah merupakan daerah
pegunungan yang memperlihatkan bentuk-bentuk kubah. Zona ini dikontrol oleh struktur dan litologi.
Jenis litologi pembentuk morfologi zona ini terdiri atas batuan sedimen dan batuan beku. Morfologi
zona ini juga dipengaruhi oleh struktur geologi seperti perlipatan, sesar, dan kekar
Van Bemmelen (1949) menyebut daerah penelitian sebagai Banten Block yang terdiri dari endapan
Neogen dan terlipat kuat dan terobosan batuan beku. Daerah ini merupakan daerah yang relatif stabil
sejak Tersier. Terdapat perbedaan arah struktur yang mencolok antara struktur-struktur di Banten
Block yang didominasi arah utara-selatan dengan struktur-struktur Jawa yang didominasi arah barat-
timur.

2.3 Stratigrafi Regional


Sudana dan Santosa (1992) dalam Peta Geologi Lembar Cikarang skala 1:100.000 membagi stratigrafi
regional daerah penelitian ke dalam tujuh formasi, yaitu:
2.3.1 Formasi Cimapag
Formasi ini terdiri dari dua bagian, bagian bawah terdiri dari litologi breksi aneka bahan, lava andesit,
batupasir, batulempung, batugamping, konglomerat, aglomerat dan tuf; bagian atas terdiri dari tuf
dasit, lava andesit, dan tuf breksi. Umurnya diduga Miosen Awal.
Formasi Cimapag dapat disebandingkan dengan Formasi Cikancana di Lembar Ujungkulon yang
berumur tidak lebih tua dari Miosen (Atmawinata, 1986 dalam Sudana dan Santosa, 1992). Tebal
satuan ini diperkirakan 400 m. Formasi ini ditindih tak selaras oleh Formasi Bojongmanik dan
setempat diterobos oleh andesit-basalt (Sudana dan Santosa, 1992).
2.3.2 Formasi Honje
Satuan ini terdiri dari litologi berupa breksi gunungapi, tuf, lava, andesit-basal, dan kayu terkersikkan.
Formasi ini diduga berumur Miosen Akhir berdasarkan sebagian dari satuan batuan ini yang
menjemari dengan Formasi Bojongmanik. Tebal Formasi Honje diperkirakan berkisar dari 500 –600
m. Sebarannya terdapat di sekitar Gn. Honje, Gn. Tilu, dan daerah Citerureup; setempat diterobos
batuan andesit-basalt (Sudana dan Santosa, 1992).
2.3.3 Formasi Bojongmanik
Formasi Bojongmanik terdiri dari litologi berupa perselingan batupasir dan batulempung bersisipan
napal, batugamping, konglomerat, tuf, dan lignit. Fosil-fosil foraminifera yang ditemukan pada satuan
ini menunjukkan umur Miosen Akhir-Pliosen atau pada zonasi Blow N16 –N19. Selain fosil
foraminifera ditemukan juga pecahan moluska, ostrakoda, ekinoid, dan kerang dengan lingkungan
pengendapan darat hingga laut dangkal. Tebal formasi ini diperkirakan mencapai 400 m (Sudana dan
Santosa, 1992).
2.3.4 Formasi Cipacar
Formasi ini terdiri dari tuf, tuf berbatuapung, batupasir tuf, batulempung tuf, tuf breksi, dan napal.
Satuan ini umumnya berlapis baik dan tebalnya diperkirakan ±250 m, ditindih tak selaras oleh Formasi
Bojong dan satuan batuan yang lebih muda. Fosil-fosil foraminifera dalam formasi ini menunjukkan
umur relatif Pliosen (N19-N21). Dalam formasi ini dijumpai pula fosil moluska, kerang-kerangan dan
ostrakoda. Lingkungan pengendapannya adalah darat-laut dangkal (Sudana dan Santosa, 1992).
2.3.5 Andesit-Basalt
Batuan terobosan berupa andesit dan basalt yang diduga berumur Pliosen. Satuan ini menerobos
Formasi Cimapag dan Formasi Honje (Sudana dan Santosa, 1992).
2.3.6 Formasi Bojong
Formasi ini terdiri dari litologi berupa batupasir gampingan, batulempung karbonan, napal, lensa
batugamping, tuf, dan gambut. Formasi ini umumnya berlapis baik, tebalnya antara 150-200 m,
ditindih tak selaras oleh satuan batuan yang lebih muda. Fosil-fosil foraminifera yang ditemukan pada
formasi ini menunjukkan umur relatif Pleistosen atau N22. Lingkungan pengendapannya adalah litoral
luar (Sudana dan Santosa, 1992).

2.3.7 Volkanik Kuarter


Batuan gunungapi Kuarter terdiri dari litologi breksi gunungapi, aglomerat, dan tuf. Satuan ini
tebalnya diperkirakan lebih dari 100 m dan umurnya diduga Pleistosen (Sudana dan Santosa, 1992).
Berdasarkan Sudana dan Santosa (1992), daerah Sindanglaya dan sekitarnya termasuk ke dalam dua
satuan batuan, yaitu Formasi Bojongmanik dan Formasi Honje. Formasi Honje merupakan nama
formasi baru yang diusulkan Sudana dan Santosa tahun 1992 untuk endapan volkanik dengan lokasi
tipe terletak di Pegunungan Honje, Cimanggu, Banten Selatan.
