Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kampus Lapangan Geologi Karangsambung merupakan daerah kawasan
tropis yang tidak terlalu luas namun, menyimpan fenomena geologi dan aneka
batuan unik dan langka. Teori tentang lempeng tektonik dapat diuji kebenarannya
di sini. Lokasi kampus ini juga luput dari kegiatan gunung api muda dan relatif
terhindar dari disintegrasi iklim tropis. Daerah Karangsambung memiliki ciri khas
geologi yang sangat menarik untuk dipelajari. Pada daerah ini terdapat batuan PraTersier dengan jenis batuan yang beragam serta tatanan dan struktur geologi yang
kompleks.
Kondisi geologi yang kompleks ini terbentuk karena pada daerah
Karangsambung merupakan zona meratus, yaitu daerah pertemuan antara lempeng
(subduksi) yang terangkat. Lempeng yang saling bertabrakan tersebut membentuk
boudin-boudin lonjong yang membentuk formasi masing-masing dengan jenis
batuan yang beragam. Sebelum palung subduksi tersebut terangkat, banyak jenis
batan yang terendapkan dengan batuan domiannya berupa batu lempung. Pada
daerah ini juga ditemukan batuan yang berada di laut dalam, karena proses
pengangkatan pada zona palung subduksi tersebut.
Geologi Karangsambung mempunyai formasi yang khas dibandingkan
dengan daerah lain. Hal ini terlihat dari bentuk morfologi yang berbentuk lonjong
dan berbukit-bukit dengan formasi batuan yang berbeda-beda, stratigrafi daerah
ini sangta khas dan membentuk formasi yang beragam, struktur geologi pada
daerah ini terdiri dari lipatan, sesar dan kekar.
Fenomena Gumuk Pasir Parang Kusumo yang memiliki butiran pasair
pantai yang sangat halus juga sebuah fenomena yang tidak dialami oleh sebagian
besar pantai-pantai yang ada di Indonesia. Lokasi Gumuk Pasir Parang kusumo ini
berada pada Timur dari Padepokan. Dimana Padepokan ini merupakan tempat
pertemuan antara Sri Sultan Hamengkubuwono dengan Nyi Roro Kidul).
Fenomena Pembelokan muara sungai Opak yang berada di Pantai Samas.
Pembelokan tersebut bukan hanya sekedar proses secara alami yang biasa terjadi

Laporan KKL II Geografi 2013

namun, pembelokan arah muara sungai ini hanya terjadi pada Kali Opak. Diman
aproses

ini

disebabkan

oleh

pembelokan

arah

angina

sehingga

mengalamipembentukan bendungan dari pasir pantai. Atau bisa dikatakan bahwa


angin mendorong butiran pasir naik sehingga membentuk sebuah tanggul alami.
Fenomena alam tersebutlah yang bisa memberikan informasi bagaimana
proses terjadinya suatu wilayah atau daerah dengan karakteristik tertentu.
Terutama bagi Mahasiswa Geografi Murni, kajian-kajian tersebutlah yang harus
diketahui dan dipelajari guna untuk meningkatkan pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1

Bagaimana Karakteristik dan Formasi Batuan yang ada di Kec.


Karang Sambung, Kebumen?

1.2.2

Bagaimana Dampak dari fenomena alam terhadap kegiatan sosial


ekonomi masyarakat sekitar?

1.2.3

Bagaimana Karakteristik dari Gunung Api Purba Nglanggrang?

1.2.4

Bagaimana Karakteristik dari Gumuk Pasir Parang Kusumo?

1.2.5

Bagaimana dampak dari fenomena tersebut bagi masyarakat sekitar?

1.2.6

Bagaimana Karakteristik dari Kali Opak?

1.2.7

Bagaimana hasil dari sedimentasi yang terjadi?

1.2.8

Pengaruh apa yang berkaitan dengan masyarakat sekitar?

1.2.9

Bagaimana Karakteristik dari Pantai Samas?

1.2.10 Pengaruh apa yang berkaitan dengan masyarakat sekitar?


1.2.11 Bagaimana

pengaruh

adanya

Goa

Pindul

Bagi

masyarakat

disekitarnya?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian in berjutuan untuk mengetahui :
1.3.1

Karakteristik dan Formasi Batuan yang ada di Kec. Karang Sambung,


Kebumen.

1.3.2

Dampak dari fenomena alam terhadap kegiatan sosial ekonomi


masyarakat sekitar.

1.3.3

Karakteristik dari Gunung Api Purba Nglanggrang.

Laporan KKL II Geografi 2013

1.3.4

Karakteristik dari Gumuk Pasir Parang Kusumo.

1.3.5

Dampak dari fenomena tersebut bagi masyarakat sekitar.

1.3.6

Karakteristik dari Kali Opak

1.3.7

Hasil dari sedimentasi yang terjadi.

1.3.8

Pengaruh yang berkaitan dengan masyarakat sekitar.

1.3.9

Karakteristik dari Pantai Samas.

1.3.10 Pengaruh yang berkaitan dengan masyarakat sekitar.


1.3.11 Pengaruh adanya Goa Pindul Bagi masyarakat disekitarnya.

Laporan KKL II Geografi 2013

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Geografi Fisik


2.1.1 Formasi Batuan
Fisiografi Pulau Jawa. Wilayah Jawa Tengah dan Jawa
Timur secara fisiografi dapat dikelompokkan kedalam lima zona
(van Bemmelen, 1949) yaitu ::
1. Zona PegununganSelatan
2. Zona Solo
3. Zona Kendeng
4. Zona Randublatung
5. Zona Rembang
Zona fisiografi ini mencerminkan elemen struktur dari hasil
penafsiran anomali gaya berat di bagian utara Jawa Timur (Sutarso
dan Suyitno, 1976). Elemen struktur dengan anomali positif adalah
Zona Kendeng dan Zona Rembang, sedangkan elemen struktur
anomali

negatif

adalah

Depresi

Semarang-Pati,

Depresi

Randublatung dan depresi Kening-Solo. Struktur utama Jawa


Tengah-Jawa Timur disamping arah barat timur yang mengilruti
zona tersebut, juga terdapat struktur yang berarah NE-SW
memotong disekitar batas zona Rembang dan volkanik Muria.
Zona Pegunungan Selatan Daerah Pegunungan Selatan
Jawa secara fisiografi termasuk ke dalam lajur pegunungan selatan
Jawa (Bemmelen, 1949), sedangkan secara tektonik global
diperkirakan pada cekungan antar busur sampai busur vulkanik.
Daerah Pegunungan Selatan yang membujur mulai dari Yogyakarta
kearah timur, Wonosari, Wonogiri, Pacitan menerus ke daerah
Malang selatan, terus ke daerah Blambangan. Berdasarkan pada

Laporan KKL II Geografi 2013

letak yang berada di zona Pegunungan Selatan Jawa Timur,


bentang alam yang terdiri atas rangkaian pegunungan yang
memanjang relatif barat - timur dan jenis litologi penyusunnya
yang didominasi oleh volkanik klastik, daerah penelitian termasuk
dalam zona Wonosari Plateau.

Gambar 1.1 Fisiografi bagian tengah dan timur Pulau Jawa (dikembangkan dari van
Bemmelen, 1949).

Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari wilayah


Jawa Tengah, di selatan Yogyakarta dengan lebal kurang lebih 55
km, hingga Jawa Timur, dengan lebar kurang lebih 25 km, di
selatan Blitar. Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran
Yogyakarta-Surakarta di sebelah barat dan utara, sedangkan di
sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri. Di sebelah
barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi
oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara berupa gawir
Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan ini hampir membujur
barat-timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-selatan
mempunyai lebar lk. 40 km (Bronto dan Hartono, 2001).
Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga
subzona, yaitu Subzona Baturagung, Subzona Wonosari dan
Subzona Gunung Sewu Subzona Wonosari merupakan dataran
tinggi (190 m) yang terletak di bagian tengah Zona Pegunungan
Laporan KKL II Geografi 2013

Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya. Dataran ini


dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan utara,
sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona
Gunung Sewu. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo
yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K. Opak sebagai
endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam dan
endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah
batugamping.
Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan
bentang alam karts, yaitu bentang alam dengan bukit-bukit
batugamping membentuk banyak kerucut dengan ketinggian
beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga,
luweng (sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua
batugamping serta aliran sungai bawah tanah. Bentang alam karts
ini membentang dari pantai Parangtritis di bagian barat hingga
Pacitan di sebelah timur. Zona Pegunungan Selatan pada umumnya
merupakan blok yang terangkat dan miring ke arah selatan. Batas
utaranya ditandai escarpment yang cukup kompleks. Lebar
maksimum
Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan Surakarta,
sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara
Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut
Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih
1400 km2 (Lehmann. 1939). Sedangkan antara Pacitan dan Popoh
selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh
batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain
granit, andesit dan dasit (Van Bemmelen,1949).
Tatanan Tektonik Pegunungan Selatan
Zona Pegunungan Selatan merupakan cekungan yang
menunjang dengan arah relatif barat V timur mulai dari

Laporan KKL II Geografi 2013

Parangtritis di bagian barat sampai Ujung Purwo di bagian Jawa


Timur. Perkembangan tektoniknya tidak lepas dari interaksi
konvergen antara Lempeng Hindia - Australia dengan Lempeng
Micro Sunda. Mengutip dari pernyataan C.Prasetyadi (2007) secara
lisan mengenai Evolusi Tektonik Tersier Pulau Jawa ,dijelaskan
bahwa Pulau Jawa merupakan salah satu pulau di Busur Sunda
yang mempunyai sejarah geodinamik aktif, yang jika dirunut
perkembangannya dapat dikelompokkan menjadi beberapa fase
tektonik dimulai dari Kapur Akhir hingga sekarang yaitu :
1. Periode Kapur Akhir - Paleosen
Fase tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika
pergerakan Lempeng Indo-Australia ke arah timurlaut menghasilkan subduksi dibawah Sunda Microplate sepanjang suture
Karangsambung-Meratus, dan diikuti oleh fase regangan (rifting
phase) selama Paleogen dengan pembentukan serangkaian horst
(tinggian) dan graben (rendahan). Aktivitas magmatik Kapur Akhir
dapat diikuti menerus dari Timurlaut Sumatra, Jawa-Kalimantan
Tenggara. Pembentukan cekungan depan busur (fore arc basin)
berkembang di daerah selatan Jawa Barat dan Serayu Selatan di
Jawa Tengah. Mendekati Kapur Akhir Paleosen, fragmen benua
yang

terpisah

dari

Gondwana,

mendekati

zona

subduksi

Karangsambung-Meratus.
Kehadiran allochthonous micro-continents di wilayah Asia
Tenggara telah dilaporkan oleh banyak penulis (Metcalfe, 1996).
Basement bersifat kontinental yang terletak di sebelah timur zona
subduksi Karangsambung-Meratus dan yang mengalasi Selat
Makasar teridentifikasi di Sumur Rubah-1 (Conoco, 1977) berupa
granit pada kedalaman 5056 kaki, sementara didekatnya Sumur
Taka Talu-1 menembus basement diorit. Docking (mera-patnya)
fragmen mikro-kontinen pada bagian tepi timur Sundaland
menyebabkan matinya zona subduksi Karang-sambung-Meratus

Laporan KKL II Geografi 2013

dan

terang-katnya

zona

subduksi

tersebut

menghasilkan

Pegunungan Meratus.
2. Periode Eosen (Periode Ekstensional /Regangan)
Antara 54 jtl - 45 jtl (Eosen), di wilayah Lautan Hindia
terjadi reorganisasi lempeng ditandai dengan berkurangnya secara
mencolok

kecepatan

pergerakan

ke

utara

India.

Aktifitas

pemekaran di sepanjang Wharton Ridge berhenti atau mati tidak


lama setelah pembentukan anomali 19 (atau 45 jtl). Berkurangnya
secara mencolok gerak India ke utara dan matinya Wharton Ridge
ini diinterpretasikan sebagai pertanda kontak pertama Benua India
dengan zona subduksi di selatan Asia dan menyebabkan terjadinya
tektonik regangan (extension tectonics) di sebagian besar wilayah
Asia Tenggara yang ditandai dengan pembentukan cekungancekungan utama (Cekungan-cekungan: Natuna, Sumatra, Sunda,
Jawa Timur, Barito, dan Kutai) dan endapannya dikenal sebagai
endapan syn-rift. Pelamparan extension tectonics ini berasosiasi
dengan pergerakan sepanjang sesar regional yang telah ada
sebelumnya dalam fragmen mikrokontinen.
Konfigurasi

struktur

basement

mempengaruhi

arah

cekungan syn-rift Paleogen di wilayah tepian tenggara Sundaland


(Sumatra, Jawa, dan Kalimantan Tenggara) (Gambar 2.2).
3. Periode Oligosen Tengah (Kompresional - Terbentuknya OAF)
Sebagian besar bagian atas sedimen Eosen Akhir memiliki
kontak tidak selaras dengan satuan batuan di atasnya yang berumur
Oligosen. Di daerah Karangsambung batuan Oligosen diwakili
oleh Formasi Totogan yang kontaknya dengan satuan batuan lebih
tua menunjukkan ada yang selaras dan tidakselaras. Di daerah
Karangsambung Selatan batas antara Formasi Karangsambung dan
Formasi Totogan sulit ditentukan dan diperkirakan berangsur,
sedangkan ke arah utara Formasi Totogan ada yang langsung

Laporan KKL II Geografi 2013

kontak secara tidak selaras dengan batuan dasar Komplek Melange


Luk Ulo.
Di daerah Nanggulan kontak ketidakselarasan terdapat
diantara Anggota Seputih yang berumur Eosen Akhir dengan
satuan breksi volkanik Formasi Kaligesing yang berumur Oligosen
Tengah. Demikian pula di daerah Bayat, bagian atas Formasi
Wungkal-Gamping yang berumur Eosen Akhir, tanda-tanda
ketidak selarasan ditunjukkan oleh terdapatnya fragmen-fragmen
batuan Eosen di sekuen bagian bawah Formasi Kebobutak yang
berumur Oligosen Akhir. Ketidakselarasan di Nanggulan dan
Bayat merupakan ketidakselarasan menyudut yang diakibatkan
oleh

deformasi

tektonik

yang

sama

yang

menyebabkan

terdeformasinya Formasi Karangsambung. Akibat deformasi ini di


daerah Cekungan Jawa Timur tidak jelas teramati karena endapan
Eosen Formasi Ngimbang disini pada umumnya selaras dengan
endapan Oligosen Formasi Kujung.
Deformasi

ini

kemungkinan

juga

berkaitan

dengan

pergerakan ke utara Benua Australia. Ketika Wharton Ridge masih


aktif Benua Australia bergerak ke utara sangat lambat. Setelah
matinya pusat pemekaran Wharton pada 45 jt, India dan Australia
berada pada satu lempeng tunggal dan bersama-sama bergerak ke
utara. Pergerakan Australia ke utara menjadi lebih cepat dibanding
ketika Wharton Ridge masih aktif. Bertambahnya kecepatan ini
meningkatkan laju kecepatan penunjaman Lempeng Samudera
Hindia di Palung Jawa dan mendorong ke arah barat, sepanjang
sesar mendatar yang keberadaannya diperkirakan, Mikrokontinen
Jawa Timur sehingga terjadi efek kompresional di daerah
Karangsambung yang mengakibatkan terdeformasinya Formasi
Karangsambung serta terlipatnya Formasi Nanggulan dan Formasi
Wungkal-Gamping di Bayat. Meningkatnya laju pergerakan ke
utara Benua Australia diperkirakan masih berlangsung sampai

Laporan KKL II Geografi 2013

Oligosen Tengah. Peristiwa ini memicu aktifitas volkanisme yang


kemungkinan berkaitan erat dengan munculnya zona gunungapi
utama di bagian selatan Jawa (OAF=Old Andesite Formation) yang
sekarang dikenal sebagai Zona Pegunungan Selatan. Aktifitas
volkanisme ini tidak menjangkau wilayah Jawa bagian utara
dimana pengendapan karbonat dan silisiklastik menerus di daerah
ini.
4. Periode Oligo-Miosen (Kompresional-Struktur Inversi )
Pada Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah pergerakan ke
utara India dan Australia berkurang secara mencolok karena
terjadinya benturan keras (hard collision) antara India dengan
Benua Asia membentuk Pegunungan Himalaya. Akibatnya laju
penunjaman Lempeng Samudera Hindia di palung Sunda juga
berkurang secara drastis. Hard collision India menyebabkan efek
maksimal tektonik ekstrusi sehingga berkembang fase kompresi di
wilayah Asia Tenggara. Fase kompresi ini menginversi sebagian
besar endapan syn-rift Eosen.
Di Cekungan Jawa Timur fase kompresi ini menginversi
graben RMKS menjadi zona Sesar RMKS. Di selatan Jawa,
kegiatan volkanik Oligosen menjadi tidak aktif dan mengalami
pengangkatan. Pengangkatan ini ditandai dengan pengen-dapan
karbonat besar-besaran seperti Formasi Wonosari di Jawa Tengah
dan Formasi Punung di Jawa Timur. Sedangkan di bagian utara
dengan aktifnya inversi berkembang endapan syn-inversi formasiformasi Neogen di Zona Rembang dan Zona Kendeng. Selama
periode ini, inversi cekungan terjadi karena konvergensi Lempeng
Indian menghasilkan rezim tektonik kompresi di daerah busur
depan Sumatra dan Jawa. Sebaliknya, busur belakang merupakan
subjek

pergerakan

strike-slip

utara-selatan

yang

dominan

sepanjang sesar-sesar turun (horst dan graben) utara-selatan yang


telah ada.

