Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mengapa terdapat relief alam berupa gunung, bukit, lereng dan lain sebagainya
dikarenakan adanya tenaga endogen. Tenaga endogen adalah tenaga yang berasal dari
dalam bumi yang menyebabkan perubahan pada kulit bumi. Tenaga endogen ini
sifatnya membentuk permukaan bumi menjadi tidak rata. Mungkin saja di suatu daerah
dulunya permukaan bumi rata (datar) tetapi akibat tenaga endogen ini berubah menjadi
gunung, bukit atau pegunungan.
Pada bagian lain permukaan bumi turun menjadikan adanya lembah atau jurang. Secara
umum tenaga endogen dibagi dalam tiga jenis yaitu tektonisme, vulkanisme, dan seisme
atau gempa bumi. Memang kita mengakui bahwa dampak dari gejala vulkanisme adalah
Gempa Bumi yang dapat ditimbulkanya dapat merusak bangunan. Awan panas dan lava
pijar dari gunung berapi (Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah
yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas batuan dalam wujud
cair atau lava yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi
sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang
dikeluarkan pada saat meletus.) dapat menyebabkan kebakaran hutan, matinya hewan
ternak dan bahkan tebaran abu yang sangat tebal dan meluas dapat merusak kesehatan
dan mengotori sarana yang ada.
Akibat gejala vulkanisme sehingga esensi dari sifat membangun tenaga endogen untuk
kehidupan terus terjadi, karena itu sudah gejala alam untuk menyeimbangankan energi
bumi yang bersifat membangun bagi kehidupan dan bumi itu sendiri.

Gunung Merapi (untuk selanjutnya disebut Merapi) merupakan salah satu

dari 127 gunung api paling aktif di Indonesia yang sering meletus. Letak

Geografis Merapi berada pada koordinat 7º32’5" LS dan 110º26’5" BT dengan

ketinggian 2986 mdpal. Letusan terakhir Merapi terjadi pada tahun 2010.

Berdasarkan catatan sejarah, letusan Merapi pada 1872 tercatat terjadi selama 5

hari, sedangkan letusan 2010 ini mencapai 14 hari terhitung sejak tanggal 26

Oktober 2010 (BNPB, 2010). Menurut Balai Penyelidikan dan Pengembangan

Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, luncuran awan panas pada

letusan 138 tahun silam itu maksimal hanya 11–12 km, sedangkan letusan Tahun

2010 mencapai 14,5 km.

Merapi berdasarkan bentuknya memiliki tipe strato-volcano yaitu gunung

berapi komposit, yang tinggi dan mengerucut terdiri atas lava atau abu vulkanik
yang mengeras. Secara petrologi magma Merapi bersifat andesit-basaltik. Merapi

terbentuk secara geodinamik pada busur kepulauan akibat subduksi pertemuan

lempeng Indo-Australia dengan lempeng Asia. Dinamika erupsi Merapi

umumnya didahului pertumbuhan kubah lava diikuti guguran awan panas,

guguran lava pijar dan jatuhan piroklastik (BPPTK, 2010 dalam Mousafi,

2011:1).
Merapi memiliki aspek sosial dan ekonomis yang tinggi bagi kemajuan

masyarakat sekitarnya. Aspek sosial yang terkait dengan keberadaan Merapi

antara lain : menjadi wahana pelestarian tradisi atau budaya Jawa, menjadi

perekat persatuan dan kesatuan masyarakat Jawa. Dari sisi aspek ekonomis,

material Merapi, selain menjadi sumberdaya tambang golongan C yang dapat

dieksploitasi untuk jangka waktu yang lama, juga memberikan potensi kesuburan

tanah bagi lahan pertanian maupun perkebunan, kecuali itu hampir sebagian

besar wilayah Merapi merupakan objek wisata yang menguntungkan bagi

pendapatan masyarakat dan daerah.

yang oleh masyarakat sekitar Merapi disebut “wedhus gembel”

merupakan guguran kubah Merapi yang meluncur dengan kecepatan tinggi

mencapai (300 km/jam) serta panas dengan suhu antara 800ºC – 1100ºC. Bahaya

sekunder Merapi adalah banjir lahar dingin yang dapat terjadi pada musim hujan.
4

Kecamatan Cangkringan tanpa terjun langsung ke lapangan.Citra WorldView 2

juga dapat membantu menginterpretasi kenampakan aliran awan panas pasca

erupsi Merapi Tahun 2010. Citra Ikonos dan Citra WorldView 2adalah citra

beresolusi tinggi, sehingga tanpa terjun langsung ke lapangan pun kenampakan

penggunaan lahan maupun sebaran awan panas tampak jelas. Untuk

membuktikan hasil interpretasi dapat di lakukan survey lapangan untuk

memperkuat hasil interpretasi yang dilakukan.

