Anda di halaman 1dari 37

Analisis

bencana
Tugas pada Mata Kuliah Pengetahuan Kebencanaan

HARRY MULYANA PRADIPTA


MAGISTER ILMU KEBENCANAAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
GUNUNG API

A. Pendahuluan

Gunung berapi secara umum merupakan istilah yang dapat diartikan sebagai sistem
saluran fluida panas (batuan berupa cairan atau lahar) yang memanjang dari kedalaman
sekitar 10 km di bawah permukaan bumi hingga ke permukaan bumi. Gunung berapi bumi
terbentuk karena kerak bumi terpecah menjadi 17 lempeng tektonik utama yang keras dan
mengapung di atas lapisan mantel bumi yang lebih panas dan lebih lunak. Oleh karena itu,
gunung berapi di Bumi sering ditemukan pada batas divergen dan konvergen dari lempeng
tektonik. Istilah "gunung api" juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice
volcano (gunung api es) dan mud volcano. Gunung api es biasa terjadi di daerah garis lintang
tinggi yang mempunyai musim dingin bersalju.

Gunung berapi ditemukan di seluruh dunia, tetapi lokasi vulkanik yang paling dikenal
adalah yang terletak di sepanjang Cincin Api Pasifik (The Pacific Ring of Fire). Busur Cincin
Api Pasifik adalah garis gesekan antara dua atau lebih lempeng tektonik, di mana Lempeng
Pasifik saling bergesekan dengan lempeng disekitarnya. Gunung berapi dapat dijumpai
dalam beberapa bentuk, gunung berapi yang aktif mungkin berubah fase menjadi separuh
aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Namun gunung berapi mampu
istirahat dalam waktu yang sangat lama, lebih dari ribuan tahun sebelum berubah menjadi
aktif kembali.

B. Kajian Teori
1. Penyebab

Gunung berapi di Bumi terbentuk dari aktivitas lempeng tektonik di kerak yang
saling bergesekan dan menekan satu sama lain. Oleh karenanya gunung berapi banyak
ditemukan dekat dengan perbatasan lempeng tektonik. Secara geologis, Wilayah dimana
gunung berapi terbentuk dibagi tiga, yaitu:
 Batas Divergen Antar Lempeng

Apabila kedua lempeng tektonik bergerak saling menjauhi satu sama lain, maka kerak
samudra yang baru akan terbentuk dari keluarnya magma ke permukaan dasar laut. Wilayah
antara kedua lempeng yang saling menjauh ini dinamakan dengan batas divergen. Aktivitas
ini lalu akan memunculkan Punggung tengah samudra yang terbentuk dari pendinginan
magma yang muncul ke permukaan. Gunung berapi yang terbentuk dari aktivitas ini berada
di bawah laut, yang ditandai dengan fenomena Ventilasi hidrotermal. Apabila punggung
tengah samudra ini mencuat sampai ke permukaan laut, maka kepulauan vulkanik akan
terbentuk, contohnya adalah Islandia.

 Batas Konvergen Antar Lempeng

Berbeda dengan batas divergen yang tercipta dari pergerakan kedua lempeng tektonik
yang saling menjauh, Batas konvergen antar lempeng merupakan wilayah dimana dua
lempeng atau lebih bertemu lalu saling menekan dan mengalami subduksi sehingga tepian di
satu lempeng menindih tepian yang lain. Penindihan lempeng ini ditandai dengan
terbentuknya bentang alam berupa palung di dasar laut. Fenomena ini menimbulkan
melelehnya material yang terdapat di mantel bumi, sehingga material tersebut menjadi
magma dan naik ke permukaan kerak yang tipis. Gunung berapi di wilayah ini terbentuk dari
pertemuan antara kedua lempeng kerak samudra atau antara lempeng kerak samudra dan
benua. Pertemuan antara kedua lempeng kerak benua biasanya tidak memicu pembentukan
gunung berapi dikarenakan kerak benua memiliki ketebalan yang tidak dapat ditembus oleh
magma di bawah permukaan. Contoh dari gunung berapi ini adalah jajaran gunung berapi di
Cincin Api Pasifik, atau Gunung Etna di Italia.

 Titik Panas

Titik panas merupakan suatu wilayah vulkanik dimana magma naik ke permukaan
dikarenakan adanya celah di kerak bumi yang memungkinkan pergerakan tersebut. Titik
panas dapat ditemukan jauh dari batas antar kedua lempeng tektonik. Pergerakan ini
memunculkan gunung berapi yang memiliki ciri letusan efusif yang lemah dimana lava
muncul ke permukaan secara halus. Dikarenakan lempeng tektonik terus bergerak secara
perlahan, wilayah titik panas dapat membentuk gunung berapi yang berbeda-beda sesuai
dengan jalur pergerakan suatu lempeng. Kepulauan Hawaii merupakan kepulauan yang
terbentuk dari aktivitas vulkanik di titik panas di Samudra Pasifik.

Menurut Ahli Vulkanologi dari ITB Dr. Eng, Mirzam Abdurrachman mengatakan
bahwa penyebab meletusnya gunungapi berkaitan erat dengan keseimbangan dapur magma.
Jadi, yang harus kamu ketahui adalah gunungapi memiliki dapur magma yang berada jauh di
dalam permukaan gunung tersebut. Dapur magma berisi aktivitas vulkanisme yang salah
satunya berisi magma. Magma adalah cairan pijar atau semi cair yang berada di dapur magma
dan memiliki suhu sekitar 650-1200oC. Penyebab utama meletus nya suatu gunung api
disebabkan karena beberapa factor, yaitu,

 Terjadinya Penambahan Magma Baru Dalam Perut Bumi


Jadi, logika sederhananya adalah jika kamu mempunyai air di suatu gelas dan gelas
tersebut ditambah dengan air lagi, maka air tersebut pasti akan tumpah. Itulah mengapa
penambahan magma baru menjadi salah satu penyebab utama meletusnya gunungapi.
 Runtuhnya Dinding Dapur Magma
Jadi, dapur magma pun memiliki dinding. Ketika dinding tesebut runtuh dan jatuh ke
dalam magma-magma yang sedang berproses, maka secara otomatis dinding tersebut akan
meleleh. Mengapa dinding magma dapat meleleh? bayangkan saja suhu magma itu bisa
mencapai 1000oC dan ketika benda apapun bercampur dengan magma, maka ia akan ikut
meleleh. Hal inilah yang membuat volume magma menjadi meningkat dan membuatnya
keluar ke permukaan sampai terjadilah suatu letusan gunungapi.

2. Faktor Pendukung

Indonesia berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi oleh Cincin Api
Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni, Indo-Australia dari sebelah
selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur. Kondisi geografis ini di satu sisi
menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang rawan bencana letusan gunung api, gempa bumi,
dan tsunami namun di sisi lain menjadikan Indonesia sebagai wilayah subur dan kaya secara
hayati. Debu akibat letusan gunung berapi menyuburkan tanah sehingga masyarakat tetap
banyak yang tinggal di area sekitar gunung berapi.

3. Karakteristik Gunung Api

Gunung api di klasifikasikan berdasarkan sumber erupsi dan bentuk gunungnya.


Berdasarkan sumber erupsi gunung api dibagi menjadi tiga, yaitu :

 Gunung Api bisa mengeluarkan magmanya melalui kawah utama atau yang disebut erupsi
pusat, biasanya terdapat semburan material gunungapi yang sangat besar dan banyak.
 Gunung Api mengeluarkan magmanya melalui retakan atau sesar dan hal ini yang disebut
erupsi celah. Magma yang berada di dalam dikeluarkan melalui retakan-retakan dinding
gunung api dan lahar yang sudah keluar akan mengalir ke tempat yang lebih rendah.
 Gunung Api dapat mengeluarkan magmanya melalui samping kawah utama atau yang biasa
disebut erupsi samping
Sementara itu berdasarkan bentuk gunungnya, gunung api diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis, yaitu:
 Stratovulkan
Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga dapat
menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga membentuk
suatu kerucut besar (raksasa), kadang-kadang bentuk kerucutnya tidak beraturan, karena
letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Gunung Merapi merupakan jenis ini.
 Perisai
Tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga
tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan berlereng
landai, dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh bentuk gunung
berapi ini terdapat di kepulauan Hawaii.
 Kerucut bara (Cinder cone)
Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkaniknya menyebar
di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya.
Gunung tipe ini yang tingginya mencapai di atas 500 meter dari permukaan tanah jarang
ditemukan.
 Kaldera
Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat di masa lalu yang
melempar bagian atas dan tepi gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung
Bromo merupakan jenis ini, dimana kaldera tengger yang ada pada saat ini merupakan hasil
letusan besar di masa lalu.
 Maar
Maar merupakan gunung berapi dengan ketinggian rendah dan diameter kawah yang lebar,
dimana gunung berapi ini terbentuk dari letusan freatomagmatik yang disebabkan oleh
tercampurnya magma dengan air di bawah tanah. Saat tidak aktif, maar biasanya terisi oleh
air sehingga tampak seperti sebuah danau biasa.