Laporan KKL II Geografi 2013

10

5. Periode Miosen Tengah- Miosen Akhir


Pengaktifan kembali sepanjang sesar tersebut menghasilkan
mekanisme transtension dan transpression yang berasosiasi dengan
sedimentasi turbidit dibagian yang mengalami penurunan. Namun
demikian, di bagian paling timur Jawa Timur, bagian basement
dominan berarah timur-barat, sebagaimana secara khusus dapat
diamati dengan baik mengontrol Dalaman Kendeng dan juga
Dalaman Madura.Bagian basement berarah Timur - Barat
merupakan bagian dari fragmen benua yang mengalasi dan
sebelumnya tertransport dari selatan dan bertubrukan dengan
Sundaland sepanjang Suture Meratus (NE-SW struktur).
Tektonik kompresi karena subduksi ke arah utara telah
mengubah sesar basement Barat - Timur menjadi pergerakan sesar
mendatar, dalam perioda yang tidak terlalu lama (Manur dan
Barraclough, 1994). Kenaikan muka air laut selama periode ini,
menghasilkan pengendapan sedimen klastik di daerah rendahan,
dan sembulan karbonat (carbonate buildup) pada tinggian yang
membatasinya.

Laporan KKL II Geografi 2013

11

Gambar 1.2 Rekontruksi perkembangan tektonik Pulau Jawa dimulai pada KapurPaleosen sampai dengan Oligosen tengah (Prasetyadi, 2007)

Stratigrafi Regional
Stratigrafi Daerah Pegunungan Selatan
Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah
dikemukakan oleh beberapa peneliti. Perbedaan ini terutama antara
wilayah bagian barat (Parangtritis-Wonosari) dan wilayah bagian
timur (Wonosari-Pacitan). Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan
bagian barat diusulkan diantaranya oleh Bothe (1929) dan Surono
(1989), dan di bagian timur diantaranya diajukan oleh Sartono
(1964), Nahrowi (1979) dan Pringgoprawiro (1985), sedangkan
Samodra. (1989) mengusulkan tatanan stratigrafi di daerah
peralihan antara bagian barat dan timur

Laporan KKL II Geografi 2013

12

Stratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Barat (Batuan dasar


Pra-

Tersier)

Batuan

berumur

Pra-Tersier

tersingkap

di

Pegunungan Jiwo daerah Bayat Klaten, tersusun oleh batuan


metamorfosa batusabak, sekis , genis, serpentinit dan batugamping
kristalin. Batugamping mengandung Orbitolina hadir sebagai
lensa-Iensa

(bongkah)

dalam

batulempung.

Berdasarkan

kesamaannya dengan satuan batuan yang ada di daerah Luk Ulo,


Kebumen, Jawa Tengah, kelompok batuan ini diperkirakan
berumur Kapur Atas (Verbeek dan Fenomena, op.cit. Bothe,
1929).Untuk penjelasan sesuai dengan hubungan stratigrafi tiap
satuan batuan dapat dilihat pada kolom stratigrafi pegunungan
selatan beikut ini :

Gambar 1.3 Stratigrafi Pegunungan Selatan, Jawa Tengah (Surono, et al. 1992) dan penarikan umur absolut
menurut peneliti terdahulu.

Laporan KKL II Geografi 2013

13

Dari kolom stratigrafi diatas dapat dijelaskan urutan serta


hubungan stratigrafi pegunungan selatan adalah sebagai berikut :
Formasi Wungkal dan Formasi Gamping. Formasi Wungkal
dicirikan

oleh

kalkarenit

dengan

sisipan

batupasir

dan

batulempung, sedangkan Formasi Gamping dicirikan oleh


kalkarenit dan batupasir tufaan. Di daerah Gamping (sebelah barat
Kota Yogyakata, sebagai tipe lokasi), Formasi Gamping ini
dicirikan oleh batugamping yang berasosiasi dengan gamping
terumbu.Beberapa peneliti menafsirkan sebagai ketidakselarasan
(Sumosusastro, 1956 dan Marks, 1957) dan peneliti lainnya
menafsirkan hubungan kedua formasi tersebut selaras (Bothe,
1929, Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Surono et al. (1989)
menyebutnya

sebagai

Formasi

GampingWungkal

yang

merupakan satu formasi yang tidak terpisahkan. Namun demikian


semua para peneliti tersebut sepakat bahwa kedua formasi
tersebut berumur Eosen Tengah-Eosen Atas.Di atas Formasi
Wungkal dan Formasi Gamping ditutupi secara tidakselaras oleh
sedimen volkanoklastik yang dikelompokkan sebagai : Formasi
Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan
Formasi Sambipitu.
Formasi Kebo, terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir
tufaan, serpih dan lanau. Di beberapa tempat dijumpai adanya
lava bantal dan intrusi diorit. Ketebalan formasi ini sekitar 800
meter dan diendapkan di lingkungan laut, dan pada umumnya
memperlihatkan endapan aliran gravitasi (gravity-flow deposits).
Formasi Butak, lokasi tipe formasi ini terdapat di Gunung Butak
yang terletak di Sub-zona Baturagung. Formasi ini tersusun oleh
litologi

breksi,

batupasir

tufaan,

konglomerat

batuapung,

batulempung dan serpih yang memperlihatkan perselingan, dan


menunjukkan ciri endapan aliran gravitasi di lingkungan laut.
Formasi ini berumur Oligosen.Ciri Formasi Kebo dan Formasi

Laporan KKL II Geografi 2013

14

Butak di beberapa tempat tidak begitu nyata sehingga, pada


umumnya beberapa peneliti menyebutnya sebagai Formasi KeboButak yang berumur Oligosen Atas (N1-N3).
Formasi Mandalika, Tipe lokasi formasi ini terdapat di Desa
Mandalika. Formasi ini memiliki ketebalan antara 80-200 m.
Formasi ini tersusun oleh lava andesitik-basaltik, porfiri, petite,
rhyolite dan dasit; dasit, lava andesitik, tuff dasit dengan dioritik
dyke; lava andesitic basaltic trachytik dasitik dan breksia
andesitic

yang

ter-prophyliti-kan;

andesite,

dasit,

breksia

vulkanik, gamping kristalin; breksia, lava, tuff, dengan interkalasi


dari batupasir dan batulanau yang memperlihatkan cirri endapan
darat. Satuan ini beda fasies menjari dengan Anggota Tuff dari
Formasi Kebobutak.
Formasi Semilir. Formasi ini tersingkap baik di Gunung Semilir
di sekitar Baturagung, terdiri dari perselingan tufa, tufa lapili,
batupasir tufaan, batulempung, serpih dan batulanau dengan
sisipan breksi, sebagai endapan aliran gravitasi di lingkungan laut
dalam. Formasi ini berumur Oligosen Awal (N1-N2).
Formasi Nglanggran. Lokasi tipenya adalah di Desa Nglanggran.
Formasi ini terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufaan,
yang memperlihatkan sebagai endapan aliran gravitasi pada
lingkungan laut. Formasi ini berumur Oligosen Akhir (N3).
Formasi Nglanggran, pada umumnya selaras di atas Formasi
Semilir, akan tetapi di tempat-tempat lainnya, kedua formasi
tersebut saling bersilangjari (Surono, 1989).
Formasi Sambipitu. Lokasi tipenya terdapat di Desa Sambipitu.
Formasi ini tersusun oleh perselingan antara batupasir tufaan,
serpih dan batulanau, yang memperlihatkan ciri endapan turbidit.
Di bagian atas sering dijumpai adanya struktur slump skala besar.
Satuan ini selaras di atas Formasi Nglanggran, dan merupakan

Laporan KKL II Geografi 2013

15

endapan lingkungan laut pada Miosen Awal bagian tengahMiosen awal bagian akhir (N6 - N8).
Formasi Oyo. Formasi ini tersingkap baik di Kali Oyo sebagai
lokasi tipenya, terdiri dari perselingan batugamping bioklastik,
kalkarenit, batugamping pasiran dan napal dengan sisipan
konglomerat

batugamping.

Satuan

ini

diendapkan

pada

lingkungan paparan dangkal pada Miosen Tengah (N10-N12).


Formasi Wonosari. Formasi ini tersingkap baik di daerah
Wonosari dan sekitarnya, membentuk morfologi karts, terdiri dari
batugamping terumbu, batugamping bioklastik berlapis dan napal.
Satuan batuan ini merupakan endapan karbonat paparan
(carbonate plateform) pada Miosen Tengah hingga Miosen Akhir
(N9-N18). Formasi Wonosari ini mempunyai hubungan selaras di
atas Formasi Oyo, akan tetapi di beberapa tempat, bagian bawah
formasi ini saling berhubungan silang jari dengan Formasi Oyo.
Formasi Kepek. Lokasi tipenya terdapat di Kali Kepek,
tersusun oleh batugamping dan napal dengan ketebalan mencapai
200 meter. Litologi satuan ini nenunjukkan ciri endapan paparan
laut dangkal dan merupakan bagian dari sistem endapan karbonat
paparan pada umur Miosen Akhir (N15-N18). Formasi ini
mempunyai hubungan silang jari dengan satuan batugamping
terumbu Formasi Wonosari.
Di atas batuan karbonat tersebut, secara tidakselaras
terdapat satuan batulempung hitam, dengan ketebalan 10 meter.
Satuan ini menunjukkan ciri sebagai endapan danau di daerah
Baturetno pada waktu Plistosen. Selain itu, daerah setempat
terdapat laterit berwarna merah sampai coklat kemerahan sebagai
endapan terrarosa, yang pada umumnya menempati uvala pada
morfologi karst. Di lokasi lainnya, hubungan antara sedimen

Laporan KKL II Geografi 2013

16

volkanoklastik dan sedimen karbonat tersebut berubah secara


berangsur (Surono et al., 1989)
2.1.2 Morfologi
Perbedaan morfologi di daerah ini disebabkan oleh
perbedaan karakteristik geologi yang dicerminkan oleh lithologi
yang menyusun daerah tersebut yang memiliki kekerasan dan
resistensi yang berbeda-beda terhadap erosi yang akhirnya
membentuk morfologi yang khas dari daerah ini, serta pengaruh dari
struktur geologi yang berupa perlipatan dan sesar yang berkembang
di daerah Karangsambung.
Daerah Karangsambung dilewati oleh sungai besar yang
disebut Sungai Luk Ulo dan sungai-sungai kecil yang bermuara di
Luk Ulo. Sungai Luk Ulo mengalir dari Utara hingga ke Selatan
daerah pemetaan (membelah perbukitan Waturanda dan Gunung
Brujul) dan merupakan sungai yang telah memasuki tahap sungai tua
dicirikan oleh bentuk Luk Ulo yang meander. Sungai Luk Ulo dan
sungai-sungai kecil yang mengalir di daerah Karangsambung juga
memiliki peran penting dalam pembentukan morfologi di daerah ini
berkaitan dengan proses erosi dan sedimentasi.
Berdasarkan data stratigrafi daerah pemetaan, maka urutan
satuan batuan yang diendapkan dari tua ke muda adalah satuan
Breksi perselingan batupasir , satuan perselingan Batupasir
Batulempung,

Satuan

Batugamping

perselingan

Batupasir,

Batulempung, Batulanau, dan Tufa, dan satuan endapan aluvial.


Berdasarkan urutan satuan batuan tersebut, maka dapat dianalisis
bagaimana sejarah geologi yang terjadi di daerah pemetaan.
Pertama diawali dengan pengendapan breksi dan batupasir
yang terjadi di dasar laut, tepatnya di daerah slope, yaitu dengan
mekanisme sedimentasi arus turbidit. Hal ini dapat terlihat dari
pemilahan yang sangat buruk. Kemudian diperlukan energi

Laporan KKL II Geografi 2013

17

sedimentasi yang besar untuk mentransport fragmen-fragmen batuan


yang dimensinya sangat besar, sehingga kemungkinan energi
tersebut dipengaruhi oleh adanya gravity mass flow. Satuan batuan
ini terbentuk dalam kondisi magmatisme bawah laut yang aktif.
Hal tersebut ditandai dengan terdapatnya fragmen rijang di
dalamnya. Rijang yang terbentuk tersebut kemungkinan berasal dari
larutan silika yang dikeluarkan selama aktivitas megmatisme bawah
laut. Kemudian diendapkan secara selaras satuan Batupasir
Batulempung di atasnya. Seiring dengan menurunnya aktivitas
magmatisme,

maka

energi

yang

berperan

dalam

proses

sedimentasinya relatif lebih lemah dibandingkan dengan satuan yang


sebelumnya.
Litologi

yang

menyusun

satuan

batuan

ini

bersifat

karbonatan, sehingga dapat diperkirakan bahwa disekitar lingkungan


pengendapannya berada di zona CCD dan juga terdapat sumber
bahan karbonat (CaCO3), yang kemudian bereaksi dengan batuan
sekitarnya dan menyebabkan batuan tersebut bersifat karbonatan.
Satuan ini masih terendapkan di zona laut dalam.
Kemudian disusul oleh pengendapan satuan Batugamping
Batulempung di atasnya secara selaras. Satuan ini ditandai oleh
terbentuknya batuan dengan ukuran butir yang sangat halus, yang
menandakan

bahwa

energi

yang

dibutuhkan

untuk

mengendapkannya relatif lemah dan sistem pengendapan yang


berperan saat itu adalah suspensi. Satuan ini terbentuk dalam kondisi
magmatisme

yang

sangat

lemah

dikarenakan

terbentuknya

batugamping, karena salah satu syarat terbentuknya batugamping


tersebut adalah dalam lingkungan yang arusnya tenang. Lalu disusul
oleh pengendapan Tuff. Pada saat satuan batuan terbentuk
kemungkinan pada saat aktivitas magmatisme aktif kembali, karena
adanya lapisan tuff. Di dalam satuan batuan ini terdapat diantara
batugamping.

