Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL TUGAS AKHIR

ANALISIS MORFOGENETIK
DAERAH PESISIR BAYAH, KABUPATEN LEBAK,
PROVINSI BANTEN

DISUSUN OLEH:
FAISAL AKBAR
NIM 072.12.070

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS
TRISAKTI
JAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepulauan Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudera,

dan terbentuk sebagai hasil interaksi tiga lempeng kerak bumi utama.

Konsekuensi dari setting lingkungan yang demikian adalah bahwa kondisi

meteorologi dan oseanografi di Kepulauan Indonesia sangat dipengaruhi

kedua benua, kedua samudera maupun konfigurasi lempeng kerak bumi di

kawasan itu. Proses-proses geologi atau bencana geologi yang berlangsung di

kawasan tersebut sangat ditentukan oleh kondisi meteorologi, oseanografi dan

pola interaksi lempeng kerak bumi di sekitarnya. Hasil analisis terhadap

setting lingkungan di kawasan Kepulauan Indonesia dan sekitarnya

menunjukkan bahwa bencana geologi yang dapat terjadi di daerah pesisir dari

pulau-pulau yang ada di Kepulauan Indonesia adalah tsunami, gelombang

badai, banjir luapan sungai, banjir pasang surut, erosi pantai, sedimentasi dan

subsiden. Karakter dari setiap bencana tersebut sangat ditentukan oleh

karakter dari pemicunya, yaitu memiliki tempat kejadian yang tertentu, waktu

kejadian yang tertentu, maupun muncul dengan gejala awal yang tertentu pula

Pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan lautan.

Pemanfaatan ruang daerah pesisir, harus didukung oleh pemahaman yang baik

mengenai ruang pesisir itu sendiri. Salah satu pemahaman yang penting dalam

rangka pemanfaatan ruang di daerah pesisir adalah menyangkut bentuk lahan

1
pesisir. Menurut Davis (1991) geomorfologi pantai adalah suatu pengkajian

tentang bentuklahan pantai, perkembangan proses-proses yang berlangsung,

dan perubahan-perubahan yang terjadi pada saat sekarang ini. Pengertian

tersebut menjelaskan lingkup kajian geomorfologi pantai, yang memiliki arti

mirip dengan pesisir.

Proses geomorfologi suatu wilayah di permukaan Bumi dipengaruhi

oleh tenaga-tenaga tertentu yang dapat menghasilkan kenampakan

geomorfologi yang bervariasi. Angin dengan kecepatan tertentu yang terjadi

pada permukaan tanah dapat menghembuskan material-material lepas dan

memindahkannya ke lokasi lain. Salah satu hasil proses geomorfologi yang

berhubungan dengan aktivitas angin adalah terbentuknya gumukpasir.

Gumukpasir (Sanddunes) secara geomorfologis diartikan sebagai gundukan

material pasir yang terangkut oleh angin dan terendapkan setelah kekuatan

tiupan angin berkurang atau akibat terhalang oleh adanya rintangan yang

umumnya vegetasi (Sunarto, 2014).

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud skripsi yang akan bahas adalah melakukan pemetaan

analisa morfogenetik pada suatu kawasan daerah pesisir pantai Bayah,

kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

2
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1.2.1 Mempelajari aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi yang

terjadi dengan membandingkan data peneliti terdahulu dengan data

primer.

1.2.2 Menganalisis morfogenetik daerah pesisir tersebut melalui data primer.

1.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada daerah pesisir Bayah, kabupaten Lebak,

Provinsi Banten. Penelitian berlangsung selama satu minggu pada bulan mei

2017.

Gambar 1.1 Lokasi daerah penelitian pesisir Bayah, Kabupaten Lebak,

Provinsi Banten (Google Earth, 2017).

3
1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang akan dibahas adalah membagi zonasi wilayah

daerah penelitian berdasarkan data-data kuantitatif yang terkumpul. Dalam

penelitian ini juga akan menganalisa kondisi geologi, meliputi geomorfologi

dan struktur geologi untuk menghasilkan produk akhir berupa peta

morfometri. Adapun batasan permasalahan yang akan dikaji, adalah :

1. Lokasi penelitian pada daerah pesisir Bayah, kebupaten Lebak,

provinsi Banten dan sekitarnya.

