Anda di halaman 1dari 11

GEOLOGI REGIONAL DAERAH KULONPROGO

1. Fisiografi Daerah Kulongprogo

Pegunungan Kulon Progo terletak di Jawa Tengah bagian selatan termasuk


zona Pegunungan Serayu Selatan bagian timur. Tinggian Kulon Progo dibatasi
oleh Sungai Bogowonto yang memisahkan Dataran Purworejo pada bagian barat
dan pada bagian timur dibatasi oleh Sungai Progo yang memisahkan Dataran
Yogyakarta. Bagian selatan dibatasi oleh Dataran Pantai Selatan Jawa Tengah,
sedangkan bagian utara dibatasi oleh Dataran Magelang dan rangkaian Gunung
Api muda Pulau Jawa.
Rangkaian Pegunungan Kulon Progo termasuk dalam Zona selatan jawa
tengah dan secara keseluruhan merupakan plateu (Pannekoek,1939). Pegunungan
Kulon Progo merupakan bagian paling timur terdiri dari breksi dan andesit yang
berumur Oligosen. Diatasnya ditutupi oleh batu gamping berumur Miosen.
Pegunungan ini terangkat dan membentuk kubah terpancung (Oblong dome) yang
masih terdapat sisa peneplain lama di daerah yang tersusun oleh batu gamping dan
sekitarnya. Pada sisi utara pegunungan ini terpotong oleh gawir, tetapi perlipatan

1
disisi barat dan timur lebih kuat sehingga sifat tektonik berubah dan dianggap
sebagai transisi ke zona tengah
2. Geomorfologi Regional
Menurut penelitian Van Bemmelen (1948), secara fisiografis Jawa Tengah
dibagi menjadi 3 zona, yaitu :
1. Zona Jawa Tengah bagian utara yang merupakan Zona Lipatan
2. Zona Jawa Tengah bagian tengah yang merupakan Zona Depresi
3. Zona Jawa Tengah bagian selatan yang merupakan Zona Plato

Berdasarkan letaknya, Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa


Tengah bagian selatan maka daerah Kulon Progo merupakan salah satu plato yang
sangat luas yang terkenal dengan nama Plato Jonggrangan (Van Bemellen, 1948).
Daerah ini merupakan daerah uplift yang memebentuk dome yang luas. Dome
tersebut relatif berbentuk persegi panjang dengan panjang sekitar 32 km yang
melintang dari arah utara - selatan, sedangkan lebarnya sekitar 20 km pada arah
barat - timur. Oleh Van Bemellen Dome tersebut diberi nama Oblong Dome.
Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo dibagi
menjadi beberapa satuan geomorfologi antara lain, yaitu:

A. Satuan Pegunungan Kulon Progo


Satuan pegunungan Kulon Progo mempunyai ketinggian berkisar antara 100 –
1200 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng sebesar 15 0 – 160.
Satuan Pegunungan Kulon Progo penyebarannya memanjang dari utara ke selatan
dan menempati bagian barat wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, meliputi
kecamatan Kokap, Girimulyo dan Samigaluh. Daerah pegunungan Kulon Progo
ini sebagian besar digunakan sebagai kebun campuran, permukiman, sawah dan
tegalan.

B. Satuan Perbukitan Sentolo


Satuan perbukitan Sentolo ini mempunyai penyebaran yang sempit dan
terpotong oleh kali Progo yang memisahkan wilayah Kabupaten Kulon Progo dan
Kabupaten Bantul. Ketinggiannya berkisar antara 50 – 150 meter diatas

2
permukaan air laut dengan besar kelerengan rata – rata 15 0. Di wilayah ini, satuan
perbukitan Sentolo meliputi daerah Kecamatan Pengasih dan Sentolo.