Kalangan vulkanologi Indonesia juga mengelompokkan gunung berapi ke dalam tiga tipe
berdasarkan catatan sejarah letusan/erupsinya,
 Gunung api Tipe A: tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya
satu kali sesudah tahun 1600.
 Gunung api Tipe B: sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan erupsi
magmatik namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti
kegiatan solfatara.
 Gunung api Tipe C: sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, tetapi
masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan
solfatara/fumarola pada tingkah lemah.

4. Potensi Bencana Gunung Api


a) Piroklastik (Awan Panas)

Merupakan campuran material letusan antara gas dan bebatuan yang terdorong ke
bawah dan turun menggulung-gulung bagaikan gulungan awan menyusuri lereng gunung.
Suhunya yang sangat tinggi, antara 300 – 700° C, dan kecepatan luncur yang sangat tinggi
tergantung kemiringan lereng gunung.
b) Abu Vulkanik
Saat Gunung api meletus, material berukuran halus yang diterbangkan angin dan
jatuh sebagai hujan abu, arahnya tergantung arah angin. Ukurannya yang halus akan
berbahaya bagi pernapasan, mata, dapat mencemari air tanah, merusak tumbuhan ,
menyebabkan karat pada atap seng karena mengandung zat kimia yang bersifat asam..
c) Lontaran Material (batu pijar)
Saat Gunung api meletus, akibat tekanan dari dalam gunung, matrial yang berukuran
besar yang terlontar keluar, Jauhnya lontaran bergantung dari besarnya energi letusan, bisa
mencapai ratusan meter. Suhunya yang tinggi (> 200° C), dan berukuran besar (garis tengah
> 10 cm) dapat membakar, melukai, dan mematikan mahluk hidup. Sering juga disebut
sebagai “bom vulkanik”.
d) Lava
Magma bumi yang keluar ke permukaan berbentuk cairan kental dan bersuhu tinggi,
antara 700 – 1.200° C. Sifatnya yang cair membuat lava mengalir mengikuti lereng/lembah
dan membakar apa saja yang dilaluinya. Bila sudah dingin maka lava menjadi batuan (batuan
beku) dan daerah yang dilalui menjadi ladang batu.
e) Gas Vulkanik
Gas yang muncul dari gunung api, tidak selalu didahului oleh letusan tapi dapat keluar
dengan sendirinya melalui celah bebatuan yang ada, meskipun kerap kali diawali oleh
letusan. Gas yang muncul dari celah bebatuan gunung api adalah C0₂, H₂S, HCI, SO₂, dan
CO.
Gas paling sering keluar dan sering menjadi penyebab kematian adalah CO₂. Sifat
gas-gas jenis ini lebih berat dari udara sehingga cenderung menyelinap di dasar lembah atau
cekungan pegunungan. Gas yang keluar terutama pada malam hari, saat cuaca berkabut atau
tidak berangin, membuat gas yang terkumpul akan bertambah besar.

f) Tsunami
Pada kasus gunung berapi, tsunami biasanya terjadi akibat letusan gunung api pulau.
Saat terjadi letusan maka materialnya masuk ke dalam laut dan mendorong air laut ke arah
pantai dan menimbulkan gelombang pasang. Makin besar volume material letusan maka
makin besar gelombang yang terdorong ke daratan.

C. Pembahasan
1. Mitigasi

Upaya mitigasi bencana letusan gunung api dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
upaya mitigasi non-struktural dan mitigasi structural. Wilayah gunung api dapat
meliputi beberapa daerah administrasi pemerintahan daerah maka dalam mitigasi
bencana letusan gunung api diperlukan koordinasi aktif antar pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten/kota.

a) Mitigasi Struktural

 Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk kegiatan penting harus jauh atau di
luar dari kawasan rawan bencana gunung api.

 Penerapan desain bangunan yang tahan terhadap tambahan beban akibat abu gunung
api.
 Membuat barak pengungsian permanen, terutama di sekitar wilayah gunung api
yang sering meletus, misalnya Gunung Merapi (DI Yogyakarta, Jawa Tengah),
Gunung Semeru (Lumajang, jawa Timur), Gunung Karangetang (Sulawesi Utara),
dsbnya.

 Membuat tempat penampungan yang kuat dan tahan api untuk kondisi kedaruratan.

 Membuat fasilitas jalan dari tempat pemukiman ke tempat pengungsian untuk


memudahkan evakuasi khususnya bagi anggota keluarga yang paling lemah (bayi,
anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas).

 Menyediakan alat transportasi bagi penduduk bila ada perintah untuk mengungsi.

 Membuat cek dam untuk mengarahkan lairan lahar agar tidak melanda pemukiman,
persawahan atau kebun atau fasilitas umum lainnya.

b) Mitigasi Non-Struktural

 Hindari tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava atau lahar.

 Perkenalkan bahan bangunan tahan api.

 Meningkatkan pengamatan dan kewaspadaan terhadap risiko letusan gunung api di


daerahnya.

 Identiifikasi daerah bahaya (dapat dilihat pada Data dasar Gunung Api Indonesia atau
Peta Kawasan Rawan bencana Gunung Api).

 Masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus mengetahui posisi tempat
tinggalnya pada Peta Kawasan rawan Bencana Gunung Api.

 Paham maksud dan arti peringatan dini yang diberikan oleh petugas pengamat
gunung api.

 Melakukan pemetaan rawan bencana. Upaya ini berguna untuk menentukan suatu
wilayah atau area yang berbahaya atau aman untuk dihuni atau digarap sebagai lahan
pertanian dan sebagainya.

 Melakukan penyuluhan secara berkala kepada penduduk yang bermukim di sekitar


gunung api.
 Memberi penyuiuhan khusus kepada anggota keluarga yang paling lemah (anak,
orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas).

 Menentukan status kegiatan gunung api dan melaporkannya sesuai prosedur tetap.

Badan Geologi Kementerian ESDM Indonesia membuat skema peringatan gunung


berapi di Indonesia dan membaginya sesuai dengan keaktifan gunung tersebut.

Tingkatan status gunung berapi di Indonesia menurut Badan Geologi Kementerian ESDM
Status Makna Tindakan
 Menandakan gunung berapi yang segera atau sedang  Wilayah yang terancam bahaya
meletus atau ada keadaan kritis yang menimbulkan direkomendasikan untuk
Awas bencana dikosongkan
 Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan asap  Koordinasi dilakukan secara harian
 Letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam  Piket penuh
 Menandakan gunung berapi yang sedang bergerak
ke arah letusan atau menimbulkan bencana
 Peningkatan intensif kegiatan seismik  Sosialisasi di wilayah terancam
Siaga  Semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat  Penyiapan sarana darurat
segera berlanjut ke letusan atau menuju pada  Koordinasi harian
keadaan yang dapat menimbulkan bencana  Piket penuh
 Jika tren peningkatan berlanjut, letusan dapat terjadi
dalam waktu 2 minggu
 Ada aktivitas apa pun bentuknya
 Terdapat kenaikan aktivitas di atas level normal  Penyuluhan/sosialisasi
Waspada  Peningkatan aktivitas seismik dan kejadian vulkanis  Penilaian bahaya
lainnya  Pengecekan sarana
 Sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh  Pelaksanaan piket terbatas
aktivitas magma, tektonik dan hidrotermal
Normal  Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma  Pengamatan rutin
 Level aktivitas dasar  Survei dan penyelidikan

2. Review bencana Gunung Api di Indonesia dan dunia.


a) Gunung Merapi, Indonesia, 2010
Pada akhir Oktober 2010, Gunung Merapi di Jawa Tengah, Indonesia, memulai
serangkaian letusan yang semakin dahsyat yang berlanjut hingga November. Aktivitas
seismik di sekitar gunung berapi meningkat dari pertengahan September dan seterusnya,
yang berpuncak pada semburan lava dan abu berulang kali. Kolom letusan besar terbentuk,
menyebabkan banyak aliran piroklastik menuruni lereng gunung berapi yang padat
penduduk. Letusan Merapi dikatakan oleh pihak berwenang sebagai yang terbesar sejak
tahun 1870-an.
Lebih dari 350.000 orang dievakuasi dari daerah bencana. Namun, banyak yang tetap
tertinggal atau kembali ke rumah mereka sementara letusan terus berlanjut. 353 orang tewas
selama letusan, banyak akibat aliran piroklastik. Gumpalan abu dari gunung berapi juga
menyebabkan gangguan besar pada penerbangan di seluruh Jawa. Gunung tersebut terus
meletus hingga 30 November 2010. Pada 3 Desember 2010, status siaga resmi diturunkan
menjadi level 3, dari level 4, karena aktivitas erupsi telah mereda.

b) Gunung Nevado del Ruiz, Kolombia, 1985


Pada pukul 15:06, pada 13 November 1985, Nevado del Ruiz mulai meletus,
mengeluarkan tephra dacitic lebih dari 30 kilometer (19 mil) ke atmosfer. Massa total
material yang meletus (termasuk magma) adalah 35 juta ton. Letusan mencapai nilai 3 pada
Volcanic Explosivity Index. Massa belerang dioksida yang dikeluarkan adalah sekitar
700.000 ton, atau sekitar 2% dari massa bahan padat yang meletus, membuat letusan atipikal
yang kaya belerang..
Letusan tersebut menghasilkan aliran piroklastik yang mencairkan gletser puncak dan
salju, menghasilkan empat lahar tebal yang mengalir ke lembah sungai di sisi-sisi gunung
berapi. Itu juga menghancurkan danau kecil yang diamati di dekat kawah beberapa bulan
sebelum letusan. Air di danau vulkanik semacam itu cenderung sangat asin dan mengandung
gas vulkanik terlarut. Air danau yang panas dan asam secara signifikan mempercepat
pencairan es; efek ini dikonfirmasi oleh sejumlah besar sulfat dan klorida yang ditemukan
dalam aliran lahar.
Lahar, yang terbentuk dari air, es, batu apung, dan batuan lainnya, bercampur dengan
tanah liat saat mengalir menuruni sisi-sisi gunung berapi. Lahar itu menuruni sisi gunung
berapi dengan kecepatan rata-rata 60 km per jam, mengikis tanah, mencabut batu, dan
menghancurkan tumbuhan. Setelah turun ribuan meter ke sisi gunung berapi, lahar diarahkan
ke keenam lembah sungai yang mengarah dari gunung berapi. Sedangkan di lembah sungai,
lahar tumbuh hampir 4 kali lipat volume aslinya. Di Sungai Gualí, lahar mencapai lebar
maksimum 50 meter (200 kaki).
Salah satu lahar hampir menghapus kota Armero di Tolima, yang terletak di lembah
Sungai Lagunilla. Hanya seperempat dari 28.700 penduduknya yang selamat. Lahar kedua,
yang turun melalui lembah Sungai Chinchiná, menewaskan sekitar 1.800 orang dan
menghancurkan sekitar 400 rumah di kota Chinchiná, di departemen Caldas. Secara total,
lebih dari 23.000 orang tewas dan sekitar 5.000 lainnya luka-luka. Lebih dari 5.000 rumah
hancur. Tragedi Armero, begitu peristiwa tersebut kemudian diketahui, adalah bencana
vulkanik paling mematikan kedua di abad ke-20, yang hanya dilampaui oleh letusan Gunung
Pelée tahun 1902, dan merupakan letusan gunung berapi paling mematikan keempat dalam
sejarah yang tercatat. Ini juga merupakan lahar paling mematikan yang diketahui, dan
bencana alam terparah di Kolombia. Seorang gadis muda bernama Omayra Sánchez menjadi
simbol bencana di seluruh dunia setelah gambar dirinya yang terperangkap di bawah puing-
puing bekas rumahnya setelah letusan menjadi berita di seluruh dunia.

D. Daftar Pustaka
 https://siagabencana.com/mengenal-bencana/post/peringatan-dini-bencana-gunung-
api
 https://vsi.esdm.go.id/id/publikasi/jurnal-publikasi-khusus
 "Nevado del Ruiz". Global Volcanism Program. Smithsonian Institution.
Retrieved 2011-05-01.
GEMPA BUMI

A. Pendahuluan

Indonesia termasuk daerah kegempaan aktif dimana selama tahun 1976‐2006 sudah
terjadi 3.486 gempabumi dengan magnitudo 6,0 SR atau lebih. Penelitian Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sejak tahun 1991‐2009 (19 tahun) telah terjadi 27 kali
gempabumi merusak dan 13 diantaranya menimbulkan tsunami. Indonesia merupakan daerah
rawan gempabumi karena dilalui oleh jalur pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu Lempeng
Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Pertemuan lempeng lempeng
tersebut juga menciptakan gunung gunung vulkanik yang tersebar di Indonesia.

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat
pelepasan energi dari bawah permukaan secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang
seismik, disebut dengan gempa bumi tektonik. Gempa bumi juga bisa diartikan sebagai suatu
peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang
ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Pergerakan tiba‐tiba dari lapisan
batuan di dalam bumi menghasilkan energi yang dipancarkan ke segala arah berupa
gelombang gempabumi atau gelombang seismik. Ketika gelombang ini mencapai permukaan
bumi, getarannya dapat merusak segala sesuatu di permukaan bumi seperti bangunan dan
infrastruktur lainnya sehingga dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda. Selain itu,
gempa bumi juga bisa terjadi akibat aktifitas gunung berapi yang disebut sebagai gempa bumi
vulkanik

B. Kajian Teori
1. Penyebab

Dikutip dari BNPB dalam Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana,
gempa bumi di kelompokkan berdasarkan penyebabnya, yaitu :

a. Gempa bumi tektonik

Gempa Bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran
lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat
kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau
bencana alam di Bumi, getaran gempa Bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian
Bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh pelepasan tenaga yang terjadi karena
pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan
dengan tiba-tiba.

b. Gempa bumi vulkanik

Gempa Bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas vulkanik, yang biasa terjadi sebelum
gunung api meletus. Peningkatan aktivitas gunung api yang meningkat akan menyebabkan
timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa bumi
tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.

c. Gempa bumi tumbukan

Gempa Bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh ke Bumi,
jenis gempa Bumi ini jarang terjadi

d. Gempa bumi runtuhan

Gempa Bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah
pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.

e. Gempa bumi buatan

Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia,
seperti peledakan dinamit atau nuklir.

2. Karakteristik Gempa
Dalam laman resminya, inaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System)
meneybutkan beberapa karakteristik Gempa, yaitu :
 Berlangsung dalam waktu yang sangat singkat
 Lokasi kejadian tertentu
 Akibatnya dapat menimbulkan bencana lainnya
 Berpotensi terulang lagi
 Belum dapat diprediksi
 Tidak dapat dicegah, tetapi akibat yang ditimbulkan dapat diminimalisir

3. Potensi Bencana Gempa


a) Kerusakan Fisik
Situs Resmi BPBD Kota Banda Aceh memaparkan bahwa akibat gempa bumi yang
pertama dan pasti terjadi ialah dampak fisik. Begitu banyak bangunan yang retak, roboh,
hingga hancur, terutama bagi wilayah yang terhitung dekat dengan pusat gempa. Selain
menyerang bangunan, kerusakan akibat gempa bumi juga biasanya nampak pada retaknya
jalan dan beberapa jembatan atau jalan yang terputus.

b) Tsunami
Di permukaan bumi, gempa bumi mengguncang dan menggusur atau mengacaukan
permukaan bumi. Ketika episentrum gempa bumi yang besar terletak di lepas pantai, dasar
laut bisa bergeser hingga dapat menyebabkan tsunami.

