Anda di halaman 1dari 12

Evaluasi Pore Type dan Pore System Untuk Aplikasi Rock Typing

Pada Batuan Reservoir Karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera


Selatan
Heru Atmoko1, R.Gunawan H.S2, Agus Priyantoro1, dan Herry Suhartomo1

1PPPTMGB “LEMIGAS”
2KSO Geo Minergy Sungai Lilin Ltd

Abstrak
Tulisan ini menampilkan hubungan antara pore type batuan karbonat yang didefinisikan oleh
Lucia dengan pore system yang mencerminkan besaran porositas dan leher pori serta konektifitasnya
yang merupakan bagian dari proses diagenesa dan tektonik untuk diaplikasikan dalam pembuatan
rock typing dari metoda Winland pada reservoir karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera Selatan.
Metodology yang digunakan dalam tulisan ini adalah integrasi antara data petrography/thin-
section, data routine core analysis dan data special core analysis. Dari data percontoh yang
digunakan yaitu pada Sumur Ramba-43, Ramba-53 dan Ramba-59, klasifikasi pore type dari Lucia
yang dihasilkan dari studi ini tidak semuanya mempunyai hubungan porositas – permeabilitas yang
baik untuk setiap kelasnya. Metoda Winland memperlihatkan korelasi yang jauh lebih baik dari
hubungan porositas – permeabilitasnya dan dari metoda Winland tersebut kualitas reservoir karbonat
dapat dibagi menjadi 3 (tiga) buah rock type/RT.
Berdasarkan data empiris yang dihasilkan dari percontoh batuan sumur-sumur di lapangan
Ramba tersebut kemudian diaplikasikan ke Lapangan Sungai Lilin melalui data log sumuran. Hasil
pengamatan memperlihatkan konsistensinya terhadap ketiga buah rock type/RT yang telah
didefinisikan sebelumnya terhadap data ulah produksi minyak pada lapangan Sungai Lilin tersebut.

1. Pendahuluan
Tantangan utama dalam mengevaluasi reservoir karbonat adalah untuk mengetahui
hubungan antara pore type dengan porositas dan permeabilitas. Pada reservoir karbonat sering kali
memperlihatkan data yang kurang baik (scatter) antara porositas dan permeabilitas yang merupakan
karakteristik kebanyakan batuan karbonat.
Klasifikasi pore type pada batuan karbonat telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya
adalah Lucia (1983, 1995 dan 1999). Lucia memperlihatkan adanya hubungan antara tekstur dan
ukuran butir (rock fabric) terhadap porositas dan permeabilitas pada batuan karbonat. Kemudian
Lucia membagi porositas menjadi dua katagori yaitu porositas interparticle dan porositas vuggy.
Pada porositas interparticle dibagi lagi menjadi porositas yang didominasi oleh butiran (grain) dan
didominasi oleh lumpur (mud) sedangkan porositas vuggy dibagi menjadi dua bagian juga yaitu
porositas separate vug dan porositas touching vug.
Winland (1970) telah mengembangkan hubungan antara ukuran leher pori (porethroat size)
dengan porositas dan permeabilitas dari data MICP (mercury injection capillary pressure). Winland
melakukan analisa regresi multiple untuk beberapa harga saturasi merkuri dari 30%, 40% dan 50%
dari pore-porethroat system. Korelasi terbaik (coefficient R2) antara porositas dan permeabilitas
adalah sama dengan ukuran leher pori pada saat merkuri mengisi pore volume batuan sebesar 35%.
Pada persentasi 35% inilah kira-kira bentuk/ukuran kelas dari leher pori dimana pore network menjadi
saling berhubungan, membentuk suatu jalur sehingga fluida bisa mengalir.
Tulisan ini akan membandingkan klasifikasi pore type dari Lucia dan kualitas batuan dari
klasifikasi ukuran leher pori dari Winland pada batuan karbonat Lapangan Sungai Lilin Sumatera
Selatan untuk membuat suatu hubungan yang baik antara porositas dan permeabilitas.