2. Ilmu geologi yang dikaji yaitu geomorfologi.

1.5 Data Dasar

Untuk mendapatkan peta morfogenetik yang diinginkan akan

menggunakan beberapa peta, yaitu :

1. Peta topografi

2. Peta geologi

4
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Geologi Regional

Dalam membahas suatu objek daerah penelitian, maka terlebih

dahulu diuraikan mengenai karakteristik geologi secara regional dalam hal ini

berupa fisiografi, stratigrafi, dan struktur geologi yang berperan di daerah

penelitian.

2.1.1 Fisiografi

Secara fisiografi, van Bemmelen (1970) telah membagi daerah

Jawa bagian barat menjadi lima jalur fisiografi (Gambar 2.1).

Pembagian zona fisiografi daerah Jawa bagian barat tersebut yaitu :

1. Zona Dataran Rendah Pantai Jakarta

2. Zona Bogor

3. Zona Bandung

4. Zona Pegunungan Bayah

5. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat

Gambar 2.1 Pembagian Fisiografi Jawa dan Madura (van Bemmelen, 1970).
Berdasarkan letaknya, maka secara fisiografi daerah penelitian termasuk
kedalam Zona Bogor bagian Timur.

5
Zona Bogor terdapat di bagian selatan Zona Dataran Rendah

Pantai Jakarta, dan membentang dari barat ke timur, yaitu mulai dari

Rangkasbitung, Bogor, Subang, Sumedang, dan berakhir di Bumiayu

dengan panjang kurang lebih 40 km. Zona Bogor ini merupakan daerah

antiklinorium yang cembung ke utara dengan arah sumbu lipatan barat

timur. Inti antiklinorium ini terdiri dari lapisan-lapisan batuan

berumur Miosen dan sayapnya ditempati batuan yang lebih muda yaitu

berumur Pliosen Pleistosen.


Pada Zona Bogor, terdapat beberapa morfologi intrusi berupa

boss. Batuannya terdiri atas batupasir, batulempung dan breksi yang

merupakan endapan turbidit, disertai beberapa intrusi hypabisal,

konglomerat dan hasil endapan gunungapi.Disamping itu juga terdapat

lensa-lensa batugamping. Endapannya terdiri oleh akumulasi endapan

Neogen yang tebal dengan dicirikan oleh endapan laut dalam.

2.1.2 Stratigrafi Regional Daerah Penelitian

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Leuwidamar, Jawa oleh

Sujatmiko dan S. Santosa (1992) (Gambar 2.2), maka satuan litologi

terbagi menjadi sebagai berikut:

Anggota Konglomerat FORMASI BAYAH (Teb) :

Konglomerat batupasir kuarsa, batulempung, tuf dan batubara.

Anggota Batupasir FORMASI CIJENGKOL (Toj) : Batupasir,

konglomerat, breksi, tuf, dan batubara.

Anggota Batugamping FORMASI CITARETE (Tmtl) :

Batugamping, napal dan batupasir.

6
Anggota Tuf FORMASI CITARETE (Tmt) : Breksi tuf

gampingan batupasir, konglomerat, batugamping dan tuf.

Anggota Batugamping FORMASI CIMAPAG (Tmcl) :

Batugamping, napal, batulempung.

FORMASI CIMAPAG (Tmc) : Breksi atau konglomerat aneka

bahan, tuf, lava, kayu terkersikkan dan batuan ubahan.

Basal (Qb) : Basal, basal olivin, andesit piroksen.

Aluvium (Qa) : Kerakal, kerikil, pasir, lempung, lumpur dan

endapan teras.

Gambar 2.2 Peta Geologi Regional Lembar Leuwidamar (Sujatmiko

dan S. Santosa (1992))

2.1.3 Struktur Regional Daerah Penelitian

7
Pada dasarnya geologi di daerah Banten dan Jawa Barat lebih

menunjukkan kemiripan dengan geologi Sumatera bagian Selatan

dibandingkan geologi daerah Jawa bagian Tengah dan Timur

(Nishimura, 1980 dalam Nishimura et al., 1985). Perbedaan tersebut

meliputi ketebelan kerak, zonal arrangement dari batuan vulkanik dan

lain sebagainya (Nishimura, 1980 dalam Nishimura et al., 1985).

