Anda di halaman 1dari 90

Tugas Akhir Tipe I BAB IV.

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN


Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

BAB 4

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

4.1 Geomorfologi

4.1.1 Satuan Geomorfologi

Berdasarkan hasil perhitungan beda tinggi, kelerengan (morfometri), peta

topografi serta melihat morfogenesa yang ada di daerah penelitian, maka daerah

penelitian terbagi menjadi 5 satuan geomorfologi, yaitu:

1. Satuan Geomorfologi Dataran Fluvial (F1)

2. Satuan Geomorfologi Bergelombang Lemah Denudasional (D5)

3. Satuan Geomorfologi Bergelombang Kuat Denudasional (D1)

4. Satuan Geomorfologi Perbukitan - Tersayat Kuat Struktural (S3)

5. Satuan Geomorfologi Bergelombang Lemah Karst (K1)

4.1.1.1. Satuan Geomorfologi Dataran Fluvial (F1)

Satuan geomorfologi ini meliputi ± 25 % dari seluruh daerah penelitian yaitu

Desa Karang Talun, Desa Sriharjo, dan sekitar aliran Sungai Oyo. Berdasarkan

morfometri, satuan ini mempunyai sudut lereng rata-rata 1,76 % dan beda tinggi rata-

rata 12,5 m (lampiran terikat 1.2 sayatan morfometri hal 185) sehingga secara

morfometri dinamakan satuan geomorfologi dataran. Satuan ini tersusun oleh satuan

endapan lempung- kerakal. Pola pengaliran yang berkembang di satuan geomorfologi

ini adalah pola pengaliran trellis dan rectanguler. Faktor pengontrol satuan ini adalah

48
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

dari proses sedimentasi dari Sungai Opak di sebelah barat daerah penelitian dan di

sebelah timur dipengaruhi oleh Sungai Oyo sehingga secara morfogenesa satuan ini

dinamakan satuan geomorfologi fluvial. Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan

sebagai persawahan dan pemukiman oleh penduduk setempat (Gambar 4.1).

F1

Gambar 4.1 Satuan geomorfologi dataran fluvial (F1). Lensa menghadap ke


selatan (Foto diambil di LP 23 di sisi utara sungai Oyo)

4.1.1.2. Satuan Geomorfologi Bergelombang Lemah Denudasional (D5)

Satuan Geomorfologi ini meliputi ± 17 % dari seluruh daerah penelitian yaitu

daerah Desa Sriharjo, Karang Tengah, Karang Duwet, Kenteng, Gejayan dan

sekitarnya. Satuan ini mempunyai beda tinggi rata - rata 25 meter dan sudut

kelerengan rata - rata 15,6 % (lampiran terikat 1.2 sayatan morfometri hal 189)

sehingga berdasarkan data tersebut secara morfometri dinamakan satuan

bergelombang lemah. Pola pengaliran yang berkembang di satuan geomorfologi ini

adalah pola pengaliran trellis. Secara morfogenesa yang sangat mengontrol satuan ini

adalah proses erosi dan pelapukan yang cukup intensif sehingga secara morfogenesa

49
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

dinamakan denudasional. Satuan ini memiliki pelamparan dari utara ke selatan dan ke

arah tenggara dari lokasi penelitian. Satuan batuan yang menyusun adalah satuan

breksi basal kemas terbuka. Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan penduduk sebagai

pemukiman, lahan persawahan (Gambar 4.2).

D5

Gambar 4.2 Satuan geomorfologi bergelombang lemah denudasional (D5). Lensa


menghadap ke timur (Foto diambil di LP 5, Dusun Kalangan )

4.1.1.2. Satuan Geomorfologi Bergelombang Kuat Denudasional (D1)

Berdasarkan hasil perhitungan beda tinggi dan kelerengan (lampiran terikat

1.2 sayatan morfometri hal 186), satuan geomorfologi ini mempunyai beda tinggi ±

50,73 meter dari permukaan laut dan kemiringan lereng ± 25,83 % sehingga secara

morfometri satuan ini dinamakan satuan geomorfologi bergelombang kuat. Satuan ini

50
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

termasuk ke dalam satuan geomorfologi bergelombang kuat. Pola pengaliran yang

berkembang di satuan geomorfologi ini adalah pola pengaliran dendritik,

subdendritik, subparalel dan rectanguler. Secara morfogenesa yang sangat mengontrol

satuan ini adalah proses erosi dan pelapukan sehingga secara morfogenesa dinamakan

satuan geomorfologi denudasional. Pada daerah penelitian dan menempati luas ± 28

% dari seluruh daerah penelitian dan memiliki pelamparan dari utara ke selatan dan

ke arah barat daya dari lokasi penelitian.

Satuan geomorfologi ini disusun oleh satuan batuan breksi basal kemas

tertutup. Litologi ini sebagian besar sudah mengalami proses pelapukan lanjut dan

sebagian singkapan tertutup oleh vegetasi (Gambar 4.3).

D1

Gambar 4.3 Satuan geomorfologi bergelombang kuat denudasional (D1). Lensa


menghadap ke selatan (Foto diambil di, LP 5 Dusun Kalangan),

51
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.1.1.4. Satuan Geomorfologi Perbukitan – Tersayat Kuat Struktural (S3)

Satuan Geomorfologi ini meliputi ± 20 % dari seluruh daerah penelitian yaitu

daerah Lemahrubuh, Wates, Jetis dan Wunut. Satuan Geomorfologi ini membentuk

seperti gawir dan berada di utara dan selatan dari Sungai Oyo yang memanjang dari

barat ke timur sebelum akhirnya belok ke arah selatan. Pola pengaliran yang

berkembang di satuan geomorfologi ini adalah pola pengaliran rectanguler. Satuan

batuan di daerah ini adalah breksi basal kemas tertutup.

Berdasarkan perhitungan morfometri dan sesuai dengan klasifikasi van

Zuidam dan Cancelado (1979), satuan geomorfologi ini memiliki beda tinggi ±

213,95 meter dengan kelerengan ± 51,59 % (lampiran terikat 1.2 sayatan morfometri

hal 191) sehingga secara morfometri dinamakan satuan geomorfologi perbukitan –

tersayat kuat. Satuan geomorfologi ini tidak dimanfaatkan oleh penduduk setempat

karena daerah ini merupakan topografi yang rawan longsor.

Faktor utama pengontrol satuan ini adalah proses endogen yang intensif,

yakni proses tektonik dan struktur berupa kekar dan sesar yang dapat terekam baik

pada batuan. Berdasarkan pada peta topografi, terlihat jelas adanya kelurusan kontur

rapat dan offset topografi yang mengindikasikan adanya gejala sesar. Berdasarkan

data di lapangan terlihat adanya gawir sesar yang memanjang lurus dengan arah timur

- barat di daerah Lemahrubuh (Gambar 4.4) dan di sekitar Sungai Oyo, di LP 60

terlihat adanya gores garis dan kekar-kekar intensif yang terekam pada tuf.

52
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

S3

Gambar 4.4 Satuan geomorfologi bergelombang perbukitan – tersayat kuat


struktural (S3) Lensa menghadap ke barat laut (Foto diambil di
LP 62, Dusun Jetis,di pinggir Sungai Oyo)

4.1.1.5. Satuan Geomorfologi Bergelombang Lemah Karst

Satuan geomorfologi ini meliputi ± 10 % dari seluruh daerah penelitian,

meliputi daerah Dusun Sumber, Dusun Dayaan. Satuan ini mempunyai sudut lereng

rata-rata 17,61 % dan beda tinggi rata-rata 45,31 m (lampiran terikat 1.2 sayatan

morfometri hal 191) sehingga secara morfometri dinamakan satuan geomorfologi

bergelombang lemah. Satuan ini tersusun oleh litologi berupa batugamping non

klastik, di lapangan terlihat topografi berupa bukit-bukit kerucut karst (conicle hill).

Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan sebagai pemukiman dan persawahan oleh

53
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

penduduk setempat. Faktor utama pengontrol satuan ini adalah proses karstifikasi

yang menghasilkan kenampakan-kenampakan topografi karst.

Gambar 4.5 Lubang vertikal (ponor) yang menjadi cikal bakal sungai bawah tanah
(endokarst) di LP 75 di daerah Sumber,

Data karstififikasi di lapangan ditunjukkan dengan adanya lapies pada

batugamping terumbu, adanya sungai-sungai bawah tanah, gua karst, kerucut karst

(Gambar 4.6), dan lubang vertikal (ponor) sehingga secara morfogenesis dinamakan

satuan geomorfologi karst (Gambar 4.5).

54
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

K1

Gambar 4.6 Satuan geomorfologi bergelombang lemah karst. Lensa menghadap ke


barat daya (Foto diambil di LP 69, Dusun Nawungan Satu)

4.1.2 Pola Pengaliran

Thornbury (1969) menjelaskan bahwa, pola pengaliran merupakan

penggabungan dari beberapa sungai yang saling berhubungan membentuk suatu pola

dalam kesatuan ruang. Perkembangan dari pola pengaliran dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain: kemiringan lereng, perbedaan resistensi batuan, struktur geologi

dan stadia geomorfologi.

Beberapa pola aliran dasar yang mengacu pada pola pengaliran dasar dan

ubahan (Howard ,1967 dalam Budiadi & Pandita, 1998) (Gambar 4.7) yaitu :

1. Dendritik, berbentuk serupa cabang - cabang pohon (pohon oak) dan cabang

- cabang sungai (anak sungai) berhubungan dengan sungai induk membentuk

55
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

sudut – sudut yang runcing. Biasanya terbentuk pada batuan yang homogen

dengan sedikit atau tanpa pengendalian struktur. Contoh pada batuan beku

atau lapisan horisontal.

2. Paralel, pola aliran yang mempunyai arah relatif sejajar, mengalir pada

daerah dengan kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada

daerah morfologi yang paralel dan memanjang. Pola ini mempunyai

kecenderungan berkembang kearah dendritik atau trellis. Contoh pada lereng

gunungapi atau sayap antiklin.

3. Trellis, menyerupai bentuk tangga dan sungai – sungai sekunder (cabang

sungai) membentuk sudut siku – siku dengan sungai utama, mencirikan

daerah pegunungan lipatan (antiklin, sinklin) dan kekar atau sesar

4. Rectangular, pola aliran yang dibentuk oleh percabangan sungai – sungai

yang membentuk sudut siku – siku, lebih banyak dikontrol oleh faktor kekar –

kekar yang saling berpotongan dan juga sesar.

5. Radial, pola ini dicirikan oleh suatu jaringan yang memancar keluar dari satu

titik pusat, biasanya mencirikan daerah gunungapi atau kubah.

6. Annular, bentuknya melingkar mengikuti batuan lunak suatu kubah yang

tererosi puncaknya atau struktur basin dan mungkin intrusi stock, bertipe

subsekuen, cabangnya dapat obsekuen atau resekuen.

56
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

7. Multibasinal, pola yang terbentuk oleh banyaknya cekungan – cekungan atau

danau – danau kecil, biasanya terbentuk pada daerah rawa atau karst

topografi.

8. Contorted, merupakan pola yang terbentuk tidak beraturan, kadang-kadang

terlihat ada pola trellis. Biasanya berkembang di daerah metamorf yang

bertekstur kasar, batuan beku atau pada batuan berlapis yang memiliki

resistensi yang sama.

Beberapa pola ubahan menurut Howard (1967) yaitu :

1. Ubahan dari pola pengaliran Dendritik :

a. Sub-Dendritik, pengaruh dari topografi dan struktur, pola ini berkembang

menjadi pola Trellis.

b. Pinnate, bertekstur rapat dan pada daerah yang telah tererosi lanjut, tidak

ada kontrol struktur dan terdapat pada daerah landai dengan litologi

bertekstur halus.

c. Anastomatic, terdapat pada daerah dataran banjir, delta dan rawa – rawa

pasang surut serta jaringan saluran saling mengikat.

d. Distributary, terdapat pada kipas alluvial dan delta serta bentuknya

menyerupai kipas.

2. Ubahan dari pola Rectangular yaitu pola angulate. Pola ini terdapat pada

daerah – daerah dengan kondisi geologi berupa kekar dan atau sesar yang

57
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

bertemu pada sudut yang tidak tegak lurus. Pola gabungan rectangular-

angulate umumnya dijumpai.

Gambar 4.7. Pola aliran dasar (A) dan ubahan (B dan C) (Howard, 1967).

Berdasarkan pendekatan model menurut klasifikasi dari Howard (1967 dalam

Budiadi & Pandita, 1998) maka daerah penelitian mempunyai 4 pola pengaliran

(Gambar 4.8). Hal itu berdasarkan dari pengamatan peta topografi maupun

pengamatan lapangan. Lima pola pengaliran tersebut terdiri dari atas pola pengaliran

rektanguler, subparalel, subdendritik dan trellis.

