Anda di halaman 1dari 48

Batuan

3 BATUAN

Material utama penyusun kerak bumi adalah batuan. Batuan sendiri


merupakan kumpulan dari mineral-mineral (umumnya), baik yang sejenis
maupun tidak sejenis yang terbentuk secara alami. Di alam ini kita melihat
beragam batuan dengan beragam warna dan bentuk yang menarik bahkan kita
banyak memanfaatkan batuan serta mineral yang dikandungnya untuk berbagai
tujuan dan keperluan dalam kehidupan ini. Namun batuan memiliki sifat dan
karakter yang berbeda satu dengan yang lain, sehingga kita harus tahu apa
batuannya, apa yang menyusunnya, bagaimana sejarah pembentukannya,
dimana harus mencarinya, bagaimana sifat fisika dan kimianya. Oleh karena
itu, suatu batuan dapat terubah menjadi batuan lain atau merupakan suatu
siklus yang berkesinambungan yang masih berlangsung hingga saat ini.
Berdasarkan cara terbentuknya batuan di bumi ini terbagi menjadi 3 jenis
batuan yaitu :
a. Batuan Beku
b. Batuan Sedimen
c. Batuan Metamorf (Malihan)

22
Batuan

Siklus batuan

IGNEOUS ROCK (BATUAN BEKU)


Igneous berasal dari kata Latin ignis yang berarti api, sehingga batuan
beku merupakan kumpulan dari mineral-mineral (umumnya) baik sejenis
maupun tidak sejenis yang terbentuk dari pembekuan (kristalisasi) magma.
MAGMA
Magma merupakan larutan silikat panas yang mengandung senyawa
oksida, sulfida dan gas-gas (volatile) baik yang ikut terlarut maupun yang
terpisah sebagai fasa gas tersendiri dengan suhu berkisar 600-1250oC.

Karakteristik Magma
Tipe Magma
Tipe magma berdasarkan komposisi kimia yang dikandungnya secara
umum terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Basaltic magma, mengandung SiO2 45-55%, tinggi dalam kandungan
Fe, Mg dan Ca, rendah dalam kandungan K dan Na.
2. Andesitic magma, mengandung SiO2 55-65%, menengah dalam
kandungan Fe, Mg, Ca, Na dan K.
3. Rhyolitic magma, mengandung SiO2 65-75%, rendah dalam kandungan
Fe, Mg dan Ca, tinggi dalam kandungan K dan Na.
Fasa Magma
Pada magma yang cair terkandung gas-gas yang terlarut, gas-gas ini
akan membentuk fasa tersendiri ketika terjadi penurunan tekanan seiring
23
Batuan

bergeraknya magma ke permukaan. Bayangkan seperti kita membeli sebotol


minuman ringan berkarbonasi. Pada tekanan yang tinggi dalam botol tertutup
gas akan tetap berada dalam cairan minuman, namun ketika kita membuka
botolnya tekanan turun dan gas akan keluar dari larutan membentuk fasa gas
yang terpisah dan gelembung-gelembung. Demikian pula pada magma,
kandungan gasnya mencirikan karakter eksplosifnya. Kandungan gas pada
magma berupa :
1. Umumnya H2O (uap air) dengan CO2 (karbondioksida), serta
2. Sedikit gas-gas Chlorine, Flourine dan Sulfur.

Besarnya kandungan gas dalam magma bergantung pada komposisi


kimia magmanya sendiri. Magma riolitik biasanya memiliki kandungan gas
terlarut yang tinggi dibandingkan dengan magma basaltik.

Temperatur Magma
Sebenarnya temperatur magma sangatlah sulit untuk diukur karena
berbahaya. Hasil pengukuran temperatur magma di lapangan dan laboratorium
mengindikasikan bahwa temperatur magma yang ketika dierupsikan adalah :
1. Magma basaltik berkisar antara 1.000-1.200oC.
2. Magma andesitik berkisar antara 800-1.000oC.
3. Magma riolitik berkisar antara 650-800oC.

Viskositas magma
Viskositas atau kekentalan magma bergantung pada komposisi dan
temperatur magma. Semakin tinggi kandungan SiO2 (silika), maka magma
akan semakin kental (viskositasnya semakin tinggi), dengan demikian
kekentalan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi silika dalam
magma. Semakin rendah temperatur, maka magma akan semakin kental,
semakin tinggi temperatur magma akan semakin encer (viskositas berkurang
seiring meningkatnya temperatur). Magma basaltik cenderung lebih encer
(viskositas rendah), walau demikian keenceran magmanya masih 10.000-
100.000 kali lebih kental dari air biasa. Magma riolitik memiliki kekentalan
paling tinggi, yaitu antara 1 juta-100 juta kali lebih kental dari air. Viskositas
sangat penting dalam menentukan sifat eruptif suatu magma. Pada bab

24
Batuan

sebelumnya, kita telah mengetahui interior bumi dan Teori Tektonik Lempeng,
pada bab ini kita juga telah membahas mengenai karakteristik magma,
selanjutnya kita akan mengetahui dan memahami asal-usul magma sebagai
material pembentuk batuan beku.

Terbentuknya Magma
Magma dibawah permukaan bumi terbentuknya tidak begitu saja,
namun ada kondisi-kondisi tertentu yang berpengaruh dan menentukan
terhadap proses pembentukannya. Temperatur adalah salah satu faktornya,
yang berubah terhadap kedalaman dan tekanan (geothermal gradient).
1. Meningkatnya Gradien Geotermal
a.Radioactive heat (panas radioaktif),
unsur-unsur seperti U, Th, K dan Rb
memiliki isotop-isotop radioaktif.
Selama peluruhan radioaktif, partikel-
partikel sub-atomik dilepaskan oleh
isotop-isotop yang mengalami
peluruhan tersebut, kemudian bergerak
keluar hingga bertumbukan dengan
partikel atom lainnya. Terkait dengan
adanya tumbukan ini, energi kinetic
yang dihasilkan berubah menjadi
panas. Jika energi panas ini tidak dapat
tersalurkan, maka temperatur akan
naik. Panas dibawah permukaan bumi
umumnya dihasilkan oleh peluruhan
Grafik geothermal gradient terhadap
temperature, tekanan dan kedalaman.

radioaktif, sehingga oleh karena itu mengapa temperatur jadi meningkat


seiring bertambahnya kedalaman dibawah permukaan bumi. Unsur-unsur
radioaktif banyak terkonsentrasi di kerak bumi terutama di kerak benua,
keberadaanya mampu menaikkan temperatur secara lokal dan cukup tinggi

25
Batuan

untuk menyebabkan metamorfisme, namun hal ini sangat jarang terjadi.


Adanya panas akibat radioaktif juga tidak dapat menyebabkan pelelehan
(melting).
b. Frictional heat (panas akibat gesekan), terjadi pada area dimana
batuan saling bergesekan, seperti pada bagian bawah litosfer ataupun pada
zona subduksi, panas dihasilkan akibat adanya gesekan (sliding dan
shearing). Jika energi panas ini terjebak maka akan menaikkan temperatur
secara lokal ditempat dimana gesekan terjadi, hal ini mengakibatkan gradien
geotermal langsung meningkat tajam diatas solidus (fasa padat).
c.Dekompresi, terjadi akibat adanya konveksi. Arus konveksi merupakan
bentuk transfer energi panas dimana panas bergerak bersama material pada
mantel bumi. Mekanisme arus konveksi terjadi ketika gradien temperatur
cukup tinggi, sehingga material dibawah kerak bumi menebar hingga
menyebabkan densitasnya menjadi lebih rendah dibanding yang diatasnya.
Dalam keadaan yang tidak stabil dan sangat panas, material dengan densitas
yang lebih rendah akan naik dan digantikan oleh material yang lebih dingin.
Terjadinya konveksi tergantung pada gradien temperatur dan viskositas
materialnya. Di bumi, gradien temperatur yang terjadi diketahui cukup tinggi
dengan viskositas cukup rendah untuk menimbulkan arus konveksi. Tektonik
lempeng terjadi akibat adanya arus konveksi ini. Pada tempat terjadinya
mekanisme arus konveksi, material paling panas akan naik keatas. Naiknya
material ini keatas ke tempat yang memiliki tekanan yang lebih rendah
(dekompresi) akan mengakibatkan terjadinya pendinginan, namun demikian
ia akan tetap lebih panas dari sekitarnya, hal ini menyebabkan naiknay
gradien geotermal lokal yang mencapai temperatur lebih besar dari fasa padat
peridotit, partial melting (pelelehan parsial) dan generation of magma akan
terjadi. Mekanisme ini disebut decompression melting.

