Anda di halaman 1dari 12

49.

CEKUNGAN SPERMONDE

49.1 Pendahuluan

Nama Cekungan Polyhistory : Paleogene Continental Fracture - Neogene Foreland


Basin.
Klasifikasi Cekungan : Cekungan Sedimen Dengan Indikasi Hidrokarbon.

Cekungan Spermonde terletak di lepas pantai bagian selatan Pulau Sulawesi pada
118,5° - 120,5° BT dan 5,5° - 6,5° LS. Cekungan ini di bagian utara berbatasan dengan
daerah paparan lengan selatan pulau Sulawesi, sedangkan di bagian timur dibatasi oleh
deretan pulau-pulau kecil (Pulau Salayar) yang bentuknya memanjang utara-selatan. Bagian
Selatan Cekungan Spermonde dibatasi oleh Laut Flores, sedangkan di bagian barat dibatasi
oleh Paparan Doang (Doang Platform).

Gambar 49.1 Peta lokasi Cekungan Spermonde.

Cekungan Spermonde memiliki luas area total sebesar 18.490 km2 dengan
keseluruhannya merupakan luas area lepas pantai yang sebagian besar wilayahnya merupakan
paparan karbonat (Kartaadipura dkk., 1982).
Penarikan batas cekungan ini didasarkan pada pola isopach dan dipotong pada nilai
2.500 m (Gambar 49.2). Hal tersebut didukung pula oleh data anomali gaya berat yang
memperlihatkan nilai anomali lebih rendah dari area sekitarnya, sehingga membentuk
bentukan trough yang berarah relatif baratlaut-tenggara (Gambar 49.3). Ketebalan sedimen
berdasarkan data isopach berkisar antara 2.500 – 3.500 m, dan semakin menebal kearah
tengah cekungan.

Gambar 49.2 Peta isopach dan sebaran lokasi sumur.

Gambar 49.3 Peta anomali gaya berat (Pusat Survei Geologi, 2000).
49.2 Tektonik Dan Struktur Geologi Regional

Gambar 49.4 Lokasi dan struktur geologi utama daerah Spermonde. Biru = sesar geser, Hijau = sesar naik,
Jingga = sesar turun (Lemigas, 2007).

Secara tektonik, Cekungan Spermonde didominasi oleh pergerakan sesar geser, kemungkinan
berkaitan dengan sesar transform yang berkembang seiring dengan terbentuknya Selat
Makassar. Sesar ini berarah paralel utarabaratlaut-selatantenggara berupa sesar mengiri (Zona
Tanakeke dan Sangkarang). Hal ini menyebabkan barisan sesar naik sebagai proses inverse
(PERTAMINA-BEICIP, 1992).
Cekungan Spermonde merupakan bagian dari sistem pemekaran Paleogen, hasil
peregangan back-arc akibat subduksi di sebelah baratdaya Sulawesi (Thompson dkk., 1991).
Terdapat banyak patahan ektensional yang menunjukkan aktivitas struktur inversi akibat
tumbukan pada bagian timur Indonesia.
Arah kemiringan sesar di Cekungan Spermonde dan Sub-Cekungan Salayar tegak
lurus dengan kemiringan sesar di Cekungan Makasar Selatan, dan berarah paralel dengan
Adang Flexure (Thompson dkk., 1991). Beberapa kelurusan dijumpai berarah NW-SW,
sejajar dengan sumbu cekungan. Cekungan ini seperti halnya Cekungan Makassar Selatan,
pada mulanya merupakan bagian dari tepian Daratan Sunda (Kalimantan) yang kemudian
terpisah akibat pemekaran Selat Makassar. Sedimentasi Cekungan Spermonde diendapkan
pada batuan dasar yang berumur Paleosen memiliki penampang seismik yang ditunjukkan
pada gambar 49.5. Pada penampang tersebut terlihat bahwa cekungan ini berbentuk seperti
half-graben yang sesar utamanya berada di sisi sebelah baratdaya. Namun secara
keseluruhan, cekungan ini terbentuk sebagai pull apart basin yang dikontrol oleh Sesar
Mendatar Sangkarewang. Sesar-sesar lain yang berarah sama dan sesar antitetik-nya
membentuk graben-graben kecil di dalam cekungan. Di sebelah timurlaut, terdapat Sesar
Mendatar Mengiri Tanakeke yang terbentuk sebagai pop-up atau tranpressional fault.