58
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.8 Peta pola aliran daerah penelitian

59
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

1. Pola Pengaliran Rectanguler

Pola pengaliran ini meliputi 34 % dari daerah penelitian. Sungai-sungai

yang termasuk ke pola pengaliran ini adalah Sungai Oyo beserta anak sungainya

di Dusun Jetis dan sekitarnya, Sungai Opak beserta anak sungainya di sekitar

sebelah selatan pertemuan Sungai Oyo dan Sungai Opak. Pola pengaliran ini

berkembang di satuan geomorfologi bergelombang lemah – kuat denudasional di

bagian barat daerah penelitian yaitu Desa Seloharjo dan perbukitan – tersayat

kuat denudasional di Desa Mangunan dan berkembang di satuan batuan breksi

basal kemas tertutup Nglanggran. Pola rectanguler dapat mengindikasikan bahwa

daerah penelitian dikontrol adanya struktur berupa kekar dan sesar.

2. Pola Pengaliran Sub Paralel

Pola pengaliran ini meliputi 36 % dari daerah penelitian. Sungai-sungai

yang termasuk ke pola pengaliran ini adalah Sungai Lanteng, Sungai Kajor

Kulon, Sungai dan anak sungainya di Desa Selopamioro. Pola pengaliran ini

berkembang di satuan geomorfologi bergelombang lemah – kuat denudasional

dan berkembang di satuan batuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran. Pola

paralel-subparalel dapat mengindikasikan bahwa daerah penelitian berada pada

di morfologi yang paralel dan memanjang.

3. Pola Pengaliran Trellis

Pola pengaliran ini meliputi 30 % dari daerah penelitian yaitu di Desa

Girirejo, Desa Karang Tengah, Desa Lanteng Dua dan Desa Seloharjo. Pola

60
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

pengaliran ini berkembang di satuan geomorfologi bergelombang lemah – kuat

denudasional dan berkembang di satuan breksi basal Nglanggran. Pola

rectanguler dapat mengindikasikan bahwa daerah penelitian dikontrol adanya

struktur berupa kekar, sesar maupun antiklin.

Sedangkan secara genetik menurut Stahler (1945, dalam Budiadi dan Pandita,

1998) dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:

1. Sungai konsekuen, merupakan sungai utama yang mengalir searah dengan

kemiringan lereng. Biasanya memotong jurus batuan, tetapi dapat pula

mengikuti jurus perlapisan.

2. Sungai subsekuen, adalah cabang dari sungai subsekuen, biasanya arah

alirannya sejajar dengan jurus perlapisan batuan.

3. Sungai resekuen, adalah cabang dari sungai subsekuen dan arah alirannya

searah dengan sungai konsekuen.

4. Sungai obsekuen, sungai ini mengalir menuju sungai subsekuen dan

alirannya berlawanan arah dengan sungai konsekuen.

Berdasarkan genetik sungainya dan berdasarkan data kemiringan lapisan

batuan (strike dip) sungai-sungai di daerah penelitian termasuk sungai subsekuen dan

konsekuen. Sungai Subsekuen mengalir dari arah barat laut ke tenggara yaitu Sungai

Lanteng, Sungai Kajor, dan Sungai Nambangan. Sungai konsekuen mengalir dari

utara ke arah selatan, contohnya Sungai Ngrancah dan Sungai Mengger.

61
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.9 Genetik sungai di daerah penelitian

62
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.1.3 Stadia Sungai

Stadia sungai dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat erosi (baik erosi

vertikal maupun erosi horisontal), kemiringan lereng, batuan penyusunnya,

kedalaman, iklim, aktifitas organisme dan waktu.

Menurut Thornbury (1969), tingkat stadia sungai dapat dibagi menjadi tiga

stadia, yaitu :

1. Stadia Muda, dicirikan dengan gradien sungai besar, arus sungai deras, lembah

huruf V, erosi vertikal lebih besar daripada erosi lateral, dijumpai air terjun dan

kadang danau,

2. Stadia Dewasa, dicirikan oleh gradien sungai sedang, aliran sungai berkelok-

kelok (meander), tidak dijumpai air terjun maupun danau, erosi vertikal

berimbang dengan erosi lateral, lembah berbentuk U,

3. Stadia Tua, dicirikan oleh erosi lateral lebih kuat daripada erosi vertikal, lembah

lebar, tidak dijumpai meander lagi, terbentuk pulau-pulau tapal kuda, arus sungai

tidak kuat.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, stadia sungai pada daerah penelitian

dapat digolongkan menjadi sungai berstadia muda hingga dewasa. Sungai berstadia

muda dicirikan dengan kemampuan mengkikis alurnya secara vertikal dengan

penampang sungai berbentuk „V‟, aliran sungai cepat, alur sungai sempit dan dalam

dan tidak dijumpai adanya dataran banjir (Foto 4.10). Sungai dengan stadia muda di

daerah penelitian dijumpai pada Kali Kedungjati, Kali Mangunan, Kali Tremalang,

63
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Kali Banyusemurup dan kali di daerah Nawungan dan sekitarnya. Sungai dengan

stadia muda di daerah penelitian ditunjukkan di bagian anak sungai yang mengalir

menuju sungai utama.

Gambar 4.10 Kenampakan aliran sungai dengan sifat erosional vertical yang
membentuk huruf “V”yang tidak terlalu runcing

Sedangkan sungai dengan stadia dewasa pada daerah penelitian dicirikan oleh

kecepatan aliran berkurang, gradien sungai sedang, dataran banjir mulai terbentuk,

mulai terbentuk meander sungai, erosi ke samping lebih kuat dibanding erosi vertikal,

terlihat lembah sungai berbentuk huruf “U”, pada tingkat ini sungai mencapai

kedalaman paling besar. Sungai stadia dewasa dapat terlihat pada Kali Opak (Gambar

4.11) dan Kali Oyo.

64
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.11 Kenampakan aliran sungai dengan sifat erosional vertikal yang
membentuk huruf “U”

4.1.4 Stadia Daerah

Stadia daerah penelitian dikontrol oleh litologi, struktur geologi, proses, dan

stadia sungai. Perkembangan stadia daerah pada dasarnya menggambarkan seberapa

jauh morfologi daerah telah berubah dari morfologi aslinya. Menurut Lobeck (1939),

stadia daerah dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu muda, dewasa, tua dan

peremajaan ulang (rejuvenasi).

Berdasarkan pengamatan litologi di lapangan, ditemukan perbedaan resistensi

yang berpengaruh terhadap morfologi suatu daerah. Breksi basal memperlihatkan

kenampakan lebih lapuk dibandingkan tuf dan lava. Begitu pula kenampakan

batugamping terumbu yang telah mengalami pelarutan yang menyebabkan

terbentuknya conical hill (Gambar 4.6).

65
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Adapun proses endogen yang berkembang di daerah penelitian seperti

terbentuknya struktur geologi berupa sesar. Berdasarkan pengamatan struktur geologi

di lapangan, ditemukan beberapa gawir yang diakibatkan oleh proses endogen berupa

pensesaran terutama terlihat jelas di daerah selatan Mangunan yaitu di utara dan

selatan Kali Oyo (Gambar 4.12). Selain itu, banyak terdapat kelurusan topografi yang

sejajar dengan aliran sungai di daerah penelitian.

Gambar 4.12 Kenampakan gawir sesar yang terdapat pada utara dan selatan
sungai Oyo di dusun Lemahrubuh

Berdasarkan pengamatan keadaan morfologi di lapangan, ditemukan

intensitas proses eksogenik dan bukti-bukti lain di lapangan yaitu adanya proses

penelanjangan akibat denudasional dimana proses ini menyebabkan batuan dasar di

daerah penelitian tersingkap dengan baik. Hal ini terjadi pada satuan batuan breksi,

satuan batuan breksi basal Nglanggran dan satuan batuan batugamping terumbu

Wonosari (Gambar 4.13 a dan b).

66
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

A B

Gambar 4.13 Kenampakan proses denudasional pada batuan di daerah penelitian.


a). Batugamping yang telah mengalami pelarutan sehingga terbentuk
lubang-lubang (lapies) (Foto diambil di LP 71, daerah Nawungan
Dua), lensa menghadap ke arah barat laut, koordinat 07o58‟10.3”
LS dan 110o24‟57” BT

b). Breksi basal yang telah lapuk membentuk pelapukan membola


(Foto diambil di LP 111, daerah Geger), lensa menghadap ke arah
selatan, koordinat 07o58‟20” LS dan 110o22‟12” BT

Berdasarkan hasil perbandingan terhadap model tingkat stadia menurut

Lobeck (1939), maka dapat disimpulkan secara umum stadia daerah penelitian

termasuk dalam stadia dewasa (Gambar 4.14). Stadia dewasa ditunjukkan oleh

batugamping dan kerucut karst dimana proses denudasional hanya berkembang

sampai proses pelapukan sedangkan erosional terhadap soil pelapukannya tidak

terjadi (erosi vertikal sama dengan erosi horizontal). Stadia ini juga menempati satuan

geomorfologi bergelombang lemah - kuat denudasional dan perbukitan struktural

ditunjukkan oleh breksi basal yang selain mengalami pelapukan sangat intensif juga

soil hasil pelapukan sudah tidak terlihat.

67
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.14. Stadia daerah menurut Lobeck (1939)


: stadia daerah penelitian

4.1.5 Morfogenesis Daerah Penelitian

Morfogenenis adalah suatu urutan kejadian dan interaksi antara satuan bentang

alam yang ada pada suatu daerah serta proses-proses geologi yang mengontrolnya

(Thornbury, 1969). Geomorfologi suatu daerah merupakan hasil interaksi antara

proses yang bekerja pada masa lampau hingga sekarang ini dan sifat internal yang

dimiliki oleh litologi. Proses yang dimaksud proses endogen dan proses eksogen.

Pembentukan morfologi suatu daerah penelitian dipengaruhi oleh proses-

proses geologi seperti: proses tektonik, pelapukan, erosi dan sedimentasi. Proses

tektonik yang sifatnya constructive (membangun) ini sangat mempengaruhi

morfologi daerah penelitian, karena proses tektonik ini menyebabkan keluarnya

magma dari dalam bumi ke permukaan bumi melewati daerah dengan zona lemah,

68
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

berupa lava basal di sekitar Gunung Sudimoro dan karena adanya proses tektonik ini

juga menyebabkan pembentukan struktur geologi berupa struktur sesar mendatar di

sepanjang Kali Opak dan Kali Oyo dan perbukitan struktural di Selopamioro. Pada

tahap selanjutnya mengalami proses destruktif (merusak) yang disebabkan oleh

adanya proses eksogen seperti: pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi pada

bentang alam di daerah penelitian. Proses ini masih berlangsung sehingga

menghasilkan bentang alam seperti yang ada sekarang ini.

4.2 Stratigrafi Daerah Penelitian

Stratigrafi daerah penelitian disusun berdasarkan sistem penamaan satuan

batuan yang mengacu pada azas-azas yang tercantum dalam Sandi Stratigrafi

Indonesia (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996) yaitu dengan menggunakan tata nama

satuan litostratigrafi, dimana penentuan satuan batuan didasarkan pada ciri-ciri

litologi yang dapat diamati di lapangan. Ciri-ciri litologi tersebut meliputi jenis

batuan, keseragaman gejala geologi, kombinasi jenis batuan dan gejala-gejala lain

tubuh batuan di lapangan. Sedangkan satuan litostratigrafi tak resmi adalah satuan

yang memenuhi persyaratan sandi yang dilakukan melalui cara-cara yang dinyatakan

secara terbuka dan tertulis. Penamaan satuan batuan berpedoman berdasarkan Sandi

Stratigrafi Indonesia (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996) yaitu litostratigrafi tak resmi.

Penamaan satuan batuan berdasarkan pada litologi yang dominan pada penyusun

satuan tersebut dan nama formasinya.

Penarikan batas satuan batuan berdasarkan ciri – ciri litologi yang khas dan

69
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

berbeda di lapangan berdasarkan perubahan litologi pada zona kontak maupun zona

transisi penarikan batas satuan batuannya tegas sedangkan pada satuan endapan

vulkanik Kwarter adanya cirri – ciri litologi yang hampir sama dengan batas litologi

yang tidak jelas dan tanah pelapukan yang tebal maka penarikan batas berdasarkan

perkiraan.

Penentuan umur relatif satuan batuan berdasarkan pada kisaran hidup

foraminifera plangtonik yang terkandung pada batugamping terumbu dan sisipan

breksi polimik pada daerah penelitian dengan mengacu kepada zonasi kisaran hidup

yang dikemukakan oleh Blow (1969), sedangkan pada satuan yang tidak

mengandung fosil foraminifera, kisaran penentuan umur satuan batuan berdasarkan

pada kesebandingan dengan stratigrafi regional.

Penentuan lingkungan pengendapan dilakukan dengan menggunakan aspek –

aspek litologi yaitu jenis batuan, struktur dan tekstur sedimen, komposisi batuan serta

dengan menggunakan data paleontologi dari foraminifera bentonik yang berdasarkan

pada zonasi kedalaman dari Bandy (1967).