Laporan KKL II Geografi 2013

18

Pada

saat

tertentu,

terjadi

letusan

gunungapi

yang

menghasilkan debu-debu vulkanik yang kemudian diendapkan di


daerah sekitar sumber letusan tersebut. Di saat yang berikutnya,
yaitu

saat

tidak

terjadi

letusan,

yang

diendapkan

adalah

batugamping. Kemudian terjadi lagi letusan, dan berulang lagi


seperti yang sebelumnya. Oleh karena itu, terbentuklah tuff yang
diantara batugamping. Setelah Tuff terbentuk, kemudian terjadi
pengendapan satuan batuan berikutnya.
Setelah satuan-satuan batuan terbentuk, terjadi proses
tektonik, dalam rezim kompresi, dalam arah relatif utara-selatan.
Kegiatan tektonik tersebut mengakibatkan terbentuknya lipatan
berupa sinklin dan antiklin yang sumbunya memiliki arah relatif
barat-timur dan menunjam ke arah barat. Selain sinklin, terbentuk
pula struktur berupa sesar-sesar yang diakibatkan oleh tegasan yang
sama, yaitu yang berarah utara-selatan. Sesar-sesar tersebut
merupakan jenis sesar strike-slip, dengan arah relatif utara-selatan.
Sesar tersebut menimbulkan zona lemah yang kemudian dialiri oleh
air dan membentuk sungai-sungai yang memiliki kelurusan, yang
arahnya sesuai dengan arah dari sesarnya itu sendiri.
Setelah semua proses yang disebut di atas terjadi, maka
diendapkanlah satuan batuan yang berumur paling muda yaitu satuan
endapan aluvial. Fragmen-fragmen batuan pada aluvial tersebut
terdiri dari batupasir, konglomerat, dan rijang, beku, dan sekis dan
gneis, serta kuarsa susu. Akibat terjadinya proses tektonik dan erosi
yang terus berlangsung, maka terjadinya proses transport materialmaterial batuan tersebut di sepanjang Sungai Luk Ulo. Batas satuan
aluvial ini dengan satuan batuan di bawahnya adalah berupa batas
erosional.
2.1.3

Geomorfologi
Geomorfologi dapat didefinisikan sebagai Ilmu tentang yang
membicarakan tentang bentuklahan yang mengukir permukaan

Laporan KKL II Geografi 2013

19

bumi,

Menekankan

cara

pembentukannya

serta

konteks

kelingkungannya (Dibyosaputro, 1998). Obyek kajian geomorfologi


adalah bentuklahan yang tersusun pada permukaan bumi di daratan
maupun penyusun muka bumi didasar laut, yang dipelajari dengan
menekankan pada proses pembentukan dan perkembangan pada
masa yang akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan
(Verstappen, 1983).
Permukaan bumi selalu mengalami perubahan bentuk dari
waktu ke waktu sebagai akibat proses geomorfologi, baik yang
bersal dari dalam bumi (endogen) maupun yang berasal dari luar
bumi (eksogen). Dalam mempelajari mengenai geomorfologi
penekanan utamanya adalah mempelajari bentuklahan/landform.
Bentuklahan sendiri merupakan bentukan pada permukaan bumi
sebagai hasil perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses-proses
geomorfologis yang beroperasi di permukaan bumi Proses
geomorfologis diakibatkan oleh adanya tenaga yang ditimbulkan
oleh medium alami yang berada di permukaan bumi.
Kondisi geomorfologi yang dimiliki suatu daerah merupakan
sumberdaya alam. Salah satu bagian dari sumberdaya alam adalah
sumberdaya lahan. Pemanfaatan sumberdaya lahan yang seoptimal
mungkin menjadi suatu keharusan agar mendapat hasil yang optimal,
namun perlu diupayakan agar tidak terjadi kerusakan pada lahan.
Data mengenai sumberdaya lahan sangat diperlukan untuk dapat
memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara optimal. Informasi
mengenai kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan dasar
utama dalam penyusunan pengelolaan lahan.
Peta geomorfologi yang memuat data tentang bentuklahan
dan proses geomorfologinya, merupakan salah satu bentuk data yang
relatif lengkap mengenai potensi sumberdaya lahan. Manfaat peta
geomorfologi antara lain untuk inventarisasi lahan pertanian, untuk
mempelajari masalah-masalah penggunaan lahan secara ekstensif,

Laporan KKL II Geografi 2013

20

dan sebagai dasar untuk mengembangkan peta terhadap penggunaan


yang lebih bervariasi lagi. Peta geomorfologi juga dapat berguna
untuk penyusunan rencana tata ruang agar sesuai dengan kondisi
fisik lingkungan setempat, sehingga diharapkan dapat memberikan
kontribusi optimal bagi peningkatan kondisi kehidupan yang lebih
baik bagi masyarakat (Iskandar, 2008).
2.1.4 Bentuk Lahan
Klasifikasi bentuklahan didasarkan pada: genesis, proses, dan
batuan. Bentuklahan bentukan asal fluvial berhubungan dengan
daerah-daerah penimbunan (sedimentasi) seperti lembah-lembah
sungai besar dan dataran aluvial. Pada dasarnya bentuklahan ini
disebabkan karena proses fluvial akibat proses air yang mengalir
baik yang memusat (sungai) maupun aliran permukaan bebas
(overlandflow). Ketiga aktivitas baik dari sungai maupun aliran
bebas mencakup Erosi, Transportasi, dan Sedimentasi.
Erosion merupakan pelepasan progresif material dasar dan
tebing sungai, yang diakibatkan karena proses menumbuk dan
menggerus material sungai sehingga material alluvial yang tidak
kompak seperti krakal, kerikil, pasir, dan lempung dapat terangkut.
Transportasi pada sedimen yang terangkut tergantung pada ; debit
sungai, material sedimen, kecepatan aliran. Deposisi merupakan
suatu

pengendapan

dari

material-material

permukaan

yang

terendapakan disuatu tempat dimana gaya yang bekerja sudah tidak


aktif.
2.1.5

Hidrologi
Kecepatan sedimentasi pada sungai dilihat dari besarnya laju
angkutan sedimen. Besarnya laju angkutan sedimen pada sungai
ditentukan oleh besarnya debit sungai dan jumlah sedimen pada
dasar sungai. Laju angkutan sedimen akan berkurang sejalan dengan
tingkat pengambilan sedimen dan akan menimbulkan degradasi

Laporan KKL II Geografi 2013

21

dasar sungai. Besarnya degradasi dasar sungai yang akan terjadi


tergantung pada jumlah sedimen yang dipindahkan relatif tehadap
muatan sedimen tahunan dari sungai tersebut. Setiap pengambilan
sedimen akan menurunkan level dasar sungai tetapi bila persentasi
jumlah pasir yang ditambang lebih kecil dibandingkan terhadap
muatan sedimen tahunan, penurunan elevasi dasar sungai akan kecil.
Bila lokasi penambangan lebih jauh ke arah hulu dari mulut
sungai atau titik pengontrolan dasar sungai lainnya, maka penurunan
elevasi dasar sungai menjadi lebih besar pada tingkat penambangan
pasir yang sama. Jadi untuk jumlah penambangan pasir tertentu lebih
dekat ke mulut sungai akan menyebabkan penurunan yang lebih
kecil dari elevasi dasar sungai daripada bila penambangan beberapa
kilometer lebih ke hulu. Sedimen pada dasar sungai berasal dari
hasil erosi yang terjadi di hulu sungai. Oleh sebab itu dapat
disimpulkan bahwa besarnya kecepatan sedimen

seiring dengan

tingkat erosi pada sungai. Aliran sungai pada perbukitan homoklin


adalah sungai tipe trellis dengan karakteristik tahapan sungai sungai
muda.

Gambar 1.4 Pola Aliran Sungai Trellis

Laporan KKL II Geografi 2013

22

Tipe sungai pada satuan perbukitan lipatan ini adalah sungai


tipe paralel dan annular yang mengalir dari barat ke timur dengan
karakteristik tahapan sungai sungai muda.

Gambar 1.5 Pola Aliran Sungai Annular dan Parallel


2.1.6 Gunung Api Purba
Gunung Api Purba merupakan Gunung Api yang telah mati atau tidak
beraktifitas lagi setelah berjuta tahun yang lalu. Tidak ada aktifitas
yang berkaitan dengan vulkanik lagi. Sehingga Gunung Api tersebut
tidak berbahaya secara besar bagi masyarakat sekitar.
2.1.7 Muara Sungai
Muara sungai merupakan tempat aliran air terakhir atau tempat
berkumpulnya semua air yang berasal dari sungai di hilir dan di hulu
sebelum masuk ke laut. Biasanya Muara Sungai bentuknya lebih besar
dari sungai yang ada di hilir dan di hulu. Sedimentasinya juga lebih
banyak dan lebih beragam.
2.1.8 Sedimentasi Sungai
Sedimentasi sungai merupakan hasil endapan yang dibawa oleh arus
atau aliran air pada daerah hulu maupun hilir. Dimana hasil
sedimentasi ini dipengaruhi oleh kekuatan arus air mendorong
perpindahan material. Semakin besar aliran airnya makan material
yang terpindahkan semakin banyak, sedangkan semakin kecil aliran
airnya makan hasil sedimentasinya semakin banyak.

Laporan KKL II Geografi 2013

23

2.1.9 Profiling
Profiling merupakan salah satu proses untuk melihat bentuk secara 2D
atau 3D dari suatu pengukuran area di Lapangan. Metode profiling bisa
dilakukan secara memanjang maupun melintang. Tergantung dengan
kondisi area pengukuran.

2.2.Kajian Geografi Sosial


2.2.1 Tingkat Peradaban
Menjelang akhir abad ke-18, perkembangan geografi semakin
pesat. Pada masa ini berkembang aliran fisis determinis dengan
tokohnya yaitu seorang geograf terkenal dari USA yaitu Ellsworth
Hunthington. Di Perancis, faham posibilis terkenal dengan tokoh
geografnya yaitu Paul Vidal de la Blache, sumbangannya yang
terkenal adalah Gen re de vie. Perbedaan kedua faham tersebut,
kalau fisis determinis memandang manusia sebagai figur yang pasif
sehingga hidupnya dipengaruhi oleh alam sekitarnya. Sedangkan
posibilisme memandang manusia sebagai makhluk yang aktif, yang
dapat membudidayakan alam untuk menunjang hidupnya.
1. Fisis determinime
Faham ini mengemukakan bahwa semua kehidupan dan
aktivitas manusia dipengaruhi dan tergantung pada pemberian alam
di sekitarnya. Manusia cenderung pasif dalam menghadapi tantangan
alam, respon terhadap alam hanya berupa respon menerima apa
adanya. Dengan kata lain manusia tidak dapat menentukan hidupnya
sendiri. Hal ini dapat dilihat dari mata pencaharian, tingkah laku,
kebiasaan, serta kebudayaan manusia pada lingkungan tertentu.
Berikut ini beberapa pendukung fisis determinisme :
a)

Charles Darwin (1809 1882)


Charles Darwin adalah seorang naturalis dari
Inggris yang teori-teorinya sangat kontroversial di bidang
ilmu pengetahuan dengan Teori Evolusi Darwin-nya.

Laporan KKL II Geografi 2013

24

Teorinya mengatakan bahwa semua makhluk hidup darai


waktu ke waktu secara berkesinambungan akan mengalami
perkembangan. Setiap perubahan yang terjadi pada
mofologi, fisiologi, dan perilaku makhluk hidup sebagai
respon dari perubahan alam lingkungannya.
Perjuangan hidup (struggle for life) pada makhluk
hidup merupakan bagian yang penting juga dalam
menanggapi

perubahan

alam

lingkungannya.

Hanya

individu yang kuatlah yang mampu bertahan hidup dari


keganasan alam lingkungan. Dominasi lingkungan pada
makhluk hidup terlihat sangat jelas dan sepertinya makhluk
hidup tidak bisa lepas dari pengarauh alam tersebut.

b)

Ellsworth Huntington
Ellsworth Huntington merupakan geograf dari
Amerika Serikat dan merupakan salah seorang dari
determinisme iklim. Dalam bukunya principle of Human
Geography,

dia

mengatakan

bahwa

iklim

sangat

mempengaruhi pola kebudayaan masyarakat. Iklim di dunia


ini memiliki variasi yang banyak, sehingga variasi
kebudayaan yang didukung oleh manusia juga sangat
beraneka

ragam.

Bentuk

bangunan,

seni,

agama,

pemerintahan sangat ditentukan oleh iklim. Sebagai contoh


orang Eskimo akan membangun iglo yang terbuat dari es
yang dikeraskan. Atap rumah yang dibangun oleh orang
gurun pasir akan cenderung dibuat rata, dan ini berbeda
dengan atap rumah yang dibangun oleh orang-orang Eropa
dibuat seruncing mungkin.
c)

Friederich Ratzel (1844 1904)


Friederich

Ratzel

merupakan

geograf

Jerman

dengan teori Anthropogeographie-nya. Dalam teorinya


disebutkan bahwa meskipun manusia merupakan makhluk

Laporan KKL II Geografi 2013

25

yang

dinamis,

namun

pola-pola

pergerakan

dan

mobilitasnya tetap dibatasi oleh alam. Manusia sebagai


pendukung kebudayaan berkecenderungan membentuk
unsur-unsurnya sebagai respon dari apa yang telah
diberikan oleh alam lingkungannya.
Alam dalam mempengaruhi manusia dapat dilihat
dari dua segi, yaitu:
Secara positif
Contoh dari pengaruh alam secara positif antara lain
adalah manusia yang hidup di daerah yang dingin secara
otomatis menggunakan pakaian yang tebal dan hangat agar
bisa bertahan hidup. sebaliknya dengan yang hidup di
daerah panas akan memakai baju yang berbahan tipis atau
dengan bahan yang dapat menyerap keringat.
Secara negatif
Contoh dari pengaruh alam secara negatif adalah
terjadinya bencana alam yang dapat menelan korban,
seperti contoh gempa bumi, gunung meletus, tsunami dan
lainnya. Bencana alam seperti itu merupakan hal yang tidak
bisa kita duga. Akibat dari bencana alam ini dapat
menyebabkan kerugian bagi manusia, bahkan dapat
menimbulkan korban jiwa.

2. Fisis Posibilisme
Faham ini mengatakan bahwa manusia adalah makhluk
yang berakal. Dengan kemampuan akalnya itu manusia mampu
merespon apa yang diberikan oleh alam. Pada faham ini juga
disebutkan bahwa alam tidak selamanya mampu mendikte setiap
kehidupan dan aktivitas manusia, namun alam memberikan
berbagai alternatif (pilihan) dan manusia menanggapi setiap pilihan

Laporan KKL II Geografi 2013

26

yang diberikan oleh alam tersebut. Beberapa pengikut faham ini


adalah :
a.

EC Sample
EC Sample awalnya merupakan pengikut dan
pendukung faham fisis determinisme. Dia merupakan anak
buah dan muridnya dari Ratzel. Menurut pandangannya,
alam bukan merupakan faktor penentu, namun hanyalah
sebagai faktor pengontriol bagi aktivitas manusia. Alam
memberikan

banyak

peluang

dan

kemungkinan-

kemungkinan yang direspon manusia untuk menentukan


unsur-unsur kebudayannya. Para ahli geografi terkadang
menyebut faham ini dengan istilah lain yaitu faham fisis
probabilisme.
b.

Paul Vidal de la Blache (1845 1919)


Paul Vidal de la Blache merupakan geograf dari
Perancis.

Menurutnya alam tidak lagi menentukan,

melainkan proses produksi (genre de vie) yang dipilih


manusia sebagai pilihan dari alternatif-alternatif yang
diberikan oleh alam berupa tanah, iklim, dan ruang di suatu
wilayah.

Sebagai contoh bahwa aktivitas manusia di

sekitar lingkungan pantai, menurut faham determinisme,


dipastikan sebagai nelayan.
Namun bagi faham posibilisme disebutkan bahwa
bentukan pantai dapat berupa bentukan pantai yang landai,
agak curam, dan sangat curam (cliff), berawa, dan yang
memiliki continental shelf yang panjang. Respon mata
pencaharian manusia terhadap bentukan lingkungan pantai
akan beragam, misalnya menjadi nelayan, petambak udang
atau garam, petambak rumput laut, bahkan bersawah pada
wilayah pesisir atau muara sungai.

Laporan KKL II Geografi 2013

27

Kemampuan manusia dalam menanggapi alam tidak


terlepas dari pengunaan teknologi yang digunakannya. Dengan
kemampuan penciptaan teknologi oleh manusia, menjadikan hidup
manusia semakin mudah dan ringan. Keberhasilan manusia dalam
menerapan teknologi, menjadikan bahwa teknologi menjadi
tumpuan bahkan keyakinan sebagai tumpuan untuk pememnuhan
kebutuhan hidup.

