Anda di halaman 1dari 4

BAB III

GEOLOGI REGIONAL
3.1 Geomorfologi Regional

Kulon Progo merupakan sebuah kabupaten yang berada pada Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Daerah ini terletak pada 7 o38’42”–7o59’3” LS dan 110o1’37”–
110o16’26” BT dengan luas wilayah mencapai 586,27 km2. Kulon Progo adalah bagian dari
zona plato yang ada pada Jawa Tengah bagian selatan, dengan bagian utara dan timur Kulon
Progo dibatasi oleh dataran pantai Samudera Indonesia dan bagian barat laut berhubungan
dengan Pegunungan Serayu Selatan. Secara regional daerah ini masuk ke dalam jalur
pematang dan dome pada pusat depresi yang disusun oleh kelompok batuan vulkanik dan
batuan sedimen yang memiliki jurus perlapisan relatif dengan arah barat-timur serta
kemiringan ke selatan. Pada bagian timur Kulon Progo berbatasan langsung dengan dataran
Purworejo. Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo dapat
dikelompokkan menjadi beberapa satuan morfologi, yakni:
a. Satuan Pegunungan Kulon Progo
Satuan ini memanjang dari selatan ke utara dan mencakup daerah kecamatan Kokap,
Girimulyo dan Samigaluh, Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki kemiringan
lereng sekitar 15o-16o
b. Satuan Perbukitan Sentolo
Satuan ini menyebar secara sempit yang mencakup kecamatan Pengasih dan Sentolo
dengan ketinggian antara 50-150 mdpl serta kelerengan sekitar 15o. Adapun
perbukitan yang menyebar secara sempit disebabkan oleh terpotongnya sungai Progo
yang memisahkan wilayah kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo.
c. Satuan Teras Progo
Terletak di sebelah utara satuan Perbukitan Sentolo dan di sebelah timur pegunungan
Kulon Progo yang meliputi kecamatan Nanggulan, Kalibawang, terutama di wilayah
tepi Kulon Progo.
d. Satuan Dataran Aluvial
Satuan ini memanjang dari arah barat ke timur yang meliputi kecamatan Temon,
Wates, Panjatan, Glur dan didominasi oleh sawah serta pemukiman.
e. Satuan Dataran Pantai
Satuan ini masih terbagi menjadi 2, yaitu:
  Sub satuan Gumuk Pasir
Sub Satuan ini tersebar di sepanjang pantai selatan Yogyakarta, yaitu pantai
Glagah yang merupakan tepat akumulasi sedimen sebagai muara dari sungai
Progo dan Serang dan pantai Congot. Dari adanya hal tersebut, banyak
ditemukan gumuk-gumuk pasir sebagai hasil endapan sedimen dari darat dan
laut yang dibantu oleh energi angina tau dikenal sebagai bentuklahan eolian.

 Sub Satuan Dataran Aluvial Pantai

Sub satuan ini menempati bagian utara satuan gumuk pasir dengan sumber
materialnya berasal dari gumuk pasir yang terbawa oleh angin.

3.2 Stratigrafi Regional

Tatanan stratigrafi regional daerah Pegunungan Kulonprogo dapat dibagi kedalam 2


kelompok yaitu, kelompok batuan sedimen dan batuan vulkanik. Batuan sedimen ini
dominasi oleh batulempung, batupasir kuarsa, dan batugamping yang disebut Formasi
Nanggulan. Batuan sedimen formasi ini dijadikan dasar batuan volkanik Formasi Kebobutak.
Kemudian Formasi Nanggulan dan Kebobutak tersebut diintrusi oleh batuan intrusi dangkal
seperti mikrodiorit, andesit dan dasit yang pada umumnya telah teralterasi. Kelompok litologi
vulkanik ini ini ditutupi secara tidak selaras oleh endapan laut dangkal Formasi Jonggrangan
dan Formasi Sentolo.

a. Batuan Pra-Tersier

Bagian utara pegunungan Kulonprogo, tepatnya pada daerah Kali Duren-Kali Sileng
Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, banyak dijumpai keterdapatan batuan
metamorf sebagai fragmen penyusun dari breksi volkanik Formasi Kebobutak.
Berdasarkan asosiasi mineralnya batuan metamorf ini termasuk kedalam fasies sekis
hijau dan fasies amfibolit (Utama dan Sutanto, 2013). Ditemukannya batuan metamorf
sebagai fragmen breksi volkanik menjadi informasi yang menarik mengenai genesa dari
batuan tersebut, sedangkan batuan metamorf tidak pernah menjadi litologi penyusun
stratigrafi daerah Pegunungan Kulonprogo (Utama dan Sutanto, 2013).

b. Formasi Nanggulan

Formasi Nanggulan berada pada daerah Kalisongo, Nanggulan. Menurut van Bemmelen,
1949, formasi ini merupakan batuan tertua di Pegunungan Kulonprogo dengan
lingkungan pengendapannya adalah litoral pada fase genang laut. Litologi penyusunnya
terdiri dari batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan konkresi
limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir, tuf kaya akan foraminifera dan
moluska, dengan perkiraan ketebalan sekitar 350 m. Berdasarkan penelitian mengenai
foraminifera planktonik, Formasi Nanggulan mempunyai kisaran umur antara Eosen
Tengah sampai Oligosen dan dijumpai pada sisi timur Gunung Gajah dan sisi timur
Gunung Ijo.

c. Formasi Kebobutak/Andesit Tua

Formasi ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Nanggulan dan memiliki
litologi berupa breksi volkanik dengan ketebalan formasi diperkirakan mencapai 600 m
dengan fragmen andesit, lapilli tuf, tuf, lapili breksi, sisipan aliran lava andesit,
aglomerat, serta batupasir volkanik yang tersingkap di banyak lokasi. Formasi
Kebobutak tersingkap baik di bagian tengah, utara, dan barat daya daerah Pegunungan
Kulonprogo dengan membentuk morfologi pegunungan bergelombang sedang hingga
terjal. Berdasarkan keterdapatan fosil Foraminifera planktonik dalam napal dapat
ditentukan umur Formasi Andesit Tua yaitu Oligosen Atas. Kemudian pada daerah
Kulon Progo setelah dilakukannya penelitian terkait vulkanostratigrafi, penyebutan
formasi ini adalah Formasi Kaligesing, sedangkan untuk Formasi Kebobutak adalah
penyebutan susunan litologi OAF pada daerah Pegunungan Selatan.

d. Formasi Jonggrangan

Formasi Jonggrangan terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Andesit Tua, dan
secara umum bagian bawah formasi ini terdiri dari konglomerat, napal tufan, dan
batupasir gampingan dengan kandungan moluska serta batulempung dengan sisipan
lignit. Komposisi atas formasi ini berupa batugamping berlapis dan batugamping koral.
Morfologi yang terbentuk dari batuan penyusun formasi ini berupa pegunungan dan
perbukitan kerucut dan tersebar di bagian tengah dan utara Pegunungan Kulonprogo
dengan ketebalan batuan penyusun sekitar 250- 400 meter. Dari adanya hal tersebut,
diperkirakan formasi ini memiliki umur Miosen Bawah-Miosen Tengah.

e. Formasi Sentolo

Formasi Sentolo diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Andesit Tua dan
formasi ini mempunyai hubungan dengan Formasi Jonggrangan berupa menjari.
Foramasi ini tersusun atas litologi batugamping dan batupasir napalan. Bagian bawahnya
berupa konglomerat yang ditumpuki oleh napal tufan dengan sisipan tuf. Litologi ini
mempunyai perubahan ke arah atas berangsur-angsur berubah menjadi batugamping
berlapis yang kaya foraminifera dengan perkiraan ketebalan berkisar 950 m.

3.3 Struktur Geologi Regional

Pegunungan Kulon Progo merupakan kubah besar yang memanjang ke arah barat
daya-timur laut dan melebar ke arah tenggara-barat laut. Pada kaki-kaki pegunungan kubah
tersebut banyak dijumpai sesar-sesar yang membentuk pola radial. Kemudian pada kaki
selatan Gunung Menoreh banyak dijumpai adanya sinklinal dan sebuah sesar yang
berarahkan barat-timur, dan memisahkan Gunung Menoreh dengan Gunung Ijo pada sekitar
zona sesar. Daerah ini merupakan dataran tinggi yang dibatasi oleh tinggian Kebumen,
dataran rendah Purworejo dan dataran rendah Yogyakarta. Aktivitas magmatisme daerah
Kulonprogo bekisar antara 29-25 juta tahun yang lalu yang menghasilkan batuan andesitik
dan basaltic yang dipicu oleh tektonik regional Pulau Jawa. Selain itu, lingkungan geologi
genang air berkembang di kaki perbukitan Kulon Progo kemudian menghasilkan endapan-
endapan batugamping. Menurut penelitain Pranayoga Pramumijoyo,dkk. 2017, daerah ini
terdiri atas lima struktur geologi yang berkembang, yaitu struktur dengan orientasi NW – SE
dan NE- SW sebagai tension fractures seperti urat kuarsa, sinistral stike slip fault dengan
orientasi NE – SW, dan kelurusan dengan orientasi NNW – SSE yang diprediksi sebagai
normal fault. Struktur geologi lainnya yang dijumpai yaitu compresional stress dengan arah
orientasi NNE-SSW (Pranayoga Pramumijoyo,dkk. 2017).

Anda mungkin juga menyukai