Anda di halaman 1dari 16

Tataan Tektonik berhubungan dengan Vulkanisme

Aktivitas gerakan lempeng tektonik menyebabkan terjadi nya


peristiwa magmatisme, yaitu pelelehan dan peleburan batuan penyususn kerak
bumi. magma yang keluar keatas permukaan bumi disebut gejala vulkanisme atau
gunung api
Lmpeng-lempeng saling mendekati dan menyebabkan tumbukan dimana
salah satu dari lempeng akan menunjam (menyusup) ke bawah yang lain masuk ke
selubung. Daerah penunjaman membentuk suatu palung yang dalam, yang biasanya
merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Dibelakang jalur penunjaman akan
terbentuk rangkaian kegiatan magmatik dan gunungapi serta berbagai cekungan
pengendapan. Salah satu contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan antara lempeng
Indo-Australia dan Lempeng Eurasia menghasilkan jalur penunjaman di selatan
Pulau Jawa dan jalur gunungapi Sumatera, Jawa dan Nusatenggara dan berbagai
cekungan seperti Cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan
dan Cekungan Jawa Utara.

Istilah vulkanisme berasal dari kata latin vulkanismus nama dari sebuah
pulau yang legendaris di Yunani. Tidak ada yang lebih menakjubkan diatas muka
bumi ini dibandingkan dengan gejala vulkanisme dan produknya, yang
pemunculannya kerapkali menimbulkan kesan-kesan religiuos. Letusannya yang
dahsyat dengan semburan bara dan debu yang menjulang tinggi, atau keluar dan
mengalirnya bahan pijar dari lubang dipermukaan, kemudian bentuk kerucutnya
yang sangat mempesona, tidak mengherankan apabila dimasa lampau dan mungkin
juga sekarang masih ada sekelompok masyarakat yang memuja atau
mengkeramatkannya seperti halnya di pegunungan Tengger (Gn.berapi Bromo) di
Jawa Timur

1
vulkanisme dapat didefinisikan sebagai tempat atau lubang diatas muka
Bumi dimana daripadanya dikeluarkan bahan atau bebatuan yang pijar atau gas
yang berasal dari bagian dalam bumi ke permukaan, yang kemudian produknya
akan disusun dan membentuk sebuah kerucut atau gunung.

Gambar Pergerakan lempeng saling menyusup


Lempeng samudera menyusup ke bawah lempeng benua
Adapun sejumlah bahan-bahan yang dikeluarkan melalui lubang, yang
kemudian dikenal sebagai pipa kepundan, terdiri dari pecahan-pecahan batuan yang
tua yang telah ada sebelumnya yang membentuk tubuh gunung-berapi, maupun
bebatuan yang baru samasekali yang bersumber dari magma di bagian yang dalam
dari litosfir yang selanjutnya disemburkan oleh gas yang terbebas. Magma tersebut
akan dapat keluar mencapai permukaan bumi apabila geraknya cukup cepat melalui
rekahan atau patahan dalam litosfir sehingga tidak ada waktu baginya untuk

2
mendingin dan membeku. Terdapat dua sifat dari magma yang dapat memberikan
potensi untuk bertindak demikian, dan itu adalah pertama kadar gas yang ada
didalam magma dan yang kedua adalah kekentalannya. Sebab sebab terjadinya
vulkanisme adalah diawali dengan proses pembentukan magma dalam litosfir
akibat peleburan dari batuan yang sudah ada, kemudian magma naik kepermukaan
melalui rekahan, patahan dan bukaan lainnya dalam litosfir menuju dan mencapai
permukaan bumi

Gambar erupsi gunung Api


Wilayah-wilayah sepanjang batas lempeng dimana dua lempeng litosfir
saling berinteraksi akan merupakan tempat yang berpotensi untuk terjadinya gejala
vulkanisma. Gejala vulkanisma juga dapat terjadi ditempat-tempat dimana
astenosfir melalui pola rekahan dalam litosfir naik dengan cepat dan mencapai
permukaan. Tempat-tempat seperti itu dapat diamati pada batas lempeng litosfir
yang saling memisah-diri seperti pada punggung tengah samudra, atau pada litosfir
yang membentuk lantai samudra. Tidak semua gunung-berapi yang sekarang ada
dimuka Bumi ini, memperlihatkan kegiatannya dengan cara mengeluarkan bahan-
bahan dari dalam Bumi. Untuk itu gunungapi dikelompokan menjadi gunung berapi

3
aktip, hampir berhenti dan gunung-berapi yang telah mati.

Gambar Gunung Api Sekarang dan Gunung Api Purba

Gunung-berapi yang digolongkan kedalam yang hampir mati, adalah


gunung-gunung-berapi yang tidak memperlihatkan kegiatannya saat ini, tetapi
diduga bahwa gunungapi itu kemungkinan besar masih akan aktip dimasa
mendatang. Biasanya gunung-berapi ini memperlihatkan indikasi-indikasi kearah
bangunnya kembali, seperti adanya sumber panas dekat permukaan yang
menyebabkan timbulnya sumber dan uap air panas, dll. Gunung-berapi yang telah
mati atau punah adalah gunung-berapi yang telah lama sekali tidak menunjukkan
kegiatan dan juga tidak memperlihatkan tanda-tanda kearah itu.

Erupsi Gunungapi.

Gunung berapi disamping merupakan gejala geologi yang berupa keluarnya


bahan-bahan yang bersumber dari magma, baik itu yang berwujud sebagai gas,
lelehan maupun benda padat berupa fragmen-fragmen batuan ke permukaan Bumi,
dinamakan erupsi atau erupsi gunung-berapi. Erupsi dapat dikelompokan
berdasarkan:

1.Jenis bahan yang dikeluarkan melalui lubang kepundan, atau lokasi dari tempat
keluarnya bahan-bahan dari magma. Berdasarkan jenis bahan yang dikeluarkan,
kita mengenal sebutan erupsi efusip apabila bahan yang dikeluarkan hampir
seluruhnya terdiri dari lelehan magma yang disebut lava. Sedangkan sebutan erupsi

4
piroklastik, apabila bahan yang dikeluarkan sebagian besar terdiri dari fragmen-
fragmen batuan, abu dan gas.
2.Erupsi juga dapat dikelompokan berdasarkan lokasi atau letak serta bentuk dari
tempat keluarnya bahan-bahan magma dari dalam Bumi. Keluarnya bahan-bahan
tersebut dapat melalui suatu lubang dipermukaan Bumi yang dihubungkan dengan
pipa kedalam magma, atau suatu rekahan yang mencapai tempat berhimpunnya
magma. Untuk ini dikenali adanya 2 (dua) tipe erupsi, yaitu: (1). Erupsi sentral,
apabila tempat keluarnya bahan-bahan itu berupa lubang yang yang dihubungkan
dengan pipa, atau kepundan, dan berada di bagian tengah dari tubuh gunung-berapi;
(2). Erupsi rekahan, apabila bahan-bahan berasal dari magma dikeluarkan melalui
rekahan dalam kerak bumi yang bentuknya memanjang. Rekahan seperti itu terjadi
sebagai akibat dari gejala regangan pada kerak yang sedang memisah diri. Bahan
yang dikeluarkan melalui erupsi seperti ini umumnya berupa lelehan pijar dari
magma atau lava. Meskipun pada umumnya bentuk erupsi sentral yang terdapat
pada gunung-berapi terutama didarat berbentuk lubang yang dihubungkan dengan
pipa, namun tidak tertutup kemungkinan juga dapat berupa rekahan. Umumnya
lokasi erupsi berlangsung pada bagian tengah puncak gunung-berapi, tetapi kadang-
kadang juga terjadi pada bagian lereng. Dan apabila ini yang terjadi, maka gejala
tersebut dinamakan “flank” atau “lateral eruption”.

Adapula erupsi gunung-berapi terjadi pada pada bagian kaki gunung-berapi, maka
erupsi seperti itu dinamakan erupsi eksentrik atau erupsi parasitik. Erupsi yang
berlangsung pada bagian puncak dinamakan juga erupsi terminal, sedangkan yang
terjadi pada bagian lereng disebut sub-terminal. Keduanya selalu dianggap sebagai
erupsi puncak, dimana yang sub-terminal merupakan pemisahan saja dari erupsi
terminal. Erupsi puncak tidak akan menyebabkan penurunan terhadap kedudukan
dari dapur magma, sedangkan erupsi eksentrik justru akan menyebabkan
peningkatan kegiatan gas dibagian puncaknya.

Gerak dari Bahan Bahan Piroklastika


Bahan piroklastika yang dikeluarkan saat terjadinya erupsi gunung-berapi,
selanjutnya dapat dialirkan dari pusatnya kewilayah sekitar gunung-berapi dengan
media gas yang keluar bersama piroklastik, atau melalui media air meteorik.

5
Dengan bantuan media gas : Awan panas atau “glowing avalance” atau “nu’ee
ardente”. Sifat-sifat fisik dan karakteristik dari awan panas ini dipelajari dari erupsi
gunungapi Mt.Pele’e di Kepulauan Martinique yang terjadi pada bulan Mei 1902,
yang telah menghancurkan kota pantai St.Pierre dan menewaskan hampir 30.000
penduduknya. Karena bentuk awannya yang saat itu sangat menonjol, maka
fenomena tersebut diberi nama “awan pijar”, yang sebenarnya adalah teridiri dari
fragmen
-fragmen pijar yang mengalir dengan kecepatan tinggi melalui lembah sebagaimana
halnya aliran lava atau air. Awan yang terlihat sebenarnya adalah hanya debu yang
naik keudara dari aliran tersebut. Karena itu istilah awan akhir-akhir ini cenderung
untuk dirubah menjadi “glowing avalance”.
Kecepatan laju awan panas yang menghampiri kota St.Pierre, diperkirakan
mencapai 150 Km per jam. Di Indonesia gunung-berapi yang juga dilaporkan
menyemburkan awan panas adalah G. Merapi di Jawa-Tengah. Disini awan
panaskarena warnanya yang putih dan turun mengikuti lereng, dinamakan “wedus
gembel”. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan setelah kejadian
tersebut, yang juga melibatkan gunung-gunungapi lainnya yang memperlihatkan
erupsi seperti itu. Letusan dari Gunung-berapi Soufriere yang terletak berdekatan
dengan Pulau St.Vincent, juga memperlihatkan fenomena yang sama seperti di
Mt.Pele’e. Kemudian Neumann van Padang (1933) juga melaporkan kejadian yang
sama pada letusan Gunung Merapi di P.Jawa tahun 1930. Berdasarkan penelitian
terhadap bahan yang diendapkan oleh awan panas, ternyata sebagian besar
fragmen-fragmennya ternyata terdiri dari batuan yang baru membeku dari magma.
Hanya sedikit sekali, kurang dari 5% yang diperkirakan berasal dari batuan yang
telah ada dari dinding atau pipa kepundannya. Dari pengamatan tersebut kemudian
disimpulkan bahwa pada saat terjadi erupsi, sejumlah gas yang berada dalam
magma membebaskan diri dan mengembang menyelimuti setiap bagian dari
fragmen padat dan sebagain lagi mungkin magma yang masih cair dan pijar,
sehingga dapat bergerak dengan kecepatan tinggi dan dengan suhu yang tinggi pula.
Agak berbeda dengan yang digambarkan oleh NEUMANN van PADANG
mengenai hasil letusan awan panas di Gunung-berapi Merapi di Jawa-Tengah pada
tahun 1930. Menurutnya, sebahagian besar fragmen yang ada didalam awan panas

6
adalah berasal dari batuan tua, dan hanya sedikit sekali merupakan yang merupakan
lava yang baru. Demikian pula yang terjadi pada letusan gunung-berapi Stromboli
pada tahun 1930, dimana seluruh massa awanpanas adalah bebatuan pijar berasal
dari dinding kepundan. Didasarkan kepada cara-cara mekanisma keluarnya awan
panas dari kepundan, dapat dibedakan adanya tiga tipe, yaitu : (a) Tipe Pele’e, (b)
Tipe Soufriere, dan (c) Tipe Merapi

a. Tipe Pele’e: LACROAIX (orang yang memberi nama “nue ardente”), melihat
adanya bukti bahwa semburan awal dari bahan dari awan panas itu arahnya