2. Penurunan Solidus Temperature


Apabila terjadi penambahan material pada mantel bumi, akan
menyebabkan temperatur solidus lebih rendah dari gradien geotermal dan
menghasilkan partial melting. Mekanisme peleburan ini disebut flux melting.

26
Batuan

Sangatlah sulit untuk membayangkan bagaimana suatu komponen padat


bercampur kedalam material mantel. Volatile yang sifatnya mobile dapat
bercampur dengan material mantel terutama pada zona-zona subduksi. Berikut
mekanisme yang terjadi di zona subduksi :
a. Kerak samudera yang mengalami kontak dengan air laut, air laut
tersebut dapat terperangkap dalam pori dan rekahan batuan pada kerak
akibat mengalami pelapukan ataupun adanya mineral-mineral hydrous
seperti mineral lempung.
b. Sedimen laut menutupi batuan kerak samudera yang berupa batuan
basaltik di sepanjang punggungan samudera. Sedimen ini mengandung
mineral lempung (yang mengandung air) dan mineral karbonat (yang
mengandung karbondioksida).
c. Saat kerak samudera ini menunjam kedalam mantel pada zona
subduksi, batuannya baik yang basaltik maupun yang sedimen akan
mengalami metamorfisme seiring dengan meningkatnya temperatur
ketika bergerak semakin dalam dan terjadi reaksi kimia yang mengubah
mineral-mineral hydrous dan karbonat menjadi mineral nonhydrous
serta melepaskan H2O dab CO2 dalam fasa fluida.
d. Adanya penambahan fasa fluida baik pada kerak yang menunjam
maupun pada lapisan mantel dapat menurunkan temperatur solidus dan
liquidus dan menghasilkan partial melting.

3. Crustal Anatexis (anateksis kerak)


Dari penelitian, gradien geotermal tidak akan cukup tinggi untuk
menyebabkan pelelehan pada kerak benua, kecuali apabila terdapat banyak
mineral hydrous yang terkandung dalam batuan kerak benua. Selain itu, kerak
benua memiliki temperatur dan viskositas yang rendah sehingga dekompresi
konvektif sulit terjadi. Namun demikian, terdapat bukti yang menunjukan
bahwa kerak benua juga ada saatnya mengalami pelelehan. Kejadian ini disebut
crustal anatexis. Proses-proses yang dapat mengakibatkan mekanisme ini
adalah :
a. Magma basaltik yang terbentuk pada mantel oleh mekanisme flux
melting, decompression melting atau juga oleh frictional heat, naik
kedalam kerak bersama dengan panas yang dibawanya.

27
Batuan

b. Karena magma basaltik memiliki densitas yang lebih besar dari material
kerak, maka tidak akan seluruhnay naik ke permukaan melainkan
mengintrusi dan secara perlahan membeku di dalam kerak.
c. Selama pendinginan tersebut, magma basaltik melepaskan panasnya ke
material kerak, menaikkan gradien geotermal (menaikkan temperatur
lokal).
d. Terjadinya intrusi material mantel secara berkelanjutan pada area yang
sama di kerak benua ini menyebabkan partial melting pada kerak.

Magmatisma dan Tektonik Lempeng


Dari pembahasan diatas, kita tahu bahwa magmatisma terkait erat
dengan tektonik lempeng. Mekanisme pelelehan yang terjadi merupakan hasil
dari tektonik lempeng pada beragam tectonic setting, seperti punggungan
samudera, zona subduksi, dan rift valley (pemekaran benua). Oceanic ridge
(punggungan samudera) merupakan area dimana material mantel naik keatas
akibat arus konveksi. Decompression melting dapat terjadi, membentuk magma
yang mengintrusi, dan keluar disekitar punggungan samudera dan membentuk
kerak samudera yang baru.

Pergerakan arus konveksi pada mantel bumi


Continental rift valley (pemekaran benua) atau zona ekstensional,
biasanya terletak pada kerak benua dimana deformasi ekstensional
berkembang. Pemekaran benua ini juga terkait dengan adanya pergerakan
mantel oleh arus konveksi dibawah zona ekstensinya. Adanya pergerakan
material mantel keatas ini dapat menyebabkan terjadinya decompression
melting pada mantel dan memicu crustal anatexis.
28
Batuan

Ada dua zona yang menyebabkan terbentuknya magma yaitu :


1. Converging Plate Boundary (batas lempeng konvergen)
Beberapa mekanisme generation of magma pada lingkungan ini adalah :
o Frictional heating terjadi di sepanjang batas antara lempeng yang
menunjam dengan mantel diatasnya.
o Flux melting pada lempeng yang menunjam maupun pada mantel
diatasnya berkembang sebagai akibat dari pelepasan volatil ketika
lempeng yang menunjam terpanaskan dan termetamorfikan
menghasilkan air dan karbondioksida.
o Proses penunjaman dapat ikut menyeret mantel yang berada diatas
lempeng yang menunjam ke bawah. Bagian dimana asalnya terisi oleh
mantel yang terseret ke bawah ini, kemudian terisi oleh bagian mantel
yang bergerak ke atas. Proses ini dapat menyebabkan decompression
melting.
2. Intraplate Magmatism dan Hot Spot
Ada area dimana magmatisma yang berkembang bukan akibat dari
pergerakan lempeng yang saling mendekat ataupun saling menjauh.
Mekanisme yang menyebabkannya disebut intraplate magmatism. Intraplate
magmatism sendiri terjadi akibat adanya hot spot yang terbentuk ketika
gumpalan material mantel naik. Hot spot ini tetap berada ditempatnya pada
mantel hanya lempeng diatasnya yang bergerak. Decompression melting yang
disebabkan oleh proses di atas menghasilkan magma yang membentuk
gunungapi di lantai samudera tepat di atas hot spot. Namun akibat adanya
pergerakan lempeng, gunungapi akan bergeser menjadi tidak aktif, kemudian di
tempatnya semula akan terbentuk gunungapi baru yang aktif. Magma akan
mengkristal pada saat temperatur turun. Umumnya mineral-mineral yang sukar
larut akan mengkristal terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh mineral-mineral
yang mudah larut. Magma asal dalam proses pembekuannya bergerak ke
permukaan bumi (naik) dan mengalami penurunan temperatur, secara normal
akan terjadi proses-proses :
a. Diferensiasi Kristalisasi
Merupakan suatu proses pemisahan magma menjadi beberapa fraksi
dengan komposisi yang berbeda yang berasal dari suatu magma yang
bersifat homogen.

29
Batuan

Prosesnya :
Pada saat magma mengalami penurunan temperatur, kristal yang terbentuk
lebih awal memiliki densitas yang lebih besar dari larutan magmanya, akan
turun ke bawah (mengendap), maka terbentuk 2 fraksi yaitu akumulasi
kristal yang terbentuk awal dan larutan sisa magma. Larutan sisa magma
akan terus bergerak dan mengami penurunan temperatur, maka proses
pemisahan kristal dan larutan sisa magma akan terus berlanjut sampai
seluruh larutan sisa magma membeku semuanya.
b. Diferensiasi Asimilasi
Magma asal dalam perjalanannya mengalami pembekuan akan naik dan
menerobos batuan sekitarnya, maka dapat terjadi proses pencampuran
(pemakanan) dari batuan samping kedalam magma asal, sehingga dapat
merubah komposisi magma asal.

Mineral utama pembentuk batuan mengkristal mengikuti suatu pola


perurutan kristalisasi. Pola perurutan kristalisasi ini disebut Bowen’s Reaction
Series (Deret Reaksi Bowen). Namun, perlu diingat bahwa deret ini tidak
bersifat mutlak. N.L. Bowen merupakan seorang ahli yang pertama kali
melakukan penyelidikan terhadap proses kristalisasi magma pada awal abad
ke-20 ini. Hasil penyelidikannya di laboratorium menunjukan bahwa mineral
tertentu akan mengkristal pertama kali. Seiring dengan menurunnya temperatur
dan tekanan, maka mineral lain akan mulai mengkristal. Pada diagram
ditunjukan bahwa mineral pertama yang terbentuk cenderung mengandung
kadar silika yang rendah.
Pada continuous series (seri yang menerus), mineral yang terbentuk
pertama kali adalah Plagioklas-Ca yang akan terus beraksi dengan larutan sisa
magma selama proses pendinginan berlangsung, jadi disini terjadi substitusi
unsur Ca dengan unsur Na. Sedangkan pada discontinuous series (seri yang
tidak menerus), serinya terdiri atas mineral yang kaya akan unsur Fe dan Mg
atau disebut juga dengan mineral ferromagnesian. Mineral yang pertama
terbentuk adalah mineral olivin kemudian dilanjutkan dengan pembentukan
mineral selanjutnya dengan larutan sisa magma yang ada tanpa terjadi
substitusi antara larutan sisa magma dengan mineral yang telah terbentuk.
Mineral yang kaya akan unsur Fe dan Mg disebut mineral mafic (mineral

30
Batuan

gelap), sedangkan mineral yang kandungan unsur Fe dan Mg-nya rendah serta
kaya akan silikat disebut mineral felsic (mineral terang).

Tabel mineral-mineral penyusun batuan beku


Mafic Felsic
Olivine Plagioclase
Pyroxene Potassium Feldspar
Amphibole Muscovite
Biotite Quartz

Lingkungan Pembentukan Batuan Beku


Berdasarkan lingkungan pembentukannya (genetikanya) atau cara
keterdapatannya, batuan beku dapat dibedakan menjadi :
1. Intrusive igneous rock (batuan beku intrusi), terbagi menjadi dua yaitu :
a. Plutonic igneous rock (batuan beku plutonik)
b. Hypabissal igneous rock (batuan beku hipabisal)
2. Extrusive igneous rock (batuan beku ekstrusif), termasuk kedalamnya
yaitu volcanic igneous rock (batuan beku volkanik).

Klasifikasi berdasarkan genetika ini merupakan pembagian batuan beku


awal sebelum dilakukan pengklasifikasian selanjutnya yang lebih detail.

31
Batuan

Batuan Beku Intrusi


Batuan beku intrusi merupakan batuan yang terbentuk didalam perut
bumi. Batuan ini memiliki dua bentuk utama, yaitu concordant (konkordan)
dan discordant (diskordan). Konkordan merupakan suatu bentuk intrusi yang
memiliki hubungan yang selaras dengan batuan sekitarnya, sedangkan

32
Batuan

diskordan merupakan suatu bentuk intrusi yang memiliki kedudukan tidak


selaras atau memotong batuan sekitarnya.

Lingkungan pembentukan batuan beku dan bentuk-bentuk tubuh intrusi

1. Intrusi hipabisal
Batuan beku yang terbentuk dari intrusi ini terletak tidak jauh dari
permukaan (dangkal). Dangkal disini terletak pada kedalaman < 1 km. Intrusi
hipabisal selalu menunjukan hubungan kontak yang tajam dengan batuan yang
diintrusinya. Berikut jenis-jenis intrusi hipabisal :
a. Dyke, merupakan batuan intrusi yang berbentuk memanjang seperti
tabung atau tabular. Ukurannya kecil (lebarnya < 20 m), memiliki
hubungan tidak selaras (diskordan) dengan batuan disekitarnya.
Kenampakannya berupa tubuh batuan yang terkurung oleh batuan
sekitarnya atau berupa penjalaran dyke-dyke yang terpancar dari tubuh
batuan intrusi yang besar dibawahnya.

33
Batuan

Dyke

b. Sill atau sheet, merupakan batuan intrusi yang memiliki kedudukan


yang sejajar dengan bidang perlapisan batuan disekitarnya.
Kedudukannya dapat horizontal, miring, atau vertikal. Sill juga
berukuran kecil (ketebalannya < 50 m). Kedudukan yang sejajar dengan
bidang perlapisan batuan sekitar merupakan jenis hubungan yang
selaras (konkordan). Sill biasanya merupakan penerusan dari dyke,
namun bukti dari kenampakan penerusan dyke ini jarang terlihat di
lapangan.

Sill

c. Laccolith (lakolit), merupakan batuan intrusi yang memiliki bentuk


kubah dengan sudut kemiringan yang relatif hampir sama ke berbagai
arah yang merupakan hasil dari adanya pengangkatan dan perlipatan
pada perlapisan batuan yang diintrusinya. Ukuran lakolit termasuk
besar (ratusan meter panjangnya). Hubungan terhadap batuan
sekitarnya adalah selaras (konkordan).

34
Batuan

Lakolit

d. Paccolith (pakolit), merupakan batuan intrusi yang memiliki bentuk


lensa dan melengkung ke atas, bentuk intrusinya konkordan.
e. Lopolith (lopolit), merupakan bentuk batuan intrusi yang memiliki
bentuk melengkung kebawah atau kebalikan dari pakolit. Bentuk
intrusinya konkordan. Ukurannya relatif besar, kenampakan bentuknya
merupakan cerminan dari terjadinya reduksi volume ketika magma
mengkristal ditambah adanya gaya berat dari batuan yang diintrusinya
yang runtuh saat magma membeku dan meninggalkan ruang kosong di
atasnya. Lopolit terdapat juga sebagai batuan plutons.

Lopolit

2. Intrusi plutonik (pluton)


Intrusi plutonik memiliki tubuh batuan yang lebih besar dan intrusinya
terletak pada kedalaman yang lebih jauh pada kerak bumi. Intrusi ini juga
menunjukan kontak yang tajam terhadap batuan sekitarnya. Pada kerak bumi
yang lebih dalam, kontaknya biasanya gradasional.

35
Batuan

Batolit dan stok

a. Batholith (batolit), merupakan suatu tubuh batuan intrusi yang sangat


besar sehingga bagian bawahnya sangat jarang tersingkap. Bentuknya
beraneka ragam. Terkadang batolit terdiri atas beberapa intrusi-intrusi
yang lebih kecil. Ukurannya dapat mencapai puluhan kilometer.
b. Stock (stok), merupakan batuan intrusi yang memiliki dinding
vertikal dan penampang yang bulat. Ukurannya lebih kecil dari batolit
dan merupakan kelanjutan dari tubuh batolit.

Batuan Beku Ekstrusif / Volkanik


Kelompok batuan ekstrusif terdiri atas semua material yang dikeluarkan
ke permukaan bumi baik di daratan maupun di permukaan laut. Proses
pendinginan materialnya cepat. Bentuk materialnya dapat berupa padat, debu
atau berupa larutan kental dan panas yang kita kenal dengan sebutan lava. Lava
memiliki bentuk dan susunan kimia tersendiri. Mekanisme pengeluaran
material-material ini adalah melalui letusan atau erupsi gunungapi baik secara
eksplosif (letusan) maupun efusif (lelehan).

1. Erupsi gunungapi eksplosif


Erupsi eksplosif gunungapi diakibatkan oleh besarnya kandungan gas dan
pekatnya magma (magma andesitik dan riolitik). Batuan volkanik yang
terbentuk terbagi menjadi dua yaitu :
a. Pyroclastic rock (batuan piroklastik)
Piroklastik berasal dari kata pyro = pijar dan clastic = pecahan, jadi
batuan piroklastik merupakan batuan yang dihasilkan oleh letusan gunungapi.

36
Batuan

Adapun mekanisme pembentukannya adalah saat letusan terjadi akibat


kandungan gas dan tekanan yang tinggi, cairan magma meletup-letup seperti
bubble (balon), letupannya terlempar ke udara kemudian membeku selama
jatuh dari udara. Material padat hasil pembekuan inilah yang disebut sebagai
pyroclastic tephra (piriklastik tefra) dan volcanic ash (debu volkanik). Tefra
(yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti abu) merupakan sebutan bagi
timbunan material piroklastik yang airborne pyroclastic (jatuhan dari udara)
yang ukurannya sebesar butiran pasir, sedangkan ash memiliki ukuran yang
lebih kecil (< 2 mm), didominasi oleh pecahan-pecahan gelas dan sedikit
fragmen-fragmen litik dan kristal.
Klasifikasi batuan piroklastik didasarkan atas ukuran besar butir, bentuk
butir dan komposisinya dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan ukuran butir


Ukuran butir Fragmen (tephra) Batuan piroklastik
(mm)
> 64 Bomb (liquid) Agglomerat
Block (solid) Breksi volkanik
2-64 Lapili Tufa lapili (lapili
tuff)
<2 Ash Tufa

Bomb dan lapili yang memiliki banyak vesikuler (lubang bekas terisi gas)
disebut pumice atau batuapung. Berdasarkan bentuk butir, batuan piroklastik
dibedakan menjadi :
- Bentuk butir yang membulat hingga bulat tanggung disebut sebagai
agglomerat.
- Bentuk butir yang menyudut hingga menyudut tanggung disebut breksi
volkanik.