Berdasarkan data dari berbagai pekerjaan lapangan, laboratorium serta studio

yang telah dilakukan, maka stratigrafi daerah penelitian dapat dikelompokkan

menjadi 5 satuan batuan dengan urutan dari tua ke muda (litostratigrafi) yaitu satuan

breksi basal kemas tertutup Nglanggran, satuan tuf Nglanggran, satuan breksi kemas

terbuka Nglanggran, satuan batugamping Wonosari, satuan endapan lempung –

kerakal. Masing – masing satuan batuan diuraikan sebagai berikut :

70
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.2.1 Satuan Breksi Basal Kemas Tertutup Nglanggran

Satuan batuan ini secara dominan disusun oleh breksi basal kemas tertutup

dan secara setempat dijumpai singkapan tuf dan lava basal Berdasarkan ciri fisik

memiliki kemiripan dengan Formasi Nglanggran yang tersusun oleh breksi gunung

api, aglomerat, tuf, dan aliran lava basal – andesit dan lava andesit sehingga satuan

batuan ini kemungkinan merupakan bagian dari Formasi Nglanggran. Karena satuan

ini diduga merupakan formasi Nglanggran maka diberi nama satuan breksi basal

kemas tertutup Nglanggran.

4.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran ini menempati kurang lebih 63

% dari luas daerah penelitian dan tersebar dari bagian barat daya sampai ke timur laut

daerah penelitian yang meliputi Dusun Kalidadap Satu, Kalidadap Dua, Kajor Wetan,

Kajor Kulon, Kedungjati, Desa Mangunan, dan Desa Girirejo. Satuan breksi basal

kemas tertutup Nglanggran ini menempati satuan perbukitan – tersayat kuat struktural

dan satuan bergelombang kuat denudasional. Berdasarkan penampang geologi B – B‟

diketahui ketebalan dari satuan ini adalah 500 m.

4.2.1.2 Litologi Penyusun

Litologi penyusun dari satuan ini secara dominan disusun oleh breksi basal

kemas tertutup dan setempat dijumpai tuf, lava basal, dan lava andesit. (Tabel 4.1).

71
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

1. Breksi basal kemas tertutup

Secara megaskopis breksi basal kemas tertutup menunjukkan warna segar

abu-abu, warna lapuk abu-abu kehitaman, tekstur piroklastika, kemas tertutup,

sortasi buruk, struktur masif, komposisi fragmen basal (grain supported) dan

matriks bahan piroklastika (Gambar 4.15).

Gambar 4.15 Singkapan breksi basal kemas tertutup di LP 62, dusun Wates

Secara mikroskopis (fragmen) pada sayatan No.1/LP 62 (lampiran sayatan

petrografi hal 193) berwarna abu-abu kehitaman, tekstur inequigranular, hipokristalin,

berukuran (0,08-1) mm, bentuk anhedral-subhedral, terdiri dari mineral plagioklas

(45%), piroksen (13%), mineral opak (5%) dan masa dasar gelas gunungapi (16%).

Berdasarkan komposisi di atas, maka nama petrografi batuan ini adalah basal

(Williams, 1982).

Secara mikroskopis (matriks) pada sayatan No.2/LP 62 (lampiran sayatan

petrografi hal 195) berwarna abu - abu kecoklatan, tekstur klastik dengan butiran

berukuran 0,05 mm - 1,5 mm, terdiri dari lithic, feldspar, piroksen, gelas gunungapi

72
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

dan mineral opak, bentuk menyudut tanggung, terdiri dari mineral lithic (70%),

felspar (5%), piroksin (3%), mineral opak (2%), dan gelas gunungapi (20%), bentuk

menyudut tanggung. Berdasarkan komposisi di atas, maka nama petrografi batuan ini

adalah Lithic Tuff (Schmid,1981).

2. Tuf

Secara megaskopis menunjukkan warna segar putih kekuningan, warna lapuk

cokelat – kehitaman, tekstur klastik, bentuk butir membulat – menyudut tanggung,

kemas tertutup, sortasi baik, struktur berlapis, agak kompak, permeable, komposisi

dominan gelas vulkanik. Singkapan tuf pada daerah penelitian tersingkap pada LP

di daerah Siluk Satu (Gambar 4.16).

Secara mikroskopis pada sayatan No.3/LP 94 (lampiran sayatan petrografi hal

198), berwarna kuning kecoklatan, tekstur afanitik, dengan butiran berukuran 0,05

mm – 1 mm, bentuk butir membulat tanggung, terdiri dari lithik (65%), felspar

(10%), mineral opak (8%) dan gelas gunungapi (20%). Berdasarkan komposisi diatas

maka nama petrografi batuan ini adalah Lithic Tuff ( Schmid, 1981).

TUF

Gambar 4.16 Singkapan tuf di LP 94, daerah Siluk

73
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

3. Lava basal

Secara megaskopis di lapangan menunjukkan warna segar abu-abu kehitaman,

warna lapuk abu-abu kecoklatan, memiliki tekstur afanitik hipokristalin dengan

bentuk kristal subhedral-anhedral, struktur masif dan permukaan sedikit vesikuler,

membentuk aliran terlihat memanjang agak membulat, dan pada permukaan batuan

terdapat kulit kaca (glassy skin). ( Gambar 4.17 )

LAVA

Gambar 4.17 Singkapan lava di LP 42 di daerah Jetis, Desa Selopamioro

Secara mikroskopis pada sayatan No.4/LP 64 (lampiran sayatan petrografi hal

199), berwarna abu – abu gelap kecoklatan, tekstur afanitik, komposisi terdiri dari

plagioklas (44%), olivin (18%), piroksen (12%), felspar (4%), mineral opak (22%)

dan gelas vulkanik (22%), dengan butiran berukuran 0,08 mm – 0,6 mm. Berdasarkan

komposisi diatas maka nama petrografi batuan ini adalah basal (Williams, 1982).

4. Lava andesit

Secara megaskopis di lapangan menunjukkan warna segar abu-abu kehitaman,

warna lapuk abu-abu kecoklatan, memiliki tekstur afanitik hipokristalin dengan

74
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

bentuk kristal subhedral-anhedral, struktur masif dan permukaan sedikit vesikuler,

,dan pada permukaan batuan terdapat kulit kaca (glassy skin) (Gambar 4.24)

Gambar 4.18 Singkapan lava di LP 82 di dusun Kajor Wetan, Desa Selopamioro

Secara mikroskopis pada sayatan No.5/ LP 82 (lampiran sayatan petrografi hal

202), sayatan batuan beku volkanik, warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre

(fenokris tertanam dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min

opak), bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari mineral plagioklas,

piroksen, mineral opak dan gelas. Berdasarkan komposisi diatas maka nama

petrografi batuan ini adalah Pyroxene Andesite (Williams, 1982).

4.2.1.3 Penentuan Umur

Pada satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran penentuan umur dengan

menggunakan analisis mikropaleontologi tidak dapat dilakukan karena pada satuan

ini tidak dijumpai adanya fosil yang hadir secara insitu atau ideal. Oleh karena itu,

untuk menentukan umur digunakan stratigrafi regional ataupun mengacu pada

75
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

peneliti terdahulu yang membahas Formasi Nglanggran yang mencakup daerah ini.

Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dan secara posisi stratigrafi breksi

basal kemas tertutup Nglanggran berada di bawah breksi basal kemas terbuka

Nglanggran maupun tuf Nglanggran sehingga memiliki umur yang paling tua di

daerah penelitian.

Berdasarkan ciri-ciri fisik litologi yang dikelompokkan dalam satuan breksi

basal kemas tertutup Nglanggran, maka satuan ini dapat disebandingkan dengan

macam batuan yang terdapat dalam Formasi Nglanggran yang mewakili secara tepat

untuk satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran. Berdasarkan Peta Geologi

Regional Lembar Yogyakarta (Rahardjo, dkk, 1995), diterbitkan oleh P3G Bandung,

menggambarkan bahwa satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran tersusun oleh

breksi gunung api, breksi aliran, aglomerat, lava dan tuf. Berdasarkan kesebandingan

dengan stratigrafi regional Rahardjo dkk (1995) tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa umur untuk satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran ini adalah awal

Miosen Awal – Awal Miosen Tengah (N5 – N9).

4.2.1.4 Lingkungan Pengendapan

Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan breksi basal kemas tertutup

Nglanggran ini dilakukan berdasarkan data lapangan, hal ini dikarenakan satuan

batuan ini miskin akan kehadiran fosil foraminifera bentonik untuk penentuan

lingkungan pengendapan di daerah penelitian. Berdasarkan pengamatan langsung di

lapangan dengan indikasi tidak adanya fosil foraminifera kecil dan tidak

76
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

ditemukannya adanya struktur bantal pada aliran lavanya serta matrik breksi yang

tidak mengandung bahan karbonat (tidak bereaksi dengan HCl), maka lingkungan

pengendapan pada satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran ini berada di

lingkungan darat. Keberadaan lava ini menunjukkan fasies gunungapi yang masih

dekat sumber / zona prokimal ( Bogie & Mackenzie,1998).

4.2.1.5 Hubungan Stratigrafi

Satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran ini merupakan satuan batuan

tertua di daerah penelitian. Hubungan stratigrafi breksi basal kemas tertutup

Nglanggran dengan satuan dibawahnya tidak diketahui karena tidak ditemukan

adanya kontak dengan satuan batuan yang berada dibawahnya. Hubungan stratigrafi

antara satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran dengan satuan breksi basal

kemas terbuka Nglanggran dan satuan tuf Nglanggran adalah selaras menjari karena

masih dalam satu umur pengendapan berdasarkan stratigrafi regional (N5 – N9).

Sedangkan hubungan stratigrafi breksi basal kemas tertutup Nglanggran dengan

satuan batugamping terumbu Wonosari adalah tidak selaras karena adanya gap umur

pengendapan yaitu N 5 – N 9 untuk satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran

dan N 11 – N 13 untuk umur satuan batugamping terumbu Wonosari berdasarkan

analisis foraminifera kecil plangtonik. Pada umur N 10 tidak terjadi pengendapan

batuan sehingga pada umur ini diyakini terjadi ketidakselarasan (Tabel 4.1).

77
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Tabel 4.1 Kolom litologi satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran di daerah
penelitian (tidak dalam skala sebenarnya)

4.2.2 Satuan Breksi Basal Kemas Terbuka Nglanggran

Satuan batuan ini secara dominan disusun secara keseluruhan oleh breksi

Basal kemas terbuka, setempat juga dijumpai singkapan tuf. Berdasarkan ciri fisik

dan umurnya dapat dikorelasikan dengan Formasi Nglanggran yang tersusun oleh

breksi gunung api, aglomerat, tuf, dan aliran lava andesit – basal dan lava andesit

sehingga satuan batuan ini diberi nama tuf Nglanggran

4.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran ini menempati kurang lebih 17

% dari luas daerah penelitian dan tersebar dari bagian barat daya sampai ke timur laut

daerah penelitian yang meliputi Desa Karangtengah dan Desa Sriharjo. Satuan breksi

78
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

basal kemas terbuka Nglanggran ini menempati satuan bergelombang lemah

denudasional. Berdasarkan penampang geologi A – A‟ diketahui ketebalan dari

satuan ini adalah 350 m.

4.2.3.2 Litologi Penyusun

Litologi penyusun dari satuan ini secara dominan disusun oleh breksi basal

kemas terbuka Nglanggran dan setempat dijumpai tuf (Tabel 4.2).

1. Breksi basal kemas terbuka

Secara megaskopis di lapangan menunjukkan ciri-ciri dengan warna segar

abu-abu, warna lapuk abu-abu kehitaman, tekstur epiklastika, kemas terbuka, sortasi

buruk, struktur masif, komposisi fragmen basal dan matriks bahan piroklastika

(matrix supported) (Gambar 4.19).

Gambar 4.19 Singkapan breksi basal kemas terbuka di LP 15, daerah Jati

Secara mikroskopis (fragmen) pada pada sayatan No.6/LP 17 (lampiran

sayatan petrografi hal 204), Sayatan batuan beku vulkanik, warna abu - abu

79
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

kehijauan, disamping itu juga memperlihatkan tekstur porfiri - afanitik, kemas

terbuka, sortasi buruk, bentuk subhedral - anhedral, komposisi mineral terdiri dari

mineral plagioklas (65%), piroksen (10%), mineral opak (5%), dan gelas (20%).

Berdasarkan komposisi diatas maka nama petrografi batuan ini adalah Basal

(Williams,1962).

Secara mikroskopis (matriks) pada sayatan No. 7/LP 17 (lampiran sayatan

petrografi hal 206) berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, porfiroafanitik,

berukuran (0,08 -0.6) mm, bentuk anhedral-subhedral, terdiri dari mineral lithic

(70%), felspar (10%), mineral opak (5%), dan gelas vulkanik (15%), bentuk

menyudut tanggung. Berdasarkan komposisi di atas, maka nama petrografi batuan ini

Lithic Tuff (Klasifikasi Schmid, 1981).