2.2.2 Pola Permukiman


Pemukiman adalah suatu tempat dimana penduduk atau
masyarakat bertempat tinggal dan melakukan kegiatan/aktivitas
sehari hari, dimana tempat tinggal tersebut terkonsentrasi
sehingga membentuk sebuah

pola pemukiman. Sedangkan

pengertian pola pemukiman penduduk adalah bentuk dari


persebaran tempat tinggal atau bermukimnya penduduk yang
dipengaruhi oleh faktor faktor geografis.
Seperti

yang

telah

dikatakan

bahwa

faktor

yang

mempengaruhi pola pemukiman penduduk adalah berupa faktor


geografis dari pemukiman tersebut, dimana secara umum faktor
faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sumber daya Air adalah penunjang kehidupan yang
paling utama untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Sehingga, orang orang pasti lebih memilih
untuk bermukim di daerah yang terdapat banyak
sumber daya air seperti mata air, sungai, danau dan atau
pun laut dibandingkan daerah yang sulit sumber daya
air.
2. Relief adalah tinggi rendahnya bentuk permukaan bumi.
Mengapa
penduduk?

relief

mempengaruhi

Dikarenakan

hal

pola
ini

pemukiman

mempengaruhi

keinginan penduduk untuk bermukim. Semakin tinggi


suatu daerah, semakin curam lereng, dataran tinggi atau

Laporan KKL II Geografi 2013

28

daerah pegunungan biasanya semakin sedikit orang orang yang akan bermukim disana, dikarenakan sulit
air,

susahnya

aksesibilitas

baik

transportasi

dan jaringan listrik. Orang orang lebih cenderung


tinggal di daerah dataran rendah, karena cenderung
relatif aman, morfologinya datar dibandingkan di
daerah yang memiliki lereng curam.
3. Keadaan iklim Suhu udara, curah hujan, intensitas
penyinaran matahari, kelembaban dsb di setiap daerah
akan berbeda-beda. Bersamaan dengan faktor relief, hal
ini juga akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah
dan kondisi alam daerah tersebut.
4. Keadaan
fasilitas,

ekonomi
sarana

berhubungan

dan

dengan

prasarana

berbagai

yang tersedia,

aksesibilitas, jaringan listrik, dsb. Sehingga, semakin


baik keadaan ekonomi suatu daerah cenderung semakin
banyak orang-orang yang ingin bermukim di daerah
tersebut. Karena ini berhubungan dengan kemudahan
dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
5. Kultur penduduk Menurut Ari Sudewa (2010) Pola
permukiman penduduk sangat

bergantung pada

kemajuan dan kebutuhan penduduk itu sendiri. Jika


penduduk itu masih tradisional, pola permukimannya
akan

cenderung terisolir

dari

permukiman

lain.

Permukiman di daerah tersebut hanya diperuntukkan


bagi mereka yang masih anggota suku atau yang masih
berhubungan darah. Contohnya adalah suku Baduy
dalam yang terisolir dan belum dipengaruhi oleh
budaya luar dan teguh dalam memegang tradisinya,
berbeda dengan suku Baduy luar yang sudah mulai
berbaur dengan masyarakat sekitar non Baduy dan

Laporan KKL II Geografi 2013

29

sudah mulai mengenal teknologi seperti televisi dan


telepon genggam.
POLA PEMUKIMAN PENDUDUK
Secara umum, pola pemukiman penduduk terbagi menjadi tiga,
yakni :
1.

Pola Pemukiman Memanjang (linear)


Pola pemukiman ini memeiliki ciri-ciri yakni deret
memanjang mengikuti suatu jalur seperti jalan, sungai,
rel kereta api, atau pantai.
a. Mengikuti jalan Pola pemukiman ini memanjang
sepanjang kanan kiri jalan. Umumnya memiliki
morfologi

datar

dan

atau

landai,

sehingga

memudahkan pembangunan jalan.


b. Mengikuti

alur

sungai

Pola

pemukiman

ini

memanjang sepanjang kanan kiri badan sungai.


Umumnya orang-orang memilih tinggal disini
karena

memanfaatkan

sungai

sebagai

alat

pemenuhan kebutuhan mereka sehari - hari.


c. Mengikuti rel kereta api Pada daerah ini pemukiman
berada di sebelah kanan kiri rel kereta api.
Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak
terdapat di daerah perkotaan terutama di DKI
Jakarta,

Bandung

dan

atau

daerah

padat

penduduknya yang dilalui rel kereta api.


d. Mengikuti sepanjang pantai Pola pemukiman ini
terjadi

dikarenakan

umumya

penduduk

bermatapencaharian sebagai nelayan. Sehingga


orientasi mereka adalah pergi melaut atau budidaya
perikanan.
berkembang

Laporan KKL II Geografi 2013

Selain
di

itu

pula

daerah

pariwisata

pantai

juga

yang
ikut

30

mempengaruhi pola pemukiman sehingga banyak


dibangunnya resort, hotel, dan lain sebagainya
2.

Pola Pemukiman Memusat


Pada umumnya pemukiman memusat ini cenderung
dikarenakan mencari sumber air seperti mata air, dan
danau atau terdapat pusat pertambangan. Pemukiman
ini biasanya mencari daerah yang landai atau datar di
dataran tinggi atau pegunungan yang berelief curam dan
terisolir

3.

Pola Pemukiman Menyebar


Pola pemukiman ini umumnya juga berada di daerah
dataran tinggi atau pengunungan, dan tersebar untuk
mencari daerah yang tidak terjal. Tidak hanya di daerah
dataran tinggi atau pegunungan namun di daerah kapur
yang notabene sulit air, pasti akan mencari tempat
dengan kondisi air yang memadai.

Laporan KKL II Geografi 2013

31

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan Laporan
KKL ini dengan :
3.1.1

Observasi
Teknik pengumpulan data secara Observasi merupakan kegiatan
pengamatan

yang

dilakukan

dengan

melibatkan

penglihatan,

pendengaran, penciuman, perasa, dan pembau. Observasi dilakukan


dengan cara mengamati wilayah pengamatan dengan beberapa alat
dokumentasi.
Metode Observasi dilakukan disemua tempat pengamatan selama
proses KKL II ini.mulai dari Karang sambung, Nglanggrang, Parang
Kusumo, Pantai Samas,Kali Opak dan GoaPindul. MetodeObservasi
ini dilakukan untuk menunjang data baik kajian secara fisik maupun
sosial
3.1.2

Wawancara
Pengumpulan data selanjutnya menggunakan metode wawancara
terstruktur dan tidak terstruktur. Perbedaan antara duametodetersebut
adalah Wawancara terstruktur dilakukan hanya membutuhkan
jawaban yang singkat dimana data atau dokumen yang dibutuhkan
sudah ada dan sifatnya tidak mendalam, sedangkan wawancara tidak
terstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan tujuan
mendapatkan jawaban yang mendalam, bersifat spontan sesuai
keadaan sekitar, dan untuk menggali isu yang sedang hangat di
masyarakat.
Metode Wawancara Terstruktur dilakukan di Karang Sambung.
Sedngakan Metode Wawancara Tidak Terstruktur dilakukan di
Nglanggrang, Kali Opak, Pantai Samas dan Goa Pindul.

Laporan KKL II Geografi 2013

32

3.1.3

Dokumen
Pengumpulan data berupa dokumen merupakan pengambilandata yang
berasal dari instansi atau secara elektronikuntuk mendukung
penunjangan kelengkapan data yang diperlukan.

Laporan KKL II Geografi 2013

33

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karang Sambung, Kebumen


4.1.1 Karang Sambung
Daerah Karangsambung berada di Kabupaten Kebumen,
Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Batas wilayah di sebelah utara daerah
ini adalah dengan wilayah Banjarnegara, di timur berbatasan dengan
wilayah Wadaslintang, di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah
Kebumen dan di sebelah barat berbatasan dengan daerah Gombong.
Secara geografis, daerah Karangsambung mempunyai koordinat
73400 - 73630 LS dan 1093700 - 1094400 BT. Secara
administratif, daerah pemetaan Gunung Paras termasuk kedalam
Kecamatan Karangsambung dan Kecamatan Karanggayam, Kabupaten
Kebumen,

Provinsi

Jawa

Tengah.

Secara

fisiografis,

daerah

Karangsambung termasuk ke dalam Zona Pegunungan Serayu Selatan.


Daerah Karangsambung memiliki elevasi 11m dpl dengan
morfologi yang disebut sebagai amphitheatre, merupakan suatu antiklin
raksasa yang memiliki sumbu yang menunjam (inclined anticline) ke
arah Timur Laut yang telah mengalami erosi. Morfologi yang khas ini
memanjang ke arah Barat mulai dari daerah Klepoh hingga Kali
Larangan. Sayap-sayap dari antiklin raksasa tersebut membentuk
morfologi berupa perbukitan di bagian utara (G. Paras) dan Selatan
(G.Brujul dan Bukit Selaranda) dari daerah pemetaan. Perbukitan ini
memiliki arah memanjang Timur-Barat. Sumbu antiklin tersebut
mengalami proses erosi yang membentuk morfologi berupa lembah di
daerah Karangsambung dengan adanya perbukitan-perbukitan terisolasi
yang berupa tubuh batuan beku (intrusi) dan batu gamping
(Jatibungkus)

serta

konglomerat

(Pesanggrahan).

Pada

daerah

pemetaan, di sebelah Barat Laut dari lembah Karangsambung, terdapat

Laporan KKL II Geografi 2013

34

perbukitan kompleks (Pagerbako dan Igir Kenong) yang tersusun atas


lithologi berupa fragmen-fragmen raksasa batuan metamorf ( filit) dan
batu sedimen laut dalam (perselingan rijang dan gamping merah) yang
tertanam di dalam massa dasar lempung.
A. Karakteristik Iklim Karangsambung
Wilayah Kabupaten Kebumen mempunyai iklim tropis dengan
dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tercatat curah
hujan pada tahun 2005 sebesar 3.062,00 mm, lebih tinggi daripada
curah hujan tahun sebelumnya dan hari hujan sebesar 113 hari. Suhu
terendah terjadi di stasiun pemantauan Wadaslintang bulan Agustus
2005 sebesar 14,50C. Rata-rata kelembaban udara setahun 80,00% dan
kecepatan angin 1,39 meter/detik. Stasiun pemantau Sempor suhu
terendah 17,30C dan rata-rata kelembaban udara setahun 83,00% dan
kecepatan angin 0,53 meter/detik.
Iklim

tropis

di

kawasan

Karangsambung

menyebabkan

terjadinya pelapukan yang intensif. Pada musim kemarau daerah ini


sangat panas dan banyak partikel-partikel tanah yang terurai sehinga
ketika terjadi musim penghujan partikel-partikel tanah tersebut tererosi
dan terendapkan di sungai Luk Ulo yang merupakan sungai utama di
kawasan Karangsambung ini.
Bagian utara kawasan geologi Karangsambung merupakan
bagian dari Lajur Pegunungan Serayu Selatan. Pada umumnya daerah
ini terdiri atas dataran rendah hingga perbukitan menggelombang dan
perbukitan tak teratur yang mencapai ketinggian hingga 520 m. Musim
hujan di daerah ini berlangsung dari Oktober hingga Maret, dan musim
kemarau dari April hingga September. Masa transisi diantara kedua
musim itu adalah pada Maret-April dan September-Oktober. Tumbuhan
penutup atau hutan sudah agak berkurang, karena di beberapa tempat
telah terjadi pembukaan hutan untuk berladang atau dijadikan hutan
produksi yaitu pohon jati dan pinus.

Laporan KKL II Geografi 2013

35

B. Karakteristik Geologi Karangsambung


1. Morfologi Daerah Karang Sambung
Karangsambung terletak sekitar 20 km ke arah utara dari
Kebumen dengan elevasi 111 mdpl. Di daerah ini terdiri dari
beberapa gunung di antaranya yaitu Gunung Paras (510 mdpl),
Gunung Brujul (428 mdpl), Gunung Gedog (312 mdpl), Gunung
Sigeong, Gunung Waturanda dan masih banyak lagi.
Van Bemmelen (1949) membagi Jawa tengah atas enam satuan,
yaitu Satuan Gunungapi Kuarter, Dataran Aluvial Jawa Utara,
Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng, Depresi Jawa Tengah,
Pegunungan Serayu Selatan, dan Pegunungan Selatan. Berdasarkan
pembagian fisiografi di atas, daerah Karangsambung termasuk ke
dalam Zona Pegunungan Serayu Selatan.
Topografi bagian utara dan selatan dari daerah ini didominasi
oleh daerah perbukitan Litologi di daerah bagian utara didominasi oleh
batuan metamorf (filit, sekis, marmer), batuan beku (basalt, diabas, dll)
dan batuan sedimen keras (breksi, batupasir kasar, dll) sedangkan
bagian selatan didominasi oleh batuan sedimen keras (breksi, batupasir
kasar, dll). Di bagian timur merupakan daerah lembah dimana
morfologi ini dihasilkan oleh litologi lunak (batulempung) di bagian
tengah yang tererosi dan litologi kasar (breksi) di bagian utara dan
selatan yang tahan terhadap erosi. Di bagian barat sampai ke bagian
tengah lebih di dominasi oleh dataran karena litologi bagian ini adalah
batulempung.
Daerah Karangsambung merupakan bagian dari fisiografi
Pegunungan

Serayu

Selatan

(Bemmelen,

1949).

Daerah

ini

bermorfologi perbukitan dan sebagian kecil bermorfologi pedataran.


Enam puluh persen (60%) dari wilayah Karangsambung adalah dataran
tinggi/perbukitan dan 40% nya adalah dataran rendah yang menyimpan
berbagai kekayaan alam berupa batuan dan mineral/bahan tambang
terutama di sepanjang dan sekitar sungai Luk Ulo yang secara ilmiah

Laporan KKL II Geografi 2013

36

dikenal dengan zona spesifik Zona Rekaman Sejarah pembentukan


muka bumi dan pertemuan lempeng samudra yang terjadi jutaan tahun
yang lalu, bahkan konon rekaman terlengkap ini hanya ada 3 di dunia.

Gambar 1.6 Fisiografi Regional Jawa Tengah (van Bemmelen,


1949 op.cit. Hadiansyah, 2005)
Morfologi perbukitan disusun oleh endapan melange, batuan
beku, batuan sedimen dan endapan volkanik Kuarter, sedangkan
morfologi pedataran disusun oleh batuan melange dan aluvium.
Seluruh batuan penyusun yang berumur lebih tua dari Kuarter telah
mengalami proses pensesaran yang cukup intensif terlebih lagi pada
batuan yang berumur Kapur hingga Paleosen.
Morfologi perbukitan dapat dibedakan menjadi dua bagian
yang ditentukan berdasarkan bentuknya (kenampakannya), yaitu
perbukitan

memanjang

dan

perbukitan

prismatik.

Perbukitan

memanjang umumnya disusun oleh batuan sedimen Tersier dan batuan


volkanik

Kuarter,

sedangkan

morfologi

perbukitan

prismatik

umumnya disusun oleh batuan yang berasal dari melange tektonik dan
batuan beku lainnya (Intrusi). Perbedaan kedua morfologi tersebut
nampak jelas dilihat pada saat diamati dari puncak bukit Jatisamit.

Laporan KKL II Geografi 2013

37

Bukit Jatisamit terletak di sebelah barat Karangsambung


(Kampus LIPI). Tubuh bukit ini merupakan bongkah batuan sedimen
terdiri atas batulempung merah, rijang, batugamping merah dan chert
yang seluruhnya tertanam dalam masa dasar lempung bersisik. Pada
bagian puncak bukit inilah kita dapat melihat panorama daerah
Karangsambung secara leluasa sehingga ada istilah khusus yang sering
digunakan oleh para ahli geologi terhadap pengamatan morfologi di
daerah ini yaitu dengan sebutan Amphitheatere. Istilah ini semacam
pertunjukan dimana penonton berada di atas tribune pertunjukan.

2. Stratigrafi Daerah Karang Sambung


Satuan paleogen di daerah Karangsambung terdiri dari Formasi
Karangsambung dan Formasi Totogan. Tidak selaras di bawah satuan
Formasi Karangsambung terdiri dari batuan Pra Tersier dimana
Sukendar (1974) memasukannya ke dalam Kompleks Melange Luk
Ulo. Pengambilan contoh batuan dari Formasi Karangsambung
tersebar di beberapa tempat. Formasi Karangsambung terdiri atas
sedimen yang diendapkan oleh proses pelongsoran dimana sedimen
turbidit dengan lensa-lensa konglomerat, batugamping dan batupasir
dalam lempung tergeruskan di bagian bawah satuan dan sedimen
normal berupa napal yang berselingan dengan tufa dari anggota
Banjarsari di bagian atas satuan tersebut.
Ketidakteraturan lapisan dengan ciri bongkah yang tercampur
aduk dalam formasi Karangsambung ini mengindikasikan suatu
sedimentasi yang terjadi oleh proses pelongsoran di bawah permukaan
laut. Umur formasi Karangsambung diperkirakan Eosen. Satuan
Oligosen di daerah Karangsambung berupa Formasi Totogan yang
terdiri dari lempung breksi, breksi volkanik dan lempung dengan
sisipan batugamping dan tufa napalan. Perubahan sedimen yang terjadi
pada masa Paleogen ini memperlihatkan suatu pergeseran dari
lingkungan laut dalam di zona penekukan ke arah cekungan di bagian
rumpang palung-busur (Sukendar, 1974).