Gambar 49.5. Penampang seismik (PERTAMINA-BEICIP, 1992).

Dikatakan bahwa Paparan Spermonde terletak di sebelah baratdaya Sulawesi, bagian


selatannya membatasi sisi sebelah barat batas Cekungan Spermonde (PERTAMINA-BEICIP,
1982). Beberapa kecenderungan arah positif berarah baratlaut-tenggara ditemukan di dekat
batas ini, yang terbesar memotong Pulau Tanakeke. Beberapa patahan baratlaut-tenggara
ditemukan pada endapan awal di area ini. Kompleksitas struktur bertambah ke arah bawah
ditunjukkan pada interpretasi seismik pada horison yang lebih dalam.
Titik kulminasi Zona Tanakeke berarah baratlaut dan tenggara tidak dapat ditembus
sumur SSA-1X dan Tanakeke-1. Lebih ke arah selatan horison seismik menunjukkan adanya
kemiringan ke arah selatan. Plunging anticline berarah tenggara pada bagian selatan juga
tidak dapat ditembus sumur ODB-1X. Ke arah utara Pulau Tanakeke, beberapa titik
kulminasi kecil ditemukan berada pada antiklin baratlaut-tenggara. Arah antiklin, arah
Takalar, dipisahkan oleh sinklin dari arah Tanakeke. Sejajar dengan arah ini, arah Soreang
diujicoba oleh sumur Soreang-1S pada titik kulminasi selatan. sumur ini ditemukan tersebar
tertutup aspal pada karbonat Eosen Awal.
Secara keseluruhan, empat sumur telah dibor di sebelah selatan Paparan Spermonde
dan menghasilkan sedimen tebal berumur Pliosen – Paleosen. Hasil pemboran menunjukkan
sedimen Tersier berada pada sisi timur dan barat paparan, ke arah bagian dalam Cekungan
Spermonde.
Pada sebelah utara, kondisi paparan relatif tenang, dibatasi oleh arah sesar tensional,
seperti ditunjukkan oleh interpetasi seismik horison yang lebih dalam. Terdiri dari titik
kulminasi lebar dan landai dibandingkan bagian selatan Paparan Spermonde. Tidak ada
sumur dibor di area ini. Bagian barat dan utara paparan ini dibatasi oleh Cekungan Makassar
Selatan.
Di sebelah timur, Paparan Spermonde muncul pada Sulawesi bagian baratdaya.
Paparan dibatasi singkapan sedimen sepanjang batas barat Western Divide Range. Batuan
Pra-Tersier terlipat secara kuat terendapkan dengan ketidakselarasan bersudut dengan sikuen
tebal tediri dari batupasir, serpih, batugamping, dan batubara berumur Tersier. Sisi sebelah
selatan Western Divide Range didominasi 2.950 m tinggian Gunungapi Lompobatang yang
tertutupi oleh produk volkanik yang belum terpadatkan. Arah umum sedimen Tersier di
daratan mengikuti arah lepas pantai baratlaut-tenggara.
Gambar 49.6 Tektonostratigrafi Cekungan Spermonde (modifikasi Lemigas, 2007)
49.3 Stratigrafi Regional

Stratigrafi Cekungan Spermonde tersusun oleh endapan batuan sedimen Tersier yang
diendapkan di atas batuan alas berumur Mesozoikum. Menurut Kartaadiputra drr. (1982),
batuan sedimen Tersier tertua adalah Formasi Toraja-Melawa yang diendapkan selama
rifting. Bagian yang lebih bawah dari formasi batuan ini adalah seri basal yang tebal terutama
di daerah tinggian. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Tonasa yang terdiri atas batuan
sedimen klastika dan gamping berumur Oligosen yang diendapkan sejak dimulainya proses
transgresi. Selama jaman Miosen Awal-Tengah, fase tektonik inversi terjadi yang diikuti oleh
pengendapan serpih dan batupasir sisipan batugamping Formasi Camba. Fase regresi di
cekungan ini terjadi pada jaman Miosen Akhir bersamaan dengan pengendapan batugamping
dan serpih Formasi Walanae. Pada jaman Pliosen, aktivitas tektonik terjadi dan menyebabkan
pelipatan dan pensesaran terhadap urutan formasi-formasi batuan sedimen.
Formasi Walanae

Formasi Camba

Formasi Tonasa

Formasi Malawa

Formasi Toraja

Gambar 49.7. Stratigrafi Cekungan Spermonde (LEMIGAS, 2005).