C. Satuan Teras Progo


Satuan teras Progo terletak disebelah utara satuan perbukitan Sentolo dan
disebelah timur satuan Pegunungan Kulon Progo, meliputi kecamatan Nanggulan
dan Kali Bawang, terutama di wilayah tepi Kulon Progo

D. Satuan Dataran Alluvial


Satuan dataran alluvial penyebarannya memanjang dari barat ke timur,
daerahnya meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan sebagian
Lendah. Daerahnya relatif landai sehingga sebagian besar diperuntukkan untuk
pemukiman dan lahan persawahan.

E. Satuan Dataran Pantai


a. Subsatuan Gumuk Pasir
Subsatuan gumuk pasir ini memiliki penyebaran di sepanjang pantai selatan
Yogyakarta, yaitu pantai Glagah dan Congot. Sungai yang bermuara di pantai
selatan ini adalah kali Serang dan kali Progo yang membawa material berukuran
besar dari hulu. Akibat dari proses pengangkutan dan pengikisan, batuan tersebut
menjadi batuan berukuran pasir. Akibat dari gelombang laut dan aktivitas angin,
material tersebut diendapkan di dataran pantai dan membentuk gumuk – gumuk
pasir.
b. Subsatuan Dataran Alluvial Pantai
Subsatuan dataran alluvial pantai terletak di sebelah utara subsatuan gumuk
pasir yang tersusun oleh material berukuran pasir halus yang berasal dari
subsatuan gumuk pasir oleh kegiatan angin. Pada subsatuan ini tidak dijumpai
gumuk - gumuk pasir sehingga digunakan untuk persawahan dan pemukiman
penduduk.

3
3. Stratigrafi Regional
Menurut Sujanto dan Ruskamil (1975) daerah Kulon Progo merupakan
tinggian yang dibatasi oleh tinggian dan rendahan Kebumen di bagian barat dan
Yogyakarta di bagian timur, yang didasarkan pada pembagian tektofisiografi
wilayah Jawa Tengah bagian selatan. Yang mencirikan tinggian Kulon Progo
yaitu banyaknya gunung api purba yang timbul dan tumbuh di atas batuan
paleogen, dan ditutupi oleh batuan karbonat dan napal yang berumur neogen.
Dalam stratigrafi regional mengenai daerah fieldtrip, dibahas umur batuan
berdasarkan batuan penyusunnya, untuk itu perlu diketahui sistem umur batuan
penyusun tersebut. Sistem tersebut antara lain :
1. Sistem eosen
Batuan yang menyusun sistem ini adalah batu pasir, lempung, napal, napal
pasiran, batu gamping, serta banyak kandungan fosil foraminifera maupun
moluska. Sistem eosen ini disebut “Nanggulan group”. Tipe dari sistem ini
misalnya di desa Kalisongo, Nanggulan Kulon Progo, yang secara keseluruhannya
tebalnya mencapai 300 m. Tipe ini dibagi lagi menjadi empat yaitu “Yogyakarta
beds”, “Discoclyina”, “Axiena Beds” dan Napal Globirena, yang masing -
masing sistem ini tersusun oleh batu pasir, napal, napal pasiran, lignit dan
lempung. Di sebelah timur ”Nanggulan group” ini berkembang facies gamping
yang kemudian dikenal sebagai gamping eosen yang mengandung fosil
foraminifera, colenterata, dan moluska.

2. Sistem oligosen – miosen


Sistem oligosen – miosen terjadi ketika kegiatan vulkanisme yang
memuncak dari Gunung Menoreh, Gunung Gadjah, dan Gunung Ijo yang berupa
letusan dan dikeluarkannya material – material piroklastik dari kecil sampai balok
yang berdiameter lebih dari 2 meter. Kemudian material ini disebut formasi
andesit tua, karena material vulkanik tersebut bersifat andesitik, dan terbentuk
sebagai lava andesit dan tuff andesit. Sedang pada sistem eosen, diendapkan pada
lingkungan laut dekat pantai yang kemudian mengalami pengangkatan dan
perlipatan yang dilanjutkan dengan penyusutan air laut. Bila dari hal tersebut,
maka sistem oligosen – miosen dengan formasi andesit tuanya tidak selaras

4
dengan sistem eosen yang ada dibawahnya. Diperkirakan ketebalan istem ini 600
m. Formasi andesit tua ini membentuk daerah perbukitan dengan puncak – puncak
miring.