Laporan KKL II Geografi 2013

38

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa batuan tertua


yang tersingkap di daerah Karangsambung adalah batuan melange
yang

berumur

Kapur

hingga

paleosen.

Berdasarkan

sejarah

pembentukannya melange tektonik akan terbentuk lebih dahulu


dibandingkan dengan melange sedimenter (olistostrom), dengan
demikian batuan tertua yang tersingkap di daerah Karangsambung
adalah melange tektonik (Asikin, 1974).

Gambar 1.7 Kolom Stratigrafi Umum Daerah Karangsambung (modifikasi


Harsolumakso et al., 1996 dari Asikin et al., 1992 )
Melange tektonik atau melange Luk Ulo didefinisikan oleh
Asikin (1974), sebagai percampuran tektonik dari batuan yang
mempunyai lingkungan berbeda, sebagai hasil dari proses subduksi
antara Lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah Lempeng
Benua Asia Tenggara, yang terjadi pada Kala Kapur Atas-Paleosen.
Melange tektonik ini litologinya terdiri atas batuan metamorf, batuan

Laporan KKL II Geografi 2013

39

basa dan ultra basa, batuan sedimen laut dalam (sedimen pelagic) yang
seluruhnya mengambang di dalam masa dasar lempung hitam yang
tergerus (Scally clay). Selanjutnya penulis ini membagi kompleks
melange menjadi dua satuan berdasarkan sifat dominansi fragmenya,
yaitu Satuan Seboro dan Satuan Jatisamit.
Kedua satuan tersebut mempunyai karakteristik yang sama
yaitu masa dasarnya merupakan lempung hitam yang tergerus (Scally
clay). Bongkah yang berada di dalam masa dasar berupa boudin dan
pada bidang permukaan tubuh bongkahnya juga tergerus. Beberapa
macam dan sifat fisik komponen melange tektonik ini, antara lain
batuan metamorf, batuan sedimen dan batuan beku.

C. Karakteristik Geomorfologi Karangsambung


Ada beberapa fenomena geologi yang dapat dijelaskan di
tempat ini, yaitu:
a) Daerah bermorfologi pedataran terletak di sekitar wilayah
aliran Sungai Luk Ulo. Sungai ini merupakan sungai utama
yang mengalir dari utara ke selatan mengerosi batuan melange
tektonik, melange sedimenter, sedimen Tersier (F. Panosogan.
F. Waturanda, F. Halang ). Di sekitar daerah Karangsambung,
morfologi pedataran ini terletak pada inti antiklin sehingga
tidak mengherankan apabila di daerah ini tersingkap batuan
melange yang berumur tua, terdiri atas konglomerat, lava
bantal, rijang, lempung merah, chert dan batugamping fusulina.
Bongkah batuan tersebut tertanam dalam masa dasar lempung
bersisik (Scally clay).
b) Morfologi perbukitan disusun oleh batuan melange tektonik,
batuan beku, batuan sedimen Tersier dan batuan volkanik
Kuarter. Perbukitan yang disusun oleh melange tektonik dan
intrusi

batuan

beku

umumnya

membentuk

morfologi

perbukitan dimana puncak perbukitannya terpotong-potong


(tidak menerus/terpisah-pisah). Hal ini disebabkan karena

Laporan KKL II Geografi 2013

40

masing-masing

tubuh

bukit

tersebut

(kecuali

intrusi)

merupakan suatu blok batuan yang satu sama lainnya saling


terpisah yang tertanam dalam masa dasar lempung bersisik
(Scally

clay).

Morfologi

perbukitan

dimana

batuan

penyusunnya terdiri atas batuan sedimen Tersier dan batuan


volkanik Kuarter nampak bahwa puncak perbukitannya
menerus dan relatif teratur sesuai dengan sumbu lipatannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
bentuk perbukitan antara batuan melange dengan batuan
sedimen Tersier/volkanik.

D. Karakteristik Hidrologi Karangsambung


Secara Administrasi DAS Lukulo Hulu ini meliputi 3 (tiga)
kabupaten, yakni Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara, dan
Kabupaten Wonosobo.
Daerah Karangsambung terlintasi sebuah sungai yang besar dan
penting di Kabupaten Kebumen, yaitu Sungai Luk Ulo. Sungai ini
mempunyai arti penting karena merupakan salah satu sumber air
permukaan di daerah Kebumen.
Bagian hulu lembah Sungai Luk Ulo berbentuk relatif lurus,
sempit dan dalam menyerupai huruf V. Semakin ke hilir terutama di
daerah Karangsambung bentuk lembah Sungai Luk Ulo berubah relatif
dangkal dan berkelak-kelok. Kenampakan ini seperti seekor ular
sehingga dinamakan Luk Ulo (meliuk seperti ular), serta sering disebut
sebagian ahli kebumian sebagai sungai meander. Untuk itu perlu
dilakukan kajian apakah Sungai Luk Ulo khususnya yang melintasi
Daerah Karangsambung sudah dapat dikatakan sungai meander atau
belum.
Dalam sejarah alirannya, sungai bagian hulu mengalami proses
erosi vertikal lebih dominan sehingga lembahnya cukup dalam dan
menyerupai huruf V. Semakin ke hilir erosi yang berkembang adalah
erosi horisontal sehingga kedalaman sungai akan berkurang dan

Laporan KKL II Geografi 2013

41

alirannya dapat berbelok-belok atau dikenal dengan sungai meander.


Meander adalah kelokan yang berbentuk sinus dan menyerupai bentuk
huruf S (Schultz, 1958). Menurut Dury (1969), sinuosity adalah rasio
dari panjang alur terhadap jarak sumbu (L/D) dan suatu harga sinuosity
> 1,5 digunakan sebagai batas kriteria penamaan meandering.
DAS Luk Ulo mempunyai anak-anak sungai antara lain Kali
Kating, Kali Sentol, Kali Kedung Bener, Kali Gebang, Kali Cacaban,
Kali Mondo, Kali Cangkring, Kali Loning dan Kali Maetan dengan
luas 675,53245 km2, sedangkan yang masuk wilayah Kebumen seluas
572,84365 km2. Panjang sungai sungai sekitar 68,5 km, pola aliran
dominan denritik di bagian atas hingga tengah, sedangkan dari tengah
ke bawah pola aliran berbentuk paralael hingga sub paralel. Fisiografi
bagian upperstream berupa perbukitan, pegunungan dan lembah antar
pegunungan.
Curah hujan di bagian upperstream berkisar antara 2500
mm/tahun sampai 3250 mm/tahun, dan bagian downstream curah
hujan kurang lebih 2600 mm/tahun. Daerah banjir ada di Kecamatan
Buluspesantren dan alian bagian selatan masuk DAS Jeblok.
Kerusakan DAS sering dipicu oleh perubahan tata guna lahan
akibat naiknya tingkat kebutuhan hidup manusia serta lemahnya
penegakan hukum. Penggunaan lahan merupakan bentuk intervensi
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya,
baik materiil maupun spiritual. Perkembangan bentuklahan ditentukan
oleh proses pelapukan dan perkembangan tanah, erosi, gerakan massa
tanah, banjir, sedimentasi, abrasi marin, oleh agen iklim, gelombang
laut, gravitasi bumi, dan biologi termasuk manusia.
Perubahan bentuklahan berpengaruh terhadap kondisi tanah,
tata air (hidrologi), potensi bahan tambang, potensi bencana seperti
banjir, erosi, dan longsor lahan, vegetasi, dan kegiatan manusia dalam
bidang pertanian, permukiman, kerekayasaan, industri, rekreasi, dan
pertambangan.

Secara

garis

besar,

penggunaan

lahan

dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu penggunaan lahan pertanian dan

Laporan KKL II Geografi 2013

42

penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian


dibedakan ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas
penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang
terdapat di atas lahan tersebut.
DAS Lukulo merupakan salah satu DAS yang mempunyai
tingkat erosi yang tinggi, hal tersebut terlihat dari sedimen-sedimen
yang dihasilkan. Proses terkikisnya dan terangkutnya tanah oleh media
alami yang berupa air (air hujan) memberikan sedimentasi yang tinggi
pada sungai dan terendapkan membentuk poin bar-poin bar. Erosi ini
dapat mempengaruhi produkti-vitas lahan yang biasanya mendominasi
DAS bagian hulu dan dapat memberikan dampak negatif pada DAS
bagian hilir yang berupa hasil sedimen.

E. Karakteristik Lahan Karangsambung


Kedalaman tanah pada DAS Luk Ulo hulu memiliki kedalaman
profil tanah 0 30 cm, sedangkan bagian tengah memiliki kedalaman
30 90 cm, dan pada bagian hilir rata rata memiliki kedalaman > 90
cm. Penggunaan lahan merupakan salah satu parameter penting dalam
mempelajari suatu wilayah. Proses input yang digunakan dalam
pemetaan penggunaan lahan berupa bahan data primer yaitu citra/foto
udara. Intepretasi mengenai penggunaan lahan melalui citra/foto hanya
didapat sebatas penutup lahan saja, untuk mengetahui jenis
penggunaan lahannya maka digunakan survey lapangan.
Dari hasil analisis dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi
Geografis) jenis penggunaan lahan yang ada di Kawasan Cagar Alam
Geologi Karangsambung berjumlah 11 jenis, yaitu Air Tawar,
Permukiman dan Gedung, Sawah Irigasi, Sawah Tadah Hujan,
Semak/Belukar, Perkebunan, Tegalan, Rumput, Pasir Darat, dan
Hutan.
Luasan jenis penggunaan lahan yang paling tinggi di Kawasan
Cagar Alam Geologi Karangsambung adalah jenis penggunaan lahan
kebun, penggunaan lahan kebun ini memiliki luas sekitar 8.428,942

Laporan KKL II Geografi 2013

43

hektar dan luasan terkecil merupakan jenis penggunaan lahan


terbangun non-pemukiman (gedung). Penggunaan lahan kebun ini
menandakan bahwa pada lokasi penelitian masih merupakan suatu
daerah dengan keterbatasan akan lahan pertanian. Sawah irigasi
mempunyai penyebaran disekitar sungai utama dengan jumlah jauh
lebih kecil dibandingkan dengan sawah tadah hujan yang penyebaran
sebagian besar di sekitar lembah antiklin.
Penggunaan Lahan jenis semak/belukar memiliki luasan sekitar
1535,887 hektar dengan sebagian besar penyebarannya di daerah
melange (pratersier), hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh adanya
lokasi yang masih berbukit-bukit dan masih banyak terdapat singkapan
batuan (bedrock). Pemukiman mempunyai penyebaran yang merata di
seluruh kawasan cagar akan tetapi polayang terbentuk teratur dengan
mengikuti keberadaan dari aliran sungai, hal ini menandakan bahwa
sebagain besar masyarakatnya masih menggunakan air sungai sebagai
memenuhi kebutuhannya, luasan untuk jenis penggunaan lahan ini
sekitar 1565,719 hektar. Jenis penggunaan lahan tegalan terkonsentrasi
pada daerah dengan kemiringan lereng yang tinggi, dan sebagian besar
berada di daerah melange dengan luasan sekitar 4959,38 hektar.
Penggunaan lahan yang memiliki luasan lebih dari 5000 hektar
hanya meliputi 3 jenis penggunaan lahan, yaitu kebun, tegalan, dan
sawah tadah hujan. Ketiga jenis penggunaan lahan ini merupakan jenis
pertanian lahan kering, sehingga sebagian besar kawasan ini masih
kekurangan sumberdaya air. Hal ini juga terlihat keadaan umum pada
sungai Lukulo yang merupakan sungai utama yang melintas pada
kawasan ini mengalami fluktuasi debit sungai yang tidak menentu,
pada musim penghujan debit sangat tinggi dan sering menimbulkan
banjir sedangkan pada musim kemarau debit sungai sangat kecil
bahkan anak-anak sungai sering mengalami kekeringan.

Laporan KKL II Geografi 2013

44

4.1.2

Formasi Batuan Karang Sambung


Formasi batuan yang berada di karang sambung merupakan
Formasi Melang. Beberapa macam dan sifat fisik komponen melange
tektonik ini, antara lain batuan metamorf, batuan sedimen dan batuan
beku. Masing-masing jenis batuan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Batuan metamorf, terdiri atas filit, sekis, marmer.
a) Filit

merupakan

batulempung

yang

telah

mengalami

metamorfisma tingkat rendah. Kenampakan di lapangan


berwarna abu-abu kehitaman, lunak, mengalami deformasi
yang cukup kuat yang dicirikan oleh pembentukan lipatanlipatan kecil (micro fold). Singkapan yang baik dijumpai di sisi
tebing Sungai Luk Ulo di sebelah utara singkapan lava bantal.
b) Sekis merupakan kelanjutan proses metamorfisma filit.
Kenampakan

di

lapangan

menunjukan

sifat

berlapis,

dibeberapa tempat mengandung garnet. Berdasarkan hasil


penanggalan radioaktif K-Ar terhadap mineral Mika, diketahui
batuan ini mengalami metamorfisma pada 117 juta tahun yang
lalu atau setara dengan Jaman Kapur hingga Awal Tersier
(Ketner dkk, 1976).
c) Marmer merupakan ubahan dari batugamping yang telah
mengalami metamorfisma regional. Singkapan yang baik
dijumpai di sekitar Desa yang merupakan lokasi bekas
penambangan. Sifat fisik batuannya antara lain berwarna putih
(dominan) dan abu-abu kemerahan yang mencerminkan adanya
proses oksidasi, di beberapa tempat masih menampakan adanya
bidang perlapisan, disusun oleh mineral kalsit yang sebagian
sudah mengkristal. Adanya bidang lapisan pada tubuh batuan ii
menunjukan bahwa asal

mula batuannya

berasal

dari

batugamping klastik. Tubuh batuan ini dipotong oleh sejumlah


sesar baik minor maupun major, hal ini dicerminkan dengan
banyaknya bidang-bidang sesar dengan berbagai macam arah

Laporan KKL II Geografi 2013

45

jurus serta berbagai macam sifat pergerakannya (Dijelaskan


lebih lanjut pada pembahasan struktur).
Batuan sedimen, terdiri atas sedimen laut dalam,
sedimen laut dangkal dan sedimen darat, yaitu ;
a) Sedimen laut dalam (Sedimen Pelagik), terdiri atas lempung
merah dan batugamping merah. Sedimen laut dalam ini
terbentuk dibawah CCD, artinya sedimen diendapkan di bawah
kedalaman 3000 meter dari permukaan air laut. Pada kondisi
ini bahan kimia yang mengandung kalsit akan larut sehingga
tidak mungkin batuannya bersifat karbonatan. Seluruh endapan
sedimen yang terbentuk di dalam kondisi ini bersifat silikaan.
Lokasi yang baik dari singkapan batugamping merah dan
lempung merah ini dijumpai di daerah Watukelir, lereng bukit
Jatisangit dan di dasar sungai Luk Ulo. Berdasarkan
pengamatan batuan di beberapa lokasi tersebut diketahui bahwa
kedua jenis batuan tersebut telah mengalami tektonik kompresi
yang cukup kuat, hal ini dicerminkan dengan banyaknya
bidang gerus (cermin sesar) yang memotong bidang lapisan
disamping adanya cermin sesar pada batas antara bidang
lapisan batuannya. Karakteristik litologi batugamping merah
dan batulempung merah, yaitu :
-

Batugamping merah seluruhnya dibentuk oleh cangkang


radiolaria, bersifat silikaan, keras dan berlapis tipis.

Lempung merah seluruhnya bersifat silikaan, berlapis tipis,


keras.

b) Sedimen laut dangkal, ditemukan di dalam kelompok batuan


ini adalah batugamping terumbu (Sunarti, 1973, di dalam
Handoyo 1996). Berdasarkan lokasi typenya, batugamping ini
dinamakan sebagai Batugamping Jatibungkus (Asikin, 1974).
Batugamping Jatibungkus terdiri atas batugamping terumbu
(dominan),

batugamping

foram,

batugamping

klastik,

batugamping talus dengan fragmen konglomeratan, kuarsa,

Laporan KKL II Geografi 2013

46

rijang dan fragmen batuan (Sunarti, 1973, dalam Handoyo


1996). Berdasarkan kandungan fosilnya batuan ini berumur
Eosen Bawah-Tengah (Sunarti, 1973, dalam Handoyo 1996).
c) Sedimen Darat, merupakan endapan sungai yang didominasi
oleh konglomerat polimik dengan masa dasar batupasir
berselingan

dengan

batupasir,

batulanau

dan

serpih.

Singakapan kolonglomerat antara lain dijumpai di Bukit


Pesanggrahan, bibir sungai Loh Ulo depan Kampus LIPI dan
dibeberapa tempat lainnya ke arah hulu sungai Loh Ulo.
Konglomerat terdiri atas berbagai macam batuan, diantaranya
adalah rijang, kuarsa, basalt, sekis, batuan silika lainnya, dan
dibeberapa tempat dijumpai fosil kayu dan batubara. Lapisan
batupasir, dijumpai sebagai sisipan dicirikan oleh butiran yang
kasar hingga halus; struktur sedimen berupa laminasi sejajar,
silang siur planar, gelembur gelombang, sole mark, dan jejak
binatang.

Serpih

yang

juga

dijumpai

sebagai

sisipan

mempunyai karakteristik berupa non karbonatan, mengandung


butiran karbon dan dijumpai bioturbasi.

Batuan beku bersifat basaltis atau lebih dikenal sebagai


ofiolit (Ophiolites). Batuannya terdiri atas basalt, peridotit,
serpentinit gabro dan diabas, yaitu :
a) Basalt,

merupakan

batuan

beku

basa

yang umumnya

memperlihatkan struktur bantal (Pillow lava). Sifat fisik


batuannya antara lain : berwarna hitam, keras, tekstur afanitik,
secara umum tubuh batuan ini memperlihatkan struktur bantal
dan dibeberapa tempat tubuh batuannya sudah terkoyak yang
dicerminkan dengan adanya breksi sesar. Singkapan yang baik
dijumpai di dinding sungai (Daerah Watukelir).

Laporan KKL II Geografi 2013

47

b) Peridotit merupakan batuan beku ultra basa.


c) Serpentinit, merupakan hasil ubahan dari peridotit, pada
sayatan tipis namapk adanya bentuk pseudomorph piroksen dan
olivin.
d) Gabro, merupakan batuan beku berkomposisi basa.

Batuan Pra-Tersier terdiri atas batuan beku basalt (ofiolit)


yang pembentukannya berasal dari zona punggungan tengah
samudra (Mid Oceanic Ridge), batuannya terdiri atas lava bantal,
diabas, sekis. Batuan asal laut dangkal terdiri atas batugamping
fusulina dan batugamping yang telah mengalami metamorfisma
(marmer); batuan asal daratan terdiri atas konglomerat (hasil
sedimentasi fluviatil). Batuan Tersier yang menutupi secara tidak
selaras batuan berumur Pra-tersier, terdiri atas Formasi Totogan,
Formasi Waturanda dan Formasi Halang. Batuan Kuarter terdiri
atas endapan volkanik dan aluvium.

Gambar 1.8 Jenis Batuan yang ditemukan di Karang Sambung

Berdasarkan Jenis Batuan yang telah disampaikan di atas,


observasi yang pertama kali dilakukan yaitu :
a. Titik 1, Gunung Parang

Laporan KKL II Geografi 2013

48

Gunung Parang merupakan sebuah Gunung yang berasal


dari intrusi magma di sill dalam dimensi yang sangat besar dan
memiliki tekstur batuan yang halus. Batuan yang tersingkap
berasal dari pembekuan magma dalam silt. Sehingga, tampak
berbentuk columner joit yang tegak lurus dengan bidang
pendinginan sehingga Gunung Parang dilihat dari arah kekarnya
membentuk

kipas

terbalik.

Dimana

mengalami

proses

pembekuan dan pengkerutan dengan bentuk segi 6 sempurna.

Gambar 1.9 Gunung Parang berbentuk Sesar Kolom segi 6

Karakteristik batuan pada Gunung Parang tersebut masuk


dalam kategori Batuan Diabas yang memiliki warna abu-abu
terang dengan 2 kandungan

mineral (faneritik dan avanetik)

yang berbentuk seperti jarum berwarna hitam (piroksen) dan


mineral putih (plagioplas) tekstur mineral konsentris massif dan
kompak.

Laporan KKL II Geografi 2013

49

Gambar 1.10 Detail Batu Diabas, Gunung Parang


b. Titik 2, Kali Mandala
Kali

Mandala

merupakan

salah

satu

lokasi

yang

menampakkan singkapan dari aliran bawah laut dimana aliran ini


berupa leleran magma atau eksflusif magma. Kali Mandala
merupakan lereng Atas dari Gunung Parang. Meski demikian
jenis batuannya tidak sama. Pada kali Mandala, jenis batuan yang
tersingkap yaitu Batuan Beku Basalt Breksi Autoklasik dengan
ciri-ciri batuan berwarna hitam kemerah-merahan dimana batuan
yang terbreksikan yaitu jenis tuff, lafili dan breksi.

Laporan KKL II Geografi 2013

50

Gambar 1.11 Kali Mandala dengan Batuan Basalt dan sesar Gerus
Pada batu basalt terbreksikan ini tampak goresan saling
tegak lurus yang sangat banyak pada semua sisi batuan. Hal ini
merupakan sesar gores, yang bisa digunakan untuk menentukan
arah sesar batuan di arah Utara Selatan atau Timur Barat. Kali
Mandala adalah Sungai dengan jenis internmitten atau sungai
yang tidak mengalirkan airnya sepanjang tahun. Hal ini dibukti
dengan aliran airnya yang tergenang diantara cekungan bebatuan.
Dan hanya mengalir saat musin hujan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan sesar gerus
di 8 titik, didapatkan hasil :
Tabel Hasil Pengukuran Sesar Gerus Kali Mandala
NO.
1
2
3

TITIK
Titik 1
Titik 2
Titik 3

Laporan KKL II Geografi 2013

DIP (o)
60
76
88

STRIKE (o)
197
233
204
51

4
5
6
7
8

Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 7
Titik 8

80
79
90
81
65

235
190
189
120
60

c. Titik 3, Kali Luk Ulo


Melange Luk Ulo didefinisikan oleh Asikin (1974) sebagai
percampuran tektonik dari batuan yang mempunyai lingkungan
berbeda, sebagai hasil dari proses subduksi antara Lempeng
Indo-Australia yang menunjam di bawah Lempeng Benua Asia
Tenggara, yang terjadi pada Kala Kapur Atas-Paleosen. Melange
tektonik ini litologinya terdiri atas batuan metamorf, batuan basa
dan ultra basa, batuan sedimen laut dalam (sedimen pelagic)
yang seluruhnya mengambang di dalam masa dasar lempung
hitam yang tergerus (Scally clay).
Selanjutnya penulis ini membagi kompleks melange
menjadi dua satuan berdasarkan sifat dominansi fragmenya, yaitu
Satuan Seboro dan Satuan Jatisamit. Kedua satuan tersebut
mempunyai karakteristik yang sama yaitu masa dasarnya
merupakan lempung hitam yang tergerus (Scally clay). Bongkah
yang berada di dalam masa dasar berupa boudin dan pada
bidang permukaan tubuh bongkahnya juga tergerus. Beberapa
macam dan sifat fisik komponen melange tektonik ini, antara lain
batuan metamorf, batuan sedimen dan batuan beku.
Sungai Luk Ulo merupakan sungai endapan dari hulu,
sehingga banyak ditemukan berbagai jenis batuan di dalam
sungai Luk Ulo. Seperti Sekis Mika yang merupakan batuan
tertua di Pulau Jawa yang merupakan lapisan batuan dasar.
Batuan metamorf non foliasi seperti kuarsa, Marmer, grafit, dan
fillit. Sedangkan untuk batuan sedimen terdapat batuan sedimen
pasir.

Laporan KKL II Geografi 2013

52

Gambar 1.12 Kali Luk Ulo


d. Titik 4, Desa Totogan
Desa Totogan merupakan titik pengamatan area patahan dan
pertemuan antara struktur batuan usia muda dan usia tua.
Berdasarkan lokasi pengamatan sangat Nampak perbedaan antar
sisi sebelah kiri dengan sisi sebelah kanan.

PATAHAN LUK
ULO

JENIS BATUAN
HOMOGEN
JENIS BATUAN
HETEROGEN

Gambar 1.13 Formasi Totogan

Laporan KKL II Geografi 2013

53

e. Titik 5, Kali Muncar, Desa Puncangan


Berada di tepi Sungai Luk Ulo (Kaki bukit Sipako). Pada
Lokasi ini terdapat batu rijang, termasuk batuan sedimen dengan
tempat pengendapannya pada laut dalam. Batuan ini berselangseling secara vertikal dengan

batu gamping merah, yang

merupakan batuan sedimen juga. Batu rijang ini berwarna merah


hati, sedangkan batu gampingnya berwarna merah mudah.
Diatas rijang merah terdapat batuan dari lava yang dikenal
dengan lava bantal, merupakan batuan beku yang berasal dari
lava basalt. Tidak jauh dari lokasi batuan ini, terdapat singkapan
batu lempung bersisik yang juga merupakan batuan sedimen.

Gambar 1.14 Batu Rijang merah selang-seling gamping merah


(bawah) dan batu lava bantal (atas).

Batu Lempung Bersisik


Batuan rijang termasuk batuan sedimen. Batuan ini
merupakan batuan sedimen laut dalam ( 4000 meter dibawah
permukaan laut). Batuan ini sangat keras dan kompak dan
bersifat silikaan. Mengandung kristal kuarsa yang saling
mengikaat sehingga nampak seperti dilapisi kaca (sernivitreous)
dan mengandung amorphous silica (opal). Batuan ini terbentuk

Laporan KKL II Geografi 2013

54

oleh proses pengendapan pada dasar samudera. Batuan ini kaya


akan fosil renik Radiolaria yang berukuran kurang lebih 1/100
mm. Biasanya batuan ini berasosiasi dengan batugamping merah.
Didaerah Karangsambung, fosil ini menunjukkan umur
Kapur, yaitu sekitar 85 juta hingga 140 juta tahun yang lalu.
Batugamping merah juga termasuk batuan sediment. Batuan ini
termasuk kedalam batugamping klastik yang halus hasil dari
transport oleh arus dengan energi lemah di laut dalam yang
masih memungkinkan terbentuknya larutan karbonat. Warna
merah merupakan hasil pengotoran mineral lain seperti minera
hematit atau bisa juga akibat oksidasi besi. Batuan ini relatif
keras dan biasanya berasosiasi dengan sedimen laut dalam
seperti rijang. Batuan gamping merah dan rijang secara teori
merupakan batuan yang hanya bisa ditemui di Dasar lautan. Dan
batuan ini terbentuk dari proses sedimentasi dari hasil pelapukan
batuan yang kemudian mengalami transport ke laut. Sedimentasi
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Sedimentasi di dasar laut dangkal. Contohnya Gamping.
b) Sedimentasi di dasar laut dalam (lebih dari 4000m).
Contohnya Rijang (chert) Batuan dari samudra yang
terbentuk 60-140 juta tahun yang lalu bisa ditemui
Batuan gamping merah dan rijang ini termasuk batuan
sedimen, dimana ciri umumnya berlapis-lapis. Batuan sediment
yang ditemui di Karangsambung lapisannya vertical, hal ini
dikarenakan tekanan dari aktifitas tektonik selama berjuta- juta
tahun. Untuk gamping merah materi penyusunnya sebagian besar
dari kalsium yang terikat karbonat CaCO3. Sedangkan Rijang
kebanyakan tersusun atas silica SiO2 dan besi. Dari segi warna
gamping berwarna merah terang dan rijang merah gelap. Dari segi
tekstur gamping lebih kasar dan berpori sedangkan rijang lebih
halus.

Laporan KKL II Geografi 2013

55

4.1.3

Sosial- Ekonomi masyarakat Karang Sambung


Kehidupan Sosial di Desa Seborok
Berdasarkan wawancara yang kami lakasanakan dengan
narasumber bernama Bapak Wagisono yang berumur 69 tahun ,
Beliau adalah orang asli desa tersebut. Beliau lair di desa tersebut
dan lahir di desa tersebut di desa Seborok. Pada desa ini kami
mendapat informasi bahwa pria pemukiman yang ada di desa
Seborok adala mengelompok atau bisa di sebut Neuleated Village.
Dimana dalam tiap kelompok masuk kedalam 4 RT / 1 RW . Di
desa ini jalanan atau sarana jalan sudah cukup bagus dimana
hamper semua jalan umum telah beraspal hanya saja jalan kecil
yang ada di rumah warga yang masih tanah.
Pekerjaan atau profesi warga desa Seborok adalah sebagai
petani, sebenarnya dulu banyak sekali yang bekerja sebagai
penambang batu, namun karena saat ini karangsambung sudah di
ambil alih dan diayomi oleh pemerintah sehingga batu batu
tersebut tidak boleh di tambang lagi, melainkan untuk dibuat bahan
materi study kasus. Maka mereka banyak yang beralih profesi
menjadi petani, bahkan juga banyak yang mencari pekerjaan keluar
pulau , misalnya kuli bangunan di Kalimantan ,Lombok . Atau juga
mencari pekerjaan di Jakarta. Mereka ke luar pulau / keluar desa
karena gaji yang mereka dapat disana cukup besar dan mampu
menghidupi keluarga yang ada di desa Seborok. Kebanyakan yang
bekerja keluar adalah mereka yang masi muda.
Alat transportasi yang ada di desa ini juga sudah sangat
mendukung untuk memperlancar kegiatan masyarakat. Di desa ini
biasanya masyarakat menggunakan sepeda dan bahkan juga ada
yang menggunakan motor untuk menempuh jarak ke Pasar sekitar
3km, serta ada juga angkutan umum seperti bis desa yang
mempermudah masyarakat untuk ke pusat desa yang berjarak 8 km
dank e pusat kecamatan 21 km.

Laporan KKL II Geografi 2013

56

Gambar 1.15 Masyarakat Desa Semborok

4.2 Gunung Api Purba Nglanggrang, Gunung Kidul


4.2.1

Jenis batuan dan tanah Gunung Api Purba Nglanggrang


Jenis batuan yang ada di Gunung Api Purba Nglanggrang ini
merupakan hasil intrusi magma yang telah mengalami pendinginan,
dimana

pembentukannya

secara

vulkanik.

Namun,

lokasi

Nglanggrang ini terletak diantara daerah karst muda Intrusi magma


ini jenis batuan breksi dan andesit yang merupakan batuan beku
dalam.

Laporan KKL II Geografi 2013

57

Gambar 1.16 Gunung Api Purbo Nglanggrang


4.2.2

Sosial- Ekonomi masyarakat sekitar


Gunung Api Purba Nglanggrang ini merupakan salah satu situs
pubakala yang menarik banyak perhatian dari masyarakat local
maupun domestic. Keberadaan Gunung ini mampu memberikan nilai
tambah sendiri. Masyarakat sekitar yang tinggal dan menetap di
sekitar Gunung bermata pencaharian sebagai petani perkebunan
kakao. Dimana hasil panen akan dijual pada makelar-makelar kako
dengan harga yang sangat murah. Disekitar Geowisata Nglanggrang
ini banyak juga ditemukan masyarakat yang bermatapebcaharian
membuka warung makan di sepanjang jalan ada juga toilet umum.
Namun, pemukiman disekitar masih sangat sedikit sehingga, lokasi
wilayah ini masih sangat lestari.