49.4 Sistem Petroleum

49.4.1 Batuan Induk


Batuan sedimen yang berpotensi sebagai batuan induk di cekungan ini adalah
serpih, batubara, dan batugamping lempungan yang berumur Eosen dari Formasi
Toraja. Batuan induk ini diduga sudah matang dan menghasilkan minyak.
Data geokimia sangat jarang ditemui dan hanya terfokus pada satu sumur
(Tanakeke-1). Dua sampel diambil dari sedimen Paleogen (kedalaman 2.285 dan 2.290
m) menunjukkan tedapatnya material karbon humus. Material organik ini didominasi
gas-prone. Uji spora dan reflektivitas sampel menunjukkan indikasi kematangan
minyak dan material gas-prone. Gradien geothermal diobservasi di dekat Cekungan
Makassar nilainya rendah, 1,50 – 1,99° F/100 ft, menunjukkan kematangan batuan
induk di area ini.
Potensi batuan induk akan sangat berkembang di Cekungan Spermonde
dimana sedimen lempungan menebal pada bagian dalam cekungan. Di tempat tersebut,
ketebalan sedimen dan pengendapan potensi batuan induk cukup untuk membuatnya
matang (PERTAMINA-BEICIP, 1982).

49.4.2 Batuan Reservoir


Batuan sedimen yang berpotensi sebagai batuan reservoir di cekungan ini
terdiri dari batupasir serta batugamping Formasi Toraja yang berumur Eosen serta
batupasir Miosen dari Formasi Camba. Batupasir Eosen Formasi Toraja komposisinya
secara umum terdiri dari batupasir kuarsa sampai batupasir litik kuarsit. Di Sumur
Kelara-1 dijumpai indikasi minyak pada batupasir Eosen.
Pada sumur ODB-1X, sedimen Eosen terdapat dengan ketebalan lebih dari
800 m. Sedimen klastik Eosen dan Paleosen tedapat dalam jumlah terbatas, terdiri dari
batupasir dan serpih. Batupasir mengandung matriks lempungan dan gampingan dan
menunjukkan karakteristik porositas rendah. Hanya batupasir pada sumur Tanakeke-1
yang menunjukkan karakteristik reservoir. Porositas lapisan batupasir dengan ketebalan
1,5 – 20 m adalah sedang – baik. Akumulasi ketebalan batupasir di zona ini lebih besar
dari 50 m.
Sikuen batugamping Eosen (750 m) ditembus sumur Soreang-1S. Batugamping
menipis ke arah barat pada sumur SSA-1X (200 m), dan ke selatan di sumur ODB-1X
(300 m). Pada singkapan, batugamping Eosen ditemukan dengan ketebalan kurang
lebih 260 m (van Leeuwen, 1990 dalam PERTAMINA-BEICIP, 1982).
Secara umum, batugamping mengandung napalan sampai kalkarenit dan
terendapkan sebagai paparan karbonat. Porositas rendah, dengan kisaran 5% - 12%.
Karakteristik batugamping yang sama juga mendominasi sedimentasi Oligosen pada
bagian timur Paparan Spermonde, menipis ke barat, ditunjukkan di sumur SSA-1X.
Ketebalan pada Soreang-1S 370 m dan pada sumur ODB-1X yaitu 200 m.
Sedimentasi Miosen tidak ditemukan secara keseluruhan pada sumur Soreang-
1S, SSA-1X dan Tanakeke-1X. Kebanyakan sikuen Miosen tererosi di daerah ini.
Sedimen Miosen ditemukan setebal 1.000 m pada sumur ODB-1X. Batuan reservoir
hampir tidak ada. Interval batupasir dan konglomerat Miosen Tengah (tebal 165 m)
tediri dari kuarsa, batugamping dan material tufa pada matriks lempungan
menunjukkan karakteristik reservoir yang rendah. Di area daratan, sikuen Miosen
ditutupi volkanoklastik dan lava. Tidak ada indikasi adanya batuan reservoir di area ini.
Sedimen Pliosen pada sumur ODB-1X menunjukkan karakteristik reservoir
yang lebih baik. Litologi berupa batupasir berbutir baik – kerikil dan sangat berpori.
Batugamping pada kedalaman dangkal umumnya mengandung terumbu, koral dengan
porositas yang sangat baik.