2.4 Struktur Geologi
Daerah penelitian terletak di bagian tengah busur magmatik Sunda –Banda (Carlile dan Mitchell, 1994
dalam Angeles, dkk., 2002). Area ini merupakan daerah transisi sesar geser lateral berarah baratlaut
(di Sumatera) sampai sesar kompresi berorientasi timur –barat (di Jawa) (Angeles, dkk., 2002).
Menurut Sudana dan Santosa (1992), struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian berupa
kelurusan dan sesar normal berarah timurlaut-baratdaya. Struktur tersebut diduga ada hubungannya
dengan zona graben daerah Krakatau di Selat Sunda yang merupakan depresi kegiatan gunungapi
tektonik (Zen, 1983 dalam Sudana dan Santosa, 1992).

2.5 Sumber Daya Geologi


a. Pemanfaatan Zeolit
Pemanfaatan zeolit untuk digunakan dalam berbagai industri dan pertanian akhir-akhir ini
berkembang cukup pesat. Banyak pengusaha, baik swasta nasional, KUD maupun perorangan
membuka usaha penambangan di berbagai daerah. Zeolit terdapat di daerah Bayah Kabupaten
Lebak, Endapan zeolit di daerah ini dijumpai di Desa Pasirgombong terdapat pada Satuan
Tuf Citorek (Sariman, dkk., 1996) yang telah mengalami ubahan dan metamorfosa lemah,
seiring dengan adanya proses pengkubahan. Zeolit mempunyai kenampakkan secara
megaskopik berwarna putih kecoklatan, putih kehijauan, hijau gelap, abu-abu muda dan abu-
abu gelap apabila segar dan putih kehijauan sampai kecoklatan apabila telah mengalami
pelapukkan. Zeolit ini mempunyai komposisi mineral berdasarkan hasil analisa kuantitatif
dari difraksi sinar-X (XRD) diperoleh jenis mineral mordenit (32,70 %), klinoptilotit (30,89
%), mineral-mineral lainnya terdiri dari mika, plagioklas dan kuarsa, sedangkan hasil analisa
kimia rata-rata dari conto-conto zeolit Bayah adalah sebagai berikut : SiO 2 = 64,55 %,
Al2O=12,83, Fe2O3=1,38, CaO= 1,64, MgO= 0,71, K2O=2,81, Na2O= 0,33, TiO2 = 0,22, dan
Hilang dibakar = 15,18 % (Arifin M. dan Harsodo, 1991), mempunyai nilai KTK 52,00 –
67,00 meq/100g (sebelum aktifasi) dan 65,00 – 84,00 meq/100g (setelah aktivasi)
(Sariman, dkk., PPTM, 1996).
b. Potensi Batu Bara
Batubara sebagai salah satu alternative sumber energi memang bukan suatu hal yang baru,
namun penelitian dan penyelidikan yang lebih seksama serta informasi dari hasil penelitian
dan penyelidikan yang telah dilakukan tampaknya merupakan suatu tuntutan utama agar hasil
kerja tersebut dapat termanfaatkan dengan tepat dan berhasil. Potensi endapan batubara
terbatas di Pulau Jawa tersebar luas di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tetapi potensi cadangan yang cukup besar untuk dikembangkan hanya terdapat di Kabupaten
Lebak Provinsi Banten. Cadangan batubara di daerah Kabupaten Lebak merupakan cadangan
terbatas untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar industri menengah dan industri kecil di
dalam negeri. Potensi endapannya tersebar di daerah-daerah Bojongmanik, Panggarangan,
Cihara, Cilograng dan Bayah.
Berdasarkan hasil pemetaan potensi batubara yang telah dilakukan oleh Dinas Pertambangan
dan Energi Provinsi Banten pada tahun 2009, diperoleh hasil dengan kesimpulan sebagai
berikut :
1. Daerah penelitian (Kabupaten Lebak) pada umumnya merupakan daerah sebaran Geologi
Tersier, dimana formasi-formasi batuan yang mengandung lapisan batubara (coal bearing
formation), yaitu Anggota Konglomerat Formasi Bayah (Teb), Anggota Batupasir
Formasi Cijengkol (Toj) dan Anggota Batupasir Formasi Bojongmanik (Tmbs), Anggota
Batulempung Formasi Bojongmanik (Tmbc).
2. Singkapan batubara di lapangan mempunyai kisaran ketebalan antara 0,20 m sampai 2,50
m.
3. Singkapan batubara secara umum memperlihatkan ciri-ciri fisik sebagai berikut : lunak
sampai kompak, warna hitam kecoklatan – hitam, kilap kaca – kusam, gores coklat –
hitam, cleat rapat sampai beberapa cm, brittle, dengan mineral pengotor terdiri dari
damar/resin, pirit dan oksida besi.
4. Kualitas batubara yang ditemukan di wilayah Kabupaten Lebak bervariasi dari lignit
hingga bituminous dengan kadar kalori antara 3.682 – 7.661 cal/gr.