c) Longsor
Guncangan tanah yang disebabkan oleh gempa bumi, yang dapat mengganggu
stabilitas lereng secara langsung, misalnya dengan menginduksi likuifaksi tanah, atau
melemahkan material dan menyebabkan retakan, dapat memicu tanah longsor.

d) Banjir
Banjir dapat terjadi apabila gempa yang terjadi mempengaruhi struktur bendungan
,bendungan dapat runtuh karena tekanan air maupun gempa susulan dan akhirnya
menyebabkan banjir.

e) Dampak Sosial
Gempa bumi dapat menyebabkan cedera dan korban jiwa, kerusakan jalan dan
jembatan, kerusakan properti umum, dan runtuhnya atau destabilisasi bangunan. Buntutnya
bisa membawa penyakit, kurangnya kebutuhan dasar, konsekuensi mental seperti serangan
panic dan gangguan mental pada orang yang selamat.
C. Pembahasan
1. Mitigasi
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana). Mitigasi dibagi menjadi dua macam, yaitu mitigasi struktural dan
mitigasi non struktural.

a) Mitigasi Struktural
Mitigasi struktural terhadap gempa bumi adalah upaya untuk mengurangi kerentanan
(vulnerability) terhadap gempa dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan gempa. Hal itu
dapat dicapai dengan meningkatkan kualitas bangunan sehingga memenuhi persyaratan
tahan gempa, melalui peningkatan kualitas material bangunan, pemilihan lokasi bangunan
dan peningkatan keterampilan pekerja bangunan. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah
menyediakan peta zonasi gempa yang nantinya dapat digunalan sebagai acuan pembangunan
dan pengembangan daerah.

b) Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non-struktural meliputi peraturan perundang-undangan, perencanaan
wilayah, dan asuransi. Mitigasi non struktural terkait dengan kebijakan yang bertujuan untuk
menghindari risiko yang tidak perlu dan merusak. Upaya non struktural tersebut antara lain
meliputi:

 Membuat pedoman konstruksi bangunan baru yang tahan gempa yang sesuai dengan
kondisi wilayah.
 Membuat pedoman cara penguatan bangunan yang sudah ada agar sesuai dengan
standar ketahanan gempa yang terkini
 Menyelenggarakan penyuluhan kepada masyarakat dan petugas terkait secara intensif
dan berkesinambungan mengenai poin 1 dan 2 serta mengakrabkan masyarakat
dengan permasalahan bencana alam yang mungkin terjadi di wilayah yang
ditempatinya serta cara penyesuaian diri terhadap ancaman gempa, seperti melakukan
simulasi evakuasi saat gempa.
 Menyelenggarakan pelatihan bagi para konsultan perencana/pengawas, kontraktor
dan staf teknis mengenai poin 1 dan 2.
 Menyelenggarakan program sertifikasi dan lisensi untuk pembangun dan kontraktor.
 Pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi.
 Memasukkan kurikulum tentang pencegahan dan mitigasi bencana kedalam sistem
pembelajaran sekolah sedini mungkin.

2. Review bencana gempa di Indonesia dan dunia.


a) Gempa Sulawesi 2018
Pada 28 September 2018, gempa bumi dangkal dan besar melanda Semenanjung
Minahasa, Indonesia, dengan pusat gempa terletak di pegunungan Kabupaten Donggala,
Sulawesi Tengah. Gempa berkekuatan 7,5 itu terletak 70 km (43 mil) dari ibu kota provinsi
Palu dan dirasakan hingga Samarinda di Kalimantan Timur dan juga di Tawau, Malaysia.
Peristiwa ini diawali dengan serangkaian gempa bumi, yang terbesar adalah gempa
berkekuatan 6,1 skala Richter yang terjadi sebelumnya di hari yang sama.
Setelah gempa utama, peringatan tsunami dikeluarkan untuk Selat Makassar dan
sekitarnya. Gempa bumi menyebabkan likuifaksi tanah besar-besaran di daerah sekitar Palu
dan menyebabkan semburan lumpur, di mana banyak bangunan terendam megakibatkan
ratusan kematian dan banyak lagi yang hilang. Pencairan itu dianggap yang terbesar di dunia
dan dianggap langka (Advanced National Seismic System (ANSS) 28 september 2018)

b) Gempa Tohoku 2011


Pada tanggal 11 maret 2011, pukul 14.46 waktu local, Jepang di landa gempa sebesar
9,1 SR. Pusat gempa megathrust ini dilaporkan berada pada 38.510 ° LU 142.792 ° BT,
dengan kedalaman 29 km di lepas pantai Semenanjung Oshika, pantai timur Tōhoku. Ini
adalah yang terkuat yang melanda Jepang dan salah satu dari lima gempa bumi terbesar di
dunia sejak dimulainya pencatatan seismologi. Diikuti oleh tsunami dengan gelombang
hingga 10 m. Bencana tersebut menyebabkan ribuan orang tewas dan menyebabkan
kerusakan material yang parah pada bangunan dan infrastruktur yang menyebabkan
kecelakaan signifikan di empat pembangkit listrik tenaga nuklir utama di Jepang.
Gempa bumi menggeser Honshu (pulau utama Jepang) 2,4 m ke timur, menggeser
Bumi pada porosnya dengan perkiraan antara 10 cm dan 25 cm, meningkatkan kecepatan
rotasi bumi sebesar 1,8 µs per hari dan menghasilkan gelombang infrasonik yang terdeteksi
oleh satelit Gravity Field and Steady-State Ocean Circulation Explorer. Awalnya, gempa
bumi menyebabkan tenggelamnya sebagian pantai Pasifik Honshu hingga kira-kira satu
meter, tetapi setelah sekitar tiga tahun, pantai tersebut muncul kembali dan terus naik hingga
melebihi ketinggian asli sebelum gempa terjadi. (United States Geological Survey (USGS)
12 Maret 2011)

D. Daftar Pustaka
 Sunarjo,dkk. Gempa Bumi. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012
 http://inatews2.bmkg.go.id/new/tentang_eq.php
 Hayes et al. (2016) Tectonic summaries of magnitude 7 and greater earthquakes from
2000 to 2015, USGS Open-File Report 2016-1192.
 Wang et al. (2019) Source Characteristics of the 28 September 2018 Mw 7.4 Palu,
Indonesia, Earthquake Derived from the Advanced Land Observation Satellite 2 Data.
Remote Sensing Journal.
TANAH LONGSOR

A. Pendahuluan

Landslides (batuan/ tanah longsor) merupakan contoh yang spektakuler dari proses
geologi yang disebut mass wasting. Mass Wasting yang sering juga disebut mass movement,
merupakan perpindahan masa batuan, regolit dan tanah dari tempat yang tinggi ke tempat
yang rendah karena gaya gravitasi.
Tanah longsor adalah salah satu ancaman bahaya bencana alam yang dapat
menimbulkan risiko terhadap kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan
lingkungan. Wilayah Indonesia merupakan wilayah rawan tanah longsor khususnya di pulau-
pulau Sumastera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Maluku Utara dan Papua.
Potensi rawan tanah longsor ini disebabkan oleh kondisi-kondisi geomorfologi, geologi,
tabah dan batuan yang menyusun lereng dan bukit, iklim serta hidrologi di wilayah
perbukitan oulau-pulau tersebut. Di pulau-pulau itu banyak dijumpai lereng dan bukit yang
miring dan bergelombang yang berpotensi mengalami gerakan massa tanah dan batuan.
Terjadinya proses pelapukan batuan pada lereng (pada proses pembentukan tanah)
yang mengakibatkan lereng akan tersusun oleh tanah yang tebal. Lereng yang terdiri dari
tanah yang tebal relatif lebih berpotensi untuk terjadinya pergerakan massa tanah.
Penebangan hutan dan pemanfaatan tanah perbukitan atau lereng yang terjal sebagai lahan
persawahan, perladangan dan adanya genangan air di atasnya akan memicu terjadinya tanah
longsor.
Tanah longsor terjadi di banyak provinsi di Indonesia. BNPB
(http://www.dibi.bnpb.go.id) mencatat sampai dengan Oktober 2016, telah tejadi 464 kali
tanah longsor. Adapun korban meninggal/hilang sebanyak 160 orang, luka-luka 82 orang,
dan menderita/mengungsi 35.625 orang. Sementara itu kerusakan rumah akibat tanah longsor
diketahui ada 955 rumah rusak berat, 865 rusak sedang, 838 rusak ringan dan rumah terkuibur
sebanyak 303. Sedang fasilitas publik yang rusak ada 9 fasilitas kesehatan, 24 rumah
peribadatan dan 27 fasilitas pendidikan. Di samping itu terdapat banyak infrastruktur yang
rusak akibat tanah longsor seperti jalan, jembatan, saluran listrik, saluran irigasi, dan
sebagainya.
B. Kajian Teori
1. Penyebab

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar
daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan
kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air,
beban serta berat jenis tanah batuan.:

2. Faktor Pendukung

Faktor-faktor Pendukung Penyebab Tanah Longsor :

a. Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena


meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan
terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan
munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah
permukaan.

Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat
mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering
terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat
pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan
masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila
ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh
tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.

b. Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal
terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng
yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang
longsorannya mendatar.

c. Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan
lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk
terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan
terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu
panas.

d. Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara
kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi
tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila
terdapat pada lereng yang terjal.

e. Jenis tata lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan
adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk
mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga
mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena
akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di
daerah longsoran lama.

f. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin,
dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan,
lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
g. Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi
hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah
yang biasanya diikuti oleh retakan.

h. Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan
memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada
daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang
arahnya ke arah lembah.

i. Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

j. Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan


pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum
terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan
akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

k. Bekas longsoran lama

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material
gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit
bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri:

 Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.


 Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur
dan subur.
 Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
 Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
 Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada
longsoran lama.
 Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil.
 Longsoran lama ini cukup luas.

l. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung).

 Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:

 Bidang perlapisan batuan

 Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar

 Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.

 Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak
melewatkan air (kedap air).

 Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.n

 Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang
luncuran tanah longsor.

m. Penggundulan hutan

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air
tanah sangat kurang.

n. Daerah pembuangan sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak
dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang
terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini
menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.

3. Karakteristik Gempa

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok,
runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi
paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan
korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.

 Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk rata atau menggelombang landai.

 Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk cekung.

 Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir
berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

 Runtuhan Batu
dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-
gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan
yang parah.

 Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya
berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah
waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon,
pohon, atau rumah miring ke bawah.

 Aliran Bahan Rombakan


Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.
Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis
materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter
jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di
sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.
4. Potensi Bencana Gempa

Tanah longsor yang terjadi di bawah laut, atau berdampak pada air, misalnya batuan
runtuh yang signifikan atau vulkanik runtuh ke laut, dapat menimbulkan tsunami. Tanah
longsor besar-besaran juga dapat menimbulkan megatsunami, yang biasanya setinggi ratusan
meter. Pada tahun 1958, satu tsunami serupa terjadi di Teluk Lituya di Alaska..

C. Pembahasan
1. Mitigasi
a) Mitigasi Struktural

 Masyarakat jangan membangun rumah pemukiman dan fasilitas lainnya di tepi lereng
terjal, di bawah tebing, di tepi sungai yang curam dan rawan erosi serta daerah rawan
bencana longsor.

 Masyarakat jangan membuat sawah dan kolam di atas bukit yang di bawahnya
terdapat pemukiman penduduk.

 Masyarakat harus segera menutup dengan tanah padat bila terjadi keretakan tanah di
lereng bukit agar air tidak meresap ke dalam tanah.

 Masyarakat jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal dan memotong


tebing secara tegak lurus.

 Masyarakat jangan menebang pohon yang tumbuh di lereng.

 Mengurangi tingkat keterjalan lereng.

 Memperbaiki dan memelihara saluran air, baik air permukaan maupun air tanah.

 Perbaiki tata air dan tata guna lahan daerah lereng.

 Pembuatan bangunan beton penahan, jangkar dan tiang-tiang penyangga.

 Melakukan terasering dengan sistim saluran air yang tepat.

 Melakukan penghijauan dengan tanaman yang sistem perakaran dalam (akar


tunggang) dan kuat serta jarak tanam yang tepat.
 Buat pondasi bangunan yang menyatu untuk menghindari penurunan yang tidak
seragam.

 Mengingat tidak tersedianya alat peringatan dini yang tepat untuk medeteksi saat
terjadinya tanah longsor salah satu cara yang tepat sebagai pengganti alat peringatan
dini tanah longsor adalah dengan membentuk satuan tugas pengawas tanah longsor
di wilayah rawan tanah longsor.

 Tutup retakan–retakan yang timbul di atas tebing dengan bahan kedap air untuk
mencegah air hujan masuk ke dalam tanah.

 Satuan tugas berkewajiban untuk mengawasi secara seksama dan setiap saat wilayah
tanah longsor yang sudah mempunyai gejala-gejala akan terjadinya tanah longsor.

 Satuan tugas harus segera memberi tahu dan memperingatkan masyarakat yang
tinggal di wilayah rawan longsor untuk segera meninggalkan rumah dan wilayah
tersebut bila gejala-gejala dan tanda-tanda terjadinya tanah longsor makin nyata,
besar, luas dan kuat.

 Pemberitahuan dan peringatan kepada masyarakat tentang akan terjadinya tanah


longsor dapat di beri tahukan kepada masyarakat antara lain melalui: kentongan,
sirine, pengeras suara, bedug, lonceng atau alat pemberitahuan tanda bahaya lainnya
yang biasa di pakai masyarakat.

b) Mitigasi Non-Struktural

 Kenali daerah tempat tinggal, sehingga jika terdapat ciri-ciri rawan tanah longsor
dapat menghindar.

 Identifikasi daerah dengan tanah yang aktif bergerak, ini dapat dikenali dengan
adanya rekahan berbentuk ladam (tapal kuda). Selalu waspada pada saat musim
hujan, terutama pada saat curah hujan sangat tinggi.

 Waspada terhadap mata air atau rembesan air yang berwarna kotor dan berlumpur
serta kejadian longsor skala kecil di sepanjang lereng.

 Melakukan pemeriksaan secara rutin lereng dan tebing di wilayah yang rawan longsor
yang di bawahnya terdapat pemukiman penduduk.

 Pemerintah daerah melakukan pemantauan secara berkala terhadap wilayah-wilayah


yang selama ini sering terjadi tanah longsor.
 Pemerintah daerah perlu mempertimbangkan dan sangat disarankan untuk
memindahkan pemukiman penduduk yang berada di daerah rawan bencana tanah
longsor.

 Pemerintah pusat, dalam hal ini BNPB, perlu melakukan penyuluhan dan sosialisasi
secara terus menerus kepada Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan mengenai
bencana tanah longsor dan berbagai risikonya.

 Pemerintah daerah perlu melakukan pengkajian terhadap bencana longsor yang telah
terjadi di suatu wilayah untuk mengetahui penyebabnya, proses terjadinya, kondisi
bencana dan tata cara penanggulangan bencananya.