Laporan KKL II Geografi 2013

58

4.3 Gumuk Pasir Parang Kusumo, Gunung Kidul


4.3.1

Profiling Gumuk Pasir Parang Kusumo

Gambar 1.17 Proses Pengukuran Gumuk Pasir Titik 1


Hasil Profiling Gumuk Pasir Titik 1
a. Segmen 1 elevasi 30 mdpal dengan panjang segmen 10.6 m
X

: 424642

: 9113749

Kemiringan Lereng : 2o 20
Azimuth

: S 6o E

b. Segmen 2 elevasi 28 mdpal dengan panjang segmen 16.05 m


X

: 424643

: 9113757

Kemiringan Lereng : 4o 20

Laporan KKL II Geografi 2013

59

Azimuth

: S 6o E

c. Segmen 2 elevasi 25 mdpal dengan panjang segmen 14 m


X

: 424643

: 9113773

Kemiringan Lereng : 3o 10
Azimuth

: S 6o E

d. Segmen 2 elevasi 24 mdpal dengan panjang segmen 9,5 m


X

: 424642

: 9113788

Kemiringan Lereng : 2o 20
Azimuth

: S 6o E

e. Segmen 2 elevasi 23 mdpal dengan panjang segmen 8,93 m


X

: 424640

: 9113796

Kemiringan Lereng : 2o 10
Azimuth
4.3.2

: S 6o E

Jenis pasir dan hasil pengayakan


Jenis pasir yang ada di Gumuk Pasir Parang Kusumo ini
sangat halus. Butiran pasir yang halus ini merupakan hasil
sedimentasi oleh angin yang berasal dari letusan Gunung Merapi.

4.3.3

Sosial Ekonomi Masyarakat Parang Kusumo


Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa sosial
ekonomi masyarakat sekitar Gumuk Pasir Parang Kusumo mengarah
pada usaha makanan atau sejenis dengan warung, tempat tinggal
seperti asrama dan penyewaan rumah. Sedangkan saat masuk lebih
dalam,

setelah

padepokan

banyak

ditemukan

tempat

lokalisasisederhanaseperti panti pijat. Hal ini dibuktikan juga banyak


ditemukan wanita dengan pakaian yang sangat minim

Laporan KKL II Geografi 2013

60

Gambar 1.18 Salah satu rumah yang ada di sepanjang jalan Parang
Kusumo
4.4 Formasi Batuan Bukit bagian atas Kali Opak
4.4.1 Lokasi Bukit Pertemuan Formasi Semilir Dan Formasi Wonosari
Pada kegiatan lapangan yang telah dilakukan dilakukan di
bukit yang terletak di sebelah selatan aliran sungai opak. Pada
kegiatan ini didapatkan beberapa data yang menunjukkan
perbedaan kondisi geologis. Data diperoleh dari pengamatan
sampel batuan yang diambil pda lokasi tersebut serta samepl tanah
lokasi tersebut.
Formasi Semilir
Pada lokasi pertama dilakukan kegiatan pengamatan
lapangan dengan koordinat x : 0424765 y: 9116572, dengan jurus
S 23 W, dengan tingkat elevasi 31 mdpl. Pada titik ini ditemukan
suatu singkapan batuan, yang terindikasi merupakan singkapan
batuan breksi lapili yang merupakan bagian dari formasi semilir.
Jenis batuan ini mempengaruhi kondisi tanah yang terdapat pada
lokasi tersebut. Berdasarkan sampel tanah yang diambil, kemudian
dilakukan dengan pengujian sederhana di lapangan menunjukkan

Laporan KKL II Geografi 2013

61

bahwa tanah tersebut mengandung bahan organic yang cukup


banyak.

Gambar 1.19 sebagian batuan pada Formasi Semilir

Formasi Wonosari
Lokasi kedua dilakukan pengamatan dengan koordinat x:
0424735 y: 9116556 dengan tingkat elevasi 134 mdpl. Pada loksi
ini ditemukan singkapan batuan kapur yang merupakan bagian dari
formasi

wonosari.

Formasi

ini

terbentuk

akibat

proses

pengangkatan, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya fosil biota


laut yang terdapat pada batuan tersebut.

Laporan KKL II Geografi 2013

62

Gambar 1.20 Sebagian Kenampakan Fosil pada Formasi Wonosari

Pada pengamatan di lapangan tersebut dilakukan pula


mencari batas dari kedua litologi tersebut, batas kedua litologi
tersebut terletak pada lokasi x: 0425050 y: 9116303 dengan tingkat
elevasi 120 mdpl.

Gambar 1.21 Penampang Melintang Dari Formasi Semilir dan Formasi Wonosari

Laporan KKL II Geografi 2013

63

4.5 Kali Opak


4.5.1

Jenis Sungai dari Kali Opak


Kali Opak merupakan perbatasan antara pertemuan 2 formasi
yang berbeda. Yaitu pertemuan antara daerah karst dan daerah
vulkanik. Dimana wilayah vulkanis didominasi dengan lahan
pertanian sedangkan untuk daerah karst tampak pada selatan kali
opak terdapat formasi wonosari. Kali Opak merupakan jenis sungai
perennial atau sungai yang alirannya mengalir sepanjang tahun.

4.5.2

Profiling penampang melintang Kali Opak


(Lampiran)

4.5.3

Hasil sedimentasi pada area alluvial

Gambar 1.22 profil Tanah Kali Opak

Laporan KKL II Geografi 2013

64

Gambar1.23 sedimentasi yang tampak di Kali Opak


4.5.4

Vegetasi yang tumbuh di sekitar Kali Opak

4.6 Goa Pindul, Gunung Kidul


Kehidupan Sosial di Goa pindul
Pak Sugiarto dengan umur 68 tahun, beliau sekarang adalah
penjaga toilet dan memulai karir pekerjaanya dari umur 48

sebelum umur 48 tahun beliau adalah seorang penjual bakso dan


bekerja di Jakarta , memulai pekerjaan setelah luls tingkat SMP,
karena dagangan yang tidak laku akhirnya beliau memutuskan
Laporan KKL II Geografi 2013

65

untuk pulang ke kampung halaman di jogja tepatnya di Desa


Bejiharjo dan beliau menganggur smpai umur 48 , beliau memiliki
5 orang anak. Mereka telah merantau pergi , yang bekerja adalah
istri sebagai pedagang di pasar, perekonomian mereka hanya
mengandalkan gaji dari istrinya,
Waktu itu

goa pindul masih belom di exploitasi , dan

masih terselubung keadanya, mereka hanya sekedar tau keberadaan


goa pindul tapi masih belum menjelajah lebih dalam, pak Sugiarto
dan istrinya tinggal di desa Bejiharjo , jarak antara pusat ekonomi
yaitu pasar dengan Bejiharjo berjarak sekitar 4 km, beliau
menggunakan sepeda pancal untuk pergi ke pasar , Pak Sugiarto
kemudian dengar- dengar ada kabar Goa pindul tersebut di kelola
oleh pemerintah untuk di jadikan tempat pariwisata, kemudian Pak
sugiarto dan istrinya yang tidak di sebutkan namanya, mulai
menemukan inisiatif membuka toilet di tempat pariwisata tersebut,
tetapi mereka tidak memiliki tanah untuk mengelola lahan tersebut,
Kemudian pemerintahan setempat bekerja sama dengan
pemerintah , mereke di beri fasilitas toilet dan pak sugiarto serta
istrinya harus membersikkan tempat tersebut , mereka di beri hak
untuk menarik pajak dari kebersihan toilet tersebut. Gaji Pak
sugiarto tidak bisa di menafsirkan berapa hasilnya , dia berkata
tergantung hari libur atau ngga sih kalau mau hasilnya banyak ya
waktu liburan aja, kalau hari- hari biasa sih cuman per hari sekitar
10-20 rb, kalau waktu libur bsa mencapai 50-80 rb . lumayan buat
makan kami sehari-hari. Ujar pas sugiarto tersebut. Rumah
mereka berada di Kabupaten Gunungkidul kecamatan karangmojo
desa bejiharjo dan berada di dusun paduhukan.
Alat transportasi di daerah sini sebelum dibukanya Goa
pindul sebagai tempat pariwisata mereka banyak menggunakan
sepeda dan jalan kaki, karena medan jalan masih lumpur dan batubatuan. Setelah tempat ini di buka sebagai tempat pariwisata
pemerintah mengeluarkan modal untuk memabngun jalan raya di

Laporan KKL II Geografi 2013

66

tempat ini , demi memudahkan akses transportasi untuk ke goa


pindul tersebut, dan setelah jalan raya tersebut di buka masyarakat
banyak yang menggunakan mobil angkutan dan sepeda motor.

Gambar 1.23 Pemanfaat Air Goa Pindul sebagai pengairan di


sawah
Sebelum di buka goa pindul mereka memanfaatkan perairan
yang ada untuk menggunakan nya sebagai perairan di sawah, dan
di sungainya mereka gunakan untuk memancing, setelah goa
pindul di buka mereka mulai membuat bendungan untuk proses
penampungan air bersih, perekonomian mereka lebih lama leih
terjamin dengan berwirausaha sebagai toko- toko kios. Jarak goa
pindul dari pusat Jogja sekitar 46 km.

4.7 Pantai Samas, Gunung Kidul


4.7.1

Profiling Pantai Samas


Profiling secara melintang di sebuah titik pada gumukan pasir
digunakan untuk mengetahui seberapa panjang dari gumukan pasir
tersebut.
Selain itu dalam melakukan profiling juga mengambil beberapa
sample pasir di beberapa segmen. Dan dapat disimpulkan bahwa

Laporan KKL II Geografi 2013

67

semakin kea rah pantai atau kea rah muara sungai ukuran butir pasir
semakin kecil dibandingkan dengan ukuran butir yang ada di tengah
gumukan pasir.
Berdasarkan hasil pengayakan pasair pantai didapatkan hasil :
NO.

SEGMEN

UKURAN

BERAT

SEGMEN 1

2 mm

93,1

SEGMEN 1

1 mm

209,4

SEGMEN 1

500 um

252,1

SEGMEN 1

250 um

134,6

SEGMEN 1

106 um

16,6

SEGMEN 1

53 um

1,0

Gambar 1.24 Sebagian Pantai Samas

Laporan KKL II Geografi 2013

68

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
-

Fenomena alam yang terjadi di setiap tempat memiliki karakteristik


yang berbeda mulai dari proses terjadinya dan hasil akhir. Setiap
perbedaan tersebut akan memberikan informasi yang penting untuk
menunjang proses penelitian.

Laporan KKL II Geografi 2013

69

LAMPIRAN
Penjelasan Nama Batuan
1.

Batuan Serpentinit
Batuan Serpentinit merupakan batuan metamorf yang terbentuk dari
mineral serpentin akibat perubahan basalt dasar laut yang bertekanan tinggi
pada temperatur rendah. Mineral serpentin tergolong dalam kelas mineral
Silikat yaituPhyllosilicates. Batuan Serpentinit sering digunakan untuk batu
hias

dan

dipakai

untuk

industri

mineral.

Mineral

Serpentin

mengandung chrysotile yaitu mineral serpentin yang mengkristal membentuk


serat tipis yang panjang. Serpentinit yang ditemukan pada situs batuan
metamorf serpentinit di Pucangan, Karangsambung.
Batuan ini strukturnya slincken side, nonfoliasi, berwarna kehijauan dan
berasal dari perut Bumi di bawah lantai samudra. Batu ini merupakan batu
ultrabasa hasil pembekuan magma pada kerak samudra. Formasi batu ini
berubah saat bersentuhan dengan air laut dan berubah lagi ketika masuk zona
tunjaman dan terangkat ke permukaan Bumi yang terdiri atas satu atau lebih
mineral serpentine dimana mineral ini dibentuk oleh proses serpentinisasi
(serpentinization), mineral serpentin tergolong dalam kelas mineral Silikat
yaitu Phyllosilicates.
Serpentinisasi berawal dari proses-proses metamorfosis temperatur
rendah yang menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic dan batuan
ultramafic teroksidasi dan ter-hidrolize dengan air menjadi serpentinit.
Serpentinit merupakan batuan hasil alterasi hidrotermal dari batuan
ultramafik, dimana mineral-mineral olivine dan piroksen jika alterasi akan
membentuk mineral serpentin. Serpentin sangat umum memiliki komposisi
batuan berupa monomineralik serpentin, batuan tersebut dapat terbentuk dari
serpentinisasi dunit, peridotit (Waheed, 2002). Serpentinit tersusun oleh
mineral grup serpentin >50% (Williams, 1954).
Menurut Hess (1965) dalam Ringwood (1975), bahwa pada prinsipnya
kerak serpentinit dapat dihasilkan dari mantel oleh hidrasi dari mantel
ultramafik (mantel peridotit dan dunit). Dibawah pegunungan tengah

Laporan KKL II Geografi 2013

70

samudera (mid Oceanic Ridge) pada temperature <500. serpentin kemudian


terbawa keluar melalui migrasi litosfer.
Kegunaan batuan metamorf serpentinit misalnya sebagai hiasan, bahan
pembuat pupuk, bahan bangunan, pengeras jalan, penutup lantai dan lain
sebagainya.
Mineral serpentin memiliki beberapa senyawa kimia antara lain:

Antigorite; (Mg, Fe)3 Si2 O5 (OH)4

Clinochrysotile; Mg3 Si2 O5 (OH)4

Lizardite; Mg3 Si2 O5 (OH)4

Orthochrysotile; Mg3 Si2 O5 (OH)4

Parachrysotile; (Mg,Fe)3 Si2 O5 (OH)4

Berikut karakteristik Batu Serpentinit :

2.

Warna

Hijau kehitaman, cokelat, merah dan hitam

Kekerasan

2,5-5 (lebih keras dibanding kuku jari)

Bidang Belahan (Cleavage)

Tidak ada

Kilauan (Luster)

Berminyak atau lilin

Bentuk Kristal

Ortorombik, monoklin, dan heksagonal

Berat Jenis

2,5-2,6

Goresan

Putih

Batuan Kuarsit
Batuan Kuarsit yang ditemukan di Sungai LokUlo. Kuarsit merupakan
batuan metamorf yang disusun oleh mineral kuarsa (SiO2) berwarna putih
terang yang terbentuk nonfoliated oleh metamorfosis dari batu pasir yang
mengandung kuarsa murni. Panas intens dan tekanan dari metamorfosis
menyebabkan butir kuarsa untuk kompak dan menjadi erat intergrown satu
sama lain, sehingga kuarsit sangat keras dan padat. Kuarsit biasanya putih
atau abu-abu, tetapi dapat warna cahaya lain tergantung pada kotoran di batu
pasir tua. Ia memiliki kilau kaca, seperti yang diharapkan mempertimbangkan
dalam batu pasir kuarsa memiliki kilau vitreous atau kaca. Ketika cuaca
kuarsit dapat memiliki penampilan granular, tetapi permukaan yang baru

Laporan KKL II Geografi 2013

71

patah bahkan istirahat di permukaan karena melanggar melewati butir kuarsa


intergrown, menunjukkan penampilan granular pada permukaan yang baru
saja

patah.

Terbentuk

oleh

proses

panas

dan

tekanan

tinggi

pada metamorfosis regional dan metamorfosis kontak di endapan batu pasir,


sehingga menjadi kuarsit. Kuarsit sangat tahan terhadap pelapukan dan erosi.
Kuarsit menjadi lebih populer sebagai batu dimensi dalam industri
konstruksi. Penggunaan kuarsit sebagai batu hias di konstruksi bangunan
tumbuh setiap tahunnya. kuarsit di poles salah satu permukaan datarnya
digunakan untuk menutupi dinding, sebagai alas lantai dan anak tangga.
Kuarsit juga digunakan, untuk tingkat kecil, seperti batu hancur digunakan
dalam konstruksi jalan dan perbaikan.
Kuarsit termasuk jenis batuan metamorfosa yang kaya akan mineralmineral kuarsa. Dapat terbentuk dari urat-urat kuarsa, batu pasir kuarsa atau
batu pasir yang tersemen oleh silica dan kemudian mengalami proses
metamorfosa akibat tekanan dan temperatur yang tinggi selama jangka waktu
tertentu. Kuarsit bersifat sangat keras, kompak, masif dan kristalin. Dapat
juga mempunyai laminasi yang sangat halus sampai kasar dan bahkan dapat
berukuran kerikil. Warnanya bervariasi dari putih, kelabu, hijau, kemerahan
sampai kecoklatan atau campuran dari warna terang. Sifatnya transparan
sampai opak. Pecahnya tidak rata, konkoidal atau menyuban (splintery).

