Anda di halaman 1dari 19

Flora Sumba Pertemuan Dua

Paparan
18 May 2016

KOMPAS.com - Hasil ekspedisi peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menunjukkan,


flora Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur tidak bisa digolongkan sebagai bagian dari Paparan
Sunda atau Sahul saja, tetapi pertemuan keduanya. Meski vegetasi khas Paparan Sunda
mendominasi,
sejumlah
flora
dari
Paparan
Sahul
masih
ditemukan.
"Flora di Sumba itu semacam pertemuan barat dan timur," kata Peneliti Pusat Penelitian Biologi
LIPI Ary P Keim di Bogor, Sabtu (14/5/2016). Ekspedisi Widya Nusantara 2016 LIPI, 15 April-1
Mei,
ada
di
Pulau
Sumba
dan
Gunung
Gandang
Dewata
di
Sulawesi.
Ary mengatakan, penggolongan Sumba selama ini kontroversial. Mayoritas peneliti cenderung
menyebut Pulau Sumba bagian Paparan Sunda karena jenis floranya, sedangkan sebagian
menyebut bagian Paparan Sahul berdasarkan jenis fauna di sana. Padahal, Sumba sebenarnya
pulau samudra tua dan fragmen terpisah jauh sebelum terbentuknya Paparan Sunda dan Sahul,
tetapi
flora
di
atasnya
memang
dapat
pengaruh
kedua
paparan.
Pulau Sumba, lanjut Ary, sudah terpisah jadi pulau sendiri sekitar akhir zaman Cretaceous di
masa Kenozoikum, sebelum pecahnya Pangaea jadi Laurasia dan Gondwana. Teorinya,
Pangaea adalah kumpulan daratan dari benua yang ada saat ini dan terpecah mulai 200 juta
tahun lalu. Laurasia terdiri dari Amerika Utara dan Eurasia (Eropa dan Asia), sedangkan
Gondwana terdiri dari Amerika Selatan, Afrika, India, Australia, dan Antartika.
Artinya, Sumba jauh lebih tua ketimbang Paparan Sunda dan Sahul. Paparan Sunda merujuk
pada perpanjangan lempeng Benua Eurasia di Asia Tenggara, antara lain daratan Semenanjung

Malaya, Sumatera, Jawa, Madura, Bali, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Paparan Sahul,
bagian dari landas kontinen Benua Sahul (Australia-Papua), membentang dari utara Australia
meliputi Laut Timor menyambung ke timur di Laut Arafura hingga Pulau Papua.
Sepanjang sejarah geologinya, kata Ary, Sumba ada di bawah laut dan muncul ke permukaan
sekitar zaman Eosen atau Miosen. Saat itu, kemungkinan vegetasi dari Paparan Sahul masuk ke
Sumba lebih dulu, disusul dari Paparan Sunda, terutama saat Sumba bersatu dengan Sulawesi,
40.000-50.000
tahun
silam.
"Invasi vegetasi Sundaland mengalahkan vegetasi Sahulland," tutur Ary. Namun, meski
pengaruh elemen-elemen dari Paparan Sunda kuat terhadap flora di Sumba, flora khas Paparan
Sahul masih bertahan di bagian dataran tinggi, seperti di Wanggameti. Contohnya, satu jenis
pandan dari marga Pandanus dan masuk seksi Maysops yang banyak di Paparan Sahul, tetapi
tidak
ada
di
Paparan
Sunda.
Namun, keberadaan Podocarpus dan Cycas di Sumba memunculkan dugaan lain bahwa dulu
tak seluruh Sumba terendam laut. Itu lantaran kedua jenis tumbuhan itu dapat juga dianggap
bukti flora tua dari masa daratan-daratan di muka bumi masih menyatu dalam Pangaea.
Sementara itu, tim LIPI di Sulawesi mengeksplorasi keanekaragaman hayati dan potensi
pemanfaatannya di Gunung Gandangdewata, Mamasa, Sulawesi Barat. Tim meyakini
endemisitas (kekhasan) tumbuhan dan satwa di sana tinggi. Gunung itu termasuk pusat
Sulawesi. "Banyak kemungkinan jenis baru satwa dan tumbuhan liar," ujar Anang Setiawan
Achmadi, Koordinator Lapangan Sulawesi Barat Eksplorasi Bioresources LIPI.
Dari sisi satwa, ada dua jenis baru tikus dengan nama lokal lewa lewa dan kambola. Dari tujuh
jenis katak endemik Sulawesi, dua di antaranya mungkin jenis baru dan satu dari tiga jenis kadal
diduga jenis baru. (JOG)

Sumber : Kompas.com, 16 Mei 2016

http://lipi.go.id/lipimedia/Flora-Sumba-Pertemuan-Dua-Paparan/15602

PAPARAN SUNDA
December 16, 2010
Kelompok Lima HMG Unpad 09 Geomorfologi Bawean, Busur Sunda, Kepulauan
Karimata, Kepulauan Riau-Lingga, Kepulauan Seribu, Midai, Paparan Sunda, Pulau
Anambas,Pulau Bangka, Pulau Belitung, Pulau Berhala, Pulau Karimunjawa, Pulau
Natuna, Pulau-pulau di Paparan Sunda, Sesar Sumatera, Singkep Leave a comment
Paparan Sunda terbentuk dari hasil extension dari benua Asia Tenggara, yang mana berhubungan dengan
Malay Peninsula. Paparan Sunda dibatasi oleh Laut Cina Selatan di bagian Utara, bagian Selatan oleh
Pulau Jawa, Selat Makassar di bagian Timur, dan Pulau Sumatra di bagian Barat.

Paparan Sunda terdiri dari lima zona, yaitu:

Zona Natuna

Zona Anambas

Zona Karimata

Zona Sabuk Timah (Malaysia barat, Singkep, Bangka, Belitung, sampai utar Laut Jawa)

Zona Karimunjawa
Pada zaman Kuarter, paparan Sunda tenggelam oleh kenaikan muka air laut yang disebabkan meleburnya
es di kutub (menurut Molengraaff dan Weber, 1919)
Bagian-bagian pembentuk Peneplain Sunda antara lain Malay Penisula, kepulauan Riau-Lingga, Bangka,
Belitung, pada satu bagian, dan Laut Jawa dan Selat Malaka pada bagian lain. Bagian ini pernah dipotong
oleh sungai dari tenggara Sumatra, yang menjadi anak sungai pada sistem sungai purba di Laut Cina
Selatan.
Selat Sunda tidak ditemukan pada sejarah paparan sunda sebelum tahun 1175. Pada awal Kuarter, batas
antara Sumatra dan Jawa ditutupi oleh endapan pumice vulkanik muda yang sangat tebal.Endapan ini
adalah produk vulkanik gunung api yang berada di tengah Selat Sunda, dan tersebar mulai dari Lampung
sampai Banten.
Pulau-pulau di Paparan Sunda
Pulau Natuna
Litologinya berupa batuan beku (gabro, diorite, diabas, norit, amphibolit, serpentin, tuff) yang berkorelasi
dengan Formasi Danau di Kalimantan. Endapan sediment berupa konglomerat dengan lempung dan
andesit. Lempung ungu dan lempung coklat kemerahan yang ditemukan mirip dengan lempung di
kepulauan Riouw dan Kalimantan yang berumur Trias atas.
Midai
Terletak 80km Barat Daya Natuna, berupa kubah basalt yang datar dengan cekungan dangkal
dipuncaknya.
Pulau Anambas
Litologinya berupa batuan beku (gabro, gabro-porfiri, diabas, andesit) yang berkorelasi dengan batuan
Pulu Melaju di utara Kalimantan Barat dan seri vulkanik Pahang di Malay Penisula.
Kepulauan Riau-Lingga
Kepulauan ini adalah hasil extension dari Malay Penisula, sehingga batuannya mirip dengan litologi di
Malaya. Adapun pulau-pulau yang tedapat di kepulauan ini antara lain Sugi, Tjombol, Tjitlim, Kundur,
Karimun, Batam, Bintan, Lingga.
Pulau Berhala
Terletak 30km ke Timur dari pelabuhan di Medan (Belawan Deli). 36 sampel batuan telah diteliti,
diantaranya mengandung pegmatite, topaz, granit, dan mika.
Singkep

Merupakan penghasil timah terbanyak setelah Bangka dan Belitung. Bijih bauksit ditemukan pada batolit
granit berdiameter 10-15km. Ditemukan juga dike diabas yang berumur lebih muda.
Pulau Bangka
Merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia. Bijih ditemukan pada batolit granit berumur trias tengah.
Juga ditemukan sebagai endapan alluvial dari pelapukan granit.
Pulau Belitung
Merupakan penghasil timah kedua terbesar di Indonesia setelah bangka. Formasi tertua terdiri dari seri
pelitik dan sediment psammitic.
Kepulauan Karimata
Pulau Karimunjawa
Litologinya merupakan kuarsit (terkadang konglomerat) dan lempung yang berumur pra tersier. Pulau ini
merupakan puncak tertinggi di wilayah Paparan Sunda.
Bawean
Berada di timur Laut Jawa, dan merupakan satu-satunya pulau di Paparan Sunda yang tidak memiliki
batuan berumur pra tersier. Litologinya terdiri dari batuan hasil erupsi yang kaya potassium, dan beberapa
batuan sediment yang berumur Neogen atau Kuarter.
Kepulauan Seribu
Terletak pada cekungan jawa barat utara dan merupakan penghasil hidrokarbon yang sangat baik.
Busur Sunda: Produk Geodinamika Regional

Sistem penunjaman Sunda merupakan salah satu contoh yang baik untuk menunjukkan hubungan
geodinamika Indonesia dengan geodinamika regional. Sistem penunjaman Sunda berawal dari sebelah
barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan
Burma. Busur ini menunjukkan morfologi berupa palung, punggungan muka busur, cekungan muka busur,
dan busur vulkanik. Arah penunjaman menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di
Sumba dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma.
Kemiringan ini terjadi karena adanya perbedaan arah gerak dengan arah tunjaman yang tidak 90o. Sistem
penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen sekaligus busur kepulauan, yang berlangsung
selama

Kenozoikum

Tengah

Akhir

(Katili,

1989;

Hamilton,

1989)

Menurut Hamilton (1989) Palung Sunda bukan menunjukkan batas litosfer samudera India, tetapi
merupakan salah satu jejak sistem penunjaman busur Sunda. Penunjaman mempunyai kemiringan sekitar
7o. Sedimen dalam palung terdiri dari sedimen klastik turbidit longitudinal, serta menunjukkan pembentuk
lantai samudera dan asal turbidit. Sedimen klastik tersebut terutama berasal dari Sungai Gangga dan
Brahmaputra di India, yang berjarak 3.000 km dari palung. Busur akresi terbentuk selebar 75 150 km dari
palung dengan ketebalan material terakresi mencapai 15 km. Dinamika akresi dapat ditunjukkan oleh

imbrikasi internal serta pertumbuhan vertikal dan horisontal material terakresi, yang merupakan hasil
penggilasan simultan yang disertai pemencaran oleh gravitasi. Punggungan muka busur mengalami
migrasi, relatif menuju ke arah kraton. Formasi bancuh di busur akresi dihasilkan oleh oleh penggerusan
yang berhubungan dengan subduksi, bukan oleh luncuran di lereng punggungan akresi. Cekungan muka
busur berada di antara punggungan muka busur dan garis pantai sistem penunjaman Sunda dengan lebar
150 200 km. Bagian dasar cekungan Jawa dan Sumatera mempunyai kecepatan tipikal litosfer
samudera, dengan kecepatan di sektor Sumatera lebih besar dari litosfer samudera. Busur vulkanik yang
sekarang aktif di atas zona Benioff berada pada kedalaman 100 130 km. Busur magmatik ini berubah
dari kecenderungan bersifat kontinen di Sumatera, transisional di Jawa ke busur kepulauan (oceanic island
arc) di Bali dan Lombok. Komposisi vulkanik muda bervariasi secara sistematis yang berkesesuaian antara
karakter

litosfer

dengan

magma

yang

dierupsikan.

Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah penunjaman, busur Sunda
dibagi menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat terdiri dari propinsi Jawa, Sumatera Selatan dan
Tengah, Sumatera Utara Nicobar, Andaman dan Burma. Diantara Propinsi Jawa dan Sumatera Tengah
Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan batas tenggara lempeng Burma. Provinsi Jawa bermula
dari Sumba sampai Selat Sunda. Di propinsi ini palung Sunda mempunyai kedalaman lebih dari 6.000 m.
Saat ini konvergensi sepanjang propinsi Jawa mencapai 7,5 cm/tahun dengan sudut penunjaman antara
5o 8o. Sedimen memiliki ketebalan antara 200 900 m. Imbrikasi di bawah punggungan muka busur
mempunyai ketebalan lebih dari 10 km. Palung hanya berisi sedimen tipis dengan sedikit sedimen pelagis.
Kerangka tektonik utama antara Jawa dan Sumatera secara umum dipotong oleh selat Sunda yang
dianggap sebagai zona diskontinyuitas. Selat Sunda adalah unsur utama pemisah propinsi Jawa dan
Sumatera busur Sunda. Selat ini diasumsikan batas sebagai batas tenggara lempeng Burma. Namun
apabila dicermati dari data geofisika tang ada, batas Jawa dan Sumatera terletak di sekitar Banten dan
Jawa

Barat.

Provinsi Sumatera Selatan dan Tengah mempunyai kedalaman palung yang berangsur menurun dari 6.000
5.000 m. Sedimen dasar palung mempunyai ketebalan sekitar 2 km di utara dan 1 km di selatan.
Penunjaman miring dengan komponen penunjaman menurun ke utara antara 7,0 5,7 cm/tahun.
Komponen pergeseran lateral yang bekerja di lempeng ini diasumsikan sangat berperan dalam
membentuk

sistem

strike

slip

fault

di

Sumatera.

Pada Propinsi Sumatera Utara Nikobar, di sebelah barat Pulau Simalur sumbu palung menajam ke barat,
dan di barat-laut Pulau Simalur cenderung ke utara barat-laut. Palung mempunyai kedalaman berkisar
antara 3.500 5.000 m. Pertemuan di sepanjang propinsi ini sangat miring dan kecepatan penunjaman ke
arah

utara

mengalami

penurunan

5,6

4,1

cm/tahun.

Di Pulau Andaman palung cenderung berarah utara selatan dengan kedalaman sekitar 3.000 m. Di
propinsi ini pertemuan lempeng sangat miring, dengan kisaran kecepatan penunjaman berkisar antara 0,7
0,2 cm/tahun. Komponen lateral ini dipengaruhi oleh pemekaran di laut Andaman, dengan lempeng
Burma memisah ke arah barat daya dari lempeng Eurasia. Palung Burma mempunyai kedalaman kurang
dari 3.000 m. Di sini punggungan muka busur menjadi punggungan Indoburman dan cekungan muka busur
menjadi palung sebelah barat dari Lembah Burma. Sudut penunjaman yang sangat miring. Ketebalan
endapan di propinsi ini sekitar 8.000 10.000 m. Komponen gerak lateral ini mempengaruhi terbentuknya
sesar Sagaing di Burma
Sesar Sumatra: Produk Geodinamika Busur Sunda

Sesar besar Sumatra dan Pulau Sumatra merupakan contoh rinci yang menarik untuk menunjukkan akibat
tektonik regional pada pola tektonik lokal. Pulau Sumatera tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat

didominasi oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan
lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan lempeng samudera
sekitar

20

kilometer, dan ketebalan

lempeng

benua

sekitar

40

kilometer (Hamilton, 1979).

Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa pertumbukan antara
lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu, yang mengakibatkan rangkaian
perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan
relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia
yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis menjadi 40
milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga
tinggal 30 milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983
dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok sampai sekitar 76
milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini, menurut teori indentasi pada
akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk
mengakomodasikan

perpindahan

massa

secara

tektonik

(Tapponier

dkk,

1982).

Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan
cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa
adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera
menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera,
yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah
cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
Bagian selatan Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) Sesar Sumatera menunjukkan
sebuah pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100 ~ 135 kilometer di atas penunjaman, (2) lokasi
gunungapi umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar, (3) cekungan busur muka terbentuk
sederhana, dengan kedalaman 1 ~ 2 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama, (4) punggungan busur
muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan berbentuk sederhana, (5) sesar Mentawai dan
homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur muka dan cekungan busur muka relatif utuh, dan (6)
sudut

kemiringan

tunjaman

relatif

seragam.

Bagian utara Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) sesar Sumatera berbentuk tidak
beraturan, berada pada posisi 125 ~ 140 kilometer dari garis penunjaman, (2) busur vulkanik berada di
sebelah utara sesar Sumatera, (3) kedalaman cekungan busur muka 1 ~ 2 kilometer, (4) punggungan
busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat beragam, (5) homoklin di belahan selatan
sepanjang beberapa kilometer sama dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya, dan (6)
sudut

kemiringan

penunjaman

sangat

tajam.

Bagian tengah Pulau Sumatera memberikan kenampakan tektonik: (1) sepanjang 350 kilometer potongan
dari sesar Sumatera menunjukkan posisi memotong arah penunjaman, (2) busur vulkanik memotong
dengan sesar Sumatera, (3) topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2 ~ 0.6 kilometer, dan
terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring , (4) busur luar terpecah-pecah, (5) homoklin
yang terletak antara punggungan busur muka dan cekungan busur muka tercabik-cabik, dan (6) sudut
kemiringan penunjaman beragam. Proses penunjaman miring di sekitar Pulau Sumatera ini mengakibatkan
adanya pembagian / penyebaran vektor tegasan tektonik, yaitu slip-vector yang hampir tegak lurus dengan
arah zona penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar anjak. Hal ini terutama berada di
prisma akresi dan slip-vector yang searah dengan zona penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme
sistem sesar besar Sumatera. Slip-vector sejajar palung ini tidak cukup diakomodasi oleh sesar Sumatera
tetapi juga oleh sistem sesar geser lainnya di sepanjang Kepulauan Mentawai, sehingga disebut zona
sesar

Mentawai

(Diament,

1992).

Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia
Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vector ini secara geometri akan mengalami

kenaikan ke arah barat-laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng
tersebut. Pertambahan slip-vector ini mengakibatkan terjadinya proses peregangan di antara sesar
Sumatera dan zona penunjaman yang disebut sebagai lempeng mikro Sumatera (Suparka dkk, 1991).
Oleh karena itu slip-vector komponen sejajar palung harus semakin besar ke arah barat-laut.
Sebagai konsekuensi dari kenaikan slip-vector pada daerah busur-muka ini, maka secara teoritis akan
menaikkan slip-rate di sepanjang sesar Sumatera ke arah barat-laut.
Pengukuran offset sesar dan penentuan radiometrik dari unsur yang terofsetkan di sepanjang sesar
Sumatera membuktikan bahwa kenaikan slip-rate memang benar-benar terjadi (Natawidjaja, Sieh, 1994).
Pengukuran slip-rate di daerah Danau Toba menunjukkan kecepatan gerak sebesar 27 milimeter / tahun, di
Bukit Tinggi sebesar 12 milimeter / tahun, di Kepahiang sebesar 11 milimeter / tahun (Natawidjaja, 1994)
demikian

pula

di

selat

Sunda

sebesar

11

milimeter

tahun

(Zen

dkk,

1991)

Sesar Sumatera sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang 1900 kilometer tersebut
merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara lempeng Eurasia dan IndiaAustralia dengan arah
tumbukan 10N ~ 7S. Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang masing-masing segmen 60 ~ 200
kilometer, yaitu segmen Sunda (6.75S ~ 5.9S), segmen Semangko (5.9S ~ 5.25S), segmen Kumering
(5.3S ~ 4.35S), segmen Manna (4.35S ~ 3.8S), segmen Musi (3.65S ~ 3.25S), segmen Ketaun
(3.35S ~ 2.75S), segmen Dikit (2.75S ~ 2.3S), segmen Siulak (2.25S ~ 1.7S), segmen Sulii (1.75S ~
1.0S), segmen Sumani (1.0S ~ 0.5S), segmen Sianok (0.7S ~ 0.1N), segmen Barumun (0.3N ~
1.2N), segmen Angkola (0.3N ~ 1.8N), segmen Toru (1.2N ~ 2.0N), segmen Renun (2.0N ~ 3.55N),
segmen Tripa (3.2N ~ 4.4N), segmen Aceh (4.4N ~ 5.4N), segmen Seulimeum (5.0N ~ 5.9N)
Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur Sunda. Di bagian barat, pertemuan
subduksi antara lempeng benua Eurasia dan lempeng samudra Australia mengkontruksikan busur Sunda
sebagai sistem busur tepi kontinen (epi-continent arc) yang relatif stabil; sementara di sebelah timur
pertemuan

subduksi

antara

lempeng

samudra

Australia

dan

lempeng-lempeng

mikro

Tersier

mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai busur kepulauan (island arc) kepulauan yang lebih labil.
Perbedaan sudut penunjaman antara propinsi Jawa dan propinsi Sumatera Selatan busur Sunda
mendorong pada kesimpulan bahwa batas busur Sunda yang mewakili sistem busur kepulauan dan busur
tepi kontinen terletak di selat Sunda. Penyimpulan tersebut akan menyisakan pertanyaan, karena pola
kenampakan anomali gaya berat (gambar 2.6) menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian barat yang
cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatera dibanding dengan pola struktur Jawa bagian Timur. Secara
vertikal perkembangan struktur masih menyisakan permasalahan namun jika dilakukan pembangingan
dengan struktur cekungan Sumatra Selatan, struktur-struktur di Pulau Sumatra secara vertikal berkembang
sebagai struktur bunga.

PRESENTED by M. Nasheer Ramdan

https://kelompoklimahmg09.wordpress.com/2010/12/16/paparan-sunda/

Tentang Sundaland (Paparan Sunda)


Istilah Sundaland digunakan dalam studi Biogeografi untuk menyebut sebuah
wilayah daratan kontinental Asia yang kembali menyatu selama zaman es
terakhir 110.000 -12.000 Sebelum Masehi akibat penurunan permukaan laut,
dan kawasan luas yang kemudian disebut Sundaland itu muncul di atas
permukaan. Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan, dengan lautlaut dangkal di sekitarnya bergabung membentuk daratan yang amat luas.
<="" ins="" data-adsbygoogle-status="done" style="box-sizing: border-box; width:
300px; height: 250px; float: right; margin: 4px; display: block;">
Oleh: Soesandireja
FEBRUARI 22, 2014
Dalam bidang Geologi, daratan kontinetal itu lebih dikenal sebagai
Paparan Sunda (Sunda Shelf) yang meliputi area dengan luas kurang lebih
mencapai 1.85 juta km2. Menurut Ilmu bumi itu, sejarah Sundaland
adalah rangkaian panjang dari pergerakan tektonik yang terjadi selama
berjuta-juta tahun yang lalu.
Garis-garis Pemisah Imajiner
Nusantara tidak sepenuhnya bersatu dalam daratan, tebing curam di dasar
laut

sebelah

timur membatasinya, batas yang kemudian dikenal

sebagai Garis Wallacekarena dicetuskan oleh seseorang yang bernama


Alfred Russel Wallace. Garis imajiner itu digunakan untuk menandai garis
pemisah zona ekologi Asialis danAustralasia.
Garis Wallace ini melalui kepulauan Nusantara, antara Borneo dan
Sulawesi, dan antara Bali (di barat) dan Lombok (di timur). Pada
perkembangannya, garis ini kemudian sedikit dikoreksi dan digeser ke
sebelah Timur daratan Pulau Sulawesi oleh Weber dengan tujuan yang
sama, yaitu memberi garis imajiner; batas penyebaran flora dan fauna
Asia. Garis pembatas ini lalu dikenal sebagai Garis Weber.

Richard Lydekker seorang geolog yang ahli dalam penelitian flora dan
fauna

kemudian

ikut

juga

memberi

garis

pemisah

biogeografi

antara Australialis di bagian barat dan Asialis yang berada di bagian timur
Indonesia.

Tak

lupa

juga

ia

menamai

garis

itu

sesuai

dengan

namanya, Garis Lydekker.


Biogeografi; studi tentang distribusi spesies dan ekosistem dalam ruang geografis dan rentang
waktu geologi.Phytogeography adalah cabang Biogeografi yang mempelajari distribusi tanaman
dan Zoogeograf adalah cabang yang mempelajari distribusi hewan.
Bukti bahwa Kepulauan Sunda Besar pernah tergabung dengan benua Asia
bisa terlihat dari kajian biogeografi berkenaan dengan sebaran jenis
mamalia darat seperti beberapa jenis harimau, gajah, kera, macan ada di
Sumatra, Jawa, dan Bali, serta orang utan ditemukan di Sumatra dan
Kalimantan.
Sistem Sungai Purba
Periode Pleistosen, diduga terdapat tiga sistem sungai yang sangat luas
mengaliriSundalan pada puncak Akhir Zaman es, sekitar 20.000 tahun
lalu. Sungai purba ini merupakan perpanjangan sungai yang kemungkinan
mengikuti topografi dengan arah menurun. Daerah resapan air di bagian
barat Kalimantan dan sebagian besar sungai di Sumatra menyambung
dengan jaringan sungai besar yang disebut Sungai Sunda Besar.
Sungai tersebut diperkirakan mengalir antara Belitung dan pesisir
kalimantan Barat di sepanjang selat Karimata hingga terus mengarah ke
wilayah utara dan timur laut dengan bagian muaranya terletak si sekitar
kepulauan Natuna sekarang.
Kawasan resapan air hujan di utara Jawa dan Kalimantan bagian selatan
menyambung membentuk sungai besar di dasar laut Jawa. Arah alirannya
menuju ke wilayah timur dengan muara terletak di antara Jawa Timur dan
Kalimantan Selatan sekarang.
Bukti dari pernah adanya sistem sungai purba yang menyambung
dari kepulauan Sunda Besar adalah ditemukannya spesies ikan air tawar
asia tenggara di berbagai pulau yang saat ini terpisah oleh laut, misalnya
ikan gabus, gurame, ikan mas, dan lain-lain.

Sebuah pemahaman yang lebih baik tentang sejarah biogeografi dan


penelitian-penelitian

lebih

lanjut

dari

Sundaland

ini

akan

banyak membantu menjelaskan pola arus keanekaragaman hayati dan


mendukung pengembangan strategi konservasi yang efektif.
Lempeng Tektonik Sundaland

Sejarah Tektonik Paparan Sunda. Gambar oleh Wacana


Sundaland tidak hanya perkara distribusi mamalia dan tanaman, Sundalan
juga berbicara mengenai sejarah tektonik. Evolusi Tektonik yang terjadi
bukan dalam hitungan tahun atau ratus tahun, tapi puluhan juta tahun.
Sundalan dianggap sebagai bagian dari Lempeng Benua Eurasia.
Paparan wilayah yang hari ini menjadi separuh dari seluruh wilayah Asia
Tenggara, terbentuk akibat serangkaian aktivitas tektonik dan vulkanik
beribu-ribu tahun yang lalu, beserta erosi dan konsolidasi runtuhan batu
seiring naik dan turunnya permukaan laut.
Secara geologis, Paparan Sunda adalah landas kontinen perpanjangan dari
lempeng Eurasia di Asia Tenggara. Kedalaman laut yang berada di Paparan

Sunda jarang melebihi 50 meter, fenomena ini mengakibatkan gelombang


dan erosi dasar laut yang kuat. Tebing-tebing curam di bawah laut
kemudian memisahkan Paparan Sunda dengan kepulauan Filipina, Pulau
Sulawesi, dan Kepulauan Sunda Kecil.
Berdasarkan data Geologi evolusi tektonik Sundaland merupakan
gabungan dari sisa-sisa fragment dari benua Gondwana yang bergabung
dengan bagian dari lempeng benua Eurasia.
Geologi: Ilmu yang mempelajari bumi, meliputi komposisi, struktur, sifat fisik, dan proses
pembentukannya. Geolog: mereka yang mempelajari geologi.
Pembentukan Sundalan melibatkan penjahitan progresif yang dimulai
selama Akhir Paleozoikum. Peristiwa tektonik yang besar terjadi pada era
mesozoikum, yakni pemisahan lempeng benua Afrika dan benua India
pada akhir periode Kretasius (zaman kapur) yang berlanjut dengan
tabrakan Lempeng India itu dengan Benua Eurasia 50 juta tahun yang
lalu. Usia Kejadian tersebut menyebabkan jahitan lempengan di Asia timur
dan Asia Tenggara menjadi lebih muda ke selatan dan tenggara.
Lempeng Sunda mencakup Laut Cina selatan, Laut Andaman, Bagian
Selatan dari Vietnam dan wilayah Thailand bersama-sama dengan
Malaysia dan Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, serta Sulawesi di
Indonesia, dan juga kepulauan Filipina di bagian barat dan Palawan seta
Kepulauan Sulu.
Batas-batas di bagian timur, selatan dan juga barat Sundaland rumit
secara tektonik dan aktif secara seismik. Hanya batas bagian utara yang
relatif diam. Lempeng Sunda berbatasan di timur dengan Sabuk bergerak
Filipina, Zona tumbukan Laut Maluku, Lempeng Laut Banda dan Lempeng
Timor yang disebut juga sebagai Eastern Margins, di Selatan dan barat
berbatasan dengan lempeng Australian, dan di utara dengan Lempeng
Burma, Lempeng Eurasia dan Lempeng Yang-tze, disebut juga sebagai
Western Margins

Mencari Asal-Usul Istilah Sundaland


Siapa yang pertama kali mencetuskan istilah Sundaland dalam kajian
ilmu bumi, untuk saat ini belum begitu jelas diketahui, tapi kemungkinan
istilah tersebut telah berkembang dan cukup dikenal pada kajian-kajian
ilmu alam abad ke-18 masehi.
Porf. Edi Ekadjati, menyatakan bahwa Sunda sebagai nama tempat,
pertama kali digunakan oleh seorang ahli bumi Yunani bernama
Ptolemaeus yang menggunakan istilah itu pada abad ke-2 Masehi untuk
menyebutkan tiga pulau yang terletak di sebelah timur India.

Kemudian van Bemmelen (1949) seorang geolog dari Belanda mengatakan


hal hampir sama, bahwa Sunda adalah istilah yang digunakan untuk
menamai daratan bagian barat laut India Timur, sedangkan bagian
tenggaranya dinamai Sahul. Dataran Sunda menurutnya, dikelilingi sistem
Gunung Sunda yang melingkar dengan panjangnya sekitar 7000 km.
Sunda merujuk kepada nama Gunung purba lebih lanjut diungkapkan oleh
Gona (1973) yang menyebut bahwa pada mulanya kata Sunda merupakan
nama sebuah gunung yang menjulang tinggi di bagian barat Pulau Jawa.
Gunung itu dari jauh tampak putih karena tertutup abu asal gunung
tersebut. Kemudian nama tersebut diterapkan pula pada wilayah gunung
itu berikut penduduknya. Beberapa pihak ada juga menyebutkan bahwa
Keberadaan Gunung Sunda Purba 100 juta tahun yang lalu. Umumnya
pendapat yang menyoal keberadaan gunung Sunda ada pada periode
Pleistosen (2,8 juta-12.000 tahun lalu).
Sunda menurut G.P Rouffaer (1950) Peneliti dari Belanda yang gemar
meneliti sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara menyebutkan bahwa kata
Sunda sebagai nama tempat merupakan pinjaman dari kebudayaan Hindu
seperti juga kata Sumatra, Madura, Bali, Sumbawa dll. Mungkin kurang
tepat jika disebut pinjaman, tapi kata itu memang ada dalam kosa-kata
bahasa sanskerta yang artinya secara sederhana putih, bersih, dana tau
suci. Kebetulan saat itu, Sanskerta berkembang sejalan dengan Hindu dan
Buddha kemudian.
Jauh sebelum itu, kata Sunda memang sudah cukup dikenal dalam
sejarah masyarakat di Indonesia, Sunda di abad ke-8 hingga abad 16
misalnya, merujuk kepada nama kerajaan yang berada di wilayah jawa
bagian barat. Kekinian, di Indonesia, Sunda lebih dikenal sebagai nama
suku, bahasa, agama dan cakupan geografis dari penutur bahasa Sunda
yang umumnya mendiami wilayah Jawa Barat.
Selain Sundaland, atau paparan Sunda, kata Sunda dalam ruang lingkup
geologi juga dipakai dalam istilah Kepulauan Sunda Besar (Sumatra, Jawa,
Bali, Kalimantan) dan Kepulauan Sunda Kecil (Lombok, Nusa Tenggara,
dan pulau lain di sekitarnya). Mereka yang mengenyam pendidikan

sebelum akhir abad ke-20 di Indonesia, pasti cukup familiar dengan


peristilahan tersebut.
Pertanyaan selanjutnya yang tak kalah penting, justru bukan siapa yang
pertama kali menggunakan atau mencetuskan nama Sunda untuk
menyebut daratan purba itu. Tapi kenapa? Kenapa Sunda? Mungkin anda
punya jawabannya. Tapi sebelum menjawab, apa kabar Rhinoceros
sondaicus yang justru dikenal dengan Badak Jawa.

http://www.wacana.co/2014/02/sundaland/

MENGENAL SEJARAH PAPARAN SUNDA ( SUNDALAND )

Nusantara merupakan sebutan untuk negara kepulauan yang


terletak di kepulauan Indonesia saat ini. Catatan bangsa Tionghoa
menamakan kepulauan ini dengan Nan-hai yang berarti
Kepulauan Laut Selatan. Catatan kuno bangsa India menamainya
Dwipantara yang berarti Kepulauan Tanah Seberang, yang
diturunkan dari kata Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar,
seberang) dan disebut juga dengan Swarnadwiva (pulau emas,
yaitu Sumatra sekarang). Bangsa Arab menyebut daerah ini
dengan Jazair al-Jawi (Kepulauan Jawa).
Migrasi manusia purba masuk ke wilayah Nusantara terjadi para
rentang waktu antara 100.000 sampai 160.000 tahun yang lalu
sebagai bagian dari migrasi manusia purba out of Africa. Ras
Austolomelanesia (Papua) memasuki kawasan ini ketika masih
bergabung dengan daratan Asia kemudian bergerak ke timur, sisa
tengkoraknya ditemukan di gua Braholo (Yogyakarata), gua Babi

dan gua Niah (Kalimantan). Selanjutnya kira-kira 2000 tahun


sebelum Masehi, perpindahan besar-besaran masuk ke kepulauan
Nusantara (imigrasi) dilakukan oleh ras Austronesia dari Yunan
dan mereka menjadi nenek moyang suku-suku di wilayah
Nusantara bagian barat. Mereka datang dalam 2 gelombang
kedatangan yaitu sekitar tahun 2.500 SM dan 1.500 SM
(Wikipedia, 2009).
Bangsa nenek moyang ini telah memiliki peradaban yang cukup
baik, mereka paham cara bertani yang lebih baik, ilmu pelayaran
bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata
pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil).
Kedatangan imigran dari India pada abad-abad akhir Sebelum
Masehi
memperkenalkan
kepada
mereka
sistem
tata
pemerintahan yang lebih maju (kerajaan).
Kepulauan Nusantara saat ini paling tidak ada 50 populasi etnik
yang mendiaminya, dengan karakteristik budaya dan bahasa
tersendiri. Sebagian besar dari populasi ini dengan cirri fisik
Mongoloid, mempunyai bahasa yang tergolong dalam satu
keluarga atau filum bahasa. Bahasa mereka merupakan bahasabahasa Austronesia yang menunjukkan mereka berasal dari satu
nenek moyang. Sedangkan di Indonesia bagian timur terdapat
satu populasi dengan bahasa-bahasa yang tergolong dalam
berbagai bahasa Papua.
Pusat Arkeologi Nasional telah berhasil meneliti kerangka
berumur 2000-3000 tahun, yaitu penelitian DNA purba dari situs
Plawangan di Jawa Tengah dan Gilimanuk Bali. Penelitian itu
menunjukkan bahwa manusia Indonesia yang hidup di kedua situs
tersebut telah berkerabat secara genetik sejak 2000-3000 tahun
lalu. Pada kenyataannya hingga sekarang populasi manusia Bali
dan Jawa masih memiliki kekerabatan genetik yang erat hingga
sekarang.
Hasil penelitian Alan Wilson tentang asal usul manusia di Amerika
Serikat (1980-an) menunjukkan bahwa manusia modern berasal

dari Afrika sekitar 150.000-200.000 tahun lampau dengan


kesimpulan bahwa hanya ada satu pohon filogenetik DNA
mitokondria, yaitu Afrika. Hasil penelitian ini melemahkan teori
bahwa manusia modern berkembang di beberapa penjuru dunia
secara terpisah (multi origin). Oleh karena itu tidak ada kaitannya
manusia purba yang fosilnya ditemukan diberbagai situs di Jawa
(homo erectus, homo soloensis, mojokertensis) dan di Cina
(Peking Man) dengan perkembangan manusia modern (homo
sapiens) di Asia Timur. Manusia purba ini yang hidup sejuta tahun
yang lalu merupakan missing link dalam evolusi. Saat homo
sapiens mendarat di Kepulauan Nusantara, pulau Sumatra, Jawa
dan Kalimantan masih tergabung dengan daratan Asia sebagai
sub-benua Sundaland. Sedangkan pulau Papua saat itu masih
menjadi satu dengan benua Australia sebagai Sahulland.
Teori kedua yang bertentangan dengan teori imigrasi
Austronesia dari Yunan dan India adalah teori Harry
Truman. Teori ini mengatakan bahwa nenek moyang
bangsa Austronesia berasal dari dataran Sunda-Land yang
tenggelam pada zaman es (era pleistosen). Populasi ini
peradabannya sudah maju, mereka bermigrasi hingga ke
Asia daratan hingga ke Mesopotamia, mempengaruhi
penduduk lokal dan mengembangkan peradaban. Pendapat
ini diperkuat oleh Umar Anggara Jenny, mengatakan bahwa
Austronesia sebagai rumpun bahasa yang merupakan sebuah
fenomena besar dalam sejarah manusia. Rumpun ini memiliki
sebaran yang paling luas, mencakup lebih dari 1.200 bahasa yang
tersebar dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di Timur.
Bahasa tersebut kini dituturkan oleh lebih dari 300 juta orang.
Pendapat Umar Anggara Jenny dan Harry Truman tentang sebaran
dan pengaruh bahasa dan bangsa Austronesia ini juga dibenarkan
oleh Abdul Hadi WM (Samantho, 2009).
Teori awal peradaban manusia berada di dataran Paparan Sunda
(Sunda-Land) juga dikemukan oleh Aryo Santos (2005). Santos
menerapkan analisis filologis (ilmu kebahasaan), antropologis dan
arkeologis. Hasil analisis dari reflief bangunan dan artefak
bersejarah seperti piramida di Mesir, kuil-kuil suci peninggalan

peradaban Maya dan Aztec, peninggalan peradaban Mohenjodaro


dan Harrapa, serta analisis geografis (seperti luas wilayah, iklim,
sumberdaya alam, gunung berapi, dan cara bertani) menunjukkan
bahwa sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia ialah bentuk
yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan
bangunan kuno Aztec di Meksiko. Setelah melakukan
penelitian selama 30 tahun Santos menyimpulkan bahwa
Sunda Land merupakan pusat peradaban yang maju
ribuan tahun silam yang dikenal dengan Benua Atlantis.
Dari kedua teori tentang asal usul manusia yang mendiami
Nusantara ini, benua Sunda-Land merupakan benang merahnya.
Pendekatan analisis filologis, antropologis dan arkeologis dari
kerajaan Nusantara kuno serta analisis hubungan keterkaitan satu
dengan lainnya kemungkinan besar akan menyingkap kegelapan
masa lalu Nusantara. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri
peradaban awal Nusantara yang diduga adalah kerajaan Kandis.
http://www.keajaibandunia.web.id/949/mengenal-sejarah-paparan-sundasundaland.html

Anda mungkin juga menyukai