Berdasarkan sejarah geologinya, Martodjojo (1975) membagi

Jawa Barat menjadi 4 bagian mulai dari Barat Laut ke Tenggara, yaitu

blok Banten, Blok Jakarta-Cirebon, Blok Sukabumi-Cilacap, dan Blok

Pegunungan Selatan. Menurut Asril dkk (1984), struktur geologi yang

berkembang di daerah Blok Banten pada umumnya berorientasi arah

Barat-Timur, tetapi arah utamanya berarah Barat Laut-Tenggara yang

makin kearah Utara berubah sebagian menjadi arah Utara-Selatan.

8
Gambar 2.3 Pola struktur regional Pulau Jawa (Pulonggono dan

Martodjojo, 1994)

1. Pola Meratus yang berarah timur laut-barat daya (NE-SW)

terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur

Akhir Eosen Awal), sangat dominan di daerah lepas pantai

Jawa Barat dan menerus hingga ke Banten.

2. Pola Sunda berarah utaar selatan (N-S) terbentuk 53 sampai

32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal Oligosen Awal).

3. Pola Jawa berearah barat timur (E-W) terbentuk sejak 32

juta tahun yang lalu, merupakan pola struktur yang paling

muda, memotong dan merelokasi Pola Struktur Meratus dan

Pola Struktur Sunda

2.2 Konsep Dasar

9
2.2.1 Pengertian Gerakan Tanah

Pada kedaan sebenarnya, permukaan bumi tidak selalu diam

dan sama. Ada banyak hal yang mempengaruhi perubahan-

perubahannya seperti tenaga endogen (tenaga dari dalam) dan tenaga

eksogen (tenga dari luar). Untuk mempelajari bentuk-bentuk dari

perubahan tersebut ada satu kajian ilmu geologi yang sangat tepat,

yaitu geomorfologi.
Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk kajian

(landform), proses-proses yang mempengaruhinya, genesis bentuk

lahan serta hubungan bentuk lahan tersebut dengan lingkungannya

dalam ruang dan waktu. Studi geomorfologi mencakup 4 kategori

(Hardiyanti, 2007) yaitu :


1. Geomorfologi statik, adalah studi mengenai morfografik yang

menekankan pada studi bentuk lahanaktual, mencakup :


1. Geomorfologi proses struktur dan bentuk lahan
2. Morfologi dan perkembangan lereng
3. Geografi tanah, survei dan pemetaannya
2. Geomorfologi dinamik atau fisiografi, menekankan pada proses

perubahan lahan dalam jangka waktu pendek, mencakup :


1. Geomorfologi fluvial
2. Geomorfologi pantai
3. Mikrofologi tanah
4. Geomorfologi stabilitas lereng
5. Geomorfologi bencana alam
6. Geografi tanah, erosi dan pengawetan tanah
3. Geomorfologi genetik atau fisiognemik, studi tentang genesa dan

evolusi bentuk lahan, mencakup :


1. Geologi struktur dan geologi lapangan
2. Mineralogi dan petrografi
3. Geomorfologi daerah

10
4. Geomorfologi terapan, menekankan pada studi ekologi bentang

darat, yaitu hubungan antara unsur-unsur geomorfologis dan

parameter lain. Studi ini mencakup :


1. Terapan untuk bidang kebumian, yaitu: geologi,

hidrogeologi dan tentang vegetasi yang berhubungan dengan

sumberdaya alam.
2. Terapan untuk studi lingkungan yang menyangkut bencana

alam
3. Terapan untuk bidang perencanaan dan perkembangan

perkotaan dan perdesaan


4. Terapan dalam kerekayasaan yang digunakan untuk

mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan

seperti pembangunan jalan raya, kereta api dan pada wilayah

persisir terjadinya pembangunan pertambangan, reklamasi serta

pengerukan batupasir.

Dari keempat studi geomorfologi ini, daerah penelitian

termasuk ke dalam studi geomorfologi terapan yang berhubungan

dengan bidang kebumian lainnya, seperti geologi struktur dan juga

bidang lingkungan.

2.2.2 Morfogenetik

Morfogenetik adalah asal-usul bentuk lahan dan proses terjadinya

bentuk lahan. Termasuk tenaga eksogen dan tenaga endongen, yaitu

meliputi endapan, erosi, jenis batuan, lipatan patahan, aktivitas vulkanik,

dll. Bentuk lahan adalah suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh

proses alami yang memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan

11
visual dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuklahan tersebut

terdapat. Bentuk lahan struktural yaitu bentuk lahan yang terjadi akibat

pengaruh geologis yang sangat kuat, struktur, lapisan, lipatan dan patahan.

Bentuk lahan ini terbentuk oleh adanya tenaga endogen sebagai akibat

proses tektonik (orogenesis dan epirogenesis), yang menghasilkan struktur,

lipatan, dan patahan, dengan berbagai perkembangannya. Perkembangan

struktur lipatan dan patahan tersebut, akan menghasilkan bentuk lahan

structural.

Pola pengaliran. Variasinya biasanya dikontrol oleh variasi struktur

geologi dan litologi pada daerah tersebut. kelurusan-kelurusan (lineament)

dari punggungan (ridge), puncak bukit, lembah, lereng dan lain-lain. Bentuk

bentuk bukit, lembah dll.

Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan

dikontrol oleh struktur kekar, sesar atau lipatan. Macam-macam Bentang

Alam Struktural adalah : Bentang Alam dengan Struktur Mendatar (Lapisan

Horizontal) Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki elevasi antara 0-

500 kaki dari muka air laut. Dataran tinggi (plateau), adalah dataran yang

menempati elevasi lebih dari 500 kaki di atas muka air laut, berlereng

sangat landai atau datar berkedudukan lebih tinggi daripada bentanglahan

di sekitarnya Bentang Alam dengan Struktur Miring Cuesta, kemiringan

antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan sudut lereng yang searah

perlapisan batuan kurang dari 30o (Tjia, 1987). Hogback : sudut antara

kedua sisinya relatif sama, dengan sudut lereng yang searah perlapisan

12
batuan lebih dari 30o (Tjia, 1987). Hogback memiliki kelerengan scarp slope

dan dip slope yang hampir sama sehingga terlihat simetri.

Bentang Alam Dengan Struktur Lipatan Lipatan terjadi karena adanya

lapisan kulit bumi yang mengalami gaya kompresi (gaya tekan). Pada suatu

lipatan yang sederhana, bagian punggungan disebut dengan antiklin,

sedangkan bagian lembah disebut dengan sinklin. Struktur antiklin dan

sinklin menunjak. Struktur ini merupakan kelanjutan atau perkembangan

dari pegunungan lipatan satu arah (cuesta dan hogback) dan dua arah

(sinklin dan antiklin). Bila tiga fore slope saling berhadapan maka disebut

sebagai lembah antiklin menunjam. Sedangkan bila tiga back slope saling

berhadapan maka disebut sebagai lembah sinklin menunjam Secara umum

bentang alam yang dikontrol oleh struktur patahan sulit untuk menentukan

jenis patahannya secara langsung. Ciri umum dari kenampakan morfologi

bentang alam struktural patahan, yaitu :beda tinggi yang relatif menyolok

pada daerah yang sempit. resisitensi terhadap erosi yang sangat berbeda

pada posisi/elevasi yang hampir Mempunyai sama. Adanya kenampakan

dataran atau depresi yang sempit memanjang. Dijumpai sistem gawir yang

lurus (pola kontur yang panjang lurus dan rapat). Adanya batas yang curam

antara perbukitan / pegunungan dengan dataran yang rendah. Adanya

kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok dengan tiba-tiba

dan menyimpang dari arah umum.

Tahap perubahan permukaan bumi yang disebabkan oleh

proses eksogen diawali dengan permukaan bumi yang dipengaruhi

13
oleh iklim, seperti hujan, perubahan temperatur dan angin, sehingga

merubah mineral mineral penyusun batuan secara fisika atau kimia,

sehingga batuan menjadi lapuk dan selanjutnya menjadi tanah. Secara

garis besar proses eksogen diawali dengan pelapukan batuan,

kemudian hasil pelapukan batuan menjadi tanah dan tanah terkikis

(degradasional), tertransport dan pada akhirnya diendapkan

(agradasional).

Proses endogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh kekuatan/

tenaga dari dalam kerak bumi, sehingga merubah bentuk permukaan bumi.

Proses dari dalam kerak bumi tersebut antara lain kegiatan tektonik yang

menghasilkan patahan (sesar), pengangkatan (lipatan) dan kekar. Selain

kegiatan tektonik, proses kegiatan magma dan gunung api (vulkanik) sangat

berperan merubah bentuk permukaan bumi, sehingga membentuk

perbukitan intrusi dan gunung api. Dilihat dari genesis kontrol utama

pembentukannya (Tabel 3.2), bentuk lahan dapat di bedakan menjadi

bentuk asal struktural, vulkanik, fluvial, marine, karst, aeolian, dan

denudasi. Adapun klasifikasi terhadap pewarnaan dari masing-masing

morfogenetik dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.2. Pemberian kode satuan sebagai rekomendasi klasifikasi poses


geomorfologi berdasarkan aspek bentuk lahan (Verstappen dan Van Zuidam,
1968/75)
No. Proses Bentukan Contoh Nama bentuk Lahan (diantaranya ada
geomorfologi Asal Kode litologi yang belum tercantum)

14
I V1 Kepundan volkanik piroklastik

Volkanisma

Endogen
V2 Lereng volkanik lava
V3 Kaki volkanik breksi
V4 Dataran fluvial vulkanik

Volkanik
V5 Dataran lava
V6 Dataran lahar
V7 Dataran volkanik abu, tuf, lapili
V8 Sumbat volkanik lava
V9 Kerucut parasite volkanik lava
V10 Dike
1.

V11 Dan sebagainya


II S1 Gawir sesar
S2 Perbukitan blok sesar
Struktural/Volkanik

S3 Bukit sembul (horst)


2. Diastropisma

S4 Lembah terban (graben)


S5 Perbukitan antiklin
S6 Lembah antiklin
S7 Perbukitan sinklin
S8 Lembah sinklin
S9 Perbukitan monoklin homoklin
S10 Perbukitan dome
III D1 Dataran nyaris pada granit
D2 Perbukitan terkikis pada satuan breksi
D3 Bukitan breksi terisolir
Denudasional

D4 Bukit sisa pada satuan breksi


D5 Perbukitan pedimoen
D6 Peidmont pada satuan batupasir
D7 Kipas talus
D8 Lereng rayapan tanah
D9 Lereng jatuhan batu
K1 Dataran aluvial
K2 Cekungan danau
K3 Kubah karst
Pelarutan
Eksogen

K4 Bukit sisa karst terisolir


K5 Dataran aluvial karst
K6 Perbukitan uvala. Dolena
K7 Lembah kering karst
K8 Ngarai karts
F1 Dataran aluvial
F2 Cekungan danau
F3 Dataran banjir
F4 Tanggul alam
Fluvial

F5 Gosong sungai
F6 Teras fluvial
F7 Kipas aluvial
F8 Delta
F9 Danau tapal kuda

15
M1 Rataan abrasi
M2 Tebing terjal pantai
M3 Gisik
M4 Beting gisik
M5 Tombolo

Marin
M6 Rataan pasang surut
M7 Dataran aluvial pantai
M8 Teras pantai
M9 Terumbu atol
M10 Terumbu prnghalang
M11 Lagun
M12 Gosong laut
Angin A1 Gumuk pasir

Tabel 3.3. Pewarnaan sebagai rekomendasi sebagai symbol satua geomorfologi


berdasarkan aspek genetik (Van Zuidam, 1985)

2.2.3 Penginderaan Jarak Jauh

Penginderaan jarak jauh adalah pengukuran atau akuisisi data dari

sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik

melakukan kontak dengan objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi

data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh,

16
misalnya dari pesawat, pesawat luar angkasa, satelit atau kapal. Contoh

dari penginderaan jauh antara lain satelit pengamatan bumi, satelit cuaca,

memonitor janin dengan ultrasonik dan wahana luar angkasa yang

memantau planet dari orbit. Inderaja berasal dari bahasa Inggris remote

sensing. Pada masa modern, istilah penginderaan jauh mengacu kepada

teknik yang melibatkan instrumen di pesawat atau pesawat luar angkasa

dan dibedakan dengan penginderaan lainnya seperti penginderaan

medis atau fotogrametri. Walaupun semua hal yang berhubungan

dengan astronomi sebenarnya adalah penerapan dari penginderaan jauh

(faktanya merupakan penginderaan jauh yang intensif), istilah

"penginderaan jauh" umumnya lebih kepada yang berhubungan dengan

teresterial dan pengamatan cuaca.

17
BAB III
METODOLOGI

Metode penelitian terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan,

tahap pengumpulan data, dan tahap penulisan laporan. Pada tahap persiapan

dilakukan studi pustaka dan literatur. Pada tahap interpretasi data dilakukan

pengolahan data yang tersedia, dan pada tahap penulisan laporan merupakan tahap

akhir dari penelitian ini.

3.1 Hipotesis Kerja

3.1.1 Tahap Pengumpulan Data Sekunder (Literatur)

Studi regional daerah penelitian yang termasuk Geologi,

Geomorfologi yang terjadi pada daerah pesisir Bayah.

3.1.2 Tahap Pengumpulan Data Primer

Setelah dilakukan tahap persiapan yang meliputi studi literatur

(Geomorfologi, stratigrafi, Struktur Geologi, Morgenetik, Pengindraan

jarak jauh), tahapan selanjutnya adalah intepretasi data. Pada tahapan

ini dilakukan beberapa kegiatan pengumpulan data meliputi analisis

relief, kelerengan (segi kemiringannya ataupun beda tinggi), litologi,

struktur , pasir, sungai, lembah, dan lainnya.

3.2 Penyusunan Laporan

Merupakan tahap terakhir, penyusunan laporan disusun berdasarkan

data-data yang telah dikumpulkan dan yang telah dianalisa.Laporan ini harus

18
disusun dengan menggunakan metodologi penulisan laporan yang baik dan

benar.

19
3.3 Diagram Alir

MULAI

MASALAH

PERSIAPAN PETA DAN LOKASI


STUDI LITERATUR PENELITIAN

PENENTUAN LOKASI PENELITIAN

ANALISA MORFOGENETIK DENGAN MENGAKUISISI DATA-DATA


DENGAN KLASIFIKASI-KLASIFIKASI MORFOMETRI

DISESUAIKAN DENGAN DATA GEOLOGI


INTERPRETASI DATA
KEADAAN SEKITAR

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

SELESAI

20
BAB IV

HASIL YANG DIHARAPKAN

Penelitian ini bertujuan menghasilkan sebuah karakteristik pesisir

berdasarkan aspek Geologi dan juga aspek geomorfologi dengan analisis

berdasarkan analisis morfogenetik daerah pesisir tersebut.

21
BAB V

JADWAL KERJA

Tugas Akhir ini yang berjudul Analisis Bidang Gelincir Pada Daerah

Bendungan Jatigede akan diselesaikan dalam 3 bulan, berikut rincian jadwal

pelaksanaan pada Tabel 5.1 :

Tabel 5.1 Jadwal Pelaksanaan


NO TAHAPAN FEBRUARI 2017 MARET 2017 APRIL 2017

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan

2 Pengumpulan Data:
Data Primer
Data Sekunder
3 Analisis Bidang Gelincir

4 Penyusunan Laporan

22
DAFTAR PUSTAKA

- Bemmelen, R. W, Van, 1970, The geology of indonesia, Martinus Nijhoft, The

Hague, The Netherlands.


- Bieniawski, Z.T. 1976. Rock mass classification in rock engineering. In

Exploration for rock engineering, proc. of the symp., (ed. Z.T. Bieniawski) 1,

97-106. Cape Town: Balkema.


- Djuri. 1995. Peta Geologi Lembar Arjawinangun, Jawa. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi: Bandung.


- Fox, Robert W. Dan Alan T Mc Donald.1995. Introduction to Fluid Mechanics

3 rd edition. John Willey & Sons.USA.


- Harjadi, Prih, dkk. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya

MitigasinyaIndonesia. Edisi II. Jakarta: Direktorat Mitigasi Lakhar Barkornas PB


- Santoso, Djoko. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung: ITB.
- Telford, W M., Geldart, L P., Sheriff, R E. (1990) : Applied Geophysics, 2nd

edition, Cambridge University Press, Cambridge.


- Varnes, D. J., 1978, Slope Movement and Typea of Processes in Landslides,

Analysis and Control Transportation Research Board, National Academy of

Sciences, Washington D.C.


- Zakaria, Z. 2009. Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Universitas Padjadjaran.

Bandung.

23

Anda mungkin juga menyukai