7
horisontal yang juga memberikan tekanan terhadap awan panas yang terjadi.
Selanjutnya dari laporan tertulis yang dibuat oleh F.A.PERRET (1930) pada letusan
Gunung-berapi Pe’lee yang terjadi pada tahun 1930 meskipun awan panasnya lebih
kecil dari letusan tahun 1902, dia menemukan bukti-bukti baru yang dapat
mengungkapkan bagaimana mekanisma gerak awan panas yang dihasilkan gunung-
berapi tersebut. Dia yakin bahwa pembentukannya diawali oleh suatu letusan yang
menyemburkan bahannya melalui suatu sudut yang kecil. Menurut pengamatannya,
“nue ardente” yang terjadi adalah letusan dari lava itu sendiri yang terarah. Sumber
lava yang terkumpul dibawah kubah secara-diam-diam akan menghimpun energi.
Apabila kemudian meletus, maka ia akan menyembur melalui bagian yang lemah
dibawah kubah dan mengarah horisontal menyapu lembah, bukit, menuruni lereng
dan menyebar seperti kipas.
b. Tipe Soufriere : Letusan yang terjadi pada gunung-berapi Soufriere yang
melanda St.Vincent sifatnya agak berbeda dengan yang terlihat di gunung berapi
Pe’lee. Seperti halnya di St.Pierre, awan panas juga keluar dari lubang kepundan
dan menuju ke lembah-lembah disekitarnya. Sebelum terjdi letusan, pada bagian
puncak gunug-berapi ini terdapat kepundan dimana dasarnya ditutupi oleh danau
yang dalamnya lebih dari 150 meter. Lereng gunug-berapi ini agak landai dengan
rata-rata sudut 15
Sifat letusannya agak berbeda dengan yang teramati di gunung-
berapi Pe’lee.
Suhunya lebih rendah dan letusannya juga agak lemah Kemudian awan
yang disemburkan menuju kesegala arah (tidak pada arah tertentu seperti di
St.Pierre), dan bahkan keatas kaldera. Bahan yang dibawanya sebhagian besar
berukuran pasir dengan sedikit sekali yang berukuran lebih besar apabila
dibandingkan dengan gunung berapi Pe’lee. Disimpulkan bahwa baha-bahan panas
disemburkan vertikal keatas dan awan panas yang jatuh kemudian menuruni lereng
gunung-berapi.

c. Tipe Merapi
Para pakar gunung-berapi di Pulau Jawa, berdasarkan pengamatan-2 yang
dilakukan terhadap pola letusan gunung Merapi, ternyata telah menunjukan adanya
jenis mekanisma pembentukan awan panas lainnya selain dari yang dua diatas.

8
Kubah pada kepundannya terus tumbuh dan lerengnya menjadi tidak mantap dan
mulai runtuh serta menghasilkan guguran-guguran fragmen pijar melalui lereng
gunung-berapi tersebut. Gunung-gunung-berapi yang mempunyai ciri-ciri yang
sama seperti di Merapi, antara lain yang terjadi pada gunung-berapi Fuego di
Guetamala, dan gunung-berapi Izalco di El Savador. Awan panas pada dasarnya
sedikit sekali atau hampir tidak mengendapkan bahannya di bagian lereng gunung-
api tersebut. Namun mereka mempunyai daya pengikisan yang kuat dan mampu
menoreh lembah-lembah. Pada dinding lembah akan dapat dijumpai goresan-
goresan sebagai akibat dari torehannya. Awan panas umumnya akan
mengendapkan bahan-bahannya di bagian yang landai dibawah setelah kehilangan
energinya. Endapannya terdiri dari pencampuran yang sangat lekat berupa bahan
berukuran halus (debu) dan bongkah-bongkah menyudut dengan garis tengah
beberapa meter serta kadang juga terdapat batu-apung didalamnya.

Tipe-tipe Erupsi Gunungapi

1. Erupsi efusip:

9
Erupsi efusip berjalan tenang, tidak disertai letusan-letusan yang dahsyat
dan melibatkan lava yang bersifat basaltis. Umumnya tidak menghasilkan
piroklastik dalam jumlah besar.