2. Tuf

Secara megaskopis menunjukkan warna segar putih kekuningan, warna lapuk

cokelat – kehitaman, tekstur piroklastik, bentuk butir membulat – menyudut

tanggung, kemas tertutup, sortasi baik, struktur berlapis, agak kompak, permeable,

komposisi dominan gelas vulkanik. Singkapan tuf pada daerah penelitian tersingkap

pada LP 15 dan 18 di daerah Karangtengah (Gambar 4.20).

Secara mikroskopis pada sayatan No.8/LP 18 (lampiran sayatan petrografi hal

208), berwarna kuning kecoklatan, tekstur piroklastik, dengan butiran berukuran 0,05

mm – 1 mm, bentuk butir membulat tanggung, terdiri dari plagioklas (23%), olivin

(9%), piroksen (6%), kuarsa (2%), mineral opak (8%) dan gelas vulkanik (51%).

80
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Berdasarkan komposisi diatas maka nama petrografi batuan ini adalah Crystal Vitric

Tuff ( Schmid, 1981).

TUF

Gambar 4.20 Singkapan tuf di LP 18, daerah Tremalang.

4.2.3.3 Penentuan Umur

Pada satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran penentuan umur dengan

menggunakan analisis mikropaleontologi tidak dapat dilakukan karena pada satuan

ini tidak dijumpai adanya fosil yang hadir secara insitu atau ideal. Oleh karena itu,

untuk menentukan umur dilakukan kesebandingan dengan stratigrafi regional ataupun

mengacu pada peneliti terdahulu yang membahas formasi yang mencakup daerah ini.

Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dan secara posisi stratigrafi breksi

basal kemas terbuka Nglanggran berada di atas breksi basal kemas tertutup

Nglanggran sehingga memiliki umur lebih muda dibandingkan dengan breksi basal

kemas tertutup Nglanggran. Berdasarkan ciri-ciri fisik litologi yang dikelompokkan

dalam satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran, maka satuan ini dapat

disebandingkan dengan macam batuan yang terdapat dalam Formasi Nglanggran

81
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

yang mewakili secara tepat untuk satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran,

berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Yogyakarta (Rahardjo, dkk, 1995),

diterbitkan oleh P3G Bandung, menggambarkan bahwa satuan breksi basal kemas

terbuka Nglanggran tersusun oleh breksi gunung api, breksi aliran, aglomerat, lava

dan tuf. Berdasarkan kesebandingan dengan stratigrafi regional Rahardjo dkk (1995)

tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa umur untuk satuan breksi basal kemas

terbuka Nglanggran ini adalah awal Miosen Awal – awal Miosen Tengah (N5 – N9).

4.2.3.4 Lingkungan Pengendapan

Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan breksi basal kemas terbuka

Nglanggran ini dilakukan berdasarkan data lapangan, hal ini dikarenakan satuan

batuan ini miskin akan kehadiran fosil foraminifera bentonik untuk penentuan

lingkungan pengendapan di daerah penelitian. Berdasarkan pengamatan langsung

matrik breksi tidak mengandung bahan karbonat (tidak bereaksi dengan HCl), maka

lingkungan pengendapan pada Satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran ini

berada di lingkungan darat.

4.2.2.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran

dengan satuan batugamping terumbu Wonosari yang ada di atasnya adalah tidak

selaras. Hal ini dibuktikan dengan adanya bidang erosional sebagai indikasi adanya

ketidakselarasan antara breksi basal kemas terbuka Nglanggran dengan batugamping

terumbu Wonosari di LP 88 (Gambar 4.21) sehingga terjadi gap umur satuan breksi

82
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

basal kemas terbuka Nglanggran (N5-N9) dengan satuan batugamping terumbu

Wonosari (N11-N14). Sedangkan hubungan stratigrafi dengan tuf Nglanggran dan

breksi basal kemas tertutup Nglanggran adalah selaras menjari.

batugamping terumbu

bidang erosional

breksi basalt kemas terbuka

Gambar 4.21 Bidang ketidakselarasan breksi basal kemas terbuka dengan


batugamping terumbu

Tabel 4.2 Kolom litologi satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran di daerah
penelitian (tidak dalam skala sebenarnya)

83
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.2.2 Satuan Tuf Nglanggran

Satuan batuan ini secara dominan oleh tuf, secara setempat juga dijumpai

singkapan breksi polimik, breksi pumis, dan lava andesit. Berdasarkan ciri fisik dan

umurnya dapat dikorelasikan dengan Formasi Nglanggran yang tersusun oleh breksi

gunung api, aglomerat, tuf, dan aliran lava basal – basal dan lava basal satuan batuan

ini diberi nama tuf Nglanggran.

4.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan tuf Nglanggran ini menempati kurang lebih 7 % dari luas daerah

penelitian dan tersebar di tengah daerah penelitian yang meliputi Desa Kajor Kulon.

Satuan tuf Nglanggran ini menempati satuan bergelombang lemah denudasional.

Berdasarkan penampang geologi B – B‟ diketahui ketebalan dari satuan ini adalah

250 m.

4.2.2.2 Litologi Penyusun

Litologi penyusun dari satuan ini secara dominan disusun oleh tuf dan

setempat dijumpai breksi polimik dan breksi pumis. (Tabel 4.3).

1. Tuf

Tuf secara megaskopis menunjukkan warna segar putih kekuningan, warna lapuk

cokelat – kehitaman, tekstur klastik, bentuk butir membulat – menyudut tanggung,

kemas tertutup, sortasi baik, struktur berlapis, agak kompak, permeable, komposisi

dominan gelas gunungapi. Singkapan tuf pada daerah penelitian tersingkap di daerah

Kajor Kulon (Gambar 4.22).

84
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.22 Singkapan tuf di LP 120, kedudukan lapisan N 290o E/ 40o,


daerah Kedungtolok, Dusun Kajor Kulon. Lensa menghadap ke timur.

Secara mikroskopis pada sayatan No.9/LP 119 (lampiran sayatan petrografi

hal 210), berwarna kuning kecoklatan, tekstur piroklastik, dengan butiran berukuran

0,05 mm – 1 mm, bentuk butir membulat tanggung, terdiri dari lithik (50%), felspar

(15%), piroksen (6%), kuarsa (4%), mineral opak (4%), glaukonit (1%) dan abu

gunungapi (20%). Berdasarkan komposisi di atas maka nama petrografi batuan ini

adalah Lithic Tuff (Schmid, 1981).

2. Breksi pumis

Breksi pumis secara megaskopis di lapangan menunjukkan ciri-ciri dengan

warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kehitaman, tekstur piroklastika, kemas

terbuka, sortasi buruk, struktur masif, komposisi fragmen pumis dan matrik bahan

piroklastika (matrix supported) (Gambar 4.23).

85
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.23 Singkapan breksi pumis di LP 15, kedudukan lapisan


N 290o E/ 40o, daerah Kedungtolok, Dusun Kajor Kulon. Lensa
menghadap ke utara

Secara mikroskopis (fragmen) pada sayatan No.10/LP 120 (lampiran sayatan

petrografi hal 212) berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik dengan butiran

berukuran 0,05 mm – 5,5mm, terdiri dari lithik (55%) , feldspar (5%), dan mineral

opak (5%) serta ash (35%) , bentuk menyudut tanggung. Berdasarkan komposisi di

atas, maka nama petrografi batuan ini adalah Pumis Lithic Tuff (Klasifikasi Williams,

1982).

Secara mikroskopis (matriks) pada sayatan No.11/ LP 120 (lampiran sayatan

petrografi hal 214) berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, porfiroafanitik,

berukuran (0,08 -0.6) mm, bentuk anhedral-subhedral, terdiri dari mineral lithic

(65%), felspar (10%), piroksen (3%), mineral opak (2%), dan gelas vulkanik (20%),

bentuk menyudut tanggung. Berdasarkan komposisi di atas, maka nama petrografi

86
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

batuan ini Tuffaceous Lithic Arenite (Klasifikasi Dott 1964 Vide Gilbert, 1982

(modifikasi)).

3. Breksi polimik

Breksi polimik secara megaskopis di lapangan menunjukkan ciri-ciri dengan

warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kehitaman, tekstur epiklastika, kemas

terbuka, sortasi buruk, struktur masif, komposisi fragmen basal, fragmen cangkang

dan matriks bahan piroklastika (matrix supported) (Gambar 4.24).

Basalt
Fragmen
cangkang

Gambar 4.24 Singkapan breksi polimik di LP 15, daerah Kedungtolok

Secara mikroskopis (fragmen) pada sayatan No.12/LP 120 (lampiran sayatan

petrografi hal 216) berwarna abu-abu kehitaman (fragmen basal), berwarna putih

kekuningan (fosil), tekstur inequigranular, berukuran (0,08-1) mm, bentuk anhedral-

subhedral, terdiri dari mineral felspar (50%), lithik (15%), piroksen (3%), fosil

87
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

(10%), semen karbonat (20 %), mineral opak (1%) dan glukonit (1%). Berdasarkan

komposisi di atas, maka nama petrografi batuan ini adalah Basal (Williams, 1982)

Secara mikroskopis (matriks) pada sayatan No. 13/ LP 62 (lampiran sayatan

petrografi hal 218), berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, semen karbonat,

butiran terdiri dari lithik (60%), feldspar (15%), mineral opak (5%) dan semen

karbonat (20%) dengan ukuran butir 0,1 - 8,5 mm.Berdasarkan komposisi di atas,

maka nama petrografi batuan ini adalah Calcareous Feldsphatic Arenite (Klasifikasi

Gilbert, 1954 (modifikasi)).

4.2.2.3 Penentuan Umur

Pada satuan tuf Nglanggran ini dilakukan berdasarkan analisis kandungan

fosil foraminifera plangtonik yang terdapat pada contoh batuan yang dianalisis pada

matriks breksi polimik. Contoh batuan yang dianalisis yaitu LP 120 (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Kisaran umur foraminifera plangtonik pada satuan tuf Nglanggran
berdasarkan Zonasi Blow (1969)

88
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Dari hasil analisis fosil plangtonik dari lokasi pengamatan tersebut, maka

diketahui Satuan tuf Nglanggran mempunyai kisaran umur N 4 akhir – N 9 (Miosen

Awal) yang didasarkan atas diketemukannya fosil yaitu : Globoquadrina altispira

CUSHMAN and JARVIS (Gambar 4.25 a), Globigerina praebulloides BLOW

(Gambar 4.25 b), Globigerinoides immaturus LEROY (Gambar 4.25 c).

A B

Gambar 4.25 a. Globoquadrina altispira CUSHMAN and JARVIS


b. Globigerina praebulloides BLOW
c. Globigerinoides immaturus LEROY

4.2.2.4 Lingkungan Pengendapan

Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan tuf Nglanggran ini dilakukan

berdasarkan analisis kandungan fosil foraminifera bentonik pada contoh batuan LP

120 yaitu pada matriks breksi polimik. (Tabel 4.4).

89
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Tabel 4.4 Lingkungan pengendapan pada satuan tuf Nglanggran berdasarkan


klasifikasi dari zonasi Bandy (1967)

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa satuan ini terendapkan pada

lingkungan neritik tepi – tengah ( 20 – 100 meter ) yang didasarkan atas hadirnya

fosil Discorbis vesicularis LAMMARCK (Gambar 4.26).

Gambar 4.26 Discorbis vesicularis LAMMARCK

90
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.2.3.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan tuf Nglanggran dengan satuan

batugamping terumbu Wonosari yang berada di atasnya adalah tidak selaras (Tabel

4.5). Hal ini disebabkan tuf Nglanggran memiliki umur berdasarkan stratigrafi

regional (Rahardjo, 1995) yaitu Miosen Awal (N5 – N9), sedangkan batugamping

terumbu Wonosari berdasarkan analisis foraminifera kecil plangtonik memiliki umur

N11-N13 (Miosen Tengah).

Tabel 4.5 Kolom litologi Satuan Tuf Nglanggran di daerah penelitian (tidak dalam
skala sebenarnya)

Hubungan satuan tuf Nglanggran dengan satuan breksi basal kemas terbuka

Nglanggran adalah selaras melensa karena dilihat dari pola penyebaran dari satuan

batuan yang dapat dilihat pada peta geologi dan masih satu umur pengendapan hanya

berbeda fasies dan di lapangan dibuktikan dengan adanya tuf Nglanggran dan breksi

91
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

basal kemas terbuka yang dijumpai pada strike yang relatif masih sama. Satuan tuf

Nglanggran juga memiliki hubungan selaras dengan breksi basal kemas tertutup

Nglanggran hanya berbeda fasies dari batuan fragmental gunung api berubah menjadi

batuan bertekstur halus dari debu gunung api yang pada Miosen Awal.

4.2.4 Satuan Batugamping Terumbu Wonosari

Satuan batuan ini secara dominan disusun secara keseluruhan oleh

batugamping terumbu dan secara setempat dijumpai batugamping berlapis.

Berdasarkan ciri fisik dan umurnya dapat dikorelasikan dengan Formasi Wonosari

yang tersusun oleh batugamping terumbu dan batugamping berlapis sehingga satuan

batuan ini diberi nama satuan batugamping terumbuWonosari.

4.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan batugamping terumbu Wonosari ini menempati kurang lebih 17 % dari

luas daerah penelitian dan tersebar dari bagian barat daya sampai ke timur laut daerah

penelitian yang meliputi Dusun Nawungan Dua, Sumber, Dayaan, dan Geger. Satuan

Batugamping Terumbu Wonosari ini menempati satuan bergelombang lemah karst.

Berdasarkan penampang geologi A – A‟ diketahui ketebalan dari satuan ini adalah

200 m.

92
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.2.4.2 Litologi Penyusun

Litologi penyusun dari satuan ini secara dominan disusun oleh batugamping

terumbu Wonosari dan setempat dijumpai batugamping berlapis Wonosari. (Tabel

4.6)

1. Batugamping terumbu

Satuan ini tersusun secara keseluruhan oleh batugamping terumbu.

Batugamping ini di lapangan menunjukkan ciri-ciri dengan warna segar putih

keabuan, warna lapuk abu kehitaman, tekstur non klastik, struktur masif, komposisi

karbonat (Gambar 4.27). Di beberapa tempat terdapat morfologi yang diakibatkan

oleh pelarutan yaitu berupa kerucut karst (Gambar 4.15). Satuan ini dijumpai di

daerah Nawungan, Dayaan, Sumber di sebelah timur dan di sebelah barat dijumpai di

daerah Geger pada morfologi bergelombang lemah karst.

Gambar 4.27 Kenampakan batugamping dengan rongga-rongga akibat


pelarutan. Lensa menghadap ke utara (Foto diambil di LP 7, daerah
Nawungan Dua), lensa menghadap ke arah barat laut

93
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Secara mikroskopis pada sayatan No.14/LP 74 (lampiran sayatan petrografi

hal 220), warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, didukung oleh kerangka organik

yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir halus (0,1 - 2) mm,

pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil (90 %) terdiri dari foram

besar, coral, algae, kalsit (8%), dan lumpur karbonat (2%) dan dinamai Boundstone

(Dunham,1962).

Gambar 4.28 Kenampakan batugamping dengan rongga-rongga akibat


pelarutan. Lensa menghadap ke timu laut (Foto diambil di LP 115, daerah
Kemasan, Desa Karangtengah)

Pada bagian utara daerah penelitian tepatnya di Desa Karangtengah

juga dijumpai batugamping nonklastik dengan kenampakan secara megaskopis

di lapangan menunjukkan ciri-ciri dengan warna segar putih keabuan, warna

lapuk abu kehitaman, tekstur non klastik, struktur masif, komposisi karbonat.

94
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Batugamping nonklastik ini tersingkap setempat yaitu di 2 bukit di Dusun

Kemasan dengan litologi disekitarnya endapan lempung- kerakal dan breksi

Basal kemas terbuka Nglanggran (Gambar 4.28).

Secara mikroskopis pada sayatan No.16/LP 115 (lampiran sayatan petrografi

hal 224), Sayatan tipis batugamping non klastik, berwarna putih kecoklatan-krem,

komposisi berupa fosil ganggang dan koral dengan ukuran 0,5–8,5mm, mikrit hadir

menempel pada ganggang/koral. Sebagian besar rongga porositas (inter dan

intrapartikel) terisi oleh sparit serta mineral Fe oksida, berdasarkan komposisi

tersebut maka batuan ini dinamai Boundstone (Dunham,1962).

2. Batugamping berlapis

Secara megaskopis di lapangan memperlihatkan warna lapuk putih

kecoklatan, warna segar putih abu-abu kekuningan, tekstur klastik, kemas tertutup,

sortasi baik, ukuran butir pasir sedang sampai kasar, bentuk butir membulat tanggung

sampai membulat, porositas sedang, agak kompak, permeable, struktur berlapis

ketebalan perlapisan antara 30 – 50 cm, memiliki komposisi karbonatan. Berdasarkan

komposisi tersebut maka secara megaskopis batuan dinamakan batugamping berlapis

(batugamping klastik). Singkapan batugamping berlapis ini dijumpai setempat di LP

83 di daerah Srunggo Dua (Gambar 4.29).

95
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.29 Kenampakan batugamping berlapis (Foto diambil di LP 83,


daerah Srunggo Dua), lensa menghadap ke arah barat laut)

Secara mikroskopis pada sayatan No.15/LP 83 (lampiran sayatan petrografi

hal 222), berwarna putih kecoklatan-coklat, klastik, grain supported, komposisi

terdiri dari fosil (50%), felspar (10%), dengan sedikit detritus glaukonit (4%) dan

mineral opak (1%), berukuran 0,05–1,5 mm, berdasarkan komposisi tersebut maka

batuan ini dinamai Packstone (Dunham,1962).

4.2.4.3 Penentuan Umur

Pada satuan batugamping terumbu Wonosari ini dilakukan analisis kandungan

fosil foraminifera plangtonik yang terdapat pada contoh batuan yang dianalisis.

Beberapa contoh batuan yang dianalisis meliputi LP 74, LP 70 dan LP 71 (Tabel

4.6).

96
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Tabel 4.6 Kisaran umur foraminifera plangtonik pada satuan batugamping


terumbu Wonosari berdasarkan Zonasi Blow (1969)

Dari hasil analisis fosil plangtonik dari lokasi pengamatan tersebut, maka

diketahui satuan batugamping terumbu Wonosari mempunyai kisaran umur N 11 – N

13 (Miosen Tengah) yang didasarkan atas diketemukannya fosil yaitu : Orbulina

universa D‟ORBIGNY (Gambar 4.30 a), Orbulina bilobata D‟ORBIGNY (Gambar

4.30 b), Globorotalia pramenardi BLEW (Gambar 4.30 c)., Globigerina bulbosa LE

ROY (Gambar 4.30 d), Globigerinoides immaturus LE ROY (Gambar 4.30 e),

Globoquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR, and COLLINS, Globoquadrina

altispira CUSHMAN, dan. Globoquadrina advesa (Gambar 4.30 f).

97
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

A B

C D

E F

Gambar 4.30 a. Orbulina universa D‟ORBIGNY


b. Orbulina bilobata D‟ORBIGNY
c. Globorotalia pramenardi BLEW
d. Globigerina bulbosa LE ROY
e. Globigerinoides immaturus LE ROY
f. Globoquadrina advesa

4.2.4.4 Lingkungan Pengendapan

Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan batugamping terumbu

Wonosari ini dilakukan berdasarkan analisis kandungan fosil foraminifera bentonik

98
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

pada contoh batuan LP 74, LP 71, dan LP 70. Berdasarkan hasil analisis diketahui

bahwa satuan ini terendapkan pada lingkungan neritik tepi – tengah ( 30 – 100 meter)

didasarkan dari kehadiran fosil dan Nodosaria affinis LAMMARCK (Gambar 4.31

a) Ampestegina lessoni D‟ORBIGNY (Gambar 4.31 b), Cassidulina subglobosa

BRADY.

Tabel 4.7 Lingkungan pengendapan pada satuan batugamping terumbu Wonosari


berdasarkan klasifikasi dari zonasi Bandy (1967)

A B

Gambar 4.31 a. Nodosaria affinis LAMMARCK


b. Ampestegina lessoni D‟ORBIGNY

99
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.2.4.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan batugamping terumbu Wonosari yang

memiliki umur N11 – N13 dengan satuan endapan lempung - kerakal yang ada di

atasnya adalah tidak selaras berdasarkan umur pengendapannya. Hubungan stratigrafi

antara satuan batugamping terumbu Wonosari dengan satuan batuan di bawahnya

(breksi basal kemas tertutup Nglanggran dan satuan breksi basal kemas terbuka

Nglanggran) adalah tidak selaras berdasarkan umur pengendapannya yaitu Miosen

Awal untuk umur satuan tuf Nglanggran, breksi basal kemas tertutup Nglanggran,

dan breksi basal kemas tertutup Nglanggran sedangkan umur satuan batugamping

terumbu Wonosari adalah N 11 – N 13 (Miosen Tengah) (Tabel 4.8).

Tabel 4.8 Kolom litologi satuan batugamping terumbu Wonosari di daerah penelitian
(tidak dalam skala sebenarnya)

100
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.2.5 Satuan Endapan Lempung - Kerakal

Satuan berupa endapan sedimen kuarter yang belum terlithifikasi. Satuan ini

merupakan satuan paling muda yang dijumpai di daerah penelitian, tersusun oleh

endapan berukuran lempung sampai kerakal. Satuan ini memiliki ciri – ciri di

lapangan berupa endapan material - material lepas dengan ukuran butir lempung, pasir,

kerikil hingga kerakal, berwarna abu - abu kehitaman, bentuk butir membundar -

membundar tanggung,berstruktur gradasi.

4.2.5.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan endapan lempung - kerakal ini menempati kurang lebih 21 % dari luas

daerah penelitian dan tersebar dari bagian barat sampai ke timur daerah penelitian

yang meliputi Desa Canden, Desa Srihardono, Desa Sriharjo. Satuan endapan

lempung - kerakal ini menempati satuan bergelombang dataran fluvial. Berdasarkan

penampang geologi A – A‟ maupun B – B‟ diketahui ketebalan dari satuan ini adalah

5-10 m.

4.2.5.2 Litologi Penyusun

Litologi penyusun dari satuan ini secara dominan disusun oleh endapan yang

berukuran lempung – kerakal. Satuan ini merupakan satuan paling muda yang

dijumpai di daerah penelitian berupa endapan material - material lepas dengan ukuran

butir lempung, pasir, kerikil hingga kerakal, berwarna abu - abu kehitaman, bentuk

butir membundar - membundar tanggung, berstruktur gradasi (Gambar 4.32). Satuan

ini dijumpai di desa Sriharjo dan memiliki penyebaran di sekitar Kali Oyo

101
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

memanjang, di sekitar Kali Opak , dan terdapat pada morfologi dataran di Desa

Kebonagung dan sekitarnya.

Gambar 4.32 Kenampakan endapan lempung dan kerakal di sekitar


Sungai Oyo. Lensa menghadap ke barat. (Foto diambil di LP 23 daerah
Wates), lensa menghadap ke arah barat laut

4.2.5.3 Penentuan Umur

Satuan endapan lempung - kerakal ini selain berdasarkan kesebandingan

dengan stratigrafi regional juga berdasarkan karakteristik dari material penyusun

satuan ini yang berupa material lepas yang belum terkonsolidasi dengan baik, dapat

dipastikan bahwa satuan ini berupa satuan endapan. Berdasarkan pada pemikiran

bahwa proses pengendapan masih berlangsung hingga sekarang dan juga

kesebandingan dengan stratigrafi regional, maka umur dari satuan ini adalah Kuarter.

4.2.5.4 Lingkungan Pengendapan

Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan endapan lempung - kerakal

ini didasarkanpada data di lapangan, yang mana untuk penentuan lingkungan

102
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

pengendapan dapat dilihat dari material lepas penyusun satuan endapan ini.

Berdasarkan ciri di atas, diperkirakan satuan ini merupakan endapan aliran

berdensitas tinggi (high density flow deposits) yang terendapkan dengan mekanisme

aliran kuat pada lingkungan darat. Pada satuan ini juga tidak dijumpai kandungan

fosil maupun bahan karbonat. Dan juga dapat dilihat dari material penyusun satuan

ini berupa material yang belum terkonsolidasi yang merupakan produk hasil dari

aktivitas sungai (fluviatil) dan aktivitas vulkanik yang berumur Kuarter.

4.2.5.5 Hubungan Stratigrafi

Secara stratigrafi satuan endapan lempung - kerakal mempunyai hubungan

tidak selaras dengan satuan yang berada di bawahnya yaitu satuan batugamping

terumbu Wonosari karena perbedaan umur pengendapan yaitu satuan batugamping

terumbu Wonosari berdasarkana analisa fosil plangtonik memiliki umur N 11 – N 13

(Miosen Tengah) sedangkan satuan endapan lempung – kerakal diendapkan pada

Zaman Kwarter (Tabel 4.9).

Tabel 4.9 Kolom litologi satuan endapan lempung - kerakal di daerah penelitian
(tidak dalam skala sebenarnya)

103
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.2.6 Korelasi Stratigrafi Regional dengan Stratigrafi Daerah Penelitian

Dari hasil analisis secara keseluruhan pada satuan batuan yang terdapat di

daerah penelitian dan dikorelasikan dengan stratigrafi regional menurut Rahardjo dkk

(1995), maka dapat diketahui bahwa satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran

dan satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran masuk ke dalam Formasi

Nglanggran, satuan batugamping terumbu Wonosari masuk ke dalam Formasi

Wonosari, serta satuan endapan lempung – kerakal masuk ke dalam Formasi Kuarter

Aluvium.

Satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran memiliki hubungan selaras

dengan satuan tuf Nglanggran dan satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran.

Satuan tuf Nglanggran memiliki hubungan selaras dengan satuan breksi basal kemas

terbuka Nglanggran. Satuan batugamping terumbu Wonosari memiliki hubungan tidak

selaras dengan satuan Nglanggran dan satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran.

Satuan batugamping terumbu Wonosari memiliki hubungan stratigrafi yang tidak

selaras dengan satuan endapan lempung – kerakal ( Tabel 4.10).

104
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Tabel 4.10 Kolom korelasi stratigrafi regional dengan stratigrafi daerah penelitian
(tidak dalam skala sebenarnya).

4.3 Struktur Geologi

Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian dapat diinterpretasikan

berdasarkan pada pengamatan dan pengkajian data SRTM dan yang paling utama

adalah data hasil reconnaissance. Dalam analisa maupun pengkajian data-data

struktur tersebut, peneliti merasa terdapat beberapa kesamaan dari data citra SRTM,

peta geologi regional, maupun kenampakan di lapangan yang menghasilkan pola

struktur geologi daerah penelitian. Dalam pemberian nama struktur didasarkan pada

nama geografis, baik berupa nama desa maupun nama sungai yang dilewati oleh

struktur geologi tersebut.

105
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Berdasarkan penafsiran dari pengukuran data struktur geologi yang

ditemukan beberapa struktur geologi yang ada pada daerah penelitian yaitu : sesar

turun Kali Opak, sesar sinistral Kedungjati, sesar dextral Srunggo, sesar dextral

Selopamioro ,sesar turun Kali Oyo, dan struktur kekar (kekar tarik dan kekar gerus).

4.3.1 Struktur Kekar

Kekar adalah struktur rekahan dalam batuan yang belum mengalami

pergeseran, merupakan hal yang umum bila terdapat pada batuan dan bisa terbentuk

setiap waktu (Ayub, 2013). Pada batuan sedimen, kekar bisa terbentuk mulai saat

pengendapan atau terbentuk setelah pengendapan. Pada batuan beku dan gunung api

bisa terbentuk akibat proses pendinginan.

Dalam proses deformasi, kekar bisa terjadi saat mendekati proses akhir atau

bersamaan dengan terbentuknya struktur lain seperti sesar dan lipatan. Selain itu,

kekar bisa terbentuk sebagai struktur penyerta dari struktur sesar maupun lipatan yang

diakibatkan oleh tektonik Pada daerah penelitian banyak dijumpai struktur kekar yang

diakibatkan oleh tektonik yakni berupa kekar gerus (shear joint) (Gambar 4.33) dan

juga kekar non tektonik (sheeting joint). Struktur kekar ini dominan ditemukan pada

breksi basal kemas tertutup Nglanggran.

106
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.33 Kekar gerus yang dijumpai pada litologi breksi basal di daerah
Kedungjati, Desa Selopamioro

4.3.2 Sesar Turun Kali Opak

Nama sesar Kali Opak dipakai karena sesar ini melewati Kali Opak di daerah

tempuran Sungai Opak – Sungai Oyo. Sesar ini terdapat pada timur laut – timur

daerah penelitian menempati satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran dan

breksi basal kemas terbuka Nglanggran. Adapun data pendukung yang terdapat pada

jalur dari sesar Kali Opak adalah :

 bidang kekar tarik (Gambar 4.34) dan kekar gerus (Gambar 4.35)

 bidang sesar (Gambar 4.36)

 data analisis gravitasi (lihat bab 5)

 data dari beberapa peneliti terdahulu.

107
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.34. Kenampakan kekar tarik di LP 129, daerah Tempuran Sungai Opak
– Sungai Oyo (lensa menghadap ke barat daya)

Gambar 4.35. Kenampakan kekar gerus di LP 129, daerah Tempuran Sungai


Opak – Sungai Oyo (lensa menghadap ke barat daya)

108
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.36 Kenampakan bidang sesar di LP 129, daerah Tempuran Sungai Opak –
Sungai Oyo (lensa menghadap ke barat daya)
: bidang sesar Kali Opak

Sungai Opak yang terletak di bagian barat daerah penelitian, merupakan

sungai pemisah antara daerah Pegunungan Selatan dengan dataran rendah Bantul -

Yogyakarta. Secara umum arahnya sekitar timurlaut-baratdaya, merupakan sungai

yang dikontrol oleh sesar normal (van Bemmelen, 1949; Untung dkk, 1973). Sesar

normal ini panjangnya mencapai  36 km, kemungkinan merupakan sesar yang

terbentuknya berhubungan dengan struktur pola Meratus dan Sungai Opak terbentuk

akibat adanya sesar hasil reaktifasi struktur Pola Meratus.

Berdasarkan data-data tersebut di atas dan hasil analisa pada bidang sesar,

disimpulkan bahwa sesar Kali Opak adalah sesar turun yang berarah relatif timurlaut

- baratdaya. Bidang sesar N 235°E/85º, net slip 40°, N166°E berdasarkan klasifikasi

Rickard (1972 dalam Ragan, 1973), sesar Kali Opak ini bernama Left Normal Slip

Fault (Lampiran terikat struktur hal 226).

109
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Sesar ini diperkirakan terjadi pada Miosen Tengah – Plistosen setelah satuan

breksi basal kemas tertutup Nglanggran dan satuan batugamping terumbu Wonosari

terbentuk. Sesar Opak merupakan orde 1 dengan arah gaya utama utara-selatan sesuai

dengan konsep Moody dan Hill.

4.3.3 Sesar Mendatar Mengkiri Kedungjati

Nama sesar Kedungjati dipakai karena sesar ini melewati daerah Kedungjati.

Sesar ini terdapat pada timur daerah penelitian mengenai satuan breksi basal kemas

tertutup Nglanggran dan satuan batugamping terumbu Wonosari.

Data-data lapangan yang mendukung sesar Kedungjati ini berupa :

 Kontrol geomorfologi yaitu adanya offset morfologi dan pembelokkan sungai

secara tiba-tiba di daerah Mangunan (Gambar 4.37)

Gambar 4.37. Pembelokkan aliran Sungai Oyo di daerah Kedungjati akibat


adanya sesar sinistral

 Adanya breksisasi dengan arah breksiasi : N 30o E (Gambar 4.38) dan mata air

(Gambar 4.39).

110
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.38 Kenampakan zona hancuran dan mata air akibat di LP 65


(lensa menghadap ke utara)

Gambar 4.39 Kenampakan breksiasi di LP 65, daerah Kedungjati

 Adanya gores garis dengan pengukuran strike / dip bidang sesar N 30o E / 90o,

rake / pitch : 38o dan plunge : 25o, dengan mengikuti arah menghalus

mengikuti arah panah, arah gores garis N 32o E (Gambar 4.40).

111
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.40 Kenampakan bidang sesar dan gores garis di LP 65, kedungjati
(lensa menghadap ke utara)

Berdasarkan data tersebut di atas dan dari hasil analisis kekar (gash fracture

dan shear fracture) (lampiran terikat, analisa struktur geologi hal 227) maka

disimpulkan bahwa sesar Kedungjati adalah sesar mendatar mengkiri dengan arah

pergeseran sesar relatif berarah timur laut – barat daya (pola Meratus).

Berdasarkan klasifikasi Rickard (1972, dalam Ragan,1973), sesar Kedungjati

ini bernama Left slip fault (Gambar 4.41). Sesar ini diperkirakan terjadi pada Miosen

Tengah – Plistosen setelah satuan batugamping terumbu Wonosari terbentuk. Sesar

ini terjadi bersamaan dengan pembentukkan sesar turun Opak terbentuk yang

merupakan orde 1 dengan arah gaya utama utara-selatan sesuai dengan konsep

Moody dan Hill.

112
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.41 Hasil analisis sesar pada diagram klasifikasi sesar translasi
menurut Rickard, 1972 (dalam Ragan, 1973)

4.3.4 Sesar Mendatar Mengkanan Srunggo

Pada daerah penelitian sesar ini menempati satuan breksi basal kemas

terbuka Nglanggran tepatnya di bagian tengah daerah penelitian di daerah Srunggo.

Nama sesar Srunggo dipakai karena sesar ini melewati daerah Srunggo. Sesar ini

memiliki arah relatif barat laut - tenggara (pola Sumatra). Pada daerah penelitian,

sesar ini mengenai satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran, tuf Nglanggran,

dan satuan batugamping terumbu Wonosari.

Adapun data pendukung yang terdapat pada jalur dari sesar Srunggo adalah

kontrol geomorfologi yaitu adanya kelurusan kontur pada pola topografi (lampiran

lepas 3, Peta Geologi), pengukuran bidang kekar (gerus dan tarik) (Gambar 4.42),

adanya zona hancuran / breksi kataklastik (Gambar 4.43).

113
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

A B

Gambar 4.42 a. Kekar gerus yang terdapat di LP 116 di dusun Srunggo Dua

b. Kekar tarik yang terdapat di LP 116 di Dusun Srunggo Dua

Gambar 4.43 Breksiasi akibat sesar di LP 116, Srunggo Dua

Berdasarkan data-data tersebut di atas dan hasil analisa gash fracture dan

shear fracture (lampiran terikat, analisa struktur geologi hal 228), diperoleh bidang

114
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

sesar N 155°E/83º, breksiasi N 155oE, dan rake 37o. Berdasarkan Klasifikasi Rickard

(1972 dalam Ragan, 1973), sesar geser mengkanan Srunggo ini dinamakan Reverse

Right Slip Fault. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sesar yang

melewati daerah Srunggo ini diinterpretasikan sebagai sesar mendatar mengkanan.

Sesar ini diperkirakan terjadi pada Miosen akhir - Pliosen terjadi setelah

pengendapan satuan batugamping terumbu Wonosari. Gaya yang bekerja pada sesar

ini berasal dari utara – selatan yang merupakan kompresi penunjaman Lempeng Indo-

Australia di akhir Neogen. Sesar ini merupakan sesar mendatar orde pertama dengan

arah gaya yang berbeda, sesar ini terbentuk bersamaan dengan sesar turun Kali Opak

dan sesar geser mengkiri Kedungjati terbentuk lebih dahulu.

4.3.5 Sesar Mendatar Mengkanan Selopamioro

Pada daerah penelitian sesar ini menempati satuan endapan lempung-kerakal,

breksi basal kemas terbuka Nglanggran dan satuan breksi basal kemas tertutp

Nglanggran. Sesar ini memiliki arah relatif timurlaut-baratdaya. Nama sesar

Selopamioro dipakai karena sesar ini melewati daerah Selopamioro.

Adapun data pendukung yang terdapat pada jalur dari sesar Selopamioro

adalah bidang sesar yang dijumpai di tempuran Sungai Opak-Oyo (Gambar 4.44)

115
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.44 Kenampakan bidang sesar di LP 129, daerah tempuran Sungai Opak –
Sungai Oyo (lensa menghadap ke barat daya)
: bidang sesar Selopamioro

Berdasarkan data-data tersebut di atas dan hasil analisa bidang sesar (lampiran

terikat, analisa struktur geologi hal 229), diperoleh bidang sesar N 238°E/85º, net slip

15o, N 57 o
E dan rake 16o. Berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972 dalam Ragan,

1973), sesar geser mengkanan Selopamioro ini dinamakan Normal Right Slip Fault.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sesar Selopamioro ini

diinterpretasikan sebagai sesar mendatar mengkanan yang merupakan orde kedua dari

gaya yang berasal dari utara – selatan (subduksi Pulau Jawa).

4.3.6 Sesar Turun Kali Oyo

Pada daerah penelitian sesar ini mengenai satuan breksi basal kemas tertutup

116
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Nglanggran dan satuan endapan lempung – kerakal, tepatnya di bagian barat daerah

penelitian di daerah Mangunan memanjang melintasi sungai Oyo di daerah daerah

penelitian. Nama sesar Kali Oyo dipakai karena sesar ini melewati sepanjang Sungai

Oyo.

Data-data yang mendukung keberadaan sesar ini antara lain: pada peta

topografi terlihat sebagai pola kelurusan garis kontur yang diinterpretasikan sebagai

gawir yang berarah timur - barat dan data di lapangan ditunjukkan dengan ekspresi

topografi gawir sesar, adanya kelurusan sungai dan offset morfologi / kontur, adanya

sesar minor / offset lapisan batuan (Gambar 4.45), dan adanya kelurusan sungai

(Gambar 4.46) yang menunjukkan pergerakan sesar.