3.

Batuan Andesit
Andesit merupakan batuan beku berwarna abu-abu gelap yang
terbentuk sebagai lava menyerupai basalt. Andesit dapat dibedakan dengan
basalt dengan adanya mineral-mineral yang lebih kasar seperti Plagioklas,
Homblenda dan Biotit. Batuan Andesit ini ditemukan di puncak gunung api
purba Nglanggeran yang terletak di zona Pegunungan Selatan Jawa tengah
Jawa Timur atau tepatnya di Sub Zona Pegunungan Baturagung (Baturagung
Range) dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut dan kemiringan
lerengnya curam terjal (>45%).
Gunung Nglanggeran berdasarkan sejarah geologinya merupakan
gunung api purba yang berumur tersier (oligo-Moisen) atau 0,6 70 juta

Laporan KKL II Geografi 2013

72

tahun yang lalu. Adanya bongkahan besar batuan Andesit ini menunjukkan
bahwa gunung Nglanggeran pernah mengalami erupsi efusi dan eksplosif
secara berulang-ulang, letak gunung api purba ini sangat unik karena
keberadaannya dikelilingi oleh karst yang terangkat dari dasar laut. Jenis
magma diorit merupakan salah satu magma terpenting dalam golongan kapur
alkali sebagai sumber terbentuknya andesit. Lelehan magma tersebut
merupakan kumpulan mineral silikat yang kemudian menghablur akibat
pendinginan magma pada temparatur antara 1500 2500 C membentuk
andesit berkomposisi sekitar 10% mineral felspar plagioklas jenis kalium
felspar natrium plagioklas, kuarsa, felspatoid serta mineral tambahan berupa
hornblend, biotit dan piroksen. Andesit bertekstur afanitik mikro kristalin dan
berwarna gelap.

4.

Batuan Sekis Mika


Seksi mika yang ditemukan di tepi sungai Luk Ulo merupakan batuan
metamorf berwarna putih keperakan oleh hadirnya mineral mika. Sekis mika
merupakan batuan metamorf regional yang terbentuk pada derajat
metamorfosa tingkat menengah hingga tinggi (satu fase dengan sekis hijau,
amfibolit, atau sekis glaukofan). Batu ini merupakan hasil dari metamorfisme
batuan sedimen lempungan-pasiran (batulempung atau batupasir haluscalcareous), dan sering diasosiasikan dengan gneis jika batuan asalnya adalah
alterasi dari shale atau arkose. Mineral utama yang terkandung dalam batu ini
adalah mika (muscovit), kuarsa. Umumnya kepingan mika berukuran lebih
dari 1 mm saling berangkai membentuk bidang-bidang yang saling sejajar
disebut Schistosity. Batuan tertua ini tersingkap dan menjadi pembentuk
fondasi Pulau Jawa. Pengukuran dengan radioaktif menunjukkan batuan ini
berumur 121 juta tahun, dari zaman kapur. Batuan yang menjadi alas Pulau
Jawa ini menunjukkan telah terjadi tumbukan lempeng samudra dengan
lempeng benua di kawasan Karangsambung. Batuan ini berasal dari pasir
yang mengandung mineral asam dari lempeng benua yang masuk ke zona
subduksi dan berubah jadi sekis mika.

Laporan KKL II Geografi 2013

73

5.

Batuan Rijang
Disebut sebagai batuan sedimen laut dalam. Batuan ini terbentuk oleh
proses pengendapan yang terjadi pada dasar samudra. Fosil renik Radiolaria
yang dijumpai di dalam batu rijang di daerah Karangsambung menunjukkan
bahwa umur batuan 85 juta tahun hingga mencapai 140 juta tahun yang lalu.
Kebanyakan perlapisan rijang tersusun oleh sisa organisme penghasil
silika seperti diatom dan radiolaria. Endapan tersebut dihasilkan dari hasil
pemadatan dan rekristalisasi dari lumpur silika organik yang terakumulasi
pada dasar lautan yang dalam. Lumpur tersebut bersama-sama terkumpul
dibawah zona-zona plangtonik radiolaria dan diatom saat hidup di permukaan
air dengan suhu yang hangat. Saat organisme tersebut mati, cangkang mereka
diendapkan perlahan di dasar laut dalam yang kemudian mengalami
akumulasi yang masih saling lepas. Material-material tersebut diendapkan
jauh dari busur daratan hingga area dasar samudra, saat suplai sedimen
terrigenous rendah, dan pada bagian terdalam dari dataran abyssal terdapat
batas ini dinamakan carbonate compensation depth (CCD), dimana akumulasi
material-material calcareous tidak dapat terbentuk. Hal ini dikarenakan salah
satu sifat air adalah air dingin akan mengikat lebih banyak CO2 dibandingkan
air hangat.
Di laut, terdapat satu batas yang jelas di mana kandungan CO2 di
bawah lebih tinggi. Di bawah batas tersebut, kandungan CO2 sangat tinggi
akibatnya organisme yang mengandung karbonat akan larut di CCD sehingga
tidak akan mengendap karena tidak pernah sampai ke dasar laut. Carbonate
compensation depth ini terletak sekitar kedalaman 2500 meter atau 2,5
kilometer di bawah permukaan laut. Di atas carbonate compensation depth,
sekitar 2000 meter, terdapat suatu daerah yang disebut lysocline. Di sini,
sebagian karbonat sudah mulai melarut sebagian. Berberapa perlapisan rijang
belum tentu berasal dari bahan organik. Bisa saja berasal dari presipitasi
silika yang berasal dari dapur magma yang sama pada basaltik bawah laut
yang mengalami presipitasi bersamaan dengan perlapisan rijang. Batu ini
memberi fakta kuat bahwa dahulu Karangsambung adalah dasar samudra
yang terangkat oleh proses geologi.

Laporan KKL II Geografi 2013

74

6.

Batuan Diabas
Singkapan batuan Diabas ini terletak di pinggir jalan sekitar 300 m ke
utara dari UPT BIKK Karangsambung LIPI. Batuan ini diinterpretasikan
merupakan batuan intrusi, dan menunjukan struktur kekar tiang (collumnar
joint) yang mana merupakan hasil gaya kontraksi pada saat pembekuan
magma. Mineral piroksen dan plagioklas berbentuk seperti jarum yang saling
bersalingan.
Diabas Gunung Parang merupakan batuan beku basa yang kaya
kandungan Fe dan berwarna gelap terbentuk akibat tumbukan antara lempeng
benua dengan lempeng samudera yang kemungkinan terjadi pada kala
Miosen. Tumbukan tersebut menyebabkan terjadinya partial melting batuan
menjadi magma yang bersifat basaltik (magma yang komposisinya kaya Fe
dan bersifat relatif encer). Magma basaltik ini kemudian mengalami alih
tempat menuju kerak benua bagian bawah, kemudian mengalami fraksinasi
dan diferensiasi sehingga membentuk magma diabas yang selanjutnya
tersingkap di permukaan bumi sebagai Gunung Parangan dengan menerobos
Formasi Karangsambung.
Diabas Gunung Parang merupakan tubuh intrusi sill. Hal tersebut
berdasarkan adanya bidang kontak antara lempung Formasi Karangsambung
dengan diabas di sekitar Kali Jebug dan kenampakan struktur lava bantal di
Watutumpang. Pada bidang kontak terlihat warna lempung lebih kelam,
semakin menjauh menjadi keabu-abuan, dijumpai struktur gores garis dan
undak yang menandakan adanya patahan melewati lokasi ini.
Batuan diabas menunjukan struktur diabasic atau ophitic dan tersusun
oleh mineral plagioklas (labradorit, bytownit), piroksen (augit, hypersten,
enstantit dan diopsid), magnetit, sedikit klorit, serisit serta mineral karbonat.
Batuan diabas termasuk langka terutama di Indonesia karena untuk
membentuk batuan jenis ini diperlukan kondisi tertentu, apalagi Indonesia
merupakan wilayah yang termasuk dalam deret busur gunungapi memiliki
tipe gunungapi kerucut sehingga magma yang dihasilkan secara umum adalah
magma andesitik. Pada daerah ini telah dilakukan konservasi sebagian dan

Laporan KKL II Geografi 2013

75

sebagian lagi telah dilakukan penambangan. Apabila penambangan ini terus


dilakukan dikhawatirkan batuan diabas akan habis.

7.

Batuan Konglomerat
Di sekitar wilayah aliran Sungai Luk Ulo. Sungai ini merupakan
sungai utama yang mengalir dari utara ke selatan mengerosi batuan melange
tektonik,

melange sedimenter,

sedimen Tersier. Di sekitar daerah

Karangsambung, morfologi pedataran ini terletak pada inti antiklin sehingga


tidak mengherankan apabila di daerah ini tersingkap batuan melange yang
berumur tua salah satunya adalah konglomerat. Konglomerat adalah batuan
sedimen yang tersusun dari bahan-bahan dengan ukuran berbeda dan bentuk
membulat yang direkat menjadi batuan padat. Bentuk fragmen yang
membulat akibat adanya aktivitas air, umumnya terdiri atas mineral atau
batuan yang mempunyai ketahanan dan diangkut jauh dari sumbernya.
Di antara fragmen- fragmen konglomerat diisi oleh sedimen-sedimen
halus sebagai perekat yang umumnya terdiri atas Oksida Besi, Silika, dan
Kalsit. Fragmen-fragmen konglomerat dapat terdiri atas satu jenis mineral
atau batuan atau beraneka macam campuran. Konglomerat umumnya
diendapkan pada air dangkal.

8.

Batu gamping merah


Batuan ini terbentuk di dasar laut dalam dimana batu gamping masih
bisa terbentuk. Di daerah Karangsambung batu gamping merah berselang
seling dengan batu rijang. Batugamping merah juga termasuk batuan
sediment. Batuan ini termasuk kedalam batugamping klastik yang halus hasil
dari transport oleh arus dengan energi lemah di laut dalam yang masih
memungkinkan terbentuknya larutan karbonat. Warna merah merupakan hasil
pengotoran mineral lain seperti minera hematit atau bisa juga akibat oksidasi
besi. Batuan ini relatif keras dan biasanya berasosiasi dengan sedimen laut
dalam seperti rijang.
Batuan gamping merah secara teori merupakan batuan yang hanya bisa
ditemui di dasar lautan. Dan batuan ini terbentuk dari proses sedimentasi dari

Laporan KKL II Geografi 2013

76

hasil pelapukan batuan yang kemudian mengalami transport ke laut. Batuan


sediment yang ditemui di Karangsambung lapisannya vertikal, hal ini
dikarenakan tekanan dari aktivitas tektonik selama berjuta-juta tahun. Untuk
gamping merah materi penyusunnya sebagian besar dari kalsium yang terikat
karbonat CaCO3. Dari segi warna gamping berwarna merah terang. Dari segi
tekstur gamping lebih kasar dan berpori.
Ketika ditetesi HCl, gamping merah akan bereaksi dengan asam. Hal ini
disebabkan karena komposisi kalsium menyebabkan gamping merah bersifat
basa.

9.

Batuan Filit
Batu Filit yang ditemukan di tepi sungai Luk Ulo, termasuk kedalam
jenis batuan Metamorf. Batu filit ini merupakan hancuran batu pasir dan
batuan Slate dengan komponen greywacke yang mengalami proses
metamorfisme dengan tekanan tinggi dan temperature rendah. Derajat
metamorfismenya rendah sampai intermediet. Berwarna hitam, abu-abu,
berekstur lapidoblastik terdiri dari mineral-mineral tabular. Strukturnya
Filitik, terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dari slaty cleavage, sudah mulai
terjadi pemisahan mineral granular atau segresi tetapi belum sempurna dan
memiliki struktur foliasi.
Ukuran butirnya halus. Batu Filit berasal dari lempung hitam yang
sudah kaya akan karbon (C). Bertekstur Lepidoblastik yang terdiri dari
mineral mineral yang tabular. Prosesnya berawal dari daerah palung,
kemudian masuklah mineral-mineral organik terutama karbon, kemudian
lempeng samudera masuk zona subduksi, kemudian menerima panas dan
tekanan, kemudian berubah menjadi filit. Batuan ini memiliki microfault
(sesar minor) yaitu adanya garis lekukan-lekukan pada batuan berukuran
kecil. Filit berwarna hitam keperakan dari mineral klorit, muskopit dan serisit
yang membentuk saling sejajar.

Laporan KKL II Geografi 2013

77

10. Batuan Breksi


Batuan kehitaman ini mengandung fragmen andesit dan lava.
Singkapan batuan di tepi jalan dengan lereng tebing vertikal ini perselingan
batu pasir dengan breksi. Formasi Waturanda ini ditafsirkan sebagai
fluxoturbidite yang diendapkan pada cekungan muka busur. Sumber material
diperkirakan berasal dari aktivitas magmatik Eosen-Miosen.
Breksi merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki ukuran butir
yang cukup besar diameter lebih dari dua milimeter dengan tersusun atas
batuan dengan fragmen menyudut. Ruang antara fragmen besar bisa diisi
dengan matriks partikel yang lebih kecil atau semen mineral yang mengikat
batu itu bersama-sama, warnanya merah kecoklatan, keemasan hingga coklat.

11. Batu gamping non-klastik


Batu gamping non-klastik, merupakan koloni dari binatang laut antara
lain dari Coelentrata, Moluska, Protozoa dan Foraminifera atau batugamping
ini sering juga disebut batugamping Koral karena penyusun utamanya adalah
Koral. Pada batu gamping yang ditemukan di puncak bukit dekat sungai Opak
terdapat fosil cangkang kerang, hal ini menunjukkan bahwa dulunya bukit
tempat ditemukannya batu gamping ini merupakan dasar laut yang kemudian
terangkat.

12. Batu pasir


Batupasir adalah suatu batuan sedimen klastik yang dimana partikel
penyusunya kebanyakan berupa butiran berukuran pasir. Kebanyakan
batupasir dibentuk dari butiran-butiran yang terbawa oleh pergerakan air,
seperti ombak pada suatu pantai atau saluran di suatu sungai. Butirannya
secara khas di semen bersama-sama oleh tanah kerikil atau kalsit untuk
membentuk batupasir tersebut. Batupasir paling umum terdiri atas butir
kuarsa sebab kuarsa adalah suatu mineral yang umum yang bersifat
menentang laju arus. Warnanya coklat dan putih. Batu pasir ini ditemukan di
sepanjang tepi sungai Luk Ulo.

Laporan KKL II Geografi 2013

78

DAFTAR PUSTAKA
Asikin, S. 1974. Evolusi Geologi Jawa Tengah dan Sekitarnya, Ditinjau dari Segi
Teori Tektonik Dunia yang Baru. Disertasi Doktor. Departemen Teknik
Geologi ITB.
Nur, AM. 2009. Sungai Meander Luk Ulo Antara Kondisi Ideal dan Kenyataan.
Jurnal Geografi. Volume 6 No. 2 Juli 2009.
Raharjo, PG. dan Ansori, C. 2009. Kajian Penggunaan Lahan Pada Kawasan
Cagar Alam Geologi Karangsambung Dengan Menggunakan Sistem
Informasi Geografis. International Conference Earth Science And
Technology. Yogyakarta 6-7 August 2009. Balai Informasi dan Konservasi
Kebumian Karangsambung, LIPI.
Setiyani, Anis. 2013. Laporan Kuliah Lapangan Karang Sambung. (Online)
(https://www.academia.edu/6388501/Laporan_Kuliah_Lapangan_Karangs
ambung_Anis_Stiyani_Page_1, Diakses pada tanggal 17 Desember 2014)
Malik,Yakub. 2013. Handout Batuan. (Online)
(http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/195901011
989011-YAKUB_MALIK/HANDOUT_BATUAN.pdf, Diakses pada
tanggal 17 Desember 2014)
Mulyatini, Endang. 2013. Metode Pengumpulan Data. (Online)
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dra.%20Endang%20M
ulyatiningsih,%20M.Pd./METODE%20PENGUMPULAN%20DATA.pdf,
Diakses pada tanggal 17 Desember 2014)

Laporan KKL II Geografi 2013

79

Anda mungkin juga menyukai