3. Sistem miosen
Setelah pengendapan formasi andesit tua daerah ini mengalami
penggenangan air laut, sehingga formasi ini ditutupi oleh formasi yang lebih muda
secara tidak selaras. Fase pengendapan ini berkembang dengan batuan
penyusunnya terdiri dari batu gamping reef, napal, tuff breksi, batu pasir, batu
gamping globirena dan lignit yang kemudian disebut formasi jonggrangan, selain
itu juga berkembang formasi sentolo yang formasinya terdiri dari batu gamping,
napal dan batu gamping konglomeratan. Formasi Sentolo sering dijumpai
kedudukannya diatas formasi Jonggrangan. Formasi Jonggrangan dan formasi
Sentolo sama – sama banyak mengandung fosil foraminifera yang beumur
burdigalian – miosen. Formasi – formasi tersebut memilik ipersebaran yang luas
dan pada umumnya membentuk daerah perbukitan dengan puncak yang relative
bulat. Diakhir kala pleistosen daerah ini mengalami pengangkatan dan pada
kuarter terbentuk endapan fluviatil dan vulkanik dimana pembentukan tersebut
berlangsung terus – menerus hingga sekarang yang letaknya tidak selaras diatas
formasi yang terbentuk sebelumnya.
Berdasarkan system umur yang ditentukan oleh penyusun batuan
stratigrafi regional menurut Wartono Rahardjo dkk(1977), Wirahadikusumah
(1989), dan Mac Donald dan partners (1984), daerah penelitian dapat dibagi
menjadi 4 formasi, yaitu :

a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir, sisipan
lignit, napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping
dan tuff, kaya akan fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m.
berdasarkan penelitian tentang umur batuannya didapat umur formasi nanggulan
sekitar eosen tengah sampai oligosen atas. Formasi ini tersingkap di daerah Kali

5
Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo. Formasin Nanggulan dibagi
menjadi 3, yaitu

1. Axinea Beds
Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari abut
pasir, dan batu lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies litoral,
axiena bed ini memiliki banyak fosil pelecypoda.

2. Yogyakarta beds
Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras denagn
ketebalan sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi nodule,
napal, batu lempung, dan batu pasir. Yogyakarta beds mengandung banyak fosil
poraminifera besar dan gastropoda.

3. Discocyclina beds
Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds
denagn ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari batu napal yang terinteklasi dengan
batu gamping dan tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan batuan
arkose. Fosil yang terdapat pada discocyclina beds adalah discocyclina.

b. Formasi Andesit Tua


Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff,
tuff, breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang
tersingkap di daerah kulon progo. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras
dengan formasi nanggulan dengan ketebalan 660 m. Diperkirakan formasi ini
formasi ini berumur oligosen – miosen.

c. Formasi Jonggrangan
Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa, napal, breksi,
batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya
terdiri dari batu gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu
gamping berlapis. Ketebalan formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak

6
selaras dengan formasi andesit tua. Formasi jonggrangan ini diperkirakan berumur
miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah poraminifera, pelecypoda dan
gastropoda.

d. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir
napalan dan batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan.
Ketebalan formasi ini sekitar 950 m. Letak formasi initak selaras dengan formasi
jonggrangan. Formasi Sentolo ini berumur sekitar miosen bawah sampai
pleistosen.
Sedang menurut Van Bemellen Pegunungan Kulon Progo dikelompokkan
menjadi beberapa formasi berdasarkan batuan penyusunnya. Formasi tersebut
dimulai dari yang paling tua yaitu sebagai berikut :

a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir, sisipan
lignit, napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping
dan tuff, kaya akan fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m.
berdasarkan penelitian tentang umur batuannya didapat umur formasi nanggulan
sekitar eosen tengah sampai oligosen atas. Formasi ini tersingkap di daerah Kali
Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo. Formasin Nanggulan dibagi
menjadi 3, yaitu

a. Axinea Beds
Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari abut
pasir, dan batu lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies litoral,
axiena bed ini memiliki banyak fosil pelecypoda.
b. Yogyakarta beds
Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras denagn
ketebalan sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi nodule,
napal, batu lempung, dan batu pasir. Yogyakarta beds mengandung banyak fosil
poraminifera besar dan gastropoda.