Gambar 4.45 Offset lapisan batuan di LP 103, tempuran Kali Oyo dan Kali Opak

117
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Gambar 4.46 Kenampakan kelurusan sungai Oyo, daerah Sriharjo sebelah selatan
sungai Oyo

Berdasarkan data-data tersebut di atas dan hasil analisa bidang sesar

(lampiran terikat, analisa struktur geologi hal 230), diperoleh bidang sesar N

238°E/85º, kelurusan sungai N 85º E, net slip 14o, N 87 o E dan rake 16o. Berdasarkan

Klasifikasi Rickard (1972 dalam Ragan, 1973), sesar Turun Kali Oyo ini dinamakan

Right Normal Slip Fault. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sesar

Kali Oyo ini diinterpretasikan sebagai sesar turun yang merupakan fase tektonik

kedua dari gaya yang berasal dari barat laut – tenggara.

Sesar ini diperkirakan terjadi pada Zaman Tersier (Miosen Awal), terjadi

setelah pengendapan Formasi Nglanggran. Sesar ini membuktikan bahwa satuan

breksi basal kemas tertutup yang termasuk trend gaya (barat-timur) yang hadir

sebagai sesar turun akibat gaya regangan yang disebabkan oleh pengangkatan

Pegunungan Selatan di awal Pleistosen. Gaya regangan tersebut mengaktifkan

beberapa sesar geser tua menjadi sesar turun seperti yang dialami sesar Oyo.

118
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.3.7. Mekanisme Struktur Geologi Daerah Penelitian

Struktur geologi pada daerah penelitian dimulai dari zaman Tersier (Miosen

Awal) kemudian berlanjut hingga zaman Kuarter dan masih aktif sampai sekarang.

Pada zaman Tersier daerah penelitian mempunyai bentuk awal (initial form) berupa

tinggian dengan batuan penyusun breksi basal di sebelah utara dan timur daerah

penelitian. Selanjutnya karena arah gaya yang saling berlawanan dari timur dan barat

semakin membesar (Pola Jawa), maka struktur tinggian tersebut tergeser ke arah

timur dan membentuk patahan berupa sesar-sesar mendatar dan sesar turun, termasuk

sesar turun pada daerah penelitian yang menempati satuan breksi basal kemas terbuka

Nglanggran dan endapan lempung - kerakal, yaitu sesar turun Kali Opak. Sesar turun

Kali Opak adalah sesar yang pertama kali terbentuk pada daerah penelitian, yaitu

pada Kala Miosen Tengah setelah breksi basal kemas tertutup Nglanggran

terendapkan. Sesar ini menempati satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran dan

satuan endapan lempung – kerakal.

Pada zaman Kuarter (Plistosen Awal – Pleistosen Tengah) pola tektonik

kompresi yang disertai tegasan regangan di Pulau Jawa, selain membentuk deretan

gunungapi Kuarter di sepanjang Pulau Jawa juga telah membentuk sesar-sesar geser,

termasuk di daerah penelitian. Adapun sesar tersebut dari yang pertama kali

terbentuk adalah: sesar turun Opak. Sesar turun Opak pada daerah penelitian

merupakan sesar turun dengan tegasan gaya utama yang berada di bagian barat laut -

tenggara, sesar ini menempati satuan endapan lempung – kerakal, arahnya barat daya

119
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

– timur laut. Sesar Opak awalnya sesar mendatar mengkiri yang kemudian berubah

jadi sesar turun. Tegasan regangan berarah utara barat laut – tenggara menghasilkan

sesar turun Opak dan menggerakan (mengaktifkan) sesar geser mendatar di sekitar

aliran Sungai Opak (Sudarno, 1997).

Sesar mendatar mengkiri Kedungjati terbentuk bersamaan dengan sesar

mendatar mengkiri Opak karena merupakan satu fase dan satu orde (memiliki arah

dan pergerakan sesar yang sama).

Kelurusan sesar Opak ini menerus dari utara timurlaut daerah penelitian dan

berkembang ke arah selatan sampai ke Kedungjati dan Srunggo. Kemudian

berkembang sesar mendatar mengkanan Srunggo di bagian selatannya sebagai sesar

dengan tegasan gaya pertama dengan arah barat laut – tenggara, Sesar mendatar

mengkanan Srunggo juga terbentuk bersamaan dengan sesar turun Opak karena

merupakan satu fase dan satu orde. Sesar ini mengenai satuan breksi basal kemas

tertutup Nglanggran, tuf Nglanggran, breksi basal kemas terbuka Nglanggran,

batugamping terumbu Wonosari. Sesar mendatar mengkanan Srunggo ini pada bagian

utaranya dipotong sesar turun Kali Oyo sehingga kenampakan morfologi tampak

terpisahkan (offset) antara kelurusan bidang sesar Kali Oyo di bagian utaranya. (Peta

Geologi Lampiran Lepas 2.3).

Sesar turun Kali Oyo dan sesar mendatar mengkanan Selopamioro adalah sesar

yang terakhir kali terbentuk pada daerah penelitian, yaitu pada Kala Pleistosen

setelah breksi basal kemas tertutup Nglanggran terendapkan. Sesar ini mengenai

120
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran, breksi basal kemas terbuka

Nglanggran dan satuan endapan lempung-kerakal tepatnya di bagian utara daerah

penelitian, arahnya timur – barat dan membentuk ekspresi topografi gawir sesar

pada masa sekarang.

Di daerah penelitian memiliki 3 arah gaya (trend), yaitu trend utara - selatan

(sebagai gaya utama) dan trend timur laut – barat daya serta barat laut-tenggara

(sebagai gaya kedua). Dari interpretasi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

kompresi lateral yang berada di utara – selatan Pulau Jawa selain membentuk deratan

gunungapi Kuarter juga membentuk sesar-sesar geser (shear system).

5.3 Sejarah Geologi

Berdasarkan data- data geologi yang meliputi data lapangan, antara lain yang

terdiri dari ciri litologi, umur, dan lingkungan pengendapan, serta ditambah dengan

hasil intepretasi dan penafsiran, pada akhirnya dapat dibuat suatu sintesis geologi

daerah penelitian yang menggambarkan sejarah geologi pada suatu kerangka ruang

dan waktu. Penentuan sejarah geologi daerah penelitian juga mengacu pada sejarah –

sejarah geologi regional peneliti – peneliti terdahulu. Model sejarah geologi daerah

penelitian dimulai sejak kala Miosen Awal dimana batuan tertua di daerah penelitian

pertama kali diendapkan, hingga batuan yang terendapkan saat ini (Kuarter).

Pada zaman Tersier, jalur subduksi berada di arah selatan Pulau Jawa, sehingga

menghasilkan deretan gunung api yang kita kenal sekarang.

121
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Seiring dengan berjalannya waktu terjadi aktivitas vulkanisme pada daerah

penelitian yang kemudian menghasilkan endapan vulkanik yang beragam jenis.

Gugusan gunung api yang dijumpai di daerah penelitian telah membentuk cekungan

antar gunung api (intra-arc) dalam lingkungan laut dangkal – neritik. Di dalam

cekungan-cekungan tersebut berlangsung proses pengendapan bahan asal gunung api

dan bahan asal laut secara bersamaan. Telah diketahui bahwa batuan gunung api

primer yang mengalami litifikasi menjadi breksi basal kemas tertutup Nglanggran di

daerah penelitian. Sebaran batuan gunung api primer terdapat di sebelah utara, timur

dan selatan daerah penelitian yang diendapkan pada kala Miosen Awal hingga

Miosen Tengah (N5- N9) akibat meningkatnya aktivitas di daerah sumber, yang

kemungkinan berasal dari pusat Gunung api di Gunung Sudimoro – Pucung –

Dengkeng di sebelah utara daerah penelitian dan atau pusat gunung api di daerah

Dlingo – Kretek di sebelah timur daerah penelitian sehingga lingkungan pengendapan

dari satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran adalah lingkungan darat dengan

fasies proksimal dicirikan dengan ditemukannya lava andesit dan lava basal dengan

struktur vesikuler (Gambar 4.47).

Batuan api sekunder (breksi basal kemas terbuka Nglanggran) yang merupakan

hasil longsoran material gunung api dengan mekanisme debris (dengan media gaya

gravitasi), akibat adanya perubahan tektonik yang terjadi daerah penelitian (Gambar

4.47). Sebaran batuan epiklastika (breksi Basal kemas terbuka Nglanggran) yang

122
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

diendapkan pada kala Miosen Awal hingga Miosen Tengah (N6- N9) di lingkungan

darat. Satuan ini terletak di sebelah utara dan barat daya daerah penelitian.

Satuan tuf Nglanggran yang merupakan salah satu produk dari fase destruktif

Nglanggran diendapkan secara selaras dengan Breksi basal kemas terbuka

Nglanggran dan satuan breksi basal kemas tertutup Nglanggran. Umur satuan ini

berdasarkan analisis fosil yang ditemukan dalam matriks breksi polimik adalah N4 –

N9 (Miosen Awal) diendapkan di laut dangkal sehingga masih selaras dengan satuan

breksi basal kemas tertutup Nglanggran dan satuan breksi basal kemas terbuka

Nglanggran.

Aktivitas tektonisme semakin intensif sehingga menghasilkan deformasi yang

membentuk Sesar Opak, Sesar Kedungjati, Sesar Srunggo, dan Sesar Selopamioro.

Deformasi tersebut juga diikuti oleh longsoran (debris) bawah laut (dangkal) yang

menghasilkan material epiklastik.

Gambar 4.47 Pembagian fasies sentral, proksimal, medial, dan distal


berdasarkan komponen batuan penyusunnya ( Bogie & Mackenzie,1998)

123
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Dengan berjalannya waktu, mulai terjadi adanya pergeseran arah subduksi yang

dimulai pada Oligosen hingga Miosen Tengah. Pergeseran jalur subduksi ini

menurunkan aktivitas – aktivitas vulkanik yang ada di jalur Zona Pegunungan

Selatan, di sisi lain pergeseran subduksi ini mengakibatkan pengangkatan pada daerah

sekitar laut dangkal di bagian selatan Pulau Jawa. Hal ini diikuti dengan perubahan

muka air laut yang mengalami kenaikan yang tinggi sehingga material sedimentasi

laut dapat berkembang dan terendapkan pada daerah telitiian yang pada saat itu

berupa tinggian hingga terbentuklah Formasi Wonosari pada akhir Miosen Tengah.

Formasi Wonosari yang terbentuk pada daerah penelitian dominan berupa

batugamping terumbu yang kemudian disebut satuan batugamping terumbu Wonosari

(N11 – N13). Akibat tidak adanya sedimentasi dari aktivitas vulkanik dan adanya

gaya pengangkatan maka fase tektonik pertama terjadi yaitu berupa adanya bidang

ketidakselarasan antara batugamping terumbu Wonosari dan satuan breksi basal

kemas tertutup Nglanggran maupun satuan breksi basal kemas terbuka Nglanggran

(N5 –N 9).

Pada perkembangan selanjutnya, Irawan (2008) beranggapan bahwa proses

tektonisme telah berlangsung pasca aktivitas gunung api pada Miosen Akhir dan

pasca pembentukkan batugamping pada Pliosen, yang menghasilkan sesar turun

berarah barat – timur sepanjang sungai Oyo. Adanya sesar turun ini didukung oleh

data kerusakan saat gempabumi yang berlangsung pada 27 Mei 2006, dengan tingkat

kerusakan terbesar di sebelah utara Sungai Oyo.

124
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Satuan Endapan
lempung-kerakal

Satuan Batugamping
terumbu Wonosari

Satuan tuf
Nglanggran

basalt kemas terbuka


Satuan Breksi

Nglanggran
Satuan Breksi
basalt kemas tertutup
Nglanggran

Gambar 4.48 Kronologi geologi sejarah daerah penelitian (dimodifikasi dari


Mulyaningsih dkk, 2009)

Setelah terbentuknya satuan batugamping terumbu Wonosari, pada Pleistosen

Awal tidak terjadi lagi aktivitas pengendapan material sedimen pada daerah

penelitian, tetapi yang terjadi adalah proses tektonik fase kedua berupa pengangkatan

hingga akhirnya semua satuan batuan tersingkap di daratan dan akibat proses tektonik

tersebut, mempengaruhi perlapisan batuan yang terbentuk sehingga terdapat struktur

kekar dan sesar yang kenampakan morfologi berupa gawir sesar dan pembelokkan

sungai masih nampak hingga sekarang membentuk satuan perbukitan – tersayat kuat

125
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

struktural. Selain itu proses erosional juga cukup tinggi di daerah penelitian, yang

dibuktikan dengan adanya satuan bergelombang lemah denudasional dan satuan

bergelombang kuat denudasional. Pada akhirnya perkembangan cekungan terakhir

yang menghasilkan sedimen dalam volume yang cukup besar juga dipengaruhi oleh

aktivitas perairan (fluvatil), membentuk material lepas hasil erosi dan terendapkan

sebagai aluvial pada daerah penelitian di sebelah barat. Perbedaan umur yang sangat

jauh antara satuan batugamping terumbu Wonosari dengan satuan endapan lempung –

kerakal menghasilkan hubungan ketidakselarasan (Gambar 4.48).