2. Review bencana Tanah Longsor di Indonesia dan dunia.


a) Longsor Sukabumi 2018
Terjadi pada pada tanggal 31 Desember 2018, di Kampung Cigarehong, Dusun
Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Longsor
berlangsung di tempat kejadian pada pukul 17.00 WIB. Longsor yang terjadi ini diawali
hujan yang menimbulkan keretakan pada tanah. Setelah terjadinya keretakan, maka mulailah
terjadi kelongsoran dari mahkota longsor, menerjang, dan terus menuruni perbukitan.
Keretakan yang terjadi di sana telah lama muncul sejak 24 Desember 2018. Semakin
banyaknya air yang tertahan, maka longsor pun tak terhindarkan, mengikuti gaya gravitasi
turun, dengan panjang mahkota longsor 800 m dan tebal ada yang sampai 10 m.Menurut
warga yang diwawancarai BBC, hujan deras terjadi sebelum longsor, dan menjelang salat
Magrib terdengar bunyi mendengung. Begitu dilihat telah terjadi longsor.
Di tengah evakuasi, longsor susulan masih terjadi. Terlebih lokasi longsor masih
diguyur hujan setiap hari. Longsor susulan terjadi antara pukul 10 sampai setengah 11 malam,
dengan pergeseran tanah yang signifikan, yang menyebabkan perubahan kontur tanah.
Sebanyak 30 rumah dengan 32 kepala keluarga, dengan 101 jiwa, juga lahan pertanian
terdampak longsor. Di awal evakuasi, pada 1 Januari 2019, didapati 2 orang meninggal dunia,
3 luka-luka, 61 orang mengungsi, dan 41 lainnya belum ditemukan. Perkembangan pada
Sabtu, 5 Januari 2019, pada penanganan hari ke-6, Viva mencatat dari Joshua Banjarnahor,
Humas dan Protokoler Basarnas Jawa Barat bahwa korban meninggal 31 orang, luka-luka
tiga orang, yang selamat 64 orang. 2 orang dinyatakan hilang/dalam pencarian. Sementara
Kompas.com memberitakan pada 6 Januari 2019 di akhir masa tahap tanggap darurat operasi
pencarian mencatat bahwa 32 orang berhasil ditemukan meninggal dunia dan 1 orang
dinyatakan hilang.
b) Longsor Oso, Washington 2014
Tanah longsor besar terjadi 4 mil (6,4 km) timur Oso, Washington, Amerika Serikat,
pada 22 Maret 2014, pukul 10:37 waktu setempat. Sebagian dari bukit yang tidak stabil
runtuh, mengirimkan lumpur dan puing-puing ke selatan melintasi Fork Utara dari Sungai
Stillaguamish, menelan lingkungan pedesaan, dan meliputi area seluas sekitar 1 mil persegi
(2,6 km2). Empat puluh tiga orang tewas dan 49 rumah serta bangunan lainnya hancur
Tanah longsor Maret 2014 menelan 49 rumah dan bangunan lain di lingkungan tak
berhubungan yang dikenal sebagai "Steelhead Haven" di sisi selatan Fork Utara Sungai
Stillaguamish, sekitar 4 mil (6,4 km) di timur Oso, Washington. Longsor juga membendung
sungai, menyebabkan banjir besar di hulu serta memblokir State Route 530, rute utama ke
kota Darrington (populasi 1.347), 16 mil (26 km) di timur Oso.
Lebih dari 100 penanggap pertama dari Snohomish County dan kabupaten sekitarnya
lainnya dikirim untuk membantu upaya medis darurat dan pencarian dan penyelamatan,
termasuk unit pencarian dan penyelamatan Angkatan Laut yang ditempatkan di dekat
Pangkalan Udara Angkatan Laut Pulau Whidbey. Lebih dari 600 personel, termasuk lebih
dari 160 relawan, bekerja dalam operasi pemulihan tanah longsor.
Larut malam tanggal 22 Maret 2014, Letnan Gubernur Washington Brad Owen
mengumumkan keadaan darurat di Snohomish County. Gubernur Negara Bagian
Washington Jay Inslee mengunjungi daerah itu melalui udara keesokan harinya sebelum
bergabung dengan pejabat daerah pada konferensi pers.
Pada hari perosotan, delapan orang berhasil diselamatkan dan dibawa ke rumah sakit
daerah. Sementara pencarian resmi korban berakhir pada April 2014, para pekerja dan
relawan terus menyaring puing-puing dan mencari satu korban yang masih belum ditemukan.
Pada 22 Juli 2014, Kantor Sheriff Kabupaten Snohomish mengonfirmasi 43 kematian setelah
jasad korban terakhir telah ditemukan dan diidentifikasi.
D. Daftar Pustaka
 https://siagabencana.com/mengenal-bencana/post/karakteristik-tanah-longsor
 https://geodesy.gd.itb.ac.id/2007/01/05/pemantauan-pergerakan-tanah-land-slide-
menggunakan-teknologi-gps
 Kontributor Sukabumi, Budiyanto (6 Januari 2019). Robertus Belarminus,
ed. "Operasi Pencarian Korban Longsor Sukabumi Ditutup, Satu Orang Tidak
Ditemukan". Diakses tanggal 22 Januari 2019.
 Lacitis, Erik (March 21, 2016). "2 years since Oso slide, a quiet renewal amid the
sorrow". Seattle Times. Retrieved September 9, 2016
TSUNAMI

A. Pendahuluan

Tsunami adalah adalah rangkaian gelombang di suatu badan air yang disebabkan oleh
perpindahan sejumlah besar air, umumnya di lautan atau danau yang besar. Gelombang tsunami
tidak menyerupai arus bawah laut normal atau gelombang laut karena panjang gelombangnya jauh
lebih panjang. Alih-alih muncul sebagai gelombang yang pecah, tsunami pada awalnya mungkin
menyerupai gelombang pasang yang cepat. Oleh karena itu, gelombang ini sering disebut sebagai
gelombang pasang, namun penggunaan ini tidak dianjurkan oleh komunitas ilmiah karena dapat
memberikan kesan yang salah tentang hubungan sebab akibat antara pasang surut dan tsunami.
Data historis bencana tsunami menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang
paling rawan tsunami di dunia. Menurut BNPB (2012), di Indonesia, kurang lebih ada 172 tsunami
terjadi dalam kurun waktu antara tahun 1600 – 2012. Diketahui bahwa 90% dari tsunami tersebut
disebabkan oleh aktivitas gempabumi tektonik, 9% akibat aktivitas vulkanik dan 1% oleh tanah
longsor yang terjadi dalam badan air (danau atau laut) maupun longsoran dari darat yang masuk
ke dalam badan air. Bencana-bencana tsunami tersebut menyebabkan korban dan telah
menewaskan sekitar 244.000 jiwa secara total. Jumlah korban jiwa ini adalah tertinggi di dunia,
yang menunjukkan tingginya tingkat kerentanan Indonesia terhadap tsunami.

B. Kajian Teori
1. Penyebab

Penyebab utama tsunami adalah perpindahan sejumlah besar air atau gangguan laut.
Pergeseran air ini biasanya dikaitkan dengan gempa bumi, tanah longsor, letusan gunung berapi,
penambangan gletser, atau lebih jarang lagi oleh meteorit dan uji coba nuklir. Namun,
kemungkinan meteorit menyebabkan tsunami masih diperdebatkan

 Gempa Bumi Bawah Laut.

Penyebab tsunami yang paling umum adalah gempa bumi bawah laut. Ini merupakan
penyebab yang paling sering menimbulkan tsunami dengan persentase 90% kerjadian tsunami
disebabkan oleh terjadinya gempa yang berada dibawah samudera. Tsunami dapat terjadi ketika
dasar laut tiba-tiba berubah bentuk dan secara vertikal menggeser air di atasnya, Lebih khusus lagi,
tsunami dapat terjadi ketika sesar-sesar dorong yang terkait dengan batas-batas lempeng
konvergen atau destruktif bergerak secara tiba-tiba, mengakibatkan perpindahan air, karena
adanya komponen gerakan vertikal

 Letusan Gunung Api

Letusan gunung berapi dapat menjadi penyebab tsunami, tidak hanya di daratan, lautan
yang begitu luas sebenarnya juga terdapat gunung berapi, yang apabila meletus akan menimbulkan
getaran yang efeknya sama dengan gempa tektonik bawah laut tadi. Semakin besar skala letusan
maka akan semakin besar tsunami yang dihasilkan.

 Longsor Bawah Laut

Pada tahun 1950-an, ditemukan bahwa tsunami dapat disebabkan oleh tanah longsor di
Bawah Laut. Dikonfirmasi pada tahun 1958, ketika tanah longsor di Teluk Lituya, Alaska,
menyebabkan gelombang tertinggi yang pernah tercatat, yang memiliki ketinggian 524 meter
(1.719 kaki). Gelombang itu tidak bergerak jauh, karena langsung menghantam daratan.
Secara umum, tanah longsor menimbulkan perpindahan terutama di bagian garis pantai
yang lebih dangkal, dan terdapat dugaan tentang sifat tanah longsor besar yang masuk ke dalam
air. Hal ini telah terbukti mempengaruhi air di teluk dan danau yang tertutup, tetapi tanah longsor
yang cukup besar untuk menyebabkan tsunami lintas samudra belum pernah terjadi dalam catatan
sejarah.