7
c. Discocyclina beds
Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds
denagn ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari batu napal yang terinteklasi dengan
batu gamping dan tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan batuan
arkose. Fosil yang terdapat pada discocyclina beds adalah discocyclina.

b. Formasi Andesit Tua


Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff,
tuff, breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang
tersingkap di daerah kulon progo. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras
dengan formasi nanggulan dengan ketebalan 660 m. Diperkirakan formasi ini
formasi ini berumur oligosen – miosen.

c. Formasi Jonggrangan
Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa, napal, breksi,
batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya
terdiri dari batu gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu
gamping berlapis. Ketebalan formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak
selaras dengan formasi andesit tua. Formasi jonggrangan ini diperkirakan berumur
miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah poraminifera, pelecypoda dan
gastropoda.

d. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir
napalan dan batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan.
Ketebalan formasi ini sekitar 950 m. Letak formasi initak selaras dengan formasi
jonggrangan. Formasi Sentolo ini berumur sekitar miosen bawah sampai
pleistosen

e. Forasi Alluvial dan gumuk pasir

8
Formasi ini iendapan secara tidak selaras terhadap lapisan batuan yang
umurnya lebih tua. Litologi formasi ini adalah batu apsr vulkanik merapi yang
juga disebut formasi Yogyakarta. Endapan gumuk pasir terdiri dari pasir – pasir
baik yang halus maupun yang kasar, sedangkan endapan alluvialnya terdiri dari
batuan sediment yang berukuran pasir, kerikir, lanau dan lempung secara
berselang – seling.
Dari seluruh daerah Kulon Progo, pegunungan Kulon Progo sendiri
termasuk dalam formasi Andesit tua. Formasi ini mempunyai litologi yang
penyusunnya berupa breksi andesit, aglomerat, lapili, tuff, dan sisipan aliran lava
andesit. Dari penelitian yang dilakukan Purmaningsih (1974) didapat beberapa
fosil plankton seperti Globogerina Caperoensis bolii, Globigeria Yeguaensis”
weinzeierl dan applin dan Globigerina Bulloides blow. Fosil tersebut menunjukka
batuan berumur Oligosen atas. Karena berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
pada bagian terbawah gunung berumur eosin bawah, maka oleh Van bemellen
andesit tua diperkirakan berumur oligosen atas sampai miosen bawah dengan
ketebalan 660 m.

4. Struktur Geologi Regional


Struktur ini dapat dikenali dengan adanya kenampakan pegunungan yang
dikelilingi oleh dataran alluvial. Secara umum struktur geologi yang bekerja
adalah sebagai berikut :
1. Struktur Dome
Menurut Van Bemellen (1948), pegunungan Kulon Progo secara keseluruhan
merupakan kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km mengarah NE – SW
dan 20 km mengarah SE – NW. Puncak kubah lonjong ini berupa satu dataran
yang luas disebut jonggrangan plateu. Kubah ini memanjang dari utara ke selatan
dan terpotong dibagian utaranya oleh sesar yang berarah tenggara – barat laut dan
tertimbun oleh dataran magelang, sehingga sering disebut oblong dome.
Pemotongan ini menandai karakter tektonik dari zona selatan jawa menuju zona
tengah jawa. Bentuk kubah tersebut adalah akibat selama pleistosen, di daerah
mempunyai puncak yang relative datar dan sayap – sayap yang miring dan terjal.
Dalam kompleks pegunungan Kulon Progo khususnya pada lower burdigalian

