Anda di halaman 1dari 5

(van Bemmelen, 1949)

Daerah Istimewa Yogyakarta, menurut Rahardjo dkk. (1995), dapat dibedakan menjadi 15
unit litologi (formasi), antara lain sebagai berikut:

Qa: Alluvium, tersusun oleh material pasir lepas-lepas, lempung, dan lumpur
Qc: Koluvium, fragmen yang dibedakan pada endapan lereng
Qmi: Endapan gunung api muda pada gunung api Merapi, lava, tuf, breksi vulkanik
Qmo: Endapan gunung api tua pada gunung api Merapi, breksi, aglomerat dan lava
Tmps: Formasi Sentolo, batu gamping dan batu pasir marli
Tmj: Formasi Jonggrangan, batu gamping batu karang dan konglomerat
Tmoa: Formasi Andesit tua, breksi andesit, aglomerat, lava flow, dan tuff
Teou: Formasi Nanggulangan, batu pasir, marly pasir, dan batu lempung
Tmke: Formasi Kepek, batu gamping dan marl
Tmpw: Formasi Wonosari, batu gamping batu karang marl dan batu lempung
Tms: Formasi Sambipitu, tuff pilit, batu lumpur, batu pasir dan konglomerat
Tma: Formasi Nglanggran, breksi volkanik, aglomerat, lava, dan tuff breksi
Tmse: Formasi Semilir, tuff, breksi, batu gamping, tuff klastik, dan batu lempung marl
Tmk: Kebobutak, batu pasir, tuff, dan aglomerat
a: andesit dan intrusi diorit

Struktur geologi di Daerah Istimewa Yogyakarta dipengaruhi oleh gerakan lempeng tektonik
antara lempeng Eurasia di bagian utara dan lempeng Indo-Australia di bagian selatan.
Secara struktural daerah tersebut dibagi menjadi (i) gunungapi, (ii) lipatan yang meliputi
sinklin dan antiklin, (iii) sesar, graben, perbukitan dome, plato, dan struktur tunggal (Sutikno,
1996).

DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara geografis terletak pada 8 30' - 7
20' Lintang Selatan, dan 109 40' - 111 0' Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah
DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunungapi
Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Sewu atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi
Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.
Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga
dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota
Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut, dan lereng gunung api merupakan daerah
hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini
terletak di Sleman bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan
karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai objek penelitian, pendidikan, dan
pariwisata.
Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah
Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping dan bentang alamkarst yang
tandus, dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan
Wonosari yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi
Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses
solusional (pelarutan), dengan bahan induk batu gamping, dan mempunyai karakteristik
lapisan tanah dangkal, dan vegetasi penutup sangat jarang.
Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan
bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam,
dan potensi air tanah kecil.
Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan
sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan DIY, mulai dari
Kulon Progo sampai Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini
merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan
eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon
Progo sampai Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang
terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam
pantai.

