TUGAS
MATA KULIAH GEOLOGI INDONESIA
DISUSUN OLEH :
KRISTIAN FERNANDES PURBA (43201)
M. FIKRI AMANULLOH (
DOSEN PENGAMPU :
YOGYAKARTA
FEBRUARI
2018
Geologi Cekungan Sumatera Utara dan Cekungan Salawati
BAB I
Pendahuluan
Posisi Cekungan Sumatera Utara secara geologi terletak pada bagian utara pulau
Sumatera, dimana pada sebelah timur dibatasi oleh Selat Malaka, pada sebelah barat
dibatasi oleh keberadaan Bukit barisan yang memanjang hingga ke utara sampai Kepulau
Andaman, sedangkan pada bagian selatan dibatasi oleh busur Asahan.
Cekungan sumatera utara merupakan back arc basin seluas 60,0000 km² pada
area offshore dan onshore di bagian barat laut pulau sumatra. Cekungan Sumatera Utara
merupakan cekungan di Indonesia yang terkenal sebagai salah satu dari daerah yang
menghasilkan hidrokarbon cukup besar. Hal itu terlihat dari banyak aktivitas eksplorasi
yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan baik di daerah daratan maupun lepas pantai
yang dibagi atas block block yang menandakan area kerja perusahaan eksplorasi di daerah
tersebut, untuk daerah kerja PERTAMINA di daerah Cekungan Sumatra Utara berada
pada Block Gebang, Perlak, Poleng, East Aceh dan sekitarnya.
Eksplorasi yang dilakukan pada cekungan Sumatera Utara bagian tengah telah
dilakukan semenjak 1885 yaitu di daerah Telaga Said oilfiled dilanjutkan pada Darat
oilfiled pada tahun 1889, kemudian Perlak tahun 1900, Serang Jaya (1926), Rantau
(1929), Gebang (1936) dan PaluTabuhan (1937). Selain itu telah banyak lapangan minyak
dan gas lainnya yang di bor pada cekungan sumatera utara beserta produksinya. Misalnya
saja lapangan gas Arun yang cukup besar di Aceh. Eksplorasi pada Cekungan Sumatra
Utara dilakukan pada daerah yang dapat dikatakan tersusun atas batuan sedimen matang
(mature). Meskipun sudah banyak daerah yang sudah di eksplorasi sepanjang cekungan
Sumatrera Utara, masih banyak lokasi yang belum dimaksimalkan. Untuk itu, dalam
penerapannya di dalam eksplorasi hidrokarbon dilakukan metode-metode pengambilan
data berupa data lubang pemboran, biostratigrafi, geokimia dan sedimentologi. Salah satu
yang menarik dari cekungan ini adalah kerumitan pada struktur geologi yang masih belum
tepecahkan secara menyeluruh.
Posisi, Tatanan tektonik dan geografi backarc basin Cekungan Sumatra Utara. Busur
vulkanik hampir mengikuti jalur Sesar Sumatera Andreason, et. al., 1997
2. Sebagian besar fase post-Miosen Awal berupa trancurrent fault dan berasosiasi
dengan lipatan. Lipatan dan patahan penyebarannya terbatas pada cekungan, tapi
diperkirakan berhubungan dengan fase utama dari gerakan transcurrent kompresif
sepanjang sistem Sesar Sumatera. Fase pangangkatan yang terlibat menghasilkan batas
Bukit Barisan pada bagian barat cekungan. Pengangkatan dan perbatasan ini mengubah
konfigurasi umum dari cekungan. Bukit Barisan merupakan sumber utama sedimen yang
masuk pada cekungan. Terutama pada daerah pengangkatan dimulai dari timur.
B. Stratigrafi
Stratigrafi daerah cekungan Sumatra utara dihasilkan oleh kegiatan tektonik pada
zaman mesozoikum atau sebelum mulainya pengendapan tersier dalam cekungan
Sumatra Utara. Kegiatan tektonik yang terjadi pada akhir tersier menghasilkan bentuk
cekungan bulat memanjang dan berarah barat laut- tenggara. Proses sedimentasi yang
terjadi selama tersier secara umum dimulai dengan trangressi, kemudian mengalami
regresi dan diikuti aktifitas tektonik pada akhir tersier. Proses proses tektonik pada
cekungan Sumatra utara tersebut membentuk stratigrafi yang terbentuk sekarang ini.
Batuan yang tertua pada daerah cekungan Sumatra Utara sulit dijumpai pada
singakapan yang ada sehingga data mengenai batuan tertua didapatkan dari hasil
pengambilan log batuan yang menunjukan resistivitas dan kecepatan yang kontras
dengan batuan diatasnya, hal ini yang mendasari umur dan jenis batuan basement. Beicip
(1977) menyebutkan “economic basemen” sebagai batuan yang tertua sebagai batuan
dasar. Dari hasil data inti batuan, diketahui bahwa batuan tersebut berupa batupasir,
batugamping atau dolomit, yang azoik, padat, dan retak-retak. Selain Basement batuan,
stratigrafi cekungan Sumatra Utara terdiri atas formasi formasi lainnya dari tua ke muda
yaitu :
Formasi Tampur
Formasi ini trebentuk sebagai formasi transgresif yang diendapakan pada kondisi
sub litoral-laut terbuka saat Eosen Akhir sampai Oligosen Awal. Pada bagian atas formasi
ini ditumpangi oleh Formasi Bruksah dan Formasi Bampo. Formasi Tampur tersusun oleh
batugamping masif, sebagian bioklastik, kalkarenit, dan kalsilutit, dijumpai pula nodul
rijang. Selain itu, dijumpai pula basal konglomerat dan batugamping dolomit.
Batugamping Eosen Formasi Tampur umumnya terendapakan di Malaka shelf (Ryacudu
and Sjahbudin, 1994 dalam Patra Nusa Data, 2006).
Diatas formasi Tampur terdapat formasi formasi lainnya yang sejarah
pembentukannya dapat dibagi menjadi 3 fase berdasarkan sejarah pembentukan
Cekungan Sumatra Utara yaitu: 1) Syn Rift, 2) Transitional (sag phase), dan 3)
kompresional.
Fase Syn Rift Awal (Formasi Bruksah dan Formasi Bampo)
Fase ini berlangsng awal dari Paleogen (Eosen?) dan berlangsung hingga Miosen
Awal, pada saat horst berarah N-S dan NE-SW, dan perkembangan graben dan half
graben. Pengisian graben oleh batupasir daratan dan konglomerat dan berlangsung
transgresi besar, yang diperkirakan karena back arc subsidence, yang juga menyebabkan
area pengendapan batupasir dan serpih yang semakin luas dan mendominasi.
Batupasir diendapkan di lingkungan dataran pantai dan lingkungan laut,
sedangkan serpih yang umumnya berwarna abu-abu gelap sampai hitam diendapkan di
lingkungan laut dalam (batial). Cameron et al (1983) mengelompokkan konglomerat dan
batupasir, termasuk batugamping konglomerat dan dan breksi, batupasir kuarsa mikaan,
dan batulumpur lanauan yang terendapkan pada fase ini sebagai Formasi Bruksah. Di
atasnya, diendapkan serpih hitam, batulanau, dan batulumpur Formasi Bampo, setebal
500-2400 m.
Fase Syn-Rift sampai Transisi ( Formasi Belumai dan Formasi Peutu)
Cekungan Sumatera utara mengalami fase transisi pada Miosen Awal sampai
Miosen Tengah dan menunjukkan aktivitas tektonik yang lemah. Pada masa ini terjadi
forced regression dan basin filling. Graben yang ada terisi oleh batupasir gampingan dan
batulanau. Batuan pengisi graben ini membentuk Formasi Belumai.
Pada akhir dari Miosen Awal, terjadi transgresi besar yang diduga karena subsidensi yang
bersamaan dengan naiknya muka air laut. Bagian horst yang tergenang menjadi laut
dangkal dan membentuk deposisi batugamping dan koral, menjadi bagian dari Formasi
Peutu (Kamili et al., 1976).
Deposisi Formasi Belumai pada basin yang terus berlanjut selama akumulasi
batugamping Peutu dan koral pada punggungan yang perdekatan. Hal ini yang
menyebabkan adanya ekuivalen antara Peutu dan bagian atas Fomasi Belumai.
Kontak antara Peutu dan Belumai dengan Formasi Baong yang terletak di atasnya sangat
sulit dibedakan, sehingga untuk kemudahan secara praktiknya dengan ditandai
pengurangan yang tingi dari kalsium karbonat.
