Anda di halaman 1dari 23

Kondisi Geologi Pulau Halmahera

Fisiografi

Berdasarkan Peta Geologi lembar Ternate, Maluku Utara yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi Bandung, fisiografi Pulau Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga) bagian
utama, yaitu Mendala Halmahera Timur, Halmahera barat, dan Busur Kepulauan Gunung Api
Kuarter.

a. Mendala Fisiografi Halmahera Timur


Mendala Halmahera Timur meliputi lengan timur laut, lengan tenggara, dan beberapa pulau kecil
di sebelah timur Pulau Halmahera. Morfologi mendala ini terdiri dari pegunungan berlereng
terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologikarst. Morfologi
pegunungan berlereng terjal merupakan cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun
pegunungan ini adalah batuan ultrabasa. Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping
dengan perbukitan yang relatif rendah dan lereng yang landai.

b. Mendala fisiografi Halmahera Barat


Mendala Halmahera Barat bagian utara dan lengan selatan Halmahera. Morfologi mendala
berupa perbukitan yang tersusun atas batuan sedimen, pada batugamping berumur Neogen dan
morfologikarst dan dibeberapa tempat terdapat morfologi kasar yang merupakan cerminan
batuan gunung api berumur Oligosen .
c. Mendala busur kepulauan gunung api kuarter Mendala ini meliputi pulau-pulau kecil di
sebelah barat pulau Halmahera. Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan gunung api
kuarter. Sebagian pulaunya mempunyai kerucut gunung api yang masih aktif.
 Stratigrafi
Pulau Halmahera terletak di antara pulau Sulawesi dan Papua, pada pusat lempeng mikro yang
sangat rumit dan berada pada batas pertemuan tiga lempeng (Australasia, Eurasia, dan Pasifik).
Halmahera memiliki sejarah tektonik yang mirip dengan Sulawesi, terlihat dari bentuknya yang
menyerupai huruf “K”. Geologi lengan timur dan barat Halmahera sangat berbeda bukan hanya
secara tektonik tetapi juga evolusi formasi geologinya telah menghasilkan jalur yang
sangat berbeda. Lengan timur Halmahera memiliki batuan ultrabasa sebagai batuan dasar
dan batuan sedimen di atasnya dari Formasi Dodoga dan Formasi Dorosagu yang
berumur Eosen. Setelah ada jeda waktu sedimentasi sejak Eosen Akhir hingga Oligosen
Awal, terjadi aktivitas vulkanik yang menghasilkan material vulkanik. Sementara itu
terbentuk batuan sedimen dan batuan karbonat. Selama Kala Kuarter Halmahera Timur
mengalami pengangkatan dan erosi. Laut Maluku di sebelah Barat Halmahera merupakan zona
tumbukan antara busur vulkanik Sangihe dan Halmahera. Tunjaman ke arah Timur dari lempeng
samudra Maluku di bawah lempeng laut Halmahera dan Filipina sejak Paleogen
telah menghasilkan empat busur vulkanik di lengan Barat Halmahera, yaitu: Formasi Bacan
(? Paleogen), Formasi Gosowong (? Miosen Akhir), Formasi Kayasa (Pliosen) dan
Formasi Vulkanik Kuarter yang masih aktif hingga saat ini (Gambar 2.1). Formasi-formasi
ini dipisahkan oleh ketidak selarasan menyudut yang memiliki jeda waktu yang cukup panjang
(Marjoribanks, 1997, dalam Richard dan Priyono, 2004).

Formasi Gosowong didominasi oleh batuan vulkanik bersifat andesitik sampai dasitik dan batuan
vulkaniklastik. Dari hasil dating (40Ar/39Ar) terhadap batuan basaltikandesit dari Formasi
Gosowong didapatkan umur dengan kisaran 5,4Ma sampai 2,6Ma. Kisaran waktu yang besar ini
mungkin dikarenakan hilangnya argon selama proses tektonik yang luas paska pengendapan,
intrusi dan alterasi yang mempengaruhi Formasi 13 Gosowong.
 Bukti geologi menunjukkan bahwa umur yang tertua (5,6Ma atau Miosen Akhir) seharusnya
digunakan sebagai umur minimum dari Formasi Gosowong (Majoribanks,1998, dalam Olberg
dkk, 1999). Formasi Gosowong tertutup secara tidak selaras oleh batuan vulkanik dari Formasi
Kayasa.

Formasi Kayasa didominasi oleh lava dan breksi. Lava ini berkomposisi basaltik sampai
andesitik, berwarna abu-abu gelap sampai kehitaman; mineral gelapnya sebagian besar piroksen,
bertekstur porfiritik dengan feldspar sebagai fenokris. Breksi formasi ini memiliki komponen
andesitik dan basaltik, dengan warna abu-abu terang sampai abuabu gelap; bertekstur afanitik
sampai faneritik, matriks pasir halus sampai sedang, tidak terpilah dengan baik, sebagian
umumnya terkloritisasi. Formasi ini deperkirakan berumur Pliosen.
Kedua Formasi di atas kemudian secara lokal diintrusi oleh andesit porfiri dan diorit kuarsa,
yang kadang-kadang berasosiasi dengan mineralisasi emas-tembaga.
http://kpmb.blogspot.co.id/2013/04/kondisi-geologi-pulau-halmahera.html
geologi

 Kondisi Geologi Pulau Maluku


Secara umum atas dasar kenampakan geologi dan fisiografi Halmaheradapat dibagi dua propinsi
yaitu Halmahera bagian barat yang berupa busur vul-kanik Ternate dan Halmahera Barat serta
Halmahera bagian timur laut dan tengga-ra merupakan busur luar yang tersusun dari
mélange.Kelompok kepulauan Halmahera terletak di bagian utara dari kepulauanIndonesi Antara
Sulawesi dan Irian jaya. Panjang pulau dari utara ke selatan 180km dan lebarnya dari barat ke
timur 70km, dan dikelilingi oleh pulau
 – 
pulau kecilseperti Morotai, ternate, bacan, Obi dan gebe. Ke barat merupakan laut Malukudank e
timur merupakan ujung selat laut Filiphina.Pulau Halmahera morfologinya ditandai 4 lengan
menyerupai huruf K.bentuk ini mirip dengan bentuk pulau Sulawesi di bagian tepi barat. Tetapi
dalamskala kecil ; ukuran sekitar 1/3 dari Sulawesi dan luas permukaannya sekitar 1/10.Teluk
antar lengan dan teluk Kau di timur laut , teluk buli di timur, dan teluk Weda di selatan.Secara
umum pulau Halmahera berbukit atau bergunung- gunung, kecualidataran banjir di beberapa
daaerah misalnya di muara sungai kobe di Teluk Wedadan sebagian besar pantai timur di lengan
tenggara. Pegunungan yang mengarahke timur laut
 – 
barat daya bergantian dengan lembah di lengan timur lautmempunyai relief yang bervariasi dari
500 m sampai lebih 1000 m, yang tertinggimencapai 1.508 meter yaitu bukit saolat , di bagian
tengah pulau. Pegununagnutama di timurlaut Halmahera tersusun rumit secara structural berjajar
batuan im-brikasi ultrabasa, basa dan batuan Mesozoikum-Paleogen yang memebentuk batu-an
basa. Di lengan barat laui puncak tertinggi adalah vulkan aktiv (g. Gonkomara1.700 m). sebelah
timurlautnya terdapat ( G. ibu 1500 m). lengan tenggaramempunyai topografi yang lebih lembut,
ada daerah luas dari sedimen lunak kal-kareous di begian tenga lengan ini.Satu kenampakan khas
sungai dari semua ukuran di Hlamahera adalah ba-hawa mereka umumnya tertoreh dalam. Mereka rata
dengan rata dengan dataran
 banjir didekat pantai tetapi melalui kebanyakan daerah membentuk lembah ber-bentuk V yang
terjal; dibagian tengah dan bagian bawah aliran sungai berkelok-
keloknmembentuk meander.Keadaan Tektonik. Maluku utara merupakan daerah tektonik yang
memb-ingungkan, dibangun oleh interaksi antara lempeng filiphina di utara, lempengpasifik
ditimur, lempeng Eurasia dibarat, dan lempeng Australia di selatan. Batasselatyannya merupakan
sistempatahan sorong dari Papua ke Sulawesi yang pan- jangnya sekitar 800km kearah Sulawesi
dan 1500 km sepanjang tepi utara papuakearah papua New Guinea .sebelah barat dibatasi oleh
laut Maluku dan di ti-murlaut dibatasi oleh ujung selatan palung filiphina serta timur berbatasan
denganperluasan ke utara patahan Sorong.Keadaan geologi pulau pulau di Maluku utara sangat
sedikit diketahui .Pulau Halmahera mirip dengan pulau Sulawesi terdiri dari empat lengan.
Lengantimur dan tenggara terdiri dari mélange berupa ofiolit yaitu batuan beku atau met-amorf
yang terbentuk di sedimen laut dalam bentuk seperti serpentinit, periodit,gabro, basalm rijang
radiolarian merah;sedimen pelagic seperti marl, gamping,rijang, foraminifera dan lapisan miosen
air dangkal yang bercampur aduk satusama lain.Lengan utara dan pulau pulau bagian barat
lengan selatan seperti ternatedan tidore terdiri dari basal andesit dan dasit tersier dan kuarter. Ini
menunjukkanbahwa bagian barat dari Halmahera merupakan busur magmatic. Gunung aktif
dilenagn utara adalah G. Gonkonora. Dan pulau bacan di sebelah barat lengan se-latan
mengandung batuan granitic dan gneiss kuarsa dioritik dengan G. sibela(2200 m).Pulau obi
disebelah selatan Halmahera terdiri dari batuan mélange yaknibatuan ultrabasa yang berlimpah
seperti serpentinit bercampur dengan gabro, dia-base, basal, greenstone, radiolaria, jarper merah,
kuarsit, sekis, batu sabak hitamdan coklat, serta lempung hitam (Brouwer, 1924 dan warner,
1913). Jadi pulauObi kemungkinan telah bergeser dari timur sepanjang patahan sorong bersama-
sama dengan pulau Peleng dan kepulauan Sula.Pulau waigeo di barat laut papua terdiri dari mélange
juga menurutBrouwer dan verbeek. Di pantai utara sangat sempurna terlihat mélange terdiri

 dari batuan serpenitinit beisik, peridotit, gabro, diabase, sekis, rijang merah, batupasir, marl,
globigerina, gamping air dangkat. Laterit nikeliferous yang berkem-bang di daerah bebatuan
ultrabasa yang telah diteliti oleh Pasific Nikkel Indonesiadan dijumpai cukup luas dan komersial
di pulau Waigeo.Dari penelitian gempa diketahui bahwa ada dua zone kegempaan banioff yang
berpotongan di bawah laut Maluku bagian barat menunjukkan terjadinyatabrakan dari busur
busur kepulauan. Salah satu zona benioff miring sedangkearah barat di bawah busur kepulauan sangihe
dan laut Sulawesi, dan yanglainnya miring landai ke timur di bawah Halmahera. Karena itu di duga
lempengsangihe (Eurasia) menunjam ke timur dan menghasilkan mélange di Kep. Talauddan
busur magmatic di Halmahera barat, sedang lempeng Halmahera menunjamke barat
menghasilkan mélange di Kep. Talaud dan busur magmatic di kep.Sangihe.Menurut peta Geologi
Indonesia [1965], Pulau / Kepulauan di Maluku Tenggaraterbentuk / tersusun dari tanah dan
batuan yang tercatat sebanyak 3 jenis Tanahdan 5 jenis Batuan. Pada umumnya, dasar dari
regional geologi Maluku dibedakanmenjadi 2 yaitu Maluku bagian barat dan Maluku bagian
timur. Maluku bagianbarat adalah bagian sabuk vulkanik muda yang merupakan perpanjangan
darimorotai melalui Maluku bagian utara, Ternate, dan Tidore. Sampai menuju bacandaerah
yang paling luas tersusun atas batuan sedimen dan vulkanik. Batuan dasarditunjukkan di bagian
selatan pulau bacan, termasuk batuan kristali benua dandasar deformasi batauan ultra basi (van
bemmelen,1970, yasin 1980). Batuandasar Halmahera merupakan batuan vulkanik dan vulkano-
klastik yangdikombinasikan dengan batuan beku dalam. Mereka terletak di bagian
selatan.Bentuk maluku bagian timur merupakan perpanjangan kearah timurmelalui pulau gebbe
dan terhadap bagian utara kepala burung irian kjaya.Wilayahnya merupakan daerah sedimen
dasar air mesozoik dan kompleksophiolite, yang terjadi pada saat sedimen paleogene dan
pengangkatan olehneogene. Batuan dasar dari kepulauan halmahera terdiri atas batuan sedimen
yangkompleks dan batuan ultrabasic dengan variasi bentuk yang disebabkan olehmetamorfosis,
penempatan batuan pada masa mesozoik dan sedimen eogene.

Kepulauan banda
Kepulauan Banda terlihat dari timur Indonesia yang terbentuk akibatlipatan antara Indonesia-
Australia, Pasifik dan Eurasia. Laut banda tersusun ataslembah, palung dan pantai. Proses
geologinya meliputi:a.

Sabuk ophioliteb.

Sabuk metamorfosisc.

Sabuk lipatan yang terjadi pada zaman jurrassic dan sedimen permo jurrasicd.
Sabuk lipatan yang terjadi pada zaman mesozoik dan tersier yang memilikisedimen sangat tinggi
yang terletak di kedalaman laut.e.

Sabuk pengangkatan yang terjadi pada akhir zaman neogene

 Diantara lima sabuk tersebut laut banda terlihat bahwa batuannya lebihtua diantara pulau yang
lain.hal ini dikarenakan teori tektonik lempeng yangterjadi di daerah lokal.Gb.bagian tektonik
dari selat makasar-laut banda-laut timor

Proses tektonik
Proses tektonik dibedakan menjadi tiga yaitu:a.

Tektonik sebesar 180


o
yang terjadi di bagian timur sampai barat yang merubahbagian utara secara relatif.b.

Tektonik yang terjadi pada akhir cretaceous

 Gb. Kondisi busur yang mengelilingi kepulauan maluku


 c.

Pembentukan tektonik yang terjadi akibat kerak benua australia menyusup kebagian selatan pulau
banda.Pricarson dan Brundell (1996) menjelaskan bahwa model struktur yang iagunakan adalah
tiga macam yang paling utama dari observasinya di pulau timora.

Model imbricate yaitu sebagian besar kepulauan terjadi secara geologi dangeofisik yang
berakumulasi dengan material chaolic yang bergantung padadinding subduksi.b.

Model lanjutan yaitu merupakan model tertua dari model lainnya, model inihampir mirip dengan
model alphen yaitu terjadinya penunjaman diantara australidan laut selatan banda.c.
Model penyimpanan (chamalaun dan grady 1978) mereka beranggapan bahwakerak Benua
Australia mendesak sangat kuat dengan frekuensi tinggi sehinggamenyebabkan kerusakan
litosfer yang akan menyingkap/ memunculkan pulauBanda
http://ulfalam.blogspot.co.id/2014/06/geologi.html

 A Maluku Utara

Sebagian besar Provinsi Maluku Utara, terutama bagian tengah dan utara, merupakan
daerah pegunungan. Namun secara geologi bukanlah pegunungan yang seragam. Artinya, bahan
penyusunnya bervariasi.

  1.  Fiografi Pulau Halmahera


a.               Mendala Fisiografi Halmahera Timur

Mendala Halmahera Timur meliputi lengan timur laut, lengantenggara, dan beberapa pulau
kecil di sebelah timur Pulau Halmahera.Morfologi mendala ini terdiri dari pegunungan berlereng
terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologi karst. Morfologi pegunungan
berlereng terjal merupakan cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah
batuan ultrabasa. Morfologi karst terdapatpada daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif
rendah dan lerengyang landai.
b.      Mendala fisiografi Halmahera Barat
Mendala Halmahera Barat bagian utara dan lengan selatanHalmahera. Morfologi mendala
berupa perbukitan yang tersusun atas batuansedimen, pada batugamping berumur Neogen dan morfologi
karst dan dibeberapa tempat terdapat morfologi kasar yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur
oligosen.
c.               Mendala busur kepulauan gunung api kuarter
Mendala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulauHalmahera. Deretan pulau ini
membentuk suatu busur kepulauan gunungapi kuart er  Sebagian pulaunya mempunyai kerucut gunung api
yang masihaktif.

 2.  Stratigrafi

Peta Geologi Halmahera

Urutan formasi batuan pada daerah Halmahera dari tua kemudadapat dilihat pada penjelasan
dibawah ini:
1.              Satuan Batuan Ultrabasa;terdiri dari serpentinit, piroksenit, dan dunit,umumnya
berwarna hitam kehijauan, getas, terbreksikan, mengandun gas besi dan garnierit. Satuan
batuan ini dinamakan Formasi Watileo dan hubungannya dengan satuan batuan yang lebih muda
berupa bidang ketidak selarasan atau bidang sesar naik.
2.              Satuan Batuan Beku Basa terdiri dari gabro piroksen, gabro hornblende,dan gabro
olivine, tersingkap di dalam komplek batuan ultrabasa dan dinamakan Formasi Wato-Wato.
3.              Satuan Batuan Intermediete ;terdiri dari batuan diorit kuarsa danhornblende, tersingkap
juga dalam batuan ultrabasa.
4.              Formasi Dodaga;berumur kapur, tersusun oleh serpih berselingan denganbatugamping
coklat muda dan sisipan rijang. Selain itu ditutupi pula olehbatuan yang berumur Paleosen Eosen yaitu
formasi Dorosag usatuan konglomerat, dan satuan batu gamping.
5.              Formasi Dorosa  ;terdiri dari batupasir berselingan dengan serpih merah,batugamping.
Formasi ini berumur Paleosen-Eosen. Hubungan denganbatuan yang lebih tua (ultrabasa) oleh
ketidakselarasan dan sesar naik,tebal +250 meter. Formasi ini idengtik denganF ormasiSa olat. 
6.              Satua n B atu g amping ;berumur Paleosen-Eosen, dipisahkan dengan batuanyang
lebih tua (ultrabasa) oleh ketidakselarasan dan dengan yang lebihmuda dari sesar dengan
tebal +400 meter.g.
7.              Satuan B atua n Konglo m erat;tersusun oleh batuan konglomerat sisipanbatupasir,
batulempung, dan batubara. Satuan ini berumur kapur dantebalnya lebih dari 500 meter.
Hubungannya dengan batuan yang lebihtua (ultrabasa) dan formasi yang lebih muda (Formas i
Ting teng) adalahketidakselarasan sedangkan dengan satuan batugamping hubungannyamenjemari.
Setelah pengendapan sejak Eosen akhir-Oligosen Awalselesai, baru terjadi aktifitas gunung api
Oligosen atas-Miosen bawah,membentuk bagian-bagian yang disatukan sebagai Formasi Bacan.
8.              Formasi Bacan ; tersusun atas batuan gunung api berupa lava, breksi, dantufa sisipan
konglomerat dan batupasir. Dengan adanya sisipan batupasirmaka dapat diketahui umur
Formasi Bacanyaitu oligosen-Miosen Bawah.Dengan batuan yang lebih tua( Formasi
Dorosa gu ) dibatasi oleh bidangsesar dan dengan batuan yang lebih muda (Formasi
Weda )oleh bidang.
9.              Formasi Weda;terdiri dari batupasir berselingan napal, tufa, konglomerat,dan
batugamping, berumur Miosen Tengah Awal-Pliosen, bersentuhansecara tidak selaras dengan
Formasi Kayasa yang berumur lebih muda danhubungannya secara menjemari dengan Formasi
Ting teng.
10.  Satuan Konglomerat; berkomponen batuan ultrabasa, basal, rijang, diorit,dan batusabak
setebal +100 meter, menutupi batuan ultrabasa secaratidakselaras, diduga berumur
Miosen Tengah-Pliosen Awal.

11.  Formasi Ting teng ; tersusun oleh batugamping hablur dan batugampingpasiran, sisipan napal
dan batupasir, umur Miosen Akhir-Pliosen Awal,tebal +600 meter. Setelah pengendapan
FormasI Ting teng terjadipengankatan pada kuarter, sebagaimana ditunjukkan oleh
batugampingterumbu di pantai daerah lengan timur Halmahera.

B    MALUKU SELATAN

Maluku selatan disusun oleh hasil kegiatan endapan laut dangkal berumur Plio-
Plistosen Sampai Holosen. Batuannya terdiri dari batu gamping, napal dan abut lumpur
gamping dan endapan alluvium. Urutan batuan dari yang termuda sampai yang tertua
adalah sebagai berikut:

•      Formasi manumbai

•      Formasi wasir 

•      Alluvium

Sejarah geologi Maluku selatan dimulai pada zaman miosen bawah yang masih
berupa daerah laut, dirincikan dengan pengendapan batu gamping dan napal yang
berlangsung sampai miosen tengah.

Pada zaman miosen atas-Pliosen bawah terjadi pengangkatan dan lingkungan


pengendapan berubah menjadi laut dangkal dengan adanya pengendapan batu gamping
dan napal yang termasuk formasi manumbai.

http://mytripgeografi.blogspot.co.id/2015/11/v-behaviorurldefaultvmlo_65.html
LEMPENG TEKTONIK INDONESIA

Bumi merupakan salah satu planet dari galaksi bimasakti. Manusia dan ciptaan Tuhan
melangsungkan kehidupan di bumi. Kita hidup di bumi berada di bagian kerak bumi (lithospher) atau di
permukaan bumi. Permukaan bumi terbentuk dari berbagai macam batuan yang kurang lebih 80%
adalah diselimuti oleh batuan sedimen dengan volume kurang lebih 0,32% dari volume bumi. Setiap
daratan di bumi ini di bentuk oleh batuan – batuan ang bermacam – macam. Dari sejumlah batuan yang
memiliki ciri khas yang berbeda – beda terangkum dalam sebuah lempeng – lempeng yang tersebar di
seluruh dunia. Lempeng – lempeng di permukaan bumi bersifat dinamis, karena adanya perbedaan
perlapisan dan tenaga endogen yang mengakibatkan pergerakan lempeng. Dari pergerakan lempeng
dapat menimbulkan sebuah siklus batuan yang tak dapat dipungkri adanya.
Lempeng tektonik adalah bagian dari kerak bumi dan lapisan paling atas, yang disebut juga
lithosphere. Atau menjelaskan tentang gerakan bumi dengan skala besar dari lithoepher bumi. Teori
yang meliputi konsep-konsep lama (kontinental drift) dikembangkan selama satu setengah abad sejak
abad ke-20 oleh Alfred Wegner tentang lantai samudra (seafloor) pada tahun 1960-an. Lempeng
tektonik memiliki tebal sekitar 100 km (60 mill) yang terdiri dari dua jenis bahan pokok yaitu kerak
samudra (disebut juga sima yang terdiri dari silikon dan magnesium) dan kerak benua (disebut juga sial
yang terdiri dari silicon dan megnesium). Komposisi dari dua jenis lapisan terluar atau kulit dari kerak
samudra adalah batuan basalt (mafic) dan kerak benua terdiri dari batuan granitic yang prinsip
kepadatannya rendah. Permukaan bumi terdiri dari 15 lempeng besar (mayor) dan 41 lempeng kecil
(minor), 11 lempeng kuno dan 3 dalam orogens, dengan jumlah keseluruhan 70 lempeng tektonik yang
tersebar di seluruh permukaan bumi. Lempeng mayor di bumi di anataranya :

 African Plate covering Africa - Continental plate Afrika Plate meliputi Afrika - Benua piring
 Antarctic Plate covering Antarctica - Continental plate Antarctic Plate meliputi Antartika - Benua
piring
 Australian Plate covering Australia - Continental plate Australia Plate meliputi Australia - Benua
piring
 Indian Plate covering Indian subcontinent and a part of Indian Ocean - Continental plate Indian
Plate meliputi anak benua India dan merupakan bagian dari Samudra Hindia - Benua piring
 Eurasian Plate covering Asia and Europe - Continental plate Eurasian Plate meliputi Asia dan
Eropa - Benua piring
 North American Plate covering North America and north-east Siberia - Continental plate
 South American Plate covering South America - Continental plate
 Pacific Plate covering the Pacific Ocean - Oceanic plate

Lempeng tetonik memiliki nama yang berbeda – beda sesuai tempat atau asal lempeng itu
berada. Pada 225 juta tahun yang lalu, seluruh daratan di bumi ini merupakan satu kesatuan yang
disebut dengan Benua Pangaea pada zaman permian. Pergerakan lapisan bumi terus terjadi saat 200
juta tahun yang lalu pada zaman triassic terbagi menjadi 2 Benua Laurasia dan Benua Gondwanaland.
Pergerakan lapisan bumi terjadi hingga saat ini terbagi menjadi 5 belahan benua. Perubahan keadaan
permukaan bumi terjadi selama 4 zaman kurang lebih selama 225 juta tahun. Perubahan permukaan
bumi ini yang mengakibatkan adanya batas – batas lempeng tektonik di masing – masing lapisan bumi.
Pergerakan yang berasal dari tenaga endogen ini mengakibatkan sebuah siklus batuan dalam peroses
pergeseran lempeng.
Lempeng tektonik merupakan sebuah siklus batuan di bumi yang terjadi dalam skala waktu
geologi. Sikklus batuan tersebut terjadi dari pergerakan lempeng bumi yang bersifat dinamis. Dengan
pergerakan lempeng tektonik yang terjadi mampu membentuk muka bumi serta menimbulkan gejala –
gejala atau kejadian – kejadian alam seperti gempa tektonik, letusan gunung api, dan tsunami.
Pergerakan lempeng tektonik di bumi digolongkan dalam tiga macam batas pergerakan lempeng, yaitu
konvergen, divergen, dan transform (pergeseran).

1. Batas Transform.

Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide each other),
yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai maupun saling
menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).

2. Batas Divergen.

Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break apart). Ketika sebuah
lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk batas divergen. Pada
lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada
lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah
antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut. Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge)
adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang
Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.

3. Batas Konvergen.

Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak bumi, yang mengakibatkan
keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain (one slip beneath another). Wilayah dimana suatu
lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona
tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api
(volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenches) juga terbentuk di wilayah ini.
Dari ketiga batas lempeng yang mendukung adanya siklus batuan di bumi ini. Setiap daratan atau
negara atau benua di dunia di batasi oleh lempeng yang berbeda – beda. Dikarenakan sifatnya dinamis
dan kekuatan masing – masing lempeng berbeda – beda, maka terbentuk 3 batas lempeng tektonik
Gempa yang terjadi di akibatkan oleh pergerakan lempeng tektonik. Dan apabila dilihat pada daerah
Indonesia yang merupakan daerah ternbanyak yang dilewati oleh titik – titik gempa yang tersebar di
seluruh nusantara. Disebelah barat hingga ke selatan dari Indonesia dibatasi oleh lempeng tektonik,
disebelah utara dibatasi dengan lempeng yang berbeda, dan dibagian timur dibatasi dengan lempeng
yang berbeda pula. Jadi Indonesia dibatasi oleh 3 lempeng mayor dunia yang berbeda. Maka dari itu
Indonesia memiliki titik gempa yang tersebar hampir diseluruh nusantara. Negeri kita tercinta berada di
dekat batas lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia. Jenis batas antara kedua lempeng ini adalah
konvergen. Lempeng Indo-Australia adalah lempeng yang menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Selain
itu di bagian timur, bertemu 3 lempeng tektonik sekaligus, yaitu lempeng Philipina, Pasifik, dan Indo-
Australia. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, subduksi antara dua lempeng menyebabkan Lempeng
Indo-Australia dan Lempeng Eurasia menyebabkan terbentuknya deretan gunung berapi yang tak lain
adalah Bukit Barisan di Pulau Sumatra dan deretan gunung berapi di sepanjang Pulau Jawa, Bali dan
Lombok, serta parit samudra yang tak lain adalah Parit Jawa (Sunda). Lempeng tektonik terus bergerak.
Suatu saat gerakannya mengalami gesekan atau benturan yang cukup keras. Bila ini terjadi, timbullah
gempa dan tsunami, dan meningkatnya kenaikan magma ke permukaan. Jadi, tidak heran bila terjadi
gempa yang bersumber dari dasar Samudra Hindia, yang seringkali diikuti dengan tsunami, aktivitas
gunung berapi di sepanjang pulau Sumatra dan Jawa juga turut meningkat.

Indonesia terletak pada jalur gunungapi tersebut dan merupakan negara dengan jumlah
gunungapi terbanyak. Pola penyebaran gunungapi menunjukkan jalur yang hampir mirip dengan pola
penyebaran fokus gempa dan tipe aktivitas kegunungapiannya tergantung pada batas lempengnya.
Hubungan ini menunjukkan bahwa volkanismamerupakan salah satu produk penting sistem tektonik.

Akibatnya berbagai gejala alam di Indonesia sering terjadi. Yang salah satunya banyak di jumpai
gunung api di bagian selatan Indonesia yang merupakan buah karya dari pergerakan lempeng Ino-
Australian dengan lempeng Eurasian. Jumlah gunung api di Indonesia 177 gunung api, Sert gunung api
juga di temui di daerah sebagain dari pulau halmahera dan sebagian dari pulau sulawesi yang
merupakan tempat pertemuan lempeng pasifik dengan lempeng eurasian.

Dari segi ilmu kebumian, Indonesia benar-benar merupakan daerah yang sangat menarik.
Kepentingannya terletak pada rupabuminya, jenis dan sebaran endapan mineral serta energi yang
terkandung di dalamnya, keterhuniannya, dan ketektonikaannya. Oleh sebab itulah, berbagai anggitan
(konsep) geologi mulai berkembang di sini, atau mendapatkan tempat untuk mengujinya (Sukamto dan
Purbo-Hadiwidjoyo, 1993).

Inilah wilayah yang memiliki salah satu paparan benua yang terluas di dunia (Paparan Sunda dan
Paparan Sahul), dengan satu-satunya pegunungan lipatan tertinggi di daerah tropika sehingga bersalju
abadi (Pegunungan Tengah Papua), dan di sini pulalah satu-satunya di dunia terdapat laut antarpulau
yang terdalam (-5000 meter) (Laut Banda), dan laut sangat dalam antara dua busur kepulauan (-7500
meter) (Dalaman Weber). Dua jalur gunungapi besar dunia bertemu di Nusantara. Beberapa jalur
pegunungan lipatan dunia pun saling bertemu di Indonesia. Indonesia pun dibentuk oleh pertemuan dua
dunia : asal Asia dan asal Australia. Ini mengakibatkan begitu kayanya biodiversitas Indonesia.

Meskipun Indonesia hanya meliputi sekitar 4 % dari luas daratan di Bumi, tidak ada satu negeri
pun selain Indonesia yang mempunyai begitu banyak mamalia, 1/8 dari jumlah yang terdapat di dunia).
Bayangkan, satu dari enam burung, amfibia, dan reptilia dunia terdapat di Indonesia; satu dari sepuluh
tumbuhan dunia terdapat di Indonesia (Kartawinata dan Whitten, 1991). Indonesia juga memiliki
keanekaragaman ekosistem yang lebih besar dibandingkan dengan kebanyakan negara tropika lainnya.
Sejarah geologi dan geomorfologinya yang beranekaragam, dan kisaran ikim dan ketinggiannya telah
mengakibatkan terbentuknya banyak jenis hutan daratan dan juga hutan rawa, sabana, hutan bakau dan
vegetasi pantai lainnya, gletsyer, danau-danau yang dalam dan dangkal, dan lain-lain.

Salah satu jalur timah terkaya di dunia menjulur sampai di Nusantara, daerahnya mempunyai
akumulasi minyak dan gasbumi yang tergolong besar. Meskipun berumur muda, batubara Indonesia
yang jumlahnya cukup besar dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Tak kalah pentingnya
adalah endapan nikel dan kromit yang terbawa oleh tesingkapnya kerak Lautan Pasifik di beberapa
wilayah di Indonesia Timur.

Bagian tertentu Indonesia sangat baik untuk dihuni. Ini tidak hanya berlaku saat ini yang
memungkinkan orang dapat bercocok tanam dan memperoleh hasil yang baik karena tanah subur dan
air yang berlimpah, tetapi juga pada masa lampau, sebagaimana terbukti dengan temuan fosil manusia
purba di beberapa tempat di Indonesia. Maka, Indonesia penting dalam dunia paleoantropologi sebagai
salah satu pusat buaian peradaban manusia di dunia. Semua kepentingan dan keunikan geologi
Indonesia ini timbul karena latar belakang perkembangan tektonik wilayah Nusantara. Di sinilah wilayah
tempat saling bertemunya tiga lempeng besar dunia : Eurasia - Hindia-Australia - Pasifik yang
menghasilkan deretan busur kepulauan dan jajaran gunungapi, tanah yang subur, pemineralan yang
kaya dan khas, pengendapan sumber energi yang melimpah, dan rupabumi yang menakjubkan

(Sukamto dan Purbo-Hadiwidjoyo, 1993).