2. Data Percontoh dan Metoda


Lokasi studi berada pada Lapangan Sungai Lilin dan Ramba Pool-B yang terletak pada
Cekungan Sumatera Selatan (Lihat Gambar-1). Setting tektonik lapangan Sungai Lilin berada di
cekungan Sumatra Selatan sebagai bagian dari back-arc basin. Dibagian utara dibatasi oleh
pegunungan Tigapuluh, dibagian barat melampar hingga bukit Barisan dan dibagian timur mencapai
kepaparan Sunda. Cekungan ini dihasilkan dari tektonik fase extensional barat-timur pada jaman
akhir pra tersier – awal tersier (Daly et al, 1987). Perkembangan pola struktur secara umum
merupakan produk tiga fase tektonik messosoikum tengah, kapur awal dan plio-plistosene.
Berkembangnya pola tinggian dan rendahan dicekungan ini banyak mengontrol berkembangnya
pertumbuhan sekuen karbonat Baturaja yang umumnya berada pada daerah tinggian. Posisi
stratigrafi karbonat Baturaja dapat dilihat pada Gambar-2.
Tiga (3) buah percontoh batuan karbonat formasi Baturaja dari Sumur Ramba-43, Ramba-53
dan Ramba-59 yang terdiri dari data jenis petrografi, xrd, routine core dan special core analysis
digunakan dalam penelitian ini. Kedalaman interval percontoh untuk masing-masing sumur adalah
sebagai berikut : Sumur Ramba-43 pada interval kedalaman 811,36 – 915,20 meter, Ramba-53 pada
interval kedalaman 814,00 – 843,52 meter, sedangkan Sumur Ramba-59 pada interval kedalaman
809,10 – 837,40 meter. Sebanyak 56 buah plug sample dari ketiga buah sumur tersebut dilakukan
analisa petrografi, SEM, XRD, routine core dan special core analysis.
Routine core analysis dilakukan untuk mengetahui besaran porositas, permeabilitas serta
deskripsi core. Metoda dari hukum gas Boyle dan Darcy digunakan untuk mengetahui besaran
porositas dengan menggunakan gas helium dan nitrogen untuk besaran permeabilitas yang telah
dikoreksi dengan Klinkenberg efek. Deskripsi core digunakan untuk melihat aspek makro seperti
facies, tekstur, type pore dan natural fracture yang berukuran besar (macro fracture).
Analisa Petrografi yang dilakukan pada 56 buah sayatan tipis (thin section) yang telah
dipenuhi dengan blue-dyed epoxy resin ditujukan untuk melihat jenis pore type, pore system,
komposisi tekstur, perkembangan diagenesa dan porositas visual. Analisa ini diarahkan untuk melihat
aspek mikro yang meliputi komposisi tekstur, perkembangan diagenesa dan porositas secara visual.
Analisa SEM seluruh sample dilekatkan pada metal berbentuk silinder dan dilakukan secara
hati-hati tidak boleh tersentuh oleh tangan dan selanjutnya di-coating dengan emas atau palladium.
Analisa ini diarahkan untuk melihat komposisi, ukuran dan bentuk kristal serta pola tumbuh dalam
kaitanya dengan sistem pori.
Pada analisa XRD, sample terlebih dahulu dihaluskan menjadi bubuk kemudian ditempatkan
pada sample holder dan dipadatkan hingga menyatu dan tidak terurai. Analisa ini dimanfaatkan untuk
melihat komposisi terutama untuk melihat kontribusi mineral dolomite dan impurities mineral lempung.