4.5 Geologi Lingkungan

Geologi tata lingkungan adalah salah satu cabang geologi terpadu mengenai

pemanfaatan bumi oleh manusia dan hubungannya dengan sumberdaya bumi serta

proses yang berlangsung padanya (Purbo-Hadiwidjoyo, 1975). Geologi lingkungan

erat kaitannya dengan sumberdaya alam dan pengembangan lingkungan fisik.

Sumberdaya alam merupakan informasi penting untuk perencanaan wilayah, dan

pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya dan berusaha untuk menanggulangi

dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Menurut Sampurno (1979), sumber-sumber alam akan mempunyai bobot

tertentu yang merupakan bagian dari ekosistem yaitu tatanan kesatuan secara utuh

menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.

Pengaruh ini dapat berupa pengaruh positif maupun negatif bagi manusia sehingga

untuk pengaruh positif akan selalu dipelihara dan diusahakan keberadaannya,

126
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

sedangkan untuk pengaruh yang bersifat negatif perlu diambil suatu tindakan

pencegahan agar keseimbangan ekosistem dapat terjaga. Jadi pembahasan geologi

lingkungan ditujukan untuk mengenal dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh

aspek geologi sebagai akibat dari adanya ketergantungan dan interaksi antara manusia

dan ekosistem. Studi geologi sangat diperlukan, baik sebagai perencanaan fisik dalam

usaha pengembangan wilayah maupun dalam eksploitasi sumberdaya alam dan

pengendalian kelestarian lingkungan hidup terutama yang berkaitan dengan kondisi

geologi.

Dua aspek potensi geologi yang perlu diperhatikan dalam pembahasan geologi

tata lingkungan adalah sumberdaya dan bencana. Sumberdaya geologi adalah potensi

geologi yang bersifat positif yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, sedangkan

bencana adalah potensi geologi yang bersifat negatif yang berhubungan dengan faktor

manusia di sekitarnya (Purbo-Hadiwidjoyo, 1975). Untuk menata lingkungan geologi

suatu daerah bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia, maka sesumber daya alam

(natural resource) dan bencana alam (natural hazard) harus diantisipasi sedini

mungkin sehingga sesumber alam dan bencana alam yang timbul dapat ditangani

sedini mungkin. Menurut Sampurno (1979), banyak aspek yang perlu diperhatikan

untuk pengembangan potensi geologi suatu wilayah yaitu bentuk lahan, kondisi air

tanah, dan air permukaan, jenis-jenis bahan galian, kemantapan lereng, pengetahuan

adanya bencana alam dan pengembangan wilayah.

Kondisi geologi tata lingkungan daerah penelitian memperlihatkan adanya

127
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

aspek positif maupun negatif yang perlu diperhatikan terutama dalam penataan dan

pemanfaatan lingkungan geologi, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal,

serta dapat menekan sekecil mungkin dampak negatifnya, maka perlu dukungan dari

masyarakat dan pemerintah setempat untuk menata dan memanfaatkan kondisi

geologi tersebut. Selanjutnya pembahasan geologi lingkungan daerah penelitian

dibagi menjadi tiga, yaitu : sumber daya alam, bencana alam dan pengembangan

wilayah serta pengelolaan lingkungan.

4.5.1. Sumber Daya Alam

Sumberdaya alam merupakan potensi geologi yang bersifat positif dan

memberikan kontribusi (sumbangan) bagi peningkatan kesejahteran maupun

pemenuhan kebutuhan masyarakat (Sampurno, 1979). Dari hasil pengamatan di

lapangan, dapat disimpulkan bahwa sumber daya alam yang terdapat pada daerah

penelitian yang bersifat menguntungkan dan dapat dikembangkan meliputi sesumber

tanah, air serta bahan galian.

4.5.1.1 Sumber Daya Tanah

Berdasarkan fungsinya, dengan memperhatikan bentuk bentang alam, kondisi

litologi serta struktur geologinya maka sesumber lahan pada daerah penelitian

sebagian besar dapat digunakan menjadi lahan persawahan. Daerah dengan bentuk

topografi yang sebagian besar dataran dengan litologi penyusun endapan vulkanik

gunungapi yang telah mengalami pelapukan dan membentuk soil maka dapat

dikembangkan menjadi daerah pertanian dan perkebunan. Karakteristik tanah hasil

128
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

letusan gunung api umumnya memiliki tingkat kesuburan tanah yang baik, karena

mengandung unsur hara yang cukup hasil dari abu letusan gunung api.

Adapun lahan yang dijadikan kawasan pertanian yaitu sekitar 42% dari luas

tanah yang ada di daerah penelitian, menempati daerah barat dari daerah penelitian,

meliputi daerah Lemahrubuh, Lanteng Dua (Gambar 4.49), Nambangan,

Karangduwet, Srunggo Satu (Gambar 4.50).

Gambar 4.49 Lahan yang digunakan sebagai areal persawahan di LP 57,dusun


Lanteng Dua

Gambar 4.50 Lahan yang digunakan sebagai areal perkebunan di LP 84,


Srunggo Satu

129
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.5.1.2 Sumber Daya Air

Air merupakan sumber kehidupan dan komponen yang penting bagi semua

makhluk hidup. Bagi masyarakat, air merupakan kebutuhan yang sangat vital dalam

menunjang aktivitasnya, antara lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga,

seperti minum, mandi, mencuci dan lain-lain. Selain itu air juga dimanfaatkan untuk

kebutuhan pertanian dan juga industri yang sangat bergantung kepada keberadaan air.

Secara umum sesumber air yang terdapat di daerah penelitian berupa air permukaan,

mataair pegunungan dan airtanah (groundwater). Air permukaan berupa sungai-

sungai besar seperti Sungai Opak dan Sungai Oyo. Sungai-sungai tersebut pada

umumnya digunakan untuk saluran irigasi yang airnya sangat dipengaruhi oleh

musim sehingga pemanfaatan air secara optimal hanya dapat dilakukan pada musim

penghujan (Foto 4.51). Mataair di daerah penelitian berupa mataair pegunungan,

berasal dari batuan breksi vulkanik yang melewati bidang rekahan dan pori-pori

batuan. Oleh warga sekitar mataair ini ditampung dan digunakan untuk kebutuhan air

masyarakat sekitar daerah penelitian (Foto 4.52).

Sebagian airtanah berasal dari air permukaan yang telah meresap masuk ke

dalam tanah. Airtanah di daerah penelitian dapat dijumpai dari sumur yang digali oleh

penduduk setempat, umumnya terdapat di daerah pemukiman penduduk. Airtanah

yang didapatkan dari sumur-sumur gali tersebut berkisar dengan kedalaman 10 - 15 m

di bawah permukaan tanah. Air sumur tersebut digunakan untuk mencukupi

kebutuhan air masyarakat sekitar daerah penelitian (Foto 4.53). Secara fisik kualitas

130
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

air di daerah penelitian cukup baik. Air tersebut tidak berwarna, tidak berbau, dan

rasanya tawar, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

seperti MCK oleh penduduk setempat.

Foto 4.51 Aliran sungai Kali Oyo sebagai sumber daya air (foto diambil di LP 19
daerah Bandarjo).

Foto 4.52 Mataair di daerah Geger yang digunakan oleh warga sekitar untuk
kebutuhan sehari-hari di LP 107, lensa menghadap timur.

131
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Foto 4.53. Pemanfaatan airtanah yang dimanfaatkan oleh warga berupa sumur untuk
kebutuhan air sehari-hari di LP 110 daerah Geger lensa menghadap barat
laut.

4.5.2. Bencana Alam

Bencana alam merupakan suatu gejala alam yang disebabkan oleh alam,

manusia atau keduanya (Sampurno, 1979). Jika batas kesetimbangan ekosistem telah

dilampaui, dapat menimbulkan suatu kerugian bagi mahluk hidup di alam tersebut

terutama bagi manusia, seperti korban jiwa, harta benda, kerusakan sarana dan

prasarana dan kerusakan lingkungan, sehingga dapat menimbulkan gangguan

terhadap tataan kehidupan dan penghidupan baik hewan, tumbuhan maupun manusia

itu sendiri. Seperti terjadi kekeringan dimusim kemarau dan terjadi erosi pada jalan

dan tebing dimusim hujan, gempa bumi, letusan gunungapi dan banjir. Bencana alam

yang dapat diamati di daerah penelitian berupa: tanah longsor, banjir, gempabumi.

132
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

4.5.2.1. Tanah Longsor

Tanah longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa

geologi yang terjadi karena pergerakkan massa batuan atau tanah,berbagai tipe dan

jenis seperti jatuhan, runtuhan dan longsoran. Bencana alam tanah longsor sering

terjadi pada saat musim hujan dengan curah hujan yang tinggi. Bencana alam ini

terjadi pada lereng yang terjal dengan tingkat kestabilan batuan yang rendah dan

beberapa faktor lain seperti: tingkat kejenuhan air pada tanah dan batuan, faktor

pelapukan dan erosi yang cukup tinggi, sehingga tanah dan batuan rentan akan

bencana tanah longsor.

Tanah longsor yang mungkin terjadi pada daerah penelitian yaitu jenis

runtuhan pada musim hujan, terutama pada batuan yang mempunyai resistensi kurang

baik dan lereng yang terjal seperti daerah Mangunan di sepanjang lembah sungai Oyo

(Gambar 4.54), daerah Siluk Dua (Gambar 4.55) yang morfologinya berupa

perbukitan di sebelah tengah daerah penelitian.

Foto 4.54 Gerakan tanah pada daerah penelitian merupakan penciri daerah ini
rawan akan bencana tanah longsor pada LP 23 daerah Tremalang

133
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

Foto 4.55 Gerakan tanah pada LP 92, daerah Siluk Dua lensa
menghadap ke barat daya

4.5.2.2. Gempabumi

Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di

dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak

bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan dari pergerakan

lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa

gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan

bumi.

Berdasarkan daerah rawan bencana gempabumi Indonesia, wilayah Jawa

Tengah bagian selatan termasuk kota Yogyakarta dan sekitarnya telah di tetapkan

sebagai wilayah rawan bencana gempabumi. Aktifnya beberapa sesar yang membelah

Kota Yogyakarta (daerah penelitian), menjadikan daerah ini rawan akan bencana

gempabumi tektonik, salah satu sesar ini adalah sesar Opak yang arahnya timur laut –

134
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

barat daya (Gambar 4.57).

Gambar 4.57 Peta Lokasi gempabumi 27 Mei 2006 dan pusat gempa berada di
daerah lokasi penelitian (kotak merah)

Berdasarkan peristiwa gempabumi tektonik yang terjadi pada tanggal 26 Mei

2006 yang telah memporak – porandakan daerah penelitian dan sekitarnya. Hal ini

menunjukkan bahwa aktifitas tektonik di wilayah ini tetap berlangsung terus hingga

sekarang. Dari laporan seorang Pak Daryono ini salah seorang staf BMKG yang

menuliskan pendapatnya tentang Sesar Opak. Beliau terketuk setelah terjadi gempa

menjelang Shalat Taraweh pada hari Sabtu August 21, 2010 pukul 18:41:38. Pak

Daryono mensitir tulisan ilmiah Tsuji, et al, 2009, di Earth Planets Space, 61, e29–

e32, 2009)

Dalam catatannya Pak Daryono berkesimpulan kejadian gempabumi pada hari

Sabtu petang itupun semakin mengokohkan keberadaan sesar aktif yang lokasinya di

sebelah timur Sesar Opak (Gambar 4.58). Jika melihat lokasi episenter menurut

BMKG yang terletak di zona sesar, bisa jadi Gempabumi Bantul ini merupakan

135
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

manifestasi pelepasan tegangan di zonasesar yang mungkin belum terlepaskan

seluruhnya saat terjadi gempabumi 27 Mei 2006. Walaupun rupture faultnya sendiri

belum terlihat dari data permukaan namun Pak Daryono meyakini berdasarkan data-

data kegempaan di sekitar Sesar Opak ini.

Gambar 4.58 Model Sesar Opak (Daryono,2008)

Dengan menggunakan model dislokasi Okada dan berdasarkan vektor

pergeseran deformasi koseismik serta kedalaman gempa-gempa susulan, proses

estimasi menyimpulkan bahwa sesar penyebab gempa Yogyakarta 2006 adalah sesar

sinistral (left-lateral) dengan sudut strike sekitar 480 dan sudut kemiringan (dip

angle) sekitar 890. Sesar penyebab gempa Yogyakarta 2006 yang diestimasi dari

hasil survei GPS ini, berlokasi sekitar 5 – 10 km di sebelah timur lokasi Sesar Opak

yang biasa digambarkan sepanjang Sungai Opak.

Sesar Opak digambarkan sebagai sesar geser kiri yang meliuk sesuai dengan

data yang diperolehnya (Gambar 4.58). Dari uraian tersebut dan data-data struktur

136
Tugas Akhir Tipe I BAB IV. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Al-Hussein Flowers Rizqi / 410009047

geologi yang ditemukan di lapangan, membuktikan bahwa daerah penelitian rawan

akan bencana gempabumi.

137

Anda mungkin juga menyukai