2. Erupsi sentral:
Melalui satu lubang utama yang terletak ditengah, lava basaltis akan
mengalir kesegala arah dalam jumlah yang hampir sama. Erupsi-erupsi yang terjadi
berulang kali kemudian akan membangun sebuah gunungapi yang berbentuk
perisai. Gunung-berapi yang terjadi dengan cara seperti ini disebut gunung-berapi
perisai. Gunung-berapi ini mempuyai lereng yang sangat landai karena lava basaltis
yang encer yang mampu mengalir dalam jarak yang jauh dari sumbernya, sehingga
tidak mampu membangun kerucut yang tinggi. Contoh klasik gunungapi tipe ini
dan yang paling banyak dipelajari adalah gunung-berapi yang membentuk Pulau
Hawaii yang terletak di Samudra Pasifik. Pulau Hawaii sendiri terdiri dari 5 buah
gunung-berapi perisai, dimana yang terbesar adalah Mauna Kea dan Mauna Loa
dengan etinggian puncaknya masing-masing 4205 dan 4170 meter. Dasarnya
terletak pada dasar samudra yang dalamnya 5000 meter, sehingga dengan demikian
apabila diukur dari kakinya, maka ketinggiannya mencapai 9000 meter. Dan ini
adalah lebih tinggi dari gunung tertinggi di darat yaitu Mt.Everest di Pegunungan
Himalaya. Mauna Loa dengan ketinggian seperti itu merupakan tumpukan lava dari
berulang kali erupsi sejak 750.000 tahun yang lalu.

3. Erupsi rekahan:
Tipe erupsi ini banyak dijumpai di wilayah lantai samudra. Rekahan terjadi sebagai
akibat dari proses pemisahan pada litosfir, atau interaksi divergen lempeng litosfir,
dengan ukuran panjang hingga beberapa puluh kilometer. Contoh klasik erupsi
rekahan seperti ini dijumpai di Iceland yang terletak tepat diatas punggung-tengah-
Samudra Atlantik. Lava yang keluar dari rekahan seperti ini bersifat sangat encer,
akan menyebar ke-kedua arah dari rekahan dengan laju kecepatan hampir 20
kiliometer/jam. Urut-urutan keluarnya lava akan membentuk suatu dataranyang
kadang tinggi dan disebut dataran basalt (plateau basalt) , atau “flood basalt”.

10
Sepanjang sejarah geologi barangkali erupsi rekahan yang berlangsung
secara berulang-ulang dan menghasilkan aliran basalt dalam jumlah yang sangat
banyak mungkin hanya terjadi ditempat-tempat tertentu di muka Bumi. Sebagai
contoh adalah “Dataran Deccan” yang terdapat di bagian Baratlaut Jazirah India.
Kemudian di wilayah dataran Columbia di Negara Bagian Washington dan Oregon
hingga ke Idaho. Dalam ukuran yang agak kecil dataran basalt juga dijumpai di
selatan Vietnam, diutara Columbia Inggris dan Patagonia. Demikian pula dalam
ukuran yang lebih kecil dan berumur lebih muda adalah di Afrika Selatan, Siberia
Tengah, Abyssinia, beberapa tempat di amerika Utara dan Selatan. Di Amerika
Keweenawan Basalt, mengandung endapan tembaga dalam jumlah besar. Erupsi
rekahan yang pernah tercatat dalam sejarah sekarang adalah yang terjadi di wilayah
Iceland, yang terletak tepat diatas punggung-tengah Samudra Atlantik. Erupsi
terjadi pada tanggal 8 Juni 1783 melalui rekahan sepanjang 32 kilometer.
4. Erupsi dibawah permukaan laut
Erupsi efusip yang terjadi 300-1000 meter dibawah permukaan laut atau
disebut juga “submarine” , umumnya berlangsung tenang. Lava yang dikeluarkan
akan membeku dan membentuk lava bantal. Tipe erupsi ini sedikit sekali mendapat
perhatian karena terjadinya jauh dibawah pengamatan. Lava yang membeku
membentuk akan membentuk lava “bantal” (pillow lava). Bentuknya melonjong
dengan ukuran kurang dari 1.5 meter dan penampang 30 Cm, dengan dasar yang
mendatar dan bagian atasnya membulat.

5. Erupsi piroklastik atau erupsi eksplosip


Erupsi piroklastik terjadi pada magma yang kental, mengandung banyak gas
dan mempunyai sifat letusan berkisar antara sedang dan sangat dahsyat. Erupsi
explosip umumnya banyak menghasilkan piroklastika dan sedikit lava. Karena sifat
magmanya yang kental maka lava yang mengalir tidak akan dapat menempuh jarak
yang jauh dari sumbernya, lubang kepundan.

B. Teori tentang Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Mineralogi


Analisa kimia batuan beku itu pada umumnya memakan waktu, maka
sebagian besar klasifikasi batuan beku berdasarkan atas susunan mineral dari

11
batuan itu. Mineral-mineral yang biasanya dipergunakan ialah mineral kuarsa,
plagioklas, potassium feldspar dan foid untuk mineral felsik. Sedangkan untuk
mafik mineral biasanya mineral amphibol, piroksen, dan olivine (Graha 1987).

Klasifikasi yang didasarakan atas mineralogi dan tekstur akan lebih dapat
mencerminkan sejarah pembentukan batuan daripada atas dasar komposisi kimia.
Tekstur batuan beku adalah mengambarkan keadaan yang mempengaruhi
pembentukan batuan itu sendiri. Seperti tekstur granular memberi arti akan keadaan
yang serba sama, sedangkan tekstur porfiritik memberikan artibahwa terjadi dua
generasi pembentukan mineral. Dan tekstur afanitik mengambarkan pembekuan
yang cepat (Graha, 1987).

Klasifikasi batuan beku yang dibuat oleh Russell B Travis (1955), dalam klasifikasi
ini tekstur batuan beku yang didasrkan pada ukuran butir mineralnya dapat dibagi
menjadi:

a. Batuan Dalam

Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral menyusun batuan tersebut dapat


dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan alat pembesar.

b. Batuan Gang bermasa dasar faneritik

Bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik.

c. Batuan Gang bermasa dasar afanitik

Bertekstur porfiritik dengan masa dasar afanitik.

d.Batuan Lelehan

Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat dibedakan atau dilihat
dengan mata biasa.

C. Teori tentang Pengelompokan batuan beku secara kimia

Dalam siklus Batuan (Rock cycle), selain terbentuk langsung dari


pembekuan magma, batuan beku dapat juga terbentuk dari batuan lain seperti
batuan metamorf yang megalami peleburan dan pembekuan, lalu dapat juga

12
terbentuk dari batuan sedimen yang telah mengalami “melting” lalu mendingin
menjadi batuan beku.

Jika magma adalah awal dari terbentuknya batuan beku, maka seharusnya
komposisi batuan tidaklah jauh berbeda dengan komposisi asalnya, yaitu
magma. Magma adalah cairan atau larutan silikat pejar yang terbentuk secara
alamiah, bersifat mudah bergerak (mobile), bersama antara 90°-110°C dan berasal
atau terbentuk pada kerak bumi bagian bawah hingga selubung bagian atas (F.F
Grounts,1947; Turner&Verhoogen,1960; H.Williams,1962). Secara fisika, magma
merupakan sistem berkomponen ganda (multi compoent system) dengan fase cair
dan sejumlah kristal yang mengapung di dalamnya sebagai komponen utama, dan
pada keadaan tertentu juga berfase gas.

Dally (1933) berpendapat bahwa magma asli bersifat basa dan encer atau memiliki
viskositas rendah, dengan kandunganunsur kimia berat, kadar H+, OH-, dan gas
tinggi, sedangkan magma yang bersifat asam memiliki sfat-sifat yang berlawanan
dengan magma basa.

Bunsen (1951), berpendapat bahwa ada 2 jenis magma, yaitu magma Basaltis (basa)
dan magma Granitis (asam). Dan batuan beku merupakan hasil pembekuan dari
salah satu jenis atau pencampuran kedua jenis magma ini yang kemudian
mempunyai komponen lain.

Komponen-komponen kima yang terdapat dalam magma tentunya sangat berkaitan


denngan komposisi akhir batuan beku yang terbentuk. Secara lebih jauh,
sebenarnya magma dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan
kandungan-kandungan unsur kimia tertentu, namun pada akhirnya pada proses
pembekuan magma menjadi batuan beku mengalami proses-proses yang tiidak jauh
berbeda. Proses-proses yang terjadi pada saat pembekuam magma secara kimiawi
adalah terjadinya proses pengelompokan unsur-unsur kimia sejenis, yang nantinya
akan membentuk kristal atau mineral-mineral tertentu sesuai dengan sifatnya, asam
atau basa. Proses ini dapat dijelaskan secara diagramatik dalamBowen’s Reaction
Series.