9
terjadai penurunan cekungan sampai di bawah permukaan laut yang menyebabkan
terbentuknya sinklin pada kaki selatan pegunungan Menoreh dan sesar dengan
arah timur – barat yang memisahkan gunung Menoreh denagn vulkan gunung
Gadjah. Pada akhir miosen daerah Kulon Progo merupakan dataran rendah dan
pada puncak Menoreh membentang pegunungan sisa dengan ketinggian sekitar
400 m. secara keseluruhan kompleks pegunungan Kulon Progo terkubahkan
selama pleistosen yang menyebabkan terbentuknya sesar radial yang memotong
breksi gunung ijo dan Formasi Sentolo, serta sesar yang memotong batu gamping
Jonggrangan. Pada bagian tenggara kubah terbentuk graben rendah.

2. Unconformity
Di daerah Kulon Progo terdapat kenampakan ketidakselarasan (disconformity)
antar formasi penyusun Kulon Progo. Kenampakan telah dijelaskan dalam
stratigrafi regional berupa formasi andesit tua yang diendapkan tidak selaras di
atas formasi Nanggulan, formasi Jonggrangan diendapkan secara tidak selaras
diatas formasi Andesit Tua, dan formasi Sentolo yang diendapkan secara tidak
selaras diatas formasi Jonggrangan.

5. Tektonik Daerah Kulonprogo


Daerah Kulon Progo mengalami tiga kali fase tektonik (Rahardjo et al, 1995).
Fase tektonik pertama terjadi pada Oligosen Awal dengan disertai aktifitas
vulkanisme. Fase kedua terjadi pada Miosen Awal terjadi penurunan daerah
Kulon Progo. Kemudian, fase ketiga terjadi pada Pliosen sampai Pleistosen terjadi
fase tektonik berupa pengangkatan dan aktivitas vulkanisme.

1. Fase Tektonik Oligosen Awal – Oligosen Akhir.


Fase tektonik Oligosen Awal terjadi proses pengangkatan daerah Kulon
Progo yang dicirikan oleh ketidakselarasan Formasi Nanggulan yang
diendapkan di darat. Fase tektonik ini juga mengaktifkan vulkanisme di daerah
tersebut ,yang tersusun oleh beberapa sumber erupsi. Perkembangan
vulkanisme di Kulon Progo tidak terjadi bersamaan, namun di mulai oleh
Gunung Gajah (bagian tengah Pegunungan Kulon Progo), kemudian berpindah

10
ke selatan pada Gunung Idjo, dan terakhir berpindah ke utara pada Gunung
Menoreh.

2. Fase Tektonik Miosen Awal.


Pada pertengahan Miosen Awal terjadi fase tektonik kedua berupa
penurunan daerah Kulon Progo. Penurunan ini dicirikan oleh berubahnya
lingkungan pengendapan , yaitu dari Formasi Kebobutak yang diendapkan di
darat menjadi Formasi Jonggrangan yang diendapkan di laut dangkal. Pada
fase ini, hampir semua batuan gunungapi Formasi Kebobutak tertutup oleh
batugamping Formasi Jonggrangan, menandakan adanya genangan laut
regional.

3. Fase Tektonik Pliosen – Pleistosen.


Pada akhir Pliosen terjadi fase tetonik ketiga di daerah Kulon Progo, berupa
pengangkatan. Proses ditandai oleh berakhirnya pengendapan Formasi Sentolo
di laut dan diganti oleh sedimentasi darat berupa aluvial dan endapan gunung
api kuarter. Fase tektonik inilah yang mengangkat daerah Kulon Progo
menjadi pegunungan kubah memanjang yang disertai dengan gaya regangan
di utara yang menyebabkan terpancungnya sebagian Gunung Menoreh. Bisa
dikatakan bahwa fase tektonik inilah yang membentuk morfologi Pegunungan
Kulon Progo saat ini.

11

Anda mungkin juga menyukai