Fase Major Transgression: Formasi Baong
Pada 15,5 juta tahun yang lalu (N8-N9) terjadi peningaktan muka air laut relatif
yang berkaitan dengan peningkatan muka air laut eustatik. Perubahan rezim tektonik
merupakan bukti dari reaktifasi dan inversi sistem sesar horst graben tua, pengembangan
awal dari major trancurren faulting, dan local compressional folding.
Formasi Baong tersusun oleh batulumpur abu-abu atau coklat dengan ketebalan
750-2500 meter. Formasi Baoing berumur dari Miosen Awal sampai Miosen Tengah (N8-
N16). Pada N8/N9 terjadi maximum flooding surface yang ditunjukkan oleh lingkungan
batial yang tersebar luas dan keberadaan foraminiera Globigerinid yang melimpah.
Batuan yang mendominasi adalah batulumpur, selain itu dijumpai pula pasir turbidit pada
tepi cekungan. Pada N13-N14 terjadi pendangkalan dan perubahan lingkungan
pengendapan dari batial menjadi neritil tengah atau neritik luar, sehingga terjadi
penambahan pasir dan serpih pada kedua sisi cekungan. Pada umur N14 dikenali adanya
ketidakselarasan seismik yang disebabkan oleh adanya periode tectonic quiescence dan
berhentinya sedimentasi. Di atas dari bagian atas Formasi Baong dijumpai batulumpur
kaya lempung yang menunjukkan bahwa terjadi pendalaman lagi dan lingkungan
pengendapan menjadi batial. Formasi Baong bagian atas dicirikan oleh pengisian
cekungan oleh delta progradasi dan deposit lereng yang berasosiasi dengan progradasi
delta Keutapang.
Syn Inversion Regime: Formasi Keutapang dan yang lebih muda
Fase terakhir dari pengisian cekungan ini adalah berlanjutnya tranpresional
tectonic, tetapi suplai sedimen yang masuk dapat menyeimbangi subsidensi cekungan.
Sedimentasi delta yang cukup besar ditunjukkan oleh Formasi Keutapang dengan
ketebalan 700-1500 meter di Aceh Timur dengan umur Miosen Akhir sampai Pliosen
Awal (N15-N19). Satuan batuan yang menyusun formasi terdiri atas batupasir coklat
kebiru-biruan berselingan dengan serpih, dan sedikit batugamping. Batupasir yang
dijumpai berukuran dari halus sampai konglomeratan dan mengandung glaukonitan atau
berfosil. Di atas Formasi Keutapang umumnya kontak dengan singkapan permukaan atau
subsurface, di bagian lain terdapat Formasi Seureula dengan variasi ketebalan 700-900
meter yang berumur Pliosen Awal (N18-N19).
Serpih abu-abu kebiru-biruan dan batupasir konglomeratan yang mengandung
fosil dan fragmen tumbuhan merupakan penyusun Formasi Seureula. Serpih yang
dijumpai sedikit mangandung tuf dan klastika volkanik banyak dijumpai pada batupasir
(Bennet et al., 1981).
Formasi Julu Rayeu diendapkan pada Pliosen Akhir yang tersusun oleh klastika
kasar. Pada serpih yang berselingan dengan batupasir dijumpai adanya sisipan lignit yang
tipis. Lingkungan pengendapan bervariasi dari aluvial sampai paralik. Secara tidak selaras
di atasnya, terdapat endapan Pleistosen berupa gravel endapan teras, pasir, dan lumpur
yang lepas-lepas dengan ketebalan 50 meter yang dikenal dengan Formasi Idi (Bennet et
al, 1981).
Stratigrafi regional cekungan Sumatera Utara, dimodifikasi dari Sosromihardjo
(1988)
C. Prospektivitas Hidrokarbon Cekungan Sumatera Utara
b. Antiklin yang dihasilkan dari proses tektonik pada Miosen berupa reservoar anggota
Formasi Belumai dan batuan penudung dari serpih Formasi Baong.
Regional Geology and Hydrocarbon and Prospectivity of Onshore Central North Sumatra
Convention, October 1993, IPA: Jakarta. PT. Patra Nusa Data, 2006, Indonesia