5. Dari perhitungan cadangan batubara yang didasarkan pada keberadaan singkapan
batubara yang berada di daerah pemetaan, sumberdaya dan cadangan batubaranya adalah
sebagai berikut :
 Untuk rencana penambangan sampai 60 meter dari permukaan cadangan batubara terukur
adalah 8.304.600 ton dengan striping ratio 9,6; cadangan terduga 13.306.329 ton dengan
striping ratio 9,7; cadangan tereka 13.306.329 ton dengan striping ratio 9,9.
 Untuk rencana penambangan sampai 100 meter dari permukaan cadangan terukur
13.840.999 ton dengan striping ratio 16,0; cadangan terduga 22.177.216 ton dengan
striping ratio 16,2; cadangan tereka 30.440.738 ton dengan striping ratio 16,5.
c. Pariwisata
Kondisi geologi wilayah Provinsi Banten memungkinkan berkembangnya usaha geowisata yang
sesuai dengan karakteristik wilayah yang ada. Potensi geowisata yang ada sampai saat ini belum dapat
dimanfaatkan secara optimal, hal ini berkaitan dengan sarana dan prasarana pendukung serta promosi
yang harus lebih ditingkatkan.
1. Bekas Tambang Emas Cikotok
Di Banten sebenarnya terdapat berbagai obyek geologi yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata,
sebagai salah satu contoh adalah bekas tambang emas di daerah Cikotok, Kecamatan Cibeber,
Kabupaten Lebak. Telah tercatat di dalam sejarah bahwa penambangan emas di Banten telah dimulai
dari sejak zaman Belanda yaitu di Cikotok ini.
Eksplorasi bahan tambang berupa emas di Cikotok sudah dilakukan sejak tahun 1936. Tersebutlah
seorang geolog asal Belanda, namanya Ir W.F. Oppenoor* Dengan bekal ilmu yang dimiliki, ia
teftarik untuk meneliti dan mencari isi perut bumi Cikotok, yang kini masuk wilayah Provinsi Banten.
Usahanyatakgampang dan butuh waktu yang panjang. la butuh waktu sekitar n tahun, Terayata,
semuanya tak sia-sia. Deposit emas berhasil ditemukan di wilayah tersebut.
Kegigihan Oppeno,ort itu membuat pemerintah Hindia Belanda bungah. Bongkah-bongkahan tanah
yang mengandung emas sudah terbayang di benak mereka. Nah, untuk mengeruk kandungan emas di
Cikotok. Belanda mendirikan perusahaan NV Mynbauw Maatchappij Zuid Bantam. Tak diketahui
pasti sudah berapa banyak emas yang digarong pemerintah kolonial saat itu.
Pada 1942, Jepang masuk ke Indonesia setelah mengalahkan Belanda. Tentu saja mereka pun tergiur
meneruskan eksplorasi emas di Cikotok. Untuk keperluan itu, Jepang menunjuk perusahaan Mitst
Kosha Kabushikikaisha. Sekali lagi, bongkah-bongkahan emas berpindah dari Cikotok. Jika
sebelumnya masuk ke kantong Belanda, kini pindah ke kantong Jepang. Pada masa pemerintahan
Sukarno tahun 1958, tambang emas Cikotok diresmikan dan dikerjakan oleh NV Tambang Emas
Tjikotok (TMT) yang berada di bawah manajemen NV Perusahaan Pembangunan Pertambangan (P3).
Setelah beberapa kali berganti induk perusahaan, pada tanggal 5 Juli 1968 tambang emas Cikotok
dikelola oleh PN Aneka Tambang (BUMN) yang lalu berubah menjadi PT Aneka Tambang sejak
1974 dan sekarang kemudian dikenal sebagai PT Antam.
Terowongan-terowongan bekas penggalian, peralatan yang digunakan, semuanya masih bisa
disaksikan, misalnya bekas terowongan Cikebo, Ciputer, Cipicung, Cirotan, Cimari.
LebakSembada.danCipangleseran. Tempat ini bisa juga dijadikan sebagai pusat pendidikan
pertambangan bagi aparatur Pemerintahan baik dari Provinsi Banten ataupun dari Provinsi lainnya.
Selain itu tambang emas di Cikotok bisa juga dijadikan sebagai laboratorium alam yang akan sangat
bermanfaat bagi dunia pendidikan ilmu kebumian. Disamping potensi geowisata Cikotok, Banten juga
mempunyai potensi geowisata berupa sumber panas bumi yang terdapat di daerah Gunung Karang,
Cipanas, Gunung Muncang, Cinangka dan Padarincang. Untuk wisata air terjun terdapat di Kabupaten
Serang yaitu Curug Cigumawang. Selain itu juga terdapat objek geowisata lainnya yaitu Rawa Dano
yang merupakan daerah konservasi dan resapan air tanah, Taman Nasional Ujung Kulon.