Busur Sunda: Produk Geodinamika Regional


Sistem penunjaman Sunda merupakan salah satu contoh yang baik untuk menunjukkan hubungan
geodinamika Indonesia dengan geodinamika regional. Sistem penunjaman Sunda berawal dari sebelah
barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan
Burma. Busur ini menunjukkan morfologi berupa palung, punggungan muka busur, cekungan muka
busur, dan busur vulkanik. Arah penunjaman menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam
tegak lurus di Sumba dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan
Burma. Kemiringan ini terjadi karena adanya perbedaan arah gerak dengan arah tunjaman yang tidak
90o. Sistem penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen sekaligus busur kepulauan, yang
berlangsung selama Kenozoikum Tengah – Akhir (Katili, 1989; Hamilton, 1989) Menurut Hamilton (1989)
Palung Sunda bukan menunjukkan batas litosfer samudera India, tetapi merupakan salah satu jejak
sistem penunjaman busur Sunda. Penunjaman mempunyai kemiringan sekitar 7o. Sedimen dalam
palung terdiri dari sedimen klastik turbidit longitudinal, serta menunjukkan pembentuk lantai samudera
dan asal turbidit. Sedimen klastik tersebut terutama berasal dari Sungai Gangga dan Brahmaputra di
India, yang berjarak 3.000 km dari palung. Busur akresi terbentuk selebar 75 – 150 km dari palung
dengan ketebalan material terakresi mencapai 15 km. Dinamika akresi dapat ditunjukkan oleh imbrikasi
internal serta pertumbuhan vertikal dan horisontal material terakresi, yang merupakan hasil penggilasan
simultan yang disertai pemencaran oleh gravitasi. Punggungan muka busur mengalami migrasi, relatif
menuju ke arah kraton. Formasi bancuh di busur akresi dihasilkan oleh oleh penggerusan yang
berhubungan dengan subduksi, bukan oleh luncuran di lereng punggungan akresi. Cekungan muka busur
berada di antara punggungan muka busur dan garis pantai sistem penunjaman Sunda dengan lebar 150 -
200 km. Bagian dasar cekungan Jawa dan Sumatera mempunyai kecepatan tipikal litosfer samudera,
dengan kecepatan di sektor Sumatera lebih besar dari litosfer samudera. Busur vulkanik yang sekarang
aktif di atas zona Benioff berada pada kedalaman 100 – 130 km. Busur magmatik ini berubah dari
kecenderungan bersifat kontinen di Sumatera, transisional di Jawa ke busur kepulauan (oceanic island
arc) di Bali dan Lombok. Komposisi vulkanik muda bervariasi secara sistematis yang berkesesuaian
antara karakter litosfer dengan magma yang dierupsikan.

Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah penunjaman,
busur Sunda dibagi menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat terdiri dari propinsi Jawa, Sumatera
Selatan dan Tengah, Sumatera Utara – Nicobar, Andaman dan Burma. Diantara Propinsi Jawa dan
Sumatera Tengah – Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan batas tenggara lempeng Burma.
Provinsi Jawa bermula dari Sumba sampai Selat Sunda. Di propinsi ini palung Sunda mempunyai
kedalaman lebih dari 6.000 m. Saat ini konvergensi sepanjang propinsi Jawa mencapai 7,5 cm/tahun
dengan sudut penunjaman antara 5o – 8o. Sedimen memiliki ketebalan antara 200 – 900 m. Imbrikasi di
bawah punggungan muka busur mempunyai ketebalan lebih dari 10 km. Palung hanya berisi sedimen
tipis dengan sedikit sedimen pelagis. Kerangka tektonik utama antara Jawa dan Sumatera secara umum
dipotong oleh selat Sunda yang dianggap sebagai zona diskontinyuitas. Selat Sunda adalah unsur utama
pemisah propinsi Jawa dan Sumatera busur Sunda. Selat ini diasumsikan batas sebagai batas tenggara
lempeng Burma. Namun apabila dicermati dari data geofisika tang ada, batas Jawa dan Sumatera
terletak di sekitar Banten dan Jawa Barat.

Provinsi Sumatera Selatan dan Tengah mempunyai kedalaman palung yang berangsur menurun
dari 6.000 – 5.000 m. Sedimen dasar palung mempunyai ketebalan sekitar 2 km di utara dan 1 km di
selatan. Penunjaman miring dengan komponen penunjaman menurun ke utara antara 7,0 – 5,7
cm/tahun. Komponen pergeseran lateral yang bekerja di lempeng ini diasumsikan sangat berperan
dalam membentuk sistem strike slip fault di Sumatera.
Pada Propinsi Sumatera Utara - Nikobar, di sebelah barat Pulau Simalur sumbu palung menajam ke
barat, dan di barat-laut Pulau Simalur cenderung ke utara – barat-laut. Palung mempunyai kedalaman
berkisar antara 3.500 – 5.000 m. Pertemuan di sepanjang propinsi ini sangat miring dan kecepatan
penunjaman ke arah utara mengalami penurunan 5,6 – 4,1 cm/tahun.

Di Pulau Andaman palung cenderung berarah utara – selatan dengan kedalaman sekitar 3.000 m.
Di propinsi ini pertemuan lempeng sangat miring, dengan kisaran kecepatan penunjaman berkisar
antara 0,7 – 0,2 cm/tahun. Komponen lateral ini dipengaruhi oleh pemekaran di laut Andaman, dengan
lempeng Burma memisah ke arah barat daya dari lempeng Eurasia.

Palung Burma mempunyai kedalaman kurang dari 3.000 m. Di sini punggungan muka busur
menjadi punggungan Indoburman dan cekungan muka busur menjadi palung sebelah barat dari Lembah
Burma. Sudut penunjaman yang sangat miring. Ketebalan endapan di propinsi ini sekitar 8.000 – 10.000
m. Komponen gerak lateral ini mempengaruhi terbentuknya sesar Sagaing di Burma.

Sesar Sumatra: Produk Geodinamika Busur Sunda Sesar besar Sumatra dan Pulau Sumatra
merupakan contoh rinci yang menarik untuk menunjukkan akibat tektonik regional pada pola tektonik
lokal. Pulau Sumatera tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh keberadaan
lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan lempeng benua. Berdasarkan
gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan lempeng samudera sekitar 20 kilometer, dan
ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979).

Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa pertumbukan
antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu, yang mengakibatkan
rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan
kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng
India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis
menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus
terjadi sehingga tinggal 30 milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin
Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok
sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini, menurut
teori “indentasi” pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian
sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik (Tapponier dkk,
1982).

Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka
dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan
bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik
Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro
Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana,
bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
Bagian selatan Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) Sesar Sumatera
menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100 ~ 135 kilometer di atas
penunjaman, (2) lokasi gunungapi umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar, (3) cekungan busur
muka terbentuk sederhana, dengan kedalaman 1 ~ 2 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama, (4)
punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan berbentuk sederhana, (5) sesar
Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur muka dan cekungan busur muka
relatif utuh, dan (6) sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.
Bagian utara Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) sesar Sumatera berbentuk
tidak beraturan, berada pada posisi 125 ~ 140 kilometer dari garis penunjaman, (2) busur vulkanik
berada di sebelah utara sesar Sumatera, (3) kedalaman cekungan busur muka 1 ~ 2 kilometer, (4)
punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat beragam, (5) homoklin di belahan
selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah
selatannya, dan (6) sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.

Bagian tengah Pulau Sumatera memberikan kenampakan tektonik: (1) sepanjang 350 kilometer
potongan dari sesar Sumatera menunjukkan posisi memotong arah penunjaman, (2) busur vulkanik
memotong dengan sesar Sumatera, (3) topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2 ~ 0.6
kilometer, dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring , (4) busur luar terpecah-pecah,
(5) homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan cekungan busur muka tercabik-cabik,
dan (6) sudut kemiringan penunjaman beragam. Proses penunjaman miring di sekitar Pulau Sumatera ini
mengakibatkan adanya pembagian / penyebaran vektor tegasan tektonik, yaitu slip-vector yang hampir
tegak lurus dengan arah zona penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar anjak. Hal ini
terutama berada di prisma akresi dan slip-vector yang searah dengan zona penunjaman yang
diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar besar Sumatera. Slip-vector sejajar palung ini tidak cukup
diakomodasi oleh sesar Sumatera tetapi juga oleh sistem sesar geser lainnya di sepanjang Kepulauan
Mentawai, sehingga disebut zona sesar Mentawai (Diament, 1992).
Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia
Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vector ini secara geometri akan mengalami
kenaikan ke arah barat-laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng
tersebut. Pertambahan slip-vector ini mengakibatkan terjadinya proses peregangan di antara sesar
Sumatera dan zona penunjaman yang disebut sebagai lempeng mikro Sumatera (Suparka dkk, 1991).
Oleh karena itu slip-vector komponen sejajar palung harus semakin besar ke arah barat-laut. Sebagai
konsekuensi dari kenaikan slip-vector pada daerah busur-muka ini, maka secara teoritis akan menaikkan
slip-rate di sepanjang sesar Sumatera ke arah barat-laut. Pengukuran offset sesar dan penentuan
radiometrik dari unsur yang terofsetkan di sepanjang sesar Sumatera membuktikan bahwa kenaikan
slip-rate memang benar-benar terjadi (Natawidjaja, Sieh, 1994). Pengukuran slip-rate di daerah Danau
Toba menunjukkan kecepatan gerak sebesar 27 milimeter / tahun, di Bukit Tinggi sebesar 12 milimeter /
tahun, di Kepahiang sebesar 11 milimeter / tahun (Natawidjaja, 1994) demikian pula di selat Sunda
sebesar 11 milimeter / tahun (Zen dkk, 1991)

Sesar Sumatera sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang 1900 kilometer tersebut
merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara lempeng Eurasia dan India–Australia dengan arah
tumbukan 10°N ~ 7°S. Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang masing-masing segmen 60 ~ 200
kilometer, yaitu segmen Sunda (6.75°S ~ 5.9°S), segmen Semangko (5.9°S ~ 5.25°S), segmen Kumering
(5.3°S ~ 4.35°S), segmen Manna (4.35°S ~ 3.8°S), segmen Musi (3.65°S ~ 3.25°S), segmen Ketaun (3.35°S
~ 2.75°S), segmen Dikit (2.75°S ~ 2.3°S), segmen Siulak (2.25°S ~ 1.7°S), segmen Sulii (1.75°S ~ 1.0°S),
segmen Sumani (1.0°S ~ 0.5°S), segmen Sianok (0.7°S ~ 0.1°N), segmen Barumun (0.3°N ~ 1.2°N),
segmen Angkola (0.3°N ~ 1.8°N), segmen Toru (1.2°N ~ 2.0°N), segmen Renun (2.0°N ~ 3.55°N), segmen
Tripa (3.2°N ~ 4.4°N), segmen Aceh (4.4°N ~ 5.4°N), segmen Seulimeum (5.0°N ~ 5.9°N)

Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur Sunda. Di bagian barat,
pertemuan subduksi antara lempeng benua Eurasia dan lempeng samudra Australia mengkontruksikan
busur Sunda sebagai sistem busur tepi kontinen (epi-continent arc) yang relatif stabil; sementara di
sebelah timur pertemuan subduksi antara lempeng samudra Australia dan lempeng-lempeng mikro
Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai busur kepulauan (island arc) kepulauan yang
lebih labil. Perbedaan sudut penunjaman antara propinsi Jawa dan propinsi Sumatera Selatan busur
Sunda mendorong pada kesimpulan bahwa batas busur Sunda yang mewakili sistem busur kepulauan
dan busur tepi kontinen terletak di selat Sunda. Penyimpulan tersebut akan menyisakan pertanyaan,
karena pola kenampakan anomali gaya berat (gambar 2.6) menunjukkan bahwa pola struktur Jawa
bagian barat yang cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatera dibanding dengan pola struktur Jawa
bagian Timur. Secara vertikal perkembangan struktur masih menyisakan permasalahan namun jika
dilakukan pembangingan dengan struktur cekungan Sumatra Selatan, struktur-struktur di Pulau Sumatra
secara vertikal berkembang sebagai struktur bunga.
Tektonik Indonesia Barat dan Timur
Pembahasan tatanan teknonik Indonesia menggunakan pendekatan tektonik lempeng telah lama
dilakukan. Aplikasi teori ini untuk menerangkan gejala geologi regional di Indonesia dilakukan oleh
Hamilton (1970, 1973, 1978), Dickinson (1971), dan Katili (1975, 1978, 1980). Secara setempat-setempat
Audley-Charles (1974) menerapkan teori ini untuk menjelaskan gejala geologi kawasan Pulau Timor, Rab
Sukamto (1975) dan Simanjuntak (1986) menerapkannya untuk memahami keruwetan Sulawesi.
Sartono (1990) mengemukakan bahwa tatanan tektonik Indoenesia selama Neogen yang dipengaruhi
oleh tatanan geosinklin pasca Larami. Busur-busur geosiklin ini merupakan zona akibat proses tumbukan
kerak benua dan samudra. Kerak benua yang bekerja pada waktu itu terdiri dari kerak benua Australia,
kerak benua Cina bagian selatan, benua mikro Sunda, kerak samudra Pasifik, dan kerak samudra Sunda.
Tumbukan Larami tersebut membentuk busur-busur geosinklin Sunda, Banda, Kalimantan utara dan
Halmahera-Papua. Peta anomali gaya berat dapat menunjukkan dengan baik pola hasil tektonik ini.
Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding
Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan Paparan Sunda
yang relatif stabil. Pergerakan dinamis menyolok hanya terjadi pada perputaran Kalimantan serta
peregangan selat Makassar. Hal ini terlihat pada pola sebaran jalur subduksi Indonesia Barat (Katili dan
Hartono, 1983, dan Katili, 1986; dalam Katili 1989). Sementara keberadaan benua mikro yang dinamis
karena dipisahkan oleh banyak sistem sesar (Katili, 1973 dan Pigram dkk., 1984 dalam Sartono, 1990)
sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia bagian timur.

Manfaat dari tatanan lempeng tektonik Indonesia


Penyebaran mineral ekonomis di Indonesia ini tidak merata. Seperti halnya penyebaran batuan,
penyebaran mineral ekonomis sangat dipengaruhi oleh tatanan geologi Indonesia yang rumit.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka usaha-usaha penelusuran keberadaan mineral ekonomis telah
dilakukan oleh banyak orang. Mineral ekonomis adalah mineral bahan galian dan energi yang
mempunyai nilai ekonomis. Mineral logam yang termasuk golongan ini adalah tembaga, besi, emas,
perak, timah, nikel dan aluminium. Mineral non logam yang termasuk golongan ini adalah fosfat, mika,
belerang, fluorit, mangan. Mineral industri adalah mineral bahan baku dan bahan penolong dalam
industri, misalnya felspar, ziolit, diatomea. Mineral energi adalah minyak, gas dan batubara atau
bituminus lainnya. Belakangan panas bumi dan uranium juga masuk dalam golongan ini walaupun cara
pembentukannya berbeda. (Sudradjat, 1999)

Keberadaan Mineral Logam

Pembentukan mineral logam sangat berhubungan dengan aktivitas magmatisme dan vulkanisme,
pada saat proses magmatisme akhir (late magmatism), pada suhu sekitar 200oC. Westerveld (1952)
menerbitkan peta jalur kegiatan magmatik. Dari peta tersebut dapat diperkirakan kemungkinan
keterdapatan mineral logam dasar yang pembentukannya berkaitan dengan kegiatan magmatik. Carlile
dan Mitchell (1994), berdasarkan data-data mutakhir Simanjuntak (1986), Sikumbang (1990), Cameron
(1980), Adimangga dan Trail (1980), memaparkan busur-busur magmatik seluruh Indonesia sebagai
dasar eksplorasi mineral. Teridentifikasikan 15 busur magmatik, 7 diantaranya membawa jebakan emas
dan tembaga, dan 8 lainnya belum diketahui. Busur yang menghasilkan jebakan mineral logam tersebut
adalah busur magmatik Aceh, Sumatera-Meratus, Sunda-Banda, Kalimantan Tengah, Sulawesi-Mindanau
Timur, Halmahera Tengah, Irian Jaya. Busur yang belum diketahui potensi sumberdaya mineralnya
adalah Paparan Sunda, Borneo Barat-laut, Talaud, Sumba-Timor, Moon-Utawa dan dataran Utara Irian
Jaya. Jebakan tersebut merupakan hasil mineralisasi utama yang umumnya berupa porphyry copper-
gold mineralization, skarn mineralization, high sulphidation epithermal mineralization, gold-silver-barite-
base metal mineralization, low sulphidation epithermal mineralization dan sediment hosted
mineralization.

Jebakan emas dapat terjadi di lingkungan batuan plutonik yang tererosi, ketika kegiatan fase akhir
magmatisme membawa larutan hidrotermal dan air tanah. Proses ini dikenal sebagai proses epitermal,
karena terjadi di daerah dangkal dan suhu rendah. Proses ini juga dapat terjadi di lingkungan batuan
vulkanik (volcanic hosted rock) maupun di batuan sedimen (sedimen hosted rock), yang lebih dikenal
dengan skarn. Contoh cukup baik atas skarn terdapat di Erstberg (Sudradjat, 1999). Skarn Erstberg
berupa roofpendant batugamping yang diintrusi oleh granodiorit. Sebaran skarn dikontrol oleh oleh
struktur geologi setempat. Sebagai sebuah roofpendant, zona skarn bergradasi dari metasomatik
contact sampai metamorphic zone (Juharlan, 1993).

Konsep cebakan emas epitermal merupakan hal baru yang memberikan perubahan signifikan
pada potensi emas Indonesia. Cebakan yang terbentuk secara epitermal ini terdapat pada kedalaman
kurang dari 200 m, dan berasosiasi dengan batuan gunungapi muda berumur kurang dari 70 juta tahun.
Sebagian besar host rock merupakan batuan vulkanik, dan hanya beberapa yang merupakan sediment
hosted rock. Cebakan emas epitermal umumnya terbentuk pada bekas-bekas kaldera dan daerah
retakan akibat sistem patahan.
Proses mineralisasi dalam di lingkungan batuan vulkanik ini dikenal sebagai sistem porfiri (porphyry).
Contoh baik atas porfiri terdapat di kompleks Grasberg di Papua, dengan mineralisasi utama bersifat
disseminated sulfide dengan mineral bijih utama kalkopirit yang banyak pada veinlet (MacDonald,
1994). Contoh lain terdapat di Pongkor dan Cikotok di Jawa Barat, Batu Hijau di Sumbawa, dan Ratotok
di Minahasa. Lingkungan lain adalah kondisi gunungapi di daerah laut dangkal. Air laut yang masuk ke
dalam tubuh bumi berperan membawa larutan mineral ke permukaan dan mengendapkannya. Contoh
terbaik atas proses ini terjadi di Pulau Wetar, yang menghasilkan mineral barit. Proses pengkayaan
batuan karena pelapukan dikenal dengan nama pengkayaan supergen. Batuan granitik yang lapuk akan
menghasilkan mineral pembawa aluminium, antara lain bauxit. Proses ini sangat berhubungan dengan
keberadaan jalur magmatik, berupa subduksi pada lempeng benua bersifat asam, sehingga
menghasilkan baruan bersifat asam. Contoh pelapukan granit ini antara lain terjadi di Kalimantan Barat,
Bangka, Belitung dan Bintan. Peridotit terbentuk di lingkungan lempeng samudera yang akan kaya
mineral berat besi, nikel, kromit, magnesium dan mangan. Keberadaannya di permukaan disebabkan
oleh lempeng benua Pasifik yang terangkat ke daratan oleh proses obduksi dengan lempeng benua
Eurasia, yang kemudian “disebarkan” oleh sesar Sorong (Katili, 1980) sebagai pulau-pulau kecil di berada
di kepulauan Maluku. Pelapukan akan menguraikan batuan ultrabasa tersebut menjadi mineral terlarut
dan tak terlarut. Air tanah melarutkan karbonat, kobalt dan magnesium, serta membawa mineral besi,
nikel, kobalt, silikat dan magnesium silikat dalam bentuk koloid yang mengendap. Endapan kaya nikel
dan magnesium oksida disebut krisopas, dan cebakan nikel ini disebut saprolit. Proses pelapukan
peridotit akan menghasilkan saprolit, batuan yang kaya nikel. Pelapukan ini terjadi di sebagian
kepulauan Maluku, antara lain di pulau Gag, Buton dan Gebe (Sudrajat, 1999).

Keberadaan Minyak dan Gas Bumi


Energi minyak dan gas bumi mempunyai peran yang sangat strategis dalam berbagai kegiatan
ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pada umumnya minyak bumi dewasa ini memiliki peran sekitar
80% dari total pasokan energi untuk konsumsi kebutuhan energi di Indonesia. Dengan demikian peran
minyak dan gas bumi dalam peningkatan perolehan devisa negara masih sangat diperlukan. Nayoan dkk.
(1974) dalam Barber (1985) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara cekungan minyak
bumi yang berkembang di berbagai tempat dengan elemen-elemen tektonik yang ada. Cekungan-
cekungan besar di wilayah Asia Tenggara merepresentasikan kondisi setiap elemen tektonik yang ada,
yaitu cekungan busur muka (forearc basin), cekungan busur belakang (back-arc basin), cekungan intra
kraton (intracratonic basin), dan tepi kontinen (continent margin basin), dan zona tumbukan (collision
zone basin). Berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan dari berbagai sumber, telah diketahui ada
sekitar 60 basin yang diprediksi mengandung cebakan migas yang cukup potensial. Diantaranya basin
Sumatera Utara, Sibolga, Sumatera Tengah, Bengkulu, Jawa Barat Utara, Natuna Barat, Natuna Timur,
Tarakan, Sawu, Asem-Asem, Banda, dll.

Cekungan busur belakang di timur Sumatera dan utara Jawa merupakan lapangan-lapangan
minyak paling poduktif. Pematangan minyak sangat didukung oleh adanya heat flow dari proses
penurunan cekungan dan pembebanan. Proses itu diperkuat oleh gaya-gaya kompresi telah menjadikan
berbagai batuan sedimen berumur Paleogen menjadi perangkap struktur sebagai tempat akumulasi
hidrokarbon (Barber, 1985). Secara lebih rinci, perkembangan sistem cekungan dan perangkap minyak
bumi yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh tatanan struktur geologi lokal. Sebagai contoh, struktur
pull apart basin menentukan perkembangan sistem cekungan Sumatera Utara (Davies, 1984).
Perulangan gaya kompresif dan ekstensional dari proses peregangan berarah utara-selatan
mempengaruhi pola pembentukan antiklinorium dan cekungan Palembang yang berarah N300oE
(Pulunggono, 1986). Demikian pula pola sebaran cekungan Laut Jawa sebelah selatan sangat
dipengaruhi oleh pola struktur berarah timur-barat (Brandsen & Mattew, 1992), sedang pola cekungan
di Laut Jawa bagian barat-laut berarah berarah timur-laut – baratdaya, sedang pola cekungan di timur-
laut berarah barat-laut – tenggara. Cekungan Kutai dan Tarakan merupakan cekungan intra kraton
(intracratonic basin) di Indonesia. Pembentukan cekungan terjadi selama Neogen ketika terjadi proses
penurunan cekungan dan sedimentasi yang bersifat transgresif, dan dilanjutkan bersifat regresif di
Miosen Tengah (Barber, 1985). Pola-pola ini menjadiken pembentukan delta berjalan efektif sebagai
pembentuk perangkap minyak bumi maupun batubara.

Zona tumbukan (collision zone), tempat endapan-endapan kontinen bertumbukan dengan


kompleks subduksi, merupakan tempat prospektif minyak bumi. Cekungan Bula, Seram, Bituni dan
Salawati di sekitar Kepala burung Papua, cekungan lengan timur Sulawesi, serta Buton, merupakan
cekungan yang masuk dalam kategori ini. (Barber, 1985). Keberadaan endapan aspal di Buton
berasosiasi dengan zona tumbukan antara mikro kontinen Tukang Besi dengan lengan timur-laut
Sulawesi, dengan Banggai Sula sebagai kompleks ofiolit (Barber, 1985; Sartono, 1999). Kehadiran minyak
di Papua berasosiasi dengan lipatan dan patahan Lenguru, yang merupakan tumbukan mikro kontinen
Papua Barat dengan tepi benua Australia (Barber, 1985). Sumber dan reservoar hidrokarbon
terperangkap struktur di bagian bawah foot-wall sesar normal serta di bagian bawah hanging-wall sesar
sungkup (Simanjuntak dkk, 1994.

Keberadaan Batubara dan Bituminus


Parameter yang mengendalikan bembentukan batubara adalah (1) sumber vegetasi, (2) posisi
muka air tanah (3) penurunan yang terjadi bersamaan dengan pengendapan, (4) penurunan yang terjadi
setelah pengendapan, (5) kendali lingkungan geotektonik endapan batubara dan (6) lingkungan
pengendapan terbentuknya batubara. Batubara lazim terbentuk di lingkungan (1) dataran sungai
teranyam, (2) lembah aluvial, (3) dataran delta, (4) pantai berpenghalang dan (5) estuaria (Diessel,
1992). Batubara di Indonesia umumnya menyebar tidak merata, 60% terletak di Sumatera Selatan dan
30% di Kalimantan Timur dan Selatan. Sebagian besar batubara terbentuk di lingkungan litoral, paralik
dan delta, sedang beberapa terbentuk di lingkungan cekungan antar pegunungan. Kualitas batubara
umumnya berupa bituminous, termasuk dalam steaming coal. Antrasit berkualitas rendah karena
pemanasan oleh intrusi ditemukan di Bukit Asam, Sumatera dan Kalimantan Timur sedang pematangan
karena tekanan tektonik terbentuk di Ombilin, Sumatera Barat (Sudradjat, 1999).
Urutan kualitas batubara cenderung menggambarkan umurnya. Selama ini batubara di Indonesia
dihasilkan oleh cekungan berumur Tersier. Gambut berumur Resen sampai Paleosen, batubara sub
bituminus berumur Miosen dan batubara bituminus berumur Eosen.

Keberadaan Panasbumi

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki panas bumi terbesar di dunia. Panasbumi
sebaai energi alternatif tidak mempunyai potensi bahaya seperti energi nuklir, serta dari sisi
pencemaran jauh lebih rendah dari batubara. Keberadaan lapangan panas bumi tersebut secara umum
dikontrol oleh keberadaan sistem gunungapi. Di Indonesia lapangan panasbumi tersebar di sepanjang
jalur gunungapi yang memperlihatkan kegiatan sejak Kwarter hingga saat ini. Jalur ini merentang dari
ujung barat-laut Sumatera sampai kepulau Nusatenggara, kemudian melengkung ke Maluku dan
Sulawesi Utara. Pada jalur memanjang sekitar 7.000 km, dengan lebar 50-200 km tersebut, terdapat 217
lokasi prospek, terdiri dari 70 lokasi prospek entalpi tinggi (t > 200oC) dan selebihnya entalpi menengah
dan rendah. Lapangan prospek tersebut tersebar di Sumatera (31), Jawa-Bali (22), Sulawesi (6),
Nusatenggara (8) dan Maluku (3), dengan seluruh potensi mencapai 20.000 MWe, dengan total
cadangan sekitar 9.100 Mwe. Pengembangan geotermal di Indonesia saat ini dikonsentrasikan di
Sumatera, Jawa-Bali dan Sulawesi Utara. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut telah memiliki
infrastruktur yang memadai serta memiliki pertumbuhan kebutuhan listrik yang tinggi. (Sudrajat, 1982:
Sudarman dkk., 1998)

Mineralisasi Busur Vulkanik Jawa:

Sebuah Contoh Busur vulkanik Jawa merupakan bagian dari busur vulkanik Sunda-Banda yang
membentang dari Sumatera hingga Banda, sepanjang 3.700 km yang dikenal banyak mengandung
endapan bijih logam (Carlile & Mitchell, 1994). Batuan vulkanik hasil kegiatan gunungapi yang berumur
Eosen hingga sekarang merupakan penyusun utama pulau Jawa. Terbentuknya jalur gunungapi ini
merupakan hasil dinamika subduksi ke arah utara lempeng Samudera Hindia ke Lempeng Benua Eurasia
(Katili, 1989) yang berlangsung sejak jaman Eosen (Hall, 1999). Kerak kontinen yang membentuk tepi
benua aktif (active continent margin) mempengaruhi kegiatan vulkanisme Tersier Jawa bagian barat,
sedang kerak samudera yang membentuk busur kepulauan (island arc) mempengarui kegiatan
vulkanisme Tersier Jawa bagian timur (Carlile & Mitchell, 1994).
Jalur penyebaran gunungapi di Indonesia terdiri dari jalur gunungapi tua (Tersier) dan muda
(Kwarter), yang sejajar dengan jalur penunjaman. Kegiatan vulkanisma Tersier terjadi dalam dua
perioda, yaitu perioda Eosen Akhir – Miosen Awal yang sebagian besar berafinitas toleitik dan perioda
Miosen Akhir – Pliosen yang sebagian besar berafinitas alkali kapur K tinggi (Soeria-Atmadja dkk, 1991)
beberapa batuan berafinitas shosonitik terdapat di Pacitan dan Jatiluhur (Sutanto, 1993). Berdasarkan
pentarikhan umur dengan menggunakan metoda K/Ar, batuan volkanik Tersier tertua terdapat di
Pacitan dengan umur 42,7, juta tahun, sedang termuda terdapat di Bayah dengan umur 2,65 juta tahun
(Soeria-Atmadja, 1991). Kegiatan vulkanisma umumnya menghasilkan komposisi batuan bersifat
andesitik. Beberapa singkapan batuan beku bersifat dasitik terdapat di beberapa tempat, misalnya
intrusi dasit Ciemas Jawa Barat dan granodiorit Meruberi Jawa Timur serta retas-retas basalt yang
banyak terdapat di Kulonprogo Yogyakarta dan Pacitan Jawa Timur (Soeria-Atmadja, 1991; Sutanto,
1993; Paripurno dan Sutarto, 1996). Pola ritmik initerjadi karena adanya perubahan sudut penunjaman.

Sutanto (1993) mengelompokkan batuan vulkanik Jawa berdasarkan waktu terbentuknya, yaitu
batuan-batuan vulkanik yang terbentuk oleh (1) Eosen-Oligosen awal, (2) vulkanisme Eosen-Miosen
Akhir, (3) vulkanisme Eosen Akhir – Miosen Awal, (4) vulkanisme Miosen Tengah – Pliosen, serta (5)
vulkanisme Kwarter. Batuan-batuan volkanik Tersier di atas dikenal sebagai batuan vulkanik kelompok
Andesit Tua (van Bemmerlen, 1933), yang saat ini lebih dikenal dengan nama Formasi Jampang, Formasi
Cikotok dan Formasi Cimapag untuk wilayah Jawa Barat; Formasi Gabo, Formasi Totogan, untuk wilayah
Kebumen dan sekitarnya; Formasi Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi
Semilir, untuk kawasan Gunungsewu dan sekitarnya; serta Formasi Kaligesing, Formasi Dukuh, Formasi
Giripurwo untuk wilayah Kulonprogo dan sekitarnya; serta di Jawa Timur dikenal dengan nama Formasi
Besole, Formasi Mandalika dan Fomasi Arjosari.

Proses hidrotermal di Jawa yang terdapat mulai dari Pongkor Jawa Barat sampai Sukamade Jawa
Timur. Sebagian besar cebakan merupakan tipe low sulphidation epithermal mineralization. Tipe lain
berupa volcanogenic massive sulphide mineralization, misalnya terdapat di Cibuniasih; sedang tipe veins
assosiated with porphyry system misalnya terdapat di Ciomas, dan sediment hosted mineralization
hanya terdapat di beberapa tempat, misalnya di Cikotok.

Secara umum cadangan yang terdapat di Jawa bagian barat lebih besar dibanding yang terdapat
di Jawa bagian timur. Cadangan terbesar di Jawa bagian barat terdapat di Pongkor dengan kadar rata-
rata 17,4 (Sumanagara dan Sinambela, 1991) dan jumlah cadangan lebih dari 98 ton Au dan 1.026 Ag
(Milesi dkk, 1999). Vulkanisme yang terkait dengan mineralisasi umumnya menunjukkan umur yang
relatif muda, Miosen Tengah – Pliosen. Pentarikhan pada beberapa urat di Pongkor menunjukkan umur
2,7 juta tahun, di Cirotan menujukkan umur 1,7 juta tahun, serta di Ciawitali menujukkan umur 1,5 juta
tahun. Di Cirotan urat-urat tersebut memotong ignimbrit riodasit berumur 9,5 juta tahun yang diintrusi
oleh mikrodiorit berumur 4,5 juta tahun (Milesi dkk., 1994). Di Pongkor urat-urat tersebut berada pada
lingkungan vulkanik kaldera purba yang terdiri dari batuan tufa breksi, piroklastika dan lava bersusunan
andesit-basalt yang diintrusi oleh andesit, dasit dan basalt (Sumanagara dan Sinambela, 1991).

Gempa dan bencana lain suatu saat dan kapan saja akan terjadi pada kita. Namun daibalik dari
semua itu ada sisi baik dari sebuah bencana yang terjadi selama ini dengan kelimpahan selain sumber
daya alam adalah berupa bahan tambang yang telah dapat kita nimati. Rasa syukur kita senantiasa
menjauhkan kita dari bencana dan marabahaya yang sewaktu – waktu datang pada kita.

http://geoenviron.blogspot.co.id/2012/09/lempeng-tektonik-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai