Anda di halaman 1dari 79

PANDUAN EKSKURSI

GEOLOGI REGIONAL
JAWA BARAT

Nama :

N.P.M :

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR
2020
i

KATA PENGANTAR

Kegiatan ekskursi geologi regional merupakan karya wisata


geologi dengan mengunjungi obyek-obyek geologi yang
memiliki arti penting dan memegang posisi kunci untuk
pemecahan geologi suatu wilayah.
Kegiatan ekskursi geologi regional Universitas Pakuan Bogor,
dilaksanakan guna melengkapi wawasan dan pemahaman
mengenai sistem pengendapan dan proses tektonik untuk suatu
kawasan regional bagi mahasiswa Teknik Geologi – Universitas
Pakuan Bogor.
Lintasan ekskursi tahun ini akan mencakup mandala sedimentasi
Cekungan Bogor hingga ke batuan berumur Kuarter, dengan rute
perjalanan : Bogor - Gn. Walat - Curugpareang - Bojonglopang -
Jampang - Ciletuh - Pelabuhan Ratu – Sukabumi – Rajamandala
– Citatah – Bandung – Lembang – Jatiluhur - Bogor.
Di dalam kegiatan ekskursi geologi regional para peserta
diharuskan melakukan mengamatan singkapan yang dijumpai
dan selanjutnya membuat penafsiran posisi dan perkembangan
geologi yang terjadi dari satu waktu ke waktu di suatu kawasan
yang luas.
Sasaran yang diinginkan dari kegiatan ekskursi regional ini
adalah, diharap peserta :
1. Mampu menafsirkan beberapa singkapan, serta hubungan
antar singkapan ataupun bentang alam yang dijumpai..
2. Mampu membuat rangkuman hasil pengamatan singkapan
dari suatu tempat ketempat lain serta menelaah makna dari
masing- masing singkapan.
3. Mampu menafsirkan pola endapan dan tektonik dari
seluruh daerah yang didatangi.
Panduan Ekskursi Geologi Regional - 2020
ii

4. Secara spesifik mampu melakukan korelasi dan membuat


rekonstruksi mandala sedimentasi Cekungan Bogor, dengan
didasarkan kepada semua aspek geologi yang diamati di
lapangan.
5. Secara umum memiliki wawasan dan pemahaman kondisi
geologi serta perkembangan tektonik suatu kawasan dari
waktu ke waktu serta memahami makna ekonomi yang bisa
diberdayakan .
Buku panduan ini memuat informasi umum hal-hal yang
menyangkut ciri stratigrafi dan struktur geologi serta informasi
dasar tektonik setiap wilayah yang akan dikunjungi.
Diharapkan buku ini dapat membantu memahami kondisi
geologi khususnya system pengendapan serta sejarah - tatanan
mandala sedimentasi sesuai Phisiografi Jawa Barat.

Bogor, Maret 2020


Penyusun

Panduan Ekskursi Geologi Regional - 2020


iii
DAFTAR ISI

Hal.
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Blok Banten 1
1.2 Blok Jakarta - Cirebon 2
1.3 Blok Bogor / Blok Sukabumi - Cilacap 3
1.4 Blok Pegunungan Selatan 3
1.5 Kondisi Geologi Umum 5
1.6 Fisiografi Umum 6

2. GEOLOGI DAERAH EKSKURSI 8


2.1 Stratigrafi 8
2.1.1 Endapan Melange 8
2.1.2 Formasi Ciletuh 9
2.1.3 Formasi Bayah 13
2.1.4 Formasi Batuasih 14
2.1.5 Formasi Rajamandala 18
2.1.6 Formasi Jampang 20
2.1.7 Formasi Citarum 22
2.1.8 Formasi Saguling 24
2.1.9 Formasi Cibulakan 26
2.1.10 Formasi Bantargadung 28
2.1.11 Formasi Bojonglopang 30
2.1.12 Kompleks Gunung Tangkuban Parahu 32
2.2 Kisaran Umur Daerah Ekskursi 34

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat – 2020


iv

Hal.
3. STRUKTUR GEOLOGI 35
3.1 Daerah Struktur Ciletuh 35
3.2 Daerah Struktur Jampang Kulon 37
3.3 Daerah Struktur Lembah Cimandiri 37
3.3.1 Sesar Naik Gunung Walat 38
3.3.2 Sesar Turun Batuasih 41
3.3.3 Sinklin Walat 41
3.4 Daerah Struktur Rajamandala 41
3.5 Daerah Struktur Purwakarta 42

4. PUSTAKA 46

5. KEPANITIAAN DAN PESERTA 48


5.1 Dosen Pembimbing 48
5.2 Peserta Ekskursi 48
5.3 Pembagian Kelompok dan Pembimbing 50

6. JADWAL ACARA 52
- Sabtu / 20 Februari 2021 52
- Minggu / 21 Februari 2021 52
- Senin / 22 Februari 2021 53
- Selasa / 23 Februari 2021 54
- Sabtu / 27 Februari 2021 - Presentasi Tiap Grup 54

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat – 2020


v
7. PEMERIAN SINGKAPAN 55-57

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar : Hal.
1 Blok Mandala Struktural Batuan Sedimen Jawa Barat 4
2 Peta Fisiografi Jawa Barat 7
3 Stratotipe Gabungan Fm. Ciletuh 12
4 Penampang Stratigrafi Formasi Bayah 15
5 Penampang Stratigrafi Formasi Batuasih 17
6 Penampang Stratigrafi Formasi Rajamandala 19
7 Penampang Stratigrafi Formasi Jampang 21
8 Penampang Stratigrafi Fm. Citarum 23
9 Penampang Stratigrafi Fm. Saguling 25
10 Penampang Stratigrafi Fm. Cibulakan 27
11 Penampang Stratigrafi Fm. Bantargadung 29
12 Penampang Stratigrafi Fm. Bojonglopang 31
13 Struktur Geologi Daerah Ciletuh 36
14 Struktur Geologi Daerah Struktur Lembah Cimandiri 39
15 Daerah Struktur Jampang & Blok Cimandiri 40
16 Geologi Daerah Saguling 43
17 Penampang Geologi Daerah Struktur Rajamandala 44
18 Geologi Daerah Sanghyang Tikoro 45
19 Penampang stratigrafi terpulihkan Utara - Selatan 58
20 Diagram Stratigrafi Jampang - Sukabumi 59
21 Diagram Stratigrafi Daerah Rajamandala 60

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat – 2020


vi
22 Diagram Stratigrafi Rajamandala–Purwakarta–Paparan Sunda 61
23 Model Kipas Laut Dalam 62
24 Paleogeografi Kala Eosen Tengah 63
25 Paleogeografi Kala Oligo - Miosen 64
26 Paleogeografi Kala Miosen Awal 65
27 Paleogeografi Kala Awal Miosen Tengah 66
28 Paleogeografi Kala Akhir Miosen Tengah 67
29 Paleogeografi Kala Miosen Akhir 68
30 Penyebaran Breksi Turbidit Pada Kala Miosen 69
31 Paleogeografi Kala Pliosen 70
32 Paleogeografi Kala Plistosen - Resen 71

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat – 2020


1

I - PENDAHULUAN
Berdasarkan kepada sifat-sifat struktur batuan sedimennya,
Martodjojo (1975) membagi Jawa Barat menjadi empat mandala,
(lihat gambar 1 ) yaitu :
1. Blok Jakarta - Cirebon
2. Blok Bogor
3. Blok Pegunungan Selatan Jawa Barat
4. Blok Banten.

Daerah ekskursi mencakup dua blok yang ada, yaitu Blok Bogor
dan Blok Pegunungan Selatan Jawa Barat (Martodjojo, 1984,
memasukkan keduanya sebagai Mandala Cekungan Bogor).
Sedangkan secara fisiografi Van Bemmelen, 1949,
memasukannya kedalam Zona Bogor, Zona Bandung dan Zona
Pegunungan Selatan. Tatanan stratigrafi, tektonik serta evaluasi
geologi Tersier dari ketiga mandala blok pertama telah diketahui
dan kurang lebih dimantapkan, sedangkan Blok Banten, mungkin
karena sebahagian besar daerahnya ditutupi oleh endapan Kuarter,
evolusi geologinya masih belum jelas. Mandala Banten
dipisahkan dari ketiga mandala lainnya oleh suatu ketidak
selarasan struktur yang mungkin berupa sesar utama.

1.1 Blok Banten


Sebagian Blok Banten sama dengan Zona Bogor bagian Barat,
terdiri dari endapan Neogen yang terlipat kuat dan terobosan
batuan beku (Van Bemmelen, 1949). Daerah ini relatif stabil sejak
Tersier.
Di bagian Selatan Blok Banten dijumpai endapan Paleogen ..
Bagian terbawah ditempati oleh Fm. Bayah yang berumur Eosen .
Bawah. Fm. Bayah terbagi menjadi dua fasies. Fasies Selatan
bersifat Paralik dan fasies Utara bersifat Neritik, kedua fasies
tersebut berhubungan secara menjemari. Di atas Fm. Bayah fasies
Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020
2

Selatan, diendapkan Fm. Cijengkol secara tidak selaras pada


Oligosen Bawah, terdiri dari konglomerat, tuf, batupasir, lensa
batubara, lempung dan batugamping. Sementara diatas fasies
Utara diendapkan secara tidak selaras Fm. Cicarucup berumur
Eosen Atas, terdiri dari endapan volkanik dengan selingan
batugamping.
Selaras dengan formasi terdahulu, diendapkan Fm. Citarate
berumur Miosen Bawah bagian bawah, terdiri dari batugamping
dan batuan klastik bersifat tufan yang diendapkan di lingkungan
laut dangkal. Selaras di atas Fm. Citarate diendapkan Fm.
Cimapag terdiri dari batupasir, lempung dengan selingan endapan
volkanik yang mencirikan endapan laut dangkal. Di atas Formasi
Cimapag terdapat Fm. Sareweh berumur Miosen Tengah.Bagian
Bawah Fm. Sareweh terdiri dari lempung dengan selingan
batugamping. Keseluruhan formasi tersebut tersingkap di daerah
Banten Selatan. Endapan Neogen tersingkap di Utara Blok
Banten, terdiri dari endapan-endapan laut dangkal, peralihan dan
darat, berumur Miosen hingga Resen. Endapan itu dimulai dari
Formasi Badui dan diatasnya diendapkan berturut-turut Fm.
Bojongmanik, Fm. Genteng, Fm. Cipacar dan Fm. Cilegong.