Gambar 1. Salah satu situs eks tambang emas peninggalan zaman Belanda
Gambar 2. Mulut Tambang
2. Gunung Krakatau
Obyek geowisata lainnva yang menarik adalah anak Gunung Krakatau walaupun bukan termasuk
kedalam wilayah Provinsi Banten. Gunung ini terletak di bagian barat Banten, ditengah Selat Sunda
yang secara administratif sebenarnya masuk ke wilayah Provinsi Lampung. Dalam catatan sejarah
Gunung Krakatau pernah terjadi letusan besar pada tahun 1883 dan mengakibatkan lebih dari 40.000
orang menjadi korban. Krakatau termasuk obyek wisata yang menarik dan banyak dikunjungi
terutama oleh turis asing karena hingga saat ini aktifitasnya cukup tinggi.

Gambar 3. Gunung anak krakatau


3. Sumber Air Panas dan Danau Rawa Dano
Masih di bagian barat wilayah Banten yaitu di Kabupaten Serang, terdapat obyek wisata geologi
sumber air panas, pegunungan dan danau yaitu di daerah Batukuwung, Padarincang dan Ciomas. Dari
dongeng geologinya adanya air panas ditempat ini bersumber dari aktivitas vulkanik atau
kegunungapian dari deretan pegunungan yang berada di daerah tersebut yaitu Gn. Karang, Gn.
Aseupan, dan Gn. Pulosari. Di Gn. Karang dan Gn. Pulosari terdapat kawah dengan aktivitas
fumarola. Kemudian didaerah tersebut juga terdapat danau yang diberi nama Rawa Dano, merupakan
danau yang berada di daerah ketinggian sebagai hasil depresi berupa graben yang membentuk danau
besar. Danau ini juga ada yang memperkirakan sebagai kawah besar dari Gn Sunda. Saat ini danau
tersebut menjadi wilayah konservasi yang sudah diakui secara mendunia. Di daerah tersebut memiliki
potensi panas bumi yang akan segera dimanfaatkan untuk pembangkit listri tenaga panas bumi (PLTP)
dengan kapasitas 110 Mw pada tahap pertama. Dengan demikian daerah tersebut akan semakin
menarik sebagai obyek wisata geologi.

Gambar 4. Salah satu manifestasi panas bumi di sekitar Gn. Pulosari


4. Tanjung Layar dan Goa Kars
Obyek wisata geologi lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan adalah Tanjung Layar dan Goa
Kars di daerah Sawarna, serta batu fosil atau batu sempur di daerah Kecamatan Sajira, Kabupaten
Lebak.
Tanjung Layar adalah obyek wisata pantai di Desa Sawarna, Kabupaten Lebak. Pantai Tanjung Layar,
terkenal dengan dua batu besar yang digambarkan berbentuk seperti layar perahu. Bongkahan batu ini
merupakan sisa abrasi gelombang laut yang nampak menonjol seperti layar, proses pembentukannya
merupakan proses alam yang terjadi selama jutaan tahun. Sehingga tempat ini dinamakan Tanjung
Layar. Pantainya dikelilingi oleh gugus karang. Jika airnya sedang surut, kita dapat menyebrang
menuju dua batu tersebut. Menaikinya atau sekedar berfoto dengan latar belakang kedua batu tanjung
layar tersebut.
Gambar 5. Tanjung Layar Sawarna
Selain obyek wisata Pantai, terdapat juga objek wisata alam lainnya seperti gua, yang merupakan gua
kars. Kars adalah bentuk bentang alam yang khas disuatu daerah yang terbentuk oleh batuan jenis
karbonat seperti batu gamping atau kapur. Proses pelarutan batuan tersebut merupakan proses yang
terjadi secara alami dan berlangsung jutaan tahun sampai pada kondisi tertentu membentuk bentang
alam yang khas. Proses tersebut disebut juga sebagai proses geologi yang diawali dengan proses
pembentukan terumbu karang pada laut yang dangkal dengan kondisi air laut yang hangat dan tingkat
kegaramannya cukup mendukung. Setelah terbentuk terumbu karang ditempat tersebut terjadi proses
pengangkatan menjadi daratan sebagai contoh seperti batu gamping yang dijumpai di daerah
Padalarang, Bandung. Proses selanjutnya adalah proses pelarutan batugamping tersebut yang
kemudian membentuk topografi Kars. Tatanan geologi dan sistim tata air menjadi pengendali utama
proses pembentukan bentang alam kars atau proses karstifikasi. Bentang alam kars biasanya dicirikan
dengan adanya bukit-bukit dengan bentuk yang khas, dolina, uvala, polje, lembah kering, telaga, mata
air, gua kapur dan sungai bawah tanah. Karst memiliki potensi sumberdaya alam berupa hayati, air
dan lansekap. Sesungguhnya potensi kawasan karst yang memiliki ciri-ciri spesifik ternyata juga
menjadi habitat bagi beberapa jenis satwa tertentu sebut misal burung Sriti, Burung Walet, Kelelawar
yang tinggal di gua-gua di kawasan karst. Salah satu potensi ekonomis kawasan karst yang lain adalah
potensi untuk pengembangan kawasan pariwisata.
Di kawasan Sawarna ini dapat di jumpai beberapa gua kars seperti Gua Lalay, Gua Sikadir, Gua
Cimaul, Gua Singalong dan Bukit Pasir Tangkil.
Di antara gua yang terdapat di Sawarna, Gua Lalay yang paling terkenal dan banyak dikunjungi oleh
para wisatawan. Gua ini dinamakan Gua Lalay dalam bahasa sunda “Lalay ” artinya kelelawar, karena
memang di langit-langit gua terdapat banyak dihuni kelelawar. Gua lalay merupakan gua batu
gamping (karst) yang memiliki stalagmit dan stalaktit yang indah menghiasi dinding dan langit-langit
gua selain itu juga memiliki banyak lorong yang bercabang dan lorong utamanya dialiri oleh sungai
bawah tanah yang tidak pernah kering.
Gambar 6. Gua lalay
2.6 Kebencanaan Geologi
Wilayah Indonesia berada dalam posisi geografis yang rawan terpapar berbagai bencana alam.
Wilayah Provinsi Banten tidak terkecuali dari kemungkinan ini. Banten memiliki jumlah penduduk
yang cukup padat terutama di daerah-daerah perkotaan. Banten juga merupakan nadi penting bagi
ekonomi karena merupakan daerah penghubung antara P. Jawa dengan P. Sumatera, sehingga
menjadikan situasi risiko yang dihadapinya dipandang sebagai sesuatu yang khusus. Berbagai jenis
bencana geologi hadir di wilayah Indonesia yang pada banyak kejadian mempengaruhi beberapa
wilayah lainnya. Bencana geologi ini seringkali mengakibatkan dampak kerusakan langsung maupun
tak langsung yang sangat besar, selain itu dapat juga mengakibatkan banyak kematian dan orang
terluka. Akhir-akhir ini Indonesia seringkali dilanda bencana alam dari berbagai jenis, baik yang murni
oleh sebab-sebab alami, yang diakibatkan oleh kegiatan manusia sampai yang disebabkan oleh
gabungan dari keduanya.
Di wilayah Banten zona tunjaman atau subduksi terdapat di sepanjang Banten bagian selatan di
daerah Samudra Indonesia. Pergerakan lempeng pada zona subdaksi ini menurut data rata-rata 7,5
mm/tahun. Gempa bumi biasanya bersumber dari terjadinya pergeseran atau pelepasan energi pada
zona subduksi ini seperti pada peristiwa gempa Aceh, Jogja dan terakhir Tasikmalaya yang banyak
memakan korban. Tapi disisilain dengan adanya zona ini menghasilkan sumber bahan mineral seperti
emas, perak, logam dasar (Cu, Pb, Zn) dan hasil kegiatan gunungapi lainnya seperti andesit, pasir, tras
dan bahan galian industri lainnya.
Gambar 7. Tektonik Indonesia Pertemuan Lempeng Indo-Australia, Pasifik dan Eurasia di Indonesia
(Katili, 1973)

Gambar 8. Zona Penunjaman Lempeng Samudera dan Lempeng Benua (Zona Subduksi) Gempa Bumi
A. Gempa Bumi
Letak Indonesia yang berdekatan dengan lempeng tektonik besar menjadi sebab sering terjadinya
risiko gempa bumi yang mempengaruhi hampir seluruh negeri kita. Akibatnya, catatan sejarah gempa
bumi yang dahsyat sangat panjang dan korban jiwa sangat banyak di negeri kita ini. Gempa bumi yang
terjadi baru‐baru ini masih hangat dalam ingatan setiap orang, misalnya Gempa bumi besar di Aceh
pada bulan Desember 2004, gempa bumi Nias pada bulan Maret 2005, Gempa bumi Yogyakarta pada
bulan Mei 2006 dan gempa di Tasikmalaya bulan November 2009 dan terakhir di Banten gempa di
daerah Sumur/Ujung Kulon bulan Desember 2009.
Gempabumi adalah suatu akibat kejadian pembebasan atau pelepasan energi yang menumpuk dan
terkungkung di dalam kerak bumi ke permukaan. Energi yang dibebaskan itu berubah menjadi
gelombang getaran atau goncangan yang kemudian dirasakan oleh manusia dan direkam oleh alat
pencatat gempabumi (Seismograf). Gempabumi mempunyai karakter khusus umumnya terjadi tanpa
peringatan dan terjadi secara cepat dalam hitungan waktu menit dan detik. Peristiwa gempabumi
biasanya terdiri atas 3 fase yakni gempabumi awal (fore shock), gempabumi utama (main shock) dan
gempabumi susulan (after shock).
Gempabumi yang terjadi di laut dapat mengakibatkan gelombang laut. Gelombang terjadi akibat
adanya suatu perubahan berupa patahan dengan gerak tegak (vertikal) di dasar laut akibat gempabumi,
gelombang besar akibat gempa bumi disebut Tsunami. Di Wilayah Banten sumber gempa bumi yang
mungkin terjadi berada di daerah Banten selatan yaitu di daerah Sumur - Ujung Kulon. Di daerah
tersebut sering tercatat terjadi gempa seperti terakhir terjadi pada 16 Oktober 2009 dengan kekuatan
6,3 SR dan pada kedalaman 53,7 Km. Yang harus di waspai juga adanya gempa yang diikuti dengan
tsunami dapat terjadi terutama pantai-pantai daerah selatan Banten, karena selama ini sumber gempa
Banten biasanya bersumber di daerah selatan yaitu sekitar Lampung, Ujung Kulon, daerah Bayah
hingga Pelabuhan Ratu yang merupakan jalur tumbukan lempeng/subdaksi lempeng Indoaustralia
dengan lempeng Eurasia.
B. Longsor
Istilah longsor mencakup berbagai jenis pergerakan tanah, termasuk runtuhan batu, aliran serpih,
penurunan tanah (slump), dan lainnya. Ciri geologi, geomorfologi, geografi, dan tata guna lahannya
menentukan kecenderungan bencana yang terjadi. Bencana dipicu oleh curah hujan tinggi, gempa
bumi atau pergerakan tanah akibat gempa bumi. Longsor merupakan proses geologi yang alami,
namun kecenderungannya dapat meningkat atau dipicu oleh kegiatan manusia. Dalam rangka
antisipasi bahaya longsor tersebut DISTAMBEN Provinsi. Banten telah melakukan pemetaan daerah
rawan longsor di Provinsi Banten sebagaimana peta di bawah ini :
Gambar 9. Peta Daerah Rawan Longsor di Provinsi Banten
Peta rawan bencana longsor ini dapat dijadikan rujukan dalam mempersiapkan penanggulangan
terhadap kemungkinan terjadinya bencana longsor. Atau kita dapat mewaspadai daerah-daerah yang
memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap kemungkinan terjadinya longsor. Kewaspadaan perlu
ditingkatkan terutama pada bulan Januari ini karena menurut prakiraan BMG curah hujan akan
meningkat hingga akhir Februari. Dengan tingginya curah hujan maka kemungkinan terjadinya
longsor juga mengalami peningkatan. Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
juga telah mengeluarkan peta prakiraan wilayah berpotensi gerakan tanah yang harus di waspada
selama bulan ini di Provinsi Banten.
Gambar 10. Peta Prakiraan Wilayah Berpotensi Terjadinya Gerakan Tanah
Daerah-daerah yang perlu diwaspadai terhadap terjadinya gerakan tanah/longsor karena memiliki
potensi menengah sampai tinggi pada bulan Januari ini adalah: sebagian daerah Mancak, Anyer,
Cinangka, Ciomas dan Padarincang di Kab. Serang. Daerah Mandalawangi, Jiput, Munjul,
Panimbang, Cikeusik, Cigeulis, Sumur, Cibaliung dan Cimanggu di Kab. Pandeglang, Daerah
Cimarga, Cileles, Bayah, Malingping, Bojongmanik, Leuwidamar, Muncang, Cijaku, Cigemblong,
Banjarsari, Panggarangan , Cilograng, Cibeber, Sajira dan daerah Cipanas di wilayah Kabupaten
Lebak.
Tips Menghadapi Longsor dan Ciri Daerah Rawan Longsor (Tim Bakornas)
Ciri Daerah Rawan Longsor
- Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat
- Lapisan tanah tebal di atas lereng
- Sistem tata air dan tata guna lahan yang kurang baik
- Lereng terbuka atau gundul
- Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing
- Banyaknya mata air/rembesan air pada tebing disertai longsoran-longsoran kecil
- Adanya aliran sungai di dasar lereng
- Pembebanan yang berlebihan pada lereng seperti adanya bangunan rumah atau sarana lainnya.
- Pemotongan tebing untuk pembangunan rumah atau jalan
Upaya mengurangi tanah longsor
- Menutup retakan pada atas tebing dengan material lempung.
- Menanami lereng dengan tanaman serta memperbaiki tata air dan guna lahan.
- Waspada terhadap mata air/rembesan air pada lereng.
- Waspada padsa saat curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama
C. Letusan Gunung Api
Indonesia mempunyai jumlah gunung api aktif yang terbanyak di seluruh dunia. Beberapa letusan
yang terbesar sepanjang sejarah terjadi di wilayah Indonesia, antara lain letusan Krakatau yang
‘terkenal’ pada bulan Agustus 1883, atau letusan Gunung Tambora yang lebih dahsyat lagi pada bulan
April 1815. Pulau Jawa yang berpenduduk sangat padat saja mempunyai 21 gunung api aktif tipe A
(letusan terjadi sekurangnya satu kali sejak tahun 1600 M). Gunung Api paling aktif di P. Jawa adalah
Gunung Merapi di sebelah utara Yogyakarta. Letusan Gunung Merapi yang tak terkira banyaknya
telah mengakibatkan kerusakan dan kehilangan jiwa, harta, dan kerugian ekonomi. Letusan terbaru
terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 yang kemudian dikuti dengan seburan awan panas.
Di Provinsi Banten, potensi bahaya letusan gunung berapi terbesar hanya berasal dari Gunung
Krakatau di Selat Sunda. Namun bila kita belajar dari peristiwa meletusnya Gunung Sinabung di
Sumatera Utara gunung yang lain pun perlu diwaspadai, seperti Gunung Karang, Gunung Aseupan dan
Gunung Pulosari yang memiliki kawah dann terdapat hembusan fumarol di sisi kawahnya.
Sejarah telah mencatat letusan Gn. Krakatau pada 27 Agustus 1883 telah menewaskan lebih dari
40.000 orang yang sebagian besar diakibatkan oleh Tsunami yang diakibatkan oleh letusan gunung
tersebut. Dibawah ini peta tsunami yang melanda Banten tahun 1883 yang memperlihatkan ketinggian
gelombang di setiap daerah di Banten (Gambar 11).
Gambar11. Peta Tsunami akibat letusan Krakatau Tahun 1883, menggambarkan daerah-daerah di
Banten dan Lampung, yang terkena gelombang dan ketinggian gelombang tsunaminya
Komplek Vulkanik Krakatau terletak di Selat Sunda, dan secara administratip masuk ke Lampung
Selatan. Terdiri atas empat pulau, yaitu Rakata, Sertung, Panjang dan Anak Krakatau. Rakata biasa
disebut pula Krakatau Besar, sedangkan Panjang disebut pula Krakatau Kecil. Tiga pulau yang
disebutkan pertama adalah merupakan sisa pembentukan kaldera, dan Rakata sendiri merupakan
gunungapi yang tumbuh bersamaan dengan dengan gunungapi Danan dan Perbuatan sebelum terjadi
letusan paroksismal 1883.
Krakatau menjadi gunungapi terkenal di dunia karena letusan dahsyat pada 27 Agustus 1883. Satu
pulau besar yang terbentuk oleh tiga gunungapi, yaitu kerucut basal Rakata dan kerucut andesit
Perbuatan dan Danan. Setelah erupsi terjadi, maka gunungapi Danan, Perbuatan dan setengan bagian
Rakata, serta pulau Polish kecil lenyap, dan meninggalkan beberapa pulau baru dan sisa pembentukan
kaldera dengan kedalaman 250 m dan diameter 7 km. Yang cukup menakjubkan adalah setelah lima
tahun erupsi berlalu, tanaman dan beberapa binatang tumbuh kembali. Aktivitas Gunung Krakatau
sampai saat ini cukup stabil walaupun beberapa saat yang lalu pada bulan Mei 2009 sempat
menunjukkan peningkatan sehingga statusnya adalah siaga (lavel III).
Meski gunung api merupakan bahaya yang senantiasa mengancam penduduk di sekitarnya, gunung api
juga memberikan kesejahteraan kepada masyarakat di sekelilingnya karena memberi unsur hara yang
penting bagi kesuburan tanah.
D. Tsunami
Kalau kita berbicara tentang tsunami maka takkan terpisahkan dengan peristiwa gempa bumi, karena
tsunami hamper pasti diawali dengan terjadinya gempa bumi yang lokasi kejadiannya di laut. Yang
paling anyar tsunami yang terjadi di Jepang, 11 Maret 2011 yang lalu. Gempa terjadi dengan intensitas
8,9 SR, terletak 12,8 km di lepas pantai Fukusima atau kurang lebih 380 km dari Tokyo, pada
kedalaman 10 km. Gempanya sendiri tidak terlalu merusak karena Jepang telah mempersiapkan
segalanya tahan gempa, namun justru tsunaminya yang banyak menimbulkan kerusakan dan korban
jiwa karena terjadi dalam waktu yang singkat setelah gempa.
Di Indonesia, tsunami telah beberapa kali terjadi, diantaranya mulai dari Maumere, Aceh, Jogya,
Pangandaran, dan yang terakhir terjadi di Mentawai, Sumatera Barat, gempa dengan intensitas 7,2 SR
terjadi pada tanggal 25 Oktober 2010, terletak 78 km dari Mentawai. Gempa ini kemudian diikuti
dengan tsunami setinggi 3 meter yang terjadi pada pukul 23.00 malam.
Bagaimana dengan wilayah Banten, apakah termasuk daerah yang aman dari tsunami ?, ternyata tidak,
dalam catatan sejarah tsunami besar pernah melanda Banten, terjadi ketika Gunung Krakatau di Selat
Sunda meletus pada 24 Agustus tahun 1883. Akibat kejadian tersebut telah menewaskan lebih dari
40.000 orang yang sebagian besar diakibatkan oleh gelombang Tsunami bukan karena letusan
gunungnya. Bagai mana dengan potensi tsunami yang diakibatkan aktivitas tektonik di wilayah
Banten. Maka akan kita lihat posisi Banten dalam tatanan tektonik Indonesia.
Wilayah Indonesia secara geologi, mempunyai tatanan tektonik yang sangat kompleks, yaitu terletak
diantara berbagai lempeng samudera dan lempeng benua yang aktif bergerak sepanjang waktu.
Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga lempeng dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng
Eurasia dan Lempeng Pasifik. Dengan terdapatnya pertemuan ke tiga lempeng tersebut maka di
wilayah Indonesia terjadi tumbukan antara lempeng benua Eurasia dengan samudera Indo-Australia
dan lempeng samudra pasifik. Ditempat terjadinya tumbukan itu terdapat zona tunjaman lempeng atau
disebut juga zona subduksi dimana lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua Eurasia. Di
sepanjang zona penunjaman tersebut pada lempeng benua terbentuk gugusan kepulauan gunung berapi
atau sabuk gunung berapi (Magmatic belt) yang berderet di sepanjang Sumatera, Jawa bagian selatan
menerus ke Nusa Tenggara, hingga Banda, Hamilton (1976) menyebutnya sebagai Sunda – Banda
magmatic arc atau busur gunungapi Sunda - Banda. Jajaran pegunungan tersebut membentuk cincin
pegunungan berapi yang mengelilingi wilayah Indonesia sehingga disebut sebagai "Ring of Fire"
Kondisi geologi diatas menyebabkan Indonesia, khususnya sepanjang Busur Sunda-Banda dimana
Provinsi Banten merupakan bagian dari padanya, menjadi sangat rentan terhadap bencana alam berupa
gempa bumi dan tsunami, termasuk letusan gunung api.
Di wilayah Banten zona tunjaman atau subduksi terdapat di sepanjang Banten bagian selatan di daerah
Samudra Indonesia. Pergerakan lempeng pada zona subdaksi ini menurut data rata-rata 7,5 mm/tahun.
Gempa bumi biasanya bersumber dari terjadinya pergeseran atau pelepasan energi pada zona subduksi
ini seperti pada peristiwa gempa Aceh, Jogjakarta, Tasikmalaya, Nias dan Mentawai yang banyak
memakan korban.
Kesimpulannya adalah bahwa Wilayah Banten berpotensi terpapar tsunami yang diakibatkan oleh
adanya letusan gunungberapi yaitu gunung Krakatau atau diakibatkan adanya akibat aktivitas tektonik
yang menyebabkan gempa bumi.
Daerah yang rawan terpapar oleh Tsunami akibat oleh letusan Gunung Krakatau adalah sebagian
pantai Utara di Kabupaten Serang, sepanjang pantai Barat dari mulai daerah Bojonagara, hingga Anyer
di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang. Seluruh pantai barat dan utara Kabupaten Pandeglang.
Perhatian secara kusus perlu diberikan untuk wilayah pantai barat Banten yaitu sepanjang pantai
Cilegon hingga Anyer, karena sepanjang pantai itu terdapat lokasi industri kimia sehingga
memerluakan penanganan secara khusus.
Di bawah ini adalah Peta Tsunami akibat letusan Krakatau Tahun 1883, menggambarkan daerah-
daerah di Banten dan Lampung, yang terkena gelombang dan ketinggian gelombang tsunaminya yang
menerpa.
Daerah yang rawan terpapar tsunami akibat adanya gempa bumi adalah sepanjang pantai selatan
Banten karena di bagian selatan Banten ini terdapat zona subduksi sebagai tempat pertemuan lempeng
samudra Indo-Australia dan lempeng benua Eurasia sebagai sumber terjadinya gempa bumi. Daerah
tersebut memanjang dari daerah Ujungkulon hingga perbatasan dengan Pelabuhanratu di Sukabumi.
Penanganan tsunami didaerah ini tentu akan berbeda dengan di daerah pantai barat Banten karena di
daerah ini tidak terdapat industri kimia, dimana umumnya daerah perkampungan di tepi pantai.
Sehingga pemerintah perlu membuat skenario yang berbeda seperti ketika pemerintah Jepang
menghadapi masalah pencemaran radioaktif PLTN setelah peristiwa gempa dan tsunami.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa geologi lingkungan yang
ada di provinsi Banten berdasarkan topografi dan fisiografi regional wilayah provinsi Banten.
Topografi wilayah Provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0 – 1.000 m dpl. Secara umum
kondisi topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran rendah yang berkisar antara 0 –
200 m dpl. Sedangkan fisiografi regional menurut Van Bemmelen (1949) daerah penelitian
sebagai Banten Block yang terdiri dari endapan Neogen dan terlipat kuat dan terobosan batuan
beku. Daerah ini merupakan daerah yang relatif stabil sejak Tersier. Selain itu banten memiliki
stratigrafi regional yang dibagi ke dalam tujuh formasi yaitu formasi Cimapag, formasi Honje, formasi
Bojongmanik, formasi Cipacar, andesit-basalt, formasi Bojong dan Volkanik kuarter.
Banten memiliki sumber daya geologi yang dapat dimanfaatkan seperti, pemanfaatan ziolit, potensi batu
bara, dan kegiatan pariwisata (geowisata). Disisi lain keadaan geologi yang ada di Banten memunculkan
kebencanaan geologi seperti Gempa bumi, longsor, gunung meletus dan stunami.
DAFTAR PUSTAKA
Sudana, D. & Santosa, S. (1992). Geology of the Cikarang Quadrangle, Java: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, 13 pp.
Van Bemmelen , 1949.The Geology of Indonesia vol. 1 A. Government Printing Office, The Hague,
Martinus Nijhoff, vol. 1A, Netherlands
http://kpu-bantenprov.go.id/tentang-banten.html
http://www.distamben.bantenprov.go.id/read/article-detail/geowisata/14/Geowisata.html

http://www.distamben.bantenprov.go.id/read/article-detail/mitigasi/15/Mitigasi-Bencana-
Geologi.html.
http://www.distamben.bantenprov.go.id/read/article-detail/mitigasi/15/Mitigasi-Bencana-
Geologi.html.

Anda mungkin juga menyukai