Yogyakarta terbentuk akibat pengangkatan Pegunungan Selatan dan Pegunungan


Kulon Progo pada Kala Plistosen awal (0,01-0,7 juta tahun). Proses tektonisme diyakini
sebagai batas umur Kwarter di wilayah. Setelah pengangkatan Pegunungan Selatan, terjadi
genangan air (danau) di sepanjang kaki pegunungan hingga Gantiwarno dan Baturetno. Hal
ini berkaitan dengan tertutupnya aliran air permukaan di sepanjang kaki pegunungan
sehingga terkumpul dalam cekungan yang lebih rendah. Gunung Api Merapi muncul pada
42.000 tahun yang lalu, namun data umur K/Ar lava andesit di Gunung Bibi, Berthomier
(1990) menentukan aktivitas Gunung Merapi telah berlangsung sejak 0,67 juta tahun lalu.
Hipotesisnya adalah tinggian di sebelah selatan, barat daya, barat dan utara Yogyakarta, telah
membentuk genangan sepanjang kaki gunung api yang berbatasan dengan Pegunungan
Selatan Kulon Progo. Pengangkatan Pegunungan Selatan pada Kala Plistosen Awal, telah
membentuk Cekungan Yogyakarta.
Di dalam cekungan tersebut selanjutnya berkembang aktivitas gunung api (Gunung)
Merapi. Didasarkan pada data umur penarikhan 14C pada endapan sinder yang tersingkap di
Cepogo,aktivitas Gunung Merapi telah berlangsung sejak 42.000 tahun yang lalu;
sedangkan data penarikhan K/Ar pada lava di Gunung Bibi, aktivitas gunung api tersebut
telah berlangsung sejak 0,67 jtl. Tinggian di sebelah selatan dan kemunculan kubah Gunung
Merapi di sebelah utara, telah membentuk sebuah lembah datar. Bagian selatan lembah
tersebut berbatasan dengan Pegunungan Selatan, dan bagian baratnya berbatasan dengan
Pegunungan Kulon Progo. Kini, di lokasi-lokasi yang diduga pernah terbentuk lembah datar
tersebut, tersingkap endapan lempung hitam. Lempung hitam tersebut adalah batas kontak
antara batuan dasar dan endapan gunung api Gunung Merapi. Didasarkan atas data
penarikhan 14C pada endapan lempung hitam di Sungai Progo (Kasihan), umur lembah
adalah 16.590 hingga 470 tahun, dan di Sungai Opak (Watuadeg) berumur 6.210 tahun.
Endapan lempung hitam di Sungai Opak berselingan dengan endapan Gunung Merapi. Jadi
data tersebut dapat juga diinterpretasikan sebagai awal pengaruh pengendapan material
Gunung Merapi terhadap wilayah ini. Di Sungai Winongo (Kalibayem) tersingkap juga
endapan lempung hitam yang berselingan dengan lahar berumur 310 tahun. Jadi, aktivitas
Gunung Merapi telah mempengaruhi kondisi geologi daerah ini pada 6210 hingga 310 tl.
Fisiografi Pulau Jawa
Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi kawasan
Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi dua
zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen, 1949) (lihat Gambar 2.1).

Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah (Central Depression Zone) Pulau
Jawa. Zona ini ditempati oleh kerucut G. Merapi ( 2.968 m). Kaki selatan-timur gunungapi
tersebut merupakan dataran Yogyakarta-Surakarta ( 100 m sampai 150 m) yang tersusun
oleh endapan aluvium asal G. Merapi. Di sebelah barat Zona Pegunungan Selatan, dataran
Yogyakarta menerus hingga pantai selatan Pulau Jawa, yang melebar dari P. Parangtritis
hingga K. Progo. Aliran sungai utama di bagian barat adalah K. Progo dan K. Opak,
sedangkan di sebelah timur ialah K. Dengkeng yang merupakan anak sungai Bengawan Solo
(Bronto dan Hartono, 2001).
Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini
mempunyai kelerengan antara 40 150 dan beda tinggi 125 264 m. Beberapa puncak
tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat ( 264 m) di Perbukitan Jiwo bagian barat dan
G. Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo bagian timur. Kedua perbukitan tersebut
dipisahkan oleh aliran K. Dengkeng. Perbukitan Jiwo tersusun oleh batuan Pra-Tersier hingga
Tersier (Surono dkk, 1992).
Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di sebelah barat dan
utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri dan di sebelah
selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran
Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara berupa gawir
Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan ini hampir membujur barat-timur sepanjang lk. 50
km dan ke arah utara-selatan mempunyai lebar lk. 40 km (Bronto dan Hartono, 2001).
Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu Subzona Baturagung,
Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu (Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto dan
Hartono, 2001). Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang
dari barat (tinggian G. Sudimoro, 507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung,
828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, 737 m). Di bagian timur ini, Subzona
Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung ( 706 m) dan G.
Gajahmungkur ( 737 m). Subzona Baturagung ini membentuk relief paling kasar dengan
sudut lereng antara 100 300 dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir seluruhnya tersusun
oleh batuan asal gunungapi.
Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi ( 190 m) yang terletak di bagian tengah Zona
Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya. Dataran ini dibatasi oleh
Subzona Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah selatan dan timur
berbatasan dengan Subzona Gunung Sewu. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo

yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K. Opak (lihat Gambar 2.2). Sebagai endapan
permukaan di daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan
dasarnya adalah batugamping.
Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam karst, yaitu bentang
alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk banyak kerucut dengan ketinggian
beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga, luweng (sink holes) dan di
bawah permukaan terdapat gua batugamping serta aliran sungai bawah tanah. Bentang alam
karst ini membentang dari pantai Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di sebelah timur.
Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok yang terangkat dan
miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang cukup kompleks. Lebar
maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan Surakarta, sedangkan sebelah
selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karst (kapur)
yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km 2
(Lehmann. 1939). Sedangkan antara Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping
(limestone) juga tersusun oleh batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara
lain granit, andesit dan dasit (Van Bemmelen,1949).

Anda mungkin juga menyukai