Pada seri reaksi Bowen ini sacara garis besar menjelaskan bahwa pada saat
proses pendinginan magma, sebenarnya magma tidak langsung semuanya

13
membeku, namun terjadi proses pembentukan mineral-mineral seiring dengan
turunnya suhu magma secara perlahan, dan pada tiap penurunan suhu tertentu
menghasilkan jenis mineral yang berbeda. Mineral-mineral yang terbentuk
pertama, seperti Olivine, Anortit, dan lain-lain, merupaka mineral-mineral yang
bersifat basa, memiliki kristal besar karena proses pembekuan yang lambat, serta
secara lebih jauh batuan beku yang mengandung mineral-mineral bersifat basa ini
juga akan bersifat basa. Sedangkan mineral-mineral yang terbentuk di akhir reaksi
Bowen, seperi Muscovite dan Quartz merupakan mineral yang bersifat asam. Dan
dari seri reaksi Bowen, semakin asam mineral, maka kandungan unsur-unsur
silikanya semakin banyak. Jadi, salah satu komponen yang diperhitungkan dalam
pengklasifikasian batuan beku secara kimiawi dapat dilihat dari kandungan unsur
silika dalam batuan dan karena secara kimiawi unsur-unsur terdapat dalam mineral,
maka batuan beku juga diklasifikasikan berdasarkan mineralogi yang sebenarnya
merupakan representasi lebih kompleks dari pengklasifikasian berdasarkan
komposisi kimianya. Selanjutnya, kahadiran mineral-mineral tertentu dalam batuan
beku ini mempengaruhi pemberian nama serta memberikan gambaran proses
pembentukan, serta menggambarkan komposisi kima batuan.

Berdasarkan sifat kimianya, secara umum batuan beku di kelompokkan dalam4


jenis kelompok seperti berikut:
1. Batuan beku asam (acid), kandungan silika > 65%
Granit : faneritik atau faneroporfiritik, berwarna cerah
Ryolit : seperti granit namun bertekstur afanitik atau porfiroafanitik, merupakan
batuan lelehan granit.
2. Batuan beku intermediet, kandungan silika 52% - 66%.
Diorit : faneritik atau faneroporfiritik, berwarna abu abu hingga abu abu gelap.
Andesit : seperti Diorit namun bertekstur afanitik atau porfiroafanitik, merupakan
batuan lelehan Diorit
3. Batuan beku basa, kandungan silica 45% - 52%
Gabro : faneritik atau faneroporfiritik, berwarna abu abu gelap hingga hitam
Basalt : seperti Gabro namun bertekstur afanitik atau porfiroafanitik, merupakan
batuan lelehan Gabro
4. Batuan beku ultra basa (ultra basic), kandungan silika < 15%

14
Dunite : berkomposisi olivin hampir 100%
Peridotite : berkomposisi olivin dominan dengan pyroxene
Piroksenit : berkomposisi piroksen hampir 100%
Senyawa-senyawa oksida seperti SiO2, TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO,
CaO, Na2O, K2O,H2O, dan P2O5 yang terkandung dalam mineral dapat digunakan
sebagai acuan untuk mengklasifikasikan batuan beku berdasarkan kandungan
kimianya. Analisis kimia batuan dapat digunakan sebagai jalan untuk menentukan
bagaimana pembentukan magma, pendugaan temperatur dankedalaman magma
asal. Saat akan menganalisis komposisi kimia pada batuan beku, syarat utama
batuan beku tersebut dapat dianalisis adalah bahwa sampel batuan haruslah segar
dan tidak lapuk, karena proses-proses seperti pelapukan atau ubahan dapat
mengubah komposisi kimia batuan.
Kandungan senyawa kima batuan ekstrusi identik dengan batuan intrusinya,
asalkan dalam 1 kelompok. Perbedaan yang ada hanyalah tempat pembentukannya
saja yang mengakibatkan perbedaan tekstur batuan, seperti ukuran butir mineral
dan derajat kristalisasi.
Tabel Kesamaan Senyawa Kimia dari Batuan Intrusi dan Batuan Ekstrusi Yang
Masih Dalam Satu Kelompok
Batuan Intrusi Batuan Ekstrusi
Granit Riolit
Syenit Trachyte
Diorit Andesit
Tonalit Dasit
Monzonit Latite
Gabro Basalt

15
Referensi

1. http://www.academia.edu/6464227/Tektonik_Lempeng tanggal 5 Oktober 2017


jam 21.49
2.http://www.academia.edu/12216209/Hubungan_Gejala_Tektonik_deng_Gempa
_dan_Gunung_Api tanggal 5 Oktober 2017 jam 20.53

16

Anda mungkin juga menyukai