 Meteor
Beberapa kondisi meteorologi, dapat memengaruhi badan air untuk menyebabkan aliran
gelombang dengan panjang gelombang yang sebanding dengan tsunami seismik, tetapi biasanya
dengan energi yang lebih rendah. Ini pada dasarnya secara dinamis setara dengan tsunami seismik,
satu-satunya perbedaan adalah bahwa meteotsunami tidak memiliki jangkauan lintas samudra dari
tsunami seismik yang signifikan dan bahwa gaya yang memindahkan air dipertahankan selama
beberapa waktu sedemikian rupa sehingga meteotsunami tidak dapat dimodelkan sebagai yang
terjadi secara instan. Terlepas dari energinya yang lebih rendah, di garis pantai di mana mereka
dapat diperkuat oleh resonansi, terkadang cukup kuat untuk menyebabkan kerusakan lokal dan
potensi hilangnya nyawa. Meteotsunami telah didokumentasikan di banyak tempat, termasuk
Danau Besar, Laut Aegea, Selat Inggris, dan Kepulauan Balearic, di mana mereka memiliki nama
lokalnya, Rissaga. Di Sisilia, mereka disebut Marubbio dan di Teluk Nagasaki, mereka disebut
Abiki. Beberapa contoh meteotsunami yang merusak termasuk 31 Maret 1979 di Nagasaki dan 15
Juni 2006 di Menorca, yang terakhir menyebabkan kerusakan puluhan juta euro.

 Man-mad and Triggered Tsunamis

Telah ada studi tentang potensi induksi dan setidaknya satu upaya nyata untuk menciptakan
gelombang tsunami sebagai senjata tektonik. Saat Perang Dunia II, Pasukan Militer Selandia Baru
memprakarsai Project Seal, yang berusaha menciptakan tsunami kecil dengan bahan peledak di
area Taman Regional Shakespear; usaha itu gagal.

Ada banyak spekulasi tentang kemungkinan penggunaan senjata nuklir untuk


menyebabkan tsunami di dekat garis pantai musuh. Bahkan selama Perang Dunia II pertimbangan
ide menggunakan bahan peledak konvensional dieksplorasi. Pengujian nuklir di Pacific Proving
Ground oleh Amerika Serikat tampaknya membuahkan hasil yang buruk. Operation Crossroads
menembakkan dua bom 20 kiloton TNT (84 TJ), satu di udara dan satu di bawah air, di atas dan
di bawah perairan dangkal (50 m (160 kaki)) perairan laguna Bikini Atoll. Ditembakkan sekitar 6
km (3,7 mil) dari pulau terdekat, ombak di sana tidak lebih tinggi dari 3–4 m (9,8–13,1 kaki) saat
mencapai garis pantai. Tes bawah air lainnya, terutama Hardtack I / Wahoo (air dalam) dan
Hardtack I / Umbrella (air dangkal) mengkonfirmasi hasilnya. Analisis dari efek ledakan bawah
laut yang dangkal dan dalam menunjukkan bahwa energi ledakan tidak dengan mudah
menghasilkan jenis gelombang laut dalam yang dalam yang merupakan tsunami; sebagian besar
energi menciptakan uap, menyebabkan air mancur di atas air, dan menciptakan bentuk gelombang
kompresi.

2. Faktor Pendukung
Faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya bencana tsunami di Indonesia adalah
karena faktor geologis dan tektonik di wilayah Indonesia. Indonesia merupakan negara yang
terletak di antara dua benua yakni Asia dan Australia dan antara dua samudera yakni Pasifik dan
Hindia sehingga menjadi zona pertemuan lempeng dunia. Hal inilah yang menjadi penyebab
kenapa Indonesia memiliki banyak gunung terutama yang berstatus masih aktif. Setiap tahun
lempeng terus bergerak aktif, saling menjauhi ataupun saling menabrak satu sama lain dan terus
terjadi dalam kurun waktu jutaan tahun.
Lempeng yang saling bertabrakan tentu saja akan ada salah satu lempeng yang kalah dan
pada akhirnya terangkat ke atas membentuk dataran tinggi dan pengunungan. Seperti contoh
lempeng/ plate India-Australia yang bergerak menabrak lempeng Eurasia 5.6 cm per tahun yang
terjadi pada pulau Sumatera, Jawa hingga Nusa Tenggara dan lempeng Pasifik yang bergerak
mendekati lempeng Philipina dan Eurasia sebesar 12 cm per tahun yang terjadi pada sekitar pulau
Papua dan kepulauan Maluku menyebabkan banyak gunung berapi di wilayah tabrakan antar
lempeng tersebut.

3. Karakteristik Tsunami

Tsunami bergerak keluar dari daerah titik pusatnya dalam bentuk serangkaian gelombang.
Kecepatan gelombang tsunami bergantung pada kedalaman perairan, akibatnya gelombang
tersebut mengalami percepatan atau perlambatan sesuai dengan bertambah atau berkurangnya
kedalaman dasar laut. Dengan proses ini lah arah pergerakan gelombang juga berubah dan energi
gelombang bisa menjadi terfokus atau juga menyebar. Pada laut dalam, gelombang tsunami
mampu bergerak pada kecepatan 500 sampai 1,000 kilometer per jam. Sedangkan dekat pantai,
kecepatannya melambat menjadi beberapa puluh kilometer per jam. Ketinggian tsunami juga
bergantung pada kedalaman air. Sebuah gelombang tsunami yang hanya memiliki ketinggian satu
meter di laut dalam bisa meninggi hingga puluhan meter pada garis pantai.
Tsunami memiliki beberapa periode yang bisa berkisar dari beberapa menit hingga satu
jam, atau untuk beberapa kasus bisa lebih. Di tepi pantai, terjadinya tsunami dapat berbeda-beda
bergantung pada ukuran dan periode gelombangnya, batimetri dekat pantai dan bentuk garis
pantai, keadaan pasang surut serta faktor-faktor lainnya. Dalam beberapa kasus, tsunami hanya
menghasilkan banjir yang tidak berbahaya pada wilayah pantai rendah lalu menuju ke daratan
seperti air pasang yang cepat. Sementara dalam kasus lainnya tsunami dapat masuk ke daratan
menyerupai sebuah dinding air yang vertikal dan membawa puing-puing yang bisa
menghancurkan. Dalam banyak kasus, terjadi air laut surut secara tak lazim (dapat mencapai satu
kilometer dari bibir pantai atau lebih). Ini terjadi sebelum terbentuknya puncak gelombang
tsunami. Arus laut yang kuat dan tidak seperti biasanya dapat pula menyertai tsunami yang kecil
sekalipun
Sekitar 80% tsunami terjadi di Samudra Pasifik, tetapi bisa terjadi di mana pun terdapat
perairan yang luas, termasuk danau. Mereka disebabkan oleh gempa bumi, tanah longsor, ledakan
vulkanik, calvings gletser, dan bolides.

C. Pembahasan
1. Mitigasi tsunami
a) Mitigasi Struktural
 Pembangunan Sistim Peringatan Dini Tsunami.
 Pembangunan tembok atau pemecah ombak pada garis pantai yang berisiko.
 Penanaman pohon bakau serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk meredam
terjangan air laut tsunami.
 Pembangunan tempat-tempat evakuasi di sekitar daerah pemukiman yang cukup tinggi,
aman, memiliki jalan yang lebar dan mudah dijangkau untuk menghindari terjangan
tsunami.
 Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.

b) Mitigasi Non-Struktural
 Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.
 Melakukan latihan simulasi menghadapi tsunami, khususnya memahami peta, tempat
evakuasi dan cara-cara menuju tempat evakuasi tsunami.
 Peningkatan pengetahuan masyarakat pantai tentang bahaya tsunami, pengenalan sifat
dan tanda-tanda bahaya tsunami dan cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya
tsunami.
 Memberikan laporan sesegera mungkin jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinya
tsunami kepada petugas yang berwenang, seperti: Ketua RT/RW, Kepala Desa, Polisi,
stasiun radio, SATLAK PB dan dinas/instansi terkait lainnya.
 Melengkapi diri dengan alat komunikasi dan turut serta dalam penyebaran peringatan dini
tsunami.
2. Review bencana Tsunami di Indonesia dan dunia.
a) Tsunami Selat Sunda, 2018
Pada 22 Desember 2018, pukul 21.03 waktu setempat, Anak Krakatau meletus dan
merusak peralatan seismografik setempat, meskipun stasiun seismograf di dekatnya mendeteksi
getaran terus menerus. Letusan tersebut menyebabkan runtuhnya bagian barat daya gunung berapi,
yang memicu tsunami. Pejabat menyatakan bahwa sekitar 64 hektar gunung berapi itu telah runtuh
ke laut. Keruntuhan tersebut menyebabkan ketinggian gunung berapi berkurang dari 338 menjadi
110 meter.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi tsunami sekitar


pukul 21.27 waktu setempat di pantai barat Banten, meski belum mendeteksi adanya peristiwa
tektonik sebelumnya. Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo
Purwo Nugroho mengatakan, "Puluhan bangunan hancur akibat gelombang yang melanda pantai-
pantai di Lampung dan Banten sekitar pukul 21.30 waktu setempat pada Sabtu." Menurut The
Jakarta Post, pihak berwenang mengatakan bahwa tsunami "mungkin dipicu oleh gelombang
pasang yang tidak normal akibat bulan purnama dan tanah longsor di bawah air setelah letusan
Anak Krakatau. Badan tersebut awalnya menolak untuk memberi label peristiwa tersebut sebagai
tsunami, mengklaim bahwa peristiwa itu tidak terjadi. bahwa itu adalah air pasang yang "normal"
dan tidak pernah terjadi tsunami di pantai Banten..

Sebelumnya, BMKG telah mengeluarkan peringatan gelombang tinggi untuk perairan selat
tersebut. Alat pengukur pasang surut mengukur tsunami di sekitar 90 sentimeter di Serang dan 30
sentimeter di Lampung, di atas pasang setinggi dua meter. Meskipun Indonesia memiliki sistem
peringatan tsunami untuk tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi, tidak ada sistem untuk
tsunami vulkanik. Karenanya tidak ada peringatan dini. Pada tanggal 23 Desember, data satelit
dan rekaman helikopter mengkonfirmasi bahwa sektor barat daya gunung berapi telah runtuh, yang
memicu tsunami, dan saluran vulkanik utama meletus dari bawah air, menghasilkan aktivitas
bergaya Surtseyan.

Gelombang tersebut menghantam sekitar 313 kilometer garis pantai dengan berbagai
ketinggian. Di Carita, gelombang dilaporkan melanda dengan ketinggian setidaknya dua meter,
sedangkan di Tanjung Lesung dilaporkan mencapai ketinggian lebih dari lima meter. Survei
lanjutan yang dilakukan pada 31 Desember oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, dengan
bantuan dari Universitas Tohoku dan Universitas Chuo, mengungkapkan bahwa tsunami melanda
garis pantai Banten dan Lampung pada ketinggian 13,4 meter.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia (BNPB) pada awalnya melaporkan


20 kematian dan 165 luka-luka. Keesokan harinya, angka tersebut telah direvisi menjadi 43
kematian - 33 di Pandeglang, tujuh di Lampung Selatan, dan tiga di Kabupaten Serang, dengan
584 luka-luka, dan dua orang hilang, sebagian besar luka yang tercatat (491) juga terjadi di
Pandeglang. Korban tewas selanjutnya diperbarui menjadi 62 dengan 20 orang hilang pada hari
itu juga. Orang hilang juga dilaporkan berasal dari pulau-pulau kecil yang menjadi bagian dari
Kabupaten Pandeglang. Pada pukul 13:00 waktu setempat pada tanggal 23 Desember, BNPB telah
mengkonfirmasi 168 korban jiwa dan 745 luka-luka dengan 30 orang dilaporkan hilang, dan angka
tersebut kemudian meningkat menjadi 281 tewas dan 1.016 luka-luka. Per 31 Desember, jumlah
korban tewas adalah 437, dengan 14.059 dilaporkan terluka dan 24 orang hilang. Pejabat Indonesia
kemudian merevisi jumlah korban tewas menjadi 426, dengan 24 dilaporkan hilang dan total
setidaknya 7.202 terluka.

Wilayah Kabupaten Pandeglang yang dilanda ombak termasuk pantai yang menjadi tujuan
wisata populer, seperti Tanjung Lesung. Tsunami melanda saat peak season, di mana ratusan orang
telah berdatangan untuk merayakan liburan Natal dan Tahun Baru. Di Pandeglang, grup pop
populer Seventeen sedang menggelar konser ketika tsunami melanda tanpa peringatan. Pasar
malam juga digelar di Kecamatan Sumur, Pandeglang. Saksi mata dari pasar malam mengenang
tsunami yang melanda dengan ketinggian hampir setinggi tiang lampu, dengan puluhan, termasuk
anak-anak, dilaporkan terseret gelombang deras.

Pejabat Indonesia menyatakan, sebagian besar korban tewas ditemukan di dalam vila dan
hotel, terutama yang berada di Pantai Carita, Banten. Setidaknya 24 orang tewas di dalam satu vila
di Carita, dengan lusinan lainnya dilaporkan ditemukan di dalam vila lain. TNI AL menyatakan
bahwa puluhan jenazah juga ditemukan dari laut.

b) Tsunami Samoa, 2009


Tsunami Samoa 2009 terjadi pada 29 September 2009 di Samudra Pasifik bagian selatan
yang berdekatan dengan zona subduksi Kermadec-Tonga. Gempa bawah laut terjadi di lingkungan
ekstensional dengan magnitudo momen 8,1 dan intensitas Mercalli maksimum VI (Kuat). Itu
adalah gempa bumi terbesar tahun 2009.
Tsunami terjadi yang menyebabkan kerusakan besar dan korban jiwa di Samoa, Samoa
Amerika, dan Tonga. Pusat Peringatan Tsunami Pasifik mencatat kenaikan 3 inci permukaan laut
di dekat pusat gempa, dan para ilmuwan Selandia Baru menentukan bahwa gelombang mencapai
ketinggian 14 meter di pantai Samoa. Gempa terjadi di bagian luar tanjakan zona subduksi
Kermadec-Tonga. Ini adalah bagian dari Cincin Api Pasifik, tempat pertemuan lempeng tektonik
di litosfer bumi dan sering terjadi gempa bumi serta aktivitas vulkanik.
Negara-negara yang terkena tsunami di wilayah yang terkena tsunami adalah Samoa
Amerika, Samoa, dan Tonga (Niuatoputapu) dimana lebih dari 189 orang tewas terutama anak-
anak, sebagian besar di Samoa. Gelombang besar tanpa kerusakan besar dilaporkan terjadi di
pantai Fiji, pantai utara Selandia Baru dan Rarotonga di Kepulauan Cook. Orang-orang mengambil
tindakan pencegahan di dataran rendah atol Tokelau dan pindah ke tempat yang lebih tinggi. Niue
dilaporkan cukup aman karena tinggi.
The Los Angeles Times, mengutip sumber di Taman Nasional Samoa Amerika,
melaporkan bahwa "empat gelombang tsunami, setinggi 15 sampai 20 kaki (4,6 sampai 6 m)", dan
"mencapai satu mil (1,6 km) ke pedalaman" melanda Samoa Amerika tidak lama setelah gempa
bumi. Air mengalir ke pedalaman sekitar 100 meter sebelum surut, meninggalkan beberapa mobil
terjebak di lumpur. Kerusakan pada cagar alam Taman Nasional dan kehancuran pusat pengunjung
dan kantor utamanya telah dilaporkan, sementara hanya 20% dari 40 hingga 50 karyawan dan
sukarelawan taman tersebut yang ditemukan.
Sebuah desa pantai dilaporkan telah "musnah", menewaskan sedikitnya 14 orang setelah
gempa bumi membuat penduduk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Sejumlah besar warga
Samoa Amerika dikatakan terluka atau kehilangan tempat tinggal. Korban tewas yang
dikonfirmasi meningkat menjadi 22 orang, dengan banyak orang masih hilang di desa Leone dan
Pago Pago.
D. Daftar Pustaka
 https://siagabencana.com/mengenal-bencana/post/bencana-tsunami
 https://belajarbencanalearndisaster.com/bencana-di-indonesia/tsunami/
 "22-23 Dec 2018 eruption & tsunami in aluiakbe Krakatoa – updates". Volcano Discovery.
25 December 2018. Retrieved 26 December 2018
 Perry, Michael (29 September 2009). "Samoa tsunami toll may exceed 100, hundreds
injured". Reuters. Archived from the original on 3 October 2009. Retrieved 29
September 2009.

Anda mungkin juga menyukai