Kecamatan Cangkringan adalah salah satu daerah yang dilewati oleh

awan panas, dampak awan panas sangat berpengaruh pada tingkat kerusakan

lahan. Baik untuk lahan pertanian, maupun untuk lahan terbangun, misal

permukiman. Awan panas meninggalkan abu vulkanik yang dapat

mempengaruhi kesuburan tanah, serta produktivitas lahan yang sangat

menunjang kebutuhan manusia diberbagai bidang. Ketebalan abu vulkanik akibat

erupsi Merapi adalah salah satu penyebab terjadinya kerusakan lahan, kandungan

dalam tanah yang bercampur dengan abu vulkanik menyebabkan perubahan

karakteristik lahan. Selain banyaknya abu vulkanik yang menyebabkan tingkat

kerusakan lahan, tidak bisanya lahan tersebut diperbaharui atau diperbaiki

setelah terkena abu vulkanik menjadi salah satu faktor tinggi rendahnya tingkat

kerusakan lahan tersebut.

Erupsi Merapi menyebabkan lahan kritis di daerah Kecamatan

Cangkringan. Lahan kritis adalah lahan yang tidak dapat dimanfaatkan secara
optimal karena mengalami proses kerusakan fisik, kimia, maupun biologi yang

pada akhirnya membahayakan fungsi hidrologi, orologi, produksi


5

pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Lahan kritis

juga disebut sebagai lahan marginal yaitu lahan yang memiliki beberapa faktor

pembatas, sehingga hanya sedikit lahan yang dapat dimanfaatkan kembali untuk

kepentingan tertentu, baik untuk pertanian, maupun tidakbisanya lahan tersebut

dijadikan lahan terbangun atau permukiman. Faktor pembantas sangat

berpengaruh terhadap tingkat kerusakan lahan.

Adanya pemetaan tingkat kerusakan lahan dapat membantu mengetahui

hal apa yang perlu dilakukan kembali agar lahan tersebut dapat digunakan

kembali secara maksimal dan dapat meningkatkan produktivitas lahan tersebut.

Berdasarkan kondisi tersebut maka penelitian ini diberi judul

Apabila Merapi meletus, bahaya utama yang mengancam adalah pyroclastic flow atau
aliran awan panas. Aliran awan panas

PEMBAHASAN

A. Tipe-tipe Gunung Berapi

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan
sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang
memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke
permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada
saat meletus.
Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan
ice volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung
api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin bersalju, sedangkan
gunung api lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah yang
populer sebagai Bledug Kuwu.
Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling
dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik
(Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara
dua lempengan tektonik.
Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung
berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya
menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam
waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali.
Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya dari suatu gunung berapi itu,
apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati.
Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magmar di
bawah gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava. Selain daripada aliran lava,
kehancuran oleh gunung berapi disebabkan melalui berbagai cara seperti berikut:
 Aliran lava;
 Letusan gunung berapi;
 Aliran lumpur;
 Abu;
 Kebakaran hutan;
 Gas beracun;
 Gelombang tsunami;
 Gempa bumi.

1. Jenis Gunung Berapi Berdasarkan Bentuknya


a. Stratovolcano

Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga dapat
menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga
membentuk suatu kerucut besar (raksasa), kadang-kadang bentuknya tidak beraturan,
karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Gunung Merapi merupakan jenis ini.
b. Perisai

Tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga tidak
sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan berlereng landai,
dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh bentuk gunung berapi
ini terdapat di kepulauan Hawai.
c. Cinder Cone

Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di
sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya.
Jarang yang tingginya di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.
d. Kaldera

Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang melempar ujung
atas gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung Bromo merupakan jenis ini.
2. Klasifikasi Gunung Berapi di Indonesia

Kalangan vulkanologi Indonesia mengelompokkan gunung berapi ke dalam tiga tipe


berdasarkan catatan sejarah letusan/erupsinya.
a. Gunung api Tipe A : tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya
satu kali sesudah tahun 1600.
b. Gunung api Tipe B : sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan erupsi
magmatik namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan
solfatara.
c. Gunung api Tipe C : sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, namun
masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola
pada tingkah lemah.

B. Gunung Merapi

Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian
tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng
sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,
dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di
sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi
tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional
Gunung Merapi sejak tahun 2004.
Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak
keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang
sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota
Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km
dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1700 m dan
hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Oleh karena tingkat kepentingannya ini,
Merapi menjadi salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam
proyek Gunung Api Dekade Ini (Decade Volcanoes).
1. Geologi

Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah
ke selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terbentuk karena aktivitas di zona
subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia
menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa.
Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik tinggi.
Puncak ini tumbuh di sisi barat daya puncak Gunung Batulawang yang lebih tua.
Proses pembentukan Gunung Merapi telah dipelajari dan dipublikasi sejak 1989 dan
seterusnya. Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan Merapi dalam
empat tahap. Tahap pertama adalah Pra-Merapi (sampai 400.000 tahun yang lalu), yaitu
Gunung Bibi yang bagiannya masih dapat dilihat di sisi timur puncak Merapi. Tahap
Merapi Tua terjadi ketika Merapi mulai terbentuk namun belum berbentuk kerucut
(60.000 - 8000 tahun lalu). Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan
di bagian selatan, yang terbentuk dari lava basaltik. Selanjutnya adalah Merapi
Pertengahan (8000 - 2000 tahun lalu), ditandai dengan terbentuknya puncak-puncak
tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan Batulawang, yang tersusun dari lava andesit.
Proses pembentukan pada masa ini ditandai dengan aliran lava, breksiasi lava, dan awan
panas. Aktivitas Merapi telah bersifat letusan
efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan
runtuhan material ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal kuda dengan
panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di lereng barat. Kawah Pasarbubar
(atau Pasarbubrah) diperkirakan terbentuk pada masa ini. Puncak Merapi yang sekarang,
Puncak Anyar, baru mulai terbentuk sekitar 2000 tahun yang lalu. Dalam
perkembangannya, diketahui terjadi beberapa kali letusan eksplosif dengan VEI 4
berdasarkan pengamatan lapisan tefra
2. Vegetasi

Gunung Merapi di bagian puncak tidak pernah ditumbuhi vegetasi karena aktivitas yang
tinggi. Jenis tumbuhan di bagian teratas bertipe alpina khas pegunungan Jawa, seperti
Rhododendron dan edeweis jawa. Agak ke bawah terdapat hutan bambu dan
tetumbuhan pegunungan tropika.
Lereng Merapi, khususnya di bawah 1.000 m, merupakan tempat asal dua kultivar salak
unggul nasional, yaitu salak 'Pondoh' dan 'Nglumut'.
3. Rute Pendakian

Gunung Merapi merupakan obyek pendakian yang populer. karena gunung ini
merupakan gunung yang sangat mempesona. Jalur pendakian yang paling umum dan
dekat adalah melalui sisi utara dari Sèlo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, tepatnya di
Desa Tlogolele. Desa ini terletak di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu.
Pendakian melalui Selo memakan waktu sekitar lima jam hingga ke puncak.
Jalur populer lain adalah melalui Kaliurang, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta di sisi selatan. Jalur ini lebih terjal dan memakan waktu sekitar 6-7 jam
hingga ke puncak. Jalur alternatif yang lain adalah melalui sisi barat laut, dimulai dari
Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan melalui sisi tenggara, dari arah
Deles, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

. Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi 2010

Sehubungan dengan kejadian erupsi Gunung Merapi maka melalui Pusat

Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Energi dan

Sumberdaya Mineral ditetapkan kawasan rawan bencana Gunung Merapi

melalui penyusunan peta kawasan rawan bencana Gunung Merapi


24

di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta 2010 sebagai petunjuk

tingkat kerawanan bencana suatu daerah apabila terjadi letusan

kegiatangunungapi. Dalam peta tersebut mencakup jenis dan sifat bahaya

gunungapi, daerah rawan bencana, arah jalur penyelamatan diri, lokasi

pengungsian dan pos-pos penanggulangan bencana. Pembagian kawasan rawan

bencana melalui penyusunan peta kawasan rawan bencana tersebut didasarkan

kepada geomorfologi, geologi, sejarah kegiatan, distribusi produk erupsi

terdahulu, penelitian dan studi lapang. Selanjutnya kawasan rawan bencana

Gunung Merapi dibagi kedalam tiga tingkatan yaitu: Kawasan Rawan bencana

III, Kawasan Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana I.

Kawasan Rawan Bencana III, adalah kawasan yang letaknya dekat

dengan sumber bahaya yang sering terlanda awan panas, aliran lava, guguran
batu, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Oleh karena tingkat kerawanan

yang tinggi, maka kawasan ini tidak diperkenankan untuk digunakan sebagai

hunian tetap.Penetapan batas kawasan rawan bencana III didasarkan pada sejarah

kegiatan dalam waktu 100 tahun terakhir. Kawasan rawan bencana III Gunung

Merapi ini merupakan kawasan yang paling rawan terkena letusan, apapun jenis

dan besar letusan. Letusan normal Merapi pada umumnya mempunyai indeks

letusan skala VEI 1-3, dengan jangkauan awan panas maksimum 8 km,

sedangkan letusan besar dengan letusan VEI 4 jangkauan awan panasnya bisa

mencapai 15 km atau lebih. Oleh karena tingkat kerawanannya tinggi, kawasan

rawan bencana III tidak direkomendasikan sebagai lokasi hunian tetap. Dalam

rangka upaya pengurangan risiko bencana, perlu dilakukan pengendalian tingkat

kerentanan. Apabila terjadi peningkatan aktivitas Gunung Merapi yang mengarah

kepada letusan, masyarakat yang masih bertempat tinggal di kawasan rawan

bencana III diprioritaskan untuk diungsikan terlebih dahulu.

Kawasan Rawan Bencana II, terdiri atas dua bagian, yaitu: a). aliran massa berupa
awan panas, aliran lava dan lahar; b). lontaran berupa material jatuhan dan lontaran batu
(pijar). Pada kawasan rawan bencana II masyarakat diharuskan mengungsi apabila
terjadi peningkatan kegiatan gunungapi
Geologi sampai daerah ini dinyatakan aman kembali. Pernyataan harus

mengungsi, tetap tinggal ditempat, dan keadaan sudah aman kembali, diputuskan

oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penetapan batas

kawasan rawan bencana II didasarkan kepada sejarah kegiatan lebih tua dari 100

tahun, dengan indeks erupsi VEI 3-4, baik untuk bahaya aliran massa ataupun

bahaya material awan panas. Kawasan yang berpotensi terlanda material jatuhan

ditentukan dengan mempertimbangkan sifat gunungapi yang bersangkutan tanpa

memperhatikan arah angin, dan digambarkan dalam bentuk lingkaran. Penetapan


batas sebaran material lontaran didasarkan pada endapan tefra yang berumur

lebih tua dari 100 tahun pada jarak 6-18 km dari pusat erupsi dengan ketebalan

6- 24 cm dan besar butir 1-4 cm. Berdasarkan produk letusan tahun 2010,

material lontaran batu (pijar) yang berukuran butir 2-6 cm mencapai jarak 10 km

dari pusat erupsi. Untuk mengantisipasi letusan besar seperti letusan Gunung

Merapi tahun 2010, maka radius ancaman sebaran material sebaran material

jatuhan dan lontaran batu pijar hingga radius 10 km dari pusat erupsi.Apabila

letusan lebih besar radius dapat diperluas kembali.

Kawasan Rawan Bencana I, adalah kawasan yang berpotensi terlanda

lahar/banjir dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas

dan aliran lava lahar adalah aliran massa berupa campuran air dan material lepas

berbagai ukuran yang berasal dari ketinggian gunungapi produk erupsi Gunung

Merapi 2010 sekitar 130 juta


27

m3 , 30-40 % diantaranya masuk ke Kali Gendol berupa awan

panas, sisanya masuk ke sungai-sungai besar lainnya yang berhulu

di puncak Gunung Merapi. Endapan awan panas pada sungai-

sungai tersebut berpotensi menjadi lahar apabila terjadi hujan

dengan intensitas tinggi. Ancaman lahar berupa meluapnya lahar

dari badan sungai yang melanda daerah permukiman, pertanian

dan infrastruktur. Apabila terjadi lahar dalam skala besar, warga

masyarakat yang terancam agar dievakuasi untuk mencegah

korban jiwa. (Rencana Aksi Rehabilitasi Dan Rekonstruksi

Pascabencana Erupsi Merapi Di Wilayah Provinsi Di Yogyakarta

Dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013, BNPB,2011 : 19-

21)

Anda mungkin juga menyukai