3. Klasifikasi Batuan Karbonat dari Lucia dan Kualitas Batuan Karbonat


Winland
Klasifikasi sistem porositas batuan karbonat secara luas telah digunakan oleh seorang ahli
petrografi dan ahli geologi perminyakan. Dunham (1962), Choqutte dan Pray (1970), dan Embray dan
Klovan (1970) mengatakan bahwa sistem porositas ini mempunyai hubungan yang erat dengan rock
fabric dan pore type berdasarkan hasil setting pengendapan dan evolusi diagenesa.
Dunham (1962) dan Embray dan Klovan (1970) membagi facies karbonat menjadi empat
kelompok yaitu, mud supported, grain supported, boundstone dan crystalline. Karakteristik mud
supported akan mengambarkan karakter facies yang secara komposisi melimpah kandungan lumpur
karbonatnya sehingga butiran terlihat mengambang dan dipisahkan menjadi mudstone dan
wackestone. Sementara untuk grain supported menggambarkan tekstural secara komposisional
didominasi oleh butiran bioclast sehingga butiran bioclast satu dengan lainnya akan saling
bersentuhan. Sedangkan untuk boundstone menggambarakan pertumbuhan tekstur dan kristalin
memperlihatkan batuan secara tekstural tidak dapat didentifikasi akibat proses diagenesa.
Klasisfikasi Dunham 1962 oleh Embry & Klovan dikembangkan lagi dimana untuk mud
supported dan grain supported dengan ukuran butiran bioclast > 2 mm dan > 10 % dari total
komposisi secara berurutan ditambahkan menjadi floatstone dan rudstone, sementara untuk
boundstone dipisahkan menjadi baffelstone, bindstone dan framestone sesuai dengan karakteristik
batuannya. Untuk lebih aplikatif dalam tulisan ini mengingat fokus penenelitian adalah berkaitan reef
build-up (Formasi Baturaja Lapangan Sungai Lilin) maka untuk penamaan batuan diaplikasikan
klasifikasi dari Embray & Klovan (1970).
Jerry Lucia (1983 & 1995) mengajukan klasifikasi mengenai pore type untuk reservoar
batuan karbonat dibagi menjadi dua tipe, yaitu porositas interparticle dan porositas vuggy. Porositas
interparticle adalah porositas yang dibangun disela-sela butiran bioclast atau kristal (seperti kristal
dolomit atau kalsit), sedangkan porositas vuggy adalah sisanya semua tipe porositas selain porositas
seperti yang telah disebutkan diatas (Lucia, 2007). Oleh Lucia porositas vuggy dibagi menjadi dua
buah jenis yaitu separate vuggy dan touching vuggy (Gambar-3). Pengertian separate vuggy adalah
menggambarkan porositas satu dengan lainya tidak saling terkoneksi melalui matriks atau dapat
diartikan saling terisolasi sedangkan untuk touching vuggy menggambarkan porositas satu dengan
lainnya secara umum saling terkoneksi.
Beberapa peneliti telah mengembangkan kualitas batuan reservoir yang menghubungkan
dengan pori yang saling terkoneksi oleh leher pori (pore throat) salah satunya adalah Winland (1970).
Dia menggunakan data tekanan kapiler dari merkuri (MICP) untuk membangun hubungan empiris
antara porositas, permeabilitas dan ukuran leher pori pada batuan reservoir di lapangan Spindle,
Colorado. Winland menguji 312 sample yang mempunyai perbedaan water-wet untuk mengevaluasi
potensi sealing. Percobaan dari Winland mempelihatkan bahwa sistem pori yang efektif yang
mendominasi aliran dalam batuan sesuai atau sama dengan kondisi saturasi merkuri 35%.
Winland mengembangkan hubungan empiris antara porositas, permeabilitas udara dan
ukuran leher pori sesuai dengan saturasi merkuri 35% dengan menggunakan sample batupasir dan
karbonat hasilnya adalah sebgai berikut :

𝐿𝑜𝑔𝑅35 = 0.732 + 0.588 (𝐿𝑜𝑔𝐾) − 0.864 (𝑙𝑜𝑔∅) (1)

dimana :

K = Permeabilitas udara (mD)


ᶲ = Porositas (%)
R35 = Diameter ukuran leher pori pada saturasi merkuri 35% (micron)

Kemudian winland membagi kualitas batuan reservoir berdasarkan ukuran leher pori (porethroat size)
menjadi 5 buah katagori yaitu:
1. Megapore ( > 10 µm)
2. Macropore ( 10 – 2 µm)
3. Mesopore (2 – 0.5 µm)
4. Micropore (0.5 – 0.1 µm)
5. Nanopore ( < 0.1 µm)

4. Facies dan Pore Type Lapangan Sungai Lilin


Komposisi batuan karbonat di Lapangan Sungai Lilin secara umum disusun oleh butiran
bioclast, dan lumpur karbonat (lime mud). Butiran bioclast meliputi pecahan koral, intraclast,
ganggang merah, foram besar, foram benthos, echinoderm, plntonik, moluska dan sebagian bioclast
tidak teridentifikasi (rusak) akibat proses diagenesa. Lumpur karbonat dan lempung teridentifikasi
dalam jumlah yang bervariasi dan sebagian sudah mengalami neomorphism menjadi mikrit. Lempung
detrital umumnya berbentuk laminasi-laminasi yang umumnya ditemukan berasosiasi dengan facies
yang kaya platy coral.
Facies pengendapan (rock fabric) dari 56 sample yang dianalisis dapat dipisahkan menjadi
mud supported dan grain supported fabric. Kemudian berdasarkan kelimpahan kandungan bioclast
yang ada penamaan batuannya dimodifikasi untuk lebih menegaskan kandungan komposisinya
seperti coralline rudstone, intraclast rudstone, larger foram-coralline floatstone, bioclastic packstone,
bioclastic wackstone dan seterusnya. Namun dalam aplikasinya untuk melihat hubungan antara
facies (rock fabric) dengan pore type penamaan disederhanakan menjadi rudstone, floatstone,
packstone dan wackestone. Adapun untuk mengetahui karakteristik facies wackestone, floatstone,
packstone dan rudstone disajikan pada Gambar-4.
Hasil dari kajian petrografi untuk analisa pore type pada sample-sample dari tiga buah sumur
tersebut menunjukan adanya 6 buah jenis type pore yaitu, intragranular, frameworks, vuggy, moldic,
intercrystalline dan fracture. Enam (6) buah jenis type pore tersebut kemudian disederhanakan
kembali dan diambil yang paling dominan untuk dikelompokkan menjadi dua buah katagori menurut
Lucia yaitu interparticle/intercrystalline dan vuggy. Untuk pore type vuggy dibagi menjadi dua bagian
lagi yaitu separate vugy dan touching vuggy. Gambar-5 memperlihatkan jenis-jenis pore type yang
ada pada lapangan Sungai Lilin yaitu, pore type porositas separate vuggy (A), intercrystalline-fracture
(interparticle porosity) (B), vuggy fracture (porositas touching vuggy) (C), vuggy-intercrystalline-
fracture (porositas interparticle fracture) (D), dan intercrystalline (porositas interparticle) (E)
5. Diskusi Lanjut
Perkembangan kualitas reservoir pada batuan karbonat formasi Baturaja Sumatera Selatan
ini secara jelas tidak sepenuhnya dikontrol oleh rock fabric (facies/tekstur) yang ada. Seperti terlihat
pada hubungan porositas dan permeabilitas berdasarkan klasifikasi dari Embry dan Klovan (1970)
pada Gambar-6. Pada batuan yang bertekstur didominasi oleh butiran bioclast (packestone dan
rudstone) ternyata jika dimasukan kedalam klasifikasi batuan karbonat oleh Lucia tidak masuk secara
otomatis kedalam kelas-1 dan hanya masuk kedalam kelas-2 bahkan kelas-3.
Aspek diagenesa, adanya pengotor dari mineral lempung dan event tektonik merupakan
faktor penting dalam penilaian kualitas reservoir karbonat ini.
Pembentukan porositas (pore generation) dan pengerusakan porositas (pore destruction)
dominan dikontrol oleh perkembangan diagenesa yang ada, mengingat sifat reservoar karbonat
secara komposisi banyak didominasi oleh mineral-mineral kasit dan aragonit yang sifatnya tidak
resistant terhadap lingkungan diagenesa tertentu, sehingga bila terjadi perubahan lingkungan
diagenesa akan sangat sensitif. Terangkatanya bodi karbonat ke permukaan (vadose zone)
menyebabkan berkembangnya pelarutan secara menyeluruh mencakup butiran dan mud (non
selective dissolution), sehingga baik batuan yang secara tekstural grain dominated atau mud
dominated akan bersama-sama mengalami pelarutan membentuk porositas sekunder.
Contoh menarik adalah nilai porositas vuggy pada lapisan A0 dimana akibat proses
karstifikasi dimana porositas vuggy berkembang sangat bagus padahal secara tekstural adalah mud
dominated. Sementara pada lapisan A2 sample batuan secara tekstural adalah grain dominated akan
tetapi dikarenakan berkembangnya sementasi kalsit secara intensif yang tumbuh mengisi ruang
porositas (interparticle dan vuggy) terlihat sangat mengurangi ruang porositas dan merusak sistim
pori yang ada, sehingga harga porositas dan permeabilitasnya menjadi sangat buruk yaitu 5% dan <
0.1 mD (Gambar-7).
Kehadiran detrital lempung berbentuk laminasi yang cukup signifikan terutama pada lapisan
platy coral menyebabkan hampir seluruh sample dari interval ini mempunyai harga porositas dan
permeabilitas yang sangat rendah karena hadirnya pengotor lempung berpengaruh terhadap batuan
karbonat menjadi sangat jenuh terhadap pelarutan, akibatnya walupun terangkat kepermukaan cukup
lama tidak terjadi pelarutan (lihat Gambar-8)
Aspek lain yang mempengaruhi perkembangan kualitas reservoar di Lapangan sungai Lilin
adalah aspek tektonik, hadirnya fracture yang umumnya relatif dominan di bagian atas (Lapisan-A0
dan AI) memberi perkembangan yang positif terhadap peningkatan kualitas reservoar. Sebagian
besar sample yang dianalisis masuk pada kualitas yang cukup baik dan secara umum banyak
dikontrol oleh hadirnya rekah alami yang mampu menghubungkan antara porositas yang satu dengan
lainnya.
Hubungan porositas dan permeabilitas mulai terlihat adanya korelasi yang lebih baik setelah
batuan karbonat tersebut diklasifikasi berdasarkan pore type-nya oleh Lucia (Gambar-9). Pada pore
type porositas separate vuggy rata-rata terletak pada kelas-3 dan kelas-2 sedangkan pada pore type
porositas touching vuggy terletak pada karbonat kelas-2 dan kelas-1. Kemudian pada pore type
porositas interparticle masuk kedalam kelas-3 dan kelas-2 sedangkan pada pore type porositas
interparticle-fracture mempunyai klasifikasi karbonat masuk dalam kelas-1.
Pada pore type touching vuggy dan interparticle-fracture besarnya harga permeabilitas bisa
mencapai 300 mD sampai dengan 2000 mD ini disebabkan adanya fracture diantara vuggy (porosity
vuggular). Awalnya type porositas in adalah vuggy yang tidak saling berhubungan (separate vuggy).
Adanya aktifitas tektonik menyebabkan porositas vuggy tersebut menjadi berhubungan (Lihat
Gambar-5C dan 5D) keberadaannya di reservoir jenis porositas tersebut diatas pada lapangan
Sungai Lilin umumnya pada Lapisan A0 dan A1.
Pada pore type porositas separate vuggy (Gambar-5A) harga permeabilitas hanya kurang
dari 5 mD, ini dikarenakan porositas fracture tidak berkembang secara intesif. Keberadaan direservoir
porositas jenis ini dominan pada bagian bawah (zona A2 dan platform).
Untuk pore type porositas interparticle/intercrystalline (Gambar-5B dan 5E) harga porositas
relatif besar (9 sampai 14%) tetapi mempunyai harga permeabilitas yang relatif rendah (< 1mD). Ini
disebabkan karena ukuran crystal pembentuk batuan umumnya sangat halus (< 25 micron) dan
distribusinya tidak merata disemua bagian.
Korelasi hubungan antara pore type dari Lucia dan ukuran leher pori (porethroat size) dari
metoda Winland dalam hubungan porositas dan permeabilitas ditampilkan pada Gambar-10. Dari
gambar tersebut terlihat adanya 3 buah jenis rock type (RT) berdasarkan ukuran leher pori yaitu rock
type-1 mempunyai ukuran leher pori antara 2 µm – 10 µm, rock type-2 mempunyai ukuran leher pori
antara 0.5 µm – 2 µm, dan rock type-3 mempunyai ukuran leher pori antara 0.1 µm – 0.5 µm.
Pada pore type touching vuggy (vuggy-fracture dan vuggy-intercrystalline-fracture) yang
merupakan katagori rock type-1 merupakan batuan karbonat yang mempunyai porositas relatif besar
antara 10% - 30% yang sebagian besar merupakan porositas vuggy dan karena adanya aktifitas
tektonik yang menyebabkan terjadinya fracture yang berfungsi sebagai penghubung antar porositas
vuggy sehingga batuan tersebut mempunyai permeabilitas yang cukup baik yaitu antara 300 mD.
Saturasi merkuri 35% (R35) dari Winland memperlihatkan ukuran leher pori antara 2 – 10 atau masuk
dalam katagori macropore. Pada Gambar-10 untuk pore type porositas touching vuggy
memperlihatkan hubungan yang baik antara kapasitas penyimpan/stroge dan kapasitas alir/flow dan
mempunyai kesesuaian dengan hubungan cross-plot porositas – permeabilitas - R35 dengan kata
lain porositas membesar diikuti dengan membesarnya harga permeabilitas dan ukuran leher pori
(R35).
Pada pore type porositas separate vuggy dan pore type interparticle menurut R35 Winland
masuk kedalam katagori rock type-2 dan 3. Pada batuan karbonat jenis ini hanya mempunyai
kapasitas penyimpan saja yang relatif besar (porositas, 8 – 27%) tetapi mempunyai kapasitas alir
yang rendah (< 10 mD). Membesarnya porositas pada pore type jenis ini tidak diikuti oleh
membesarnya harga permeabilitas dan ukuran leher pori (R35).
Persamaan R35 dari Winland kemudian diaplikasikan kedalam data log sumuran (well log)
dimana harga porositas log didapatkan dari metoda neutron-density sedangkan permeabilitas log
didapatkan dari persamaan Timur. Sebelumnya dilakukan sensitivitas terhadap parameter yang
digunakan untuk penentuan porositas dan permeabilitas dari log tersebut berdasarkan data percontoh
Sumur Ramba-43, 53, dan 59. Distribusi rock typing perkedalaman dari hasil pendekatan ini dapat
dilihat pada Gambar-11 untuk contoh Sumur SLL-23 yang merupakan salah satu sumur penghasil
minyak terbaik pada Lapangan Sungai Lilin.

6. Kesimpulan
Dari hasil studi ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

1. Pada reservoir karbonat Lapangan Sungai Lilin dilihat dari aspek rock fabric/tekstur tidak
mencerminkan korelasi yang baik jika dibandingkan dengan klasifikasi batuan karbonat dari
Lucia. Hal ini disebabkan oleh perkembangan kualitas reservoir justru banyak dikontrol oleh
aspek diagenesa, ada tidaknya impuritis lempung, dan event tektonik yang membuat
berkembangnya fracture (rekah alami).
2. Korelasi yang relatif baik antara pore type dengan kalsifikasi Lucia terlihat pada pore type
porositas touching vuggy dimana porositas jenis ini masuk dalam katagori kelas-1 dan kelas-
2 menurut Lucia, sebaliknya untuk pore type separate vuggy tidak adanya fracture
menyebabkan hanya masuk pada kelas-2 dan kelas-3.
3. Metoda R35 Winland memberikan korelasi yang lebih baik untuk masing-masing pore type
apabila dilihat dari ukuran leher pori (porethroat size). Pada porositas touching vuggy masuk
kedalam rock type-1 dengan ukuran leher pori 2 – 10 µm, porositas separate vuugy dan
interparticle masuk kedalam rockt type-2 dan 3 dengan ukuran leher pori masing-masing
adalah 0.5 – 2 µm dan 0.1 – 0.5 µm.

Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada management Lemigas dan KSO Geominergy
Sungai Lilin Ltd atas dukungan dan pemakaian data dari Lapangan Sungai Lilin serta rekan-rekan
yang ikut membantu dalam penyelesaian tulisan ini.

Daftar Pustaka
1. Bebout D, Davies G, Moore C.H, Scholle P.S, and Wardlow N.C.,1979, Geology of Carbonate
Porosity; Part III Tthe Evaluation of Carbonate Porosity in a Diagenetic - Environment
Framework, AAPG, Short Course, p.60 – 110.
2. Burollet P.F., Boichard R., Lambert B., and Villain J.M. (1986) The Pater Noster Carbonate
Platform. Proc. IPA, 15th ann conv. P. 155-169.
3. Choquette, P.W. And Pray, L.C. 1970. Geological nomenclature and classification of porosity
and sedimentology carbonate: bull. Am. Assoc. Pet. Geol. V. 54, p. 207-250.
4. De coster G. L, 1974, Geology of the central and south sumatera basin, IPA, p.77 -110.
5. Ginjer D and Fielding K., 2005, the Petroleum Systems and Future Potential of The South
sumatera basin, ipa, 05-g-039, p.67 -89.
6. Dunham, R.J, 1962. Classification of carbonate rocks according to depositional texture. In
jam, w.e. Eds., me aapg, no.1, tulsa, okla., p. 108-121.
7. Embry, A.F and Klovan, J.E., 1971. A late Devonian Reef Track on North Eastern Banks
Island, Northwest Territories, v. 19, p. 730-781.
8. Erik Flugel, 1978, micro facies analyses of limestone, springer-verlag, berlin heidelberg
(original textbook). Translated by k. Kristenson and published in 1982.
9. Lucia F J., 2007, Carbonate reservoir characterization an integrated approach, second
edition, bureau of economic geology university station box x austin, texas 78713 usa.
10. Lafage, S., 2008, An Alternative to The Winland R35 Method for Determining Carbonate
Reservoir Quality, A Thesis, Submitted to the Office of Graduate Studies of Texas A & M
University, USA., in Partial fulfilment of the requirement for degree of Master of Science
LOKASI SUNGAI LILIN

SUNGAI LILIN

Terletak di bagian selatan Pulau


Sumatra

Batas :
utara : Peg. Tigapuluh
Barat : Peg. Barisan
Timur : Palembang & Lampung high

Gambar-1. Lokasi Lapangan Sungai Lilin

STANDARD
CHRONO-
STRATI-
GRAP HY SOUTH SUMATRA BASIN
REGIONAL
GENERALIZED STRATIGRAPHY
SYSTEM

EVENTS
SERIES

W / SW E / NE
QUATER v ALLUVIAL
PLEIS v
NARY FINAL
BARISAN UP LIFT
v v v v
P L IO

v v v KASAI
(U. PALEMBANG)
COMPRESSIONAL
MOVEMENT

REGRESSION

MUARA ENIM
MARINE
SUNDA LANDMASS

(M. PALEMBANG)
NEOG ENE

BARISAN MTS
MIOC EN E

AIR BENAKAT
(L. PALEMBANG)

INITIAL
BARISAN UP LIFT
G T
TRANSGRESS ION

U E
M L
MARINE

I BATURAJA
A S
T E R T I A R Y

A A R
I AK
PO
DO NG
P EN TA
LA
DOMINANTLY TENSIONAL MOVEMENT
O LI GO C EN E

WEAK COMPRES S ION


EPIS ODE

B ENAKAT
vv
v

vv
vv
PALEO GENE

L
L
A E
vv
v H M
E OC ENE

A A
T
T
?

? INITIAL
GRAB EN CREATION

PRE -
TERTIAR Y

Group :\Job_Yp f\Exp \Job\Drating\JC\1847.p pt-19.11.96

Gambar-2. Kolom Stratigrafi Umum Cekungan Sumatera Selatan


Gambar-3. Memperlihatkan Rock fabric. Kaitannya dengan kelas kualitas reservoar dan pore type
yang dikemukakan oleh , Archie, 1952, Jerry Lucia (1983) dan Choqueete & Pray, 1970).

Rudstone Packstone
R-43 R-59

822.5 m 836.0 m

Floatstone Wackstone
R-43 R-43
825.4 m 836.37 m

Gambar-4. Memperlihatkan rock fabric yang mewakili tipikal grain dominated dan mud dominated
diamaati dari foto mikrograph dari mikroskop polarisasi
Gambar-5. Memperlihatkan masing-masing pore type yang diamati dari city scan dan
microfotografi mikroskop polarisasi. Warna biru pada semua foto mikrograpfi memperlihatkan
porositas visual.

Gambar-6. Hubungan antara Porositas – Permeabilitas dan Hubungannya Terhadap Rock


Fabric Berdasarkan Klasifikasi Lucia
Gambar-7. Foto A & B memperlihatkan rock fabric tipikal grain dominated yang mempunyai kualitas
reservoar buruk akibat sementasi, sedangkan foto C & D adalah rock fabric tipikal mud dominated
namun memiliki kualitasnya cuku bagus (warna biru pada foto adalah porositas visual).

Gambar-8. Memperlihatkan kehadiran laminasi lempung yang berada disela-sela platy koral,
mengakibatakan batuan menjadi sangat jenuh sehingga batuan menjadi sangat ketat tidak
mempunyai porositas visual
Gambar-9. Hubungan antara Porositas – Permeabilitas dan Hubungannya Terhadap Pore
Type Berdasarkan Klasifikasi Lucia

Gambar-10. Hubungan Porositas – Permeabilitas dan Hubungannya terhadap Pore Type


Berdasarkan Klasifikasi R35 Winland
Gambar-11. Penampang Sumuran yang Memperlihatkan 3 buah Rock Type Pada Sumur SLL-14

Anda mungkin juga menyukai