1.2 Blok Jakarta - Cirebon


Secara umum, stratigrafi dan litologi blok ini dipelajari dari data
pemboran minyak bumi, dengan batuan dasar terdiri dari batuan
beku dan metamorfosa derajat rendah dari sistem Tersier tertua
(pra Tersier).
Satuan tertua, pra Tersier (?) didapatkan dari beberapa pemboran,
sebagai batuan dasar sistim Tersier. Sistim Tersier terbawah
terdiri dari batuan volkanik (Fm. Jatibarang) yang berumur Eo -
Oligosen. Satuan ini ditutupi Fm. Cibulakan (Fm. Jatiluhur)
dengan endapan yang mencirikan laut dangkal. Fm. Cibulakan
ditutupi oleh satuan gamping Fm. Parigi dengan ketebalan antara
200 – 400 m, kemudian di atasnya ditutupi oleh Fm. Subang yang
mencirikan laut dangkal (tidal flat).
Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020
3

Di atas ke tiga formasi tersebut diendapkan endapan non marine,


yakni Fm. Kaliwangu (transisi), Fm. Ciherang yang bercirikan
konglomeratan dan akhirnya ditutupi oleh endapan volkanik
Resen.

1.3 Blok Bogor


Pada Blok Bogor, batuan yang tertua adalah Fm. Bayah yang
tersingkap di Ciletuh dan Gn. Walat (Sukabumi), berumur
Oligosen dan kemungkinan besar Oligosen Tengah, terdiri dari
pasir kuarsa konglomeratan selang-seling dengan lempung dan
sedikit batubara. Di atasnya ditutupi Fm. Batuasih yang terdiri
dari lempung, lanau, abu-abu, mengandung foraminifera plankton
yang menunjukkan umur Oligosen Akhir. Selanjutnya di atas Fm.
Batuasih diendapkan Fm. Rajamandala yang terdiri dari
batugamping, terumbu dan kalkarenit, menunjukkan umur Miosen
Awal atau mungkin Oligo-Miosen. Kedudukan kedua formasi
terakhir di Gn. Walat, kadang-kadang Fm. Bayah langsung
ditutupi oleh Fm. Rajamandala, tetapi di beberapa tempat oleh
Fm. Batuasih, sehingga ditafsirkan bahwa Fm. Batuasih dan Fm.
Rajamandala pada bagian bawahnya adalah seumur. Di atasnya
secara selaras ditutupi oleh sistim Neogen, dimulai oleh Fm.
Citarum yang dicirikan oleh flysch dan turbidit. Umur dari
formasi ini adalah N5 – N8, selaras di atasnya terdapat Fm.
Saguling.

1.4 Blok Pegunungan Selatan


Blok Pegunungan Selatan ditandai oleh batuan yang
kedudukannya hampir datar, kecuali bagian terbawah yang terdiri
dari endapan melange. Bagian terbawah terdiri dari melange yang
berumur Eosen atau lebih tua. Di atasnya ditutupi oleh Fm.
Ciletuh, dengan ciri flysch di bagian bawah, berubah ke f luviatil
termasuk Fm. Bayah terdiri dari pasir konglomerat. Secara tidak

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


4

selaras kedua satuan tersebut ditutupi oleh Fm. Jampang yang


kebanyakan terdiri dari breksi volkanik. Satuan ini dikenal juga

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


5

sebagai “Old Andesit Formation”. Umur Fm. Jampang di bagian


bawah adalah Miosen Awal, atau Te5. Secara tidak selaras satuan
ini ditutupi oleh Kelompok Cimandiri (di bagian Barat) dan
akhirnya secara tidak selaras diikuti oleh Fm. Bentang yang
bercirikan endapan laut dangkal sampai darat.
Lembah Cimandiri merupakan bagian dari Blok Bogor yang
dipisahkan dari Pegunungan Selatan oleh suatu sesar besar yaitu
Sesar Cimandiri yang berarah sejajar aliran S. Cimandiri. Sesar ini
mempengaruhi pola sedimentasi dari kedua mandala.

1.5 Kondisi Geologi Umum


Mandala Cekungan Bogor di dasari oleh melange yang ditutupi
endapan laut-dalam berupa endapan lereng bawah, terdiri dari
lempung dan pasir kuarsa dengan sisipan breksi, kaya akan
fragmen batuan metamorf dan beku ultra basa, termasuk pada Fm.
Ciletuh, tebal ±1400 m. Endapan terbawah Cekungan Bogor di
mulai oleh Fm. Bayah.
Pengisian Cekungan Bogor pada waktu pengendapan Fm. Bayah
dan kemungkinan pula Fm. Batuasih, umumnya berasal dari
Utara, sedangkan pada waktu pengendapan Fm. Jampang berasal
dari Selatan. Pengisian selanjutnya berupa sistem kipas laut dalam
yang tumbuh maju (accreting) dari Selatan ke Utara sejak Awal
Miosen sampai Akhir Miosen.
Ditinjau dari waktu terjadinya, di Jawa Barat ada tiga jalur batuan
beku yang diperkirakan sebagai busur magmatis. Jalur tertua
berumur Kapur Eosen Awal adalah granit dari Fm. Jatibarang
yang berarah Meratus. Jalur ke dua terletak di Selatan Jawa,
berumur Oligo - Miosen, berarah Baratlaut Tenggara, atau berarah
Sumatera. Busur ke tiga adalah deretan gunung api resen yang
menempati poros pulau Jawa.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


6

Struktur geologi Jawa Barat terdiri dari tiga arah, yakni arah
Meratus, Arah Sumatera dan Arah Utara - Selatan. Sesar-sesar
tertua berarah Meratus, kemudian disusul oleh sesar-sesar arah
Sumatera. Sesar arah Utara-Selatan hanya diketemukan di daerah
Paparan Utara dan dianggap tidak mempunyai hubungan langsung
dengan evolusi Cekungan Bogor.
Cekungan Bogor ini berubah statusnya dari waktu ke waktu. Pada
kala Eosen Tengah, Cekungan Bogor merupakan cekungan depan
busur. Perkembangan Cekungan Bogor paling jelas adalah mulai
Kala Oligosen-Miosen, cekungan berupa laut dangkal. Pada Kala
Awal Miosen, cekungan merupakan cekungan belakang busur dan
batasnya melebar ke Selatan. Pada Kala Pliosen Akhir, Cekunga n
Bogor sudah berupa daratan yang ditempati oleh jalur magmatis
dan merupakan akhir dari cekungan ini.

1.6 Fisiografi Umum


Mandala sedimentasi Cekungan Bogor meliputi beberapa zona
fisiografi (Van Bemmelen, 1949), yakni : Zona Bogor, Zona
Bandung dan Zona Pegunungan Selatan (gambar-2). Mandala
sedimentasi ini dicirikan oleh endapan aliran gravitasi yang
kebanyakan berupa fragmen batuan beku dan sedimen, seperti :
andesit, basalt, tuf dan gamping. Ketebalan secara keseluruhan
sulit ditentukan, tetapi diperkirakan lebih dari 7.000 meter.
Mandala sedimentasi Banten sebenarnya tidak begitu jelas,
mengingat sedikitnya data yang diketahui. Pada umur Tersier
Awal mandala ini lebih menyerupai Mandala Cekungan Bogor,
sedangkan pada akhir-akhir Tersier cirinya sangat mendekati
paparan kontinen.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


7

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


8

2. GEOLOGI DAERAH EKSKURSI


Secara stratigrafi kedudukan batuan yang lebih tua pada fisiografi
Jawa Barat terletak di Teluk Ciletuh, yaitu pada batuan Melange
yang berumur pra Tersier. Secara tidak selaras diatas batuan
melange tsb, berturut-turut di endapkan Fm. Ciletuh, Fm. Bayah
dan Fm. Jampang. Secara keseluruhan kelompok formasi ini
termasuk kedalam Blok Pegunungan Selatan.
Di Gunung Walat (daerah Cibadak-Sukabumi) beberapa
singkapan yang memperlihatkan kontak antara Fm. Bayah, Fm.
Batuasih dan Fm. Rajamandala dapat dipelajari dengan baik, baik
sebagai kontak stratigrafi ataupun sebagai kontak akibat tektonik.
Diantaranya adalah kedudukan Fm. Bayah secara morfologi
memperlihatkan posisi berada diatas Fm. Batuasih dan Fm.
Rajamandala yang berumur lebih muda, hal tersebut diakibatkan
oleh adanya sesar naik yang mengangkat Fm. Bayah ke bagian
atas di sepanjang Gn. Walat. Seluruh formasi batuan di daerah ini
termasuk kedalam Blok Bogor.
Di daerah Bayah, tepatnya di desa Karang Taraje dapat dijumpai
singkapan batupasir- konglomerat dari Fm. Bayah, dengan
kenampakkan struktur sedimen yang sangat bagus. Fm. Bayah di
daerah Banten Selatan ini merupakan batuan tertua yang
tersingkap, jika dilihat penyebarannya yang menerus ke arah
Cekungan Bogor, maka dapat dipastikan bahwa Fm. Bayah
merupakan basement bagi kedua cekungan.

2.1 Stratigrafi

2.1.1. Endapan Melange


Di daerah Ciletuh, endapan melange tersingkap di tiga lokasi,
yaitu di komplek Gn. Badak, komplek Citisuk / Cianggabangsa
dan yang paling selatan adalah komplek Cigembong / Citirem.
Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020
9

Martodjojo (1978), berpendapat bahwa ada perbedaan sifat batuan


pada ketiga singkapan tersebut di atas, yakni:
 Singkapan di Gn. Badak ke kebanyakan terdiri dari batuan
ultrabasa, ofiolit dan lava bantal dengan fillit dan sekis.
 Singkapan di komplek Citisuk / Cianggabangsa kebanyakan
terdiri dari gabro dengan sedikit ofiolit dan lava bantal.
 Singkapan di Cigembong / Citirem kebanyakan lebih
didominasi oleh lava bantal yang bersifat tholeithik.
Dari ciri-ciri tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
makin ke arah Selatan, komplek melange Ciletuh lebih terdiri dari
kerak samudra bagian atas, dan sebaliknya makin ke arah Utara
lebih terdiri dari kerak samudra bagian dalam. Berdasarkan
perkembangan prisma a-krasi (Kearley, P dan J. Vine, F., 1990)
gejala ini dapat disimpulkan bahwa daerah Utara tersesar naik
lebih kuat daripada daerah di sebelah selatan.
Seluruh batuan dari komplek melange di ketiga singkapan tadi
sangat tergerus kuat, serta ditandai dengan banyaknya atau adanya
urat - urat kuarsa dan kalsit. Ciri terakhir ini di samping
kekompakkannya, oleh Asikin dan Harsono serta Endang Tayib
dkk, (1977), telah dipakai sebagai ciri pembeda yang penting dari
komplek melange ini terhadap sedimen Formasi Ciletuh yang
terletak di atasnya.
Dari ciri-ciri tersebut di atas, seperti kekompakkan dan banyaknya
urat kuarsa serta kalsit, maka singkapan di Pulau Mandra dan
Pulau Manuk di daerah Cikadal, telah ditafsirkan sebagai ba gian
dari endapan melange.

2.1.2. Formasi Ciletuh


Nama Formasi Ciletuh diajukan Sukamto (1975) terhadap satuan
batuan yang terdiri dari konglomerat, pasir dan lempung di daerah
aliran sungai Ciletuh Pelabuhan Ratu.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


10

Formasi ini mempunyai ciri litologi yang relatif berbeda dari


bawah ke atas. Bagian bawah terdiri dari lempung, setempat-
setempat, bersifat napalan dengan banyak selingan pasir
greywacke kuarsa, serta kadang-kadang terdapat sisipan breksi
polimik yang terdiri dari fragmen batuan metamorf, ultrabasa,
ukuran komponennya bisa mencapai 1 meter. Bagian terbawah
umumnya terlipat sangat ketat dan selalu mempunyai batas sesar
terhadap melange yang berada di bawahnya. Struktur sedimen
seperti lapisan bersusun, laminasi paralel umum ditemukan.
Bagian tengah terdiri dari lempung menyerpih dengan sisipan
batupasir kuarsa kasar sampai halus. Kemiringan perlapisan
umumnya landai.
Bagian teratas terdiri dari lempung napalan dengan sisipan pasir
sampai konglomerat dengan fragmen terdiri dari kuarsit kadang-
kadang didapat fragmen batubara. Batas dengan Formasi Bayah
ditandai makin berkurangnya lempung, berubah menjadi dominan
batupasir kuarsa. Umur formasi ini adalah Eosen Awal, ketebalan
dilokasi tipenya sangat sulit dipastikan karena telah mengalami
pensesaran yang sangat kuat, tetapi beberapa peneliti
memperkirakan ketebalan minimal formasi ini adalah 1.400 meter.
Singkapan terluas Fm. Ciletuh terdapat di teluk Ciletuh, Sukabumi
Selatan. ditafsirkan Formasi Ciletuh menerus di bawah batuan
Neogen di sebagian Jawa Barat, terutama Cekungan Bogor.
Diteluk Ciletuh, singkapan formasi ini merupakan inti dari suatu
amphitheater, dimana bagian tepinya terdiri dari Fm. Jampang. Di
daerah amphitheater Ciletuh, Fm. Ciletuh menutupi hampir 90 %
dari seluruh singkapan yang ada. Daerah bagian Timur dibagian
tertutup dari amphitheater, hampir semua singkapan terdiri dari
Fm. Ciletuh. Di bagian Barat, pada bagian amphitheater,
tersingkap batuan yang lebih tua, berupa singkapan melange dan
Fm. Ciletuh bagian bawah.
Bagian bawah Fm. Ciletuh di daerah Karanghaji, Cikadal serta
sepanjang Cibatununggal, menunjukkan bahwa bagian bawah dari
Fm. Ciletuh terdiri dari endapan laut dalam (turbidit), kaya akan
foram plankton. Satuan ini terdiri dari lempung dan serpih hitam,
Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020
11

berlapis - lapis tipis, berselingan dengan batupasir greywacke


yang juga berwarna abu-abu, tebal 10 meter. Di atasnya terdapat
lapisan breksi yang terpilah sangat buruk, dengan komponen
pembentuk berkisar dari ukuran pasir sampai bongkah, yang
terdiri dari fragmen peridotit dan sekis. Di bagian teratas dari Fm.
Ciletuh bawah ini, sebagaimana tersingkap di Gunung Badak,
mulai banyak mengandung fragmen kuarsa dan kalsedon yang
membundar. Bagian atas Fm. Ciletuh kebanyakan terdiri dari
konglomerat yang kadang-kadang diselingi oleh lempung serpih
(terutama di bagian tengah). Bagian teratas formasi ini hampir
semuanya terdiri dari konglomerat, yang banyak mengandung
fragmen batubara, serta berstruktur silangsiur sedangkan fosil
marine tidak ditemukan pada bagian ini.
Formasi Ciletuh juga menunjukkan sifat perlipatan yang berbeda
dari bawah ke atas. Bagian terbawah yang tersingkap didekat
melange, umumnya terlipat sangat kuat, sedangkan makin ke
bagian atasnya kemiringan relatip sangat kecil, bahkan hampir
mendatar. Singkapan Cubatununggal dan Cikadal memperlihatkan
perlipatan yang kuat pada Formasi Ciletuh bagian bawah ini.
Formasi Ciletuh bagian bawah di daerah Ciletuh selalu ditemukan
berbatas sesar dengan Kompleks Melange di bawahnya. Batas atas
dari formasi ini ditandai oleh perubahan berangsur dari batuan
yang dominan lempung ke batupasir kuarsa.
Bagian bawah Formasi Ciletuh ini ditafsirkan sebagai Pond
Deposits atau endapan lereng atas dari suatu sistem akrasi pada
umur Eosen Awal. (Soejono, Suparka dan Hadiwisastra, 1978).
Lingkungan pengendapan formasi ini adalah dari laut dalam pada
bagian bawah, berubah secara berangsur ke lingkungan laut
dangkal di bagian atasnya.
Penyelidikan para ahli beranggapan bahwa kedudukan Fm.
Ciletuh terhadap satuan Melange di bawahnya sebagai kedudukan
tidak selaras. Pendapat ini pada hakekatnya dilandasi oleh
anggapan bahwa endapan melange yang kompak sebagai endapan

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


12

pra Tersier, sehingga adanya rombakan melange ini pada bagian


bawah Fm. Ciletuh dianggap sebagai tanda ketidak selarasan.

Gambar – 3 : Stratotipe gabungan Fm. Ciletuh (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


13

2.1.3. Formasi Bayah


Nama Bayah diberikan oleh Koolhoven (1933) terhadap batuan
tertua di daerah Banten Selatan. Nama Bayah diambil dari nama
kota kecamatan di daerah Banten Selatan. Batuan di daerah ini
terdiri dari pasir kasar, sering konglomeratan berselang-seling
dengan lempung yang mengandung batubara. Formasi Bayah
terbagi atas tiga anggota (E. Rusmana dkk, 1992), yaitu:
 Anggota Konglomerat, terendapkan pada lingkungan paralik
bercirikan sedimen klastika kasar yang berasal dari rombakan
batuan granit dan metamorf formasi pra Tersier Ciletuh,
bersisipan batubara.
 Anggota Batulempung, berlingkung pengendapan neritik dan
umumnya berupa batulempung napal.
 Anggota Batugamping, menjemari dengan dengan Anggota
Batulempung.
Ciri batuan Formasi Bayah dimulai oleh pasir dari lingkungan laut
transisi (sand bar) sebagaimana terlihat di tepi pantai Bayah -
Malingping. Ke arah atas berubah menjadi pasir konglomeratan,
sisipan lempung umumnya sangat sedikit dengan struktur silang-
siur cekung dan planar. Bagian teratas sebagaimana terlihat pula
di Gunung Walat dan di Bayah, umumnya didominir oleh pasir
konglomeratan dengan selingan batulempung dan batubara. Ciri
sedimen di bagian atas ini menunjukkan ciri lingkungan sungai
meander.
Formasi Bayah merupakan puncak pendangkalan dari sistem
akrasi di Pulau Jawa ini. Sebagian daerah atau mungkin seluruh
daerah Jawa, bahkan dapat pula sebagian besar daerah Paparan
Sunda merupakan daratan pada waktu itu.
Dari penyelidikan petrografi dan mineralogi (Martodjojo, 1984)
disimpulkan bahwa sumber batuan dari Fm. Bayah adalah bersifat
granitan dan metamorf. Pada Fm. Bayah tidak pernah
diketemukan fragmen asal batuan gunung api. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa Fm. Jatibarang (termasuk Andesit Cikotok)
sudah bukan merupakan sumber batuan lagi. Oleh karena itu dapat
Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020
14

dikatakan bahwa pada waktu Fm. Bayah diendapkan, tidak ada


aktifitas volkanisma pada sistim busur Pulau Jawa ini.
Polaritas sistim penunjaman pada waktu ini tetap, sebagaimana
waktu sebelumnya, yakni lautan terbuka di Selatan - Tenggara dan
daratan di sebelah Utara. Hal ini dapat dibuktikan dari arah arus
purba pada Fm. Bayah ini.
Ungkapan morfologi singkapan Fm. Bayah pada umumnya
membentuk perbukitan bergelombang yang melandai, beberapa
ekspresi monoklin atau “hog back” (Gn. Walat) terlihat jelas
sebagai akibat perselingan antara batupasir yang keras dengan
lempung dan batubara yang lunak.
Umur dari Formasi Bayah ini adalah antara Eosen Tengah sampai
Eosen Akhir, mungkin juga sampai Awal Oligosen (Martodjojo,
1984). Dengan lingkungan pengendapan berupa fluviatil,berupa
tipe sungai teranyam dan berakhir sampai meander atau mungkin
delta.
Kedudukan stratigrafi Fm. Bayah terhadap Fm. Ciletuh di
bawahnya dapat dikatakan sebagai kedudukan selaras, akibat
proses regresi pada kala Eo – Oligosen.
Kedudukan terhadap Fm. Batuasih yang berada di atasnya tidak
jelas, karena kebanyakan berupa kontak sesar.

2.1.4. Formasi Batuasih


Lokasi tipe dari Formasi Batuasih adalah Desa Batuasih yang
terletak antara Gunung Walat dan Pasir Bongkok. Sedangkan
umur Fm. Batuasih ini adalah Oligosen Atas. Formasi Batuasih
yang menutupi Fm. Bayah di Gn. Walat, kebanyakan terdiri dari
lempung yang keras, padat, sering napalan. Beberapa sisipan tipis
lanau pasiran juga ditemukan dan kadang-kadang juga dijumpai
batupasir. Lanau pasiran ini umumnya terdiri dari kuarsa dan
rijang, tidak mengandung fragmen volkanik, pirit umum dijumpai.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


15

Gambar – 4 : Penampang Startigrafi Formasi Bayah (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


16

Ciri batas bawah dari Fm. Batuasih dengan Fm. Bayah di Gn.
Walat, ditandai oleh berkurangnya atau hilangnya pasir dan
konglomerat pada Fm. Bayah. Lempung pada Fm. Batuasih
bagian bawah sulit dibedakan dengan sisipan lempung yang tebal
di Fm. Bayah. Batas atas di daerah tepinya terlihat jelas berupa
batugamping (di bagian atas), sedangkan bagian bawahnya secara
berangsur berubah menjadi lempung, napal hitam dari Fm.
Batuasih. Formasi Batuasih merupakan lingkungan transisi dari
dominan lingkungan darat (pasir konglomerat dari Fm. Bayah di
Gn. Walat) ke lingkungan lautan (gamping dari Fm.
Rajamandala).
Kedudukan stratigrafi dari Fm. Batuasih dan Fm. Bayah di bawah
mungkin tidak selaras, sedangkan batas atasnya dengan Fm.
Rajamandala adalah selaras. Lingkungan pengendapan Fm.
Batuasih adalah laut transisi dengan kondisi reduksi pada bagian
bawahnya. Formasi Batuasih terletak tidak selaras diatas Fm.
Bayah yang mengandung sisipan batu bara. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa proses transgresi telah menerus di Selatan,
menutupi suatu lembah yang dulunya merupakan punggungan
busur luar yang berlingkungan darat. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa Cekungan Bogor mulai terlihat pada umur
Akhir Oligosen ini.
Dapat disimpulkan bahwa umur dari Fm. Batuasih ini adalah
Oligosen Akhir (N2 - N4), dengan lingkungan pengendapan
berupa laut transisi pada kondisi reduksi di bagian bawahnya.
Formasi Batuasih yang berbatasan dengan Formasi Bayah dan
Formasi Rajamandala menunjukkan morfologi yang terendah, hal
ini disebabkan karena kedua satuan yang membatasi mempunyai
ketahanan erosi yang lebih besar, sehingga morfologi Formasi
Batuasih selalu merupakan lembah diantara kedua perbukitan
tersebut.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


17

Gambar – 5 : Penampang Startigrafi Formasi Batuasih (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


18

2.1.5. Formasi Rajamandala


Formasi Rajamandala bagian bawah mempunyai hubungan yang
menjemari dengan Formasi Batuasih dan kedua-duanya terletak di
atas Fm. Bayah. Yang menarik dari formasi ini adalah
penyebarannya yang terdapat hanya pada satu jalur tertentu, yakni
memanjang dari Citarate di Bayah - Sukabumi hingga ke
Rajamandala.
Formasi Rajamandala dicirikan oleh batugamping, berumur
Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Kebanyakan terdiri dari
batugamping fragmental berselingan dengan batugamping masif.
Ketebalan batugamping fragmental berlapis baik umumnya
berkisar 2 sampai 3 meter dan batugamping masif berkisar antara
4 sampai 9 meter. Batugamping masif umumnya banyak
mengandung algae, berwarna putih sampai kuning muda,
berkristal halus, kadang-kadang mengandung foraminifera besar.
Batugamping fragmental umumnya berlapis, berwarna abu-abu,
kalau melapuk umumnya coklat, fragmen terdiri dari butir halus
algae dan sering terdapat foram besar.
Dari peneliti terdahulu, Harting (1929), Kupper (1941),
berkesimpulan bahwa lingkungngan pengendapan Fm.
Rajamandala adalah laut dangkal. Dari penyebaran dan perubahan
facies, diperkirakan bahwa Fm. Rajamandala merupakan batas
Selatan dari Cekungan Bogor. Batas Utaranya juga ditandai oleh
perkembangan gamping, yakni Fm. Baturaja. Martodjojo (1984)
berkesimpulan bahwa pada saat Fm.Rajamandala diendapkan,
daerah poros Citarate - Sukabumi - Rajamandala merupakan
pinggir dari suatu cekungan, berbatasan dengan daratan di Selatan
Ciletuh, proto Cekungan Bogor sudah mulai jelas bentuknya pada
umur Oligosen Akhir.
Berdasar ungkapan morfologi, Fm. Rajamandala selalu
membentuk morfologi tinggi dan umumnya berlereng terjal.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


19

Gambar – 6: Penampang Startigrafi Formasi Rajamandala (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


20

2.1.6 Formasi Jampang


Nama lain dari Fm. Jampang adalah Old Andesit. Pada hakekatnya
digunakan untuk siklus gunung api Oligosen-Miosen Awal di
Jawa. Aktivitas gunung api tersebut telah menghasilkan bahan
volkanik yang menyebar di sepanjang pantai Selatan pulau Jawa.
Ketebalan formasi ini berkisar antara 800 - 2000 m. Ciri
endapannya berupa aliran gravitasi dengan sisipan lava, kadang -
kadang berupa lava bantal.
Formasi Jampang hampir selalu menempati morfologi tinggi. Di
daerah Ciletuh, formasi ini menempati tepi amphitheater dengan
beda tinggi berkisar 200 meter terhadap Fm. Bayah dan Fm.
Ciletuh yang berada di bawahnya. Di dataran Jampang satuan ini
membentuk suatu plateau, dengan kemiringan berkisar 8° - 10° ke
Selatan.
Bagian terbawah formasi ini (di daerah Ciletuh) bercirikan lapisan
tipis tuf asam yang banyak mengandung fragmen batulempung
dan gamping. Di tebing Utara amphitheater Ciletuh dicirikan oleh
breksi yang komponen utamanya terdiri dari andesit, kaya akan
hornblende. Di atas satuan ini kembali satuan tuf dan breksi lava,
andesit, batugamping dan aliran lava.
Bagian tengah Fm. Jampang, dicirikan dengan sering hadirnya
fragmen gamping pada breksi, gamping ini sering mengandu ng
koral dan algae. Bagian teratas Fm. Jampang terdiri dari breksi,
kadang- kadang dijumpai lava masif, yang sulit diteliti lebih lanjut
karena berbatas langsung dengan breksi yang berkomponen sama,
sehingga tanda-tanda pembakaran sulit ditentukan.
Ciri endapan Formasi Jampang memberikan tanda suatu perioda
kegiatan gunung api baru di busur kepulauan Jawa ini. Arah pusat
erupsi gunung api ditafsirkan berada di Selatan dari daerah
Jampang. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa pada waktu Fm.
Jampang sampai ke satuan yang lebih muda, Paparan Sunda di
Utara selalu berada di bawah permukaan laut.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


21

Gambar – 7 : Penampang Startigrafi Formasi Jampang (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


22

Umur Fm. Jampang adalah Miosen Awal, dimana letak


pengendapannya merupakan perkembangan dari kipas bawah
yang berbutir halus (Jampang Selatan) berubah ke kipas atas yang
berbutir kasar, seperti breksi. Hal ini menunjukkan
berkembangnya suatu kipas laut dalam di daerah Jampang ini.
Bagian bawah dari Fm. Jampangt tersingkap di daerah Ciletuh,
lebih menunjukkan ciri ketidak selarasan terhadap Formasi Bayah.
Bagian atas dari Fm. Jampang di daerah Pegunungan Selatan Jawa
Barat ditutupi secara tidak selaras oleh batugamping dari Formasi
Bojonglopang, sedangkan ke arah lateral Fm. Jampang seumur
dengan Fm. Citarum.

2.1.7 Formasi Citarum


Formasi Citarum penyebarannya dikontrol oleh Cekungan Bogor,
karena formasi ini merupakan batuan khas Cekungan Bogor.
Singkapan terbawah dari Fm. Citarum didominasi oleh lanau
dengan sisipan pasir tipis. Batulanau umumnya berwarna hijau
abu-abu, selingan pasir berwarna abu-abu. Struktur sedimen pada
lanau yang sering ditemukan adalah laminasi silangsiur kecil,
sering menunjukkan struktur bergelombang.
Bagian atas dari Fm. Citarum kebanyakan terdiri dari pasir yang
terpilah sangat buruk sering dijumpai fragmen batulempung yang
mempunyai kemas sejajar dengan perlapisan, beberapa
menunjukkan lapisan bersusun. Pada beberapa tempat dijumpai
selingan breksi polimik, tebal 1 sampai 4 m, dengan komponen
terdiri dari andesit, batugamping dan batulempung. Batas atas dari
Fm. Citarum ditandai dengan munculnya breksi volkanik yang
masih menunjukkan ciri endapan aliran gravitasi.
Bagian tengah Fm. Citarum terdiri dari napal, napal tufan, napal
lempungan yang sangat kompak berselang-seling dengan
batupasir tufan, batupasir greywacke tufan ukuran pasir setebal 5
– 6 m.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


23

Gambar – 8 : Penampang Startigrafi Formasi Citarum (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


24

Bagian bawah Fm. Citarum dicirikan oleh napal, napal


lempungan, napal tufan sisipan lempung, lanau, tebal 25 -40 cm.
Struktur sekunder yang sering didapatkan pada napal adalah
struktur beban (load cost).
Kedudukan Fm. Citarum terhadap Fm. Rajamandala dibawahnya
berdasarkan kedudukan perlapisan dan kisaran u mur fosil yang
ada dianggap selaras. Umur dari Fm. Citarum adalah antara N4-
N8 (Miosen Awal).
Dari penyelidikan yang di buat, dimana Fm. Citarum berubah dari
dominan lempung di bawah ke dominan pasir di bagian atas. Hal
ini membuktikan bahwa Fm. Citarum merupakan endapan distal
dari sistim kipas laut dalam. Makin dominannya pasir kasar pada
bagian atas, membuktikan perkembangan kipas laut dalam
semakin ke atas semakin proksimal.

2.1.8 Formasi Saguling


Ciri dasar batuan Fm. Saguling mudah dibedakan di lapangan
dengan Fm. Citarum yang berada di bawahnya, karena Fm.
Saguling didominasi oleh breksi yang berselang-seling dengan
pasir greywacke. Sedangkan Fm. Citarum umumnya terdiri dari
greywacke saja de-ngan selingan litikwacke yang kaya akan
fragmen lempung dan gamping. Ketebalan Fm. Saguling di lokasi
tipenya adalah 1750 m.
Di daerah tipe, yakni di jalan Rajamandala-Saguling, ciri batas
ditandai oleh menculnya breksi setebal 18 meter. Breksi ini
berwarna coklat abu-abu agak melapuk, berlapis bersusun. Makin
ke atas sisipan pasir greywacke makin tebal dan breksinya
menipis Fragmen breksi sering cukup membundar, sehingga dapat
dinamakan konglomerat. Fragmen ini terdiri dari basalt yang
berlubang-lubang (amygdaloid) serta andesit yang umumnya lebih
bersudut daripada basalt.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


25

Gambar – 9 : Penampang Startigrafi Formasi Saguling (Martodjojo, 1984)


Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020
26

Anggota Cibanteng dicirikan oleh susunan batuan yang terdiri dari


lempung berlapis baik, terpotong oleh breksi lempung bercampur
dengan fragmen gamping yang kaya akan koral.
Breksi lempung mencapai ukuran 2 m dan fragmen gamping
berukuran dari kerikil sampai bongkah. Breksi ini membentuk
suatu lembah torehan (channel) pada lapisan lempung dan lapisan
greywacke.
Formasi Saguling bagian bawah ditandai oleh munculnya lap isan
breksi-konglomerat. Sedang ciri batas atasnya adalah selaras
terhadap Fm. Cimandiri. Ciri batas atas Fm. Saguling di daerah
Padalarang Selatan adalah hilangnya breksi dan mulainya
lempung yang kaya akan moluska.
Formasi Saguling berumur N9-N13 atau Miosen Tengah, terletak
selaras diatas Formasi Citarum serta ditutupi pula secara selaras
oleh Formasi Bantargadung. Lingkungan pengendapan formasi ini
secara keseluruhan diendapkan dalam mekanisme turbidit
proksimal yang kemudian aktifitasnya berkurang, kalau tidak
dapat disebut terhenti samasekali.

2.1.9 Formasi Cibulakan


Frei (1931) merupakan orang pertama yang menamakan satuan ini
sebagai "Cibulakan Series". Van Bemmelen (1949)
menamakannya sebagai "Annulatus Complex" . Adapun
Sudjatmiko (1972) dan Bhanuindra (1974) menamakannya
sebagai "Formasi Jatiluhur", sedangkan Martodjojo (1984)
menamakannya sebagai "Formasi Cibulakan"
Bagian bawah dari Fm. Cibulakan dicirikan oleh serpih karbonan
berwarna coklat keabu-abuan dengan sisipan lapisan batubara.
Pasir umumnya jarang, kadang-kadang ditemukan lapisan
konglomerat. Makin ke atas kandungan karbonat makin banyak,
napalnya berwarna bau-abu, banyak mengandung glokonit,
sisipan batugamping makin banyak, kandungan foraminifera
plankton makin kaya.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


27

Gambar – 10 : Penampang Startigrafi Formasi Cibulakan (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


28

Fm. Cibulakan bagian tengah umumnya terdiri dari gamping,


berwarna putih kotor, umumnya padat, tetapi kadang-kadang
kapuran. Sisipan serpih dan pasir tipis yang mengandung glokonit
juga dijumpai.
Fm. Cibulakan bagian atas, umumnya terdiri dari pasir gampingan
berselang-seling dengan napal di bagian bawah dan berubah ke
atas menjadi lempung, lanau yang banyak mengandung f ragmen
moluska. Bagian teratas dari formasi ini terdiri dari napal
berselingan dengan batugamping, kadang-kadang dolomitan.
Berdasarkan kandungan fosil umur Fm. Cibulakan berkisara
antara Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (N12 - N15), dengan
lingkungan pengendapan transisi bisa berupa lagoon maupun
dataran pasang surut (tidal falt)

2.1.10 Formasi Bantargadung


Penamaan Formasi Bantargadung diajukan oleh Martodjojo
(1984), dengan lokasi tipe di Desa Bantargadung Pelabuhan Ratu
Sukabumi.
Formasi Bantargadung umumnya terdiri dari selang-seling
lempung dan pasir tufan. Satuan ini didominasi oleh lempung
serpih dan pasir kuarsaan serta berwarna abu-abu muda.
Kemiringan perlapisan Fm. Bantargadung di Lembah Cimandiri
umumnya sangat terjal, mencapai 60 0 – 80 0, sedangkan ke arah
sungai Cimandiri kemiringan lebih landai menjadi 30 0 – 50 0.
Umumnya Fm. Bantargadung menempati daerah yang
bermorfologi rendah, dengan singkapan lembah sungai yang
berdinding terjal.
Bagian bawah dari Fm. Bantargadung terdiri dari batupasir kuarsa
dengan pemilahan yang jelek. Makin keatas batupasir ini berubah
ke batupasir kuarsaan. Butir pasir umumnya berukuran sedang dan
menyudut runcing sampai tanggung, pemilahan buruk, kadang-

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


29

Gambar – 11 : Penampang Startigrafi Formasi Bantargadung (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


30

kadang tersemen karbonat. Struktur sedimen yang dijumpai


adalah graded bedding, paralel laminasi dan laminasi konvolut.
Bagian tengah dari formasi ini terdiri dari selang-seling pasir yang
sering lebih banyak mengandung fragmen batuan. Batuan ini lebih
tufan dari bagian bawah.
Bagian teratas dari formasi ini dicirikan oleh selang-seling tipis
pasir lanauan dengan lempung. Makin ke atas batupasir makin
bersifat gampingan yang sering kaya akan glaukonit. Sisipan
lempung serpih makin tebal dibandingkan dengan bagian bawah,
mengandung batubara. Semakin ke atas satuan ini bersifat tuf an.
Interval ini memiliki ketebalan sekitar 60m, sebelum akhirnya di
dominasi oleh breksi dari Formasi Cigadung.
Lingkungan pengendapan Fm. Bantargadung dari bawah ke atas
adalah dari endapan turbidit ke sistim gosong pasir laut dangkal.
Umur formasi ini adalah Miosen Tengah bagian akhir.
Pada saat Formasi Bantargadung diendapkan, Cekungan Bogor
sudah terbatas di daerah-daerah yang sekarang meliputi daerah
Zona Fisiografi Bogor (Van Bemmelen, 1949).

2.1.11 Formasi Bojonglopang


Penamaan Formasi Bojonglopang diberikan oleh Martodjojo
(1984), sedangkan Sukamto (1975) menamakannya sebagai
Anggota Bojonglopang dari Formasi Cimandiri.
Formasi Bojonglopang membentuk perbukitan gamping, dimana
batas terbawahnya ditemukan di kota Bojonglopang. Disini
formasi ini dimulai dengan lapisan napal tufan berlapis baik, tipis
(10cm), mengandung foram besar dan foram kecil serta moluska.
Batuan di Bojonglopang ini banyak mengandung kuarsa (25%)
dan gelas tuf, serta lempung (15%), sedang selebihnya adalah
fragmen fosil.
Diatasnya diendapkan batugamping berlapis yang hampir
semuanya berasal dari rombakan koral. Diatas rombakan koral ini

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


31

Gambar – 12 : Penampang Startigrafi Formasi Bojonglopang (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


32

diendapkan batugamping masive yang kaya akan fosil, terutama


koral dan algae (boundstone). Kemudian diatas boundstone ini
diendapkan batugamping wackestone berwarna coklat muda,
berlapis baik terdiri dari fragmen koral, moluska dan foram besar.
Perulangan tersebut terjadi berkali-kali sampai pada akhirnya
diatas wackestone didapat batupasir coklat muda setebal 15 m.
Pada bagian bawah dan tengah merupakan batupasir yang terdiri
dari kuarsa berbutir halus hingga kasar, berbentuk menyudut
tanggung, terpilah sedang dan banyak mengandung gelas.
Kadang-kadang batupasir ini konglomeratan, serta terdapat pula
sisipan konglomerat.
Formasi Bojonglopang terletak tidak selaras diatas Fm. Jampang
dengan bentuk ketidak selarasan menyudut. Batas atas dari Fm.
Bojonglopang tidak pernah diketemukan mengingat satuan ini
adalah yang termuda di Pegunungan Selatan Jawa Barat.
Formasi Bojonglopang merupakan terumbu yang tumbuh pada
tepi Tenggara Cekungan Bogor, membatasi cekungan ini dengan
daratan Bayah pada waktu itu. Umur Fm. Bojonglopang adalah
Miosen Tengah Bagian Atas (N12 - N14), dengan lingkungan
pengendapan berupa laut dangkal, daerah tembus cahaya dan
bersih.

2.1.12 Kompleks Gunung Tangkuban Parahu


Menurut Van Bemmelen (1949), pada permulaan jaman Kuarter
terbentuk gunung api Sunda yang merupakan cikal bakal dari
seluruh pegunungan yang berada di sekitar Gn. Tangkuban
Parahu.
Gunung api Sunda ini berukuran sangat besar, berdasarkan
rekonstruksi memiliki panjang kira-kira 20 km dan tinggi sekitar
3000 m. Gunung api Sunda ini mempunyai beberapa titik parasit,
yaitu Gn. Burangrang, Gn. Palasari, Bukit Tunggul, dan Gn.
Canggak.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


33

Dalam periode tertentu gunung api Sunda ini mengalami


peledakan yang maha dasyat, sehingga terbentuklah kaw ah yang
sangat luas, yang disebut sebagai kaldera. Sebagian besar dari
gunung api Sunda ini runtuh. Sektor utara dari dinding kaldera ini
masih terlihat di dinding danau Situ Lembang yang terletak pada
ketinggian 1.568 m, dengan ketinggian dinding antara 200-300 m
dari permukaan danau.
Setelah peledakan gunung api Sunda, terjadilah gerak turun naik
dalam kerak bumi berupa patahan. Bagian Utara turun ke bawah
kira-kira 450 m dari posisi sebelumnya, sedangkan bagian Selatan
tetap pada tempatnya. Patahan yang terbentuk ini dikenal sebagai
"Patahan Lembang". Contoh dari patahan ini adalah Bukit Batu
dan Batu Gantung. Bukit-bukit ini dahulu merupakan satu arus
lava yang terpotong dan seakan-akan tergantung.
Segera setelah terjadinya Patahan Lembang maka pada Kuarter
Muda mulailah bekerja Gn. Tangkuban Parahu, yang pada periode
berikutnya mengalami beberapa kali erupsi yang cukup dasyat,
dimana produk letusannya menghasilkan "Dataran Tinggi
Bandung".
Hasil pertama dari dari erupsi Gn. Tangkuban Parahu ini adalah
berupa efflata (bahan lepas) dalam bentuk tuf-slak. Material yang
keluar ini mengisi depresi Lembang dan dan terbentur pada
dinding Patahan Lembang dan kemudian menorobos melalui
celah-celah dari Sungai Cikapundung dan Sungai Cipaganti,
sehingga mulailah aliran lahar ini mengalir ke arah Cimahi dan
Padalarang, yang kemudian membendung Sungai Citarum lalu
pada akhirnya terbentuklah "Danau Bandung". Selama erupsi
besar tesebut daerah ini telah didiami oleh manusia, oleh karena
itu pembendungan sungai Citarum ini sangat terkenal dalam
dongeng sunda lama. Dimana permaisuri Dayang Sumbi yang
dipinang oleh Sangkuriang menuntut agar Sangkuriang dalam satu
malam dapat membuatkan danau dengan satu buah perahu
diatasnya. Dengan satu pasukan dewata Sangkuriang pergi k e
suatu tempat yang memiliki lembah sempit dan membendungnya,

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


34

sehingga dalam satu malam terbentuklah suatu danau yang


menutupi dataran Bandung.
Sampai disini tentang cerita tersebut sesuai dengan hasil
penyelidikan geologi yang menceritakan bahwa jalan lama sungai
Citarum dibendung oleh arus tuf breksi dilembah yang sempit dan
besar kemungkinan pembendungan ini berlangsung dalam satu
malam. Periode berikutnya sungai Citarum mengalami
penerobosan pada batugamping di sekitar Sanghiang Tikoro
(dekat Bendungan Saguling) yang mengakibatkan keringnya
Danau Bandung tersebut.

2.2 Kisaran Umur Daerah Ekskursi


Berdasarkan paparan geologi yang telah diuraikan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa umur dan lingkungan pengendapan
daerah ekskursi adalah sebagai berikut :
Lingkungan
Formasi / Satuan Umur
Pengendapan
Bojonglopang Miosen Tengah Bagian Laut Dangkal
Akhir
Bantargadung Miosen Tengah Bagian Turbidit ke sistim
Akhir gosong pasir laut
dangkal
Cibulakan Miosen Tengah - Tidal Flat atau Lagoon
Miosen Akhir
N12- N15
Saguling Miosen Tengah Laut Dalam / Turbidit
N9 - N13
Jampang Miosen Awal Kipas laut dalam
Rajamandala Oligosen Akhir - Laut dangkal
Miosen Awal
Batuasih Oligosen Akhir Transisi
Bayah Eosen Tengah - Eosen Fluviatil
Akhir
Ciletuh Eosen Awal Laut dalam hingga laut
dangkal

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


35

3. STRUKTUR GEOLOGI

3.1 Daerah Struktur Ciletuh


Yang dimaksud dengan Daerah Struktur Ciletuh (gambar-13)
adalah daerah yang merupakan lembah amphiteater, dimana
tersingkap batuan tertua di Jawa Barat berupa melange (Tayib,
1977; Martodjojo dkk, 1978; Panigoro, 1981).
Analisis terhadap Daerah Struktur Ciletuh dapat diutarakan
sebagai berikut : Sesar naik di daerah ini telah terpotong dan
tergeserkan oleh sesar-sesar mendatar, oleh karena itu sesar
mendatar ini dianggap lebih muda dari pada sesar naik.
Sesar-sesar naik pada umumnya hanya menyesarkan melage dan
sebagian dari Fm. Ciletuh bagian bawah. Sedangkan sesar
mendatar umumnya mempengaruhi seluruh ketebalan Fm.
Ciletuh. Data lapangan di Jampang Kulon tidak menunjukkan
adanya pengarahan sesar naik dan mendatar ini pada Formasi
Jampang.
Sesar-sesar dengan arah Sumatera di Daerah Struktur Ciletuh,
kemungkinan tidak lebih muda dari umur N18 atau umur tertua
Fm. Bentang.
Sesar-sesar naik pada melange, serta macam struktur pada pada
Fm. Ciletuh, telah ditafsirkan oleh Martodjojo, dkk (1978),
sebagai bentuk struktur prisma akrasi dengan arah laut terbuka
adalah ke arah tenggara.
Adanya sesar turun yang cukup berarti (Sesar Cibatununggul),
dimana terdapat kontak Fm. Bayah bagian atas dengan Formasi
Ciletuh bagian bawah menunjukkan bahwa sudah adanya
pergerakan turun pada daerah prisma akrasi tersebut. Atau dengan
perkataan lain sudah mulainya pembentukkan cekungan dengan
gunung api pada umur Eosen Tengah. Cekungan ini dapat
dikatakan sebagai proto Cekungan Bogor dengan status tektonik
sebagai cekungan depan gunungapi (fore arch basin).

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


36

Gambar – 13 : Struktur Geologi Daerah Struktur Ciletuh (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


37

3.2 Daerah Struktur Jampang Kulon


Daerah Struktur Jampang Kulon adalah daerah segitiga yang
dibatasi oleh aliran sungai Cimandiri di Baratlaut dan sesar sejajar
dengan sisi Utara dari Gn. Walat di Sukabumi (gambar 14 dan
15), yang berarah Baratlaut – Tenggara. Garis ini kira-kira searah
dengan kerapatan garis kontur pengukuran gravitas oleh Untung
dan Hasegawa (1975), yang mengarah dari Utara Gn. Honje dan
Tinggian Bayah di Banten menerus ke Barat tanjung Pangandaran
di pantai Selatan Jawa.
Pada daerah Struktur Jampang Kulon arah umur sesar adalah
sesuai dengan arah Sumatera. Sesar dan lipatannya pada daerah
aliran Cimandiri umumnya berubah arah menjadi mengikuti arah
Sungai Cimandiri.
Sesar tertua di Daearah Struktur Jampang Kulon adalah sesar
Cimandiri. Kejadian berikutnya adalah sesar-sesar naik Cikalong
dan Gn. Walat yang menyesarkan batuan-batuan berumur paling
muda N8, sesar naik ini mengakibatkan perlipatan.
Sesar normal Gn. Bedil merupakan sesar paling muda, sesar ini
kemungkinan bergerak mengikuti batas Utara dari Daerah
Struktur Jampang Kulon, dimana bagian Utara bergerak turun.

3.3 Daerah Struktur Lembah Cimandiri


Daerah Struktur Lembah Cimandiri adalah daerah yang berada di
Utara aliran sungai Cimandiri, di Selatan berbatasan dengan Blok
Jampang Kulon (gambar 14 dan 15)
Batas dari blok ini tidak jelas karena umumnya tertutup oleh
endapan sungai muda. Kemungkinan batas Utara adalah
berbatasan dengan sesar besar Pelabuhan Ratu – Pulau Seribu.
Sesar dan lipatan di Daerah Struktur Lembah Cimandiri umumnya
berarah Baratlaut – Tenggara, dengan arah sekitar 250 0 – 300 0.
Arah ini dapat dikatakan mengikuti arah Sumatera (300 0). Tetapi
pada daerah-daerah dekat dengan aliran Cimandiri arahnya
berubah mengikuti arah aliran sungai Cimandiri. Sesar dan lipatan
Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020
38

pada Daerah Struktur Lembah Cimandiri ini sangat banyak, dari


ukuran relatif kecil (ratusan meter) sampai yang sangat besar
dengan “throw” mencapai lebih dari seribu meter.
Dari hubungan struktur dan lipatan di Lembah Cimandiri,
didapatkan sesar naik dan lipatan yang umumnya saling sejajar.
Kedua struktur ini umumnya dipotong oleh sesar-sesar mendatar
dan sesar turun, kecuali sesar Cimandiri. Sesar naik umu mnya
mempunyai sudut kemiringan yang tinggi.
Lipatan umumnya mempunyai bentuk asimetri, dimana sayap
Utara antiklin lebih terjal dibanding bagian Selatan, kecuali
beberapa lipatan di sepanjang sesar Cimandiri.
Sesar maupun perlipatan umumnya berarah Barat Laut -
Tenggara, kecuali di dekat aliran Cimandiri yang umumnya
mengikuti arah Cimandiri. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa Sesar Cimandiri terlebih dahulu terbentuk, jauh sebelum
gerak-gerak kompresi dimulai.

3.3.1 Sesar Naik Gunung Walat


Sesar naik ini cukup besar yang mengangkat batuan berumur
Eosen Akhir. "Throw" sesar ini diperkirakan lebih dari 1000
meter yang berumur N16.
Sesar ini didasarkan pada beberapa gejala lapangan sebagai
berikut :
➢ Adanya kelurusan gawir sisi Utara Gn. Walat.
➢ Adanya kelurusan singkapan Fm. Bayah dari Gn. Walat
sampai Gn. Sumur di sebelah Tenggara Sukabumi.
➢ Munculnya batuan tua berumur Eo-Oligosen di Gn. Walat
yang berbatasan dengan daerah rendah yang terdiri dari
endapan gunungapi muda di bagian Utaranya.
➢ Terdapat gejala sesar di aliran sungai Cimandiri bagian hulu.
Arah sesar Gn. Walat ini adalah 290 0 yang dapat dikatakan sejajar
dengan arah Sumatera (300 0).
Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020
39

Gambar – 14 : Daerah Struktur Lembah Cimandiri (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


40

Gambar – 15 : Daerah Struktur Jampang dan Blok Cimandiri (Martodjojo, 1984)

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


41

3.3.2 Sesar Turun Batuasih


Disebut demikian karena terletak di sebelah Selatan Gn. Walat,
pada Desa Batuasih. Sesar ini merupakan sesar turun dengan arah
Baratlaut - Tenggara, bagian Selatan relatif turun dibandingkan
bagian Utara.
Sesar ini terletak pada kontak antara batuan tua (Formasi Walat)
dengan batuan yang lebih muda, yaitu Fm. Batuasih dan Fm.
Rajamandala. Bukti-bukti di lapangan yang didapat adalah cermin
sesar (slicken side) pada batupasir kuarsa serta zona breksiasi pada
batugamping. Arah dari sesar ini adalah U 100 0 T / 56 0.

3.3.3 Sinklin Walat


Sinklin ini terdapat di Gn. Walat yang sumbunya melalui puncak
Gn. Walat, dengan bentuk simetri berdasarkan kemiringan kedua
sayapnya hampir sama, yaitu di sebelah utara 45 0 - 40 0 sedangkan
di sebelah Selatan 42 0 - 40 0. Panjang sinklin ini diperkirakan 2
km, yang dipotong oleh sesar normal Batuasih.

3.4 Daerah Struktur Rajamandala


Daerah struktur Rajamandala merupakan singkapan batuan
Tersier Awal yang membentuk perbukitan di sepanjang Selatan
jalan raya Cianjur – Bandung, sekitar desa kecil Rajamandala.
Berdasarkan Citra Landsat, Daerah Struktur Rajamandala
merupakan kelanjutan dari sesar Cimandiri yang penerusannya
dapat disambungkan dengan Gn. Tangkuban Parahu. Di lapangan
terdapat suatu “gap” antara Daerah Struktur Rajamandala dengan
Daerah Struktur Jampang Kulon. “Gap” ini ternyata merupakan
perpotongan antara sesar turun Cimandiri dan sesar naik Gn.
Walat. Di daerah hulu Cimandiri jurus perlapisan umumnya
adalah Baratlaut – Tenggara atau sekitar 250 0 – 300 0, sehingga
sesuai dengan arah Sumatera. Sedangkan Daerah Struktur
Rajamandala, jurus perlapisannya adalah Timurlaut – Baratdaya,
atau sesuai dengan arah Meratus.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


42

Hampir semua lapisan pada daerah ini mempunyai kemiringan


tegak, terutama daerah utara. Gejala-gejala sesar dijumpai
dimana-mana. Yang menjadi kunci dari pemecahan struktur di
daerah ekskursi adalah ciri satuan stratigrafi, tanda-tanda "top dan
bottom", disamping bidang-bidang perlapisan. Pada dasarnya
daerah ekskursi ini merupakan hasil dari sesar naik yang besar.
Tanda utama dari adanya sesar naik ini di dapat di tepi jalan. Pada
lokasi ini didapatkan batuan greywacke yang sudah agak melapuk,
tetapi ciri umum dari fragmennya masih nyata. Kemiringan
singkapan Pada lokasi ini ke arah Selatan adalah sebesar 75 o,
tetapi dari ciri lapisan bersusun jelas bahwa kedudukan singkapan
ini telah terbalik, inti sesar adalah lempung dari Formasi Batuasih.
Kompleknya sesar ini, juga dapat diamati di sekitar Cipanas,
dimana suatu "drag" (eretan) serta adanya "drag fold"
menunjukkan intensivenya gerak horizontal antar lapisan di
daerah ini .

3.5 Daerah Struktur Purwakarta


Daerah Struktur Purwakarta di bagian Barat dibatasi oleh suatu
sistem antiklin dan sinklin yang umumnya berarah Barat - Timur
(daerah struktur Karawang Selatan) dan di Selatan dibatasi oleh
daerah Strukur Rajamandala yang mempunyai pola struktur
Baratdaya - Timurlaut. Di bagian Timur, pola umum sangat
dipengaruhi oleh "structural domain" sesar Baribis, yang
umumnya berarah Baratlaut - Tenggara. Pada daerah mendekati
Purwakarta arah pola Baribis membelok menjadi Timur - Barat
(daerah Subang, Sungai Ciherang) dan bahkan berubah menjadi
arah Timurlaut - Baratdaya mengikuti pola Cimandiri dekat
Purwakarta. Terusan Pola Baribis yang berarah Baratlaut -
Tenggara masaih dapat diamati di sebelah Baratlaut daerah
Struktur Purwakarta, yakni di Pasir Parigi. Dapat disimpulkan
bahwa daerah Struktur Purwakarta merupakan pertemuan dari dua
pola struktur, yakni Baratdaya - Timurlaut dan Baratlaut -
Tenggara, atau dapat dikatakan sebagai pertemuan dari arah
Sumatera dan arah Meratus.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


43

Gambar – 16 : Geologi Daerah Saguling (Martodjojo, 1984)


Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020
44

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


45

Gambar – 18 : Geologi Daerah Sanghyang Tikoro (Martodjojo, 1984)


Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020
46

4. PUSTAKA
1. Asikin, S. 1992, Diktat Geologi Struktur Indonesia, Jurusan Teknik .
Geologi, Institut Teknologi Bandung
2. Martodjojo, Soejono, 1984, Evolusi Cekungan Jawa Barat, Disertasi
S3, ITB Bandung.
3. Sudjatmiko, 1972. Peta Geologi Lembar Cianjur, Jawa, skala
1:100.000. Direktorat Geologi, Bandung.
4. Koolhoven. 1933. Geologische Kaart van Java,Blad 14. Bajah
5. Hamilton, W., 1979. Tectonics of the Indonesian Region, U.S.
geological Survey profesional Paper, 1078, 345.p.
6. Harsono, W.F. 1977.The Cromong Carbonat Rocks and Their
Relathionship with The Cibulakan and Parigi Formation, Proccedings
Indonesian Petroleum Association.
7. Harting, A., 1929, A short geological description of the mountain
Tagogapoe and Tjitaroem, Fourth Pacific Science Congress, Java.
8. Katili, J.A.,1973, Volcanism and Plate Tectonics in Indonesian Island
Arc,Tectonophys., v.26.,p 165 – 188.
9. Kupper, H., 1941, Bijdrage Tot de Stratigraphy Van het Tagogapoe
and Gn. Masigit gebeid (Noord Prianger, Java), De Ing. Ned.
Ind.,No.12.
10. Martodjojo, S., Suparka S., Hadiwisastra, S., 1978, Status Formasi
Ciletuh Dalam Evolusi Jawa Barat. Geologi Indonesia Vol 5. (2).
11. Sukamto, R. 1975. Peta Geologi Lembar Jampang dan Balekambang,
Jawa Barat
12. Suparka S., Hadiwisastra, S., 1977: Suatu Tinjauan Mengenai Formasi
Citirem. Berita Direktorat Geologi V.9. N. 15
13. Thayyib S. Endang, Said S.E., Siswoyo, Prijomarsono S., 1977: The
status of the Melange Complex in Ciletuh area, South – West Java.
Proceedings IPA ke 6, Jakarta.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


47

14. Untung, M. dan Hasegawa, H. 1975. Penyusunan dan Pengolahan


Data Beserta Penafsiran Peta Gaya Berat Indonesia. Journ. Of . IAGI,
h. 74-96.
15. van Bemmelen, R.W, 1949. The Geology of Indonesia, Volume I A.
The Hague Martinus Nijhoff, Netherland.
16. Walker, R.G, 1978, Facies Models, Department of Geology MC,
Master University - Canada.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


48

5. KEPANITIAN & PESERTA

5.1 Kepanitiaan :
1. Penanggungjawab : Ketua Jurusan Teknik Geologi
2. Koordinator Kegiatan : Dr. Ir. Bambang Sunarwan, MT.

5.2 Dosen Pembimbing :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
Asisten Akademis :
1.
2.

5.3 Peserta Ekskursi


No Nama N.P.M No. HP.
1 Aditya Ardhani 055116002 082111123565
2 Sugih Wiarto 055116003 087806754164
3 Yaomal Bahsyar 055116004 085794433247
4 Mudrick Fadillah 055116006 0895383309742
5 Rizki Maulana Putera 055116007 081218869098
6 Angga Permana 055116008 082216544209
7 Yega Yuditia 055116010 083816591236
8 Andi Nuryandi 055116014 083879385812
9 Embun Hanapi 055116017 083871087161
10 Andri 055116018 085714011343
11 Alif Fiqrakzukhruf 055116019 081388750793
12 Ina 055116020 085884220693

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


49

No Nama N.P.M No. HP.


13 M. Edo Anugrah 055116023 08979235254
14 Alif Fauzan Wisnugroho 055116024 087715540219
15 Alvian Nur Aditya 055116025 08979860859
16 Muhammad Nasir 055116026 087770210607
17 Fajar Imani Ramadhan 055116027 082213953460
18 Suci Julian Hastiana 055116028 082291424316
19 Muhammad Tangguh I.T. 055116029 082213124180
20 Umi Tri Ani Nadia Hanifa 055116030 089517506917
21 Asyari Hidayat 055116031 081335122512
22 Abdurrachman Fazri 055116032 089607333492
23 Latif Marthakusuma 055116033 081298936524
24 Muhamad Arfadillah 055116034 082124274373
25 Dinda Amelia Vermata 055116035 082215449170
26 Ade Purnama Samsudin 055116036 089636556307
27 Putri Rahmawati 055116037 087874858432
28 Azzam Fath Al-Barry U. 055116041 089614516457
29 Redho Maulana 055116043 083841257018
30 Indra Ilhamsyah 055116045 08979860859
31 Suryo Herlambang K. 055116046 085931551192
32 Nursonia Komalasari Ak M. 055116047 081293937648
33 Awang Billy Hishelma N. A. 055115052 08159034780
34 Irvanil Fauzan 055114127 082299787738
35 Olivia Dwikartika 055114094 081222771751
36 M ega dwisatriawan 055119791 082269293125
37
38

Gelondong : Andri
Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020
50

5.4 Pembagian Kelompok dan Pembimbing

Regu - 1
Pembimbing :
1 Aditya Ardhani 055116002
2 Sugih Wiarto 055116003
3 Yaomal Bahsyar 055116004
4 Mudrick Fadillah 055116006
5 Rizki Maulana Putera 055116007
6 Angga Permana 055116008
7 Yega Yuditia 055116010
Regu - 2
Pembimbing :
1 Andi Nuryandi 055116014
2 Embun Hanapi 055116017
3 Andri 055116018
4 Alif Fiqrakzukhruf 055116019
5 Ina 055116020
6 M. Edo Anugrah 055116023
7 Alif Fauzan Wisnugroho 055116024
Regu - 3
Pembimbing :
1 Alvian Nur Aditya 055116025
2 Muhammad Nasir 055116026
3 Fajar Imani Ramadhan 055116027
4 Suci Julian Hastiana 055116028
5 Muhammad Tangguh I.T. 055116029
6 Umi Tri Ani Nadia Hanifa 055116030

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


51

7 Asyari Hidayat 055116031

Regu - 4
Pembimbing :
1 Abdurrachman Fazri 055116032
2 Latif Marthakusuma 055116033
3 Muhamad Arfadillah 055116034
4 Dinda Amelia Vermata 055116035
5 Ade Purnama Samsudin 055116036
6 Putri Rahmawati 055116037
7 Azzam Fath Al-Barry U. 055116041

Regu – 5
Pembimbing :
1 Redho Maulana 055116043
2 Indra Ilhamsyah 055116045
3 Suryo Herlambang K. 055116046
4 Nursonia Komalasari Ak M. 055116047
5 Awang Billy Hishelma N. A. 055115052
6 Irvanil Fauzan 055114127
7 Olivia Dwikartika 055114094
8 M ega dwisatriawan 055119791

No. 1 adalah Ketua Regu

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


52

6. JADWAL ACARA

……. / … ……… 2021

No. Waktu Acara


1 07.00 - 07.30 30' Pembukaan
2 07.30 - 09.00 1,5 jam Perjalanan menuju Cibadak
3 09.00 - 12.00 3 jam Pengamatan singkapan batuan Fm. Bayah,
Fm. Batuasih dan Fm. Rajamandala
di sekitar Gn. Walat.
4 12.00 - 12.30 30’ Perjalanan menuju Curug Pareang.
5 12.30 - 13.30 1 jam Istirahat makan siang.
6 13.30 - 15.30 2 jam Pengamatan singkapan Fm. Jampang dan
Fm. Bojonglopang, di sekitar Curug
Pareang.
7 15.30 - 19.00 3,5 jam Perjalanan menuju Jampang Kulon (Villa
Segar).
8 19.00 - 20.00 1 jam Istirahat.
9 20.00 - 21.00 1 jam Makan malam
10 21.00 - 24.00 3 jam Diskusi, presentasi, tugas dan quiz.
11 24.00 - ........ Istirahat, tidur.

……. / … ……… 2021

No. Waktu Acara


1 06.00 - 07.00 1 jam Sarapan pagi dan pengumpulan tugas-
tugas
2 07.00 - 08.00 1 jam Perjalanan menuju Ciletuh
3 08.00 - 10.00 2 jam Pengamatan Melange, dan Fm Ciletuh
bagian bawah.
4 10.00 - 10.30 30' Menuju jembatan anak sungai Ciletuh.
5 10.30 - 11.00 30' Pengamatan Fm. Bayah
6 11.00 - 11.30 30' Pengamatan dan Analisis morfologi
ampitheater.

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


53

No. Waktu Acara


7 11.30 - 12.00 30' Menuju Jembatan Ciletuh
8 12.00 - 13.00 1 jam Istirahat, makan siang
9 13.00 - 13.30 30' Pengamatan Fm. Jampang Atas
10 13.30 - 15.00 1.5 jam Menuju Perkebunan Ciemas
11 15.00 - 16.00 1 jam Menuju Pelabuhan Ratu
12 16.00 - 17.00 1 jam Pengamatan Fm. Bantargadung
13 17.00 - 19.00 2 jam Menuju Sukabumi (Penginapan)
14 19.00 - 20.00 1 jam Istirahat & makan malam
15 20.00 - 24.00 4 jam Diskusi, tugas dan quiz.
16 24.00 - ........ Istirahat, tidur.

……. / … ……… 2021

No. Waktu Acara


1 07.00 - 08.00 1 jam Sarapan pagi dan pengumpulan tugas-
tugas
2 08.00 - 09.30 1,5 jam Perjalanan menuju Rajamandala.
3 09.30 - 12.30 3 jam Pengamatan singkapan Fm. Rajamandala,
Fm. Citarum dan Fm. Saguling, di daerah
Cipanas dan sekitarnya.
4 12.30 - 13.30 1 jam Istirahat, makan siang di bendungan
5 13.30 - 14.30 1 jam Perjalanan menuju Citatah
6 14.30 - 16.00 1,5 jam Pengamatan singkapan Fm. Saguling di S.
Citatah
7 16.00 - 17.00 1 jam Perjalanan menuju Bandung (Penginapan)
8 17.00 - 19.30 2 jam Istirahat & makan malam
9 19.30 - 24.00 4,5 jam Diskusi, Quiz, Tugas & Presentasi
10 24.00 - ....... - Istirahat

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


54

……. / … ……… 2021

No Waktu Acara
1 07.00 - 08.00 1 jam Sarapan pagi dan pengumpulan tugas-
tugas
2 08.00 - 09.30 1,5 Jam Perjalanan menuju Lembang
3 09.30 - 11.30 2 jam Pengamatan batuan, struktur & moroflogi
patahan lembang
5 11.30 - 14.30 3 Jam Menuju Jatiluhur, makan siang di
perjalanan
6 14.30 - 16.00 1,5 jam Pengamatan Fm. Cibulakan
8 16.00 - ......... Kembali ke Bogor

……. / … ……… 2021

No. Waktu Acara


1 10.00 - 10.30 30' Presentasi Regu 1
2 10.30 - 11.00 30' Presentasi Regu 2
3 11.00 - 11.30 30' Presentasi Regu 3
4 11.30 - 12.00 30' Presentasi Regu 4
5 12.00 - 12.30 30' Presentasi Regu 5
7 12.30 - - Penutupan Kegiatan

Catatan :
Sewaktu-waktu jadwal dapat berubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


55

7. PEMERIAN SINGKAPAN

Hari Pertama
Sta. Lokasi Pengamatan Analisis
1. Sungai Kontak antara Fm. ➢ Jenis dan batas kontak kedua
Batuasih, dekat Batuasih dengan formasi.
penambangan Fm. Rajamandala
➢ Bagaimana hubungan kedua
kapur Bintang.
formasi tersebut dengan Fm. Bayah
yang berada di atasnya.
➢ Buat sketsa hubungan ketiga
formasi tersebut.
2. Penambangan Formasi Bayah. ➢ Batuan apa saja yang ada pada Fm.
pasir kuarsa Bayah
PT. Semen
Cibinong ➢ Struktur sedimen yang berkembang.
➢ Fragmen pembentuk batuan kuarsa,
untuk disebandingkan dengan Fm.
Bayah di daerah Bayah dan Ciletuh.
3. Curug Pareang Kontak sesar Fm. ➢ Jenis dan batas kontak kedua lokasi.
Jampang dengan
➢ Ciri litologi dari kedua formasi
Fm. Bojonglopang
tersebut.
➢ Jenis sesar yang berkembang.

Hari ke dua
Sta. Lokasi Pengamatan Analisis
4. Teluk Ciletuh Batuan melange, ➢ Ciri perbedaan / batas antara
Formasi Ciletuh melange & Fm. Ciletuh.
bagian bawah dan
struktur geologi ➢ Arah foliasi dari fillit.
➢ Top dan bottom pada struktur load
cast di Fm. Ciletuh.
➢ Struktur geologi yang terbentuk

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


56

Sta. Lokasi Pengamatan Analisis


5. Jembatan anak Fm. Bayah ➢ Fragmen pembentuk batuan kuarsa,
sungai Ciletuh untuk disebandingkan dengan Fm.
Bayah di daerah Bayah dan Gn.
Walat.
6. Pinggir desa Morfologi ➢ Ciri batas antara Fm. Jampang
Ciwaru. ampitheater dengan Fm. Ciletuh.
➢ Pola sesar yang terbentuk
➢ Buat sketsa pengamatan
7. Jembatan Fm. Jampang ➢ Jenis dan kedudukan batuannya.
Ciletuh bagian Bawah.
➢ Struktur sedimen yang berkembang.
8. Perkebunan Morfologi Blok ➢ Perhatikan perbedaan morfologi
Teh Ciemas Bogor. blok Bogor dengan blok
Pegunungan Selatan.
➢ Buat sketsa pengamatan.
9. Pelabuhan Fm. Bantarga- ➢ Perhatikan struktur sedimen yang
Ratu dung berkembang.
➢ Jenis dan kedudukan batuannya.

Hari ke tiga
Sta. Lokasi Pengamatan Analisis
10 Cipanas Singkapan btgmp ➢ Ciri umum Formasi Batuasih,
Saguling Fm. Rajamandala, Formasi Rajamandala & Formasi
btlp Fm. Batu- Citarum.
asih & btpsr Fm.
Citarum ➢ Jenis Kontak Formasi.

11 Lintasan Singkapan Fm. ➢ Ciri batuannya.


Cipanas- Citarum
Saguling (Batupasir) yang ➢ Fragmen pembentuk batuan.
memperlihatkan
bentuk "Massive
Sandstone"

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


57

Sta. Lokasi Pengamatan Analisis


12 Lintasan Singkapan Fm. ➢ Perubahan dari Formasi Citarum ke
Cipanas- Saguling berupa Formasi Saguling.
Saguling breksi
➢ Terapkan Model Walker.
13 Citatah Singka pan Fm. ➢ Amati sekuen stratigrafi
Citarum
➢ Perhatikan struktur load cast dan
pembalikan lapisan.

Hari ke empat
Sta. Lokasi Pengamatan Analisis
1 Bukit Tagog / Singkapan lava ➢ Morfologi Patahan Lembang
Gn. Batu andesit Patahan
Lembang ➢ Jenis & struktur batuan.

2 Jatiluhur Singkapan ➢ Amati ciri dari lempung dan


Btlempung Fm. gamping Fm. Cibulakan.
Cibulakan
➢ Amati struktur geologi yang
berkembang

Pelaporan dan Diskusi disesuaikan di Bogor

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


58

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


59

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


60

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


61

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


62

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


Gambar 24: Paleografi Kala Eosen Tengah (Martodjojo, 1984)
63

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


Gambar 25: Paleografi Kala Oligo-Miosen (Martodjojo, 1984)
64

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


Gambar 26: Paleografi Kala Miosen Awal (Martodjojo, 1984)
65

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


Gambar 27: Paleografi Kala Awal Miosen Tengah (Martodjojo, 1984)
66

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


Gambar 28: Paleografi Kala Akhir Miosen Tengah (Martodjojo, 1984)
67

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


Gambar 29: Paleografi Kala Miosen Akhir (Martodjojo, 1984)
68

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


Gambar 30: Penyebaran breksi turbidit pada Kala Miosen (Martodjojo, 1984)
69

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


Gambar 31: Paleografi Kala Pliosen (Martodjojo, 1984)
70

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020


Gambar 32: Paleografi Kala Plistosen-Resen (Martodjojo, 1984)
71

Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2020

Anda mungkin juga menyukai