49.4.3 Perangkap
Perangkap struktur berupa antiklin ataupun lipatan yang berasosiasi dengan
sesar naik yang umumnya terbentuk selama fase tektonik Pliosen, merupakan
perangkap utama. Kemungkinan perangkap lain yang berkembang adalah perangkap
stratigrafi berupa pinch out pada batupasir Formasi Toraja. Migrasi hidrokarbon dari
batuan induk diperkirakan banyak terjadi melalui bidang-bidang sesar yang
menghubungkan batuan induk dengan batuan reservoir dan migrasinya diperkirakan
tidak jauh dari batuan sumbernya.

49.4.4 Batuan Penyekat


Batuan penyekat berupa serpih yang diendapkan di atas batuan reservoir
Formasi Toraja. Serpih dan batulempung ini terdiri dari serpih Formasi Toraja yang
berumur Eosen, serpih bagian atas Formasi Tonasa dan serpih atau batulempung yang
setara dengan Formasi Walanae yang berumur Pliosen.

49.4.5 Potensi Hidrokarbon


Beberapa indikasi hidrokarbon ditemukan pada sedimen klastik Eosen Awal di
sumur SSA-1X dan ODB-1X dan batugamping Eosen Awal sumur Soreang-1S.
Litologi sumur, khususnya batugamping dan batupasir Paleosen dan Miosen, biasanya
tidak menunjukkan reservoir yang bagus. Perkecualian ditemukan pada batupasir Eosen
Awal sumur Tanakeke-1, yang memiliki porositas yang baik.
Distribusi batupasir ini pada bagian utara cekungan masih belum diketahui,
ditunjukkan belum adanya eksplorasi. Bahkan sumur Soreang-1S tidak menunjukkan
bagian komplit dari sedimentasi Eosen Awal, tetapi interval paling bawah menunjukkan
distribusi indikasi batupasir ke arah utara. Pada suksesi atas, batugamping Eosen –
Oligosen menebal ke arah utara. Batugamping umur yang sama terdistribusi secara luas
pada singkapan di daratan bagian utara dan telah tertembus pada sumur Soreang-1S.

49.5 Konsep Play Regional


Play hidrokarbon yang paling potensial di cekungan ini berupa antiklin yang
terbentuk pada saat tektonik Pliosen, yang berasosiasi dengan sesar-sesar naik, ataupun
berupa drag fold. Target batuan reservoir yang utama adalah batupasir Eosen Formasi Toraja.
Sumur SSA-1X dan Kelara-1 menunjukkan indikasi minyak ini di formasi ini (LEMIGAS,
2005).
DAFTAR PUSTAKA

Kartaadiputra, W. L., Ahmad, Z., Reymond, A., 1982, Deep-Sea Basins In Indonesia,
Indonesian Pet. Assoc., 11th Annual Convention Proceeding.

LEMIGAS, 2005, Kuatifikasi Sumberdaya Hidrokarbon, Volume II Kawasan Timur


Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Gas Bumi LEMIGAS,
Jakarta.

Thompson, M., Reminton, C., Purnomo, J., Macregor D., 1991, Detection of Liquid Seepage
In Indonesian Offshore Frontier Basins Using Airborne Laser Fluorosensor (ALF) The
Results of a Pertamina/BP Joint Study, Indonesian Pet. Assoc., 20th Annual Convention
Proceeding.

PERTAMINA dan BEICIP FRANLAB, 1982, Petroleum Potensial of Eastern Indonesia, hal
147 – 149, PERTAMINA, Jakarta.

PERTAMINA dan BEICIP FRANLAB, 1992, Global Geodynamics, Basin Classification


and Exploration Play-types in Indonesia, Volume I hal.81 – 82, PERTAMINA, Jakarta.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “Lemigas”, 2007.
Kuantifikasi Sumberdaya Hidrokarbon Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai