Anda di halaman 1dari 95

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

FIELDTRIP PETROLOGI

STUDI LITOLOGI PENYUSUN DAERAH AWILA PUNCAK KAB. KONAWE UTARA

PROP. SULAWESI TENGGARA

OLEH :

KELOMPOK VIII

IKA OKTAVANA R1C1 16 016

MARDIN R1C1 16 039

ILYAS R1C1 16 063

HUSNI RAHIM R1C1 16 069

FIQIH HIDAYAT FAMIR R1C1 16 125

INDRA PURNAMA R1C1 16 126

LA ODE MUHAMMAD FARHAN R1C1 16 128

NURUL FAUZIAH R1C1 16 136

KENDARI

2017
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

HALAMAN TUJUAN

FIELDTRIP PETROLOGI

STUDI LITOLOGI PENYUSUN DAERAH AWILA PUNCAK KAB. KONAWE UTARA

PROP. SULAWESI TENGGARA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

melulusi mata kuliah tingkat strata satu ( S1)

Teknik Geologi Universitas halu Oleo

Oleh

Kelompok VIII

KENDARI

2017
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

HALAMAN PENGESAHAN

FIELDTRIP PETROLOGI

STUDI LITOLOGI PENYUSUN DAERAH AWILA PUNCAK KAB. KONAWE UTARA

PROP. SULAWESI TENGGARA

Kendari, 11 Desember 2017

Asisten Ketua Kelompok

Erbit Askar La Ode Muhammad Farhan

Mengetahui

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Muh. Chaerul, ST, S.KM, M.SC


KATA PENGANTAR

Alhamdullilhirobil Alamin Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ,

karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kita dapat

menyelesaikan laporan Fieldtrip Petrologi. Pada kesempatan kali ini kami

mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. MUH. CHAERUL, ST, S.KM,

M.SC., selaku dosen mata kuliah Petrologi , serta asisten yang telah membimbing

kami dalam Fildtrip ini. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada

orang tua kami yang telah memberikan motivasi serta nasehat yamg bermanfaat

dalam proses pembelajaran serta teman-teman Teknik Geologi angaktan 2016

yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan lporan Fieldtrip ini.

Dengan adanya laporan ini , kami harapkan dapat membantu pembaca

untuk mengetahui bagian dan apa saja yang di butuhkan dalam

pengidentifikasian di lapagan serta dapat di jadikan sebagai bahan referensi

untuk penyusunan laporan yang akan menyelesaikan fieldtrip Petrologi.

Kendari , 8 Desember 2017

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Sampul

Halaman Tujuan

Halaman Pengesahan

Kata Pengantar ……………………………….....................……………………………….

Daftar Isi ………………………………………………........……………………………………

Daftar Tabel.........................................................................................

Daftar Foto..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………

1.2 Maksud dan Tujuan …………………………………………………………..

1.3 Waktu, Letak dan Kesampaian Daerah ……………………………….

1.4 Alat dan Bahan ………………………………………………………………..

1.5 Peneliti Terdahulu ………………………………………………………

1.6 Manfaat Penelitian ………………………………………………………..

BAB II GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geomorfologi Regional …………………………………..

2.2 Stratigrafi Regional ………………………………………………………………………


2.3 Struktur Geologi Regional ……………………………………………………………..

2.4 Geologi Lokal Daerah Awila Puncak

A. Geomorfolog Lokal.....................................................................

B. Stratigraf Lokal......................................................................

C. Struktur Geologi Lokal..............................................................

BAB III LANDASAN TEORI

3.1 Pengertian Petrologi ………………………………………………………

3.2 Batuan Beku ………………………………………………………………

3.3 Batuan Poklastik …………………………………………………………

3.4 Batuan Sedimen...................................................................

3.5 Batuan metamorf........................................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian …………………………………………………………………….

4.1.1 Deskripsi Litologi Perstasiun …………………………………………….

4.2 Pembahasan ………………………………………………………………………………

4.2.1 Kondisi Litologi Daerah Penelitan................…………………………………….

BAB V DISKUSI
5.1 Penyebab Terdapatnya Batuan Beku Ultrabasa (Perdotit) Di Permukaan……

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………

6.2 Saran ………………………………………………………………………………….

Daftar Pustaka

DAFTAR TABEL
Tabel 1.4. Alat Dan Bahan Beserta Kegunaan

Tabel 3.2. Klasifikasi batuan piroklastik

Tabel 3.3. Pemerian Ukuran Butir Batuan Sedimen , Wentworth (1992)

Tabel 3.5 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).


DAFTAR FOTO

Gambar 3.1.Reaksi seri Bowen (1928) dari mineral-mineral utama pembentuk

batuan beku.

Gambar 3.4.1 Contoh-Contoh Batuan Sedimen

Gambar 3.4.2 Skema Proses Pelapukan Batuan

Gambar 3.4.3 Contoh Kompaksi dan Sementasi

Gambar 3.4.4 Siklus batuan

Gambar 3.4.5 Perbedaan Konglomerat dan Breksi

Gambar 3.4.6 Hubungan Ukuran Butir Dengan Arus dan Energi

Gambar 3.4.7 Kategori pemilahan batuan sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).

Gambar 3.5.1. Memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme

tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

Gambar 3.5.2. Memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982)

Gambar 3.5.3. Lokasi dan Tipe Metamorfisme

Gambar 3.5.4. Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum

(Gillen, 1982)

Gambar 3.5.5. Sturuktur batuan metamorf (Comton; 1985)

Gambar 3.5.6 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagian lautan

lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi daratan adalah bagian dari kulit

bumi yang dapat diamati langsung dengan dekat, maka banyak hal-hal yang

dapat diketahui secara cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah kenyataan

bahwa daratan tersusun oleh jenis batuan yang berbeda satu sama lain dan

berbeda-beda materi penyusun serta berbeda pula dalam proses terbentuknya.

Petrologi yaitu ilmu yang mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, yang

mencakup cara terjadinya, komposisi batuan, klasifikasi batuan dan sejarah

geologinya. Batuan sebenarnya telah banyak dipergunakan orang dalam

kehidupan sehari-hari hanya saja kebanyakan orang hanya mengetahui cara

mempergunakannya saja, dan sedikit yang mengetahui asal kejadian dan seluk-

beluk mengenai batuan ini. Batuan merupakan bahan pembentuk kerak bumi.

Batuan didefenisikan sebagai kumpulan dari satu atau lebih mineral yang

terbentuk di alam secara alamiah yang merupakan bagian dari kerak bumi.

Batuan adalah materi yang terbentuk secara alamiah, telah terkonsolidasikan,

terdiri dari satu jenis mineral ( monominerallic ) atau lebih dan umumnya terdiri

dari agregat/ kumpulan dari beberapa mineral yang berbeda.


1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum lapangan pertrologi daerah Awila Puncak Kec.

Molawe Kab. Konawe Utara adalah sebagai salah satu syarat untuk lulus mata

kuliah Petrologi.

Tujuan dari praktikum lapangan pertrologi daerah Awila Puncak Kec.

Molawe Kab. Konawe Utara adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui formasi penyusun daerah penelitian.

2. Untuk mengetahu satuan litologi daerah penelitan.

3. Untuk mengetahui struktur daerah penelitian.

1.3. Waktu, Letak dan Kesampaian Daerah

Fieldtrip petrologi kurang lebih tiga hari pada tanggal 27 – 29 Oktober

2017. Bertempat di desa Awila Puncak, Kec. Molawe Kab. Konawe Utara Provinsi

Sulawesi Tenggara. Perjalan ke lapangan di desa Awila Puncak, Kec. Molawe Kab.

Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara d mulai dari pelataran Jurusan Teknik

Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian pada pukul 14.30 WITA

menggunakan tiga unit bus. Untuk sampe pada posisi start di lapangan dan base

camp membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam.


1.4. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada fieldtrip mata kuliah petrologi desa

Awila Puncak, Kec. Molawe Kab. Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

adalah sebagai beikut:

Tabel 1.4. Alat Dan Bahan Beserta Kegunaan

No Alat dan Bahan Kegunaan

1. ATG Untuk alat tulis menulis

2. Palu Geologi Untuk menampling batuan

3. Kompas Geologi Untuk mengukur strike, dip dan slop

4. GPS Untuk menentukan titik koordnat

5. Lup Untuk melihat mineral yang tak kasat mata

6. Peta Dasar Sebaga peta dasar

7. Kantong Sampel Untuk menyimpan sampel batuan

8. HCl Untuk mengetahu batuan yang bersifat

karbonat

9. Kamera Untuk mengambil gambar

10. Karung Untuk menyimpan sampel

11. Roll Meter Untu menguur dimensi suatu singkapan

12. Pita Meter Sebagai pembanding


1.5. Peneliti Terdahulu

1. Rusmana, E., Sukido, Sukarna, D., Haryono, E., Simandjuntak, T.O. 1993.

Keterangan Peta Geologi Lembar Lasusua – Kendari, Sulawesi Tengara,

sala1:250.000. Puslitbang Geologi, Bandung.

2. Sukamto, R. 1975. Structural of Sulawsi in The Light of Place Tectonic. Dept.

Of Mineral & Energi, Jakarta 21.

3. Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Badan Geologi,

KementerianEnegi dan Sumbaer Daya Mineral, Bandung.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya praktikum ini mahasiswa dapat:

1. Menerapkan materi yang didapatkan dalam ruangan dapat diaplikasikan

di lapangan.

2. Dapat meambah wawasan dan pemahaman terkait dengan mata kuliah

Petrologi.

3. Dapat mengetahui kondisi geologi pada daerah penelitian.


BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geomorfologi Regional

1. Satuan Pegunungan

Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan

lengan tenggarasulawesi, satuan morfologi ini mempunyai topografi yang kasar

dengan kemiringan lerengtinggi. Rangkaian pegunungan dalam satuan ini

mempunyai pola yang hampir sejajar berarahbarat laut – tenggara.Arah ini

sejajar dengan pola struktur sesar regional di kawasan ini. Polaini

mengindikasikan bahwa pembentukan morfologi pegunungan itu erat

hubungannyadengan sesar regional.Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh

batuan malihan dan setempat oleh batuanofiolit.Ada perbedaan yang khas di

antara kedua penyusun batuan itu. Pegunungan yangdisusun oleh batuan ofiolit

mempunyai punggung gunung yang panjang dan lurus denganlereng relatif

lebih rata, serta kemiringan yang tajam. Sementara itu, pegunungan yang

dibentuk oleh batuan malihan, punggung gunungnya terputus pendek-pendek

dengan lereng yang tidak rata walaupun bersudut tajam.

2. Satuan Perbukitan Tinggi

Satuan morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan

Tenggara,terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang

mencapai ketinggian 500m dpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun

morfologi ini berupa batuan sedimanklastika Mesozoikum dan Tersier.


3. Satuan Perbukitan Rendah

Satuan morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan

ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan

rendah dengan morfologi yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini

terutama batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier.

4. Satuan Dataran

Satuan morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan

Lengan Tenggara Sulawesi. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran

Sampara berbatasan langsung dengan satuan morfologi pegunungan.

Penyebaran satuan dataran rendah ini tampak sangat dipengaruhi oleh sesar

geser mengiri (Sesar Kolaka dan Sistem Sesar Konaweha). Kedua sistem ini

diduga masih aktif, yang ditunjukkan oleh adanya torehan pada endapan

aluvial dalam kedua dataran tersebut (Surono dkk, 1997). Sehingga sangat

mungkin kedua dataran itu terus mengalami penurunan. Akibat dari

penurunan ini tentu berdampak buruk pada dataran tersebut, di antaranya

pemukiman dan pertanian di kedua dataran itu akan mengalami banjir yang

semakin parah setiap tahunnya.

2.2 Stratgrafi Regional

1. Batuan Ofiolit (Ku)


Terdiri atas peridotit, dunit dan serpentinit. Serpentinit berwarna kelabu

tua sampai kehitaman; padu dan pejal. Batuannya bertekstur afanitik dengan

susunan mineral antigorit, lempung dan magnetit.Umumnya memperlihatkan

struktur kekar dan cermin sesar yang berukuran megaskopis. Dunit,

kehitaman; padu dan pejal, bertekstur afanitik. Mineral penyusunnya ialah

olivin, piroksin, plagioklas, sedikit serpentin dan magnetit; berbutir halus sampai

sedang.Mineral utama olivin berjumlah sekitar 90%. Tampak adanya

penyimpangan dan pelengkungan kembaran yang dijumpai pada piroksin,

mencirikan adanya gejala deformasi yang dialami oleh batuan ini. Di beberapa

tempat dunit terserpentinkan kuat yang ditunjukkan oleh struktur sisa seperti

rijang dan barik-barik mineral olivin dan piroksin, serpentin dan talkum sebagai

mineral pengganti. Peridotit terdiri atas jenis harzburgit dan lherzolit.

Harzburgit, hijau sampai kehitaman, holokristalin, padu dan pejal. Mineralnya

halus sampai kasar, terdiri atas olivin (60%) dan piroksin (40%). Di beberapa

tempat menunjukkan struktur perdaunan. Hasil penghabluran ulang pada mineral

piroksin dan olivin mencirikan batas masing-masing kristal bergerigi. Lherzolith,

hijau kehitaman; holokristalin, padu dan pejal.Mineral penyusunnya ialah olivin

(45%), piroksin (25%), dan sisanya epidot, yakut, klorit, dan bijih dengan

mineral berukuran halus sampai kasar. Satuan batuan ini diperkirakan berumur

Kapur.

2. Formasi Meluhu (TRJm)


Terdiri atas batupasir, kuarsit, serpih hitam, serpih merah, filit,

batusabak, batugamping dan batulanau. Batupasir telah termetamorfkan

lemah, batugamping mengandung fosil Halobia sp. dan Daonella sp. Umur dari

formasi ini adalah Trias Tengah sampai Jura. Formasi ini menindih tak selaras

batuan malihan paleozoikum dan menjemari dengan formasi Tokala.

3. Formasi Tokala (TRJt)

Terdiri atas kalsilutit, batugamping, batupasir, serpih dan napal. Kalsilutit

berwarnakelabu muda, kelabu sampai merah jambu, berbutir halus, sangat

padu, serta memilikiperlapisan yang baik, dengan kekar yang diisi urat

kalsit putih kotor. Umumnya telahmengalami pelipatan kuat; tidak jarang

ditemukan sinklin dan antiklin, serta lapisan yanghampir tegak (melebihi 80

derajat). Setempat terdaunkan. Batugamping, mengandung fosilHalobia,

Amonit dan Belemnit. Batupasir berukuran halus sampai kasar, berwarna

kelabukehijauan sampai merah kecoklatan terakat lempung dan oksida besi

lunak, setempat padat,mengandung sedikit kuarsa, berlapis baik. Serpih dan

napal berwarna kelabu sampai kekbutua, memiliki perlapisan baik, tebal lapisan

antara 10 - 20 cm. Lempung pasiran, berwarnakelabu sampai kecoklatan,

perlapisan baik, tebal lapisan antara 1 - 10 cm berselingan denganbatuan yang

disebutkan terdahulu. Formasi ini diperkirakan berumur Trias - Jura Awal

dengan lingkungan pengendapan pada laut dangkal (neritik). Tebal formasi ini

diperkirakan Lebih dari 1000 meter.

2.3 Struktur Geologi Regional


Lengan tenggara Sulawesi, struktur utama yang terbentuk setelah

tumbukan adalahsesar geser mengiri, termasuk sesar matarombeo, sistem sesar

Lawanopo (yang berasosiasidengan batuan campur-aduk toreo), sistem sesar

Konaweha, sesar kolaka, dan banyak sesarlainnya serta liniasi. Sesar dan liniasi

menunjukkan sepasang arah utama tenggara-barat laut (3320), dan timur laut

barat daya (420). Arah tenggara barat laut merupakan arah umum dari sesar

geser mengiri dilengan tenggara sulawesi.

Sistem sesar Lawanopo termasuk sesar-sesar berarah utama barat laut-

tenggara yang memanjang sekitar 260 Km dari Utara Malili sampai tanjung

Toronipa. Ujung barat laut sesar ini menyambung dengan sesar Matano,

sementara ujung tenggaranya bersambung dengan sesar Hamilton, Yang

memotong sesar naik Tolo. Sistem sesar ini diberi nama sesar Lawanopo

oleh Hamilton (1979) bedasarkan dataran Lawanopo yang ditorehn

Kenampakan fisiografi sistem sesar Lawanopo tergambar jelas lebih dari pada 50

Km pada citra pengindraan jauh, termasuk citra langsat dan IFSAR. Citra

tersebut menggambarkan adanya lembar linear panjang, scap, offset, dan

pembelokan aliran sungai. Aliran sungai yang tergeser mengiri dapat

diidentifikasi dibeberapa tempat antara Tinobu, dan soropia, utara kendari;

contohnya pergeseran mengiri 2 Km sungai Andonohu (selatan Tinobu). Jarak

pergeseran, yang membesar semakin besar dengan sesar yang bersangkutan,

merupakan tanda sesar geser (silvester, 1988). Pergeseran Mengiri

sepanjang Formasi Meluhu yang berada ditengah lengan tenggara Sulawesi.

2.4 Geologi Lokal Daerah Awila Puncak


a. Geomorfologi Lokal

Geomorfologi yang dapat dijumpai langsung pada lokasi atau sektar

daerah penelitian yaitu pegunungan, perbukitan tinggi dan perbukitan rendah.

Didaerah ini juga dapat dilihat morfologi hasl perubahan denudasional dan

struktural. Pada morfologi sunga dengan tipe genetik subsekuen maupun

konsekuen. Dan pola alirannya yakni paralel dan dendritk.

b. Stratigrafi Lokal

Stratigrafi yang dapat dijumpai langsung dilapangan pada daerah Awila

Puncak yaitu daerah ini terdapat tiga formasi yaitu Meluhu, Tokala dan Kompleks

Ofiolit. Satuan batuan Meluhun yang dapat dijumpai yaitu BatuGamping,

BatuPasir, Serpih, dan Lempung.Sedangkan formasi Tokala dijumpai Kalsilutit

muncul sebagai zona hancuran. Untuk kompleks Ofiolit dijumpai batuan Peridotit

pada puncak bukit Awila Puncak.

c. Struktur Geologi Lokal

Struktur Geologi daerah Awila Puncak sangat intensif. Struktur geologi

daerah ini sangat mempengaruhi bentuk permukaan daerah ini. Struktur yang

dapat dijumpai dilapangan yaitu kekar, breksi sesar. Adanya struktur tersebut

menandakan bahwa daerah tersebut memilik struktur geologi yang bekerja

sangat aktif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.6. Latar Belakang

Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagian lautan

lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi daratan adalah bagian dari kulit

bumi yang dapat diamati langsung dengan dekat, maka banyak hal-hal yang

dapat diketahui secara cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah kenyataan

bahwa daratan tersusun oleh jenis batuan yang berbeda satu sama lain dan

berbeda-beda materi penyusun serta berbeda pula dalam proses terbentuknya.

Petrologi yaitu ilmu yang mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, yang

mencakup cara terjadinya, komposisi batuan, klasifikasi batuan dan sejarah

geologinya. Batuan sebenarnya telah banyak dipergunakan orang dalam

kehidupan sehari-hari hanya saja kebanyakan orang hanya mengetahui cara

mempergunakannya saja, dan sedikit yang mengetahui asal kejadian dan seluk-

beluk mengenai batuan ini. Batuan merupakan bahan pembentuk kerak bumi.

Batuan didefenisikan sebagai kumpulan dari satu atau lebih mineral yang

terbentuk di alam secara alamiah yang merupakan bagian dari kerak bumi.

Batuan adalah materi yang terbentuk secara alamiah, telah terkonsolidasikan,

terdiri dari satu jenis mineral ( monominerallic ) atau lebih dan umumnya terdiri

dari agregat/ kumpulan dari beberapa mineral yang berbeda.


1.7. Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum lapangan pertrologi daerah Awila Puncak Kec.

Molawe Kab. Konawe Utara adalah sebagai salah satu syarat untuk lulus mata

kuliah Petrologi.

Tujuan dari praktikum lapangan pertrologi daerah Awila Puncak Kec.

Molawe Kab. Konawe Utara adalah sebagai berikut:

4. Untuk mengetahui formasi penyusun daerah penelitian.

5. Untuk mengetahu satuan litologi daerah penelitan.

6. Untuk mengetahui struktur daerah penelitian.

1.8. Waktu, Letak dan Kesampaian Daerah

Fieldtrip petrologi kurang lebih tiga hari pada tanggal 27 – 29 Oktober

2017. Bertempat di desa Awila Puncak, Kec. Molawe Kab. Konawe Utara Provinsi

Sulawesi Tenggara. Perjalan ke lapangan di desa Awila Puncak, Kec. Molawe Kab.

Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara d mulai dari pelataran Jurusan Teknik

Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian pada pukul 14.30 WITA

menggunakan tiga unit bus. Untuk sampe pada posisi start di lapangan dan base

camp membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam.


1.9. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada fieldtrip mata kuliah petrologi desa

Awila Puncak, Kec. Molawe Kab. Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

adalah sebagai beikut:

Tabel 1.4. Alat Dan Bahan Beserta Kegunaan

No Alat dan Bahan Kegunaan

1. ATG Untuk alat tulis menulis

2. Palu Geologi Untuk menampling batuan

3. Kompas Geologi Untuk mengukur strike, dip dan slop

4. GPS Untuk menentukan titik koordnat

5. Lup Untuk melihat mineral yang tak kasat mata

6. Peta Dasar Sebaga peta dasar

7. Kantong Sampel Untuk menyimpan sampel batuan

8. HCl Untuk mengetahu batuan yang bersifat

karbonat

9. Kamera Untuk mengambil gambar

10. Karung Untuk menyimpan sampel

11. Roll Meter Untu menguur dimensi suatu singkapan

12. Pita Meter Sebagai pembanding


1.10. Peneliti Terdahulu

4. Rusmana, E., Sukido, Sukarna, D., Haryono, E., Simandjuntak, T.O. 1993.

Keterangan Peta Geologi Lembar Lasusua – Kendari, Sulawesi Tengara,

sala1:250.000. Puslitbang Geologi, Bandung.

5. Sukamto, R. 1975. Structural of Sulawsi in The Light of Place Tectonic. Dept.

Of Mineral & Energi, Jakarta 21.

6. Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Badan Geologi,

KementerianEnegi dan Sumbaer Daya Mineral, Bandung.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya praktikum ini mahasiswa dapat:

4. Menerapkan materi yang didapatkan dalam ruangan dapat diaplikasikan

di lapangan.

5. Dapat meambah wawasan dan pemahaman terkait dengan mata kuliah

Petrologi.

6. Dapat mengetahui kondisi geologi pada daerah penelitian.


BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.5 Geomorfologi Regional

5. Satuan Pegunungan

Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan

lengan tenggarasulawesi, satuan morfologi ini mempunyai topografi yang kasar

dengan kemiringan lerengtinggi. Rangkaian pegunungan dalam satuan ini

mempunyai pola yang hampir sejajar berarahbarat laut – tenggara.Arah ini

sejajar dengan pola struktur sesar regional di kawasan ini. Polaini

mengindikasikan bahwa pembentukan morfologi pegunungan itu erat

hubungannyadengan sesar regional.Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh

batuan malihan dan setempat oleh batuanofiolit.Ada perbedaan yang khas di

antara kedua penyusun batuan itu. Pegunungan yangdisusun oleh batuan ofiolit

mempunyai punggung gunung yang panjang dan lurus denganlereng relatif

lebih rata, serta kemiringan yang tajam. Sementara itu, pegunungan yang

dibentuk oleh batuan malihan, punggung gunungnya terputus pendek-pendek

dengan lereng yang tidak rata walaupun bersudut tajam.

6. Satuan Perbukitan Tinggi

Satuan morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan

Tenggara,terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang

mencapai ketinggian 500m dpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun

morfologi ini berupa batuan sedimanklastika Mesozoikum dan Tersier.


7. Satuan Perbukitan Rendah

Satuan morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan

ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan

rendah dengan morfologi yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini

terutama batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier.

8. Satuan Dataran

Satuan morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan

Lengan Tenggara Sulawesi. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran

Sampara berbatasan langsung dengan satuan morfologi pegunungan.

Penyebaran satuan dataran rendah ini tampak sangat dipengaruhi oleh sesar

geser mengiri (Sesar Kolaka dan Sistem Sesar Konaweha). Kedua sistem ini

diduga masih aktif, yang ditunjukkan oleh adanya torehan pada endapan

aluvial dalam kedua dataran tersebut (Surono dkk, 1997). Sehingga sangat

mungkin kedua dataran itu terus mengalami penurunan. Akibat dari

penurunan ini tentu berdampak buruk pada dataran tersebut, di antaranya

pemukiman dan pertanian di kedua dataran itu akan mengalami banjir yang

semakin parah setiap tahunnya.

2.6 Stratgrafi Regional

4. Batuan Ofiolit (Ku)


Terdiri atas peridotit, dunit dan serpentinit. Serpentinit berwarna kelabu

tua sampai kehitaman; padu dan pejal. Batuannya bertekstur afanitik dengan

susunan mineral antigorit, lempung dan magnetit.Umumnya memperlihatkan

struktur kekar dan cermin sesar yang berukuran megaskopis. Dunit,

kehitaman; padu dan pejal, bertekstur afanitik. Mineral penyusunnya ialah

olivin, piroksin, plagioklas, sedikit serpentin dan magnetit; berbutir halus sampai

sedang.Mineral utama olivin berjumlah sekitar 90%. Tampak adanya

penyimpangan dan pelengkungan kembaran yang dijumpai pada piroksin,

mencirikan adanya gejala deformasi yang dialami oleh batuan ini. Di beberapa

tempat dunit terserpentinkan kuat yang ditunjukkan oleh struktur sisa seperti

rijang dan barik-barik mineral olivin dan piroksin, serpentin dan talkum sebagai

mineral pengganti. Peridotit terdiri atas jenis harzburgit dan lherzolit.

Harzburgit, hijau sampai kehitaman, holokristalin, padu dan pejal. Mineralnya

halus sampai kasar, terdiri atas olivin (60%) dan piroksin (40%). Di beberapa

tempat menunjukkan struktur perdaunan. Hasil penghabluran ulang pada mineral

piroksin dan olivin mencirikan batas masing-masing kristal bergerigi. Lherzolith,

hijau kehitaman; holokristalin, padu dan pejal.Mineral penyusunnya ialah olivin

(45%), piroksin (25%), dan sisanya epidot, yakut, klorit, dan bijih dengan

mineral berukuran halus sampai kasar. Satuan batuan ini diperkirakan berumur

Kapur.

5. Formasi Meluhu (TRJm)


Terdiri atas batupasir, kuarsit, serpih hitam, serpih merah, filit,

batusabak, batugamping dan batulanau. Batupasir telah termetamorfkan

lemah, batugamping mengandung fosil Halobia sp. dan Daonella sp. Umur dari

formasi ini adalah Trias Tengah sampai Jura. Formasi ini menindih tak selaras

batuan malihan paleozoikum dan menjemari dengan formasi Tokala.

6. Formasi Tokala (TRJt)

Terdiri atas kalsilutit, batugamping, batupasir, serpih dan napal. Kalsilutit

berwarnakelabu muda, kelabu sampai merah jambu, berbutir halus, sangat

padu, serta memilikiperlapisan yang baik, dengan kekar yang diisi urat

kalsit putih kotor. Umumnya telahmengalami pelipatan kuat; tidak jarang

ditemukan sinklin dan antiklin, serta lapisan yanghampir tegak (melebihi 80

derajat). Setempat terdaunkan. Batugamping, mengandung fosilHalobia,

Amonit dan Belemnit. Batupasir berukuran halus sampai kasar, berwarna

kelabukehijauan sampai merah kecoklatan terakat lempung dan oksida besi

lunak, setempat padat,mengandung sedikit kuarsa, berlapis baik. Serpih dan

napal berwarna kelabu sampai kekbutua, memiliki perlapisan baik, tebal lapisan

antara 10 - 20 cm. Lempung pasiran, berwarnakelabu sampai kecoklatan,

perlapisan baik, tebal lapisan antara 1 - 10 cm berselingan denganbatuan yang

disebutkan terdahulu. Formasi ini diperkirakan berumur Trias - Jura Awal

dengan lingkungan pengendapan pada laut dangkal (neritik). Tebal formasi ini

diperkirakan Lebih dari 1000 meter.

2.7 Struktur Geologi Regional


Lengan tenggara Sulawesi, struktur utama yang terbentuk setelah

tumbukan adalahsesar geser mengiri, termasuk sesar matarombeo, sistem sesar

Lawanopo (yang berasosiasidengan batuan campur-aduk toreo), sistem sesar

Konaweha, sesar kolaka, dan banyak sesarlainnya serta liniasi. Sesar dan liniasi

menunjukkan sepasang arah utama tenggara-barat laut (3320), dan timur laut

barat daya (420). Arah tenggara barat laut merupakan arah umum dari sesar

geser mengiri dilengan tenggara sulawesi.

Sistem sesar Lawanopo termasuk sesar-sesar berarah utama barat laut-

tenggara yang memanjang sekitar 260 Km dari Utara Malili sampai tanjung

Toronipa. Ujung barat laut sesar ini menyambung dengan sesar Matano,

sementara ujung tenggaranya bersambung dengan sesar Hamilton, Yang

memotong sesar naik Tolo. Sistem sesar ini diberi nama sesar Lawanopo

oleh Hamilton (1979) bedasarkan dataran Lawanopo yang ditorehn

Kenampakan fisiografi sistem sesar Lawanopo tergambar jelas lebih dari pada 50

Km pada citra pengindraan jauh, termasuk citra langsat dan IFSAR. Citra

tersebut menggambarkan adanya lembar linear panjang, scap, offset, dan

pembelokan aliran sungai. Aliran sungai yang tergeser mengiri dapat

diidentifikasi dibeberapa tempat antara Tinobu, dan soropia, utara kendari;

contohnya pergeseran mengiri 2 Km sungai Andonohu (selatan Tinobu). Jarak

pergeseran, yang membesar semakin besar dengan sesar yang bersangkutan,

merupakan tanda sesar geser (silvester, 1988). Pergeseran Mengiri

sepanjang Formasi Meluhu yang berada ditengah lengan tenggara Sulawesi.

2.8 Geologi Lokal Daerah Awila Puncak


d. Geomorfologi Lokal

Geomorfologi yang dapat dijumpai langsung pada lokasi atau sektar

daerah penelitian yaitu pegunungan, perbukitan tinggi dan perbukitan rendah.

Didaerah ini juga dapat dilihat morfologi hasl perubahan denudasional dan

struktural. Pada morfologi sunga dengan tipe genetik subsekuen maupun

konsekuen. Dan pola alirannya yakni paralel dan dendritk.

e. Stratigrafi Lokal

Stratigrafi yang dapat dijumpai langsung dilapangan pada daerah Awila

Puncak yaitu daerah ini terdapat tiga formasi yaitu Meluhu, Tokala dan Kompleks

Ofiolit. Satuan batuan Meluhun yang dapat dijumpai yaitu BatuGamping,

BatuPasir, Serpih, dan Lempung.Sedangkan formasi Tokala dijumpai Kalsilutit

muncul sebagai zona hancuran. Untuk kompleks Ofiolit dijumpai batuan Peridotit

pada puncak bukit Awila Puncak.

f. Struktur Geologi Lokal

Struktur Geologi daerah Awila Puncak sangat intensif. Struktur geologi

daerah ini sangat mempengaruhi bentuk permukaan daerah ini. Struktur yang

dapat dijumpai dilapangan yaitu kekar, breksi sesar. Adanya struktur tersebut

menandakan bahwa daerah tersebut memilik struktur geologi yang bekerja

sangat aktif.

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Pengertian Petrologi

Secara etimologis kata “petrologi” berasal dari bahasa yunani yang terdiri

dari dua kata yaitu”petra/petro” yang berarti batuan dan “logos” yang berarti

ilmu. Jadi petrologi merupakan ilmu yang mempelajari dan membahas tentang

batuan. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diketahui bahwa objek kajian

dalam petrologi yakni batuan penyusun kerak bumi. Pembahasan mengenai

batuan merupakan suatu hal yang amat kompleks yang meliputi genesa atau

proses pembentukannya, klasifikasi atau pembagiannnya serta hubungannya

dengan proses-proses geologi.

Batuan adalah benda padat bentukan yang merupakan agregasi atau

kumpulan dari mineral baik sejenis maupun tak sejenis dalam perbandingan

tertentu. Sedangkan minereal adalah bahan padat homogeny bentukan alam

yang terdiri atas material organic atau anorganik yang mempunyai fisik dan kimia

tertentu.

Dalam mempelajari dan mendeterminasi batuan perlulah diperhatikan

hal-hal yang sangat spesifik utamanya berkaitan dengan sifat fisik dan kimia

batuan yang meliputi jenis batuan, warna, tekstur, komposisi mineral, struktur

batuan dan penamaan batuan berdasarkan klasifikasi tertentu.

Pemanfaatan ilmu petrologi sangatlah luas utamanya bagi aplikasi ilmu

geologi lain yang erat kaitannya dengan rekayasa teknik, geologi lingkungan,
eksplorasi minyak dan gas bumi, eksplorasi ore dan mineral, pertambangan,

geothermal dan lain-lain.

3.2 Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah

jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif

(plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).

Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah

ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh

salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan,

atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil

dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.

Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun

(1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang

pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.5000C dan

bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah.

Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air,

CO2, chlorine, fluorine, iron, s

ulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan

non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai

dalam batuan beku.


Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke

permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut

dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-

mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan

Bowen’s Reaction Series.

Gambar 3.1.Reaksi seri Bowen (1928) dari mineral-mineral utama pembentuk

batuan beku.

Mineral pembentuk batuan beku hampir selalu mengandung unsur Silisium

(Si) sehingga sering disebut bahan silikat alam. Mineral tersebut ada yang tidak

berbentuk (amorf) dan ada yang berbentuk kristal. Berdasarkan warna dan

komposisi kimia maka mineral/ kristal pembentuk batuan beku secara garis besar

dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Kelompok mineral gelap atau mafic minerals, mengandung banyak

unsur magnesium (Mg) dan besi (Fe).


2. Kelompok mineral terang atau felsic minerals, banyak mengandung

unsur aluminium (Al), kalsium (Ca), natrium (sodium; Na), kalium

(potassium; K) dan silisium (Si).

DESKRIPSI BATUAN

 Jenis Batuan Beku

Jenis batuan didasarkan pada pembagian batuan beku secara genetic,

yaitu terdiri dari batuan beku dalam dan batuan beku luar. Batuan beku dalam

adalah batuan beku yang terbentuk di dalam atau di bawah bumi,

pendinginannya sangat lambat (dapat mencapai jutaan tahun) dan

memungkinkan tumbuhnya Kristal-kristal yang besar dan bentuknya sempurna,

tubuh batuan beku dalam mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam,

tergantung pada kondisi magma dan batuan disekitarnya. Magma dapat

menyusup pada batuan di sekitarnya atau menerobos melalui rekahan-rekahan

pada batuan di sekelilingnya, sering disebut juga dengan batuan beku intrusi

Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi

akibat keluarnya magma melalui rekahan atau lubang kepundan gunung api

sebagai erupsi, batuan beku ini sering disebut batuan beku ekstrusi.

 Warna Batuan

Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih cerah.

Warna ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusun batuan beku itu

sendiri. Apabila terjadi percampuran mineral berwarna gelap dengan mineral


berwarna terang maka warna batuan beku dapat hitam berbintik-bintik putih,

abu-abu berbercak putih, atau putih berbercak hitam, tergantung warna mineral

mana yang dominan dan mana yang kurang dominan. Pada batuan beku tertentu

yang banyak mengandung mineral berwarna merah daging maka warnanya

menjadi putih-merah daging.

a) Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang

tersusun atas mineral-mineral felsik,misalnya kuarsa, potash feldsfar dan

muskovit.

b) Batuan beku yang berwarna gelap sampai hitam umumnya batuan beku

intermediet dimana jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak.

c) Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku

basa dengan mineral penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik.

d) Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monomineralik,

disebut dengan batuan beku ultra basa dengan komposisi hampir seluruhnya

mafik.

 Struktur Batuan

Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi

kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku

sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya:


a. Massif atau pejal, umumnya terjadi pada batuan beku dalam. Pada batuan

beku luar yang cukup tebal, bagian tengahnya juga dapat berstruktur

massif. Massif yaitu bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang

gas dan apabila pada batuan tidak menunjukan fragmen batuan lain yang

tertanam ditubuhnya.

b. Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik

bawah laut, membentuk struktur seperti bng bantal dimana ukuran bantal

dari bentuk ini berdiameter 30-60 cm dan jaraknya saling berdekatan.

c. Vesikuler, yaitu struktur lubang bekas keluarnya gas pada saat pendinginan.

Struktur ini sangat khas terbentuk pada batuan beku luar. Namun pada

batuan beku intrusi dekat permukaan struktur vesikuler ini kadang-kadang

juga dijumpai. Bentuk lubang sangat beragam, ada yang berupa lingkaran

atau membulat, elip, dan meruncing atau menyudut, demikian pula ukuran

lubang tersebut.

Vesikuler terdiri dari:

1. Struktur skoria (scoriaceous structure) adalah struktur vesikuler berbentuk

membulat atau elip, rapat sekali sehingga berbentuk seperti rumah lebah.

2. Struktur batuapung (pumiceous structure) adalah struktur vesikuler

dimana di dalam lubang terdapat serat-serat kaca.

3. Struktur amigdaloid (amygdaloidal structure) adalah struktur vesikuler

yang telah terisi oleh mineral-mineral asing atau sekunder.

4. Struktur aliran (flow structure), adalah struktur dimana kristal berbentuk

prismatik panjang memperlihatkan penjajaran dan aliran.


d. Jointing, bila batuan tampak seperti mempunyai retakan-retakan.

Kenapakan ini akan mudah diamati pada singkapan di lapangan.

e. Xenolith, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang

masuk atau tertahan kedalam batuan beku. Struktur ini terbentuk akibat

adanya peleberan tidak sempurna dari suatu batuan samping didalam

magma yang menerobos.

f. Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen-fragmen

dari lava itu sendiri.

Struktur batuan beku tersebut di atas dapat diamati dari contoh setangan

(hand specimen) di laboratorium. Sedangkan struktur batuan beku dalam lingkup

lebih besar, yang dapat menunjukkan hubungan dengan batuan di sekitarnya,

seperti dike (retas), sill, volcanic neck, kubah lava, aliran lava dan lain-lain hanya

dapat diamati di lapangan.

 Tekstur Batuan

Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum dan sesudah

kristalisasi. Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal utama,

yaitu Kristalisasi, Granularitas dan Bentuk Kristal.

 Tingkat Atau Derajat Kristalisasi

Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada

waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan

untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak
berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan

magma. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:

1. Holokristalin

Holokristalin adalah batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal.

Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu

mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.

2. Hipokristalin

Hipokristalin adalah apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan

sebagian lagi terdiri dari massa kristal.

3. Holohyalin

Holohyalin adalah batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas.

Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill,

atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.

 Granularitas

Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan

beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:

1. Fanerik atau fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat

dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata telanjang.

Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:

a. Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.

b. Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.


c. Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.

d. Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30

mm.

2. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak bisa dibedakan dengan

mata telanjang sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan

tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam

analisis mikroskopis dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Mikrokristalin, Jika mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan

bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.

b. Kriptokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk

diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar

antara 0,01–0,002 mm.

c. Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.

 Kemas

Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan mineral didalam suatu

batuan beku.

 Bentuk butir

Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk butir, yaitu:

a. Euhedral, jika batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.

b. Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
c. Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.

 Hubungan antar butir

Disebut juga relasi diartikan sebagai hubungan antara kristal atau mineral

yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. hubungan antar kritak dapat

dibagi menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut :

a. Equigranular, yaitu jika secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk

batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya,

maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Panidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya

terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.

2. Hipidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya

terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.

3. Allotriomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya

terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.

b. Inequigranular, yaitu jika ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk

batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang

lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau

gelas.

c. Gelas (glassy), yaitu apa bila batuan semanya tersusun oleh gelas.

 Komposisi Mineral
Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi

4 yaitu:

 Kelompok Granit – Riolit

Berasal dari magma yang bersifat asam,terutama tersusun oleh mineral-

mineral kuarsa ortoklas, plaglioklas Na, kadang terdapat

hornblende,biotit,muskovit dalam jumlah yang kecil.

 Kelompok Diorit – Andesit

Berasal dari magma yang bersifat intermediet,terutama tersusun atas

mineral-mineral plaglioklas, Hornblende, piroksen dan kuarsa biotit,orthoklas

dalam jumlah kecil

 Kelompok Gabro – Basalt

Tersusun dari magma yang bersifat basa dan terdiri dari mineral-mineral

olivine,plaglioklas Ca, piroksen dan hornblende.

 Kelompok Ultra Basa

Tersusun oleh olivin dan piroksen.mineral lain yang mungkin adalah

plagliokals Ca dalam jumlah kecil.

3.3 Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik adalah suatu batuan yang berasal dari letusan

gunungapi, sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan

atau pecahan magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan. Itulah

sebabnya dinamakan sebagai piroklastik, yang berasal dari kata pyro berarti api
(magma yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara, berpendar

atau berapi), dan clast artinya fragmen, pecahan atau klastika.

 Genesa

Secara genetik batuan beku fragmental dapat dibagi menjadi empat tipe

utama, yaitu:

a. Endapan Jatuhan Piroklastik (Piroclastic Fall Deposits)

Endapan piroklastik ini dihasilkan dari erupsi eksploasif yang melemparkan

material – material vulkanik ke atmosfir dan jatuh di sekitar erupsi.Bahan

piroklastik setelah dilempar dari pusat vulkanik langsung jatuh ke darat melalui

medium udara.

Ciri yang nampak dari endapan ini adalah berlapis baik, dan pada lapisannya

akan memperlihatan struktur butiran bersusun, dengan beberapa struktur

yang pada strata sedimen, antara lain kenempakan gradasi normal pada pumis

maupun lithikfragments. Contoh endapan ini adalah : Agglomerate, breksi,

piroklastik, tuff dan lapili.

Jika bahan – bahan piroklastik setelah dilempar dari pusat erupsi yang berada

di darat maupun di bawah permukaan laut kemudian diendapakan pada

kondisi air yang tenang dan tidak mengalami reworking serta tidak tercampur

dengan bahan yang bukan piroklastik, maka jenis ini tidak didapatkan struktur

– struktur sedimen internal dan komposisi seluruhnya dalam bahan piroklastik.


Bila dilihat paleoenvirontment, maka jenis ini termasuk batuan sedimen

dengan provenance piroklastik.

b. Endapan Aliran Piroklastik (Proclastic Flow Deposits)

Material hasil langsung dari pusat erupsi, kemudian teronggokan disuatu

tempat. Endapan ini dihasilkan dari hasil gerakan material piroklastik kearah

lateral berupa aliran gas atau material setengah padat berkonsentrasi tinggi

diatas permukaan tanah. Proses pengendapan sepenuhnya dikontrol oleh

topografi. Lembah dan depresi disekitar pusat erupsi akan terisi oleh endapan

tersebut. Ciri yang dijumpai antara lain sortasi yang jelek dan jika ada

perlapisan maka pada lithic fragments di jumpai gradasi normal sedangkan

pada pumis dijumpai gradasi yang berlawanan (reverse granding). Hal ini

disebabkan densitas yang lebih rendah daripada mediannya (aliran gas atau

padatan). Endapan ini meliputi :glowing avalanche, lava collapse, hot ash

avalanche. Aliran ini umumnya berlangsung pada suhu tinggi antara 500 o –

600o C.

c. Piroclastic Surge Deposits

Piroclastic Surge Depositsadalah awan campuran dari bahan padat

dan gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah dan bergerak

dengan kecepatan tinggi secara turbulen diatas permukaan. Endapan ini

cenderung menyebar dan menyelimuti area disekitar pusat erupsi namun

umumnya lebih terkonsentrasi di lembah – lembah dan daerah depresi.


Struktur yang mencirikan endapan ini antara lain : perlapisan silang siur,

dune, antiidune, laminasi planar, baji dan bergelombang.

d. Lahar

Pada suhu di atas 100o C material piroklastik cenderung tertransport

oleh media berfase gas.Jika media pembawa berupa air bersuhu rendah

maka terbentuk semacam aliran lumpur yang disebut lahar. Istilah lahar

ini berasal dari bahasa Indonesia yang kini digunakan secara internasional.

Sebagaimana halnya piroklastik, aliran lahar ini lebih terkonsentrasi

dilembah, alur dan tempat lain yang bertopografi rendah. Panjang aliran

lhar dapat mencapai 10 – 20 km, bahkan dibeberapa tempat diketahui

alirannya mencapai lebih dari 300 km dari sumbernya. Ciri – ciri umum

endapan lahar : tidak ada pemalihan, graded dan reversebedding, tidak

ada perlapisan, sering di jumpai adanya fragmen kayu, lebih padat atau

kompak dari endapan piroklastik aliran.

Cara terjadinya lahar :

1) terbentuk langsung dari erupsi melalui danau kepundan atau disebut lahar

panas

2) berasal dai endapan piroklaaastik aliran panas yang kemudian bercampur

dengan salju atau air menuju lereng gunung api.

 Struktur Batuan Piroklastik


Struktur batuan piroklastik pada priipnya same dengan struktur batuan

sedimen klastik, juga dapat dibagi pula seperti struktur pada batuan beku,

contoh: vesikuler, scoria, dan amigdaloidal.

 Litologi

Aspek litologi dapat dipakai untuk batuan piroklastik. Dasar klasifikasi yang

sering dipakai antara lain:

a. Ukuran Butir

Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan) dan

setelah menjadi batuan piroklastik, penamaannya seperti pada tabel berikut

ini:

Tabel 3.2. Klasifikasi batuan piroklastik

Ukuran butir Nama butiran (klastika) Nama batuan

> 64 mm Bom gunungapi Aglomerat

Blok/bongkah gunungapi Breksi piroklastik

2 – 64 mm Lapili Batulapili
1 – 2 mm Abu gunungapi kasar (pasir Tuf kasar

kasar)

< 1 mm Abu gunungapi halus Tuf halus

Bom gunung api adalah klastika batuan gunungapi yang mempunyai

struktur-struktur pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan

membeku secara cepat di udara atau air dan di permukaan bumi.Salah satu

struktur yang sangat khas adalah struktur kerak roti (bread crust

structure).Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini

sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan.Semakin

encer magma yang dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek

puntiran pada saat dilontarkan, sehingga bentuknya dapat bervariasi. Selain

itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam material magmatik panas

tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada bom gunungapi juga

terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada

permukaannya. Bom gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya berserat

kaca dan sifatnya ringan disebut batuapung (pumice). Batuapung ini

umumnya berwarna putih terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah

daging dan bahkan coklat sampai hitam.Batuapung umumnya dihasilkan oleh

letusan besar atau kuat suatu gunungapi dengan magma berkomposisi asam

hingga menengah, serta relatif kental.Bom gunungapi yang juga berstruktur

vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat serat kaca, bentuk lubang


melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut skoria (scoria). Bom

gunungapi jenis ini warnanya merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat

daripada batuapung dan dihasilkan oleh letusan gunungapi lemah

berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunung api berwarna hitam,

struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus,

pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian. Blok atau

bongkah gunungapi dapat merupakan bom gunungapi yang bentuknya

meruncing, permukaan halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat

adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok dapat

merupakan pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh

di permukaan tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari

pendinginan magma secara langsung tersebut disebut bahan magmatik

primer, material esensial atau juvenile). Blok juga dapat berasal dari pecahan

batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk lebih dulu, sering

disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar pada

saat letusan (bahan aksidental). Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuff

dapat dibagi menjadi tuff gelas, tuff kristal dan tuff litik, apabila komponen

yang dominan masing-masing berupa gelas/kaca, kristal dan fragmen batuan.

Tuff juga dapat dibagi menjadi tuf basal, tuff andesit, tuff dasit dan tuff riolit,

sesuai klasifikasi batuan beku. Apabila klastikanya tersusun oleh fragmen

batuapung atau skoria dapat juga disebut tuff batuapung atau tuff skoria.

Demikian pula untuk aglomerat batuapung, aglomerat skoria, breksi

batuapung, breksi skoria, batulapili batuapung dan batulapili skoria.


b. Komposisi Fragmen piroklastik

Komponen – komponen dalam endapan piroklastik lebih mudah dikenali

dari pada endapan muda, tak terlithifikasi atau sedikit terlithifikasi.Pada

material piroklastik berukuran halus dan telah terlithifikasi, identifikasi

komposisi sulit dilakukan.

c. tingkat dan tipe welding

Jika material piroklastik khususnya berbutir halus, terdeposisiskan saat

masih panas, maka butiran – butiran itu seakan – akan tereleaskan atau

terpateri satu sama lain. Peristiwa ini disebut welding.

Dengan demikian, pada prinsipnya batuan piroklastik adalah batuan beku

luar yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses pengendapa, batuan

piroklastik ini mengikuti hukum – hokum didalam proses pembentukan batuan

sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk struktur-struktur

sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan batuannya seperti

batuan sedimen.Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak selalu mudah

untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan langsung dari suatu

letusan gunungapi (sebagai endapan primer piroklastik), atau sudah mengalami

pengerjaan kembali (reworking) sehingga secara genetik dimasukkan sebagai

endapan sekunder piroklastik atau endapan epiklastika.

3.4 Batuan Sedimen

 Definisi Batuan Sedimen


Batuan sedimen atau sering disebut sedimentary rocks adalah

batuan yang terbentuk dari aktivitas kimia dan mekanik yaitu material

asal yang mengalami proses pelapukan dan erosi yang kemudian

tertransportasi dan terendapkan (sedimen) selanjutnya mengalami proses

pembatuan (lithification) dari endapan-endapan tersebut. Menurut Tucker

(1991), 70% batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen, tetapi batuan

itu hanya 2% dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen

tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif

tipis. Beberapa ahli memberikan pengertian batuan sedimen yang berbeda,

seperti:

1. Pettijohn, 1995

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil

perombakan batuan yang sedah ada sebelumnya atau hasil aktivitas

kimia maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan

bumi kemudian mengalami pembatuan.

2. Hutton, 1875 (dalam Sanders, 1981)

Sedimentary rocks are rocks which are formed by the “turning to

stone” of sediments and that sediments, in turn, are formed by the breakdown

of yet-older rocks.

3. O’Dunn & Sill, 1986

Sedimentary rocks are formed by the consolidation of sediment: loose

materials delivered to depositional sites by water, wind, glaciers, and landslides.

They may also be created by the precipitation of CaCO3, silica, salts, and other
materials from solution. (Batuan sedimen adalah

batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material

lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan longsoran

gravitasi, gerakan tanah atau tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat

terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika, garam dan material

lain).

Gambar 3.4.1 Contoh-Contoh Batuan Sedimen

 Proses Pembentukan Batuan Sedimen

Pembentukan batuan sedimen diawali dengan adanya proses pelapukan,

transportasi, deposisi dan kemudian mengalami proses diagenesa yang

meliputi kompaksi, sementasi, rekristalisasi, autigenesis, dan metasomatis.

 Pelapukan (Weathering)

Pelapukan adalah proses disintegrasi dan dekomposisi material

atau batuan (batuan beku maupun batuan metamorf). Pelapukan dapat juga

diartikan sebagai proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada
dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik,

kimia dan/atau biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari

batuan sedimen dan tanah. Proses pelapukan akan menghacurkan

batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian

menjadi tanah kemudian diangkut dan diendapkan sebagai batuan

sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut secara menyeluruh

dan membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi tanah atau batuan

klastika mempunyai komposisi yang sangat berbeda dengan batuan asalnya.

Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk, tetapi juga

dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama pelapukan serta proses jenis

pembentukan tanah itu sendiri (Boggs, 1995). Pelapukan disebabkan oleh:

 Pelapukan Secara Fisika

Perubahan suhu dari panas ke dingin akan membuat

batuan mengalami perubahan. Hujan pun juga dapat membuat rekahan-

rekahan yang ada di batuan menjadi berkembang sehingga

proses-proses fisika tersebut dapat membuat batuan pecah

menjadi bagian yang lebih kecil lagi.

 Pelapukan Secara Kimia

Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu

batuan dapat berubah. Mineral dalam batuan yang dirusak oleh air

kemudian bereaksi dengan udara (O2 ataupun CO2), menyebabkan

sebagian dari mineral itu menjadi larutan. Selain itu, bagian unsur

mineral yang lain dapat bergabung dengan unsur setempat


membentuk kristal mineral baru. Kecepatan pelapukan kimia

tergantung dari iklim, komposisi mineral dan ukuran butir dari batuan

yang mengalami pelapukan.

Pelapukan akan berjalan cepat pada daerah yang lembab

atau panas dari pada di daerah kering atau sangat dingin. Pelapukan

secara kimia dapat disebabkan oleh :

a. Hidrolisis, adalah reaksi antara mineral silikat dan asam (larutan

mengandung ion (H+) dimana memungkinkan pelarut mineral

silikat dan membebaskan kation logam dan silika. Mineral

lempung seperti kaolin, ilit dan smektit besar kemungkinan hasil

dari proses pelapukan kimia jenis ini (Boggs, 1995). Pelapukan

jenis ini memegang peran terpenting dalam pelapukan kimia.

b. Hidrasi, adalah proses penambahan air pada suatu mineral sehingga

membentuk mineral baru. Lawan dari hidrasi adalah dehidrasi,

dimana mineral kehilangan air sehingga berbentuk anhydrous.

Proses terakhir ini sangat jarang terjadi pada pelapukan,

karena pada proses pelapukan selalu ada air. Contoh yang umum

dari proses ini adalah penambahan air pada mineral hematit

sehingga membentuk gutit.

c. Oksidasi, berlangsung pada besi atau mangan yang pada umumnya

terbentuk pada mineral silikat seperti biotit dan piroksen. Elemen

lain yang mudah teroksidasi pada proses pelapukan adalah

sulfur, contohnya pada pirit (Fe2S).


d. Reduksi, terjadi dimana kebutuhan oksigen (umumnya oleh

jasad hidup) lebih banyak dari pada oksigen yang tersedia. Kondisi

seperti ini membuat besi menambah elektron dari Fe3+ menjadi

Fe2+ yang lebih mudah larut sehingga lebih mobil, sedangkan

Fe3+ mungkin hilang pada sistem pelapukan dalam pelarutan. e.

Pelarutan mineral yang mudah larut seperti kalsit, dolomit dan

gipsum oleh air hujan selama pelapukan akan cenderung

terbentuk komposisi yang baru.

f. Pergantian ion adalah proses dalam pelapukan dimana ion dalam

larutan seperti pergantian Na oleh Ca. Umumnya terjadi pada mineral

lempung.

 Pelapukan Secara Biologis

Selain pelapukan yang terjadi akibat proses fisika dan

kimia, salah satu pelapukan yang dapat terjadi adalah pelapukan secara

biologi. Salah satu contohnya adalah pelapukan yang disebabkan oleh

gangguan dari akar tanaman yang cukup besar. Akar-akar tanaman yang

besar ini mampu membuat rekahan-rekahan di batuan dan akhirnya

dapat memecah batuan menjadi bagian yang lebih kecil lagi.


Gambar 3.4.2 Skema Proses Pelapukan Batuan

 Transportasi (Transportation)

Setelah batuan mengalami pelapukan, batuan-batuan tersebut akan pecah

menjadi bagian yang lebih kecil lagi sehingga mudah untuk

berpindah tempat. Inilah yang disebut dengan proses transportasi.

Transportasi dapat terjadi melalui media air, udara, es, ataupun

oleh pengaruh gravitasi.

1. Akibat Air

Air yang melewati pecahan-pecahan kecil batuan yang ada dapat

mengangkut pecahan tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada

transportasi partikel oleh air, partikel dan air akan bergerak secara bersama-

sama. Sifat fisik fluida yang berpengaruh terutama adalah densitas dan

viskositas atau kekentalan. Transportasi partikel di dalam air sejauh ini

merupakan mekanisme transportasi yang paling signifikan. Air mengalir

di permukaan lahan di dalam channel dan sebagai aliran permukaan

(overland flow). Arus-arus di laut digerakkan oleh angin, tidal dan

sirkulasi samudra. Aliran-aliran ini mungkin cukup kuat untuk membawa

material kasar di sepanjang dasarnya dan material yang lebih halus dalam
suspensi. Material dapat terbawa di dalam air sejauh ratusan atau ribuan

kilometer sebelum terendapkan sebagai sedimen.

2. Akibat Udara

Selain air, anginpun dapat mengangkut pecahan-pecahan batuan yang

kecil ukurannya seperti halnya yang saat ini terjadi di daerah gurun. Kapasitas

angin untuk mentransportasikan material dibatasi oleh densitas rendah dari

udara. Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah

berbeda. Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka

angin sangat susah mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar.

Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin

umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin

bukanlah sistem yang terbatasi ( confined) seperti layaknya channel

atau sungai maka sedimen cenderung tersebar di daerah yang sangat luas

bahkan sampai menuju atmosfer.

3. Akibat Es

Air dan udara adalah media fluida yang jelas, tapi kita juga dapat

mempertimbangkan es sebagai media fluida karena selama periode yang

panjang es bergerak melintasi permukaan bumi, meskipun sangat lambat.

Es adalah fluida berviskositas tinggi yang mampu mentransportasikan

sejumlah besar debris klastik. Pergerakan detritus oleh es penting pada

daerah didalam dan disekitar tudung es kutub dan daerah pegunungan

dengan gletser semipermanen atau permanen. Volume material yang

digerakkan es sangat besar ketika meluasnya es (glaciation).


4. Akibat Gravitasi (Sediment Gravity Flow)

Pada transportasi ini partikel sedimen tertranspor langsung oleh

pengaruh grafitasi, disini material akan bergerak lebih dulu kemudian

medianya. Yang termasuk dalam sistem sedimen gravity flow antara lain

adalah debris flow, grain flow dan arus turbid. Karena pengaruh gravitasi

bumi tersebut maka pecahan batuan yang ada bisa langsung jatuh

ke permukaan tanah atau menggelinding melalui tebing sampai

akhirnya terkumpul di permukaan tanah.

Sedimen yang di angkut oleh media di atas dapat diangkut dengan cara

sebagai berikut:

1.Suspension, umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil

ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau

angin yang ada.

2.Bed load, terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti

pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang

bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di

dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran

melebihi kekuatan inertia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-

gerakan sedimen tersebut bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan

bisa mendorong sedimen yang satu dengan lainnya.

3.Saltation, yang dalam bahasa latin artinya meloncat, umumnya


terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu

menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya

grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.

 Pengendapan (Deposition)

Pecahan-pecahan batuan tidak dapat tertransportasikan selamanya.

Seperti halnya sungai akan bertemu laut, angin akan berkurang tiupannya, dan

juga glasier akan meleleh. Akibatnya, pecahan batuan yang terbawa akan

terendapkan. Proses ini yang sering disebut proses pengendapan.

Selama proses pengendapan, pecahan batuan akan diendapkan secara

berlapis dimana pecahan yang berat akan diendapkan terlebih dahulu baru

kemudian diikuti pecahan yang lebih ringan dan seterusnya. Proses

pengendapan ini akan membentuk perlapisan pada batuan yang sering kita lihat

di batuan sedimen saat ini. Deposisi sedimen oleh gravity flow akan menghasilkan

produk yang berbeda dengan deposisi sedimen oleh fluida flow karena pada

gravity flow transportasi dan deposisi terjadi sangat cepat sekali akibat gravitasi.

 Litifikasi (Lithification)

Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan

sediment yang kompak. Misalnya, pasir mengalami litifikasi menjadi

batupasir.

 Diagenesis

Seluruh proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama

terpendam dan terlitifikasi disebut sebagai diagenesis. Diagenesis terjadi pada

temperatur dan tekanan yang lebih tinggi daripada kondisi selama proses
pelapukan, namun lebih rendah daripada proses metamorfisme. Proses

diagenesis dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan proses

yang mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses diagenesis

sangat berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir batuan sedimen

yang dihasilkannya. Proses diagenesis akan menyebabkan perubahan

material sedimen. Perubahan yang terjadi adalah perubahan fisik, mineralogi

dan kimia. Proses diagenesis dapat terjadi pada suhu 300oC dan tekanan

atmosferik 1–2 kilobar, berlangsung mulai sedimen mengalami penguburan

hingga terangkat dan tersingkap kembali di permukaan. Berdasarkan hal

tersebut, ada 3 macam diagenesa yaitu :

1. Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada sedimen di bawah muka

air.

2. Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu sedimen

mengalami penguburan semakin dalam.

3. Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis pada saat batuan sedimen

tersingkap kembali di permukaan oleh karena pengangkatan dan erosi.

Proses diagenesis terdiri dari 4 tahapan yaitu:

1. Kompaksi, adalah proses termampatnya butiran sedimen yang satu

terhadap sedimen yang lain. Pada waktu material sedimen diendapkan

terus menerus pada suatu cekungan, berat endapan yang berada di atas

akan membebani endapan yang berada di bawahnya. Akibatnya butiran

sedimen akan semakin rapat, dan rongga antara butiran akan semakin
kecil. Akibat pertambahan tekanan ini, air yang ada dalam lapisan-

lapisan batuan akan tertekan sehingga keluar dari lapisan batuan yang

ada. Sebagai contoh lempung yang tertimbun dibawah material sedimen

lain beberapa ribu meter tablanya, volume dari lempung tersebut

akan mengalami penyusutan sebanyak 40%. Karena pasir dan sedimen

lain yang berbutir kasar dapat mengalami pemadatan, maka proses

kompaksi merupakan proses yang signifikan untuk proses litifikasi

batuan sedimen yang berbutir halus seperti shale.

2. Sementasi, adalah proses pengisian rongga yang semula ditempati

oleh cairan pori oleh kristal-kristal baru. Sementasi dapat juga

diartikan turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan

secara kimiawi mengikat butir-butir sedimen dengan yang lain. Material

yang menjadi semen diangkut sebagai larutan oleh air yang meresap

melalui rongga antar butiran kemudian larutan tersebut akan

mengalami presipitasi di dalam rongga antar butir, dan akan mengikat

butiran-butiran sedimen. Material yang umum menjadi semen

adalah kalsit, silika dan oksida besi. Untuk mengetahui macam

semen pada batuan sedimen relatif cukup sederhana. Kalsit dapat

diketahui dengan larutan HCl. Silika merupakan semen yang sangat keras

dan akan menghasilkan batuan sedimen yang sangat keras. Apabila

batuan sedimen berwarna orange atau merah gelap, maka

batuan sedimen tersebut tersemenkan oleh oksida besi. Kadang-kadang

semen pada batuan sedimen dapat memberi nilai ekonomis


batuan tersebut. Sebagai contoh batupasir yang tersemenkan oleh oksida

besi dapat menjadikan batupasir menjadi bijih besi (iron ore). Sementasi

makin efektif bila derajat kelurusan larutan pada ruang butir makin besar

Gambar 3.4.3 Contoh Kompaksi dan Sementasi

3. Rekristalisasi, adalah proses pengkristalan kembali suatu mineral

dari suatu larutan, contoh rekristalisasi pada batuan karbonat yaitu

pengkristalan kembali kristal-kristal kalsit yang telah ada sebelumnya.

4. Autigenesis, adalah terbentuknya mineral baru di lingkungan

diagenetik, dan mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu

sedimen.

5. Metasomatisme, adalah proses pergantian mineral sedimen oleh berbagai

mineral autigenik tanpa pengurangan volume asal.


Gambar 3.4.4 Siklus batuan

 Sifat Batuan Sedimen

Sifat-sifat utama batuan sedimen yaitu:

1. Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan

adanya proses sedimentasi.

2. Sifat klastik yang menandakan bahwa butir-butir pernah lepas,

terutama pada golongan detritus.

3. Sifat jejak adanya bekas-bekas tanda kehidupan (fosil).

4. Jika bersifat hablur dan selalu monomineralik, misalnya gipsum,

kalsit, dolomit dan rijang.

 KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN

 Penggolongan Secara Genetik

Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah

dikemukakan oleh para ahli, baik berdasarkan genetis maupun deskriptif.

Secara genetik disimpulkan dua golongan batuan sedimen (Pettjohn, 1975 dan

W.T. Huang, 1962), yaitu:

 Sedimen Klastik

Kata klastik berasal dari bahasa Yunani yaitu clatos yang artinya pecahan.

Batuan sedimen klastik yaitu batuan sedimen yang terbentuk dari

pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Fragmentasi

batuan asal dimulai dari pelapukan secara mekanik maupun secara

kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju cekungan

pengendapan. Setelah itu mengalami diagenesa, yaitu proses perubahan yang


berlangsung pada temperatur rendah dalam suatu sedimen selama dan sesudah

lithifikasi terjadi.

 Sedimen Non-Klastik

Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari

hasil reaksi kimia atau bisa juga dari kegiatan organisme. Reaksi kimia yang

dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik. sebagai contoh

pembentukan rumah binatang laut (karang),terkumpulnya cangkang

binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai akibat penurunan

daratan menjadi laut.

 Penggolongan Lain

Beberapa ahli menggolongkan batuan sedimen ke dalam golongan

tertentu, diantaranya:

1. Menurut R.P. Koesoemadinata (1980)

Batuan sedimen dibedakan menjadi enam golongan yaitu:

a. Golongan Detritus Kasar

Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk

dalam golongan ini antara lain adalah breksi, konglomerat dan

batupasir. Lingkungan tempat pengendapan batuan ini di lingkungan

sungai dan danau atau laut.

b. Golongan Detritus Halus

Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di

lingkungan laut dangkal sampai laut dalam. Yang termasuk kedalam

golongan ini adalah batu lanau, serpih, batu lempung dan napal.
c. Golongan Karbonat

Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae

dan foraminifera. Atau oleh proses pengendapan yang merupakan

rombakan dari batuan yang terbentuk lebih dahulu dan di endpkan disuatu

tempat. Proses pertama biasa terjadi di lingkungan laut litoras sampai

neritik, sedangkan proses kedua di endapkan pada lingkungan laut

neritik sampai bahtial. Jenis batuan karbonat ini banyak sekali

macamnya tergantung pada material penyusunnya.

d. Golongan Silika

Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik dan

kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini rijang

(chert), radiolarian dan tanah diatom. Batuan golongan ini tersebarnya

hanya sedikit dan terbatas sekali.

e. Golongan Evaporit

Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan

kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di

lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga sangat

memungkinkan terjadi pengayaan unsur-unsur tertentu. Dan faktor yang

penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu

endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk kedalam

batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.

f. Golongan Batubara

Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari


tumbuh-tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan

cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebsl di atasnya sehingga tidak

akan memungkinkan terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentuknya

batubara adalah khusus sekali, ia harus banyak sekali tumbuhan

sehingga kalau timbunan itu mati tertumpuk menjadi satu di tempat

tersebut.

2. Menurut Sanders (1981) dan Tucker (1991)

Batuan sedimen dibedakan menjadi 4 golongan yaitu:

a. Batuan sedimen detritus (klastika)

b. Batuan sedimen kimia

c. Batuan sedimen organik, dan

d. Batuan sedimen klastika gunungapi (bertekstur klastika dengan

bahan penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi).

3. Menurut Graha (1987)

Batuan sedimen dibedakan menjadi 4 golongan yaitu:

a. Batuan sedimen detritus (klastika/mekanis)

b. Batuan sedimen batubara (organik atau tumbuh-tumbuhan dan

bertekstur non-klastika)

c. Batuan sedimen silika

d. Batuan sedimen karbonat

Berdasar komposisi penyusun utamanya, batuan sedimen klastika

(bertekstur klastika) dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:


a. Batuan sedimen silisiklastika, adalah batuan sedimen klastika dengan

mineral penyusun utamanya adalah kuarsa dan felspar.

b. Batuan sedimen klastika gunungapi adalah batuan sedimen dengan

material penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunung api

(kaca, kristal dan/atau litik)

c. Batuan sedimen klastika karbonat, atau batugamping klastika adalah

batuan sedimen klastika dengan mineral penyusun utamanya adalah

material karbonat (kalsit).

 CARA PEMERIAN SEDIMEN KLASTIK

Pemerian batuan sedimen klastik terutama didasarkan pada warna,

tekstur, struktur, dan komposisi mineral batuan sedimen klastik.

 Warna

Pada umumnya, batuan sedimen berwarna terang atau cerah, putih,

kuning atau abu-abu terang. Namun demikian, ada pula yang berwarna

gelap, abu-abu gelap sampai hitam, serta merah dan coklat. Secara umum

warna pada batuan sedimen akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Warna mineral pembentukkan batuan sedimen. Contoh jika mineral

pembentukkan batuan sedimen didominasi oleh kuarsa maka batuan

akan berwarna putih.

2. Warna massa dasar atau matrik atau warna semen.

3. Warna material yang menyelubungi (coating material). Contoh


batupasir kuarsa yang diselubungi oleh glaukonit akan berwarna hijau.

4. Derajat kehalusan butir penyusunnya. Pada batuan dengan komposisi

yang sama jika makin halus ukuran butir maka warnanya cenderung

akan lebih gelap.

Dengan demikian warna batuan sedimen sangat bervariasi, terutama

sangat tergantung pada komposisi bahan penyusunnya. Warna batuan juga

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pengendapan, jika kondisi

lingkungannya reduksi maka warna batuan menjadi lebih gelap dibandingkan

pada lingkungan oksidasi. Batuan sedimen yang banyak kandungan material

organic (organic matter) mempunyai warna yang lebih gelap.

 Tekstur

Seperti telah diuraikan di atas, batuan sedimen dapat bertekstur klastik

atau non klastika. Namun demikian apabila batuannya sudah sangat kompak

dan telah terjadi rekristalisasi (pengkristalan kembali), maka batuan sedimen itu

bertekstur kristalin. Jika kristalnya sangat halus sehingga tidak dapat

dibedakan disebut mikrokristalin. Batuan sedimen kristalin umumnya terjadi

pada batu gamping dan batuan sedimen kaya silika yang sangat kompak dan

keras.

 Tekstur Sedimen Klastik

Tekstur sedimen klastik dicirikan dengan adanya fragmen, matrik (masa

dasar) serta semen.


1. Fragmen

Batuan yang ukurannya lebih besar daripada pasir. Fragmen juga

diartikan sebagai klastika butiran lebih besar yang tertanam di

dalam butiran yang lebih kecil atau matriks. Matriks mungkin

berbutir lempung sampai dengan pasir, atau bahkan granule.

Sedangkan fragmen berbutir pebble sampai boulder. Mineral

utama penyusun batuan silisiklastika adalah mineral silika (kuarsa, opal

dan kalsedon), felspar serta mineral lempung. Sebagai mineral

tambahan adalah mineral berat (turmalin, zirkon), mineral karbonat,

klorit, dan mika. Untuk batuan klastika gunungapi biasanya

ditemukan gelas atau kaca gunungapi. Selain mineral, maka di dalam

batuan sedimen juga dijumpai fragmen batuan, serta fosil binatang

dan fosil tumbuh-tumbuhan.

2. Matrik

Butiran yang berukuran lebih kecil daripada fragmen dan

diendapkan bersama-sama dengan fragmen.

3. Semen

Material halus yang menjadi pengikat dan diendapkan

setelah fragmen dan matrik. Semen umumnya berupa silika,

karbonat, sulfat atau oksida besi. Semen karbonat dicirikan oleh

bereaksinya dengan cairan HCl. Semen oksida besi, selain

tidak bereaksi dengan HCl secara khas berwarna coklat, Semen silika

umumnya tidak berwarna, tidak bereaksi dengan HCl dan


batuan yang terbentuk sangat keras. Semen itu tidak selalu dapat

diamati secara megaskopik.

 Ukuran Butir (Grain Size)

Pemerian ukuran butir (grain size) pada batuan sedimen klastik

didasarkan pada Wentworth (1992):

Tabel 3.3. Pemerian Ukuran Butir Batuan Sedimen , Wentworth (1992)

Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara

megaskopis. Ukuran butir lanau dapat diketahui jika material itu diraba

dengan tangan masih terasa ada butir sepertipasir tetapi sangat

halus. Ukuran butir lempung akan terasa sangat halus dan lembut

ditangan, tidak terasa ada gesekan butir seperti pada lanau, dan bila diberi

air akan terasa sangat licin.

Besar butir dipengaruhi oleh :

1. Jenis Pelapukan

2. Jenis Transportasi
3. Waktu atau jarak transport dan

4. Resistensi

Gambar 3.4.5 Perbedaan Konglomerat dan Breksi

Ukuran butir batuan sedimen dapat juga dihubungkan dengan

energi dari media transportasinya. Kecepatan aliran air atau angin akan

menyeleksi ukuran butir partikel yang diangkut. Apabila energinya

berkurang, maka material yang diangkut semakin kecil. Seperti misalnya pada

aliran sungai, di hulu sungai yang energinya besar diendapkan material

yang berukuran kasar, sedang semakin ke arah hilir, material yang diendapkan

berukuran pasir. Material yang berukuran lempung dan

lanau akan diendapkan dengan energi yang sangat rendah, sehingga

akumulasi material ini biasanya terdapat di danau, rawa atau di laut yang tenang.
Gambar 3.4.6 Hubungan Ukuran Butir Dengan Arus dan Energi

 Bentuk Butir

Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran butir,

jenis proses transportasi dan jarak transport (Boggs,1987). Butiran dari mineral

yang resisten seperti kuarsa dan zircon akan berbentuk kurang bundar

dibandingkan butiran dari mineral kurang resisten seperti feldspar dan piroksin.

Butiran berukuran lebih besar daripada yang berukuran pasir. Jarak

transport akan mempengaruhi tingkat kebundaran butir dari jenis butir yang

sama, makin jauh jarak transport butiran akan makin bundar. Pembagian

kebundaran:

1.Well rounded (membundar baik)

2.Rounded (membundar)

3.Subrounded (membundar tanggung)

4.Subangular (menyudut tanggung)

5.Angular (menyudut)
Gambar 3.4.7 Kategori pemilahan batuan sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).

 Pemilahan (Sorting)

Pemilahan adalah keseragaman dariukuran besar butir penyusun batuan

sediment, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya

maka, pemilahan semakin baik. Pemilahan yaitu kesergaman butir

didalam batuan sedimen klastik.bebrapa istilah yang biasa dipergunakan

dalam pemilahan batuan, yaitu :

1. Sortasi baik : bila ukuran butir di dalam batuan sedimen

tersebut seragam. Hal ini biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan

kemas tertutup

2. Sortasi sedang : bila ukuran besar butir didalam batuan sedimen ada

yang seragam dan ada yang tidak seragam

3. Sortasi buruk :bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat

beragam, dari halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat

pada batuan sedimen dengan kemas terbuka.

3.5 Batuan Metamorf

Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk dari hasil proses

metamorfisme, dimana terjadi perubahan atau alterasi; physical (struktur,


tekstur) dan chemical (mineralogical) dari suatu batuan pada temperatur dan

tekanan tinggi dalam kerak bumi atau Batuan metamorf adalah batuan yang

berasal dari batuan induk yang lain, dapat berupa batuan beku, batuan sedimen,

maupun batuan metamorf sendiri yang telah mengalami proses/perubahan

mineralogi, tekstur maupun struktur sebagai akibat pengaruh temperatur dan

tekanan yang tinggi. Proses metamorfosa terjadi dalam fasa padat, tanpa

mengalami fasa cair, dengan temperatur 200oC – 6500C. Menurut Grovi (1931)

perubahan dalam batuan metamorf adalah hasil rekristalisasi dan dari

rekristalisasi tersebut akan terbentuk kristal-kristal baru, begitupula pada

teksturnya.

Menurut H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adealah proses yang

mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap

kondisi fisika dan kimia dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda

dengan sebelumnya. Proses tersebut tidak termasuk pelapukan dandiagenesa.

Batuan metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk

akibat proses perubahan temperatur dan/atau tekanan dari batuan yang telah

ada sebelumnya. Akibat bertambahnya temperatur dan/atau tekanan, batuan

sebelumnya akan berubah tektur dan strukturnya sehingga membentuk batuan

baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula. Contoh batuan tersebut adalah

batu sabak atau slate yang merupakan perubahan batu lempung. Batu marmer

yang merupakan perubahan dari batu gamping. Batu kuarsit yang merupakan

perubahan dari batu pasir.Apabila semua batuan-batuan yang sebelumnya


terpanaskan dan meleleh maka akan membentuk magma yang kemudian

mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi batuan-batuan baru lagi.

Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen

maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur

serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses

diagenesa dan di bawah titik lebur; 200o-350oC < T < 650o-800oC) dan tekanan

yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses

metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km

– 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme

itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh

atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda

dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan

dan diagenesa.

Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,

biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi

merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-

batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat

menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya.

Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas

diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses

metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai

dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang

mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama

batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan

kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri

dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral

yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara

diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari

metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk

secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan

muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah.

Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan

konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-

eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada

temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada

pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral

lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit,

lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada

temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum

terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan,

temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi

pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi


temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan

tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi

tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari

batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari

kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan

metamorf yang lain.

Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,

biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi

merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-

batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat

menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya.

Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas

diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses

metamorfisme.

Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai

dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang

mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama

batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan

kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri

dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral

yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara

diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari

metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk


secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan

muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah.

Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan

konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-

eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada

temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada

pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral

lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit,

lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada

temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum

terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan,

temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi

pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi

temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan

tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi

tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari

batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari

kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan

metamorf yang lain.


Gambar 3.5.1. Memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme

tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat

malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya

batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal,

pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik,

pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta

daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan

langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km.

Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi

dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan

metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif

bilamana diikuti juga oleh orogenesa. penyebaran tubuh batuan metamorf ini

luas sekali mencapai ribuan kilometer.


Gambar 3.5.2. Memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982)

Adapun agen-agen metamorfisme yaitu:

 Panas (temperatur)

Suhu atau temperatur merupakan agen atau faktor pengontrol yang

berperan dalam proses metamorfisme. Kenaikan suhu atau temperatur dapat

menyebabkan terjadinya perubahan dan rekristalisasi atau pengkristalan kembali

mineral-mineral dalam batuan yang telah ada dengan tidak melalui fase cair.

Pada kondisi ini temperatur sekitar 350-1200 derajat celcius.

 Takanan.

Tekanan atau pressure merupakan faktor pengontrol atau agen dari proses

metamorfisme. Kenaikan tekanan dapat menyebabkan terjadi perubahan dan

rekristalisasi pada mineral dalam batuan yang telah ada sebelumnya. Pada

kondisi ini tekanan sekitar 1-10.000 bar (Jackson).


 Cairan panas/aktivitas larutan kimia.

Adanya kenaikan temperatur, tekanan dan aktivitas larutan kimia,

menyebabkan terjadinya perubahan dan rekristalisasi yaitu proses pengkristalan

kembali mineral-mineral dan batuan yang telah ada dengan tidak melalui fase

cair. Pada kondisi ini temperatur sekitar 350oC – 1200oC dan tekanan 1 – 10000

bar (Jackson) = (0,9869) atm.

 Tipe Metamorfosa

Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya,

metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

 Metamorfosa regional / dinamothermal

Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa yang

terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada daerah yang

sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa

orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).

a. Metamorfosa Orogenik

Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses

deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang

dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk


yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini

memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun lalu.

b. Metamorfosa Burial

Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada

daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat.

Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral dengan fluida.

c. Metamorfosa Dasar dan Samudera

Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di

sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf

yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan

air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut

tersebut.

 Metamorfosa Lokal

Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar

antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan

menjadi

a) Metamorfosa Kontak

Terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak massa

batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas

dan material yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan
massa. Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi

umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan

fluida serta penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan

umumnya berbutir halus.

b) Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.

Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil

temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik

atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.

c) Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik

Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada

patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan

penggerusan dan sranulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi

dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, ataumilonit.

d) Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme

Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan

antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan

komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining

pressure.

e) Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran

waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan

terbentuknya mineral coesite danstishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya

dengan panas bumi (geothermal).

f) Metamorfosa Retrogade/Diaropteris

Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral

metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada

temperature yang lebih rendah (Combs, 1961).

Gambar 3.5.3. Lokasi dan Tipe Metamorfisme

 Deskripsi Batuan Metamorf

Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-

kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan

akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin

mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa

tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan
pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus

selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika

disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan

penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya

struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau

melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya

akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan

lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti:

feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi

tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih

berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebutskistosity. Pecahan

batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang

berkembang kurang baik.

Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain

yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk

batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-

tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran

mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada

metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12).

Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik

yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal:

struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk
slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya

hornfels; liniasi untuk asbes.

Gambar 3.5.4. Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum

(Gillen, 1982)

 Struktur Batuan Metamorf

Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi

menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi.

Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun

batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya

penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.

 Struktur Foliasi

1. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral

pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.


2. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral

granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral

pipih.

3. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan

kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).

4. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral

dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

 Struktur Non Foliasi

1. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran

mineral relatif seragam.

2. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya

penghancuran terhadap batuan asal.

3. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya

orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya

halus.

4. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan

permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar

dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.

5. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal

berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.

6. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari

butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.


7. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya

mempunyai ukuran beragam.

8. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang

berbentuk jarus ataufibrous.

Gambar 3.5.5. Sturuktur batuan metamorf (Comton; 1985)

 Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal

penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya,

batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut

dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda

lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut

dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin

membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka


dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari

matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-

butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast

biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar

disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat

diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat

daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material

yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah

kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal);

dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur

helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang

berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini

disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik

(penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam

butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.

 Tekstur Kristaloblastik

Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah

tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru.

Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata–blastik.

1. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku),

hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.


2. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral

seragam.

3. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral

saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.

4. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-

mineral prismatik yang sejajar dan terarah.

5. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral

berbentuk euhedral.

6. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun

mineralnya berbentuk anhedral.

 Tekstur Palimpset

Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan

asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata–blasto.

1. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang

porfiritik.

2. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen

yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.

3. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran

butirnya sama dengan pasir.

4. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen

yang ukuran butirnya lempung.


Gambar 3.5.6 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).

Ket: A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik.

B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas.

C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral.

D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler.

E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika

halus.

F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar

blastoporfiritik metabasal.

G. Granit milonit di dalam proto milonit.

H. Ortomilonit di dalam ultramilonit.

I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.


 Komposisi Batuan Metamorf

Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang

ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur

menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan

sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik,

atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral

tertentu, namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf

dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress.

Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk

pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress

meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit,

glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah

mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk

equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus

menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf

tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan

metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur. Nama

yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan kenampakan

nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih

mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang

mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang
didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan

dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).

Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya

baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan

modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik

tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai

hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan

batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut

sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan

penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir

halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada

belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara

teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin

mencerminkan permukaan belahannya.

Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa.

Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang

terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini

dinamakanskis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya

berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas

mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada

metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri

dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang

berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis.


Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar,

kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung

feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama

dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal

metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan

metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini,

kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan

kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.

 Penamaan dan Klasifikasi Batuan Metamorf

Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada

komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau

dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik

bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh

rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan

metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:

1. Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi

utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.

2. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino

ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan

garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi

mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan

beku.
3. Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa,

felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik.

Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa

datar kuarsa dan/atau felspar.

4. Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-

butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast

atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama

disebut granofels.

5. Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh

pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin

menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari

fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap

permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.

6. Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari

kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan

karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium

yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.

7. Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral

kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena

perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan

beku.
Tabel 3.5 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum lapangan Petrologi daerah Awila Puncak Kec.

Molawe Kab. Konawe Utara Prov. Sulawesi Tenggara adalah sebagai berikut:

1. Formasi pada daerah Awila Puncak Kec. Molawe Kab. Konawe Utara Prov.

Sulawesi Tenggara yaitu terdapat formasi Meluhu, Formasi Tokala, dan

Kompleks Ofiolit.

2. Litologi pada daerah Awila Puncak Kec. Molawe Kab. Konawe Utara Prov.

Sulawesi Tenggara yaitu terdapat litologi batuan beku, batuan sedimen

dan batuan metamorf.

3. Struktur pada daerah Awila Puncak Kec. Molawe Kab. Konawe Utara Prov.

Sulawesi Tenggara yaitu terdapat sesar dan kekar.

6.2 Saran

Saran pada praktikum lapangan Petrologi daerah Awila Puncak Kec.

Molawe Kab. Konawe Utara Prov. Sulawesi Tenggara yaitu agar pada saat

praktikum lapangan peralatan yang digunakan dilengkapi.


DAFTAR PUSTAKA

Chaerul Muhammad. 2017. Pengantar Ilmu Batuan. Kendari: Yayasan Cipta Anak

Bangsa. Kendari.

Rusmana, E., Sukido, Sukarna, D., Haryono, E., Simandjuntak, T.O. 1993 .

KeteranganPeta Geologi Lembar Lasusua – Kendari, Sulawesi Tengara,

sala 1:250.000. Puslitbang Geologi, Bandung.

Sukamto, R. 1975. Structural of Sulawsi in The Light of Place Tectonic. Dept. Of

Mineral & Energi, Jakarta 21.

Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Badan Geologi,

Kementerian Enegi dan Sumbaer Daya Mineral, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai