Anda di halaman 1dari 12

1.

PENDAHULUAN

2. Latar Belakang
Pasang surut air laut adalah fenomena alamiah yang terjadi karena
pergerakan naik turunnya posisi permukaan perairan laut secara berkala akibat
adanya gaya gravitasi bulan dan matahari. Fenomena pasang surut air laut,
mengakibatkan terjadinya erosi atau pengikisan pantai sehingga luasan pantai
menjadi berkurang. Pada suatu kondisi tertentu, kondisi pasang dengan
gelombang besar dapat menerjang permukiman penduduk dapat mengakibatkan
kerugian harta benda. Selain pasang surut, faktor lain penyebab terjadinya erosi
adalah penambangan pasir. Penambangan pasir dalam intensitas yang tinggi
secara berkala dapat mengurangi volume pasir pantai. Diperlukan adanya zona
pengamanan pantai agar ekosistem pantai tetap terjaga. Zona pengamanan
Pantai menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/ PRT/ M/ 2010
tentang Pedoman Pengamanan Pantai adalah satuan wilayah pengamanan
pantai yang dibatasi oleh tanjung dan tanjung, tempat berlangsungnya proses
erosi dan akresi yang terlepas dari pengaruh satuan wilayah pengamanan pantai
lainya.
Studi dan penelitian tentang erosi telah banyak dilakukan. Penelitian
yang telah dilakukan oleh Setandito & Triyanto (2007) melakukan analisis erosi
dan perubahan garis pantai pada pantai pasir buatan dan sekitarnya dengan
lokasi kajian adalah Takisung, Provinsi Kalimantan Barat. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa pantai Takisung mengalami perubahan garis pantai yang
tidak maksimal sehingga bentuk yang ada tidak sesuai disain pasir pantai buatan
yang direncanakan, erosi terjadi akibat tidak stabilnya suplai dan kehilangan
sedimen sepanjang Pantai Takisung. Sofyan (2014) melakukan penelitian
mengenai kajian kerusakan pantai akibat erosi marin di wilayah pesisir
Kelurahan Kastela, Kecamatan Pulau Ternate. Hasil penelitian menjelaskan
bahwa faktor penyebab terjadinya erosi di wilayah pesisir Kelurahan Kastela
adalah angin, gelombang, dan pasang surut serta faktor buatan berupa
penambangan pasir oleh masyarakat di sepanjang pantai. Dianawati (2016)
melakukan kajian tentang erosi pantai di kawasan pantai Muarareja Kota Tegal,
Provinsi Jawa Tengah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan indeks G0,
analisis citra Digital Shoreline Analysis System (DSAS) serta pengamatan di
lapangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata laju perubahan garis
pantai dengan metode EPR sebesar 1,019 m/ th. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan ancaman bencana terhadap erosi di wilayah kepesisiran
sangat tinggi.

1
2.Abrasi Pantai Air Laut

Pasang surut air laut adalah fenomena alamiah yang terjadi karena
pergerakan naik turunnya posisi permukaan perairan laut secara berkala akibat
adanya gaya gravitasi bulan dan matahari. Dampak negatif dari adanya pasang
surut air laut adalah terjadinya erosi atau pengikisan pantai, bahkan
mengakibatkan kerugian harta benda apabila menerjang permukiman
penduduk. Rentetan kejadian erosi pantai dari tahun 2011 sampai tahun 2013
telah tercatat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Selama kurun
waktu tersebut, Pantai Kuwaru dan Samas merupakan lokasi yang mempunyai
tingkat kerusakan erosi terparah di selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai
Kuwaru bahkan mengalami tiga kali kejadian erosi yaitu 7 Agustus 2011 jalan
akses menuju pantai tergerus sepanjang 20 meter, 31 Agustus 2012
mengakibatkan ratusan pohon cemara udang tumbang, dan pada 18 September
2013, sebanyak 53 bangunan hilang. Di waktu yang sama, Pantai Samas juga
mengalami kejadian serupa dengan jumlah bangunan yang hilang mencapai 12
unit. Kondisi ini semakin memburuk dari tahun ke tahun. Tujuan dari penelitian
ini adalah (1) mendeskripsikan proses erosi di Pantai Kuwaru dan Samas, serta
(2) mendeskripsikan bentuk mitigasi di Pantai Kuwaru dan Samas. Metode
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi atau menggabungkan metode
telaah data sekunder, observasi, dan wawancara. Telaah data sekunder
merupakan pengumpulan data-data kejadian bencana dengan analisis
permulaan. Observasi dilakukan untuk menggali informasi mengenai tapak-
tapak erosi yang pernah terjadi erosi pantai di Kuwaru dan Samas. Wawancara
dilakukan sebagai upaya penguatan terhadap data sekunder dan observasi
lapangan. Analisis data yang diterapkan dalam penelitian ini bersifat induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab terjadinya erosi adalah adanya
penguatan pesisir di Kabupaten Kulonprogo. Proses penguatan mengakibatkan
akumulasi tenaga erosi yang kemudian bergeser dari barat menuju ke wilayah
yang berada di sebelah timur, termasuk di Pantai Kuwaru dan Samas.
Pergerakan tenaga geomorfologi dari barat ke timur terjadi karena adanya sudut
antara arah gelombang dengan garis pantai yang dicerminkan dengan terjadinya
littoral drift. Beberapa bentuk mitigasi yang telah diupayakan adalah
penanaman mangrove di muara pantai Samas, penanaman cemara udang, dan
pembangunan bangunan pantai pemecah ombak. Supaya mendapatkan hasil
yang optimal, diperlukan perencanaan penanganan erosi secara menyeluruh
untuk seluruh wilayah, mengingat dampak yang timbul akan mempengaruhi
wilayah satu dengan lainnya.

2
3. JENIS JENIS EROSI

Macam-macam erosi berasal dari hal-hal yang menyebabkan erosi itu


terjadi.Adapu beberapa jenis dari erosi adalah berikut:
1. Erosi oleh air
Jenis erosi pertama yang akan dijabarkan dalam pembahasan kali ini adalah erosi
oleh air (ablasi). Erosi oleh air ini dapat disebabkan oleh aliran air sungai maupun
air hujan (baca : Jenis-jenis Hujan). Erosi oleh air sungai atau erosi sungai
merupakan sebuah proses berpindahnya suatu massa tanah atau batuan (baca: Jenis
Jenis Batuan) karena adanya air sungai yang mengalir secara terus menerus. Erosi
oleh air sungai ini bisa terjadi di dasar maupun di tepi sungai. Jika erosi oleh air
sungai terjadi di dasar, maka dasar sungai akan menjadi semakin dalam. Sedangkan
erosi oleh air sungai yang terjadi di tepi akan membuat sungai menjadi semakin
lebar ( baca : Akibat Erosi Sungai ). Proses terjadinya erosi oleh air sungai ini bisa
dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
 Pemindahan regolith, yakni proses erosi yang mana melibatkan
pemindahan tanah dan hasil pelapukan batuan.
 Penggerusan, adalah proses erosi yang melibatkan peran pasir dan gravel
dalam aliran air. Penggerusan oleh pasir dan gravel tersebut terjadi di kanal
sungai.
 Erosi ke arah hulu, merupakan proses yang disebabkan karena adanya
hubungan antara lereng regional dengan lembah.
Air yang dapat menyebabkan erosi selanjunya adalah air hujan. Hujan mempunyai
pengaruh besar pada proses terjadinya erosi tanah. Daerah dengan intensitas hujan
yang tinggi sangat rawan mengalamai erosi tanah. Sebaliknya, tanah yang berada
di wilayah dengan intensitas hujan yang rendah cukup aman dari bahaya erosi.
2. Erosi oleh angin
Jenis erosi yang kedua yakni erosi oleh angin. Erosi oleh angin ini disebut juga
dengan istilah deflasi. Deflasi hanya berlaku di daerah dengan tekstur tanah
berpasir, misalnya di pantai atau di gurun. Erosi oleh angin dapat terjadi jika
kekuatan angin cukup besar untuk memindahkan partikel- partikel tanah. Meski
seringkali tak disadari, angin laut dapat mengangkat partikel- partikel pasir secara
perlahan- lahan menuju ke tempat yang lain. Pada akhirnya pasir yang awalnya
berada di suatu tempat akan terkikis, berpindah dan kemudian mengendap di tempat
yang lain.
3. Erosi oleh es
Jenis erosi yang ketiga yakni erosi oleh es atau gletser. Erosi oleh es ini disebut juga
dengan istilah eksarasi. Gletser atau es yang baru saja mencair akan membentuk

3
cairan kental yang terus bergerak turun dari puncak pegunungan menuju ke lembah.
Pergerakan es yang mencair yang disebabkan gaya beratnya itu akan mengikis
bagian kanan dan kiri lembah. Batuan yang terkena aliran gletser akan tergores
kemudian terkikis dan terbawa oleh gletser. Peristiwa tersebut dinamakan plucking.
Sponsors Link

Hasil pengikisan batuan yang terbawa oleh gletser kemudian akan menggores
dinding lembah yang lebih dalam. Erosi oleh es atau glestser ini akan membentuk
bentang alam yang indah seperti lembah yang terpotong menjadi bentuk segitiga
(trucated spurs), lembah yang berbentuk lingkaran (cirques), pecahan batuan
(bergsrund), lereng tajam (aretes) dan danau di pegunungan es (rock basin lake).
4. Erosi oleh gelombang laut
Jenis erosi yang keempat adalah erosi oleh gelombang laut. Erosi ini lebih dikenal
dengan istilah abrasi. Abrasi merupakan jenis erosi yang disebabkan oleh
gelombang atau arus lau t yang sifatnya merusak. Terdapat beberapa faktor yang
dapat mempercepat terjadinya erosi oleh gelombang laut. Dua dari faktor tersebut
adalah besarnya daya gelombang dan intensitas waktu. Semakin besar daya
gelombang yang menghantam pesisir pantai maka semakin cepat terjadi abrasi.
Begitu juga dengan faktor intensitas waktu. Semakin sering gelombang laut
menghempas pasir pantai maka semakin cepat pula proses terjadinya abrasi.
Faktor lain yang dapat mempercepat abrasi yakni pemanasan global, tidak
seimbangnya ekosistem pantai dan ekosistem air laut, hembusan angin laut, serta
pasang surut air laut. Erosi oleh gelombang laut dapaat dicegah dengan beberapa
hal, diantaranya yakni dengan cara melestarikan hutan mangrove, menjaga habitat
terumbu karang, melakukan kegiatan pengisian pantai (beach fill) untuk
membentuk garis pantai, membangu pemecah gelombang & sea wall, serta
melarang kegiatan penambangan pasir yang berlebihan.
5. Korosi
Jenis erosi yang terakhir dalam pembahasan kali ini adalah korosi. Korosi hampir
mirip dengan deflasi. Keduanya sama- sama disebabkan oleh adanya angin.
Perbedaannya adalah terletak pada partikel yang dibawa angin. Deflasi terjadi
karena adanya kekuatan angin tanpa melibatkan partikel yang dibawanya.
Sedangkan korosi terjadi karena angin yang membawa serta butiran- butiran pasir.
Butiran- butiran pasir yang terbawa angin akan menyebabkan gesekan pada batuan
yang terkena hembusan angin. Akibat gesekan tersebut, batuan menjadi terkikis dan
pada akhirnya terjadi pelapukan.

4
3. PENYEBAB EROSI

Berbagai jenis erosi disebabkan oleh faktor alam sesuai dengan nama erosi tersebut.
Misalnya erosi oleh air, berarti bahwa erosi tersebut disebabkan oleh air. Selain air,
angin, es dan gelombang laut, terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan
terjadinya erosi. Diantara faktor- faktor tersebut adalah :
 Kondisi tanah – Beberapa hal yang termasuk dalam kondisi tanah yakni
tekstur dan struktur tanah, banyaknya bahan organik di dalam tanah dan
daya serap tanah terhadap air. Tanah dengan tekstur butiran halus adalah
jenis tanah yang paling rawan terkena erosi. Ini dikarenakan tanah pasir
tidak menetap dan mudah hancur ketika terkena aliran air. Tanah dengan
kandungan bahan organik yang rendah dan kedap air juga mudah
mengalami erosi.
 Topografi – Topografi pada suatu daerah berpengaruh pada jumlah tanah
yang akan terkikis oleh air. Tanah yang berada di daerah lereng yang curam
sangat peka terhadap erosi. Lereng yang panjang membuat air mengalir
dengan deras dalam jumlah yang banyak. Aliran air di lereng panjang
tersebut akan mengikis dan mengangkut tanah ke daerah yang rendah.
 Vegetasi – Yang disebut vegetasi adalah tanaman atau pepohonan yang
menutupi tanah. Pohon- pohon akan menghalangi air hujan sehingga tidak
langsung jatuh menimpa tanah. Selain itu pohon di hutan juga dapat
membantu tanah menyerap air hujan dan mengurangi aliran air di
permukaan tanah. Jika pepohonan terutama yang berada di daerah aliran
sungai ditebang maka daerah tersebut akan mudah terkena erosi tanah. (baca
juga : Dampak Akibat Hutan Gundul)
 Iklim – Perubahan iklim global atau yang sering disebut dengan pemanasan
global (baca : Penyebab Pemanasan Global) dapat menyebabkan
mencairnya es di kutub. Ketika es di kutub mencair secara signifikan maka
akan menyebabkan naiknya permukaan air laut sehingga akan menggerus
daratan yang rendah seperti pantai. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya
erosi di daerah pantai.
 Manusia – Manusia dapat mempercepat laju erosi. Kegiatan manusia yang
dapat menekan laju erosi diantaranya adalah kegiatan pertambangan dan
ekspliotasi hutan. Pertambangan yang melibatkan proses pengerukan tanah
akan mengubah kontur tanah sehingga tanah lebih cepat mengalami erosi.

5
4. DEFINISI ABRASI

Abrasi adalah proses dimana terjadi pengikisan pantai yang


disebabkan oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak.

5. FAKTOR-FAKTOR ALAM YANG MEMPENGARUHI


TERJADINYA ABRASI

1. Besarnya Daya Gelombang


Semakin besar daya gelombang yang menghantam pesisir pantai
maka semakin cepat terjadi abrasi.

2. Intensitas Waktu
Semakin sering gelombang laut menghempas pasir pantai maka
semakin cepat pula proses terjadinya abrasi.
Faktor lain yang dapat mempercepat abrasi yaitu pemanasan, Faktor
lain yang dapat mempercepat abrasi yaitu pemanasan global,penambangan
pasir yang berlebihan, pembukaan lahan pemukiman di daerah
pantai,hembusan angin laut, serta pasang surut air laut. global,
penambangan pasir yang berlebihan, pembukaan lahan pemukiman di
daerah pantai, hembusan angin laut, serta pasang surut air laut.
Pemanasan Global umumnya terjadi secara umum terjadi karena
pemakaian kendaraan bermotor yang berlebihan serta asap dari pabrik-
pabrik industri ataupun pembakaran hutan. Asap dari kendaraan bermotor
dan pabrik-pabrik serta hutan yang dibakar tersebut menghasilkan
karbondioksida yang menghalangi keluarnya panas matahari yang
dipantulkan bumi sehingga panas tersebut terperangkat dan ‘bersemayam’
di lapisan atmosfer bumi. Akibatnya, suhu di bumi meningkat, es di kutub
mencair dan permukaan air laut mengalami peningkatan sehingga akan
menggerus tempat yang rendah.
Penambangan pasir yang berlebihan dengan cara mengeruk
sebanyak mungkin pasir serta dalam intensitas yang juga tinggi dapat
mengurangi volume pasir di lautan bahkan mengurasnya sedikit demi
sedikit. Ini kemudian berpengaruh langsung terhadap arah dan kecepatan air
laut yang akan langsung menghantam pantai. Ketika tidak ‘membawa’
pasir, air pantai akan lebih ringan dari biasanya sehingga ia dapat lebih keras
dan lebih cepat menghantam pantai sehingga proses yang demikian turut
memperbesar kemungkinan terjadinya abrasi.

6
Selain itu juga dengan adanya pemukiman warga di daerah pantai
mengakibatkan ekosistem di daerah pantai tersebut menjadi terganggu dan
dapat menyebabkan terjadi abrasi.

6. DAMPAK ABRASI

1. Penyusutan area pantai. Penyusutan area pantai merupakan dampak


yang paling jelas dari abrasi. . Hantaman-hantaman kerasnya pada
daerah pantai dapat menggetarkan bebatuan dan tanah sehingga
keduanya perlahan akan berpisah dari wilayah daratan dan menjadi
bagian yang digenangi air. Ini tidak hanya merugikan sektor pariwisata,
akan tetapi juga secara langsung mengancam keberlangsungan hidup
penduduk di sekitar pantai yang memilik rumah atau ruang usaha.
2. Rusaknya hutan bakau. Penanaman hutan bakau yang sejatinya
ditujukan untuk menangkal dan mengurangi resiko abrasi pantai juga
berpotensi gagal total jika abrasi pantai sudah tidak bisa dikendalikan.
Ini umumnya terjadi ketika ‘musim’ badai, ketika keseimbangan
ekosistem sudah benar-benar rusak ataupun saat laut sudah kehilangan
sebagian besar dari persediaan pasirnya. Jika dampak yang satu ini
terjadi, maka penanganan yang lebih intensif harus dilakukan sebab
dalam sebagian besar kasus, keberadaan hutan bakau masih cukup
efektif untuk mengurangi kemungkinan abrasi pantai.
3. Hilangnya tempat berkumpul ikan perairan pantai. Ini merupakan
konsekuensi logis yang terjadi dengan terkikisnya daerah pantai yang
diawali gelombang dan arus laut yang destruktif. Ketika kehilangan
habitatnya, ikan-ikan pantai akan kebingungan mencari tempat
berkumpul sebab mereka tidak bisa mendiami habitat ikan-ikan laut
karena ancaman predator ataupun suhu yang tidak sesuai dan gelombang
air laut yang terlalu besar. Akibat terburuknya adalah kematian ikan-
ikan pantai tersebut.

7. ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

1.Perlindungan Pantai
Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring
perkembangan waktu garis pantai selalu berubah. Perubahan garis pantai terjadi
akibat interaksi antara gelombang laut dan daratan sehingga pantai membuat
keseimbangan baru. Berdasarkan perkembangan dari tahun ke tahun dan melalui
program GENESIS terlihat bahwa pada Pantai telah terjadi perubahan garis pantai
ke arah daratan. Dapat dikatakan pada Pantai telah terjadi abrasi akibat pengaruh
gelombang sehingga terjadi transpor sedimen sejajar pantai. Kawasan Pantai

7
merupakan daerah pemukiman penduduk dan terdapat banyak tambak ikan sebagai
mata pencarian penduduk sekitar di pesisir pantai. Untuk melindungi pemukiman
penduduk dari abrasi pantai diperlukan suatu penanganan yang efektif dan terpadu.
Agar penanganan yang dipilih benarbenar dapat bermanfaat bagi warga sekitar.
Dalam pemilihan alternatif yang akan diambil untuk menanggulangi abrasi pada
Pantai Sayung perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi abrasi
pada pantai dan tujuan yang akan dicapai serta pengaruh terhadap lingkungan.
Berbagai faktor tersebut harus dipertimbangkan secara matang agar solusi yang
diambil benar-benar efektif untuk menanggulangi abrasi pada Pantai .
2.Pemilihan Pelindung Pantai
Perlindungan pantai dapat dilakukan dengan soft solution atau hard solution. Cara
soft solution (non struktur) dapat berupa penanaman pohon bakau (mangrove),
pengisian pasir pada pantai (sand nourishment), pemeliharaan karang laut dan
gundukan pasir (dunes) di pinggir pantai. Cara hard solution 88 (struktur)
penanganan dengan jalan membuat struktur bangunan pelindung pantai, seperti
dinding pantai (seawall), groin, jetty atau pemecah gelombang(breakwater).
a. Soft Solution (Non Struktur)
3.Penanaman Tumbuhan Pelindung Pantai
Penanaman tumbuhan pelindung pantai (bakau, nipah dan pohon api-api)
dapat dilakukan terhadap pantai berlempung, karena pada pantai berlempung pohon
bakau dan pohon api-api dapat tumbuh dengan baik tanpa perlu perawatan yang
rumit. Pohon bakau dan pohom api-api dapat mengurangi energi gelombang yang
mencapai pantai sehingga pantai terlindung dari serangan gelombang. Penanaman
pohon bakau juga dapat mempercepat pertumbuhan pantai karena akar-akar pohon
bakau akan menahan sedimen/lumpur yang terbawa arus sehingga akan terjadi
pengendapan di sekitar pepohonan bakau. Pohon bakau juga dapat berfungsi
sebagai tempat berlindung biota laut dan bagi ikan, sehingga dapat melestarikan
kehidupan di sekitar pantai tersebut. Pohon bakau juga berfungsi sebagai penghasil
oksigen dan sebagai penyeimbang untuk kelestarian lingkungan pantai (Triatmodjo,
1999). Agar dapat berfungsi dengan efektif diperlukan banyak bibit pohon bakau
dan diperlukan area yang sangat luas untuk pelestarian pohon bakau. Perawatan
pada masa-masa awal penanaman bakau juga diperlukan, karena pohon bakau
memerlukan waktu yang lama agar dapat berfungsi dengan baik sebagai penahan
gelombang. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dan terpadu mulai
menanam, memelihara dan perawatan tanaman bakau.
b. Pengisian Pasir (Sand Nourishment)
Perlindungan pantai dengan sand nourishment dipilih berdasar
pertimbangan kesesuaian dan keharmonisan dengan lingkungan. Metode sand
nourishment biasanya memerlukan biaya investasi lebih murah dibandingkan 89

8
metode lainnya, tetapi biaya operasi dan perawatannya relatif lebih mahal
(Triatmodjo, 1999). Prinsip kerja sand nourishment yaitu dengan menambahkan
suplai sedimen ke daerah pantai yang potensial akan tererosi. Penambahan
sedimendapat dilakukan dengan menggunakan bahan dari laut maupun dari darat,
tergantung ketersediaan material dan kemudahan transportasi. Suplai sedimen
berfungsi sebagai cadangan sedimen yang akan di bawa oleh badai (gelombang
yang besar) sehingga tidak mengganggu garis pantai. Diusahakan kualitas pasir
urugan harus lebih baik atau sama dengan kualitas pasir yang akan diurug ataudia
meter pasir urugan diusahakan lebih besar atau sama dengan diameter pasir asli
(Triatmodjo, 1999).
Sand nourishment merupakan cara yang cukup baik dan tidakmemberikan
dampak negatif pada daerah lain, namun perlu dilakukan secara terus-menerus
sehingga memerlukan biaya perawatan yang mahal. Mengingat biaya operasional
yang mahal maka sand nourishment hanya dilakukan jika memberikan keuntungan
yang cukup besar dan nyata, seperti pantai untuk pariwisata.

c.Hard Solution (Struktur)


Groin (Groyne)
Struktur groin dibagi menjadi 2 bagian yaitu difracting dan
nondifracting.Groin non-difracting biasanya memiliki panjang yang relatif lebih
pendek jika dibandingkan dengan groin difracting. Panjang groin akan efektif
menahan sedimen apabila bangunan tersebut menutup lebar surfzone. Namun
keadaan tersebut dapat mengakibatkan suplai sedimen ke daerah hilir terhenti
sehingga dapat mengakibatkan erosi di daerah hilir. Sehingga panjang groin dibuat
40% sampai dengan 60% dari lebar surfzone dan jarak antar groin adalah 1-3
panjang groin. (Triatmodjo, 1999)
1. Sebagai Pelindung Hutan Mangrove
Penanaman kembali hutan mangrove seringkali gagal karena bibit
mangrove yang baru di tanam belum memiliki akar yang kuat untuk menahan diri
dari gelombang ombak yang besar. Dengan adanya breakwater di depan hutan
mangrove, akan mengurangi tinggi gelombang datang sehingga tingkat kerusakan
mangrove dapat di kurangi.
2. Memperbaiki Ekosistem Lingkungan Pantai
Lokasi pekerjaan merupakan pantai berlumpur dengan beberapa sunga yang
bermuara disekitarnya. Pasokan sedimen dari sungai-sungai tersebut merupakan
media yang mendukung pertumbuhan hutan mangrove. Selain itu hutan mangrove
merupakan sumber nutrisi yang sangat kaya bagi budidaya tambak dan tempat
pembiakan berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya. Keuntungan lain, hutan

9
mangrove akan menangkap sedimen sehingga lambat laun akan menaikkan elevasi
lahan dan membentuk lahan baru.
8. Mendukung Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi Pekerjaan
Seperti telah diketahui bahwa lokasi pekerjaan merupakan daerah budidaya
tambak sebagai sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Salah satu
keinginan masyarakat lokal adalah pemulihan lahan mata pencaharian dan
pemukiman seperti sebelum terjadi kerusakan. Hutan mangrove mampu
menangkap sedimen serta terbentuknya salient dari pengaruh keberadaan
offshore breakwater, lambat laun akan menaikkan elevasi lahan dan
membentuk lahan baru

10
KESIMPULAN

Penyebab terjadinya erosi di Pantai Kuwaru dan Samas disebabkan


adanya penguatan pesisir di Kabupaten Kulonprogo. Proses penguatan
mengakibatkan akumulasi tenaga erosi yang kemudian bergeser dari Barat
menuju ke wilayah yang berada di sebelah Timur, termasuk di Pantai
Kuwaru dan Samas. Pergerakan tenaga geomorfologi dari Barat ke Timur
terjadi karena adanya sudut antara arah gelombang dengan garis pantai yang
dicerminkan dengan terjadinya littoral drift. Beberapa bentuk mitigasi yang
telah diupayakan adalah penanaman mangrove di muara pantai Samas dan
Kuwaru adalah penanaman cemara udang, Supaya mendapatkan hasil yang
optimal, diperlukan perencanaan penanganan erosi secara menyeluruh
untuk seluruh wilayah, mengingat dampak yang timbul akan mempengaruhi
wilayah satu dengan lainnya. Pemantauan efektivitas mangrove dan cemara
udang juga harus dilakukan. Pemanfaatan UAV untuk pemantauan vegetasi
mangrove dan cemara udang juga dapat diterapkan, karena lebih efisien
waktu dan biaya.
Kejadian erosi pesisir yang terjadi di Pantai Kuwaru dan Samas
terjadi pada periode tertentu. Selang waktu terjadinya erosi dan akresi tidak
memerlukan waktu yang lama. Mitigasi terhadap bencana erosi pesisir
selain pembangunan bangunan pemecah ombak adalah membangun
kesadaran masyarakat akan pentingya penanganan bencana erosi. Upaya
untuk membentuk kesadaran masyarakat dapat berupa sosialisasi dan
pelatiahan sehingga terciptalah masyarakat tangguh bencana.
Abrasi adalah proses dimana terjadi pengikisan pantai yang
disebabkan oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak.
Semakin sering gelombang laut menghempas pasir pantai maka
semakin cepat pula proses terjadinya abrasi.
Faktor lain yang dapat mempercepat abrasi yaitu pemanasan, Faktor
lain yang dapat mempercepat abrasi yaitu pemanasan global,penambangan
pasir yang berlebihan, pembukaan lahan pemukiman di daerah
pantai,hembusan angin laut, serta pasang surut air laut. global,
penambangan pasir yang berlebihan, pembukaan lahan pemukiman di
daerah pantai, hembusan angin laut, serta pasang surut air laut.
Abrasi atau erosi oleh gelombang laut dapat dicegah dengan
beberapa hal, diantaranya : Melestarikan hutan mangrove, Menjaga habitat
terumbu karang, Melakukan kegiatan pengisian pantai (beach fill) untuk
membentuk garis pantai, Membangun pemecah gelombang & sea wall, dan
Melarang kegiatan penambangan pasir yang berlebihan.

11
Referensi

2010. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/ PRT/ M/ 2010. Jakarta:
Sekertariat Menteri Pekerjaan Umum
2016. http://geospasial.bnpb.go.id/pantauanbencana/data/dataerosi.php. Waktu
akses: 2 Juni 2016 pukul 15.53 WIB
Ajiwibowo, H, Nita. Y, (2011), Model Fisik Pengamanan Pantai. Bandung: ITB
Dianawati, Ratih.2016. Kajian Erosi Pantai di Kawasan Pantai Muarareja Kota
Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Yogyakarta: UGM
Pratikto, W.A., Haryo, D.A., dan Suntoyo, (2007), Perencanaan Fasilitas Pantai dan
Laut, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Setyandito, Oki & Triyanto, Joko. 2007. Analisa Erosi dan Perbahan Garis Pantai
Pada Pantai Pasir Buatan dan Sekitarnya di Takisung, Provinsi Kalimatan Selatan.
Jurnal Teknik Sipil Vol 7 No 3, Juni 2007, Hal: 224-235.
Sofyan, Adnan. 2014. Kajian Kerusakan Pantai Akibat Erosi Marin Di Wilayah
Pesisir Kelurahan Kastela Kecamatan Pulau Ternate. Jurnal Geografi: Geografi
dan Pengajaranya Vol. 12, No 1, Hal: 59 – 71.
Ruswandi, Saefudin,A., Mangkuprawita, S., Riani, E., Kardono, P., Identifikasi
Potensi Bencana Alam dan Upaya Mitigasi yang Paling Sesuai Diterapkan di Pesisir
Indramayu dan Ciamis. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2
(2008): 1-19.
Rositasari, R., Seriawan, W.B., Supriadi, I.H., Hasanuddin, Prayuda,B. 2011.
Kajian Dan Prediksi Kerentanan Pesisir Terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus Di
Pesisir Cirebon. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol.3 No.11, Juni
2011: 52-64.

12

Anda mungkin juga menyukai