37
Batuan

Berbagai ukuran bomb vulkanik

Batuan pumice

Adapun mekanisme pengendapan batuan piroklastik serupa dengan


proses yang terjadi pada batuan sedimen antara lain :
- Fall deposit, yaitu endapan piroklastik yang disebabkan oleh proses
jatuhan. Proses ini terjadi pada saat terbentuk eruption column (kolom
erupsi)yang terdiri atas awan tefra dan gas yang dapat mencapai ketinggian
45 km menuju atmosfer. Tefra akan terbawa oleh angin kemudian
dijatuhkan kembali ke permukaan bumi di tempat yang berbeda sebagai
tephra fall (jatuhan tefra) dan ash fall (jatuhan abu).
- Flow deposit, yaitu endapan piroklastik yang disebabkan oleh proses
aliran. Proses ini terjadi saat erupsi kolom runtuh sehingga gas bersama
dengan tefra bergerak cepat menuruni lereng dalam kecepatan tinggi
(600km/jam). Endapan yang dihasilkan disebut ignimbrite jika
mengandung pumice atau endapan aliran piroklastik jika mengandung
blok-blok nonvesikuler. Dalam bencana gunungapi, proses ini merupakan
yang paling berbahaya, di Indonesia dikenal dengan sebutan wedus gembel.

b. Epiclastic rock (batuan epiklastik)

38
Batuan

Batuan piroklastik yang sudah mengalami sedimentasi sehingga


membentuk batuan sedimen seperti halnya pada tufa disebut sebagai batuan
epiklastik.

Skema batuan beku volkanik

2. Erupsi gunungapi efusif


Erupsi efusif terjadi karena kandungan gas yang sedikit dan magma yang
relatif encer (magma basaltik hingga andesitik). Karena viskositasnya yang
rendah, maka pada saat erupsi biasanya diawali dengan lava fountain (pancuran
lava) di mana gas-gas yang terlarut dilepaskan. Lava mengalir turun menuju
tempat yang rendah. Aliran lava dalam air menghasilkan pillow lava (struktur
lava bantal). Jika viskositasnya agak pekat namun kandungan gasnya sedikit,
maka lava akan membeku pada vent (jalur keluarnya) dan menghasilkan apa
yang disebut dengan lava dome atau volcanic dome.

39
Batuan

Klasifikasi Batuan Beku


Pengklasifikasian batuan beku merupakan salah satu aspek yang paling
memusingkan dalam geologi. Masalahnya terletak pada aspek sejarahnya,
nature of magma (asal-usul magma) dan terkait pula dengan beragam kriteria
yang potensial untuk dijadikan dasar pengklasifikasiannya. Pada saat awal
lahirnya ilmu geologi, hanya terdapat sedikit batuan yang terdeskripsi dan
terklasifikasikan. Saat itu, setiap batuan baru yang dideskripsi oleh ahli geologi
menunjukan karakteristik yang berbeda dengan batuan yang telah dideskripsi,
sehingga memunculkan kecenderungan untuk memberikan nama baru pada
batuan yang baru dan berbeda tersebut. Karena banyak faktor yang
mempengaruhi, seperti komposisi kimia magmanya, kondisi pendinginannya
dan pelapukan batuannya mengakibatkan nama batuan menjadi beragam.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, banyak nama-nama batuan
tersebut yang dimasukan kedalam literatur-literatur, jadi kita harus hati-hati
terhadap nama-nama tersebut atau setidaknya tahu arti nama tersebut dan dasar
klasifikasinya. Karena dasar pengklasifikasian yang berbeda-beda itu pula,
maka kita harus dapat menilih salah satu klasifikasi dengan tepat sehingga hasil
yang kita peroleh memuaskan. Dari banyak kriteria yang dapat digunakan
sebagai dasar pengklasifikasian batuan beku, terdapat beberapa diantaranya
yang umum digunakan yaitu berdasarkan komposisi silika, kandungan mineral
gelap, komposisi kimia dan komposisi mineral dan berdasarkan teksturnya.

Klasifikasi batuan beku berdasarkan komposisi silika (SiO2) yaitu :


1. SiO2 > 66 %  batuan beku asam
2. SiO2 52-66 %  batuan beku menengah
3. SiO2 45-52 %  batuan beku basa
4. SiO2 < 45 %  batuan beku ultrabasa
Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan mineral gelap (indeks warna)
yaitu :
1. Leucocratic, yaitu batuan beku dengan kandungan mineral mafik
berkisar antara 33%.
2. Mesocratic, yaitu batuan beku dengan kandungan mineral mafik
berkisar antara 34-66 %.

40
Batuan

3. Melanocratic, yaitu batuan beku dengan kandungan mineral mafik


antara 67-100%.

Klasifikasi batuan beku berdasarkan komposisi kimia, mineral dan tekstur akan
dijelaskan sebagai berikut :
1. Berdasarkan komposisi kimia
Setiap batuan memiliki komposisi kimia tertentu sehingga hal ini
merupakan parameter vital dalam mengelompokan batuan beku. Pada
dasarnya, setiap unsur kimia akan membentuk ikatan-ikatan dalam bentuk
senyawa yang pada akhirnya akan membentuk mineral-mineral penyusun
batuan. Analisis kimia batuan dalam pengelompokan batuan disebut analisis
normatif. Batuan beku 99% tersusu atas ”hanya” 14 unsur dengan urutan dari
berat atomnya yaitu H, C, O, Na, Mg, Al, Si, P, S, K, Ca, Ti, Mn dan Fe. Ke-14
unsur utama yang kehadirannya dalam batuan beku dalam jumlah besar,
dianalisis sebagai oksida (senyawa dengan oksigen) dinyatakan dalam persen
berat dengan total analisis ± 100% yaitu SiO 2, MgO, CaO, FeO, Fe2O3, MnO,
Al2O3, K2O, Na2O, TiO2, P2O5 dan LOI (Lost On Ignition = habis dibakar).
Perhitungan persentase tiap senyawa kimia tersebut dapat mencerminkan
jenis batuan beku dan lingkungan pembentukannya. Analisis kimia batuan juga
dapat digunakan dalam penentuan jenis magma asal, kedalaman, dan
temperatur pembentukan magma asalnya. Dalam melakukan analisis batuan
beku, sampel batuan yang diambil dari lapangan harus batuan yang sangat
segar, jangan yang telah mengalami pelapukan.
Komposisi kimia batuan ekstrusif identik dengan batuan intrusinya
asalkan termasuk kedalam kelompok yang sama (batuan asam, menengah, basa
atau ultrabasa). Klasifikasi batuan beku berdasarkan komposisi kimia salah
satunya adalah berdasarkan CIPW Normative, pengklasifikasiannya melalui
perhitungan secara ’teoritis’ kehadiran mineral berdasarkan perbandingan
molar (persen molar) dari data hasil analisa kimia batuan. Catatan : CIPW
Normative (Cross-Iddings-Pirrson-Washington Normative).

Tabel komposisi kimia untuk beberapa batuan beku intrusi

Oksida Granit Diorit Gabro Peridotit

41
Batuan

SiO2 72,08 51,86 48,36 43,54


TiO2 0,37 1,50 1,32 0,81
Al2O3 13,86 16,40 16,84 3,99
Fe2O3 0,86 2,73 2,55 2,51
FeO 1,72 6,97 7,92 9,84
MnO 0,06 0,18 0,18 0,21
MgO 0,52 6,12 8,06 34,02
CaO 1,33 8,40 11,07 3,46
Na2O 3,08 3,36 2,26 0,56
K2O 5,46 1,33 0,56 0,25
H2O 0,53 0,80 0,64 0,76
P2O5 0,18 0,35 0,24 0,05

Beberapa batuan beku dan sifatnya

Kandungan
Batuan Batuan
Sifat mineral Indeks warna
intrusif ektrusif
mafik (%)
Granit
Adamelit Riolit Asam 0-25 Leucocratic
Granodiorit
Trakhit
Syenit
Andesit
Diorit Menengah 25-55 Mesocratic
Trakhit
Monsonit
andesit
Gabro Basalt Basa 55-85 Melanocratic
Peridotit Dunit Ultrabasa 85-100 Melanocratic

2. Berdasarkan komposisi mineral


Mineral yang terkandung dan proporsinya pada batuan sangat bergantung
pada komposisi kimia magmanya. Komposisi mineral ini merupakan parameter
vital dalam mengelompokan batuan beku karena batuan yang berbeda memiliki
komposisi mineral yang berbeda. Mineral-mineral yang biasanya digunakan

42
Batuan

adalah mineral kuarsa, plagioklas, potasium feldspar, dan foid (mineral felsik)
untuk mineral mafik biasanya mineral amfibol, piroksen dan olivin. Klasifikasi
batuan beku berdasarkan komposisi mineral diantaranya adalah klasifikasi dari
Streckeissen (1967), klasifikasi ini digunakan untuk batuan beku intrusi
maupun ekstrusi. Pada klasifikasi ini pembagiannya berdasarkan kandungan
empat jenis mineral, yaitu kuarsa (Q), alkali feldspar (A), plagioklas (P) dan
feldspatoid (F).

Batuan beku dan komposisi mineralnya

3. Berdasarkan tekstur batuan beku


Tekstur batuan beku menggambarkan keadaan yang mempengaruhi
pembentukan batuan tersebut. Tekstur ini terbentuk apabila batuan beku
terkonsolidasi dari magma asalnya yang dikontrol oleh kecepatan dan urutan
kristalisasi. Dengan kata lain tekstur juga bergantung pada temperatur, tekanan,
komposisi, kandungan gas, serta kekentalan magma. Penentuan tekstur dalam
batuan beku terbagi menjadi beberapa aspek, yaitu :
a. Tingkat kristalisasi
Berdasarkan tingkat kristalisasinya, maka tekstur batuan beku dibagi
menjadi :
- Holocrystalline (holokristalin), yaitu tekstur batuan beku yang seluruhnya
tersusun atas kristal-kristal.
- Hypocrystalline (hipokristalin), yaitu tekstur batuan beku yang tersusun atas
campuran kristal dan gelas.
- Holohyalin (holohialin), yaitu tekstur batuan beku yang hampir seluruhnya
tersusun atas gelas.

43
Batuan

b. Ukuran butir atau granulitas


Berdasarkan ukuran butir dan cara mengamatinya, tekstur batuan beku
dibagi menjadi :
- Aphanitic (afanitik), bila batuan tersusun atas mineral mineral berbutir halus
dan tidak dapat diamati dengan mata telanjang.

Tekstur afanitik

- Phaneritic (faneritik), bila batuan tersusun atas mineral berbutir kasar dan
dapat diamati dengan mata telanjang.

Tekstur faneritik
- Porphyritic (porfiritik), bila batuan terdiri atas mineral berbutir kasar dan
halus. Mineral yang berbutir kasar disebut phenocris (fenokris) sedangkan
yang berbutir halus disebut ground mass (massa dasar).

44
Batuan

Tekstur porfiritik

c. Fabric (kemas)
Kemas adalah hubungan antar butir mineral. Jika bentuk butirannya
samadisebut equigranular, sedangkan bila ukuran butirnya tidak sama disebut
inequigranular.

d. Bentuk kristal secara individu


- Euhedral, bila bidang batas kristal sempurna seluruhnya.
- Subhedral, bila bidang batas kristal sebagian sempurna dan sebagian tidak.
- Anhedral, bila bidang batas kristal tidak sempurna seluruhnya.

Euhedral (a), subhedral (b), anhedral (c)

e. Bentuk mineral
- Panidiomorph (panidiomorf), bila sebagian besar kristalnya berbentuk
euhedral.
- Hypidiomorph (hipidiomorf), bila sebagian kristalnya berbentuk euhedral dan
sebagian lagi berbentuk anhedral.
- Allotriomorph (alotriomorf), bila sebagian besar kristal penyusunnya
berbentuk anhedral.

45
Batuan

Hipidiomorf (a), alotriomorf (b), panidiomorf (c)

Klasifikasi batuan beku berdasarkan tekstur dan mineralogi salah satunya


adalah klasifikasi yang dibuat oleh Russel B. Travis (1955). Dalam klasifikasi
ini, tekstur batuan beku didasarkan pada ukuran butir mineralnya.

Struktur Batuan Beku


Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala besar.
Struktur berguna dalam menentukan adanya gaya yang bekerja pada saat
pembentukan tubuh batuan dan suatu bentuk dari struktur batuan sangat erat
sekali dengan waktu terbentuknya. Berikut macam-macam struktur batuan
beku, yaitu :
1. Massive (massif), bila secara keseluruhan kenampakan batuan terlihat
monoton, seragam atau tidak terlihat gejala-gejala lain yang berbeda.

46
Batuan

2. Vesicular (vesikular), bila pada massa batuan terdapat lubang-lubang kecil


yang berbentuk bulat atau ellips dengan penyebaran yang tidak merata.
Lubang ini merupakan bekas keluarnya gas yang terperangkap sewaktu
pembekuan.

Struktur batuan beku : culumnar joint (kiri), vesiculer (kanan)

3. Amygdaloidal (amigdaloidal), bila vesikuler diisi oleh mineral sekunder.


4. Scorious (terak), bila vesikuler penyebarannya merata.
5. Flow structure (struktur aliran), struktur aliran yang secara makroskopis
terlihat seperti adanya kecenderungan orientasi dari fragmen-fragmen
penyusun, sedangkan secara mikroskopis terlihat kecenderungan orientasi
mineral.
6. Pillow structure (struktur bantal), yaitu lava yang memperlihatkan bentuk
seperti kumpulan bantal yang merupakan ciri dari batuan beku ekstrusif
yang saat pembentukannya ada pengaruh dari media air.
7. Columnar joint (struktur meniang), yaitu bentuk rekahan yang menyerupai
tiang-tiang.
8. Sheeting joint (struktur berlembar), yaitu bentuk rekahan yang menyerupai
lembaran-lembaran.

Ciri Batuan Beku


1. Batuan ini memiliki kenampakan yang seragam disepanjang tubuhnya.
2. Bila batuan intrusi, akan memotong (diskordan) atau sejajar
(konkordan) dengan batuan sekitarnya.

47
Batuan

3. Terdapat mineral-mineral yang terbentuk langsung dari pembekuan


magma seperti kuarsa, plagioklas, k-feldspar dan sebagainya.
4. Bila berupa batuan beku ekstrusif (lava), maka akan memiliki struktur
khas, seperti amygdaloidal dan vesikuler.

Deskripsi Batuan Beku


Nama batuan :
Warna : warna segar dan warna lapuk
Komposisi :
- fenokris :
massa dasar :
- komposisi mineral : indeks warna (leucocratic / mesocratic /
melanocratic) dan sebutkan nama mineralnya (kuarsa, plagioklas dll).
Tekstur :
- ukuran butir : afanitik / porfiritik / faneritik
- tingkat kristalisasi : holohialin / holokristalin / hypohialin
- bentuk kristal : euhedral / subhedral / anhedral
- kemas : equigranular / inequigranular
- bentuk mineral : panidiomorf / hipidiomorf / alotriomorf
Struktur : massive / vesikuler / amigdaloidal dan sebagainya.
Kenampakan di lapangan : intrusi / ekstrusi
Lain-lain :

SEDIMENTARY ROCK (BATUAN SEDIMEN)


Istilah batuan sedimen berasal dari bahasa Latin sedimentum yang
berarti endapan, yang digunakan untuk materi padat yang diendapkan oleh
fluida. Kata ini juga menunjukan sifat alam dari batuan sedimen itu sendiri.
Produk dari proses pelapukan, baik mekanik maupun kimia, merupakan sumber
material untuk membentuk batuan sedimen. Material yang terkikis dari batuan
induknya ini akan mengalami proses pengangkutan dan kemudian diendapkan
di danau, lembah sungai, laut atau pada cekungan lainnya. Partikel-partikel
pada bukit pasir di gurun, lumpur di dasar rawa, dan kerakal di sungai
merupakan produk-produk yang dihasilkan dari proses yang tiada hentinya.

48
Batuan

Oleh karena itu, akibat proses yang terus berlangsung, maka material sedimen
dapat dijumpai dimana-mana.
Proses kompaksi akan terjadi setelah material diendapkan (post
depositional), terutama pada material yang diendapkan dekat dasar, lama
kelamaan endapan ini akan tersemenkan oleh mineral yang mengkristal di pori-
pori antar butiran sehingga membentuk batuan sedimen. Jumlah batuan
sedimen hanya sekitar 5 % dari total volume batuan penyusun kerak bumi atau
sekitar 16 km lapisan terluar dari kerak bumi.
Namun demikian, kepentingan dari batuan sedimen jauh lebih besar
dari jumlahnya, dimana kenampakan dipermukaan sebesar 75 % dari luas
bumi. Batuan sedimen umumnya menunjukan proses-proses yang terjadi di
permukaan bumi di masa lalu sehingga dapat digunakan untuk menunjukan
mekanisme dan proses apa yang terjadi. Batuan sedimen juga dapat
mengandung fosil yang merupakan kunci dalam mempelajari keadaan geologi
di masa lalu sehingga ahli geologi dapat menceritakan sejarah bumi ini dengan
detail. Dilihat dari segi ekonomi, batuan sedimen juga sangat penting. Sebagai
contoh, sumber energi seperti batubara, minyak dan gas bumi serta beberapa
mineral ekonomis seperti besi, mangan dan alimunium dapat dijumpai
berasosiasi dengan batuan sedimen.

Tipe-tipe batuan sedimen


Material yang terakumulasi sebagai sedimen mempunyai dua sumber
utama. Pertama, material sedimen yang terakumulasi berasal dari hasil proses
pelapukan mekanik maupun kimia yang tertransportasi dalam keadaan padat.
Endapan dari tipe ini disebut detrital dan batuan sedimen yang terbentuk
disebut detrital sedimentary rock (batuan sedimen detrital). Sumber utama yang
kedua adalah material yang terlarut sebagai hasil dari proses pelapukan kimia.
Bila larutan tersebut mengalami presipitasi, baik oleh proses anorganik maupun
organik materialnya disebut sedimen kimia dan batuannya disebut chemical
sedimentary rock (batuan sedimen kimia).
1. Batuan Sedimen Detrital
Batuan sedimen ini terbentuk akibat aktivitas mekanik yang meliputi
proses perombakan, transportasi, pengendapan dan litifikasi. Batuan sedimen
detrital disebut juga batuan sedimen fragmental atau klastik. Walaupun batuan

49
Batuan

ini mempunyai variasi mineral atau fragmen yang besar, komposisi utama dari
batuan ini adalah kuarsa dan mineral lempung. Mineral lempung merupakan
produk utamadari pelapukan kimia yang berasal dari mineral silikat. Lempung
adalah mineral berbutir halus dengan struktur kristal lembaran seperti mika.

Batuan sedimen detrital / klastik

Mineral lain pada batuan sedimen adalah kuarsa karena mineral ini
resisten terhadap proses pelapukan kimia. Jadi pada waktu batuan beku yang
banyak mengandung kuarsa, seperti granit mengalami pelapukan kimia, maka
butiran kuarsa akan terlepas bebas. Perlu diingat bahwa ukuran butirmerupakan
dasar utama untuk membedakan batuan sedimen detrital. Adapun contoh dari
batuan sedimen detrital diantaranya breksi, konglomerat, batupasir, batulanau
dan batulempung.

50
Batuan

Sedimentasi batuan sedimen klastik


2. Batuan Sedimen Kimia
Berbeda dengan batuan sedimen detrital yang disusun oleh material
hasil pelapukan yang padat, maka sedimen kimia dibentuk dari material yang
diangkut dengan pelarutan. Larutan yang mengandung material hasil proses
pelapukan kimia ini bila mengalami presipitasi akan membentuk batuan
sedimen kimia. Proses presipitasi ini bisa berlangsung oleh proses anorganik
maupun organik yang hidup di air. Bila proses presipitasi dilakukan oleh
organisme, maka batuannya disebut batuan sedimen biokimia.
a. Biochemical sedimentary rock (batuan sedimen biokimia / organik)
Batuan sedimen ini terbentuk akibat proses pengendapan organisme
yang telah mati, yang kemudian mengalami proses litifikasi, misalnya coal
(batubara), chert (rijang) dan limestone (batugamping).

Batuan sedimen organik


(batugamping)
b. Evaporite sedimentary rock (batuan sedimen evaporit)
Batuan sedimen ini terbentuk akibat pengendapan material yang
mengalami penjenuhan karena adanya penguapan, misalnya halite (batugaram),
gypsum (gipsum) dan anhydrite (anhidrit).

51
Batuan

Batuan sediment evaporit


(gypsum)

c. Precipitate sedimentary rock (batuan sedimen presipitasi)


Batuan sedimen ini terbentuk bila suatu larutan telah mencapai titik
jenuh oleh suatu senyawa kimia, maka akan terjadi pengendapan dari senyawa
tersebut, misalnya ironstone dan phosphorous stone.
d. Volcaniclastics
Batuan sedimen jenis ini dihasilkan dari akumulasi material-material
gunungapi. Contoh: agglomerat, tuf, breksi,pumice dll.

Batuan sedimen volkaniklastik : pumice (kiri), agglomerat (kanan)

Litifikasi
Proses perubahan sedimen lepas menjadi batuan sedimen disebut
litifikasi. Salah satu proses litifikasi adalah kompaksi atau pemadatan. Pada
waktu material sedimen diendapkan terus-menerus pada suatu cekungan, berat
endapan yang berada di atas akan membebani endapan yang ada di bawahnya.
Akibatnya, butiran sedimen akan semakin rapat dan rongga antara butiran akan

52
Batuan

semakin kecil. Sebagai contoh, lempung yang tertimbun di bawah material


sedimen lain beberapa ribu meter tebalnya, volume dari lempung tersebut akan
mengalami penyusutan sebanyak 40 %. Karena pasir dan sedimen lain yang
berbutir kasar dapat mengalami pemadatan, maka proses kompaksi merupakan
proses yang signifikan untuk proses litifikasi batuan sedimen yang berbutir
halus seperti serpih.
Proses lain yang merubah sedimen lepas menjadi batuan sedimen
adalah sementasi. Material yang menjadi semen diangkut sebagai larutan oleh
air yang meresap melalui rongga antar butiran, kemudian larutan tersebut akan
mengalami presipitasi di dalam rongga antar butir dan akan mengikat butiran-
butiran sedimen. Material yang umum menjadi semen adalah kalsit, silika dan
oksida besi. Umtuk mengetahui macam semen pada batuan sedimen relatif
cukup sederhana. Kalsit dapat diketahui dengan larutan HCl. Silika merupakan
semen yang sangat keras dan akan menghasilkan batuan sedimen yang sangat
keras pula. Apabila batuan sedimen berwarna oren atau merah gelap, maka
batuan sedimen tersebut tersemenkan oleh oksida besi. Kadang-kadang semen
pada batuan sedimen dapat memberi nilai ekonomispada batuan tersebut.
Sebagai contoh, batupasir yang tersemenkan oleh oksida besi dapat menjadikan
batupasir tersebut menjadi iron ore (bijih besi). Meskipun batuan sedimen
terlitifikasi oleh proses kompaksi, sementasi atau kombinasi keduanya,
beberapa batuan terlitifikasi oleh pertumbuhan kristal yang saling mengikat.
Proses ini sering terjadi pada batuan sedimen kimia.

Klasifikasi Batuan Sedimen


Pada saat mengklasifikasikan batuan sedimen, perlu diperhatikan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Komposisi mineral
Kandungan mineral sangat penting dalam menentukan jenis batuan. Mineral
pembentuk batuan sedimen dapat berupa monomineral (satu jenis mineral) atau
polymineral (berbagai jenis mineral). Selain itu, kandungan mineral dapat
menunjukan batuan asal dari batuan sedimen.

2. Tekstur

53
Batuan

Tekstur merupakan parameter penting juga dalam mengklasifikasukan


dan mengelompokan batuan sedimen karena tekstur dapat menunjukan proses
transportasi dari batuan sedimen. Tekstur batuan sedimen meliputi :
a. Grain size (besar butir), dilakukan dengan cara membandingkannya
dengan Skala Wentworth. Penentuan besar butir bisa dilakukan dengan
bantuan lup, sedangkan untuk material berukuran besar dapat dilakukan
dengan bantuan mistar atau penggaris.

b. Bentuk butir, dilakukan dengan cara membandingkan gambar bentuk


butir, dapat dilakukan dengan bantuan lup untuk yang berbutir halus.
Klasifikasi bentuk butir diantaranya :
- Very angular (sangat menyudut)
- Angular (menyudut)
- Subangular (menyudut tanggung)
- Subrounded (membundar tanggung)
- Rounded (membundar)
- Very rounded (sangat membundar)

54
Batuan

A B C D E F
Bentuk butir : very angular (A), angular (B), subangular (C), subrounded (D), rounded (E), dan
very rounded (F)

c. Kemas, hubungan antar butir di dalam suatu batuan. Kemas ada dua
macam :
- Matrix supported (kemas terbuka), bila butirannya tidak saling
bersentuhan
- Grain supported (kemas tertutup), bila butirannya saling bersentuhan
satu sama lain, sifat sentuhnya ada beberapa macam :
o Point contact, bila bersentuhan hanya pada satu titik saja.
o Long contact, bila butiran bersentuhan pada sisi butiran yang
panjang.
o Concave-convex contact, bila sisi butiran yang bersentuhan ada
yang cembung dan ada yang cekung
o Sutured contact, bila sisi butiran yang bersentuhan berbentuk gerigi.

3. Sorting (pemilahan)
Sorting adalah tingkat / derajat keseragaman butir, cara mengamatinya
dengan menggunakan lup, mencerminkan viskositas media pengendapan serta
energi mekanik atau arus gelombang medianya. Jika pemilahannya baik maka
diendapkan oleh media yang cair atau encer dengan energi arus yang kecil dan
begitu pula sebaliknya terbagi menjadi tiga yaitu :
a. Terpilah baik (well sorted), bila ukuran butirannya seragam.
b. Terpilah sedang (medium sorted), bila ukuran butirnya relatif seragam.
c. Terpilah buruk (poorly sorted), bila ukuran butirnya tidak seragam.

55
Batuan

Parameter sorting (pemilahan)

4. Permeabilitas
Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk meloloskan atau dilalui
fluida. Cara penentuan permeabilitas adalah sebagai berikut :
1. Teteskan air diatas permukaan sampel yang akan
diperiksa.
2. Perhatikan apakah air tersebut diserap atau tidak oleh
batuan tersebut.
3. Bila air diserap dengan cepat, maka nyatakanlah
bahwa permeabilitasnya baik.
4. Bila cairan diserap dengan cukup cepat, maka
nyatakanlah bahwa permeabilitasnya sedang.
5. Bila cairannya diserap dengan lambat, maka
nyatakanlah bahwa permeabilitasnya buruk.

6. Porositas
Porositas adalah perbandingan volume rongga-rongga pori terhadap
volume total seluruh batuan dan dinyatakan dengan persen.

Ø= Volume Pori-pori
X 100%
Volume Total Batuan

56
Batuan

Permeabilitas berbanding lurus dengan porositas, jadi dalam penentuan


di lapangan dapat dilakukan dengan melihat permeabilitas. Jika permeabilitas
baik maka porositasnya juga baik. Tingkat permeabilitas ditentukan oleh
tekstur batuan (ukuran butir, bentuk butir dan pemilahan).

7. Stuktur sedimen
Struktur sedimen adalah suatu bentuk atau kenampakan yang khas pada
batuan sedimen yang merefleksikan proses, mekanisme, dan kondisi tertentu
pada saat pengendapan maupun setelah pengendapan. Penentuan struktur
sedimen sangat berguna didalam menentukan lapisan atas (Top) dan lapisan
bawah (Bottom) dari suatu lapisan, arah arus purba (Paleocurrent) dan
interpretasi lingkungan pengendapan. Secara garis besar struktur sedimen dapat
dibagi menjadi dua kategori berdasarkan waktu pembentukannya, media
pembentukannya dan posisinya pada tubuh batuan.
a. Berdasarkan waktu pembentukannya, struktur sedimen dibagi menjadi
struktur sedimen primer (terbentuk bersamaan dengan proses deposisi atau
pengendapan / syn depositional structure) dan struktur sedimen sekunder
(terbentuk setelah proses deposisi atau pengendapan / post depositional
structure).
Struktur sedimen primer contohnya adalah :
o Graded bedding, yaitu gradasi butiran yang menghalus kearah atas.
o Paralel lamination, yaitu pola kelurusan butiran, mineral, fosil, dan
material lainnya dengan ketebalan < 1 cm.
o Ripple mark, yaitu jejak gelembur gelombang, yang merefleksikan
kondisi arus pada saat pengendapan batuan tersebut.
o Dune and sand wave, yaitu struktur sedimen berbentuk gumuk pasir
yang juga dapat merefleksikan kondisi arus pada saat itu.
o Cross stratification, yaitu struktur berbentuk silang siur yang
membentuk sudut terhadap bidang perlapisan.
o Lenticular , yaitu lensa-lensa pasir di dalam lapisan batulempung
o Flaser, yaitu lensa-lensa lempung di dalam lapisan batupasir
o Dan lain-lain.
1 2

57
Batuan

3 4

5 6

Struktur sedimen primer : graded bedding (1), dune (2), paralel laminasi (3), cross bedding (4),
ripple mark (5), dan ripple cross laminasi (6)

Struktur sedimen sekunder contohnya adalah :


o Struktur erosional (terbentuk karena erosi oleh arus atau oleh material
yang terbawa arus), contohnya: Flute Cast, Groove Cast, prod marks,
dll.

58
Batuan

o Struktur deformasi (terbentuk oleh adanya gaya), contohnya: Slump


Structure, Convolute, Sand Dike, Load Cast, dll.
o Struktur biogenik (terbentuk oleh aktifitas hewan-hewan), contohnya:
Bioturbation, dll.

1 2

Struktur sedimen sekunder : groove cast (1), bioturbation (2 dan 3)

b. Berdasarkan media pembentukannya dibagi menjadi inorganic structure


yaitu struktur yang terbentuk akibat adanya gaya yang bekerja pada batuan;
dan organic structure yaitu struktur yang terbentuk akibat adanya aktivitas
organisme pada tubuh batuan. Contoh dari struktur sedimen ini adalah
struktur sedimen sekunder yang telah dijelaskan sebelumnya.
c. Berdasarkan posisinya pada tubuh batuan, dibedakan menjadi bedding plan
structure yaitu struktur yang berada pada bidang perlapisan; dan internal
bedding structure yaitu struktur yang terbentuk pada tubuh batuan.

59
Batuan

8. Kandungan CaCO3
Ditentukan dengan jalan meneteskan larutan HCl 0.1 N pada
permukaan sampel batuan yang masih segar, jika batuan tersebut bereaksi
(berbuih) maka batuan tersebut bersifat karbonatan (mengandung CaCO3), dan
begitu pula sebaliknya.

9. Kekerasan
Kekerasan merupakan tingkat kepaduan suatu batuan. Ada beberapa istilah :
o Kompak, bila tidak bisa dicukil dengan jarum penguji.
o Keras, bila masih dapat dicukil dengan jarum penguji.
o Agak keras, bila dapat hancur ketika ditekan dengan jarum penguji.
o Lunak, bila dapat dipotong-potong dengan mudah menggunakan jarum
penguji.
o Friabel (dapat diremas), bila dapat diremas dengan menggunakan jari
tangan.
o Spongy, bila sifatnya seperti karet busa (elastis).

Kenampakan dan ciri batuan sedimen


Batuan sedimen memiliki peran yang sangat penting untuk
menceritakan sejarah bumi ini. Batuan yang terbentuk pada permukaan bumi
ini terakumulasi lapisan demi lapisan. Tiap lapisan akan mencatat tentang
kondisi lingkungan pada waktu sedimen tersebut diendapkan. Lapisan ini yang
biasa disebut strata atau beds (perlapisan) merupakan kenampakan karakteristik
batuan sedimen. Ketebalan perlapisan batuan sedimen bervariasi dari sangat
tipis hingga beberapa puluh meter. Perlapisan batuan sedimen dipisahkan oleh
bedding planes (bidang perlapisan) yang merupakan permukaan pembatas.
Bidang perlapisan dapat terbentuk oleh adanya perubahan ukuran butir atau
komposisi mineral. Pada umumnya bidang perlapisan menunjukan akhir dari
suatu pengendapan dan awal dari pengendapan berikutnya.
Banyak kenampakan batuan sedimen yang dapat dipelajari oleh para
ahli geologi. Sebagai contoh, konglomerat menunjukan kondisi energi tinggi
seperti pada aliran yang kuat, dimana butiran fragmen yang berukuran kasar
dapat diendapkan. Batupasir arkose (batupasir yang kaya akan mineral
feldspar) menunjukan iklim yang kering dimana proses pelapukan mineral

60
Batuan

feldspar relatif kecil. Carbonaceous shale menunjukan kondisi lingkungan


energi lemah dan kaya akan bahan organik seperti rawa dan lagoon.
Kenampakan lain pada batuan sedimen juga dapat menunjukan kondisi
lingkungan pada masa lampau. Perlapisan ripple mark merupakan bentuk
permukaan yang dihasilkan oleh arus sungai atau arus pasang surut yang
mengalir diatas dasar yang berpasir atau oleh hembusan angin diatas bukit
pasir. Ripple mark dapat juga menunjukan arah arus atau angin masa lampau.
Mudcrack menunjukan bahwa kondisi lingkungan di mana batuan sedimen
terbentuk pada kondisi yang sangat kering. Kondisi semacam ini sering terjadi
pada lingkungan danau dangkal, dataran pasang surut dan cekungan di daerah
gurun. Sedangkan cross bedding merupakan karakteristik untuk sedimen delta
sungai dan bukit pasir.

Struktur sedimen mudcrack

Fosil merupakan unsur yang penting yang sering dijumpai pada batuan
sedimen. Fosil digunakan untuk mengetahui kondisi geologi dimasa lampau,
terutama untuk mengetahui paleoenvironment. Selain itu, fosil juga dapat untuk
mengkorelasikan batuan yang berumur sama yang dijumpai pada tempat yang
berbeda. Dari uraian diatas dapat disebutkan ciri batuan sedimen dilapangan
yaitu :
1. Adanya perlapisan
2. Terdapat mineral khas yang merupakan hasil dari proses sedimentasi
3. Adanya struktur sedimen
4. Terdapat fosil
5. Terdiri atas butiran yang menunjukan telah mengalami proses sedimentasi.

61
Batuan

Deskripsi batuan sedimen klastik


Nama batuan :
Warna : warna segar dan warna lapuk
Tekstur :
- Besar butir :
- Bentuk butir : angular / subangular / subrounded / rounded
- Kemas : kemas terbuka / kemas tertutup
Struktur sedimen : graded bedding / parallel laminasi / bioturbasi dll.
Permeabilitas : baik / sedang / buruk
Porositas : baik / sedang / buruk
Pemilahan (sorting) : baik / sedang / buruk
Kandungan karbonat :
Kandungan mineral :
Kandungan fosil :
Kekerasan : kompak / keras / agak keras / lunak / friabel / spongy
Kontak : tajam / berangsur / erosional
Tebal lapisan :
Strike / dip :

METAMORPHIC ROCK (BATUAN METAMORF)


Proses metamorfisma adalah proses perubahan batuan yang sudah ada
menjadi batuan metamorf karena adanya perubahan tekanan dan temperatur.
Batuan asal dari batuan metamorf dapat berasal dari batuan beku, batuan
sedimen, dan batuan metamorf itu sendiri. Kata metamorf itu sendiri adalah
perubahan bentuk. Agen atau media yang menyebabkan terjadinya proses
metamorfisme adalah panas, tekanan, dan cairan kimia aktif. Sedangkan
perubahan yang terjadi pada batuan meliputi tekstur dan komposisi mineral
akan tetapi unsur kimianya tidak terubah.
Kadangkala proses metamorfisme tidak berlangsung sempurna,
sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar hanya saja
pada kekerasannya bertambah keras. Proses metamorfisma yang sempurna
dapat menyebabkan karakteristik batuan asalnya tidak dapat teridentifikasi lagi.
Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur akan
mendekati titik lebur batuan, padahal pada proses metamorfisma batuan harus

62
Batuan

dalam keadaan padat. Jika batuan tidak dalam keadaan padat maka sudah
termasuk kedalam aktifitas magmatisme.
Catatan buat adik-adik: proses metamorfisme tidak melalui fasa cair (padat ke
padat), jika mengalami fasa cair maka proses tersebut dinamakan
metasomatisme.
Berdasarkan pengaruh terbentuknya proses metamorfisme dapat dibagi
menjadi menjadi tiga yaitu:
1. Metamorfisme Kontak, adalah proses metamorf yang akan menghasilkan
batuan metamorf dengan faktor utama yang mempengaruhinya adalah suhu
yang tinggi dan biasanya terjadi disekitar tubuh batuan intrusi.
Contoh : “Batu tanduk” (Hornfels).

Metamorfisma kontak

2. Metamorfisme Dinamik, adalah proses metamorfisme yang akan


menghasilkan batuan metamorf dengan faktor utama yang
mempengaruhinya adalah tekanan yang tinggi. Batuan ini bersifat
setempat-setempat dan dapat dijadikan indikasi struktur geologi (cermin
sesar).
Contoh : Batuan milonit.

63
Batuan

3. Metamorfisme Regional, adalah proses metamorfisme yang akan


menghasilkan batuan metamorf dengan faktor utama yang
mempengaruhinya adalah suhu dan tekanan yang tinggi.
Contoh : Sekis (schist).

Tekstur dan struktur batuan metamorf


Batuan metamorf dapat dikenali berdasarkan tekstur, struktur dan
komposisi mineralnya. Berdasarkan teksturnya, batuan metamorf terbagai atas
dua bagian, yaitu: foliasi dan non-foliasi.
a. Tekstur foliasi berasal dari kata foliatus (daun) atau berlembar-lembar. Ini
disebabkan adanya orientasi kesejajaran mineral penyusun batuannya,
tetapi harus dibedakan dengan orientasi pada batuan sedimen, yang sama
sekali tidak ada hubungannya dengan batuan metamorf. Berdasarkan
kenampakan tekstur batuan asalnya (apakah masih terlihat atau tidak
terlihat lagi), batuan metamorf dapat dibagi menjadi dua yaitu :
kristoblastik dan palimpsest.
1. Kristoblastik, yaitu jika tekstur batuan asalnya tidak terlihat lagi. Dalam
penamaannya digunakan akhiran blastik kemudian kita lihat kemasnya,
dan gunakan istilah :
- Homoblastik : jika terdiri dari satu jenis tekstur.
- Heteroblastik: jika lebih dari satu jenis tekstur.
Tekstur yang dimaksud disini adalah :
- Lepidoblastik, sebagian besar mineralnya
berbentuk pipih. Contoh: mika.
- Nematoblastik, sebagian besar mineralnya
berbentuk kristalin. Contoh: plagioklas.
- Granoblastik, sebagian besar mineralnya
granular. Contoh : kuarsa.
Sedangkan untuk bentuk kristalnya dipergunakan istilah:
- Idioblastik, sebagian besar mineralnya berbentuk
euhedral.
- Hipidioblastik, sebagian besar mineralnya
berbentuk subhedral.

64
Batuan

- Xenoblastik, sebagian besar mineralnya


berbentuk anhedral.
2. Palimpsest, yaitu jika tekstur batuan asalnya masih terlihat atau tersisa.
Gunakan awalan blasto untuk penamaannya, gunakan istilah :
- Blasto ofitik, batuan asalnya memiliki tekstur
ofitik.
- Blasto porfiritik, batuan asalnya mempunyai
tekstur porfiritik.
- Blasto psefitik, batuan asalnya merupakan batuan
sedimen klastik berukuran kerikil.
- Blasto psamatik, batuan asalnya merupakan
batuan sedimen klastik berukuran pasir.
- Blasto pelitik, batuan asalnya merupakan batuan
sedimen klastik berukuran lempung.

Adapun jenis struktur pada batuan metamorf yang berfoliasi antara lain :
a. Slaty, menampakan belahan-belahan yang
sangat halus, umumnya terdiri dari mineral yang pipih dan sangat halus.
b. Phylitic, foliasi sudah mulai ada, oleh
kepingan-kepingan halus mineral mika, terdiri atas bentuk kristal
lepidoblastik.
c. Schistose, foliasi sudah mulai jelas oleh
kepingan mineral mika, dengan belahan yang merata yang terdiri dari
selang-seling bentuk kristal lepidoblastik dan granoblastik.
d. Gneissic, foliasi diperlihatkan oleh
penyusunan mineral granular dan pipih (mika), belahan tidak rata atau
terputus-putus.

1 2

65
Batuan

3 4

Struktur foliasi pada batuan metamorf : slaty (1), phylitic (2), schistose (3) dan gneissic (4)

b. Tekstur Non Foliasi, ditunjukkan dengan kenampakan tidak berlapis atau


berlembar. Adapun struktur yang biasa terdapat pada batuan metamorf non
foliasi ini adalah :
a. Granulose, tersusun atas mineral yang berukuran
relatif sama.
b. Hornfelsic, sebagian besar terdiri atas mineral tanpa
persejajaran mineral pipih.
c. Milonitic, struktur yang terjadi metamorfosa
kataklastik, yaitu sifat tergerus, berupa lembar atau bidang yang disebut
dengan jalur milonit.
d. Breksi Kataklastik, fragmen-fragmen pembentuk (butiran) terdiri dari
mineral yang sama dengan matriks dan semennya, dan biasanya
menunjukkan orientasi arah.

1 2

66
Batuan

Struktur non foliasi pada batuan metamorf : hornfelsic (1) dan milonitic (2)

Mineral-mineral penyusun batuan metamorf


Jika batuan asal diberikan perubahan batuan dan temperatur yang
tinggi, maka pada kondisi tersebut batuan akan melakukan penyesuaian setelah
batas kestabilannya terlampaui. Penyesuaian yang terjadi mengarah kepada
sifat mekanis dan kimiawi yang akan membentuk mineral baru, yang dalam
pembentukannya sangat bergantung pada batuan asal dan kondisi suhu –
tekanan – kimia pada saat proses terjadi.
Selain daripada itu, proses metamorfisme akan memiliki tingkatan-
tingkatan berdasarkan derajat suhu dan tekanannya. Dan tiap tingkatannya
memiliki mineral-mineral penciri masing-masing.

Derajat metamorfisma

67
Batuan

Mineral pembentuk batuan metamorf adalah :


1. Mineral dari batuan asal, yaitu :
- Kuarsa - Ortoklas - Plagioklas
- Hornblenda - Muskovit - Kalsit
- Biotit - Dolomit

2. Mineral khas batuan metamorf, yaitu :


- Metamorfosis regional : silimanit, andalusit,
kianit, talk.
- Metamorfosis termal : garnet, korundum,
wolastonit.
- Larutan kimia : epidot, klorit.

Setelah penjelasan mengenai tekstur, struktur dan komposisi mineral


penyusun batuan metamorf, maka parameter yang dipergunakan didalam
pendeskripian, yaitu :
1. Warna, segar dan lapuk.
2. Tekstur, foliasi atau non foliasi (untuk tekstur foliasi harus diuraikan
lagi).
3. Struktur, (lihat baik foliasi atau non foliasi).
4. Kandungan mineral

68
Batuan

Facies batuan metamorf dan hubungannya dengan suhu, tekanan dan kedalaman

69

Anda mungkin juga menyukai